2. 2
CONTOH_ Model Jurnal dan Proposal
JUDUL…………
Nama/NIM
Bab I
PENDAHULUAN
Latar belakang penelitian
- Phenomena penelitian
- Research gap
- Motivasi penelitian utk mengkaji research gap dgn mempelajari teori dan penelitian
sebelumnya yg relevan (secara umum, singkat)
- Novelti, orignalitas penelitian
- Kontribusi penelitian (secara umum)
- Pentingnta penelitian
Masalah pokok penelitian
Yang menjadi masalah pokok penelitian ini dikemukakan berikut ini.
Tujuan penelitian
Tujuan utama penelitian ini dikemukakan berikut ini.
3. 3
Kontribusi penelitian
Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam hal berikut ini.
a. Penelitian dapat berkontribusi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan
memperkaya literature sebagai hasil penelitian empiris perusahaan sector manufaktur di Bursa
Efek Indonesia.
b. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi dalam melakukan analisis terhadap nilai
perusahaan sector manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
c. Penelitian ini diharapkan berguna bagi manajemen perusahaan sector manufaktur di Bursa
Efek Indonesia.
d. Menjadi referensi bagi pengamat pasar modal dan penelitian masa depat terutama terhadap
sector manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
4. 4
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Agency theory
Gambar 1: Agency theory dan financial distress
Signalling theory
5. 5
Gambar 2: Signalling theory dan financial distress
Stakeholder theory
Dalam teori Stakeholders menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung
pada dukungan stakeholder yang mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan
sebagaimana Ghozali dan Chariri (2007) ; Rustiarini (2011) dalam dalam Ismayani (2015);
Rokhlinasari (2013), dan Retno dan Priantinah (2012).
Teori stakeholder muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Latar belakang munculnya
teori ini terutama karena keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif
terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan. Tujuan dari
manajemen stakeholder adalah untuk merancang metode yang digunakan untuk mengelola
berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis. Stakeholder adalah
setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
organisasi. Stakeholder dapat dibagi menjadi dua berdasarkan karakteristiknya yaitu stakeholder
primer dan stakeholders sekunder. Stakeholders primer adalah seseorang atau kelompok yang
tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi: shareholder dan
investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan yang didefinisikan sebagai
kelompok stakeholder publik, yaitu : pemerintah dan komunitas. Kelompok stakeholder sekunder
didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan, namun mereka
tidak berhubungan dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya.
Teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan
atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela
6. 6
mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan
di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh
stakeholder. Teori stakeholder memiliki bidang etika (moral) dan manajerial. Bidang etika
berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh
organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder .
Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan memerlukan dukungan
stakeholder, sehingga aktivitas perusahaan juga mempertimbangkan persetujuan dari stakeholder.
Semakin kuat stakeholder, maka perusahaan harus semakin beradaptasi dengan stakeholder.
Pengungkapan sosial dan lingkungan kemudian dipandang sebagai dialog antara perusahaan
dengan stakeholder. Beberapa alasan yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan
kepentingan stakeholders, yaitu : (a) Isu lingkungan melibatkan kepentingan berbagai kelompok
dalam masyarakat yang dapat mengganggu kualitas hidup mereka. (b) Dalam era globalisasi telah
mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan. (c) Para
investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang memiliki dan
mengembangkan kebijakan dan program lingkungan. (d) LSM dan pencinta lingkungan makin
vokal dalam mengkritik perusahaan perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan.
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti
lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara
keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan
yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam
meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian
bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang
akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
7. 7
Signaling Theory
Dalam teori Signaling mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan dan non-keuangan sebagaimana Maulidra
(2015) dalam Ismayani (2015); Rokhlinasari (2013), dan Retno dan Priantinah (2012). Teori
sinyal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak
eksternal. Dorongan tersebut disebabkan karena terjadinya asimetri informasi antara pihak
manajemen dan pihak eksternal. Untuk mengurangi asimetri informasi maka perusahaan harus
mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan maupun non keuangan.
Teori Sinyal berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan perhatiannya
kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi. Salah satu informasi
yang dapat dijadikan sinyal adalah pengungkapan yang dilakukan oleh suatu emiten.
Pengungkapan informasi ini nantinya dapat mempengaruhi naik turunnya harga sekuritas
perusahaan emiten tersebut. Pengungkapan informasi akuntansi dapat memberikan sinyal bahwa
perusahaan mempunyai prospek yang baik (good news) atau sebaliknya sinyal buruk (bad news)
di masa mendatang.
Dorongan untuk mengemukakan informasi akuntansi tersebut adalah karena terdapat
asimetri informasi antara manajemen (agent) dan stakeholder (principal). Information Asymmetry
atau ketidaksamaan informasi adalah situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda
(yang lebih baik) mengenai kondisi atau prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor.
Asimetri informasi dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan praktik
manajemen laba (earnings management), keadaan di mana manajer melakukan tindakan yang
menguntungkan diri sendiri dengan menggunakan estimasi dan metode akuntansi yang dapat
menyembunyikan nilai ekonomi perusahaan yang benar dari stakeholder. Perusahaan dapat
8. 8
meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk
mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal kepada stakeholder tentang
informasi keuangan yang dapat dipercaya yang akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek
perusahaan yang akan datang
Teori sinyal menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan
terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi
investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau
gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi
kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap,
relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis
untuk mengambil keputusan investasi. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar
sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan
menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika
pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam
volume perdagangan saham.
Pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai
prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan
perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan
dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik
laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan
saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal
bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang
9. 9
diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang
berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak
berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan
dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik
pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko
relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi
investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli
oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka
dan transparan.
Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi
investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai
positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar. Teori sinyal dapat menjelaskan hubungan antara corporate environmentaldisclosure dengan
manajemen laba. Manajer memiliki insentif yang besar untuk secara sukarela mengungkapkan
informasi akuntansi tambahan misalnya, corporate environmental disclosure sebagai sinyal agar
dapat menarik investor yang sudah ada dan/atau investor potensial untuk dapat meningkatkan
reputasi positif dan nilai perusahaan, terutama ketika mereka mencoba terlibat dalam manajemen
laba
Corporate environmental disclosure sebagai salah satu kegiatan CSR merupakan sinyal
yang terkait dengan kualitas manajemen. Perusahaan yang memiliki kualitas yang tinggi cenderung
menggunakan akuntansi sosial dan lingkungan perusahaan sebagai pengalihan dari pelaporan
keuangan tradisional. Di sisi lain, perusahaan dengan kualitas rendah memilih konsisten dengan
membatasi pengungkapan informasi akuntansi kepada pihak eksternal. Kualitas pelaporan
10. 10
keuangan merupakan sinyal untuk pelaku pasar keuangan dan stakeholder lainnya yang
memperlihatkan bahwa manajemen mampu mengontrol risiko sosial dan lingkungan dalam
perusahaan.
Lindung nilai (Hedging)
Menurut Faisal (2001) lindung nilai (hedging) adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi risiko kerugian atas valuta asing sebagai akibat dari terjadinya
transaksi bisnis. Perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang,
untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis
yang dilakukan perusahaan tersebut. Menurut Van Horne, james C and John M.Wachowicz (2005)
untuk mengurangi risiko nilai tukar adalah dengan menggunakan lindung nilai mata uang melalui
instrumen derivatif atau kontrak seperti kontrak forward, kontrak berjangka (future contract), opsi
mata uang, dan swap mata uang. Penggunaan derivatif dapat mengurangi risiko yang timbul akibat
dari perubahan yang terjadi pada nilai tukar uang.
Lindung Nilai Mata Uang dengan Instrumen derivatif
Aktivitas lindung nilai (hedging) dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen derivatif,
derivatif merupakan kontrak perjanjian antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah
barang (baik komoditas, maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang dengan
harga yang telah disepakati pada saat ini. Untuk meminimalkan risiko dari fluktuasi valuta asing
tersebut dapat dilakukan Hedging dengan instrumen derivatif valas yaitu melalui kontrak forward,
kontrak berjangka (future contract), opsi mata uang, dan swap mata uang (Van Horne, james C
and John M.Wachowicz, 2005).
a. Forward
11. 11
Hull (2008) menyatakan kontrak forward hampir sama dengan kontrak futures pada perjanjian
untuk membeli atau menjual aset pada waktu tertentu di masa yang akan datang dengan harga
tertentu. Namun, kontrak futures diperdagangkan pada lantai bursa sedangkan kontrak forward
diperdagangkan pada pasar over-the-counter. Pasar over-the-counter (OTC) merupakan pasar
perdagangan alternative yang menghubungkan dealers melalui jaringan telepon dan komputer
sehingga tidak terjadi pertemuan secara fisik antar dealers. Kontrak forward adalah salah satu alat
paling mendasar dan paling tua untuk mengelola risiko keuangan. Kontrak forward secara legal
adalah perjanjian mengikat antara dua pihak yang meminta penjualan aset atau produk di masa
yang akan dating dengan harga yang disetujui pada hari ini. Pasal-pasal dalam kontrak meminta
satu pihak untuk mengirimkan barang kepada yang lain untuk tanggal tertentu di masa yang akan
datang, disebut dengan tanggal penyerahan (settlement date). Pihak lain membayar harga forward
yang sebelumnya telah disetujui dan mengambil barang tersebut. Kontrak forward dapat di beli
dan di jual. Pembeli dari kontrak forward memiliki kewajiban untuk memiliki kewajiban untuk
menerima pengiriman tersebut dan membayar untuk barang tersebut, penjual dari kontrak forward
memiliki kewajiban untuk melakukan pengiriman dan menerima pembayaran. Pembeli dari
kontrak forward mendapatkan manfaat jika harga meningkat karena pembeli akan memiliki harga
terkunci yang lebih rendah. Hal yang sama, penjual akan menang jika harga turun karena harga
jual yang lebih tinggi telah dikunci.
b. Future
Menurut Hull (2008) kontrak futures merupakan sebuah perjanjian untuk membeli atau menjual
aset pada suatu periode tertentu di masa yang akan dating dengan kepastian harga yang telah
disepakati sebelumnya. Harga sebuah kontrak futures akan berlawanan dengan harga pasar spot,
harga bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Pada kontrak futures diperlukan sejumlah initial margin,
12. 12
yang merupakan jumlah nominal uang yang perlu disetor oleh investor kepada broker. Mekanisme
futures kontrak adalah pertama kali investor menyetor sejumlah deposit sebagai initial margin
dalam melakukan perdagangan futures. Kemudian investor akan melakukan kontrak futures
dengan memperhatikan aset yang diperdagangkan, ukuran kontrak, price limit dan position limits.
Nilai dari kontrak futures di masa mendatang dipengaruhi oleh intrumen induknya yang ada di
pasar spot. Futures kontrak berbeda dengan kontrak forward karena kontrak futures dapat
dieksekusi sebelum tanggal jatuh tempo dengan cara mengambil posisi yang berlawanan sehingga
tidak perlu terjadi adanya delivery. Pada bulan penyelesaian yang tertera di kontrak tidak lagi
dilakukan perdagangan dan harga ditentukan oleh bursa atas penyelesaian kontrak. Kontrak dapat
diselesaikan dengan tanggal penyelesaian terdekat atau yang biasa disebut dengan kontrak futures
dekat waktu. Namun, pada kontrak futures diperlukan daily settlement di mana apabila nilai aset
investor di bawah nilai initial margin maka broker akan memberikan margin call pada investor
tersebut (Madura, 1997). Kontrak dapat digunakan baik pada keuangan maupun komoditi. Di
Amerika Serikat dan di bagian dunia yang lain, kontrak futures untuk berbagai jenis item secara
rutin di jual dan di beli. Jenis kontak tersedia secara tradisional di bagi menjadi dua kelompok,
yaitu futures komoditas dan futures keuangan. Futures keuangan, barang yang diperdagangkan
adalah aset keuangan seperti saham, obligasi atau mata uang. Futures komoditi barang yang
diperdagangkan adalah barang apa saja selain aset keuangan.
