Teori kognitif fokus pada proses berpikir dan perilaku yang mencerminkannya. Ada beberapa teori utama seperti teori tahapan kognitif Piaget yang menjelaskan perkembangan berpikir anak melalui tahapan, pendekatan pemrosesan informasi yang menganalisis proses penerimaan dan pengolahan informasi, serta pendekatan neurosains kognitif yang mempelajari proses kognitif berdasarkan struktur otak.
1. Perspektif 2 : Pembelajaran (Learning)
Para teoritis aliran learning mempertahankan pendapat bahwa perkembangan merupakan hasil
pembelajaran, perubahan terus-menerus yang didasari oleh pemgalaman atau merupakan
adaptasi kepada lingkungan. Para teoretisi pembelajaran tertarik untuk menemukan prinsip-
prinsip objektif yang mengontrol perubahan dalam perilaku yang dapat diobservasi dan dapat
diaplikasikan secara setara kepada seluruh kelompok umur.
Para teoritikus pembelajaran telah membantu membuat studi perkembanan manusia menjadi
lebih ilmiah. Terminology mereka didefenisikan dengan akurat, dan teori-teori mereka dapat
diuji dalam laboratorium. Dengan menekankan pengaruh lingkungan, mereka membantu
menjelaskan perbedaan kultural dalam perilaku. Dua teori utama aliran pembelajaran adalah
behaviorism dan social learning theory.
Learning Theory 1: Behaviorism. Behaviorisme adalah teori mekanistik yang mendeskripsikan
perilaku yang dapat diobservasi sebagai respon terhadap pengalaman yang dapat diprediksi.
Walaupun biologi menetapkan batas yang berkenaan dengan apa yang dilakukan manusia, akan
tetapi para behavioris memandang lingkungan sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang
lebih besar. Mereka yakin bahwa manusia di semua tingkatan usia mempelajaridunia dengan
cara yang sama yang dilakukan oleh organisme lain, yaitu bereaksi terhadap kondisi atau aspek
lingkungan dengan menemukan kepuasan, kesedihan, atau ancaman. Behavioris mencari
peristiwa yang menentukan apakah perilaku tertentu akan berulang atau tidak. Penelitin
behavioral fokus kepada pembelajaran asosiatif (associative learning), di mana hubungan
mental antara dua peristiwa terbentuk. Dua pembelajaran asosiatif adalah classical conditioning
dan operant conditioning.
Classical conditioning. Ivan Pavlov (1849-1936), seorang psikolog Rusia, membuar sebuah
percobaan di mana seekor anjing akan beajar untuk mengeluarkan air liur ketika mendengan
suara lonceng yang biasa berbunyi untuk makan. Eksperimen ini merupakan dasar classical
conditioning, dimana respons (air liur) terhadap stimulus (lonceng) didapat setelah asosiasi
berulang kepada stimulus tersebut. Classical conditioning adalah bentuk pembelajaran alami
yang akan terjadi walaupun tanpa intervensi. Dengan mempelajari peristiwa apa yang menyertai,
2. seorang anak dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi, dan pengetahuan ini membuat dunia
mereka lebih teratur, suatu tempat yang dapat diprediksi.
Operant Conditioning. Seorang bayi bernama Terrel berbaring dengan damai di boksnya. Ketika
ia tersenyum, ibunya mendatangi boksnya dan bermain dengannya. Kemudian ayahnya juga
melakukan hal yang sama. Ketika rangkaian ini berulang, Terrel belajar bahwa perilakunya
(tersenyum) dapat memproduksi tindakan yang diinginkannya (perhatian dan sayang dari orang
tua): dank arena itu dia tersenyum untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Perilaku
(tersenyum) yang asalnya tidak sengaja ini, menjadi respons kondisional.
B. F. Skinner (1904-1990), psikolog Amerika, yang memformulasikan pengkondisian operan,
paling sering melakukan penelitiannya dengan subjek tikus dan burung dara, akan tetapi ia
berpendapat bahwa prinsip yang sama dapat diaplikasikan kepada manusia. Dia menemukan
bahwa organisme cenderung mengulang kembali respons yang dikuatkan dan menolak respons
yang menghasilkan hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi perilaku yang
meningkatkan kecenderungan pengulangan perilaku tesebut; dalam kasus Terrel, perilakunya
menguatkannya untuk tersenyum. Hukuman (punishment) adalah konsekuensi perilaku yang
menurunkan kecenderungan untuk melakukannya lagi.
Penguatan dapat bersifat negative atau positif. Penguatan positif (positive reinforcement) terdiri
dari pemberian hadiah. Penguatan negative (negative reinforcement) terdiri dari pengambilan
sesuatu yang tidak disukai oleh individu (dikenal dengan perisitiwa aversif ; peristiwa yang tidak
dikehendaki). Terkadang penguatan negatif sering disamakan dengan hukuman (punishment).
