SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
KONTRIBUSI PERKEBUNAN TEH CIATER SUBANG TERHADAP
PEREKONOMIAN MASYARAKAT MASA PRAKEMERDEKAAN
(Penelitian Sejarah Lokal)
oleh :
Dede Yusuf, Celia Alisa Puspita, Getari Gita, Rinaldo Adi Pratama
Pendidikan Sejarah 2011-Universitas Pendidikan Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komoditas teh termasuk dalam salah stau komoditias perkebunan yang cukup
penting dalam perekonomian Indonesia. Volume devisa yang dihasilkannya cukup
besar. Selain itu teh merupakan sumber penghidupan bagi orang banyak.
Berdasarkan status kepemilikan perusahaan produksi teh Indonesia dihasilkan
oleh tiga perkebunan besar yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar
Swasta dan Perkebunan Rakyat. Semenjak awal penanamannya di Indonesia
tanaman teh secara khusus dipersiapkan bagi perkebunan teh dalam skala besar
baik yang dikelola oleh swasta maupun oleh negara dengan tujuan agar
pengusahaan tanaman lebih terkoordinasi melalui manajemen yang memadai
mengingat orientasi penjualan teh dititikberatkan untuk kepentingan ekspor.
Kabupaten Subang sudah menjadi daerah perkebunan sejak sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga saat ini perkebunan besar masih
menjalankan usahanya secara efektif, dengan komoditas utamanya karet, teh serta
tebu. Perkebunan besar yang ada, pada saat ini diusahakan oleh PT. Perkebunan
Nasional VIII untuk komoditas karet dan teh. Sedangkan perkebunan tebu
diusahakan oleh Pabrik Gula PT. Rajawali III. Areal perkebunan besar di
kabupaten Subang terdiri atas perkebunan karet di Jalupang seluas 3.771,25 ha, di
Wangunreja 2.092,07 ha, perkebunan teh di Tambaksari 2.529,41 ha dan Ciater
3.166,56 ha serta perkebunan Tebu PT. Rajawali III mencapai 5.384,70 ha
(Pemerintah Kabupaten Subang).
Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di
Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati
yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford
Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada
swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan
tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en
Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun
kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang
dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha (Pemerintah
Kabupaten Subang).
Seperti diketahui bahwasanya di daerah Ciater Kabupaten Subang memiliki
lahan perkebunan yang luas tidak hanya komoditi teh saja ada juga kina, sawit dan
jenis lainnya. Perkebunan teh di Subang ini seolah tidak terekspos pada masa ini.
Sedangkan tidak dapat dipungkiri bahwasanya dengan adanya perkebunan teh di
Ciater Kabupaten Subang sedikit banyaknya mempengaruhi perekonomian bagi
masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masasalah tersebut di atas penulis membuat kerangka rumusan
masalah untuk lebih memfokuskan dalam mengkaji keresahan yang penulis
inginkan, adapun rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana sejarah dari perkebunan teh Ciater Subang?
2. Bagaimana dampak dari adanya perkebunan teh terhadap kehidupan
ekonomi masyarakat setempat?
3. Bagaimana alur distribusi komoditi teh yang dihasilkan oleh perkebunan
teh di Ciater Subang?
4. Bagaimana rekruitmen tenaga kerja dan sistim upah di perkebunan teh
Ciater Subang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah perkebunan teh di daerah Ciater Subang;
2. Untuk mengetahui dampak dari adanya perkebunan teh terhadap
perekonomian masyarakat sekitar;
3. Untuk mendeskripsikan alur distribusi komoditi teh yang dihasilkan oleh
perkebunan dan pabrik teh ciater Subang;
4. Untuk mendeskripsikan bagaimana sistem rekruitmen dan upah yang
berlaku di perkebunan teh ciater Subang.
