1. i
MAKALAH
ETIKA DAKWAH BI-ALHIKMAH DAN ETIKA
DAKWAH BI-ALHAL
Disusun Oleh:
Monicha (2124072)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2. ii
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan pengikut- pengikutnya hingga akhir zaman. Terimakasih kami ucapkan
kepada dosen pengampu yang sudah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas kami sebagai
mahasiswa dan makalah ini digunakan sebagai sumber berdiskusi sebagaimana
mestinya. Kami menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini karena itu kami memohon maaf atas segala kekurangan. Sekian kata pengantar
yang dapat kami sampaikan
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFATR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................... 1
B. Rumusuan Masalah ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perngertian Etika Dakwah ....................................................... 3
B. Perngertian Etika Dakwah Bi-Alhikmah ................................. 5
C. Perngertian Etika Dakwah Bi-Alhal......................................... 6
D. Hikmah dari Etika Dakwah Bil Hikmah Dan Bi-Alhal............ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Etika adalah nilai-nilai kebaikan yang tumbuh selama kehidupan
manusia. Nilai-nilai tersebut sengaja diciptakan sebagai kebutuhan yang harus
dipenuhi dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dipelihara
dan diwariskan secara turun-temurun guna menjamin kebahagiaan serta
kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut menjadi norma dan aturan yang harus dipatuhi.
Pelanggaran terhadap aturan tersebut berdampak pada munculnya sanksi yang
akan diterima.1
Etika/ akhlak dai adalah akhlak Islam yang Allah nyatakan dalam
Alquran dan Sunnah Rasul menurut Tutty Alawiyah adalah sebagai berikut:
1) Al-Shidq (benar, tidak dusta), yakni meliputi kasad (niat), perkataan dan
perbuatan. Dai yang benar, tampak bekasan benarnya itu pada wajah dan
suaranya. Allah memerintahkan setiap mukmin supaya berperilaku
“benar”,
tidak boleh berdusta. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang
beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang
yang
benar”.
2) Al-Shabr (sabar dan tabah)
Sabar terbagi menjadi tiga, yakni; sabar dalam ketaatan kepada Allah,
sabar
dalam meninggalkan kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi musibah
atau
bahaya.
3) Ar-rahmah (rasa kasih sayang)
1
Hajir Tajiri, Etika dan Estika Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, h. 12-13.
5. 2
4) Tawadu’(merendahkan diri, tidak sombong).
5) Suka bergaul.
6) Amanah (terpercaya), sifat utama yang harus dimiliki seorang dai.
Sebelum
sifat-sifat yang lain.2
Dakwah bil Hikmah yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif
bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bil hikmah merupakan
suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar
persuasive. Dakwah bil hikmah juga bisa diartikan sebagai dakwah dengan
keteladanan. Dengan konsep sederhana, yakni menjadi yang terbaik di bidang yang
menjadi perhatian di komunitas kita berdakwah. Komunikasi tidak hanya di
lakukan dalam kehidupan sehari hari tapi di dalam Al-Qur‟an juga di jelaskan cara
berkomukasi manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, manusia dengan
alam dan juga hubungan komunikasi manusia dengan Tuhan.
Dakwah bil hal merupakan upaya menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran serta kemampuan jama'ah untuk mengatasi masalah. Setiap kegiatan
dakwah ada tindak lanjutnya yang berkesinambungan. Bentuk dakwah bil hal
adalah kegiatan nyata yang dapat dilakukan untuk umat. Kegiatannya tentu
beraneka ragam, misal memberi bantuan moril atau materil.3
A. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang perngertian etika dakwah ?
2. Jelaskan tentang perngertian etika dakwah bi-alhikmah ?
3. Jelaskan tentang perngertian etika dakwah bi-alhal?
4. Apa saja hikmah dari etika dakwah bil hikmah dan bi-alhal ?
2
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah, Solo: Era Intermedia, 2008, h. 78.
