Dokumen tersebut membahas program pengembangan industri minuman, hasil tembakau dan bahan penyegar di Semarang. Dokumen ini menjelaskan kondisi umum industri terkait, peraturan pemerintah yang menjadi acuan, strategi hilirisasi, dan struktur organisasi direktorat terkait.
Dalam lingkup nasional, Industri makanan-minuman adalah kontributor yang cukup signifikan terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 nilai produksi industri makanan-minuman mencapai USD 20 Miliar dan tumbuh rata-rata sebesar 16 persen setiap tahun. Produksi industri makanan-minuman menyumbang sekitar 22,3 persen dari total produksi manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa atau kedua terbesar setelah industri permesinan. Besarnya produksi yang dihasilkan oleh industri makanan-minuman tidak terlepas dari banyaknya investasi yang terealisasikan untuk industri tersebut. Total investasi yang terealisasi di Indonesia pada industri makanan-minuman sampai dengan akhir tahun 2010 adalah IDR 25 Triliun; dimana IDR 9 Triliun merupakan investasi dari luar negeri/PMA dan IDR 16 Triliun merupakan investasi dalam negeri/PMDN. Industri makanan-minuman menduduki peringkat tertinggi untuk jumlah PMDN yang terealisasikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011, investasi pada industri makanan-minuman ditargetkan untuk mencapai IDR 38,87 Triliun. Dari sisi tenaga kerja, industri makanan-minuman merupakan industri yang menyerap tenaga kerja paling besar diantara industri manufaktur lainnya. Pada tahun 2010, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3,6 juta orang atau terjadi peningkatan sebesar 3,28 persen dibandingkan dengan tahun 2009.
Dalam lingkup regional, industri makanan-minuman merupakan komoditas ekonomi utama dari lima komoditas ekonomi unggulan yang mempunyai peranan penting dalam pengembangan Koridor Ekonomi Jawa. Kelima komoditas ekonomi unggulan adalah sebagai berikut:
1. Industri Makanan & Minuman di Megapolitan Surabaya – Malang & Kediri
2. Industri Perkapalan di Kabupaten Lamongan
3. Industri Migas di Segitiga Emas Bojonegoro-Tuban & Lamongan
4. Industri Telematika di Gerbangkertasusila
5. Industri Alutsista berada di Kab. Malang
Kemudian ditinjau dari PDRB tahun 2009, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor utama di perekonomian Jawa Timur dengan kontribusi hingga 27,9 persen. Khusus untuk produk makanan dan minuman (mamin), saat ini tercatat sejumlah 481.988 unit perusahaan beroperasi di Jawa Timur dan menyerap 1.455.958 orang tenaga kerja. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 473.605 unit perusahaan dan menyerap 1.406.027 orang tenaga kerja.
Secara nasional kinerja industri makanan minuman menunjukkan peningkatan nilai ekspor selama periode Januari-Agustus 2010. Selama periode tersebut, nilai ekspor dari industri makanan terjadi peningkatan sebesar 16 persen dan minuman sebesar 13 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan pasar atas produk industri makanan dan minuman sampai pada level internasional. Industri makanan minuman dan tembakau umumnya menggunakan bahan baku domestik dan memiliki demand yang stabil karena merupakan kebutuhan dasar manusia (Bank Indonesia Surabaya, 2010). Menurut hasil kajian Bank Indonesia (2010), secar
Dalam lingkup nasional, Industri makanan-minuman adalah kontributor yang cukup signifikan terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 nilai produksi industri makanan-minuman mencapai USD 20 Miliar dan tumbuh rata-rata sebesar 16 persen setiap tahun. Produksi industri makanan-minuman menyumbang sekitar 22,3 persen dari total produksi manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa atau kedua terbesar setelah industri permesinan. Besarnya produksi yang dihasilkan oleh industri makanan-minuman tidak terlepas dari banyaknya investasi yang terealisasikan untuk industri tersebut. Total investasi yang terealisasi di Indonesia pada industri makanan-minuman sampai dengan akhir tahun 2010 adalah IDR 25 Triliun; dimana IDR 9 Triliun merupakan investasi dari luar negeri/PMA dan IDR 16 Triliun merupakan investasi dalam negeri/PMDN. Industri makanan-minuman menduduki peringkat tertinggi untuk jumlah PMDN yang terealisasikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011, investasi pada industri makanan-minuman ditargetkan untuk mencapai IDR 38,87 Triliun. Dari sisi tenaga kerja, industri makanan-minuman merupakan industri yang menyerap tenaga kerja paling besar diantara industri manufaktur lainnya. Pada tahun 2010, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3,6 juta orang atau terjadi peningkatan sebesar 3,28 persen dibandingkan dengan tahun 2009.
Dalam lingkup regional, industri makanan-minuman merupakan komoditas ekonomi utama dari lima komoditas ekonomi unggulan yang mempunyai peranan penting dalam pengembangan Koridor Ekonomi Jawa. Kelima komoditas ekonomi unggulan adalah sebagai berikut:
1. Industri Makanan & Minuman di Megapolitan Surabaya – Malang & Kediri
2. Industri Perkapalan di Kabupaten Lamongan
3. Industri Migas di Segitiga Emas Bojonegoro-Tuban & Lamongan
4. Industri Telematika di Gerbangkertasusila
5. Industri Alutsista berada di Kab. Malang
Kemudian ditinjau dari PDRB tahun 2009, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor utama di perekonomian Jawa Timur dengan kontribusi hingga 27,9 persen. Khusus untuk produk makanan dan minuman (mamin), saat ini tercatat sejumlah 481.988 unit perusahaan beroperasi di Jawa Timur dan menyerap 1.455.958 orang tenaga kerja. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 473.605 unit perusahaan dan menyerap 1.406.027 orang tenaga kerja.
Secara nasional kinerja industri makanan minuman menunjukkan peningkatan nilai ekspor selama periode Januari-Agustus 2010. Selama periode tersebut, nilai ekspor dari industri makanan terjadi peningkatan sebesar 16 persen dan minuman sebesar 13 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan pasar atas produk industri makanan dan minuman sampai pada level internasional. Industri makanan minuman dan tembakau umumnya menggunakan bahan baku domestik dan memiliki demand yang stabil karena merupakan kebutuhan dasar manusia (Bank Indonesia Surabaya, 2010). Menurut hasil kajian Bank Indonesia (2010), secar
“tahap setelah analisa dari siklus pengembangan sistem yakni berupa pendefin...amallia7
“tahap setelah analisa dari siklus pengembangan sistem yakni berupa pendefinisian dari kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun implementasi, dan menggambarkan bagaimana suatu sistem dibentuk
HOTOGEL - Situs Bandar Togel Terpercaya dan Toto Togel Hadiah Terbesar.pdfHOTOGEL
HOTOGEL merupakan situs bandar togel online resmi terpercaya yang mampu menyediakan bergam jenis pasaran togel terlengkap serta toto togel hadiah terbesar di Indonesia saat ini.
HOTOGEL - Situs Bandar Togel Terpercaya dan Toto Togel Hadiah Terbesar.pdf
PRESENTASI DIR. IMINTEMGAR PADA RAKER IA SEMARANG.pptx
1. Program Pengembangan Industri Minuman,
Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Semarang, 3 Maret 2016
Oleh :
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan
Bahan Penyegar
3. Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
1. PP No.14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035) pada 5 tahun kedua (2020-
2024).
2. Perpres No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035
3. Permenperin No.63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020
4. Permenperin No.64 Tahun 2014 tentang Pengawasan dan Pengendalian Usaha Industri Rokok
STRATEGI
HILIRISASI INDUSTRI
PENGOLAHAN
HASIL AGRO
TUJUAN
1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH
2. MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI
3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA
4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA
Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong
pengembangan industri hilir yang menggunakan
bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA
yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
DASAR HUKUM
4. I.1. KONDISI UMUM
Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar merupakan industri yang mengolah bahan baku
air, hasil pertanian, perkebunan dan peternakan menjadi bahan jadi yang siap dikonsumsi.
Sub sektor industri makanan dan minuman pada tahun 2015 tumbuh sebesar 7,54 %, menurun
dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama pada tahun 2014 yang mencapai sebesar 9,49%.
Penurunan terjadi juga di pengolahan tembakau dari 8,33% di tahun 2014 menjadi 6,43% di tahun 2015.
Kontribusi PDB industri makanan, minuman dan tembakau terhadap PDB industri non-migas pada tahun
2015 mencapai 31,16%, meningkat dibanding tahun 2014 sebesar 29,65%.
