Berikut ringkasan singkat sejarah penyakit HIV/AIDS berdasarkan dokumen tersebut:
1. HIV mulai menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun 1926-1946 dan ditemukan pada tahun 1980-an.
2. Virus penyebab AIDS (HIV) dipisahkan pada tahun 1983 dan dinamai HIV pada tahun 1986.
3. Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 dan jumlah kasus terus bertambah hingga saat ini terutama di
1. Sejarah Singkat Tentang Penyakit HIV/AIDS
Tweet
Ikuti @Dayilmu
1926: Beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun
1926-1946.
1982: Para ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune Deficiency
(GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay.
1983: Dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus itu terkait
dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV).
1984: Pemerintah AS mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute (NCI)
memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama HTLV 111.
1986: Suatu panitia internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III adalah sama
sehingga nama virus itu diganti menjadi HIV.
15 April 1987: Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44
tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian lelaki
asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV positif,
dua di antara mereka mengidap AIDS.
1987-Desember 2001: Dari 671 pengidap AIDS, 280 orang diantaranya meninggal dunia.
Februari 1999: Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti jaringan
yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang hampir sama dengan
HIV-1. Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse yang disebut pan troglodyte yang
terdapat di Afrika Tengah Barat.
2001: UNAIDS (United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah Orang
Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 juta. Sampai sekarang, di subsahara Afrika paling banyak
terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di dunia. Sedikitnya 12 juta anak menjadi
yatim piatu karena HIV/AIDS.
November 2001: Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan
penyakit lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan.
2002: 3,1 juta orang meninggal karena penyakit AIDS.
9 Januari 2003: Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif penderita,
dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi Bali dalam hal
2. urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional.
Juli 2003: Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya
HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja tersuntik jarum suntik
yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang diidentikkan dengan penyakit seksual
ini. Kebanyakan yang terkena adalah para suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral
(anti virus) kepada para pasien penderita AIDS. Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum
suntik yang biasa digunakan untuk para penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian tubuh
mereka. Keadaan dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan para petugas
kesehatan, terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS). Salah satu cara yang telah dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan
pemberian obat jenis post exposure prophylaxis atau pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar
dapat dideteksi apakah mereka positif terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya
selama satu hingga satu setengah bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan. Tiga hingga enam
bulan setelahnya, mereka kembali diberikan obat anti viral untuk melumpuhkan virus HIV.
‘Kecelakaan’ yang tidak disengaja itu akan semakin memperparah kondisi para pasien
HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak peduli kepada mereka. Sementara
untuk petugas kesehatan diharapkan mereka bersikap hati-hati dalam bertugas karena pihak
rumah sakit tidak menyediakan dana khusus untuk perawatan dan pengobatan mereka.
20 Agustus 2003: Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya
penanganan masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini dikarenakan
penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat minim, sedangkan
penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah.
22 Agustus 2003: Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif terserang
AIDS dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini merupakan Angka
terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Data ini berdasarkan survei Dinas
Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi di Kota Gandrung itu, sejak awal bulan
Agustus lalu. Kesimpulan didapat setelah dilakukan pemeriksaan contoh darah yang diuji di
laboratorium kesehatan pada Dinas Kesehatan Propinsi Jatim di Surabaya. Penderita adalah para
pekerja seks komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS, TKI, dan waria. Dari 27
orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya meninggal dunia. Sementara
sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes Banyuwangi.
30 November 2003: Deki (22 Tahun), positif mengidap HIV/AIDS karena jarum suntik narkoba.
Deki tidak tinggal diam menunggu nasib, bahkan ia tidak takut kematian dan menyerah begitu
saja ditengah jepitan ancaman ganda yang harus dihadapinya. Kini, Deki mengisi hari-harinya
dengan bergabung pada Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta yaitu sebuah LSM yang mendedikasikan
diri mendampingi penderita ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
24 Januari 2003: Setelah lima hari dinyatakan positif mengidap AIDS, Koko (27 Tahun)
meninggal dengan keadaan mengenaskan, dikucilkan dan sempat ditolak berobat oleh sejumlah
3. rumah sakit.
Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang tersebar di Indonesia
hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban lain yang tidak terdeteksi.
26 Januari 2004: Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di Balai
Kota Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti mengatakan, selama
2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14 orang pasien pecandu narkoba yang
dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS.
Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid
detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat
melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit
tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien
narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang
ditahan di penjara Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa
daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran
serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk
Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai
sindikat pengedar (bandar, pengedar dan sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan
sebagai food suplemen yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan,
biasanya pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang
nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga tinggi.
14 Februari 2004: I Gusti Dodi, penderita berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum
Mataram.
11 Maret 2004: Dua orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn diketahui
terserang HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen. Kedua wanita ini
terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004. Dengan ini, jumlah pengidap HIV/AIDS di
Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat diantaranya meninggal dunia. Penderita yang masih
hidup terus dipantau kegiatannya. Para penderita HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan,
seperti PSK (Pekerja Seks Komersial), Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba.
18 Maret 2004: Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irw (28
tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara Barat lewat
instalasi rawat darurat (IRD).
23 Maret 2004: Irw (28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini hanya
terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan keadaannya semakin
memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba yang digunakannya. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas suntikan.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan Papua,
Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki concentrated level
epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya
perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program
4. abstinensi -puasa seks, be faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS
juga banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat
peer group education.