c. Opsi (Option)
Opsi valuta asing adalah kontrak yang memberi hak kepada pembeli opsi (buyer), namun bukan
kewajiban untuk membeli atau menjual sejumlah valuta asing tertentu dengan harga per unit
tertentu dalam periode waktu tertentu (sampai tanggal jatuh tempo). Frase yang paling penting
dalam definisi ini adalah “namun bukan kewajiban”, yang berarti bahwa pemilik opsi mempunyai
13. 13
pilihan yang berharga (Ang, 1997). Ada dua tipe opsi yaitu : (a) Opsi Jual (Put Option) adalah
suatu instrument negosiasi yang memungkinkan pemiliknya untuk menjual suatu efek tertentu
pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. (b) Opsi beli (Call Option) adalah suatu
instrument negosiasi yang memungkinkan pemiliknya untuk membeli suatu efek tertentu pada
harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Kontrak opsi memberi hak kepada pemegangnya untuk
membeli atau menjual mata uang tertentu. Keputusan untuk menjalankan hak yang dimiliki
sepenuhnya ditentukan oleh pemegang opsi. Jadi, transaksi di pasar opsi tidak harus diikuti dengan
penyelesaian transaksi sebagai mana terdapat pada kontrak forward dan future.
d. Swap
Alat lain untuk menghindari risiko valuta asing adalah swap. Dalam swap, dua pihak menukar
kewajiban utang yang menggunakan mata uang yang berbeda. Masing – masing pihak setuju untuk
membayar kewajiban bunga pihak lainnya. Pada saat jatuh tempo, jumlah pokok yang ditukar
biasanya sejumlah nilai tukar yang disepakati di awal. Pertukaran tersebut adalah nasional dalam
arti bahwa hanya selisih arus kas yang dibayar. Jika satu pihak melanggarnya, tidak ada kerugian
pada pokoknya. Akan tetapi, ada biaya peluang yang berkaitan dengan pergerakan mata uang
setelah swap dilaksanakan. Swap biasanya dilakukan melalui perantara, seperti bank komersial.
Beberapa jenis swap yang umum dilakukan oleh perusahaan adalah back-to-back loans, currency
swap, dan credit swap (Van Horne, james C and John M.Wachowicz, 2005). back-to-back loans
merupakan jenis swap yang melibatkan dua pihak di negara yang berbeda, yang sepakat untuk
saling meminjam sejumlah dana dalam mata uang kedua negara, selama periode waktu tertentu.
Pada akhir periode waktu yang telah disepakati, masing-masing pihak mengembalikan dana yang
dipinjam. currency swap mirip dengan back-to-back loans kecuali bahwa currency swap tidak
nampak di neraca. Biasanya, dua perusahaan sepakat untuk menukarkan sejumlah dana dalam
14. 14
mata uang yang berbeda, yang ekuivalen nilainya, selama waktu tertentu. Jangka waktu
berakhirnya currency swap dapat dinegosiasikan sampai minimal 10 tahun. Apabila dana disuatu
negara lebih mahal dari negara lain, currency swap dapat mempertimbangkan perbedaan tingkat
bunga. Credit swap merupakan pertukaran mata uang antar perusahaan dan bank (seringkali bank
sentral) asing, yang berlangsung selama kurun waktu tertentu. credit swap sebenarnya telah
dipraktekkan antara bank-bank umum, dan bank umum dengan bank sentral, untuk memenuhi
kebutuhan akan valuta asing. Daya tarik dari credit swap adalah kemampuannya untuk mengurangi
kebutuhan guna membiayai kegiatan dengan mata yang uang lemah dari sumber mata uang yang
kuat.
Hasil studi sebelumnya
(1) Pengarauh X1 terhadap Y
- Penelitian sebelumnya…..(Mendeley)
- Penelitian sebelumnya ….(Mendeley)
- Penelitian sebelumnya….(Mendeley)
Berdasarkan penelitain sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H1 berikut ini.
H1: Variabel X1 berpengaruh signifikan terhadap Y pada perusahaan …….
Contoh:
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka pengembangan hipotesis
dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian ini dikemukakan berikut ini.
Capital Expenditure (Hipotesis H1)
Pemilihan variabel independen capital expenditure (X1ΔCAPEX) erat kaitannya dengan
agency theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan
pemegang saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel capital
expenditure (X1ΔCAPEX) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti pada
gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan capital expenditure
(X1ΔCAPEX) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial
15. 15
distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen capital expenditure (X1ΔCAPEX) penting
peranannya dalam operasional BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya Oktariyani (2019) mengemukakan bahwa capital expenditure
(X1ΔCAPEX) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Dan berdasarkan
pentingnya variabel capital expenditure (X1ΔCAPEX) tersebut, maka penelitian ini mengajukan
hipotesis H1 berikut.
H1: Pertumbuhan investasi atau capital expenditure (X1ΔCAPEX) berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Working capital (Hipotesis H2)
Pemilihan variabel independen Working capital (X2WC) erat kaitannya dengan agency
theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan pemegang
saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel Working capital
(X2WC) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan Working capital
(X2WC) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial distress
BUMN. Oleh sebab itu manajemen Working capital (X2WC) penting peranannya dalam
operasional BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Cinantya & Merkusiwati (2015), Widhiari & Aryani
Merkusiwati (2015), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968);
Springate,1978; Fulmer, 1984; Plat and Plat, 2002), mengemukakan bahwa Working capital
(X2WC) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Dan berdasarkan
pentingnya variabel Working capital (X2WC) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis
H2 berikut.
H2: Pertumbuhan Working capital (X2ΔWC) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan cash
flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Retained Earning (Hipotesis H3)
Pemilihan variabel independen retained earning (X3RE) erat kaitannya dengan agency
theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan pemegang
saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel retained earning
(X3RE) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan retained earning
(X3RE) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial distress
BUMN. Oleh sebab itu manajemen retained earning (X3RE) penting peranannya dalam
operasional BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Suprihatin & Mansur (2016), Anisa & Suhermin
(2016), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968); Fulmer, 1984)
menemukan bahwa retained earning (X3RE) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan
perusahaan. Dan berdasarkan pentingnya variabel retained earning (X3RE) tersebut, maka
penelitian ini mengajukan hipotesis H3 berikut.