Nilai Ekspor Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar tahun 2015 mencapai US$ 2,05
Miliar, atau meningkat 12,02% dibanding tahun 2014 yang hanya sebesar US$ 1,88 Miliar. Nilai impor
tahun 2015 diperkirakan hanya mencapai US$ 1,83 Miliar atau turun sebesar 2,80% dibandingkan tahun
2014 yang mencapai US$ 2,56 Miliar. Dengan kata lain, produk Industri Minuman, Hasil Tembakau dan
Bahan Penyegar Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 0,84 Milyar.
Kontribusi penerimaan cukai IHT tahun 2015 sekitar Rp. 139,5 Triliun
Acuan pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar :
UU No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
PP No.14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035) pada 5
tahun kedua (2020-2024).
Permenperin No.63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau
Tahun 2015-2020
Permenperin No.64 Tahun 2014 tentang Pengawasan dan Pengendalian Usaha Industri Rokok
4
5. I.2. TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIT INDUSTRI MINUMAN,
HASIL TEMBAKAU DAN BAHAN PENYEGAR
Tugas Pokok :
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan
industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan
prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri
minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar.
Fungsi :
a. Penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan pengembangan industri
minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar;
b. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi industri minuman, hasil
tembakau, dan bahan penyegar;
c. Penyiapan rumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan
industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana
dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri serta kebijakan
teknis pengembangan industri di bidang industri minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar;
d. Penyiapan penyusunan dan pelaksanaan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang perencanaan,
perizinan, data dan informasi industri minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar;
e. Penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise di bidang perencanaan, perizinan, data dan
informasi industri minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar;
f. Pelaksanaan pengawasan Standar Nasional Indonesia, standar industri hijau, Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia pada industri minuman, hasil tembakau, dan bahan penyegar; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
5
6. I.3. Struktur Organisasi Direktorat Industri Minuman,
Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Direktur Industri
Minuman, Hasil
Tembakau dan Bahan
Penyegar
Kepala Subdit Program
Pengembangan Industri
Minuman, Hasil
Tembakau dan Bahan
Penyegar
Kepala Subdit Industri
Minuman Ringan dan
Hasil Hortikultura
Kepala Subdit Industri
Hasil Susu dan
Minuman Lainnya
Kepala Subdit Industri
Hasil Tembakau dan
Bahan Penyegar
Kepala Seksi Program
Kepala Seksi Evaluasi
dan Pelaporan
Kepala Seksi
Pemberdayaan Industri
Kepala Seksi
Pemberdayaan Industri
Kepala Seksi
Pemberdayaan Industri
Kepala Seksi Sumber
Daya Industri dan
Sarana Prasarana
Industri
Kepala Seksi Sumber
Daya Industri dan
Sarana Prasarana
Industri
Kepala Seksi Sumber
Daya Industri dan
Sarana Prasarana
Industri
Kasubag Tata Usaha
6
7. I.4 KBLI Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar
7
KBLI URAIAN
10312 INDUSTRI PELUMATAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
10313 INDUSTRI PENGERINGAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
10314 INDUSTRI PEMBEKUAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
10320 INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN DALAM KALENG
10330 INDUSTRI PENGOLAHAN SARI BUAH DAN SAYURAN
10399 INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN LAINNYA BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
10510 INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU SEGAR DAN KRIM
10520 INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU BUBUK DAN SUSU KENTAL
10531 INDUSTRI PENGOLAHAN ES KRIM
10532 INDUSTRI PENGOLAHAN ES SEJENISNYA YANG DAPAT DIMAKAN (BUKAN ES BATU DAN ES BALOK)
10590 INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK DARI SUSU LAINNYA
10612 INDUSTRI PENGUPASAN, PEMBERSIHAN DAN SORTASI KOPI
10613 INDUSTRI PENGUPASAN, PEMBERSIHAN DAN PENGERINGAN KAKAO
10723 INDUSTRI SIROP
10731 INDUSTRI KAKAO
10733 INDUSTRI MANISAN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN KERING
10761 INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI
10762 INDUSTRI PENGOLAHAN HERBAL (HERB INFUSION)
8. 8
KBLI URAIAN
10763 INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
10791 INDUSTRI MAKANAN BAYI *
11010 INDUSTRI MINUMAN KERAS *
11020 INDUSTRI MINUMAN ANGGUR (WINE) *
11030 INDUSTRI MINUMAN KERAS DARI MALT DAN MALT *
11040 INDUSTRI MINUMAN RINGAN
11050 INDUSTRI AIR MINUM DAN AIR MINERAL
11090 INDUSTRI MINUMAN LAINNYA
12011 INDUSTRI ROKOK KRETEK
12012 INDUSTRI ROKOK PUTIH
12019 INDUSTRI ROKOK LAINNYA
12091 INDUSTRI PENGERINGAN DAN PENGOLAHAN TEMBAKAU
12099 INDUSTRI BUMBU ROKOK SERTA KELENGKAPAN ROKOK LAINNYA
35302 PRODUKSI ES
71209 JASA ANALISIS DAN UJI TEKNIS LAINNYA **
74100 JASA PERANCANGAN KHUSUS **
82920 JASA PENGEPAKAN **
Ket :
* : Jenis Industri yang kewenangan sepenuhnya berada pada Direktorat Jenderal Industri Agro tanpa batasan nilai investasi.
** : Pembinaan atas jasa untuk industri sesuai dengan pembinaan masing-masing.
I.4 KBLI Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar (Lanjutan)
9. 9
I.4 Komoditi HS 4 Digit yang dikelola oleh Direktorat Industri
Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Lanjutan)
HS 4 Digit Uraian Barang
04.02 sd 04.06 Susu, Whey, mentega, keju
06.01 sd 06.04 Umbi, bonggol, Bunga
08.04 sd 08.13 Buah, segar atau kering.
09.01 sd 09.10
kecuali 09.04
Kopi, Teh, Vanil,i Mate, Kayumanis, Cengkeh, kapulaga, Adas, Pala
10.01 sd 10.08 Gandum, Barli, Oat, Jangung, Beras, Sorgum, Biji Kenari, Serelia
17.01 sd 17.02 Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi, dalam bentuk padat &
Gula Lainnya
19.01 Ekstrak malt; olahan makanan dari tepung, menir, tepung kasar, pati atau
ekstrak malt
20.02 sd 20.09
kecuali 09.04, 06 & 07
Tomat diolah , Jamur, Buah Kacang, Jus Buah
21.01 sd 20.06 Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate esens dan
konsentratnya.
22.01 sd 20.08 Air, termasuk air mineral alam atau buatan dan air soda, tidak mengandung
tambahan gula atau bahan pemanis, Bir, Minuman Permentasi, Etil Alkohol
24.01 sd 20.03 Tembakau belum dipabrikasi; Cerutu , IHT, ekstrak dan esens tembakau
Keterangan :
1. Whey adalah salah satu dari dua protein utama yang ditemukan dalam susu sapi. Whey protein dihasilkan selama proses pembuatan keju,
yang dimulai ketika enzim khusus ditambahkan ke dalam susu
2. Malt adalah kecambah biji-bijian serealia yang telah dikeringkan, Biji-bijian yang telah menjadi malt akan membentuk enzim yang
memecah pati di dalam biji-bijian menjadi gula..
10. 1.5 PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON-MIGASMENURUT CABANG-
CABANGINDUSTRI
Pertumbuhan cabang industri non migas pada Tahun 2015 yang tertinggi dicapai oleh Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik sebesar 7,83%; Industri Makanan dan Minuman sebesar 7,54%; Industri
Mesin dan Perlengkapan sebesar 7,49%; serta Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional sebesar 7,36%.
