Makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS. Pembahasan meliputi konsep dasar HIV/AIDS, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, serta asuhan keperawatan pada pasien tersebut. HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dan menurunkan kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan AIDS. Asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS meliputi pendidikan kesehatan, dukungan psik
1. 1
MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIV/AIDS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen: Suryanti, S. Kep. Ns., M. Sc
Disusun oleh:
KELOMPOK 10
Alfia Nur Fitri (P27220021002)
Ananda Keysha Widia A. C (P27220021004)
Dyta Anisa Anastasya (P27220021016)
Galuh Prastiwi (P27220021022)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2022
2. 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI….............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN…........................................................................................................ 3
A. Latar Belakang…..............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah…......................................................................................................... 4
C. Tujuan… ...........................................................................................................................4
D. Manfaat .............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA… ............................................................................................6
A. Konsep Dasar HIV/AIDS .................................................................................................6
a) Definisi HIV/AIDS .....................................................................................................6
b) Klasifikasi HIV/AIDS................................................................................................ 8
c) Etiologi HIV/AIDS ....................................................................................................8
d) Tanda dan Gejala HIV/AIDS.................................................................................... 11
B. Patofisiologi HIV/AIDS...................................................................................................11
C. Manifestasi Klinis HIV/AIDS…......................................................................................14
D. Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS…...........................................................................15
E. Asuhan Keperawatan Pada HIV/AIDS........................................................................... 18
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 37
A. Kesimpulan… .................................................................................................................37
B. Saran… ...........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA…........................................................................................................... 38
3. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi
tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat
mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain yang disebut dengan AIDS
(Acquired Immuno deficiency Syndrome) (Kementerian Kesehatan RI, 2017). AIDS
adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi dari virus HIV (Diatmi and Diah, 2014). Orang yang telah di
diagnosa terinfeksi positif oleh virus HIV dan AIDS maka orang tersebut disebut dengan
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Diatmi dan Diah, 2014). Perkembangan HIV/AIDS
pertama kali dikenal pada tahun 1981, namun kasus HIV/AIDS secara retrospektif telah
muncul selama tahun 1970-an di Amerika Serikat dan di beberapa bagian di dunia seperti
Haiti, afrika, dan eropa. (Dinas Kesehatan, 2014). UNAIDS (2017) menunjukkan terjadi
peningkatan jumlah orang yang menderita HIV dari 36,1 milyar di tahun 2015 menjadi
36,7 milyar di tahun 2016. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi. Kasus HIV/AIDS pertama kali
ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS telah menyebar di 407 dari
507 kabupaten/kota (80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat ini (Ditjen P2P,
2016). Besarnya proporsi remaja memiliki permasalahan tersendiri yang tidak dapat
dikesampingkan salah satunya adalah permasalahan sosial dan kesehatan. Remaja
cenderung mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman resiko
kesehatan terutama yang tidak baik, permasalahan kesehatan seksual dan reproduksi seperti
seks pra nikah dan kehamilan diluar nikah sampai dengan peningkatan kejadian penyakit
Infeksi Menular Seksual(IMS) termasuk HIV/AIDS. Jumlah kasus baru HIV positif yang
dilaporkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2016 jumlah kasus HIV
dilaporkan sebanyak 41.250 kasus dan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sedikit
meningkat dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491 kasus. Secara kumulatif, kasus
AIDS sampai dengan tahun 2016 sebanyak 86.780 kasus (Kementerian Kesehatan RI,
4. 4
2017). Persentase HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2017 tercatat dari triwulan 1 (yaitu
dari bulan januari hingga Maret) dengan jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan
sampai dengan Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Dan jumlah kumulatif AIDS dari
tahun 1987 sampai dengan Maret 2017 sebanyak 87.453 orang (Ditjen PP dan PL
Kemenkes RI, 2017).
Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi HIV/AIDS yang cukup
tinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Jawa Tengah adalah
provinsi Bali. Total Kasus HIV dan AIDS pada tahun 2016 di bali tercatat 2581 kasus baik
yang hidup maupun yang telah meninggal. Tahun 2017 yang tercatat hingga bulan juni,
jumlah kasus HIV dan AIDS mencapai 1291 kasus. Kabupaten/Kota di bali yang memiliki
jumlah penderita HIV dan AIDS terbanyak adalah kota Denpasar dengan jumlah kumulatif
yang tercatat dari tahun 1987 hingga bulan juli 2017 sebanyak 6764 (39,1%) total kasus
HIV dan AIDS yang didominasi oleh kelompok umur (20-29) tahun (Ditjen PP dan PL
Kemenkes RI, 2017). Penyakit HIV/AIDS menimbulkan masalah yang cukup luas pada
individu yang terinfeksi HIV/AIDS yaitu meliputi masalah fisik, sosial dan masalah
emosional. Salah satu masalah emosional terbesar yang dihadapi ODHA adalah depresi.
Depresi adalah penyakit suasana hati, depresi lebih dari sekadar kesedihan atau duka cita.
Depresi adalah kesedihan atau duka cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama
(Yayasan Spiritia, 2014). Depresi digambarkan suatu kondisi yang lebih dari suatu
perasaan sedih dan kehilangan gairah serta semangat hidup (Nugroho, 2016). WHO
memprediksi pada tahun 2020 di negara-negara berkembang depresi nanti akan menjadi
salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyakit
kedua terbesar kematian setelah serangan jantung (Lubis, 2016).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi pada penyakit HIV/AIDS?
2. Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan diagnostik pada penyakit HIV/AIDS?
3. Bagaimana penatalaksaan dan Asuhan Keperawatan pada penyakit HIV/AIDS?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit HIV/AIDS.
5. 5
2. Untuk mengetahui patofisiologi,manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik pada
penyakit ini.
3. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksaanan dan Asuhan Keperawatan pada
penyakit HIV/AIDS.
D. Manfaat
Sebagai masukan dan memberikan pedoman kepada perawat dalam meningkatkan mutu
asuhan keperawatan pada orang dengan penyakit HIV/AIDS (ODHA) sehingga dapat
mengurangi masalah psikologisnya. Mahasiswa juga dapat memahami patofisiologi,
manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan dan asuhan keperawatan pada
klien dengan penyakit HIV/AIDS.
6. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar HIV/AIDS
a) Definisi HIV/AIDS
Human Immunodefiency Virus (HIV) disebut human (manusia) karena virus ini
hanya menginfeksi manusia, immune-deficiency karena efek dari virus ini sifatnya
menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh, dan virus ini masuk golongan virus
karena salah satu karakteristiknya yaitu tidak mampu memproduksi diri sendiri,
melainkan memanfaatkan sel-sel dalam tubuh. Virus HIV menyerang sel darah putih
manusia dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit.
Virus ini merupakan penyebab penyakit AIDS (Desmawati, 2013). Human
Immunodefiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang atau menginfeksi sel darah
putih menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang muncul karena menurunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh
maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik)
yang sering berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah
terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya (Kemenkes RI, 2016).
Acquired Immunodeficiency Syndroms (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang menyerang sistem
kekebalan baik humoral maupun seluler. Virus HIV adalah virus yang termasuk dalam
kelompok retrovirus dan termasuk virus RNA (Darmono, 2009). HIV/AIDS adalah
penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum di dunia dan sekarang menjadi
masalah epidemik dunia yang serius (Ignatavicius & Workman, 2010).
AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh retrovirus Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang
memicu infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kummar,
et.al, 2015). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan karena virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang melemahkan sistem imunitas, yang membuat
7. 7
tubuh tidak mampu untuk sembuh dari penyakit oportunistik dan mengarah ke kematian
(Niniek dan Hari, 2011).
Kriteria klinis mencakup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan pada daftar
kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter atau penyakit-panyekit
yang memenuhi kriteria tercakup dalam definisi untuk AIDS. Kriteria untuk kasus AIDS
adalah:
a. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan:
1) Hitungan sel T CD4 +>200/μl atau
2) Hitungan sel T CD4 + < 14% sel total, tanpa memandang kategori klinis,
simtomatik atau asimptomatik
b. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti:
1) Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
2) Kandidiasis esofagus
3) Kanker serviks, infasif
4) Diseminata atau ekstra paru
5) Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari satu bulan)
6) Kriptokokus, esktraparu
7) Penyakit sitomegalo virus (selain ahti, limpa, atau kelenjar getah bening)
8) Retnitis sitomegali virus (disertai hiloangnya penglihatan)
9) Ensalopati, terkait HIV
10) Herpes simpleks; ulkus-ulkus kronik lebih dari 1 bulan; atau bronkitis,
pneumonitis, esophagitis
11) Histoplamosis, diseminata atau esktraparu
12) Isospariasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
13) Sarkoma sarposi (SK)
14) Limfoma, burkit (atau ekivalen)
15) Limfoma, imunoblastik (atau yang ekivalen)
16) Mikrobakterium avium compleks atau Microbakterium kansasi
17) Mikrobakterium tuberkolosis, semua tempat, paru-paru, ekstra paru
18) Mikrobakterium, spesies lain yang teridentifikasi
19) Pneumonia Pneumesistis carinii (PPC)
8. 8
20) Pneumonbia rekuren
21) Leukoensefalopati multifokus progresif
22) Septikemia salmonela, rekuren
23) Toksoplamosis otak
24) Sindrome pengurusan yang disebabkan oleh HIV
b) Klasifikasi HIV/AIDS
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa dengan infeksi, menurut WHO (Health
Organizations) dijelaskan menjadi 4 stadium klinis yaitu:
1. Stadium I bersifat Asimptomatik
Aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfa denopati generalisata.
2. Stadium II Simptomatik
Aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa
yang ringan, seperti Dermatitis serobik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang berulang
dan Khelitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, serta adanya infeksi
saluran nafas bagian atas, seperti Sinusitis bakterialis.
3. Stadium III
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur <50% berat badan
menurun >10% terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam
berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam
1 tahun terakhir, infeksi bacterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis.
4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas ditempat tidur <50%, terjadi HIV
wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi oportunistik, seperti Pneumonia
Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidosis ekstrapulmunal,
Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati
multifocal progresif, Kandidiasis di esophagus, trachea, bronkus dan paru, TB diluar
paru, LImfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV. (WHO dalam Budhy,
2017).
c) Etiologi HIV/AIDS
9. 9
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) terdiri dari
bagian inti berbentuk silindris dan dikelilingi oleh lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer
terdapat dua jenis glikoprotein antara lain gp120 dan gp41. Fungsi utama protein ini adalah
untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor kemokin dan memungkinkan virus
untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua kopi RNA juga
berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi HIV antara lain
adalah p24, p7, p9, p17, reverse transkriptase, integrase, dan protease. Tidak seperti
retrovirus yang lain, HIV menggunakan Sembilan gen untuk mengkode protein penting
dan enzim (Calles, et.al. 2006, Kummar, et.al. 2015).