D. Tinjauan Pustaka
Didalam menguraikan hal yang berhubung perkebunan yang
pengelolaannya selalu berganti - ganti, maka untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas mengenai sejarah Pekebunan ini, maka membagi waktu perjalanan roda
sejarah perkebunan ini dalam tiga periode, yaitu :
1. Periode Jaman Pemerintah Belanda
Pada tahun 1812 dua orang bernama Mutinghe dan Sharpnell memberi dua
bidang tanah yang sangat luas, ialah tanah Pemanukan dan tanah Ciasem dari
pemerintah kolonial. Kemudian tanah tersebut didaftarkan dengan nama “
Pamanoekan En Tjiasem Landen “ ( P en T Landen ). Tanah-tanah tersebut
merupakan satu bidang tanah yang luasnya 212.900 hektar, dengan hak
Eigendom.
2. Periode jaman Pemerintahan Jepang
Pada tahun 1942 mendaratlah tentara Jepang di Pulau Jawa. Maka
perkebunan-perkebunan di Indonesia pun jatuh pula ketangan Pemerintahan
Jepang. Pada masa pendudukan Jepang dan tahun-tahun revolusi selanjutnya
membawa perubahan penting bagi keadaan Perusahaan Perkebunan milik P&T
Lands, kerugian yang diderita sangatlah menyedihkan. Dan tenyata dari 22 buah
Perkebunan itu, tidak kurang dari 10 buah perkebunan dengan luasnya 9.200
hektar sebagian besar telah hancur sehingga tidak mungkin diusahakan lagi. Dua
buah Perkebunan dikembalikan lagi kepada Pemerintah, enam buah Perkebunan
lainnya telah dijual.
Keadaan di lingkungan Subang tidak lebih baik dari Perkebunan Sisal
“Sukamandi” 90% telah dibongkar dan hanya beberapa ratus hektar saja yang
masih terdapat tanaman Sisal yang tidak menghsilkan lagi. Perusahaan padi
“Sukamandi” yang besar dan didirikan antara tahun 1930 dan tahun 1940 dengan
ongkos yang mahal telah terhenti. Sebanyak 8.000 hektar sawah yang dapat diairi
telah di pakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara ilegal. Sekalipun
rintangan-rintangan yang berat ini, hak milik atas tanah tidak terganggu oleh
karenanya.
Tanah Eigendom memang dipakai dan ditempati oleh penduduk setempat
secara tidak syah, tetapi bagaimanapun masih tetap dapat dan mungkin
dikembalikan untuk dipergunakan. Akan tetapi tahun 1949 pemerintah Republik
Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membeli kembali semua tanah
yang tidak langsung dibutuhkan oleh P&T Lands, guna kepentingan rakyat atau
penduduk. Sebaliknya demikian Pula, Pemerintah Republik Indonesia ingin
mengembalikan beberapa ribu hektar Hutan Hydrologis menjadi tanah
Pemerintah. Maka dengan demikian telah di jual kepada Pemerintah seluas 22.100
hektar tanah yang meliputi seluruh Perusahaan Padi Sukanagara dan beberapa ribu
hektar tanah-tanah persedian dan hutan-hutan Hydrologis, sedangkan P&T Lands
diperkenankan memiliki 45.600 hektar tanah Eigendom dan 750 hektar tanah-
tanah Erfpacht.
3. Periode Jaman Kemerdekaan
Dalam rangka Konfrontasi antara negara Indonesia dengan Malaysia, oleh
karena negara Malaysia dianggapnya menjadi proyek Neo Kolonialisme dan
Imprialisme Inggris, maka perusahaan-perusahaan perkebunan milik inggris yang
berada di Pulau Jawa, termasuk P&T Lads mengalami tiga fase perubahan, yaitu :
a. Tingkat pengawasan oleh pemerintah Jawa Barat
b. Tingkat Pengawasan Sementara
c. Tingkat Penguasaan Penuh
d. Tingkat Joint Venture
e. Tingkat kembali ketangan pemerintah Republik Indonesia
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Heuristik
Dalam melakukan suatu penelitian sejarah, tahap dalam mencari sumber
dan menuliskan hasil penelitian harus didasarkan dengan menggunakan metode
sejarah. Metode sejarah ialah rekonstruksi imajimatif tentang gambaran masa
lampau peristiwa-peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-
bukti dan data peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah. Selain itu,
proses untuk menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-
peninggalan secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi
penyajian dan cerita yang dapat dipercaya, disebut metode ilmiah sejarah (Ismaun,
2005: 35).