Sumber : BPS diolah Kemenperin
No Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014* 2015**
1 Industri Makanan dan Minuman 10,98 10,33 4,07 9,49 7,54
2 Industri Pengolahan Tembakau -0,23 8,82 -0,27 8,33 6,43
3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 6,49 6,04 6,58 1,56 -4,79
4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 10,94 -5,43 5,23 5,62 3,98
5
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang
Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
-2,72 -0,80 6,19 6,12 -1,84
6
Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan
Reproduksi Media Rekaman
3,89 -2,89 -0,53 3,58 -0,11
7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 8,66 12,78 5,10 4,04 7,36
8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 2,08 7,56 -1,86 1,16 5,05
9 Industri Barang Galian bukan Logam 7,78 7,91 3,34 2,41 6,18
10 Industri Logam Dasar 13,56 -1,57 11,63 6,01 6,48
11
Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik;
dan Peralatan Listrik
8,79 11,64 9,22 2,94 7,83
12 Industri Mesin dan Perlengkapan 8,53 -1,39 -5,00 8,67 7,49
13 Industri Alat Angkutan 6,37 4,26 14,95 4,01 2,33
14 Industri Furnitur 9,93 -2,15 3,64 3,60 5,00
15
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan
Mesin dan Peralatan
-1,09 -0,38 -0,70 7,65 4,89
Industri Non Migas 7,46 6,98 5,45 5,61 5,04
PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,17 6,03 5,56 5,02 4,79
(tahun dasar 2010, persen)
11. I.5. Perkembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar Tahun 2011 – 2015 **
11
No Indikator 2011 2012 2013 2014 2015*
1 Unit Usaha 2.702 1.702 1.513 1.515 1.532
2 Kapasitas (Ton) 10.973.686 11.985.094 12.666.874 13.408.904 13.777.717
3 Produksi (Ton) 7.905.816 8.677.666 9.005.051 9.603.203 9.895.538
4
Nilai Produksi (Juta
Rupiah)
158.435.998 208.844.708 215.098.002 228.003.882 245.030.809
5 Utilisasi (%) 72,04 72,40 71,09 71,62 71,82
6 Tenaga Kerja (Orang) 429.587 434.469 442.415 468.960 481.214
7 Berat Ekspor (Ton) 635.844 599.891 618.381 655.998 715.633
8 Nilai Ekspor (Ribu US$) 1.536.466 1.630.198 1.728.749 1.886.664 2.058.178
9 Berat Impor (Ton) 634.377 737.592 801.150 760.662 736.958
10 Nilai Impor (Ribu US$) 2.059.794 2.249.444 2.530.052 2.560.139 1.838.554
11
Nilai Investasi ** (Juta
Rupiah)
36.999.920 38.821.920 41.971.132 43.898.903 46.623.081
Sumber : Pusdatin, BPS, BKPM Diolah
Ket. * Angka Sementara
** Belum termasuk pengolahan kakao
12. I.6. Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar TA 2016
12
KODE URAIAN
1834 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau
1834.020
Rekomendasi pengembangan dan penumbuhan industri Minuman dan Tembakau
[Base Line]
1834.020.001 Rekomendasi Peningkatan Iklim Usaha Industri
051 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Buah
052 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Susu
053 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Tembakau
054 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Kopi
055 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Teh
056 Fasilitasi dan Hilirisasi Pembangunan Industri Pengolahan Kakao
1834.020.002 Rekomendasi Peningkatan Daya Saing Industri
056
Monitoring dan Koordinasi Pelaksanaan Sertifikasi Mesin Pelinting Sigaret dan Pemanfaatan
DBHCHT Mendukung Roadmap IHT
057
Fasilitasi Penerapan Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (CPPOB) Industri Makanan dan
Minuman
1834.020.003 Rekomendasi Peningkatan Investasi Industri
059
Fasilitasi Peningkatan Konsumsi Di Dalam Negeri Dan Pameran Luar Negeri Produk Industri Kopi
Indonesia
060 Partisipasi Industri Minuman dan Tembakau Dalam Kegiatan ACCSQ dan CODEX
061
Partisipasi Industri Minuman dan Tembakau Dalam Dalam Forum Kerjasama Dalam Negeri dan
Luar Negeri
13. I.6. Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar TA 2016 (Lanjutan)
13
KODE URAIAN
1834.021
Standar Nasional Indonesia pada industri Minuman dan Tembakau
[Base Line]
051
Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di Iingkungan industri Hasil Hortikultura, Minuman
Ringan dan Tembakau
052
Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di Iingkungan industri Hasil Susu dan Minuman
Lainnya
053
Peningkatan Kemampuan SDM dan Pengawasan Dalam Rangka Penerapan SNI Wajib Industri
Minuman dan Tembakau
054 Pengawasan dan Pengendalian Industri Minuman Beralkohol
055 Bantuan Sertifikasi Penerapan Standar di Industri Minuman dan Tembakau
1834.022
SKKNI pada industri Minuman dan Tembakau
[Base Line]
051 Fasilitasi dan Koordinasi Dalam Penerapan SKKNI Industri Minuman dan Tembakau
052
Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Pada Industri Minuman dan
Tembakau
1834.023
Industri yang mendapatkan Fasilitas Pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah
dan/atau penyertaan modal bagi Industri Minuman dan Tembakau
[Base Line]
051 Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri
052 Pengadaan Mesin/Peralatan Pengolahan Buah
053 Fasilitasi Peningkatan Teknologi Proses Pengolahan Kopi
14. I.6. Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar TA 2016 (Lanjutan)
14
KODE URAIAN
1834.024 Peningkatan Kemampuan SDM Industri Minuman dan Tembakau [Base Line]
051 Bimtek Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Industri Minuman dan Tembakau
052 Bimtek Pelatihan Teknologi Pengolahan Buah
053 Bimtek Pelatihan Pengolahan Susu
054 Bimtek Pelatihan Grader Industri Pengolahan Tembakau
055 Bimtek Pelatihan GMP Industri Pengolahan Tembakau
056 Bimtek Pelatihan Roasting Industri Pengolahan Kopi
057 Bimtek Cup Taste Industri Pengolahan Kopi
058 Bimtek Pelatihan Untuk Industri Teh
059 Bimtek CPPOB Untuk Industri Makanan dan Minuman
060 Bimtek Peningkatan Daya Saing Industri Di Bidang Kerjasama Internasional
1834.025 Perusahaan yang mendapatkan Fasilitas promosi produk dan investasi [Base Line]
051
Promosi Investasi dan Partisipasi Produk Industri Minuman dan Tembakau Pada Pameran Dalam Negeri
dan Luar Negeri
052 Capacity Building Industri Makanan dan Minuman Dalam Implementasi Kerjasama Indonesia - Jepang
053 Partisipasi Pada Pameran SCAA
054 Peningkatan Promosi dan Forum Kerjasama Industri Bahan Penyegar
1834.026
Rumusan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan Industri Minuman dan Tembakau [Base
Line]
051 Penyusunan dan Evaluasi Kinerja Industri Minuman dan Tembakau
052 Kaji Tindak Pelaksanaan Program Kegiatan Industri Minuman dan Tembakau
053 Sinkronisasi Program Pengembangan Industri Minuman dan Tembakau
15. I.7. Rencana Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau
Dan Bahan Penyegar TA 2017
15
URAIAN
Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Rekomendasi Pengembangan dan Penumbuhan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Fasilitasi Dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Buah
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Susu
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Tembakau
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Kopi
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Teh
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Pengolahan Kakako
Monitoring dan Koordinasi Pelaksanaan Sertifikasi Mesin Pelinting Sigaret dan Pemanfaatan DBHCHT Mendukung
Roadmap IHT
Fasilitasi Penerapan Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (CPPOB) Industri Makanan dan Minuman
Fasilitasi Peningkatan Konsumsi Di Dalam Negeri Dan Pameran Luar Negeri Produk Industri Kopi Indonesia
Partisipasi Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Dalam Kegiatan ACCSQ dan CODEX
Partisipasi Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Dalam Dalam Forum Kerjasama Dalam Negeri dan
Luar Negeri
Penyusunan Roadmap Industri Pengolahan Kakao
16. I.7. Rencana Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau
Dan Bahan Penyegar TA 2017
16
URAIAN
Standar Nasional Indonesia pada Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
[Base Line]
Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di Iingkungan industri Hasil Hortikultura, Minuman Ringan dan
Tembakau
Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di Iingkungan industri Hasil Susu dan Minuman Lainnya
Peningkatan Kemampuan SDM dan Pengawasan Dalam Rangka Penerapan SNI Wajib Industri
Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Pengawasan dan Pengendalian Industri Minuman Beralkohol
Bantuan Sertifikasi Penerapan Standar di Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
SKKNI pada Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
[Base Line]
Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Pada Industri Minuman, Hasil Tembakau dan
Bahan Penyegar
17. I.7. Rencana Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau
Dan Bahan Penyegar TA 2017
17
URAIAN
Industri yang mendapatkan Fasilitas Pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah dan/atau
penyertaan modal bagi Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
[Base Line]
Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri
Pengadaan Mesin/Peralatan Pengolahan Buah
Fasilitasi Peningkatan Teknologi Proses Pengolahan Kopi
Peningkatan Teknologi Proses Es Balok Dalam Rangka Meningkatkan Daya Simpan Produk Hasil Laut dan Mutu Es
Konsumsi
Peningkatan Kemampuan SDM Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
[Base Line]
Bimtek Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Bimtek Pelatihan Teknologi Pengolahan Buah
Bimtek Pelatihan Pengolahan Susu
Bimtek Pelatihan Grader
Bimtek Pelatihan GMP
Bimtek Pelatihan Roasting
Bimtek Cup Taste
Bimtek Pelatihan Untuk Industri Teh
Bimtek CPPOB Untuk Industri Makanan dan Minuman
Bimtek Peningkatan Daya Saing Industri Di Bidang Kerjasama Internasional
Bimtek Industri Pengolahan Kakao
Bimtek Industri Pengolahan Teh
18. I.7. Rencana Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau
Dan Bahan Penyegar TA 2017
18
URAIAN
Perusahaan yang mendapatkan Fasilitas promosi produk dan investasi
[Base Line]
Promosi Investasi dan Partisipasi Produk Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Pada Pameran Dalam
Negeri dan Luar Negeri
Capacity Building Industri Makanan dan Minuman Dalam Implementasi Kerjasama Indonesia - Jepang
Partisipasi Pada Pameran SCAA
Penetrasi Pasar Internasional Industri Pengolahan Susu
Promosi Industri Pengolahan The
Pelaksanaan Pameran Hari Kakao, Bulan Kakao, Sidang Dalam Industri Kakao
Rumusan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan
Penyegar
[Base Line]
Penyusunan dan Evaluasi Kinerja Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Kaji Tindak Pelaksanaan Program Kegiatan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
Sinkronisasi Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
19. I.8. Rekap Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar TA 2016 dan TA 2017
Subdit Hasil Konkrit
TA 2016 TA 2017
Subdit Program
Evaluasi dan
Pelaporan
1. Bantuan Alat : - 1. Bantuan Alat : -
2. Bimtek : Roasting di Jakarta (2 kali) dan
Cuptaste Bali.