H3: Pertumbuhan Retained earning (X3ΔRE) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan cash
flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Earning Before Intrest And Taxes (Hipotesis H4)
Pemilihan variabel independen earning before interst and tax (X4EBIT) erat kaitannya
dengan agency theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan
16. 16
pemegang saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel earning
before interst and tax (X4EBIT) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti
pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan earning before interst
and tax (X4EBIT) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial
distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen earning before interst and tax (X4EBIT) penting
peranannya dalam operasional BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Anisa & Suhermin (2016), Oktariyani ( 2019), dan
Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968); Springate,1978; C.A. Score,1987)
menemukan bahwa earning before interst and tax (X4EBIT) mempengaruhi keberhasilan atau
kesulitan keuangan perusahaan. Dan berdasarkan pentingnya variabel earning before interst and
tax (X4EBIT) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H4 berikut.
H4: Pertumbuhan Earning before interst and tax (X4ΔEBIT) berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Pertumbuhan Contribution Margin (Hipotesis H5)
Pemilihan variabel independen pertumbuhan contribution margin (X5ΔCM) erat kaitannya
dengan agency theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan
pemegang saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel
pertumbuhan contribution margin (X5ΔCM) yang dapat mempengaruhi financial distress
perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan pertumbuhan
contribution margin (X5ΔCM) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi
financial distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen pertumbuhan contribution margin (X5ΔCM)
penting peranannya dalam operasional BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Widhiari & Aryani Merkusiwati (2015)
mengemukakan bahwa pertumbuhan penjualan yang merupakan komponen contribution margin
(X5ΔCM) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Dan berdasarkan
pentingnya variabel pertumbuhan contribution margin (X5ΔCM) tersebut, maka penelitian ini
mengajukan hipotesis H5 berikut.
H5: Pertumbuhan Contribution margin (X5ΔCM) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Pertumbuhan Equity (Hipotesis H6)
Pemilihan variabel independen pertumbuhan equity (X6ΔEQ) erat kaitannya dengan
agency theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan
pemegang saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel
pertumbuhan equity (X6ΔEQ) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti
pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pertumbuhan equity (X6ΔEQ)
menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial distress BUMN.
Oleh sebab itu manajemen pertumbuhan equity ((X6ΔEQ) penting peranannya dalam operasional
BUMN agar tidak menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Suprihatin & Mansur (2016) mengemukakan bahwa
pertumbuhan equity (X6ΔEQ) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan.
17. 17
Dan berdasarkan pentingnya variabel pertumbuhan equity (X6ΔEQ) tersebut, maka penelitian ini
mengajukan hipotesis H6 berikut.
H6: Pertumbuhan equity atau modal sendiri (X6ΔEQ) berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Tingkat Efisiensi atau Produktifitas Operasi (Hipotesis H7)
Pemilihan variabel independen tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) erat
kaitannya dengan agency theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi
kepentingan pemegang saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap
variabel tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) yang dapat mempengaruhi financial
distress perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan tingkat efisiensi atau
produktifitas operasi (X7EFSO) menyebabkan defisit cash flow from operating, dan
mempengaruhi financial distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen tingkat efisiensi atau
produktifitas operasi (X7EFSO) penting peranannya dalam operasional BUMN agar tidak
menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Widhiari & Aryani Merkusiwati (2015), Oktariyani
(2019), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Springate,1978; Fulmer, 1984; C.A. Score,1987)
mengemukakan bahwa tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) mempengaruhi
keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Dan berdasarkan pentingnya variabel tingkat
efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis
H7 berikut.
H7: Tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Earning Management (Hipotesis H8 dan H9)
Pemilihan variabel earning management erat kaitannya dengan agency theory dan
signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan pemegang saham dan
memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel earning management yang dapat
mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan earning management
menyebabkan defisit cash flow from operating, dan mempengaruhi financial distress BUMN.
Oleh sebab itu earning management penting peranannya dalam operasional BUMN agar tidak
menyulitkan cash flow from operating.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Cinantya & Merkusiwati (2015) dan Santoso, Fala, &
Khorin (2017) mengemukakan implementasi good corporate governance yang merupakan bagian
dari pengendalian praktek earning management mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan
keuangan perusahaan. Dan berdasarkan pentingnya variabel earning management tersebut, maka
penelitian ini mengajukan hipotesis H8 dan H9 berikut.
H8: Real activities earning management (X8RAEM) berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
H9: Accruals earning management (X9ACEM) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
cash flow from operating (ZΔCFO) Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Capital Expenditure (Hipotesis H10)
18. 18
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Cummins & Xie, 2008), menemukan
bahwa capital expenditure (X1ΔCAPEX) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan
perusahaan, dengan argument bahwa melalui capital expenditure yang layak secara financial, akan
mampu mengatasi kesulitan keuangan BUMN, sebaliknya bila capital expenditure hanya layak
dari segi ekonomis akan berdampak terhadap financial distress BUMN.
Penelitian sebelumnya Oktariyani (2019) mengemukakan bahwa capital expenditure
(X1ΔCAPEX) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Berdasarkan
pentingnya variabel capital expenditure (X1ΔCAPEX) tersebut, maka penelitian ini mengajukan
hipotesis H10 berikut.
H10: Pertumbuhan investasi atau capital expenditure (X1ΔCAPEX) berpengaruh signifikan
terhadap financial distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Working capital (Hipotesis H11)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya oleh Cummins & Xie (2008), F. Lin,
Liang, Yeh, & Huang (2014), Altman (1968), dan Miller & Springate (1978), menemukan bahwa
working capital (X2ΔWC) mempengaruhi financial distress perusahaan, dengan argument bahwa
melalui working capital sebagai kunci yang menggerakkan operasional rutin perusahaan, sehingga
kendala terhadap variabel ini akan berdampak terhadap financial distress BUMN.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Cinantya & Merkusiwati (2015), Widhiari & Aryani
Merkusiwati (2015), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968);
Springate,1978; Fulmer, 1984; Plat and Plat, 2002), mengemukakan bahwa Working capital
(X2WC) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Berdasarkan
pentingnya variabel workingcapital (X2ΔWC) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis
H11 berikut ini.