3
Rosmha Widiyani – detikNews. Dakwah Bil Hal: Pengertian, Tantangan, Peran
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA DAKWAH
Istilah etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang
merumuskan perilaku benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika
islam itu sendiri dan pengertian kode etik dakwah adalah ramburambu etis yang
harus dimiliki seorang juru dakwah. Namun secara khusus dalam dakwah terdapat
kode etik tersendiri. Dan sumber dari rambu-rambu etis bagi seorang pendakwah
adalah Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.4
Adapun kode etik dakwah diantaranya:
1) Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan
Para da’i hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan,
dalam artian apa saja yang diperintahkan kepada mad’u, harus pula
dikerjakan oleh da’i. seorang da’i yang tidak beramal sesuai dengan
ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini bersumber pada QS.
Al-shaff:2-3 yang artinya : “Hai orangorang yang beriman, mengapa
kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Amat besar
murka disisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian
kerjakan”.
2) Tidak Melakukan Toleransi Agama
Tasamuh memang dinjurkan dalam islam, tetapi hanya dalam batas-
batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama.
3) Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim
Kede Etik ini berdasarkan QS. Al-an’am:108
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan”.
4
ibit, h. 16.
7. 4
4) Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial Hal ini berdasarkan QS.
Abasa:1-2:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah
datang seorang buta padanya”.
5) Tidak Memungut Imbalan
Dalam hal ini memang masih terjadi perbedaan anatara boleh atau
tidaknya memungut imbalan dalam berdakwah. Ada 3 kelompok yang
berpendapat mengenai hal ini:
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam
berdakwah hukumnya haram secara mutlaq, baik dengan perjanjian
sebelumya atau tidak. Imam Malik bin anas, Imam Syafi’I,
membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam menyebarkan
islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak. Al-Hasan al-Basri,
Ibn Sirin, Al-Sya’tibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut
biaya dalam berdakwah, tapi harus diadakan perjanjian terlebih
dahulu.
6) Tidak Berteman Dengan Pelaku Maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan berdampak
buruk, karena orang yang bermaksiat itu beranggapan seakan-akan
perbuatan maksiatnya itu direstui dakwah, pada sisi lain integritas
seorang da’i tersebut akan berkurang.
7) Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui
Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui
hukum itu pasti ia akan menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak
boleh asal menjawab pertanyaan orang menurut seleranya sendiri
tanpa ada dasar hukumnya. 5
Hal ini berdasarkan QS. Al-Isra’:36
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 23.
8. 5
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.”
B. ETIKA DAKWAH BIL HIKMAH
Dakwah bil hikmah adalah menyampaikan dakwah dengan cara yang arif
bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas
dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi ad-Dakwah Ilallah Ta'ala oleh Said bin Ali bin
Wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain
Menurut bahasa:
1) Adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an
2) Memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari
kerusakan
3) Ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang
utama
4) Obyek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
5) Pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'I etika dakwah bil hikmah adalah :
Valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan
mengamalkannya, wara' dalam dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan
menjawab dengan tegas dan tepat. 6
6
Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah Vol.14 No.27, Januari-Juni 2015
9. 6
C. ETIKA DAKWAH BIL HAL
Dakwah bil al-hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal
ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal
ihwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar
pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali rasulullah tiba di kota Madinah,
dia mencontohkan dakwah bil-haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan
mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah
Islamiyah.
Adapun etika dakwah dalah bil hal antara lain :
1) Akhlak Sebagai Tiang Dakwah
Akhlak secara umum adalah sifat yang mendasar pada diri seseorang yang
lahir dari amal perbuatan dengan mudah, tanpa dipikir-pikir dan di
timbang-timbang melainkan secara spontan. Baik buruknya amal
perbuatan yang lahir secara spontan itu tergantung pada baik buruknya
akhlak pribadi yang bersangkutan. Karena yang dibawa oleh da’i itu adalah
wahyu Ilahi dan sunah Rasul-Nya. Yakni Sesuatu yang benar dan murni
dan sebenarnya sudah mengandung daya dan kekuatan tersendiri.
