Dokumen tersebut membahas beberapa jenis dermatitis, termasuk definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Jenis-jenis dermatitis yang dijelaskan antara lain dermatitis numularis, dermatitis kontak alergika, neurodermatitis, dishidrosis, dermatitis atopi, dan dermatitis kontak iritan.
5. DEFINISI
• Peradangan kuit kronis ditandai dengan lesi berbentuk mata uang
(koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi
papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga membasah.
6. EPIDEMIOLOGI
• Dewasa
• Laki-laki > Perempuan
• Puncak awitan 50-65 tahun (perempuan memiliki 2 puncak awitan
yaitu usia 15-25 tahun)
• Jarang ditemukan pada bayi dan anak
7.
8. GEJALA KLINIS
1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 – 1 cm), berbentuk
uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan berbatas tegas.
2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian mengering
menjadi krusta kekuningan.
3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral,
atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi.
Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk
punggung tangan.
15. TATA LAKSANA
1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti stres
dan fokus infeksi di organ lain.
2. Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:
Topikal (2 kali sehari)
• Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis
kasa bersih, selama masing-masing 15-20 menit/kali kompres (untuk lesi
madidans/basah) sampai lesi mengering.
• Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan:
bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2
minggu.
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau
sistemik bila lesi meluas.
16. Oral sistemik
• Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama
maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal
2 minggu.
• Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal
2 minggu.
Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik
sistemik bila lesi luas.
18. DEFINISI
• Peradangan yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel
pada kulit yang didahului proses sensitisasi
19. ETIOLOGI
• Bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton),
disebut sebagai hapten, lipofilik, sangat reaktif dan dapat menembus
stratum korneum
23. GEJALA KLINIS
• Gatal
• Stadium akut : bercak eritamatosa berbatas tegas diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula >>> erosi dan eksudasi (basah)
• Stadium kronis : kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin fisur berbatas tegas
24.
25.
26.
27.
28. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji tempel untuk mencari penyebab.
Uji tempel dapat digunakan dengan alergen standar, alergen seri
tertentu (misal seri kosmetik, seri sepatu, dll), serta alergen tambahan
yang berasal dari bahan yang dicurigai (misalnya dari potongan sepatu,
bahan dari pabrik tempat bekerja).
2. Pada DKA kosmetika, apabila tes tempel meragukan/negatif dapat
dilanjutkan dengan tes pakai (use test), tes pakai berulang (repeated
open application test- ROAT)
29. TATA LAKSANA
1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:
a. Topikal (2 kali sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
Fluosinolon asetonid krim 0,025%).
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
• Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
30. 2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-
bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan
fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab
serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen
saat bekerja.
32. DEFINISI
• Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai dengan
likenifikasi menyerupai batang kayu akibat garukan atau gosokan yang
berulang karena rangsangan pruritogenik.
33. EPIDEMIOLOGI
• Terjadi pada usia dewasa-manula, puncak insiden pada usia antara
30-50 tahun.
• Perempuan > pria
34. ETIOPATOGENESIS
• Pruritus karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya GGK,
obstruksi saluran empedu, limfoma hodgkin, hipertiroid, penyakit
kulit, gigitan serangga dan aspek psikologis.
35.
36. GEJALA KLINIS
• Penderita mengeluh gatal sekali.
• Lesi biasanya tunggal
• Berawal berupa plak erimatosa, sedikit edema, lambat laun jadi
edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan
menebal, likenifikasi dan ekskoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas
kulit normal tidak jelas
40. TATA LAKSANA
1. Pasien disarankan agar tidak terus menerus menggaruk lesi saat gatal.
2. Prinsip pengobatan yaitu mengupayakan agar penderita tidak terus menggaruk
karena gatal, dengan pemberian:
a) Antipruritus:
antihistamin dengan efek sedatif, seperti hidroksizin 10-50 mg setiap 4 jam,
difenhidramin 25-50 mg setiap 4-6 jam (maksimal 300 mg/hari), atau klorfeniramin
maleat (CTM) 4 mg setiap 4-6 jam (maksimal 24 mg/hari).
b) Glukokortikoid topikal,
antara lain: betametason dipropionat salep/krim 0,05% 1-3 kali sehari,
metilprednisolon aseponat salep/krim 0,1% 1-2 kali sehari, atau mometason furoat
salep/krim 0,1% 1 kali sehari. Glukokortikoid dapat dikombinasi dengan tar untuk
efek antiinflamasi.
42. DEFINISI
• Dermatitis endogen akut atau kronis pada tangan dan kaki dengan
karakteristik klinis berupa vesikel kecil sampai besar dan gambaran
histologis vesikel spongiotik.
43. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
• Disfungsi kelenjar keringat >>> teori lama
• Atopi, kontak alergi, stres dan udara panas >>> faktor eksaserbasi
44.
45.
46.