2. Bimtek : Roasting di Jakarta (2 kali) dan
Cuptaste Lampung.
3. Fasilitiasi : Rapat Koordinasi Terkait Isu
Aktual, Sosialisasi Penerapan SNI Kopi Instan
3. Fasilitiasi : Rapat Koordinasi Terkait Isu
Aktual, Sosialisasi Penerapan SNIKopi Instan
4. Partisipasi :
PameranSIAL Interfood 2016, Seminar Kopi
2016 Di Jakarta, Pameran Luar Negeri,
Pameran Di Asia Timur, Partisipasi International
Coffee Day 2016, Partisipasi Pada Pameran
SCAA 2016, Partisipasi Pada Pameran SCAE
2016
4. Partisipasi : PameranSIAL Interfood 2017,
Seminar Kopi 2017, Pameran Luar Negeri,
Partisipasi International Coffee Day
2017Partisipasi Pada Pameran SCAA 2017,
Partisipasi Pada Pameran SCAE 2017
5. SDM yang dilatih : 75 orang 5. SDM yang dilatih : 75 orang
6. Promosi investasi : - 6. Promosi investasi : -
7. SNI : - 7. SNI : -
19
20. I.8. Rekap Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau
Dan Bahan Penyegar TA 2016 dan 2017
Subdit Hasil Konkrit
TA 2016 TA 2017
Subdit IHT
dan Bahan
Penyegar
1. Bantuan Alat : pengolahan kopi di Jawa Timur
(1 unit)
1. Bantuan Alat : -
2. Bimtek :
Teh (2) di Jabar dan Jateng, IHT (4) di NTB,
Jatim, Jateng dan Jabar
2. Bimtek :
Teh (2) di Jatim, Jabar dan Jateng,
IHT (4) di NTB, Jatim, Jateng, Jabar, Batam dan Sumut
Kakao : Sulsel, Sulteng, Sumbar
3. Fasilitiasi :
IHT : Persiapan RUU Pertembakauan,
Kebutuhan bahan baku tembakau, SK tim
monitoring mesin pelinting, Verifikasi IHT di Jabar,
Jatim, Jateng, Sumut dan Batam
Teh : Rapat & konsinyering di Jabar
Kakao : Hilirisasi Pembangunan Industri
Pengolahan Kakao (FGD/Workshop/Rapat;
Sosialisasi di Sulsel; FGD di Sulsel)
Sosialisasi SKKNI di Jatim dan Jateng; Rapat
LSP IHT; Verifikasi dan uji coba TUK di Jateng &
Jatim.
3. Fasilitiasi :
IHT : Verifikasi IHT lanjutan di Jabar, Jatim, Jateng, Sumut
dan Batam, FGD/Rapat/Workshop, Hadir sidang Plain
Packaging di Genewa
Teh : Rapat & konsinyering di Jateng, Sidang IGG on Tea
dan sidang lain terkait teh
Kakao : Hilirisasi Pembangunan Industri Pengolahan
Kakao (FGD/Workshop/Rapat; Sosialisasi di Sulsel; FGD di
Sulsel), Pembentukan 10 technopark , melakukan eduwisata
cokelat
Sosialisasi SKKNI di Jatim dan Jateng; Rapat LSP IHT
dalam rangka Lisensi BNSP lanjutan, Penyusunan revisi
SKKNI-IHT
4. Partisipasi : - 4. Partisipasi : -
5. SDM yang dilatih: 150 orang 5. SDM yang dilatih: 200 orang
6. Promosi investasi : Pameran DN dan sebagai
peserta pameran LN
6. Promosi investasi : Promosi Kakao dan Pameran Hari
Kakao dan rapat-rapat persiapan ICCO di London dan
CODEX on Contaminant in Food
7. SNI : - 7. SNI : SNI Tembakau Iris & SNI Wajib SKM 20
21. I.8. Rekap Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan Bahan Penyegar TA
2016 dan 2017
Subdit Hasil Konkrit
TA 2016 TA 2017
Subdit Hasil
Hortikultura
dan
Minuman
Ringan
1. Bantuan Alat : Pilot Project Technology alat Buah
di Jabar
1. Bantuan Alat : 2 unit es balok di Kupang dan
Bengkulu
2. Bimtek :
Bimtek Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Industri
Minuman dan Tembakau (Aceh, Kalbar)
Bimtek Pelatihan Teknologi Pengolahan Buah (Jatim)
Bimtek CPPOB Untuk Industri Makanan dan Minuman
(Sumut, Palembang, Makasar)
2. Bimtek :
Bimtek Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Industri
Minuman dan Tembakau (NTB, Bali)
Bimtek Pelatihan Teknologi Pengolahan Buah
(Jateng)
Bimtek CPPOB Untuk Industri Makanan dan
Minuman (Sulut, Palembang, Makasar)
3. Fasilitiasi: Rapat Koordinasi dan Verifikasi
Pengembangan Industri Pengolahan Buah; Rapat
Koordinasi Penerapan CPPOB Industri Makanan dan
Minuman, Pemberian Bimtek ke 3 perusahaan (3 kali) di
Jawa Tengah
3. Fasilitiasi :Rapat Koordinasi dan Verifikasi
Pengembangan Industri Pengolahan Buah; Rapat
Koordinasi Penerapan CPPOB Industri Makanan dan
Minuman, Pemberian Bimtek ke 3 perusahaan (3 kali)
di Jawa Barat
4. Partisipasi : Kegiatan ACCSQ PFPWG di Surabaya
dan Negara ASEAN lainnya, kegiatan CODEX di
Amerika (CCPFV) Mintemgar sebagai MC dan Belanda
(CCF) MC BPOM dan Mintemgar ikut partisipasi
membahas food kontaminan kandungan logam berat
pada industri pengolahan coklat dan pengolahan buah.
4. Partisipasi : Kegiatan ACCSQ PFPWG di Surabaya
dan Negara ASEAN lainnya, kegiatan CODEX di
Amerika (CCPFV) Mintemgar sebagai MC dan Belanda
(CCF) MC BPOM dan Mintemgar ikut partisipasi
membahas food kontaminan kandungan logam berat
pada industri pengolahan coklat dan pengolahan buah.