Adapun tahapan-tahapan yang harus di lakukan dalam penelitian sejarah
sebagaimana dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 85-239) diantaranya
Heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Heuristik, yaitu sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah baik itu melalui
sumber primer, sekunder, wawancara, pencarian dokumen, maupun jurnal yang
relevan dengan tema kajian penelitian.
Pencarian sumber yang dilakukan oleh kami diantaranya dengan
membuka situs resmi pemerintah Subang, blog Wisata Subang, mendatangi
langsung intansi yang terkait seperti PT. Perkebunan Nusantara VIII, Afdeling I &
II, pelaku pada masa itu yaitu pensiunan mandor besar perkebunan Ciater Subang
dan pemetik teh yang pernah bekerja dan merasakan di masa Jepang hingga saat
ini, serta seorang pensiunan Agro dari PT. PN VIII yang mengetahui sejarah
perkebunan teh itu sendiri. Selain itu, kami mencari sumber-sumber lain yaitu juru
tulis di perkebunan Ciater, Subang.
B. Kritik
Selanjutnya kritik, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan
dari sumber yang telah dicari dan telah dikumpulkan. Tentunya seluruh sumber
dalam penelitian yang telah didapatkan tidak serta merta diterima begitu saja dan
harus melakukan penyaringan agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Kritik
terbagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal
merupakan kegiatan pengujian terhadap aspek-aspek luar seperti terbuat dari
bahan apa dokumen itu dibuat, apakah menggunakan kertas HVS, kertas koran,
atau kertas buram. Sedangkan kritik internal merupakan pengujian yanh lebih
ditekankan pada aspek dalamnya seperti isi dari sumber.
Oleh sebab ini, dalam memilih sumber-sumber yang telah kami
kumpulkan ini kami memilih diantaranya menurut kesaksian Bapak Momo yang
merupakan mantan mandor besar yang merasakan masa pemerintahan Jepang
hingga pemindahan tangan ke Indonesia, Bapak Encar seorang pensiunan PT. PN
VIII, Bapak Zainal pensiunan bagian Agro yang mengetahui sejarah Perkebunan
teh Ciater Subang, dan Bapak Nandang yang seorang juru tulis Perkebunan teh.
Kami tidak melakukan kritik Eksternal karena kami tidak mendapatkan suatu
dokumen atau arsip yang berkaitan dengan perkebunan teh Subang.
C. Interpretasi
Sesudah melalui tahapan pertama dan kedua dalam metode penelitian,
selanjutnya beranjak kepada tahap yang ketiga yaitu tahap interpretasi. Tahapan
ini merupakan proses penafsiran dari fakta fakta yang ditemukan dalam sumber -
sumber yang telah melaui tahap kritik. Dalam melakukan penafsiran, fakta yang
kami temukan ini menjadi awal langkah dalam proses interpretasi ini. Dalam
penulisan sejarah ini bisanya berupa deskripsi, narasi, dan analisis. Setelah para
sejarawan ini menentukan suatu fakta dan ia ingin kembali mengungkapkan dan
pada akhirnya menginterpretasikan. Menurut kuntowijoyo (2005:101),
interpretasi atau penafsiran sering disebut juga sebagai biang subjektivitas yang
sebagian bisa benar, tetapi sebagaiannya salah. Dalam kegiatan ini penulis
pemaknaan atau penafsiran dari berbagai fakta yang dihubungkan satu sama lain
beserta sumber yang ada, yang telah diperoleh selama penelitian.