Kedua hal tersebut berbeda .Hukuman, menekan perilaku dengan memunculkan peristiwa aversif
(aversive event) ,atau dengan menarik persitiwa positif . Penguatan negative memotivasi
perulangan perilaku dengan menanggalkan peristiwa aversif. Ketika seorang batita (toddler)
melaporkan kepada orangtuanya bahwa ia telah mengotori popoknya saat berada dalam proses
toilet training, pelepasan popok yang berbau dan lengket tersebut akan memotivasi si anak untuk
kembali memberikan sinyal ketika “kecelakaan” tersebut terjadi lagi .
Modifikasi perilaku, atau terapi perilaku adalah penggunaan pengkondisian untuk mengubah
perilaku secara gradual. Teknik tersebut dapat mengurangi frekuensi emosional anak dan
3. meningkatkn penerimaan terhadap perilaku pengganti. Teknik ini efektif bagi anak-anak dengan
kebutuhan khusus seperti autisme, dan dengan orang-orang yang memiliki gangguan makan.
Learning Theory 2: Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Adalah Albert
Bandura, seorang psikolog Amerika yang lahir pada 1925, yang mengembangkan banyak prinsip
teori pembelajaran sosial. Ketika para behaviouris melihat lingkungan sebagai motif utama
pertumbuhan ,pembelajaran sosial atau kognisi sosial (Bandura1977, 1989) percaya bahwa
dorongan utama perkembangan bersumber dari orang.
Pembelajaran sosial klasik menyatakan bahwa orang-orang belajar perilaku sosial yang sesuai
dengan mengobservasi dan mengimitasi model- yang mereka lakukan dengan melihat orang lain.
proses ini dikenal dengan istilah modeling, atau pembelajaran observasional. Orang-orang
memulai atau melanjutkan pelajaran mereka dengan memilih model yang akan ditiru.
Teori pembelajaran terbaru Bandura (1989) disebut dengan kognitif sosial. Perubahan dari satu
nama ke nama lain ini merefleksikan meningkatnya penekanan Banduranatas respon ognitif
terhadap persepsi sebagao sesuatu yang mendasar dalam perkembangan. Proses kognitif terjadi
saat seseorang mengamati sosok model, mempelajari “chunks” dari perilaku, dan secara mental
menyatukan kepingan-kepingan tersebut ke dalam sebuah perlaku baru yang kompleks. Rita
misalnya, mengimitasi teknik berjalan jinjit dari guru tarinya, tetapi mengikuti langkah-langkah
tarian si Charmen, salah seorang murid senior. Walaupun demikian, dia mengembangkan gaya
tariannya sendiri dengan mengolah semua hasil pengamatan menjadi pola baru dalam menari.
Melalui umpan balik atas perilaku mereka, secara gradual anak-anak membentuk standar untuk
menilai tindakan mereka sendiri dan menjadi lebih selektif dalam memilih model yang
mengilustrasikan standar tersebut. Mereka juga mulai mengembangkan rasa self-efficacy
(kecapakan diri), atau kepercayaan diri bahwa mereka memiliki karakter yang dibutuhkan untuk
sukses.
4. Perspektif 3: Kognitif
Perspektif kognitif fokus kepada proses pemikiran dan perilaku yang mencerminkan proses
tersebut. Perspektif ini mencangkup teori pengaruh organismik dan mekanistik. Perspektif ini
mencakup teori tahapan kognitif Piaget, pendekatan pemrosesan informasi terbaru, dan teori neo-
Piagetian mencakup usaha kontemporer untuk mengaplikasikan temuan-temuan dari penelitian
otak dalam usaha memahami proses kognitif
Teori Tahapan Kognitif - Jean Piaget. Sebagian besar pengetahuan kita tentang cara berpikir
anak bersumber dari teoritikus Swiss, Jean Piaget (1896-1980). Teori Piaget merupakan akar
revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif
organismik, yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk
memahami dan bertindak dalam dunia mereka.
Metode klinis Piaget mengkombinasikan observasi dengan pertanyaan fleksibel. Untuk
menemukan cara berpikir. Piaget yakin bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan
kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Piaget menggambarkan
perkembangan kognitif dalam enam tahap yang berbeda secara kualitatif, yang
memepersentasikan pola universal perkembangan. Pada tiap tahapan, pikiran anak
mengembangkan cara berpikir baru. Dari bayi hingga remaja, fungsi mental berkemban dari
pembelajaran berbasis sensorik sederhana serta aktivitas mototik kepada pemikiran yang abstrak
dan logis. Pertumbuhan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan: prganisasi,
adaptasi, dan ekuilibrasi.