5. SDM yang dilatih : 150 orang 5. SDM yang dilatih : 150 orang
6. Promosi investasi 6. Promosi investasi
7. SNI : Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di
Iingkungan industri Hasil Hortikultura, Minuman Ringan
dan Tembakau (Rapat penetapan konseptor, rapat
teknis 2 kali, rapat pra konsensus perumusan/revisi SNI,
Rapat dengan Asosiasi terkait 2 kali)
7. SNI : Penyusunan/Revisi dan Pemberlakuan SNI di
Iingkungan industri Hasil Hortikultura, Minuman Ringan
dan Tembakau (Rapat penetapan konseptor, rapat
teknis 2 kali, rapat pra konsensus perumusan/revisi
SNI, Rapat dengan Asosiasi terkait 2 kali) 21
22. I.8. Rekap Kegiatan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau Dan
Bahan Penyegar TA 2016 dan 2017
Subdit Hasil Konkrit
TA 2016 TA 2017
Subdit Hasil
Susu dan
Minuman
Lainnya
1. Bantuan Alat : 5 unit cooling susu di Jatim 1. Bantuan Alat : 8 unit cooling susu di Jatim dan
Jateng
2. Bimtek : Pengolahan Susu (Jabar, Jatim,
Jateng); Peningkatan Daya Saing Industri Di Bidang
Kerjasama Internasional (Surabaya, Riau), Implementasi
Perjanjian Internasional (Kalbar, Makasar)
2. Bimtek : Pengolahan Susu (Jabar, Jatim,
Jateng); Peningkatan Daya Saing Industri Di Bidang
Kerjasama Internasional (Medan,
Makasar), Implementasi Perjanjian
Internasional (Balikpapan, Semarang)
3. Fasilitiasi : Rapat-rapat Koordinasi, 3. Fasilitiasi
4. Partisipasi : Sidang Internasional Kerjasama Bilateral
Regional dan Multilateral
4. Partisipasi : Sidang Internasional Kerjasama
Bilateral Regional dan Multilateral
5. SDM yang dilatih : 175 orang 5. SDM yang dilatih :200 orang
6. Promosi investasi : Pameran Food Expo 2016 di
Jepang
6. Forum bisnis/investasi dalam rangka penetrasi
pasar ekspor.
7. SNI : 3 Komoditi (Minuman beralkohol beraroma
vodka, Minuman yogurt berperisa, Susu bubuk cokelat)
7. SNI : -
22
24. II.1. Kondisi Industri Pengolahan Kopi
24
• Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil
dan Vietnam dengan produksi pada tahun 2014 sebesar 685 ribu ton atau 8,9
% dari produksi kopi dunia dengan komposisi 76,7% merupakan kopi jenis
robusta dan 23,3% kopi jenis arabika.
• Indonesia juga memiliki berbagai jenis kopi specialty yang dikenal di dunia,
termasuk Luwak Coffee dengan rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis
yang menjadi keunggulan Indonesia.
• Saat ini sudah ada 11 (sebelas) kopi Indonesia yang telah mempunyai indikasi
geografis yaitu : Kopi Arabika Gayo, Kopi Sumatera Arabika Simalungun Utara,
Kopi Robusta Lampung, Kopi Arabika Java Preanger, Kopi Java Arabika
Sindoro-Sumbing, Kopi Arabika Ijen Raung, Kopi Arabika Kintamani Bali, Kopi
Arabika Kalosi Enrekang, Kopi Arabika Toraja, Kopi Arabika Flores Bajawa, dan
Kopi Liberika Tungkal Jambi.
25. Bahan Baku
• Dengan permintaan konsumsi yang terus naik, produksi biji kopi Indonesia masih
stagnan.
• Terjadi perebutan bahan baku kopi antara perusahaan lokal dan eksportir asing
• Maraknya sertifikasi bahan baku oleh LSM dan eksportir asing yang
memberatkan petani
• Meningkatnya impor bahan baku kopi kualitas rendah
• Dikenakannya kembali PPN kepada produk primer termasuk kopi.
Produksi
• Teknologi pengolahan dan kemasan yang masih sederhana untuk industri skala
kecil dan menengah
• Belum diterapkannya Cara Produksi Pangan Olahan yang Benar (CPPOB) untuk
industri skala kecil dan menengah
• Kemasan utamanya kaleng alumunium yang masih belum dipenuhi dari dalam
negeri.
• Masih belum maksimalnya peningkatan nilai tambah melalui diversifikasi produk
olahan kopi utamanya ke arah produk non-pangan (farmasi dan kosmetik)
II.2. Permasalahan Industri Pengolahan Kopi
25
26. Pasar Dalam Negeri dan Luar Negeri
• Meningkatnya Impor produk kopi olahan utamanya produk kopi
instant dan kopi mix dengan kualitas dan harga rendah.
• Maraknya produk kopi olahan impor yang mengandung gula dengan
Bea Masuk (BM) rendah (0-5%) sehingga mengurangi daya saing
produk dalam negeri yang mengandung gula dengan harga dalam
negeri dan BM lebih tinggi.
• BM produk olahan kopi ke negara tujuan ekspor masih cukup tinggi
utamanya yang mengandung susu dan produk pertanian lainnya.
• Adanya kampanye negatif terhadap kopi luwak utamanya tentang
permasalahan animal welfare dan keaslian produk kopi luwak.
• Adanya pemalsuan produk kopi olahan Indonesia di pasar luar
negeri.
• Masih adanya hambatan non-tarif bagi produk kopi olahan di luar
negeri.
II.2. Permasalahan Industri Pengolahan Kopi (Lanjutan)
26
27. No Indikator 2011 2012 2013 2014* 2015**
1 Unit Usaha 82 84 85 90 93
2 Kapasitas (Ton) 198.500 219.000 225.400 238.924 254.417
3 Produksi (Ton) 196.000 210.700 221.903 222.905 237.951
4
Nilai Produksi (Juta
Rupiah)
7.840.000 8.428.000 8.876.000 9.408.560 10.043.654
5 Utilisasi (%) 98,74 96,21 98,45 93,30 93,53
6 Tenaga Kerja (Orang) 19.818 20.118 20.430 21.656 22.478
7 Berat Ekspor (Ton) 77.324 88.154 84.239 99.565 107.240
8 Nilai Ekspor (Ribu US$) 268.684 322.671 302.126 332.241 356.819
9 Berat Impor (Ton) 11.642 10.367 16.489 15.307 17.381
10 Nilai Impor (Ribu US$) 76.724 71.209 102.522 102.712 106.390
11 Investasi (Juta Rupiah) 4.439.990 4.658.630 5.036.536 5.267.868 5.584.474
II.2. Profil Industri Pengolahan Kopi (Lanjutan)
Sumber : Pusdatin, BPS, BKPM Diolah
Ket. * Angka Sementara
27
28. • Di Indonesia, pangsa pasar kopi instan (instant coffee) baik yang murni
maupun campuran sekitar 25% dari total produk kopi nasional. Produsen
kopi instan nasional antara lain : PT Sari Incofood (Sumatera Utara), PT
Nestle Indonesia(Lampung), PT Mayora Indah (Banten), PT Java Prima
Abadi (Jawa Tengah), PT Santos Jaya Abadi (Jawa Timur), PT Aneka
Coffee Industry (Jawa Timur).
• Untuk mengantisipasi lonjakan peningkatan impor kopi utamanya produk
kopi instan dalam bentuk bulk/bubuk dengan mutu rendah (dicampur
dengan bahan selain kopi), perlu diberlakukan Standar Nasional Indonesia
(SNI) kopi instan.
• Revisi SNI kopi instan (SNI 01-2983-1992) dilakukan mulai tahun 2012 dan
baru mencapai konsensus pada 9 Juli 2013. Diharapkan pada tahun 2016
SNI wajib kopi instan dapat diberlakukan.
• Hasil revisi SNI 01-2983-1992 tentang Kopi Instan adalah SNI 2983:2014
tentang Kopi Instan.