H11: Pertumbuhan working capital (X2ΔWC) berpengaruh signifikan terhadap financial distress
(YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Retained earning (Hipotesis H12)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya dari T. H. Lin (2009) dan F. Lin et al.
(2014), menemukan bahwa retained earning (X3ΔRE) mempengaruhi financial distress
perusahaan, dengan argument bahwa melalui retained earning (X3ΔRE) dapat memperkuat
pendanaan karena laba yang diperoleh sebagaian dipertahankan dalam mengatasi kesulitan
keuangan BUMN.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Suprihatin & Mansur (2016), Anisa & Suhermin
(2016), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968); Fulmer, 1984)
menemukan bahwa retained earning (X3RE) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan
perusahaan. Berdasarkan pentingnya variabel retained earning (X3ΔRE) tersebut, maka
penelitian ini mengajukan hipotesis H12 berikut ini.
H12: Pertumbuhan retained earning (X3ΔRE) berpengaruh signifikan terhadap financial distress
(YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Earning before interst and tax (Hipotesis H13)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya oleh F. Lin et al. (2014), Altman (1968),
dan Miller & Springate (1978), menemukan bahwa earning before interst and tax (X4ΔEBIT)
mempengaruhi financial distress perusahaan, dengan argument bahwa melalui earning before
interst and tax (X4ΔEBIT) dapat memperkuat pendanaan karena perusahaan mampu memperoleh
laba operasi yang dapat mendukung perusahaan dalam mengatasi financial distress.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Anisa & Suhermin (2016), Oktariyani ( 2019), dan
Rindu Rika Gamayani, 2009 (Beaver,1966; Altman, 1968); Springate,1978; C.A. Score,1987)
19. 19
menemukan bahwa earning before interst and tax (X4EBIT) mempengaruhi keberhasilan atau
kesulitan keuangan perusahaan. Berdasarkan pentingnya variabel earning before interst and tax
(X4ΔEBIT) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H13 berikut ini.
H13: Pertumbuhan earning before interst and tax (X4ΔEBIT) berpengaruh signifikan positif
terhadap financial distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Contribution margin (Hipotesis H14)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Cummins & Xie, 2008) menemukan
bahwa efisiensi dalam penjualan yang dinilai berdasarkan selisih positif dengan variabel cost atau
contribution margin (X5ΔCM) mempengaruhi financial distress perusahaan, dengan argument
bahwa semakin besar nilai contribution margin (X5ΔCM) tersebut, maka semakin besar peluang
perusahaan mengatasi financial distress.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Widhiari & Aryani Merkusiwati (2015)
mengemukakan bahwa pertumbuhan penjualan yang merupakan komponen contribution margin
(X5ΔCM) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Berdasarkan
pentingnya variabel contribution margin (X5ΔCM) tersebut, maka penelitian ini mengajukan
hipotesis H14 berikut ini.
H14: Pertumbuhan Contribution margin (X5ΔCM) berpengaruh signifikan terhadap financial
distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Pertambahan equity (Hipotesis H15)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Cummins & Xie, 2008) menemukan
bahwa pertambahan equity atau modal sendiri (X6ΔEQ) mempengaruhi financial distress
perusahaan, dengan argument bahwa melalui pertambahan equity atau modal sendiri (X6ΔEQ)
dapat memperkuat pendanaan karena perusahaan mampu memperoleh tambahan equity untuk
mendukung perusahaan dalam mengatasi financial distress.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Suprihatin & Mansur (2016) mengemukakan bahwa
pertumbuhan equity (X6ΔEQ) mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan.
Berdasarkan pentingnya variabel pertambahan equity atau modal sendiri (X6ΔEQ) tersebut, maka
penelitian ini mengajukan hipotesis H15 berikut ini.
H15: Pertambahan equity atau modal sendiri (X6ΔEQ) berpengaruh signifikan terhadap financial
distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Efisiensi operasi (Hipotesis H16)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Cummins & Xie, 2008) menemukan
bahwa tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) mempengaruhi financial distress
perusahaan, dengan argument bahwa semakin tinggi efisien atau oproduktifitas operasio
perusahaan, maka semakin besar peluang mengatasi financial distress BUMN.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Widhiari & Aryani Merkusiwati (2015), Oktariyani
(2019), dan Rindu Rika Gamayani, 2009 (Springate,1978; Fulmer, 1984; C.A. Score,1987)
mengemukakan bahwa tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) mempengaruhi
keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Berdasarkan pentingnya variabel tingkat
efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis
H16 berikut ini.
H16: Tingkat efisiensi atau produktifitas operasi (X7EFSO) berpengaruh signifikan terhadap
financial distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Real activities earning management (Hipotesis H17)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Bisogno & De Luca, 2015),
menemukan bahwa terjadi korelasi antara real activities earning management (X8RAEM) dengan
20. 20
financial distress perusahaan, dengan argument bahwa kedua variabel ini saling berkorelasi secara
ulang alik, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan. Dalam studi empiris penelitian
BUMN ini, earning management berpengaruh terhadap financial distress dengan argumen bahwa
dengan praktek earning management, sehingga BUMN perpotensi mengalami kesulitan keuangan
atau financial distress karena restrukturisasi tarif atau upaya BUMN memperoleh perlindungan
atau bantuan pemerintah berpotensi terkendala karena laporan keuangan yang disajikan terkesan
sehat bahkan dengan penilaian kinerja keuangan yang sehat. Meskipun bobot peneilaian kinerja
dari aspek keuangan hanya sekitar 15%, sehingga kegagalan profitabilitas masih memungkinkan
memperoleh penilaian kinerja sehat karena mencapai target dibidanga lain. Misalnya BUMN yang
menerima public service obligation atau subsidi dicatat sebagai pendapatan pada laporan laba
(rugi), sehingga tidak mencerminkan rugi. Dalam hubungan antara entitas dan pemegang saham,
seharusnya tidak dibukukan sebagai pendapatan tetapi sebagai ekuitas atau menambah equity.
