1. Hadis Orientalis
Tema : Fuat Sezgin dan Berbagai Naskah Awal Hadis Nabi
Saw
Dosen Pengampu : Dr. Ali Masrur.M.Ag
Dipresentasikan oleh kelompok 3 :
Afandi
Al Mushawir
Elsa Novyanti
2. Biografi Fuat Sezgin
Fuat Sezgin
Lahir : 24 Oktober
1924
Bitlis , Turki
Wafat : 30 Juni 2018 (umur 93)
Istanbul , Turki
Akademisi sejarawan
sains
Pendiri dan direktur
kehormatan Institut Sejarah
Ilmu Pengetahuan Islam
Arab
3. Sezgin memperoleh gelar PhD dari Universitas Istanbul di bawah
German Orientalist Hellmut Ritter pada tahun 1950. Tesisnya berjudul
"Buhari'nin Kaynaklar" (Sumber Al-Bukhari) berpendapat bahwa,
bertentangan dengan kepercayaan umum di kalangan orientalis Eropa,
Al- Koleksi Hadis edisi Bukhari didasarkan pada sumber tertulis yang
berasal dari abad ke-7 serta sejarah lisan. Ia memperoleh posisi di
Universitas Istanbul, tetapi diberhentikan setelah kudeta tahun 1960 .
Dia pindah ke Jerman pada tahun 1961 dan mulai bekerja sebagai
profesor tamu di Universitas Frankfurt .
4. Dia diangkat sebagai profesor di universitas pada tahun 1965.
Penelitiannya di Frankfurt berfokus pada Zaman Keemasan Ilmu
Pengetahuan Islam . Pada tahun 1982, Sezgin mendirikan Institut
Sejarah Ilmu Pengetahuan Islam Arab. Saat ini Institut tersebut
menampung koleksi teks terlengkap tentang sejarah ilmu pengetahuan
Arab-Islam di dunia. Pada tahun 1983, Sezgin juga mendirikan museum
unik di dalam institut tersebut, yang menyatukan lebih dari 800 replika
instrumen, alat, dan peta ilmiah sejarah, sebagian besar milik Zaman
Keemasan ilmu pengetahuan Islam. Sebuah museum yang sangat mirip
dibuka pada tahun 2008 di Istanbul.
5. Naskah Masa Awal Menurut Sezgin
Secara garis besar, pandangan Sezgin terhadap sejarah literatur
hadis masa awal adalah bahwa koleksi hadis klasik yang dikumpulkan
pada abad ke-3 H merupakan hasil dari sebuah proses periwayatan
terpercaya atau kelanjutan dari kesinambungan praktek tulis menulis
masa Nabi dan sahabat. Sezgin berpandangan bahwa sejak masa awal,
bangsa Arab telah mengenal akrab kegiatan tulis menulis, bahkan sejak
masa Arab Jahiliyah pra-Islam. Keakraban dengan tulis menulis tersebut
membuat generasi Islam awal, selain meriwayatkan hadis dengan lisan
juga konsisten meriwayatkannya dengan tulisan, atau paling tidak
menuliskannya dalam bentuk mansukrip.
6. Sezgin menyebutkan sekian banyak manuskrip hadis masa awal,
baik pada masa Nabi dan sahabat maupun masa Umawi (Umayah) dan
Abbasi. Ia menyebutkan, diantaranya 18 kitab hadis masa Umawi dan
344 kitab masa Abbasi, diantara delapan belas kitab hadis masa Umawi
tersebut adalah :
Shahîfah Al-Shâdiqah karya Abdullah Ibn ‘Amr Ibn ‘Ash (w. 65 H)
Shahîfah Samurah Ibn Jundub (w. 60 H)
Shahîfah Jâbir Ibn Abdillah (w. 78 H)
Shahîfah Hammâm Ibn Munabbih (w. 154 H), dan lain-lain.
7. Argumen Sezgin Penulisan Hadis Masa Awal
Penulisan hadis masa awal tersebut dalam tiga argumen, yaitu;
1. Fase-fase evolusi literatur hadis menurut Sezgin adalah fase Kitâbah
Al-Hadîs, Tadwîn Al-Hadîs, dan Tashnîf Al-Hadîs.
Kitâbah al-hadîs adalah fase penulisan hadis pada masa sahabat dan
tabi’in awal dalam apa yang disebut shahîfah.