II.3. Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
28
29. 1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/10/2014 tentang
Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
2. Peraturan Menteri Perindustrian No.16/M-IND/PER/1/2015 tentang Penunjukan
Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan dan
Pengawasan SNI Kopi Instan Secara Wajib
3. Peraturan Menteri Perindustrian No.55/M-IND/PER/6/2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/10/2014
tentang Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
4. Peraturan Menteri Perindustrian No.03/M-IND/PER/01/2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-
IND/PER/10/2014 tentang Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
5. Peraturan Direktur Jenderal Industri Agro No.24/IA/PER/3/2015 Tentang
Petunjuk Teknis Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
6. Peraturan Direktur Jenderal Industri Agro No.48/IA/PER/10/2015 Tentang
Petunjuk Teknis Pemberlakuan SNI Kopi Instan Secara Wajib
II.4. Dasar Hukum Pemberlakuan SNI Kopi Instan
Secara Wajib
29
30. • Bimtek Roasting di Jakarta
• Bimtek Cup Taste di Bali
• Fasilitasi dan Sosialisasi Penerapan SNI Kopi Instan
• Pameran dan Seminar Kopi di Jakarta dalam rangka
perayaan International Coffee Day
• Pameran SCAA di Atalanta– USA
• Pameran SCAE di Dublin – Irlandia
• Pameran SIAL di China
II.5. Rencana Program Kegiatan Industri Pengolahan
Kopi Tahun 2016
30
32. 32
III.1. Kondisi Industri Pengolahan Kakao
a. Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan
total produksi pada tahun 2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data
International Cocoa Organization) atau + 9 % dari produksi kakao dunia (4,3
juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2 juta
ton.
b. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa
mendatang adalah cocoa liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan
minuman olahan dari cokelat.
c. Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam
perolehan devisa Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki
keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa
yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.
d. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong kemajuan
perkakaoan nasional baik di sektor on-farm maupun off-farm diantaranya
pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka investasi,
penerapan bea keluar biji kakao, tax allowance dan penerapan SNI wajib
kakao bubuk.
33. Pasca kebijakan bea keluar biji kakao tahun 2010, industri kakao berkembang pesat
meningkatnya utilisasi dan masuknya → investor baru baik domestik maupun asing.
• Investasi di Industri Kakao : PT. Asia Cocoa Indonesia, Jebe Koko, Barry Comestra
Majora. PT. Cargill Cocoa, PT. Kalla Kakao Industries dan PT. Golden Harvest Indonesia
dengan investasi mencapai US$ 413,15 Juta.
• Investasi di industri hilir cokelat : Nestle, Indolakto, Mayora, Unilever dan Garuda Food
Putra Putri Jaya dengan investasi mencapai Rp. 4,57 Triliun.
Kapasitas input bahan baku industri pengolahan kakao naik dari 150 ribu ton (2010) menjadi
390 ribu ton (2014) → peningkatan 240 ribu ton (160 %).
Produksi biji kakao Indonesia tidak menunjukkan kenaikan signifikan → pada kisaran 370 ribu
ton(sumber ICCO)
Impor biji kakao turun dari 95.270 ton (Jan-Nov 2014) menjadi 50.918 ton (Jan-Nov 2015)
→ penurunan 58.492 ton (-46,55%)
Ekspor biji kakao turun 63.335 ton (Jan-Nov 2014) menjadi 36.845 ton (Jan-Nov 2015) →
penurunan 26.490 ton (-41,83%)
33
III.1. Kondisi Industri Pengolahan Kakao (Lanjutan)
33
34. 34
1. Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas;
2. Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan di sentra produksi
kakao;
3. Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur dan
masih banyak yang belum difermentasi);
4. Produktifitas di tingkat on farm masih rendah;
5. Adanya pengenaan PPN 10% bagi produk-produk pertanian
III.2. Permasalahan Industri Pengolahan Kakao
34
36. 36
1. Koordinasi antar instansi dan dunia usaha dalam rangka
pembahasan jaminan pasokan biji kakao
2. Promosi peningkatan konsumsi cokelat di dalam negeri.
3. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia,
Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi industri
pengolahan kakao.
4. Promosi investasi industri hilir kakao dan terbangunnya 1 industri hilir
kakao baik berupa investasi baru atau perluasan.
5. Peningkatan ekspor produk kakao olahan.
6. Meningkatnya kapasitas produksi industri pengolahan kakao dan
meningkatnya utilisasi industri kakao olahan di dalam negeri dari
50% menjadi 70%.
III.4. Arah Pengembangan Industri Pengolahan Kakao
36
37. POTENSI PENGOLAHAN KAKAO DI INDONESIA
ADA
SOLUSI
IKM COKLAT
SUDAH ADA
10 CALON
TECKNOPA
RK COKLAT
JIKA SETIAP TECKNOPARK
MENCIPTAKAN 20 WIRAUSAHA YANG
BERPOTENSI MENDIRIKAN PABRIK
HILIR KAKAO - AKAN ADA 200 PABRIK
CONFECTIONERY COKLAT
ADA SOLUSI 7 PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO SAAT
INI
POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO
INDUSTRI BESAR SEDANG
(IBS) COKLAT
ADA
SOLUSI
PERMASALAHAN IKM PADA TEKNOLOGI DAN
MANAJEMEN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI
KAKAO
SUDAH ADA 20
IBS PENGHASIL
BAHAN
SETENGAH
JADI COKLAT
JIKA SETIAP IBS MENDAPAT IKLIM
USAHA KONDUSIV AKAN
MENCIPTAKAN 20 PABRIK HILIR
KAKAO MISALNYA 20 PRODUK
CONFECTIONERY COKLAT, BAHAN
BAKU KOSMETIK DAN FARMASI
38. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASI KAKAO DI
INDONESIA AKAN DITEMPUH MELALUI STRATEGI TECKNOPARK
Technopark merupakan salah satu wadah/lembaga untuk menggabungkan dunia
industri/IKM, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan, kewirausahaan, perbankan,
pemerintah pusat dan daerah dalam satu lokasi yang memungkinkan aliran informasi
dan teknologi secara lebih efisien dan cepat.
Technopark memiliki beberapa fasilitas, antara lain inkubator bisnis, angel capital,
seed capital, venture capital.
Stakeholder dari suatu technopark biasanya adalah pemerintah (biasanya pemerintah
daerah), komunitas peneliti (akademis), komunitas bisnis dan finansial.
Tujuan Technopark adalah untuk membangun link yang permanen antara perguruan
tinggi (akademisi), lembaga litbang, pelaku industri/bisnis/finansial, dan pemerintah.
POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO
39. STRATEGI HILIRISASI PENGOLAHAN KAKAO
Hilirisasi pengembangan industri berbasis kakao dilakukan melalui pendeketan konsep
pembangunan Techno park. Lembaga-lembaga pengembangan olahan kakao yang telah ada
akan diarahkan untuk menjadi Techno park pembangunan hilirisasi kakao. Adapun hasil
inventarisasi terdapat 10 Techno park yaitu :
1.Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul, Jatim
2.Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3.Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4.Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5.Techno Park Teaching Factory di UNHAS, Makasar
6.Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7.Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8.Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9.Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
10. Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang
41. • KONDISI UMUM
Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN)
periode tahap pertama (2015 – 2020), industri pengolahan
buah termasuk industri prioritas yang perlu dikembangkan.
Fokus, pengembangan teknologi fruit/vegetable leather,
buah/sayuran dalam kaleng, dan suplemen & pangan
fungsional berbasis limbah industri.
• POTENSI
Indonesia sebagai negara tropis penghasil buah-buahan buah
eksotis seperti jeruk, pisang, mangga, rambutan, nenas,
markisa, dan jenis lainnya. Buah-buahan tersebut mempunyai
potensi untuk dikembangkan menjadi produk olahan, seperti
buah dalam kaleng, minuman sari buah, manisan buah, selai
dan produk olahan buah lainnya.
IV.1 Kondisi Industri Pengolahan Buah
41
42. • PERMASALAHAN
• Pasokan bahan baku tidak kontinyu karena produksi buah-
buahan bersifat musiman, konsistensi mutu dan ukuran
serta tingkat kematangan buah tidak merata disebabkan
masih terbatasnya investasi skala perkebunan besar.
• Terbatasnya penanganan teknologi pasca panen produksi
buah-buahan dan penguasaan teknologi proses produksi di
tingkat usaha skala kecil dan menengah masih rendah.
• Rendahnya kemampuan inovasi produk di bidang
pengolahan buah dan belum optimalnya peranan litbang
dalam kegiatan R&D bidang pengolahan buah.
• Terbatasnya penerapan Good Manufacturing Practice (GMP)
dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
• PMA yang terintegrasi dari hulu ke hilir (terintegrasi dengan
perkebunan) maksimal investasi sebesar 30%.