Meskipun kedua system pencatatan tersebut menghasilkan jumlah yang sama pada pelaporan
ekuitas. Tetapi bila dicatat sebagai ekuitas maka BUMN akan mengemukakan jumlah kerugian
yang seginifikan. Karena dicatat sebagai pendapatan, maka kinerja laba (rugi) menjadi positif,
sehingga terkesan terjadi praktek earning management, meskipun masih diperdebatkan dengan
argument yang berbeda.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Cinantya & Merkusiwati (2015) dan Santoso, Fala, &
Khorin (2017) mengemukakan implementasi good corporate governance yang merupakan bagian
dari pengendalian praktek earning management mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan
keuangan perusahaan. Berdasarkan argument pentingnya pentingnya variabel real activities
earning management (X8RAEM) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H17 berikut
ini.
H17: Real activities earning management (X8RAEM) berpengaruh signifikan terhadap financial
distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Pengaruh Accruals earning management (Hipotesis H18)
Berdasarkan kajian empiris penelitian sebelumnya (Bisogno & De Luca, 2015),
menemukan bahwa terjadi korelasi antara accruals earning management (X9ACEM) dengan
financial distress perusahaan, dengan argument bahwa kedua variabel ini saling berkorelasi secara
ulang alik, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan. Dalam studi empiris penelitian
BUMN ini, earning management berpengaruh terhadap financial distress dengan argumen bahwa
dengan praktek earning management, sehingga BUMN perpotensi mengalami kesulitan keuangan
atau financial distress karena laporan keuangan yang disajikan terkesan sehat bahkan dengan
penilaian kinerja keuangan yang sehat. Meskipun bobot peneilaian kinerja dari aspek keuangan
hanya sekitar 15%, sehingga kegagalan profitabilitas masih memungkinkan memperoleh penilaian
kinerja sehat karena mencapai target dibidanga lain. Misalnya BUMN yang menerima public
service obligation atau subsidi dicatat sebagai pendapatan pada laporan laba (rugi), sehingga tidak
mencerminkan rugi. Dalam hubungan antara entitas dan pemegang saham, seharusnya tidak
dibukukan sebagai pendapatan tetapi sebagai ekuitas atau menambah equity. Meskipun kedua
system pencatatan tersebut menghasilkan jumlah yang sama pada pelaporan ekuitas. Tetapi bila
dicatat sebagai ekuitas maka BUMN akan mengemukakan jumlah kerugian yang seginifikan.
Karena dicatat sebagai pendapatan, maka kinerja laba (rugi) menjadi positif, sehingga terkesan
terjadi praktek earning management, meskipun masih diperdebatkan dengan argument yang
berbeda.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Cinantya & Merkusiwati (2015) dan Santoso, Fala, &
Khorin (2017) mengemukakan implementasi good corporate governance yang merupakan bagian
21. 21
dari pengendalian praktek earning management mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan
keuangan perusahaan. Berdasarkan argument pentingnya variabel accruals earning management
(X9ACEM) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H18 berikut ini.
H18: Accruals earning management (X9ACEM) berpengaruh signifikan terhadap financial
distress (YFINDIS) atau score marginal Badan Usaha Milik Negara.
Cash Flow From Operating (Hipotesis H19)
Pemilihan variabel cash flow from operating (ZΔCFO) erat kaitannya dengan agency
theory dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan pemegang
saham dan memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel cash flow from
operating (ZΔCFO) yang dapat mempengaruhi financial distress perusahaan, seperti pada gambar
1 dan gambar 2.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan cash flow from
operating (ZΔCFO mempengaruhi financial distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen cash flow
from operating (ZΔCFO) penting peranannya dalam operasional BUMN agar tidak menyulitkan
keuangan perusahaan.
Penelitian terdahulu (F. Lin et al., 2014) menemukan bahwa cash flow from operating
(ZΔCFO) mempengaruhi financial distress perusahaan. Hal ini relevan dengan penelitian financial
distress BUMN, dengan argument bahwa cash flow from operating (ZΔCFO) memberikan
kontribusi dalam hal memperkuat bagi BUMN dalam mengatasi kemungkinan terjadinya financial
distress. Sedangkan penelitian sebelumnya sebagaimana Santoso, Fala, & Khorin (2017), dan
Rindu Rika Gamayani, 2009 (Fulmer, 1984; Plat and Plat, 2002) mengemukakan bahwa Cash
flow mempengaruhi tingkat kesulitan keuangan. Berdasarkan pentingnya variabel intervening
cash flow from operating (ZΔCFO) tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis H19
berikut.
H19: Pertumbuhan cash flow from operating (ZΔCFO) berpengaruh signifikan terhadap financial
distress (YFINDIS) Badan Usaha Milik Negara.
Government subsidy (Hipotesis H20)
Pemilihan variabel moderating government subsidy erat kaitannya dengan agency theory
dan signalling theory. Tindakan manajemen dalam memenuhi kepentingan pemegang saham dan
memberi sinyal kepada stakeholder, berdampak terhadap variabel government subsidy dan equity
yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara cash flow from operating dengan
financial distress perusahaan, seperti pada gambar 1, 2 dan 5.
Dampak terhadap cash flow from operating terjadi karena keharusan memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan. Ketidak seimbangan yang terjadi pada pengelolaan government subsidy
dan equity mempengaruhi financial distress BUMN. Oleh sebab itu manajemen government
subsidy dan equity penting peranannya dalam operasional BUMN agar tidak menyulitkan
keuangan perusahaan.
Penelitian sebelumnya sebagaimana Santoso, Fala, & Khorin (2017) dan Oktariyani,
(2019) mengemukakan bahwa tingkat profitabilitas yang menentukan besarnya kebutuhan subsidi
bagi perusahaan akan mempengaruhi keberhasilan atau kesulitan keuangan perusahaan. Dan
berdasarkan pentingnya variabel government subsidy dan equity tersebut, maka penelitian ini
mengajukan hipotesis H20 berikut.