Dalam kaitannya dengan penelitian sejarah lokal kami yang berjudul
“Kontibusi perkebunan teh di Ciater Subang terhadap perekonomian masyarakat
pada masa pra-kemerdekaan”. Interpretasi yang kami lakukan adalah terhadap
data – data dan fakta fakta yang telah kami peroleh kemudian ditafsirkan
berdasarkan fakta – fakta yang ditemukan melalui wawancara terhadap beberapa
pihak terkait dan instansi pemerintah yang bersangkutan. Sehingga interpretasi
atau penafsiran kami dapat dipertanggungjawabkan. Kami selaku peneliti
menafsirkan bahwa sebeneranya kontribusi perkebunan teh pada masa itu cukup
berdampak baik terhadap perekonomian masyarakat pada saat itu. Itu dibuktikan
berdasarkan hasil wawancara kami bahwa di Ciater sendiri terdapat sebuah
gedung SD dan mesjid yang dibangun oleh salah seorang mandor dari perkebunan
teh itu sendiri. Itu membuktikan bahwa perekonomian para pekerja teh saat itu
cukup baik, walaupun berada pada zaman pra-kemerdekaan yang secara
kekuasaan , kita masih berada dalam kekuasaan penjajah. Dalam proses
interpretasi ini kami sangat terbantu dengan beberapa sumber yang telah
ditemukan.
D. Historiografi
Tahap historiografi ini merupakan tahap yang paling akhir, ini merupakan
tahap penyempurnaan di dalam suatu metode penelitian. Tahap historiografi ini
merupakan tahap dimana memaparkan seluruh hasil penelitian yang telah melalui
tahap heuristik, kritis dan iterpretasi sumber ke dalam suatu bentuk tertulis, dalam
penelitian yang kami lakukan ini, hirtoriografi nya berupa laporan penelitian.
Menurut Ismaun (2005:28). Historiografi berarti penulisan sejarah, gambaran
sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang diebut sejarah.
Karena sejarah sebagai pengetahuan tentang masa lalu diperoleh melalui
penelitian mengenai kenyataan masa lalu diperoleh melalui suatu penelitian
mengenai kenyataan masa lalu dengan metode ilmiah yang khas.
Menurut Sjamsuddin (2007:156) “historiografi adalah usaha
mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data – data
dan fakta – fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya
besar ataupun hanya berupa makalah kecil”.
Sedangkan menurut Abdurahman (2007:76) “historiografi merupakan cara
penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah
hendaknya dapt memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian dari
awal (fase perencanaan) sampai dengan kahir (penarikan kesimpulan” sebenarnya
pada tahap ini merupakan tahap dimana keahlian peneliti dalam pengunaan daya
analisis kritis serta penggunaan teknik penulisan sehingga dapat mengasilkan
suatu bentuk hasil penelitian.
Dalam tahap historiografi ini, kami akan melaporkan hasil penelitian yang
kami lakukan ini dalam bentuk laporan penelitian dengan judul “Kontibusi
Perkebunan Teh Di Ciater Subang Terhadap Perekonomian Masyarakat Pada
Masa Pra-Kemerdekaan” yang terdiri dari empat bab. Bab tersebut terdiri dari :
BAB I Pendahuluan, BAB II Metode Penelitian, BAB III Hasil Penelitian &
Pembahasan, BAB IV Kesimpulan & Rekomendasi, Daftar Pustaka serta
Lampiran. Adapun tujuan kami membuat laporan penelitian ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Lokal.
BAB III
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Perkebunan Teh Ciater
Tanaman teh menjadi salah satu ciri khas daerah pegunungan di daerah
priangan ini, hal ini dikarenakan daerah dengan kondisi seperti ini hampir sama
dengan kondisi dimana teh berasal yaitu di daerah Assam dan China.
Berkembangnya perkebunan teh di daerah priangan khususnya di daerah
Ciater Subang ini tidak lepas dari peran para “pangeran teh” sejak tahun 1840-an
yang telah mengembangkan tanaman teh di lereng-lereng pegunungan di daerah
priangan.
Para pengusaha yang berhasil mengembangkan komoditi teh sejak dulu adalah
GIJ Van Der Hucht 1844, Karel Federik Holle 1865, Adrian Walrafen Holle 1857,
RE Kerkhoven 1873, KAR Bosscha 1896.
Para pegusaha Belanda ini memungkinkan untuk membuka perkebunan teh
selepas dihapuskannya cultuur stelsel yang selanjutnya pemerintah Belanda
memberlakukan Undang-Undang Agraria yang menmungkinkan bagi pemodal
swasta asing untuk menanamkan modalnya di wilayah priangan khususnya dalam
bidang perkebunan.