Menurut Amin dan Hardhi (2015), menjelaskan bahwa penyebab kelainan imun
pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal
retrovirus yang disebut Lympodenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell
Leukimia Virus (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus /
retrovirus). Kemudian Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu. Penularan virus ditularkan
melalui hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tak terlindungi dengan orang yang
terinveksi HIV, jarum suntik atau tindik atau tato yang tidak steril dan dipakai bergantian,
mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV, dan ibu penderita HIV positif
kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada
imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa pada
kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen,
yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari pendrita AIDS. Sebagian
retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk bkerucut yang
padat elektron dan dikelilingi selubung lipid yang berasal dari membran sel penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleukapsid protein p7 atau p9, dua
sirina genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve, ytranscriptase dan integrase).
Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini HIV ini mengandung beberapa gen lain (diberi
10. 10
nama misalnya tat, rev, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan partikel
virus yang ineksius. (Robbins dkk, 2011).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu:
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menu;arkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani,
cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut
sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam aliran darah
(Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina,
dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk kedalam aliran darah
pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (inutero). Berdasarkan CDC
Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan 7%. Bila ibu baru terinfeksi
HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI,
1995 ddalam Nursalam 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfuse fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau
sekresi maternal saat melahirkan. (Lili V 2004 dalam Nursalam 2007). Transmisi lain
terjadi selama periode postpartum melalui ASI dari Ibu yang positif sekitar 10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar keseluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alatalat lainnya yang
menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menularkan HIV.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting Drug User -
IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik para pengguna IDU
11. 11
secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelsa pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah
dengan pederita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lainnya.
d) Tanda dan Gejala HIV/AIDS
Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis HIV berdasarkan
WHO. (Nursalam & Kurniawati, 2009)
a. Gejala Mayor yaitu penurunan berat badan, diare lebih dari 1 bulan (kronis/berulang),
demam, dan tuberkulosis.
b. Gejala Minor yaitu kandidiasis oral, batuk, pneumonia, dan infeksi kulit.
B. Patofisiologi HIV/AIDS
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang
dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada
tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang imunokompeten terhadap
infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
terjadi pada 50% hingga 70% dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini
ditandai dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa, demam, ruam, dan
kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan prooduksi virus dalam jumlah
besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas
disertai dengan berkurangnya sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun segera
setelah hari itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan
melalui serokonversi (biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu setelah pejanan) dan
munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia merendah, sel T
CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun berkurangnya virus dalam plasma bukan
12. 12
merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam magkrofak
dan sel T CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Pada fase
ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa
tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun limfa denopati persisten, dan banyak
penderita yang mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau herpes
zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus
yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena
kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dengan jumlah yang besar.
Oleh karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah
melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkurang, jumlah CD4+ mulai
menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Linfadenopati
persisten yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam,
ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan
replikasi virus, dan onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis, ditandai dengan kehancuran pertahanan penjamu yang sangat
merugikan viremia yang nyata, serta penyakit kinis. Para pasien khasnya akan mengalami
demam lebih dari satu bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+
menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien
mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan
telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang menentukan AIDS
tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang
teerinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL sebagai pengidap
AIDS.
Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri dengan cepat dan
kadar virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV dapat membelah diri
menghasilkan virus baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses terjadinya defisit nutrisi pada
HIV/AIDS, pasien akan mengalami 4 fase yaitu:
a. Periode jendela
13. 13
Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun virus sudah
ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi
melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya Antibodi terhadap HIV muncul dalam 3-6
minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Pada periode ini pasien mampu dan
berisiko menularkan HIV kepada orang lain.
b. Fase infeksi akut
Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi proses
replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta virion. Virimea dari
banyak virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala mirip flu. Sekitar
50-70% orang hiv yang terinfeksi mengalami sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu
seperti influenza yaitu demam, sakit otot, berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit
kepala, keletihan, pembengkakan kelenjar limfe, mual, muntah, anoreksia, diare, dan
penurunan BB.
Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah infeksi dan terus ada selama 3-
5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis kemudian terjadi
kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah limfosit T masih di atas 500
sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6 minggu terinfeksi HIV.
c. Fase infeksi laten
Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar
limfe. Hal tersebut menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai
memasuki fase laten. Pada fase ini jarang di temukan virion sehingga jumlahnya menurun
karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah
limfosit T-CD4 menurun sekitar 500-200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi
positif individu pada umumnya belum menunjukan gejala klinis (asimtomatis). Fase ini
terjadi sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi
HIV gejala klinis akan muncul seperti demam, kehilangan BB < 10%, diare, lesi pada
mukosa dan infeksi kulit berulang.
d. Fase infeksi kronis
Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang di ikuti
kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu sebagai perangkap
14. 14
virus akan menurun atau bahkan hilang dan virus diluncurkan dalam darah. Pada fase ini
terjadi peningkatan jumlah virion berlebihan, limfosit semakin tertekan karena infeksi HIV
semakin banyak. Pada saat tersebut terjadi penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah
200 sel/mm3. Kondisi ini menyebabkan sistem imun pasien menurun dan semakin rentan
terhadap berbagai infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang
mendorong ke arah AIDS.