H20: Government subsidy (GSAE) memperkuat hubungan pertumbuhan cash flow from operating
(ZΔCFO) dengan financial distress (YFINDIS) Badan Usaha Milik Negara.
23. 23
Hipotesis
Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka pada penelitian dikemukakan
hipotesis sebagaimana hipotesis H1 dan hipotesis H2 berikut ini.
24. 24
BAB III
METODOLOGI
Data dan sampel penelitian
Penelitian ini memggunakan sampael penelitian sebanyak 21 perusahaan sector
manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Masing-masing sub sector manufaktur (7 sub sector) dipilih
3 perusahaan sebagai sampel, sehingga jumlag perusahaan yang diamati sebanyak 21 perusahaan.
Penelitian terhadap perusahaan tersebut menggunakan data laporan keuangan periode 2005 sampai
dengan 2015 atau dengan mutase sebanyak 10 tahun, sehingga dalam penelitian terdapat 210
pengamatan perusahaan tahunan (21 perusahaan x 10 tahun = 210 pengamatan).
Kerangka pemikiran
Untuk memudahkan anlisis penelitian ini maka hubungan kausalitas antara variabel
independen, variabel control dengan variabel independen, digambrkan dalam kerangka analisis
berikut ini.
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
VARIABEL KONTROL
Variabel Independen
X1
Variabe
Dependen
Y
Variabel Independen
X2
25. 25
Definisi operasional dan Pengukuran variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian didefinisikan dan diformulasikan atau dijelaskan
metode pengukuran yang digunakan seberti dikemukakan berikut ini.
a. Variabel dependen Y adalah……., pengukurannya…..
b. Variabel independen X1 adalah……., pengukurannya…..
c. Variabel independen X2 adalah……., pengukurannya…..
d. Variabel kontrol X3 adalah menunjukkan ukuran perusahaan (SIZE), dan pengukurannya
diformulasikan sebagaimana dalam Gitman and Zutter (2014) :
X3 = Log (Total Assets)
e. Variabel kontrol X4 adalah menggambarkan tingkat penggunaan utanag atau leverage (LEV)
yang digunakan oleh perusahaan, dan pengukurannya dirumuskan sebagaimana dalam
Gitman and Zutter (2014) :
X4 = Total debt / Total Equity
f. Variabel kontrol X5 adalah tigkat likuiditas yang dimiiki perusahaan, dan pengukurannya
diformulasikan sebagaimana dalam Gitman and Zutter (2014) :
X5 = Current assets / Current liabilities
Model analisis
Untuk menguji hipotesis dan berdasarkan kerangka analisis tersebut diatas, maka pada
penlitian ini digunakan model analisis berikut,
Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it+ β4 X4it + β5 X5it + eit
Dimana :
Variabel
Kontrol
X5
Variabel
Kontrol
X3
Variabel
Kontrol
X4
26. 26
Yit = variabel dependen….
X1it = variabel independen…..
X2it = variabel independen…..
X3it = variabel control ukuran perusahaan (SIZE)
X4it = variabel control tingkat leverage (LEV)
X5it = variabel control tingkat likuiditas (LIQ)
β0 = konstanta
β1 …. Β5 = koefisien arah variabel independen
eit = error
27. 27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas & Realibilitas
Statistik descriptive
Analisis korelasi
Uji asumsi klasik
- Uji normality
- Uji multicollinearity
- Uji autocorrelation
- Uji heteroscedasticity
Uji hipotesis
- Persamaan regresi
- Uji statisti – F
- Uji statistic – t
- Koefisien determinan
Pembahasan
28. 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Keterbatasan dan implikasi penelitian
29. 29
DAFTAR PUSTAKA
Arman Eshraghi., Richard Taffler. 2012. Hedge funds and unconscious fantasy . Accounting,
Auditing &Accountability Journal, Vol. 25 Iss 8 pp. 1244 - 1265
Brandon Schaufele., David Sparling. 2011. Regulation and the financial performance of Canadian
agribusinesses. Agricultural Finance Review, Vol. 71 Iss 2 pp. 201 - 217
Carl Ackermann., Richard McEnally., David Ravenscraft. 1999. The Performance of Hedge
Funds: Risk, Return, and Incentives. The Journal of Finance. Vol. 54 No. 3 pp. 833-874.
Charles C. Yang., Patrick L. Brockett., Min-Ming Wen. 2009. Basis risk and hedging efficiency
of weather derivatives. The Journal of Risk Finance, Vol. 10 Iss 5 pp. 517 – 536
Cheng. C. S. Agnes., Henry He Huang., Yinghua Li. 2012. The Effect of Hedge Fund Activism
on Corporate Tax Avoidance THE ACCOUNTING REVIEW, Vol. 87, No. 5, pp. 1493–
1526
Claire Eckstein., Ariel Markelevich., Alan Reinstein. 2008. Accounting for derivative instruments
and hedging activities (SFAS No. 133): Implications for profitability measures and stock
prices. Review of Accounting and Finance, Vol. 7, Iss 2, pp. 131 – 149
Devraj Basu., Joëlle Miffre. 2013. Capturing the Risk Premium of ommodity Futures: The Role
of Hedging Pressure. Journal of Banking and Finance, 37, 7, 2652-2664
Doan Van Dinh., Guangming Gong. 2013.How are Derivative Accounting Applied for Hedging
Activities?. International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and
Management Sciences, Vol. 3, No. 4, October 2013, pp. 72–90.
Eleonora Broccardo., Maria Mazzuca., Elmas Yaldiz. 2014. The use and determinants of credit
derivatives in Italian banks. The Journal of Risk Finance, Vol. 15 Iss 4 pp. 417 – 4
Elijah Brewer III., Bernadette A. Minten., James T. Mosser. 2000. Interest-Rate Derivatives and
Bank Lending. Journal of Banking & Finance Vol. 24, pp. 353-379.