Menurut juru tulis perkebunan afdeling I dan II para “pangeran teh” tersebut
berhasil mengubah tradisi tanam yang biasa dilakukan pada masa tanam paksa,
mereka berhasil mengembangkan perkebunan teh dengan cara yang lebih modern
dan hal ini berhasil menarik minat rakyat untuk turut serta ikut andil didalamnya.
Adapun perkembangan sejarah perkebunan teh Ciater ini dapat dibagi menjadi
tiga periode:
1. Periode Jaman Pemerintah Belanda
Pada tahun 1812 dua orang bernama Mutinghe dan Sharpnell memberi dua
bidang tanah yang sangat luas, ialah tanah Pemanukan dan tanah Ciasem dari
pemerintah kolonial. Kemudian tanah tersebut didaftarkan dengan nama “
Pamanoekan En Tjiasem Landen “ ( P en T Landen ). Tanah-tanah tersebut
merupakan satu bidang tanah yang luasnya 212.900 hektar, dengan hak
Eigendom, dengan batas-batasnya sebagai berikut :
a) Utara : Laut Jawa.
b) Timur : Sungai Cipunagara dan sebagian keresidenan Cirebon.
c) Selatan: Tanah-tanah terbentang sampai pegunungan.
d) Barat : Keresidenan Priangan dan sungai Cilamaya.
Hak Eigendom atau lengkapnya disebut eigendom recht atau right of
property dapat diterjemahkan sebagai " hak milik ", diatur dalam buku II BW (
burgerlijke wetboek) atau KUHPerd (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ).
Hak eigendom ini dikontruksikan sebagai hak kepemilikan atas tanah yang
tertinggi diantara hak-hak kepemilikan yang lain. Hak eigendom merupakan hak
kepemilikan keperdataan atas tanah yang terpenuh, tertinggi yang dapat dipunyai
oleh seseorang. Terpenuh karena penguasaan hak atas tanah tersebut bisa
berlangsung selamanya, dapat diteruskan atau diwariskan kepada anak cucu.
Tertinggi karena hak atas atas tanah ini tidak dibatasi jangka waktu, tidak seperti
jenis hak atas tanah yang lain, misalnya hak erfpacht ( usaha ) atau hak opstal (
bangunan ).
Tanah-tanah tersebut pada waktu itu tidak banyak hasilnya. Hanya terdiri
dari pada beras, kelapa dan kopi, sedangkan yang ditanam oleh Rakyat atau
Penduduk yaitu gula dan arak yang dibuat secara sedehana sekali.
Sepeninggal Tuan Sharpnell pada tahun 1830, diangkat seorang Manager
atau Penguasa yang selain ditugaskan untuk mengusahakan tanah-tanah itu, juga
diberi tugas Khusus/terpenting, yaitu “Penghematan Keras Dalam Pengeluaran
Uang“
Pada tahun 1840 tanah-tanah tersebut dari bangsa Inggris dijual kepada
dua orang bersaudara dari negeri Belanda, yaitu Hofland bersaudara dengan susah
payah maka diputuskanlah untuk merubah tanah-tanah itu dijadikan N.V.
Hal ini dilakukan oleh karena Hofland bersaudara membutuhkan modal
tambahan mengusahakan tanah-tanah itu. Perlu dijelaskan disini bahwa oleh
karena tanah-tanah itu belum seluruhnya ditanami oleh tanaman perkebunan,
maka sampai saat ini belum dapat disebut Perusahaan Perkebunan.
Dengan demikian maka pada tahun 1886 didirikanlah N.V. Haatschapij
Ter Eksploitatie Der Pamanukan En Tjiasem Landen. Dari tahun 1886 hingga
tahun 1911 sebagian besar dari saham-saham berada ditangan Landbow
Maatschapij (N.I. Hand Elsbank ).