C. Manifestasi Klinis HIV/AIDS
Berdasarkan gambaran klinik WHO (2006) dalam Amin & Hardhi, (2015).
Tanpa gejala: Fase klinik 1
Ringan: Fase klinik 2
Lanjut: Fase klinik 3
Parah: Fase klinik 4
Fase Klinik HIV
1. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap dan
menyeluruh.
2. Fase klinik 2
a) Penurunan BB (<10%) tanpa sebab.
b) Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang.
c) Herpes zoster.
d) Infeksi sudut bibir dan ulkus mulut berulang.
e) Seborrhoic dermatitis.
f) Infeksi jamur pada kuku.
3. Fase klinik 3
a) Penurunan BB (>10%) tanpa sebab.
b) Diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan.
c) Demam menetap (intermitten atau tetap >1 bulan).
d) Kandidiasis oral menetap.
e) TB pulmonal (baru).
f) Plak putih pada mulut.
15. 15
g) Infeksi bakteri berat: pneumonia empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura,
abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang).
h) Meningitis.
i) Bakterimia.
j) Gangguan inflamasi berat pada pelvic.
k) Acute nercrotizing ulcerative stomatitis.
l) Gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dL).
m) Neutropenia (<0,5 x 109/l) dan atau trombositopenia kronik (<50 x 109/l).
4. Fase klinik 4
a) Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome).
b) Pneumocystis pneumonia (pneumonia karena pneumocystis carinii)
c) Pneumonia bakteri berulang’infeksi herpes simplek kronik (orolabial, genital atau
anorektal >1 bulan) Oesophageal candidiasis.
d) TBC ekstrapulmonal.
e) Cytomegalovirus.
f) Toksoplasma di SSP.
g) HIV encephalopathy.
h) Meningitis.
i) Lymphoma, invasive cervical carcinoma.
j) Leukoencephalopathy.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi dalam dua
kelompok yaitu:
1. Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan digunakan
sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme - linked
immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji Western blot atau
indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari
test krining.
16. 16
Uji yang menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan
persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak digunakan untuk
diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.
a. Deteksi antibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV. ELISA
dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan
hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect Immunofluorescence
Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes konfirmasi lanjutan,
walaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa jendela (window period), tetapi harus
ditindak lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif
palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan
antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk
semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu
dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita
hamil, dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia
kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak
dianggap mengidap HIV-1.
b. Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap HIV-1.
Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi
atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil
rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau
IFA.
c. Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai
hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang
melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western blot dilakukan
hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil
negative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes
dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1.
17. 17
Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan.
d. Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit
lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom
dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan
fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan
antibodi HIV-1.
2. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes amplifikasi asam
nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs), test untuk menemukan asam nukleat
HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji untuk
protein kapsid virus (antigen p24)).
a. Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam plasma dan
sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan menguji cairan
supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau
untuk antigen spesifik virus.
b. NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk diagnosis
pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam
jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan
amplifikasi PCR, menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-
1. Level RNA HIV merupakan petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan
menjadi alat bantu yang bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.
c. Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam keadaan
bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada umumnya uji antigen
p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang
18. 18
sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan
untuk memisahkan antigen p24 dari antibodi anti-p24 (Read, 2007).
E. Asuhan Keperawatan Pada HIV/AIDS
a. Skenario Kasus
Ny. H berumur 29 tahun, Pendidikan SMA, Pekerjaan Pegawai Diler (sales), suku Dawan,
datang ke rumah sakit pada hari Jumat, 22 Juli 2022 pukul 09.00 WIB. Bersama ibunya.
Ny. H datang dengan keluhan lemas, diare selama 7 hari, mual - muntah dan cepat kenyang,
tidak ada nafsu makan sejak tanggal 14 Juli 2022. Pasien mengatakan tidak nafsu makan,
dan ada luka di dalam mulut (sariawan), sakit saat menelan, lidah terasa tebal, juga perut
terasa nyeri BAB: 6 x/ hari, warna kuning dan encer. Pasien juga mengatakan bahwa berat
badanya turun sebanyak 7 kilo dari 58kg menjadi 51 kg . Pasien mengatakan sebelumnya
pernah dirawat di rumah sakit Indriyati dengan keluhan batuk darah. Tahun 2020 pasien
berkenalan dengan seorang pria, selanjutnya menjadi pacar pasien. Pasien mengatakan
pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Tahun 2021 pacarnya meninggal
dunia, dan tidak diketahui penyebab kematiannya? Namun kemungkinan akibat penyakit
mematikan ini atau HIV/AIDS. Sejak kematian pacarnya pasien tidak pernah pacarana lagi
dan selama ini pasien mengalami diare dan batuk selalu membeli obat warung dan sembuh.
Setelah dilakukan pemeriksaan TTV diperoleh hasil pemeriksaan sebagai berikut > Nadi:
87 x/menit RR: 20x /menit TD: 110/70 mmHg Suhu: 37o
C.
b. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Tempat/tanggal lahir : Kupang, 24 Mei 1991
Jenis kelamin : Perempuan
Status kawin : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Diler (sales)
Alamat : Jl. Timor Raya KM. 25, Baubau - Kabupaten Kupang
Diagnosa medis : HIV/AIDS
No. RM : 12345-2019
19. 19
c. Pengkajian
1) Keluhan utama
Pasien mengatakan lemas, diare selama 7 hari, mual - muntah dan cepat kenyang, tidak
ada napsu makan sejak tanggal 14 Juli 2022.
2) Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, ada luka didalam mulut (sariawan) dan
sakit saat menelan, lidah terasa tebal, setiap kali makan mual - muntah, BAB: 6 x/hari,
warna kuning encer
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan di rumah diare selama 7 hari, mual - muntah dan cepat kenyang,
tidak ada nafsu makan sehingga pada tanggal 21 Juli 2022 pukul 09.00 WIB Pasien
datang ke RS dengan keluhan diare selama 7 hari, nafsu makan tidak ada,nyeri telan,
dan lidah terasa tebal.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di RS Indriyati dengan keluhan batuk
darah. Tahun 2020 pasien berkenalan dengan seorang pria, yang selanjutnya menjadi
pacar pasien. Pasien mengatakan pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya.
Tahun 2021 pacarnya meninggal dunia, kematiannya tidak diketahui apa penyebabnya.
Namun kemungkinan akibat penyakit mematikan ini atau HIV/AIDS. Sejak kematian
pacarnya pasien tidak pernah pacaran lagi dan selama ini pasien mengalami diare dan
batuk selalu membeli obat warung dan sembuh.
5) Perubahan pola Kesehatan
Pola manajemen kesehatan Sebelum sakit: Pasien tidak mengetahui cara
penularan penyakit sehingga melakukan seks bebas.
Saat sakit: Pasien mengatakan kesehatan itu sangat
penting dan pasien menerima pengobatan untuk
kesembuhannya.
Pola nutrisi Sebelum sakit: Pasien mengatakan makan 3x sehari,
dengan porsi yang disediakan selalu dihabiskan, jenis
makanan: Nasi, sayur, tempe, tahu, ikan dan daging
20. 20
(kadang-kadang). Minum air putih kurang lebih 6-7
gelas perhari.
Saat sakit: Pasien mengatakan tidak ada napsu makan,
pola makan 3x sehari dengan porsi makan tidak
dihabiskan, setiap kali makan pasien hanya bisa
menghabiskan kurang lebih 4-5 sendok saja, nyeri
telan, terasa mual-muntah jenis makan bubur, sayur,
telur. Minum 1-2 gelas sehari.
Pola eliminasi Sebelum sakit: Pasien mengatakan BAB kurang lebih
1-2 x sehari, konsistensi lembek, warna kuning, bau kas
feses. BAK kurang lebih 4-5 x sehari bau kas urine
amoniak.
Saat sakit: Saat dikaji pasien belum BAB: 6x/hari,
encer bau kas. BAK kurang 3-4x/hari, warna kuning,
bau kas urine amoniak.
Pola aktivitas Sebelum sakit: Pasien mengatakan sering melakukan
kegiatan sehari-hari seperti biasa secara mandiri.
Saat sakit: Pasien mengatakan tidak bisa melakukan
aktivitas sendiri. Semua aktivitas (makan, minum,
BAB, BAK, mandi) dibantu oleh keluarga karena
kondisinya yang sangat lemah dan terbaring ditempat
tidur.
Pola istirahat tidur Sebelum sakit: Pasien mengatakan jarang tidur siang
karena ia bekerja dari jam 07.30 wita s/d jam 17.30
wita, tidur malma kurang lebih 6-7 jam.
Saat sakit: Pasien mengatakan tidur tidak teratur
karena sering terbangun saat BAB, pasien tidur
minimal 4-5 jam.
Pola kognitif dan persepsi
sensori
Pasien mengatakan belum mengetahui penyakit yang
dideritanya.
21. 21
Pola konsep diri Gambaran diri: Pasien mengatakan dirinya tidak
sekuat dulu dan berharap agar ia bisa cepat sembuh dan
keluar dari rumah sakit.
Ideal diri: Pasien berharap ingin cepat sembuh dari
penyakitnya.
Harga diri: Pasien mengatakan dirinya sangat
disayangi oleh ibunya.
Peran diri: Pasien mengatakan ia merupakan anak
keempat dari empat bersaudara dan sampai pada saat
ini masih tinggal bersama dengan orangtuanya. Sehari-
hari ia bekerja sebagai pegawai deler (sales) motor di
sebuah perusahaan swasta di Kefa.
Identitas diri: Pasien mengatakan ia adalah seorang
perempuan yang berusia 29 tahun, dan belum menikah.
Pola hubungan peran Pasien mengatakan perannya sebagai anak mencari
nafkah untuk membantu ibunya yang seorang janda,
sangat terganggu karena penyakitnya. Dan hubungan
dengan keluarga terjalin baik.
Pola fungsi seksual dan
seksualitas
Sebelum sakit: Pasien pernah melakukan seks bebas
tanpa mengunakan kondom.
Saat sakit: Pasien mengatakan tidak pernah melakukan
seks.
Pola mekanisme koping Pasien mengatakan takut dengan penyakit yang
dideritanya.
Pola nilai dan kepercayaan Pasien mengatakan beragama Islam dan percaya
kepada Allah SWT. akan memberikan kesembuhan,
pasien juga adalah anggota Majelis Taklim di
daerahnya.
6) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
22. 22
(1) Rambut
• Inspeksi: warna hitam, tidak ada ketombe, rambut tidak rontok, bersih
tidak ada kelinan
• Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan edema
(2) Muka
• Inspeksi: tampak pucat, wajah berbentuk ovale, tampak kotor, tidak
terdapat luka
• Palpasi tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema
(3) Mata
• Inspeksi: bentuk simetris, konjungtiva pucat (anemis), sklera putih, pupil
isokor dan tidak ada kelainan.
• Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema
(4) Hidung
• Inspeksi: tampak simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada luka, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada kelainan.
• Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema
(5) Mulut dan gigi
• Inspeksi: mukosa bibir kering, berwarna putih, mulut berbau, tampak
bercak putih menutupi permukaan lidah sampai tenggorokan, lidah kotor.
Gigi lengkap dan tampak kotor, tidak ada carises gigi, tidak ada kelainan.
• Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema.
(6) Telinga
• Inspeksi: tidak ada serumen, tidak ada luka, tidak terjadi kelainan.
• Palpasi: tidak ada nyeri dan tidak ada edema.
b) Leher
• Inspeksi: tidak ada kelainan, tidak ada distensi vena jugularis, leher tampak
kotor
• Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak edema
c) Paru - paru
• Inspeksi: bentuk dada simetris, tidak ada otot bantu pernapasan, tidak ada
retrakdasi dinding dada.
23. 23
• Palpasi: tidak ada nyeri tekan
• Perkusi: suara resonan
• Auskultasi: bunyi ronki (++)
d) Jantung
• Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
• Palpasi: tidak ada pembesaran jantung dan tidak ada nyeri tekan
• Auskultasi: terdengar BJ 1 dan BJ 2 tunggal dan tidak ada bunyi tambahan
e) Abdomen
• Inspeksi: bentuk datar, mengembang saat ekspirasi dan mengempis saat
inspirasi, tidak ada luka, tidak ada bekas operasi, terdapat umbilicus
• Auskultasi: bising usus 36x /menit, hiperaktif
• Perkusi: timpani
• Palpasi: ada nyeri tekan
f) Ekstremitas
(1) Ekstremitas atas
• Inspeksi: terpasang IVFD RL 30 tpm pada tangan kiri
• palpasi: akral hangat, kekuatan otot dengan skala ROM 5 aktif
(2) Ekstremitas bawah
• Inspeksi: tampak ada bekas luka betis
• Palpasi: kekuatan otot dengan skala 4 ROM aktif, akral hangat
d. Identifikasi Data Fokus
Hari/Tanggal
/Jam
Data Subjektif Data Objektif TTD
Perawat
Jumat/ 22 Juli
2022/ 09.00
WIB
1. Klien mengatakan bahwa
tubuhnya lemas akibat diare
selama 7 hari
2. Klien mengatakan bahwa
diare bisa 6 x/ hari dengan
konsistensi encer
1. Klien tampak lemas dan
pucat
2. Mukosa bibir klien
tampak kering
3. Terdapat luka pada bibir
klien (stomatitis)
24. 24
3. Klien mengatakan tidak
nafsu makan akibat luka di
dalam mulut
4. Klien mengatakan bahwa
mengalami kesulitan saat
menelan
5. Klien mengatakan bahwa
merasa cepat kenyang setelah
makan
6. klien mengatakan bahwa
perutnya nyeri
4. TTV
N: 87 x /menit
RR: 20 x/menit
TD: 110/70mmHg
S: 37o
C
5. Bising usus: 36 x /menit
(hiperaktif)
e. Analisa Data
Nama : Nn. H No CM : 123xxx
Umur : 29 tahun
No Hari
/Tanggal
/Jam
Data Fokus Masalah Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Jumat/ 22
Juli 2022/
09.00
WIB
DS :
1. Klien mengatakan
bahwa tubuhnya lemas
akibat diare selama 7
hari
2. Klien mengatakan
bahwa diare bisa 6 x/
hari dengan
konsistensi encer
DO :
1. Klien tampak lemas
dan pucat
Diare Proses Infeksi Diare
berhubungan
dengan Proses
Infeksi
dibuktikan
dengan
defekasi lebih
dari tiga kali
sehari dan
feses cair
25. 25
2 DS:
1. Klien mengatakan
bahwa tubuhnya
lemas akibat diare
selama 7 hari
2. Klien mengatakan
tidak nafsu makan
akibat luka di
dalam mulut
3. Klien mengatakan
bahwa mengalami
kesulitan saat
menelan
4. Klien mengeluh
bahwa perutnya
nyeri
5. Klien mengatakan
cepat kenyang
setelah makan
DO:
1. Klien tampak
lemas dan pucat
2. Mukosa bibir klien
tampak kering
3. Terdapat luka pada
bibir klien
(stomatitis)
Defisit
nutrisi.
Asupan
nutrisi tidak
cukup untuk
memenuhi
kebutuhan
metabolisme.
Ketidak
mampuan
menelan
makanan.
Ketidakmamp
iuan
mencerna
makanan.
Ketidakmamp
uan
mengabsorbsi
nutrien.
Defisit nutrisi
behubungan
dengan
ketidakmamp
uan menelan
makanan
dibuktikan
dengan berat
badan
menurun.
26. 26
4. TTV
N: 87 x /menit
RR: 20 x/menit
TD:110/70mmHg
S: 37o
C
5. Bising usus: 36 x
/menit (hiperaktif)
f. Prioritas Diagnosa
1) Diare berhubungan dengan Proses Infeksi dibuktikan dengan defekasi lebih dari tiga
kali sehari dan feses cair
2) Defisit nutrisi behubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan
dengan nafsu makan menurun dan berat badan menurun.
g. Intervensi Keperawatan
Nama : Nn. H No CM : 123xxx
Umur : 29 tahun
No Hari/Tanggal
/Jam
Dx.