Sedangkan tadwîn al-hadîs adalah pengumpulan rekaman hadis yang
bercerai berai di kwartal terakhir abad pertama dan kwartal pertama
abad ke-2 H
8. Fase berikutnya, tashnîf al-hadîs merupakan fase penyusunan hadis
menurut isi dan tema berawal pada 125 H dan seterusnya. Selanjutnya,
menjelang akhir abad ke-2 H, hadis disusun menurut nama-nama
sahabat dalam apa yang disebut Musnad. Pada abad ke-3 kitab-kitab
yang sistematis tersebut di edit dan ditulis. Dalam literatur modern
kitab-kitab ini disebut Canonical Collection (Koleksi Kanonik).
9. 2. Sezgin menyimpulkan ada delapan metode periwayatan hadis
(tahamul dan adâ’), yaitu;
Samâ’
Qirâ’at
Ijâzah
Munâwalah
Kitâbah
I’ilâm Al-Râwî
Washiyyah
Wijâdah
10. Dalam delapan metode tersebut, menurutnya hanya dua
metode yang memungkinkan melibatkan hafalan, yaitu Samâ’
dan Qirâ’at, selebihnya menggunakan tulisan dan kitab. Bahkan
menurutnya, Samâ’ dan Qirâ’at-pun sering melibatkan tulisan.
Lebih lanjut, Sezgin mengklaim bahwa metode-metode ini, sudah
diterapkan sejak masa-masa awal, dan dapat dipastikan hanya materi
tertulis saja yang digunakan dalam periwayatan, serta nama penulis
tertera dalam isnâd.
11. 3. Sezgin mengklaim bahwa antara kitab-kitab koleksi hadis tua dengan
koleksi hadis belakangan terdapat hubungan yang erat dalam metode
penyusunan. Menurutnya, penyusunan materi dan pembagian bab-
bab dari kitab belakangnan berasal dari kutipan terhadap kitab-kitab
yang lebih tua yang diriwayatkan oleh mushannif. Ketika membahas
masalah kitab-kitab fiqh, Sezgin berargumen bahwa kitab-kitab besar
belakangan, seperti kitab-kitab tafsir, fiqh, dan sejarah tentu banyak
mengutip tulisan-tulisan sebelumnya yang telah ada. Ia menyebutkan
misalnya, kitab fiqh Imam Ahmad Ibn Hanbâl (w. 241 H), banyak
mengutip tulisan-tulisan sebelumnya yang ia riwayatkan.
12. Dalam kitab tersebut misalnya disebutkan bahwa Anas Ibn Mâlik
(w. 93 H) pernah menerima naskah (kitab) tentang zakat dari Abu Bakr,
Hafîd Al-Khalîfah, cucu ‘Umar Ibn Khattâb, mengaku pernah
menemukan lembaran kertas (shahîfah) tentang zakat dalam selongsong
pedang kakeknya, dan lain-lain.
Tiga argumen Sezgin diatas berupaya menolak pendapat Goldziher
yang menganggap hadis Nabi baru berkembang pada abad ke-2 H,
sanad-sanad dipalsukan dan kemudian ditulis dalam buku-buku koleksi
hadis.
13. Kesimpulan
Fuat Sezgin adalah salah satu serjana muslim yang membantah
serangan orientalis terhadap otentisitas hadis Nabi saw. Ia
mengumpulkan berbagai data dan bukti tertulis serta teks-teks masa awal
Islam dan pra-Islam. Sedikitnya ia berhasil mengumpulkan 18 kitab
hadis masa Umawi, 344 kitab hadis masa Abbasi dan ratusan kitab fiqh
serta sejarah. Semuanya berbentuk kitab tidak termasuk didalamnya
yang hanya berupa lembaran teks. Terhadap bukti teks-teks tulisan pra-
Islam, Sezgin memaparkan banyak sekali pujangga Arab dengan karya-
karyanya, terklasifikasi berdasarkan tempat tinggal dan alirannya.
14. Data-data tersebut dimaksudkan untuk mematahkan asumsi
orientalis bahwa tradisi tulis menulis merupakan tradisi belakangan
(abad ke-3 H), bukan tradisi awal Islam. Sezgin berupaya menegaskan
bahwa eksistensi tulis menulis telah berkembang pesat sejak pra-Islam.
Sehingga periwayatan hadis sebenarnya tidak hanya dengan tradisi lisan,
tetapi juga dengan tradisi tulisan.