2) Padunya kata dan perbuatan
Salah satu ciri orang munafiq, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah
SAW, adalah pembicaraannya selalu ada dusta. Dusta dalam konteks itu
tentu tidak satunya kata dan perbuatan. Bukankah apa yang dilakukan
seseorang bersumber dari hati yang ingin melakukannya. Jadi dalam arti
kata yang luas bahwa perkataan yang baik untuk mengajak orang lain harus
diiringi dengan praktik amaliah nyata dari perkataan yang disampaikan
kepada orang lain/jamaah. Sebab disamping akan tergolong munafiq orang
yang apabila berkata dusta, juga sangat dimurkai oleh Allah orang yang
hanya pandai mengatakan tetapi tidak berusaha untuk melaksanakan
kebaikan yang dikatakannya.
Sepertimana peringatan Allah dalam firman-Nya dalam surah as-Shaf, ayat
2-3:
10. 7
ا َ أ هَيَّاَا َِهاين أ أيََ اَاُا امِ َايَ يَا َ اا اَا َ يَا ع ل
َ اَُ، َي اَُا َ ْل اا
انلدِع َِهَّ اَلَا أ يَ يَا َ اا اَا َا يَ اع ل
َ اَُ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Oleh karena itu Seorang da’i wajib mengontrol segala yang diucapkannya
untuk kemudian berupaya untuk melaksanakannya dalam praktik nyata
dalam perbuatan kesehariannya. Berusaha semaksimal mungkin
menghindari perbuatan atau prilaku yang bertentangan dengan yang
seharusnya dikatakan. Dengan demikian jadilah para da’i tambah hari
tambah baik.
3) Mulai dari Da’i
Kesadaran untuk mau mendakwahi diri sendiri perlu menjadi komitmen
bersama, jika kita semua menghendaki masa depan umat Islam Indonesia
dan dunia menjadi lebih maju. Strategi Rasulullah dalam mengatasi krisis
yang paling ampuh ialah selalui memulai dari diri sendiri. Prinsip ini
tertuang dalam hadits singkat:
عه َ ب ج ق .... ء ج ف ن ب ا َ َ ِِ نى ص
يِ َّي ع انم َ عن نف ف َّي إ م ث ق: ن إب لا ِبفبدس
لص فْقن ين ع )ََأه م ف (ا
“Dari Jabir berkata: ....... Maka Datang Rasulullah SAW. kemudian
menyerahkan kepadanya, kemudian beliau bersabda: “ Mulai dari
dirimu maka kamu akan dibenarkan oleh orang lain”.7
Strategi mengatasi krisis model seperti ini cukup berhasil dan tidak
terlepas dari beberapa faktor, salah satunya adalah, kualitas moral-
7
Imam Muslim No. 997
11. 8
personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat sebagai
sifat wajib bagi Rasul, yakni: siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah: jujur,
dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat sifat ini
membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw.
Kehidupan Muhammad sejak awal hingga akhir memang senantiasa
dihiasi oleh sifatsifat mulia ini. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul,
ia telah memperoleh gelar al-Amin (yang sangat dipercaya) dari
masyarakat Makkah.
4) Ikhlas dalam Berdakwah
Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan
pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi
orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya
diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam
kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran
kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi
Allah. Setiap amal itu tergantung kepada niatnya Rasulullah bersabda:
م َإ م أألع ت ي د ب .... }ََأه َي ُخ أ َ َاب {دأَد
"Sesungguhnya amal itu tidak lain hanyalah dengan niat dan
sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkan." 8
Ikhlas terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena
niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan
niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu,
tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar
menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah,
dan jauh lebih bermakna. 9
Dakwah bil hal adalah salah satu upaya yang sangat elegan dan mengalir
seiring dengan aktivitas yang dijalan setiap hari. Jadi tidak ada yang harus dibuat-
8
HR Al-Bukhari dan Muslim No. 2201
9
Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah Vol.14 No.27, Januari-Juni 2015
12. 9
buat, tetapi menjadikan diri hari ini lebih baik dari hari kemaren memang menjadi
tuntutan agama kita, sehingga hal ini berjalan secara normal, natural untuk
kemanfaatan diri sendiri dan juga orang lain, namun harus dipaksa diri ini untuk
selalu dalam koridor dan rel yang benar sesuai ajaran agama Islam.