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
1 Jumat/ 22 Juli
2022/ 09.30
WIB
Diare
berhubungan
dengan Proses
Infeksi
dibuktikan
dengan defekasi
lebih dari tiga kali
sehari dan feses
cair
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan selama
2x24 jam maka
kontinensia fekal
membaik dengan
kriteria hasil :
L.04035
1. frekuensi buang
air besar membaik
Observasi
1. Identifikasi penyebab
diare
2. Monitor warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan
oral
Edukasi
27. 27
1. Anjurkan makan
porsi kecil dan
sering secara
bertahap
2 Jumat/ 22 Juli
2022/ 09.30
WIB
Defisit nutrisi
behubungan
dengan
ketidakmampuan
menelan
makanan
dibuktikan
dengan berat
badan menurun.
Setelah dilakukan
intervensi
keperawatan selama
2x24 jam maka
dharapkan status
nutrisi membaik
dengan kriteria hasil
L.03024
1. porsi makanan
yang dihabiskan
meningkat
2. nafsu makan
cukup membaik
3. nyeri abdomen
menurun
4. sariawan
menurun
5. perasaan cepat
kenyang menurun
Observasi :
1. Identifikasi status
nutrisi
2. Monitor asupan
makanan
3. Monitor berat badan
4. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
Edukasi
1. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (obat Pereda
nyeri
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
28. 28
jumlah kalori dan
nutrient yang
dibutuhkan
h. Implementasi Keperawatan
Nama : Nn. H No CM : 123xxx
Umur : 29 Tahun
Hari/
Tanggal
No.
dx
Jam Implementasi
tindakan
Respon TTD
Perawat
Jumat/ 22
Juli 2022
1 10.00
WIB
Identifikasi
penyebab diare
S :
Pasien mengatakan sering
mengalami diare setelah
mengetahui bahwa pasien
menderita HIV/AIDS
O :
Klien merupakan ODHA
sehingga diare disebabkan oleh
proses infeksi
10.00
WIB
Monitor warna,
volume, frekuensi,
dan konsistensi
tinja
S :
Klien mengatakan sudah diare
selama 7 hari dengan frekuensi
BAB 6x /hari, berwarna kuning
dan konsistensi tinja encer
O :
Pasien tampak lemas dan pucat
10.10
WIB
Berikan asupan
cairan oral
S : pasien mengatakan sudah
meminum cairan oral yang
diberikan.
O : -
29. 29
10.30
WIB
Anjurkan makan
porsi kecil dan
sering secara
bertahap
S :
Pasien mengatakan akan
mencoba makan sedikit namun
sering
O :
Pasien tampak mengerti dengan
anjuran yang diberikan
Jumat, 22
Juli 2022
2 10.50
WIB
Lakukan oral
hygiene sebelum
makan
S : -
O :
1. Pasien tampak mengikuti
arahan perawat untuk
melakukan oral hygiene
2. Pemberian obat stomatitis
untuk meredakan luka
mulut
11.00
WIB
Identifikasi status
nutrisi
S :
Pasien mengatakan tidak mau
makan
O :
Pasien tampak tidak nafsu
makan
11.05
WIB
Monitor asupan
makanan
S:
Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
O :
Pasien tampak hanya memakan
3 sendok makan dari porsi yang
diberikan
11.10
WIB
Monitor berat
badan
S :
30. 30
Pasien mengatakan berat
badanya turun hingga 7kg sejak
sakit
O :
Pasien tampak kurus dan lemas
11.15
WIB
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
S : -
O : -
11.25
WIB
Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
S :
Pasien mengatakan mau untuk
mengikuti pedoman diet yang
telah diberikan
O :
Pasien tampak mengerti dengan
pemberian pedoman diet yang
harus diikuti
11.35
WIB
Ajarkan diet yang
diprogramkan
S :
Pasien mengatakan sudah
mengerti dengan diet yang
diajarkan.
O :
Pasien tampak sudah memahami
diet yang diajarkan.
11.40
WIB
Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
S :
Pasien mengatakan sudah
memakan makanan tinggi
protein dan kalori
(telur dan dada ayam) yang telah
disiapkan
O :
31. 31
Pasien tampak sudah memakan
sebagian porsi makanan tinggi
kalori dan protein yang telah
disiapkan
11.45
WIB
Memeriksa tanda
tanda vital
TTV
N: 88 x /menit
RR: 20 x/menit
TD:110/70mmHg
S: 37o
C
BB : 51 kg
11.55
WIB
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrien
yang dibutuhkan
S : -
O :
Pastikan kembali dengan ahli
gizi bahwa diet yang diberikan
sudah tepat
11.55
WIB
Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(obat Pereda nyeri)
S : -
O :
Pasien diberikan obat Pereda
nyeri untuk mengatasi keluhan
nyeri abdomen yang dialami
Sabtu/ 23
Juli 2022
1 10.00
WIB
Monitor warna,
volume, frekuensi,
dan konsistensi
tinja
S :
Pasien mengatakan frekuensi
buang airnya berkurang menjadi
3x /hari, konsistensi padat.
O :
Pasien tampak lebih segar dan
tidak lemas
10.10
WIB
Berikan asupan
cairan oral
S :
Pasien mengatakan sudah
meminum cairan oral yang
32. 32
diberikan dan mengatakan diare
berkurang
O : -
10.30
WIB
Anjurkan makan
porsi kecil dan
sering secara
bertahap
S :
Pasien mengatakan sudah
mencoba makan dengan porsi
sedikit tapi sering.