Organisasi adalah kecenderungan untuk membuat struktur kognitif yang semakin kompleks:
system pengetahuan atau cara berpikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin
akurat. Struktur-struktur ini disebut dengan “skema”, adalah pola perilaku terorganisai yang
digunakan oleh seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu.
Ketikas seseorang membutuhkan lebih banyak informasi, maka skemanya akan semakin
kompleks.
Adaptasi merupakan istilah Piaget untuk cara anak memperlakukan informasi baru dengan
mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi meliputi dua langkah:
5. 1. Asimilasi, mengambil informasi baru dan menyertakannya dalam struktur kognitif yang
telah ada.
2. Akomodasi, mengubah struktur kognitif seseorang dalam rangka memasukkan informasi
baru.
Ekuilibrasi adalah usaha konstan untuk mendapatkan kestabilan atau ekuilibrium, menghendaki
perpindahan dari asimilasi ke akomodasi. Ketika seorang anak tidak dapat menangani informasi
baru dalam struktur kognitif yang telah ada, dan karena itu akan terjadi disekulibrium-ketidak
seimbangan, mereka akan mengorganisasi pola mental baru yang mengintegrasikan pengalaman
baru, dan mengembalikan tingkat ekuilibrium yang lebih dapat diterima.
Information – Processing Approach (Pendekatan Pemrosesan Informasi)
Pendekatan pemrosesan informasi terbaru mencoba untuk menjelaskan perkembangan kognitif
dengan menganalisis proses yang melibatkan penerimaan dan penanganan informasi, yang
mendasari banyak teori dan penelitian. Pendekatan ini memiliki aplikasi praktis. Pendekatan
tersebut memungkinkan para penliti untuk memperkirakan kecerdasan bay di masa yang akan
datang dari efesiensi persepsi dan pemrosesan sensoris. Para psikolog dapat menggunakan
pendekatan ini untuk melakukan tes, diagnosis, dan penanganan masalah belajar.
Computer-Based Model
Para peneliti pendekatan pemrosesan informasi berusaha menarik kesimpulan dari apa yang
terjadi secara stimulus dan respons. Para peneliti telah mengembangkan model komputasi
(computation model) atau diagram alir (flow chart) yang menganalisis tahapan yang digunakan
oleh individu untuk menguumpulkan, menyimpan, memanggil kembali, dan menggunakan
informasi.
Teori Neo-Piagetian. Pada 1980-an, sebagai respon kritik terhadap teori Piaget, psikolog
perkembangan neo-Piagetian mulai mengintegrasikan beberapa elemen dari teorinya dengan
pendekatan pemrosesan informasi. Neo-Piagetian memfokuskan diri pada konsep, strategi, dan
ketrampilan tertentu seperti konsep nomor dan perbandingan antara “kurang” dan “lebih”.
6. Mereka percaya bahwa anak-anak berkembang secara kognitif dengan cara menjadi lebih efisien
dalam memproses informasi.
Karena penekanannya terhadap efesiensi pemrosesan informasi. Pendekatan neo-Piagetian
membantu menjelaskan perbedaan individual dalam kemapuan kognitif dan perkembangan yang
terhambat dalam berbagai ranah.
Cognitive neuroscience (Pendekatan Neurosains Kognitif). Pada sebagai besar sejara
psikologi, teoritikus dan peneliti mempelajari proses kognitif terlepas dari stuktur fisik otak,
tempat proses tersebut terjadi. sekarang instrument yang canggih membuat kerja otak menjadi
mungkin untuk dilihat. Para pendukung pendekatan neurisains kognitif berpendapat bahwa
pemahaman tentang fungsi kognitif (dan emosional) yang akurat harus dikaitkan dengan apa
yang terjadi dalam otak. Perkembangan ini menjelaskan bagaimana pertumbuhan kognitif dapat
terjado ketika otak berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan tersebut juga dapat
membantu kita memahami mengapa ada orang yang tidak dapat berkembang dengan normal di
usia dewasa.
Social cognitive neuroscience (neurosains sosial-kognitif) adalah multidisiplin yang
menjembatani otak, pikiran dan perilaku, mengumpulkan data dari ilmuan kognitif neurosains,
psikologi sosial, dan pendekatan pemrosesan informasi. Para akar neurosains sosial-kognitif
menggunakan pencintraan otak dan orang-orang yang menderita kerusakan otak untuk
mengetahui bagaimana jalur saraf mengontrol proses seperti ingatan dan pada gilirannya akan
mempengaruhi sikap dan emosi.