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i dalam memfilter
trend masyarakat global yang negatif, seiring dengan perkembangan dan trend
masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu;
1) Perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk
ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai agama,
karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan
utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
2) Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi
positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran
agama (Islam) yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci.
3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk
menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa
bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan
masyarakat.
4) Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima
message baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat
plus bagi diri dan lingkungannya.10
D. HIKMAH ETIK DAKWAH
Rambu-rambu etis dalam berdakwah atau yang disebut dengan kode etik
dakwah bil hikmah maupun bil hal apabila diaplikasiakn dengan sungguh-sungguh
akan berdampak pada mad’u atau oleh sang da’i. pada mad’u akan memperoleh
simpati atau respon yang baik karena dengan menggunakan etika dakwah yang
benar akan tergambaar bahwa islam itu merupakan agama yang harmonis, cinta
10
Madjid 2000, 79
13. 10
damai, dan yang penuh dengan tatanan-tatanan dalam kehidupan masyarakat.
Namun secara umum hikmah dalam pengaplikasian kode etik dakwah itu adalah:
Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang
pada rambu-rambu etis islam, maka secara otomatisia akan memiliki akhlak yang
mulia. Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun sang da’i
pada jalan kebaikan tetapi mendorong dan memotivasi membentuk kehidupan yang
suci dengan memprodusir kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan
kemanfaatan bagi sang da’i khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Membawa pada kesmpurnaan iman. Iman yag sempurna akan melahirkan
kesempurnaan diri. Dengan bahasa lain bahwa keindahan etika adalah manifestasi
kesempurnaan iman. Kerukunan antar umat beragama, untuk membina
keharmonisan secara ekstern dan intern pada diri sang da’i.11
11
JURNAL ILMU DAKWAH, Vol. 38, No.2, Juli – Desember 2018 hal: 247-248
14. 11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Etika berasal dari kata ethos yaitu untuk suatu kehendak baik yang tetap.
Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk,benar atau salah. Etika adalah jiwa
atau semangat yang menyertai suatu tindakan. Beberapa etika dakwah yang
hendaknya di lakukan oleh para juru dakwah dalam melakukan dakwahnya antara
lain : sopan, jujur dan tidak menghasut.
Etik dakwah lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang
mermuskan perilaku benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika
islam itu sendiri dan pengertian kode etik dakwah adalah rambu-rambu etis yang
harus dimiliki seorang juru dakwah. Diantara kode etik dakwah adalah sebagai
berikut: Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan, Tidak Melakukan
Toleransi Agama, tidak menghina sesembahan non muslim, tidak melakukan
diskriminasi sosial, tidak berteman dengan pelaku maksiat, dan tidak
menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.
Adapun hikmah menerapakan kode etik dakwah yaitu: kemajuan ruhani,
sebagai penuntun kebaikan, membawa pada kesempurnaan iman, dan kerukunan
antar umat beragama. Dengan penerapan etika, keberadaan dakwah akan menjadi
baik dan tentunya akan lebih menjadikan dirinya mempunyai atsar yang positif bagi
semua kalangan yang terlibat dalam kegiatan dakwah tersebut.
15. 12
DAFTAR PUSTAKA
Alhadharah.2015. Jurnal Ilmu Dakwah Vol.14 No.27. Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, IAIN Antasari
Jum’ah Amin Abdul Aziz. 2008. Fiqih Dakwah. Solo: Era Intermedia.
Rosmha Widiyani. 2005. Dakwah Bil Hal: Pengertian, Tantangan, Peran.
DetikNews
Samsul Munir Amin.2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
Siti Rohmatul Fatihah. 2018. JURNAL ILMU DAKWAH, Vol. 38, No.2, Juli –
Desember. Pascasarjana UIN Walisongo