O :
Pasien tampak mengerti dan
sudah melaksanakan anjuran.
Sabtu/ 23
Juli 2022
2 11.00
WIB
Identifikasi status
nutrisi
S :
Pasien mengatakan nafsu makan
sudah ada
O :
Pasien tampak lebih segar
11.05
WIB
Monitor asupan
makanan
S :
Pasien mengatakan sudah
memakan makanan yang
disediakan lebih banyak dari
sebelumnya, kurang lebih 6
sendok makan
O :
Pasien tampak menghabiskan
kurang lebih 6 sendok makan
11.10
WIB
Monitor berat
badan
S : -
O :
Berdasarkan pemeriksaan yang
sudah dilakukan berat badan
pasien naik sekitar 0,7 kg
33. 33
11.20
WIB
Ajarkan diet yang
di programkan
S :
Pasien mengatakan sudah
mencoba diet yang diberikan
O :
Pasien tampak sudah mencoba
diet yang telah diberikan
11.40
WIB
Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
S :
Pasien mengatakan sudah
memakan makanan tinggi
protein dan kalori
(ikan dan daging ayam) yang
telah disiapkan
O :
Pasien tampak sudah memakan
sebagian porsi makanan tinggi
kalori dan protein yang telah
disiapkan
11.45
WIB
Memeriksa tanda
tanda vital
TTV
N: 87 x /menit
RR: 20 x/menit
TD:120/70mmHg
S: 37o
C
BB: 51,7 kg
11.55
WIB
Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(obat Pereda nyeri)
S :
Pasien mengatakan nyeri
perutnya mereda setelah minum
obat Pereda nyeri yang diberikan
O : -
34. 34
i. Evaluasi
Nama : Ny. H No CM : 123xxx
Umur : 29 Tahun
No. Dx Hari/ Tanggal/ Jam Evaluasi TTD
1 Jumat, 22 Juli 2022 S :
Pasien mengatakan sudah diare
selama 7 hari dengan frekuensi BAB
6x /hari dengan konsistensi feses
encer, pasien juga mengatakan
bahwa nafsu makannya tidak ada,
pasien mengatakan bahwa hanya
makan sebanyak 3 sendok, pasien
juga mengatakan berat badan turun
dan tubuhnya terasa lemas serta
perutnya terasa nyeri.
O :
Pasien masih tampak lemas, tubuh
terlihat kurus dan terlihat masih
mengalami diare dan terdapat luka di
dalam mulut.
TTV :
N: 88 x /menit
RR: 20 x/menit
TD:110/70mmHg
S: 37o
C
BB : 51 kg
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
I :
35. 35
1. Monitor warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi tinja
2. Monitor asupan nutrisi
3. Monitor berat badan
4. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
E :
Frekuensi BAB pasien masih tinggi,
nafsu makan pasien belum ada.
2 Sabtu, 23 Juli 2022 S :
Pasien mengatakan diarenya sudah
mereda dengan frekuensi BAB 3x
/hari, nafsu makan sudah mulai ada,
pasien juga mengatakan sudah
mengikuti anjuran perawat untuk
makan sedikit namun sering, pasien
mengatakan sudah makan kurang
lebih 6 sendok, pasien juga
mengatakan tubuhnya sudah sedikit
lebih segar dan nyer perutnya
mereda.
O :
Pasien tampak lebih segar, pasien
tampak masih kurus namun sudah
tidak terlihat lemas.
TTV :
N: 87 x /menit
RR: 20 x/menit
TD:120/70mmHg
S: 37o
C
BB : 51,7 kg
36. 36
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi dihentikan
I : -
E :
Nafsu makan pasien sudah ada, berat
badan pasien sudah sedikit
bertambah, nyeri perut reda dan
frekuensi BAB pasien berkurang.
37. 37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penyakit HIV/AIDS
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh retrovirus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik,
neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis. Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) disebabkan karena virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
melemahkan sistem imunitas, yang membuat tubuh tidak mampu untuk sembuh dari
penyakit oportunistik dan mengarah ke kematian. Tubuh akan akan menunjukkan tanda
dan gejala yang memperkuat diagnosa pada resiko penyakit HIV/AIDS.
B. Saran
1. Dengan mempelajari makalah diharapkan pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat menambah pengetahuan serta wawasan mengenai asuhan
keperawatan pada penyakit HIV/AIDS.
2. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya
kesempurnaan makalah ini.
38. 38
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Manafe, A. M., Fouk, M. F. W., & Ratu, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Nn. GB dan Tn.
MBA Yang Mengalami HIV/AIDS Dengan Masalah Perubahan Membran Mukosa Oral Di
Ruang Melati Dan Flambiyan RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua. Jurnal Sahabat
Keperawatan, 2(02), 18-32.
Ngongo, R. E. B., (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. R. Dengan HIV/AIDS Di Ruangan
Cempaka RSUD. Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes
Kemenkes Kupang. Kupang.
Mahmud, Ratna. (2019). Penerapan Asuhan Keperawatan Pasien Diare Dalam Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi. Jurnal Media Keperawatan: Poltekkes Makassar,
10(02).
Bab II Tinjauan Pustaka (7-17). Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Diakses pada 19 Juli
melalui http://eprints.umpo.ac.id/6131/3/BAB II.pdf