30. 30
Fernando Avalos., Ramon Moreno. 2013. Hedging in Derivatives Markets: The Experience of
Chile. Quarterly Review, March, pp. 53-63.
FiskaraIndawan., Sri Fitriani., IndrianiKarlina., Melva Viva Grace. 2015. The Role of Currency
Hedging on Firm Performance: A Panel Data Evidence in Indonesia.
BuletinEkonomiMoneterdanPerbankan, Volume 17, Nomor 3.
Frank H. Bezzina., Simon Grima. 2012. Exploring factors affecting the proper use of derivatives.
Managerial Finance, Vol. 38 Iss 4 pp. 414 – 435
George Karathanasis., Vasilios Sogiakas., Kenellos Toudas. 2012. Derivatives listing strategy.
Journal of Financial Regulation and Compliance, Vol. 20 Iss 3 pp. 307 – 321
Goerge Latridis. 2012. Hedging and Earning Management in the Light of IFRS implementation :
Evidence from th UK stock market. The British Accounting Review Vol.44, pp. 21 - 35
Gerald D. Gay., Chen-Miao Lin., Stephen D. Smith. 2011. Corporate derivatives use and the cost
of equity. Journal of Banking & Finance Vol.35, pp. 1491–1506
Indranarain Ramlall. 2009. Determinants of Hedging: An Empirical Investigation for Mauritius.
The IUP Journal of Financial Risk Management, Vol. VI, Nos. 3 & 4.
Jarkko Peltomäki. 2013. Does diversity of derivatives use affect fund performance?. Managerial
Finance, Vol. 39 Iss 8 pp. 756 - 786
Jennifer Wu Tucker. 2015. The Relation Between Disclosure Quality and Reporting Quality: A
Discussion of Cassel. Myers, and Seidel. Fothcoming in Accounting: Organization and
Society, pp. 1-17.
John Dai., Suresh Sundaresan. 2009. Risk Management Framework for Hedge Funds: Role of
Funding and Redemption Options on Leverage. MPRA Paper No. 16483,
John R. Graham., Daniel A. Rogers. 2002. Do Firms Hedge in Response to Tax Incentives?. The
Journal of Finance, Vol. LVII, NO. 2
Jonathan A. Batten., Samanthala Hettihewa. 2007. Risk Management and Derivatives Use in
Australian Firms. Journal of Asia Business Studies, Vol. 1 Iss 2 pp. 37 – 44
Jongha Lim. 2015. The Role of Activist Hedge Funds in Financially Distressed Firms. Journal of
Financial and Quantitative Analysis. Vol. 50, No. 6, pp.1321–1351.
Jose Luiz Rossi Junior., Juliana Laham. 2008. The Impact of Hedging on Firm Value: Evidence
from Brazil. Journal of International Finance & Economics.
31. 31
Jun Chen., Tao-Hsien., Dolly King. 2014. Corporate hedging and the cost of debt. Journal of
Corporate Finance, Vol. 29, p.221–245.
Lee-Lee Chong., Xiao-Jun Chang., Siow-Hooi Tan. 2014. Determinants of corporate foreign
exchange risk hedging . Managerial Finance, Vol. 40 Iss 2 pp. 176 - 188
Luiz Augusto., Ferreira Carneiro., Michael Sherris. 2008. Corporate Interest Rate Risk
Management with Derivatives in Australia: Empirical Results. Paper pada Konferensi
tahunan American Risk and Insurance Assosiation (ARIA), pp. 87-107.
Middelberg.SL., Buys, PW., Styger. P. 2012. The accountancy implications of commodity
derivatives: A South African agricultural sector case study. Agrekon: Agricult ural
Economics Research, Policy and Practice in Southern Africa, 51:3, 97-116.
Milagros Vivel-Búa., Luis Otero-González., Sara Fernández-López., Pablo Durán-Santomil. 2013.
Why hedge currency exposure with foreign currency debt?. Academia Revista
Latinoamericana de Administración, Vol. 26 Iss 2 pp. 258 – 289
Mine Ertugrul., Özcan Sezer.,Sirmans, CF. 2008. Financial Leverage, CEO Compensation, and
Corporate Hedging: Evidence from Real Estate Investment Trusts. J Real Estate Finan
Econ Vol. 36: pp. 53–80.
Minghui Teng., Changqing Li. 2011 Product Market Competition, Board Structure, and Disclosure
Quality. Front. Bus. Res. China , Vol. 5(2): 291–316 DOI 10.1007/s11782-011-0132-5
Nadine Gatzert., Hannah Wesker. 2012. The impact of natural hedging on a life insurer's risk
situation. The Journal of Risk Finance, Vol. 13 Iss 5 pp. 396 - 423
Pelin Özek. 2016. An empirical investigation on the use of derivative instruments by industrial
firms in Turkey. Finansal Araştırmalar ve Çalışmalar Dergisi, Cilt 8, Sayı 14, pp. 173-187
Shane Magee. 2013. The Effect Of Foreign Currency Hedging On The Probability Of Financial
Distress. Accounting and Finance . Vol. 53, Issue 4 , pp. 1107-1127
Shi Zheng Pei., Xu Zhigang Wang. 2011. Factors affecting Chinese enterprises' hedging decision
making. China Agricultural Economic Review, Vol. 3 Iss 4 pp. 476 – 488
Thiagu Ranganathan., Usha Ananthakumar. 2014. Does hedging in futures market benefit
Indianfarmers?. Studies in Economics and Finance, Vol. 31 Iss 3 pp. 291 – 308
Thomas Heidorn Dieter., Kaiser Daniel Lucke. 2013. The value added of hedge fund styles in
multi-asset portfolios. Review of Accounting and Finance, Vol. 12 Iss 1 pp. 44 – 59
32. 32
Veliota Drakopoulou. 2014. Accounting for Derivative Instruments and Hedging Activities.
Journal of Financial Risk Management, Vol. 3, pp.151-165
Xuequn Wang., Lida Fan. 2011. The Determinants of Corporate Hedging Policies International
Journal of Business and Social Science, Vol. 2, No. 6