IV.2 Permasalahan Industri Pengolahan Buah
42
43. IV.3. Profil Industri Pengolahan Buah
No Indikator 2011 2012 2013 2014 2015*
1 Unit Usaha 34 36 37 39 39
2 Kapasitas (Ton) 398.837 400.795 401.416 425.501 428.634
3 Produksi (Ton) 335.705 354.136 364.719 382.955 385.391
4
Nilai Produksi (Juta
Rupiah)
2.468.892 2.445.316 2.398.120 2.542.007 2.717.119
5 Utilisasi (%) 84,17 88,36 90,86 90,00 89,91
6 Tenaga Kerja (Orang) 10.870 12.590 12.335 13.076 12.807
7 Berat Ekspor (Ton) 217.078 209.290 197.785 215.072 234.624
8 Nilai Ekspor (Ribu US$) 241.509 212.057 191.273 225.488 245.987
9 Berat Impor (Ton) 71.886 83.602 95.721 88.976 93.775
10 Nilai Impor (Ribu US$) 97.134 110.321 129.226 120.383 121.107
11 Investasi (Juta Rupiah) 1.344.757 1.298.249 1.330.074 1.393.032
1.452.313
Sumber : Pusdatin, BPS, BKPM Diolah
Ket. * Angka Sementara
43
44. Pilot project pengembangan paket teknologi dan
desain pengolahan fruit leather, dsb. di Jawa Barat
(UNPAD/UNPAS/BBIA).
Pengembangan Science Techno Park dalam rangka
diversifikasi produk buah olahan sebagai bahan
pangan fungsional dan kosmetik.
Mengembangkan industri pengolahan buah yang
terintegrasi dengan sentra produksi bahan baku
Mengembangkan dan meningkatkan pasar domestik
dan internasional.
Peningkatan kemampuan kompetensi SDM industri
pengolahan buah melalui pelatihan teknologi dan gmp
pengolahan buah.
Meningkatkan koordinasi dengan Direktorat Jenderal
Hortikultura, Kementerian Pertanian.
IV.4. Arah Pengembangan Industri Pengolahan Buah
44
46. I. PENDAHULUAN
Usaha persusuan mempunyai peran strategis dalam penyediaan pangan yang
bergizi guna mendukung mencerdaskan sumber daya manusia Indonesia
menghadapi era globalisasi.
Kebutuhan bahan baku untuk susu olahan dalam negeri sekitar 2,6 juta ton
dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri 690.000 ton dan sisanya
sebesar 1,94 juta ton masih harus diimpor dari berbagai Negara.
Konsumsi susu penduduk Indonesia sekitar 11,02 kg/kapita/tahun setara susu
segar masih jauh dibawah negara ASEAN yaitu Philipina 22 kg/ kapita/ tahun,
Malaysia 22 kg/ kapita/ tahun, Thailand 33 kg/ kapita/ tahun, dan Singapura 32 kg/
kapita/ tahun.
Susu mempunyai peran strategis dalam penyediaan pangan bergizi guna
mendukung pemenuhan gizi Masyarakat mencerdaskan sumber daya manusia
Indonesia menghadapi era globalisasi.
Pertumbuhan industri pengolahan susu pada tahun 2014 sebesar 14%, meningkat
dibandingkan tahun 2013 sebesar 12%.
Industri pengolahan susu meliputi usaha pembuatan susu cair (UHT, pasteurisasi),
susu bubuk, susu kental manis, keju, mentega, yoghurt, es krim dan produk susu
olahan lainnya.
Selain bahan baku susu segar dan susu bubuk, industri ini membutuhkan bahan
tambahan pangan seperti gula, minyak nabati, coklat, buah dan lain-lain.
V.1 Kondisi Industri Pengolahan Susu
46
47. 47
1. Kurangnya kesadaran peternak untuk menerapkan Good
Farming Practices (GFP). Hal ini mengakibatkan di
beberapa daerah penghasil susu masih ditemui susu
segar dengan angka kuman (TPC) yang cukup tinggi
serta kadar protein dan total soluble solid dalam yang
rendah.
2. Rendahnya produktifitas ternak sapi perah yaitu hanya 8 –
12 liter/ekor/hari dibandingkan luar negeri yang sudah
mencapai 20 liter/ hari. Hal ini dikarenakan rendahnya
kepemilikan sapi perah yaitu rata-rata 2 – 3 ekor/peternak,
serta rendahnya ransum pakan ternak karena harga
pakan ternak yang cukup tinggi.
3. Belum harmonisnya tarif BM Bahan Baku Susu (5%)
dibanding BM produk susu olahan (0%). Dengan kondisi
saat ini maraknya produk susu olahan impor beredar
didalam negeri, maka industri susu dalam negeri akan
sulit untuk meningkatkan daya saing.
V.2 Permasalahan Industri Pengolahan Susu
47
48. V.3. Profil Industri Pengolahan Susu
Sumber : Pusdatin, BPS, BKPM Diolah
Ket. * Angka Sementara
No Indikator 2011 2012 2013 2014 2015*
1 Unit Usaha 39 41 42 45 46
2 Kapasitas (Ton) 3.830.499 4.209.340 4.630.274 4.908.090 5.298.041
3 Produksi (Ton) 3.032.910 3.369.900 3.572.094 3.822.141 4.149.146
4
Nilai Produksi (Juta
Rupiah)
10.456.022 14.442.361 15.308.903 16.227.437 17.773.405
5 Utilisasi (%) 79,18 80,06 77,15 77,87 78,31
6 Tenaga Kerja (Orang) 9.881 10.106 10.713 11.355 11.634
7 Berat Ekspor (Ton) 28.735 34.676 34.663 36.016 39.290
8 Nilai Ekspor (Ribu US$) 75.021 78.672 79.389 98.306 107.243
9 Berat Impor (Ton) 347.346 375.603 408.294 378.914 387.046
10 Nilai Impor (Ribu US$) 1.192.089 1.174.223 1.425.918 1.472.674 995.581
11 Investasi (Juta Rupiah) 5.919.987 6.599.726 7.554.804 7.901.803
8.655.961
48
49. 49
Meningkatkan nilai tambah, investasi, dan penyerapan
tenaga kerja.
Optimalisasi dan peningkatan kapasitas produksi yang
ada (eksisting).
Mengembangkan industri pengolahan susu
(diversifikasi produk) dengan
memanfaatkan potensi bahan baku.
Memantapkan program kemitraan antara industri
pengolahan susu dengan peternak.
Meningkatkan produktivitas dan kualitas susu segar
untuk menunjang
pasokan bahan baku industri pengolahan susu.
Promosi investasi produk-produk olahan susu yang
mempunyai nilai tambah tinggi.
V.4. Arah Pengembangan Industri Pengolahan Susu
49
51. I. PENDAHULUAN
• Industri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih memiliki peran penting
dalam menggerakan ekonomi nasional terutama di wilayah penghasil
tembakau, cengkeh dan sentra-sentra produksi rokok, antara lain
menumbuhkan industri/jasa terkait, menyediakan lapangan agribisnis dan
menyerap tenaga kerja sehingga menimbulkan multiplier effect yang sangat
luas. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, industri pengolahan
tembakau dikembangkan dengan tidak mengabaikan faktor dampak
kesehatan.
• Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan bahkan industri ini
mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam penerimaan
negara (cukai dan pajak). Produksi IHT dan penerimaan negara dari cukai
IHT terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Namun
pertumbuhan tersebut diikuti dengan menurunnya unit usaha industri
rokok dengan rata-rata penurunan setiap tahun sebesar 21%.
VI.1 Kondisi Industri Pengolahan Tembakau
51
52. VI.2 Permasalahan Industri Pengolahan Tembakau
1. Adanya perubahan konsumsi rokok yang berakibat pada menurunnya pangsa pasar
SKT.
2. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang menghambat industri pengolahan tembakau,
Yaitu :
• PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,
• Permenkeu No. 131/PMK.011/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan No. 78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai
Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Yang Memiliki
Hubungan Keterkaitan,
• Permenkeu No. 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan
Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai Untuk Pengusaha
Pabrik dan Importir Hasil Tembakau
• Permenkeu No. 20/PMK.04/2015 yang menyatakan bahwa adanya penundaan
jangka waktu 2(dua) bulan sejak tanggal pemesanan pita cukai dan pembayaran
cukai harus dilakukan paling lama tanggal 31 Desember tahun berjalan
3. Tingginya peredaran rokok ilegal (rata – rata pertumbuhan tahun 2004 -2014 sebesar
5,63%) (Sumber data: Roadmap Produksi IHT 2015-2020).