47. TATA LAKSANA
Non-medikamentosa
• Cairan di dalam lepuh yang besar harus dikeluarkan tanpa dipecah
Medikamentosa
• Glukortikoid topikal potensi kuat
• Kompres dengan kalium permanganas 1/10.000 atau solusio Burrowi (Akut)
• Terapi tambahan dengan glukortikoid intralesi atau retinoid, keratolitik
konsentrasi tinggi atau preparat tar (Eksema tipe keratotik)
• Kortikosteroid oral, UVB, PUVA, UVA-1, metotreksat dosis rendah,
mycophenolate mofetil dan siklosporin (kasus berat)
53. GEJALA KLINIS
• Fase Infantil
Gambaran klinis mirip dermatitis akut yaitu eksudatif, erosi dan
ekskoriasi
• Fase anak dan remaja-dewasa
Lesi cenderung menjadi kronis disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi,
erosi, ekskoriasi, krusta dan skuama
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61. DIAGNOSIS
KRITERIA WILLIAM
1. Harus ada : Rasa gatal (pada anak-anak dengan bekas garukan).
2. Ditambah 3 atau lebih:
• Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian dorsum
pedis atau seputar leher(termasuk pipi pada anak di bawah 10 tahun).
• Anamnesis ada riwayat atopi seperti asma atau hay fever pada anak (ada
riwayat penyakit atopi pada anak-anak).
• Riwayat Kulit kering secara menyeluruh pada tahun terakhir.
• Dermatitis fleksural (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak <4
tahun).
• Mulai terkena pada usia dibawah 2 tahun (tidak digunakan pada anak <4
tahun).
66. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, yaitu:
a. Menemukan faktor risiko.
b. Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian seperti wol atau bahan
sintetik.
c. Memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab.
d. Menjaga kebersihan bahan pakaian.
e. Menghindari pemakaian bahan kimia tambahan.
f. Membilas badan segera setelah selesai berenang untuk menghindari kontak klorin yang terlalu
lama.
g. Menghindari stress psikis.
h. Menghindari bahan pakaian terlalu tebal, ketat, kotor.
i. Pada bayi, menjaga kebersihan di daerah popok, iritasi oleh kencing atau feses, dan hindari
pemakaian bahan-bahan medicatedbaby oil.
j. Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri karena menginduksi resistensi.
67. 2. Untuk mengatasi keluhan, farmakoterapi diberikan dengan:
a. Topikal (2 kali sehari)
• Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topikal, seperti: Desonid krim 0,05%
(catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonidkrim 0,025%) selama
maksimal 2 minggu.
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan
golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%.
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau
sistemik bila lesi meluas.
b. Oral sistemik
• Antihistamin sedatif:klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu
atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
• Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
70. KLASIFIKASI
• DKI Akut
Disebabkan iritan kuat. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar. Terlihat
eritema, edema, bula dan mungkin nekrosis. Berbatas tegas dan umumnya
asimetris.
• DKI akut lambat
Gejala DKI akut. Baru terjadi 8-24 jam setelah berkontak. Terlihat eritema
kemudian terjadi vesikel dan bahkan nekrosis.
• DKI kronik kumulatif
Kpntak berulang dengan iritan lemah. Kelainan baru terlihat nyata setelah
kontak berlangsung beberapa minggu, bulan atau tahun.
71. • Reaksi iritan
Dermatitis kontak iritan subklinis. Kelainan bersifat monomorf dapat berupa skuama, eritema,
vesikel, pustul dan erosi. Dapat sembuh sendiri atau berlanjut menjadi DKI kumulatif
• DKI traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi
• DKI non eritematosa
Subklinis DKI. Terjadi perubahan fungsi sawar tanpa disertai kelainan klinis.
• DKI subyektif
DKI sensori. Kelainan kulit tidak terlihat tapi pasien merasa seperti pedih atau panas
72. PATOGENESIS
• Kerusakan membran sel kulit secara kimiawi dan fisis
• Mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida,
platelet activating factor dan inositida
• Asam arakidonat diubah menjadi leukotrien dan prostaglandin
• Menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, kemoatraktan
untuk limfosit dan neutrofil, aktivasi sel mas untuk melepaskan histamin
• Inflamasi dan kelainan eritema, edema, panas, nyeri
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79. DIAGNOSIS
• Didasarkan anamnesi dan gambaran klinis.
• DKI akut terjadi lebih cepat
• DKI kronis terjadi lebih lambat dan mempunyai variasi gambaran
klinis yang luas.
80. TATA LAKSANA
• Menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab.
• Pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit
• Peradangan >>> kortikosteroid topikal
• Alat pelindung diri
81. Penatalaksanaan
1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:
a) Topikal (2 kali sehari)
-Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
-Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0,025%).
-Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%).
-Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal.
b) Oral sistemik
-Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
85. ETIOPATOGENESIS
• Sering ditemukan pada pasien HIV/Aids, transplantasi organ,
malignansi, pankreatitis alkoholik kronik, hepatitis C, pasien
parkinson, mendapatkan terapi levodopa dan gangguan paralisis saraf
• Peningkatan lapisan dan kualitas sebum
• Lingkungan yang mendukung terhadap Malassezia
• Peradangan kulit
86.
87.
88.
89.