4. Peredaran rokok yang tidak berpita cukai melalui Batam dan diselundupkan ke
berbagai daerah
52
53. VI.2 Permasalahan Industri Pengolahan Tembakau
(Lanjutan)
5. Meningkatnya impor tembakau khususnya jenis Virginia
6. Adanya komplain dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dan Asosiasi
Petani Cengkeh Indonesia (APCI) terkait tidak dimasukkannya ke dalam prioritas
pada Rencana Induk Pengendalian Industri Nasional
7. Tekanan berbagai pihak untuk mengaksesi FCTC (Framework Convention on
Tobacco Control). FCTC merupakan pakta kesehatan global yang diadopsi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 21 Mei 2003, adalah suatu konvensi yang
berbentuk hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau,
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi negara-negara yang
meratifikasinya. Perjanjian ini mengatur produksi, penjualan, distribusi, iklan dan
perpajakan tembakau dengan tujuan untuk menekan penggunaan tembakau dan
paparan asap tembakau. Dari 194 negara anggota WHO sudah 176 negara yang
menjadi anggota FCTC, sedangkan dari 18 negara yang belum menjadi anggota
FCTC termasuk Indonesia.
8. Pemberlakuan plain packaging di berbagai negara yang menekan kinerja ekspor IHT
Indonesia.
53
54. VI.3. Profil Industri Pengolahan Tembakau
Sumber : Subdit Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
54
55. 55
VI.4. Arah Pengembangan Industri Pengolahan Tembakau
Melakukan inventarisasi potensi petani tembakau dan cengkeh pemetaan potensi
daerah dan pola distribusi penghasil tembakau dan cengkeh.
Melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian dalam rangka pembinaan
petani tembakau dan kemitraan dengan industri rokok.
Melakukan koordinasi dengan kementrian keuangan dalam rangka penetapan
kebijakan cukai dan pajak yang terencana dan kondusif sesuai dengan
kemampuan Industri Hasil Tembakau.
Industri rokok bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk mengembangkan
produk rokok yang berkaitan dengan pengurangan risiko kesehatan.
Melakukan penyusunan rumusan insentif ekspor bagi Industri Hasil Tembakau.
Melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam insentif ekspor.
Melakukan Penyusunan RUU pertembakauan yang kompherensif dan berimbang
dengan melibatkan industri dan stakeholder terkait.
Melakukan koordinasi dalam rangka pencegahan produk / peredaran rokok ilegal
dalam rangka pembinaan industri rokok.
55
57. • Indonesia merupakan urutan ketujuh (setelah China, India, Kenya, Sri Lanka, Vietnam dan
Turky), posisi tahun 2009 pada urutan ke lima. Luas lahan tanaman teh di Indonesia saat ini
mencapai 122.545 Ha dengan produksi dalam tahun 2013 sebesar 146.682 ton, share
produksi Indonesia untuk kebutuhan dunia untuk tahun 2012 sebesar 2,9%. Perkebunan
Negara menghasilkan teh hijau, teh putih dengan kualitas bagus dan sebagian besar di
ekspor; Perkebunan Swasta memproduksi teh hijau dan teh hitam dengan kualitas beragam,
produk tersebar di pasar domestik ataupun ekspor
• Potensi pengembangan industri pengolahan teh yang siap diminum (ready to drink).
Konsumsi teh cair dalam kemasan 4,5 liter/kapita/tahun, konsumsi terbesar teh kemasan
botol plastik mencapai 60% pada tahun 2013. Jenis produk yang beragam dengan berbahan
baku teh berkembang pesat (untuk minuman teh instan, ice cream, RTD, kecantikan dan
kosmetik dalam bentuk sabun atau cream dll). Selain itu, permintaan teh dunia cukup besar
dan menunjukkan trend meningkat, dengan ditandai tingginya kebutuhan teh dunia tahun
2012 sebesar 4,5 juta ton yang terdiri dari teh hitam, teh hijau, teh Oolong (teh semi
fermentasi) dan teh putih.
• Permasalahan yang dihadapi industri pengolahan teh
konsumsi teh dalam negeri masih rendah yaitu 0,3 kg/kapita/tahun dibanding dengan
Cina 0,66 kg/kapita/tahun, India 0,69 kg/kapita/tahun.
Rendahnya produktivitas budidaya teh karena tanaman teh yang telah tua dan mesin
yang sudah tua
Impor teh terus meningkat karena bea masuk teh yang berlaku hanya 5% paling rendah
jika dibandingkan dengan Sri Lanka 30%, Kenya 25%, Turki 145% dan Vietnam 50%.
Rendahnya harga teh ekspor Indonesia hanya US$ 1,97/kg (65% lebih rendah dariharga
Sri Lanka).
Non tarif barier yang yang diberlakukan di negara importir teh.
Kualitas bahan baku belum sesuai dengan permintaan industri karena kurangnya
pengolahan pasca panen.
Penerapan GMP, HACCP dan ISO rendah, sehingga mutu produk rendah dan tidak
konsisten.
Kurang adanya kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk sesuai dengan
permintaan pasar domistik maupun internasional.
VII.1. INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
57
58. VII.2. PETAWILAYAH PRODUKSI TEH
• Lokasi produksi teh di Indonesia: (02) Sumatera Utara, (05) Sumatera Barat,
(06) Jambi, (08) Sumatera Selatan, (07) Bengkulu, (13) Jawa Barat, (14) Jawa
Tengah, (15) D.I. Yogyakarta, (16) Jawa Timur, dan (28) Sulawesi Selatan.
• Perkebunan dan pengolahan teh dilakukan baik oleh rakyat, BUMN maupun
swasta.
58
59. Sumber : Ditjen Ind Agro 2014
VII.3. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
No Indikator 2011 2012 2013 2014
1 Unit Usaha
120 126 126 134
2 Kapasitas (Ton)
169.503 151.282 154.924 164.219
3
Produksi (Ton) 124.080 128.687 129.701 137.483
4 Nilai Produksi (Juta Rupiah)
1.744.0001.918.0001.985.000 2.104.100
5 Utilisasi (%)
73,20 85,06 83,72 83,73
6 Tenaga Kerja (Orang)
26.186 27.133 29.693 31.475
7 Berat Ekspor (Ton)
65.925 58.464 58.703 46.381
8 Nilai Ekspor (Ribu US$)
132.401 119.974 119.438 82.996
9
Berat Impor (Ton) 15.379 17.023 15.389 11.499
10 Nilai Impor (Ribu US$)
21.333 23.836 21.567 17.383
59
61. VII.5. PROFIL INDUSTRI MINUMAN TEH
• Data konsumsi minuman di Indonesia menunjukkan bahwa teh merupakan
kontributor minuman terbesar kedua setelah air mineral. Teh memberikan
kontribusi sebesar 34%, kopi 15%, dan susu 11% (sumber: diolah oleh
Asosiasi Industri Minuman Ringan/ASRIM)
• Minuman Teh Siap Saji (Ready To Drink Tea/ RTD Tea), yang sebagian besar
berbahan baku teh hijau, terus tumbuh dan berkembang seiring dengan
semakin maraknya iklan produk RTD Tea di berbagai media massa.
• Data produksi minuman teh siap saji dari tahun 2011-2015 sebagai berikut:
Tahun Juta liter
2011 1.672
2012 1.792
2013 1.914
2014 2.048
2015 2.191
Sumber: diolah
ASRIM 61
62. VII.6. PROFIL INDUSTRI MINUMAN TEH
• Data menunjukkan RTD Tea dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. RTD Tea berkontribusi 8,68% dari total minuman ringan
siap saji (termasuk RTD water).
62
63. • Telah melakukan penyusunan SNI Teh dalam kemasan, teh instan,
teh kering dalam kemasan, teh hijau celup dan teh hitam celup.
• Pelatihan GMP Teh di Jawa Barat dan Jawa Tengah
• Mengusulkan kenaikan tarif Bea Masuk Umum (MFN) sektor industri
the yang semula 5% menjadi 20% untuk No HS. 0901.21.10.00,
0901.21.20.00, 0901.22.10.00, 0901.22.20.00, 0902.30.10.00,
0902.30.90.00, 0902.40.10.00 dan 0902.40.90.00)
• Mengikut sertakan industri teh dalam pameran di dalam negeri dan
luar negeri.
VII.7. HAL – HAL YANG SUDAH DILAKUKAN
63
64. • Promosi produk teh olahan di pasar dalam negeri dan luar negeri.
• Telah melakukan penyusunan SNI antara lain :
- Minuman Teh dalam kemasan : 3143-2011.
- Teh Instan : 7707:2011;
- Teh Kering Dalam Kemasan : 3836 : 2013
- Teh Hijau Celup (RSNI 4324 : 2013);
- Teh Hitam Celup (RSNI 3753:2013).
• Volume ekspor teh pada tahun 2013, yaitu 45.523 ton senilai US$
81.078.921 masih lebih besar dibandingkan dengan volume impor
teh 9.801 ton senilai US$ 25.813.958
VII.8. HAL – HAL YANG SUDAH DICAPAI
64