90. DIAGNOSIS
• Berdasarkan morfologi khas lesi dengan skuama kuning berminyak di
area predileksi
• Kasus sulit diperlukan pemeriksaan histopatologi
91. Penatalaksanaan
1. Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi terjadinya keluhan,
misalnya stres emosional dan kurang tidur. Diet juga disarankan untuk
mengkonsumsi makanan rendah lemak.
2. Farmakoterapi dilakukan dengan:
a. Topikal
Bayi:
• Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan asam salisilat 3% dalam minyak kelapa atau
vehikulum yang larut air atau kompres minyak kelapa hangat 1 kali sehari selama
beberapa hari.
• Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1% atau lotion selama beberapa hari.
• Selama pengobatan, rambut tetap dicuci.
92. Dewasa:
• Pada lesi di kulit kepala, diberikan shampo selenium sulfida 1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink
pirition (shampo anti ketombe), atau pemakaian preparat ter (liquor carbonis detergent) 2-5 %
dalam bentuk salep dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 5-15 menit per hari.
• Pada lesi di badan diberikan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak
tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
• Pada kasus dengan manifestasi dengan inflamasi yang lebih berat diberikan kortikosteroid kuat
misalnya betametason valerat krim 0,1%.
• Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu dipertimbangkan pemberian ketokonazol krim 2%.
b. Oral sistemik
• Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama 2 minggu, setirizin 1 x
10 mg per hari selama 2 minggu.
• Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10 mgselama maksimal 2 minggu.
95. EPIDEMIOLOGI
• Umumnya di atas 50 tahun, kecuali pada kondisi insufisiensi vena
yang disebabkan trauma, tindakan pembedahan atau trombosis
• Perempuan > laki-laki
96. ETIOPATOGENESIS
• Berdasarkan teori selubung febrin bahwa endapan fibrin perikapiler sebagai penyebab dermatitis
• Peningkatan vena akibat insufisiensi vena
• Peningkatan tekanan hidrostatis
• Permeabilitas pembuluh darah kapiler dalam dermis meningkat
• Ekstravasasi makromolekul termasuk fibrinogen
• Fibrinogen terpolimerasi dan terkumpul di sekitar pembuluh darah dan menghasilkan selubung fibrin
perikapiler
• Menghalangi pasokan oksigen dan nutrisi ke dalam dermis
• Hipoksia dan kerusakan jaringan kulit
97.
98.
99. GAMBARAN KLINIS
• Tekanan vena meningkat >>> varises dan edema >>> lambat laun
berwarna merah kehitaman dan timbul purpura dan hemosiderosis
• Kelainan dimulai dari permukaan tungkai bawah bagian meleolus
medial atau lateral, kemudian secara bertahap akan meluas
• Selanjunya terjadi perubahan kulit berupa eritema, skuama, kadang
eksudasi dan gatal >>> lama-kelamaan kulit menjadi tebal dan fibrotik
meliputi 1/3 tungkai bawah seperti botol yang terbalik
(lipodermatosklerosis)
• Komplikasi dapat terjadi ulkus diatas maleolus atau infeksi sekunder
104. TATA LAKSANA
• Lesi basah dan mengeluarkan eksudat harus dikompres hingga kering
• Kortikosteroid postensi sedang >>> mengatasi inflamasidan
mengurangi keluhan gatal
• Infeksi sekunder >>> Antibiotik topikal atau sistemik
• Edema >>> tungkai dinaikkan waktu tidur dan waktu duduk
Editor's Notes
TSLP (thymic stromal lymphopoietin) : teraktivasi proinflamasi dan sitokin yang menyebabkan atopic dermatitis
{A) Childhood atopic darmatitis One of the hallmarks of atopic dermatitis is lichenification
in the flexural regions as shown in this picture. Note the thickening of the skin with exaggerated skin
lines and erosions. (8) Atopic dermatitis In African-American child. Pruritic follicular papules on posterior
leg. Follicular eczema pattem is more common in African and Asian children.
(A) Childhood atopic dermatitis This is a generalized eruption consisting of confluent,
inflammatory papules that are erosive, excoriated, and crusted. (I) Adult atopic dlrrnatltls Generalized
eruptfon of follicular papules that are more heavlly pigmented than normal skin In a 53-year-old woman
of African extraction. There is extensive lichenification.
(A) Childhood atopic dermatitis This is a generalized eruption consisting of confluent,
inflammatory papules that are erosive, excoriated, and crusted. (I) Adult atopic dlrrnatltls Generalized
eruptfon of follicular papules that are more heavlly pigmented than normal skin In a 53-year-old woman
of African extraction. There is extensive lichenification.
Adultatopkdermlltlds Lichenification may also affect1he face and
neck as in this 32-year-old woman. Skin is exceedingly thickened and 1here is temporal
alopecia and loss of lateral eyebrows caused by rubbing. Note typical infraorbital
fold (Dennie Morgan sign).
Seborrheic dermatitis of face: adult type Erythema and yellow-orange scaling of the
forehead, cheeks, and nasolabial folds. Scalp and retroauricular areas were also involved.
Seborrheic dermatitis: infantile t.yptt Erythema scales and crusting in the diaper
region of an infant. This is difficult to distinguish in the diaper region from psoriasis and C/Jndida has to be
ruled out by KOH.