Kemudian saham-saham tersebut dalam tahun 1911 dibeli oleh “ Teh
Anglo Dutch Plantation Of Java Ltd.” Di London, oleh karena itu maka tanah-
tanah P & T Landen tersebut berada kembali pada tangan bangsa Inggris. Perlu
juga diterangkan disini bahwa pada tahun 1953 nama N.V. Maatschapij der
Exloitate Der Pamanukan En Tjiasem Landen, telah dirubah menjadi : “P & T
LANDS PT” dan nama “Teh Anglo Dutch” juga dirubah menjadi “Teh Anglo
Indonesian Plantation Ltd”.
Pada waktu tanah-tanah itu kembali ketangan bangsa Inggris, maka
luasnya masih tetap seperti pada permulaan yaitu seluas 212.900 hektar.Daerah
seluas ini merupakan tanah pertikulir terbesar di Pulau Jawa pada masa itu. Pada
waktu itu P&T Lands berkantor pusat di kota Subang, dengan membawahi 22
Perkebunan yang terdiri dari 13 Perkebunan Karet, 9 Buah Perkebunan Teh dan
ditambah dengan sebuah Pusat Perbengkelan, satu buah Pusat Pergudangan,
(Gudang Hasil dan Gudang Supply), serta sebuah Rumah Sakit yang terletak di
kota Subang.
2. Periode jaman Pemerintahan Jepang
Pada tahun 1942 mendaratlah tentara Jepang di Pulau Jawa. Maka
perkebunan-perkebunan di Indonesia pun jatuh pula ketangan Pemerintahan
Jepang. Pada masa pendudukan Jepang dan tahun-tahun revolusi selanjutnya
membawa perubahan penting bagi keadaan Perusahaan Perkebunan milik P&T
Lands, kerugian yang diderita sangatlah menyedihkan. Dan tenyata dari 22 buah
Perkebunan itu, tidak kurang dari 10 buah perkebunan dengan luasnya 9.200
hektar sebagian besar telah hancur sehingga tidak mungkin diusahakan lagi. Dua
buah Perkebunan dikembalikan lagi kepada Pemerintah, enam buah Perkebunan
lainnya telah dijual.
Keadaan di lingkungan Subang tidak lebih baik dari Perkebunan Sisal
“Sukamandi” 90% telah dibongkar dan hanya beberapa ratus hektar saja yang
masih terdapat tanaman Sisal yang tidak menghsilkan lagi. Perusahaan padi
“Sukamandi” yang besar dan didirikan antara tahun 1930 dan tahun 1940 dengan
ongkos yang mahal telah terhenti. Sebanyak 8.000 hektar sawah yang dapat diairi
telah di pakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara ilegal. Sekalipun
rintangan-rintangan yang berat ini, hak milik atas tanah tidak terganggu oleh
karenanya.
Tanah Eigendom memang dipakai dan ditempati oleh penduduk setempat
secara tidak syah, tetapi bagaimanapun masih tetap dapat dan mungkin
dikembalikan untuk dipergunakan. Akan tetapi tahun 1949 pemerintah Republik
Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membeli kembali semua tanah
yang tidak langsung dibutuhkan oleh P&T Lands, guna kepentingan rakyat atau
penduduk. Sebaliknya demikian Pula, Pemerintah Republik Indonesia ingin
mengembalikan beberapa ribu hektar Hutan Hydrologis menjadi tanah
Pemerintah. Maka dengan demikian telah di jual kepada Pemerintah seluas 22.100
hektar tanah yang meliputi seluruh Perusahaan Padi Sukanagara dan beberapa ribu
hektar tanah-tanah persedian dan hutan-hutan Hydrologis, sedangkan P&T Lands
diperkenankan memiliki 45.600 hektar tanah Eigendom dan 750 hektar tanah-
tanah Erfpacht.
3. Periode Jaman Kemerdekaan
Dalam rangka Konfrontasi antara negara Indonesia dengan Malaysia, oleh
karena negara Malaysia dianggapnya menjadi proyek Neo Kolonialisme dan
Imprialisme Inggris, maka perusahaan-perusahaan perkebunan milik inggris yang
berada di Pulau Jawa, termasuk P&T Lads mengalami tiga fase perubahan, yaitu :
a. Tingkat pengawasan oleh pemerintah Jawa Barat
Dimulai sejak bulan September 1963, yang berlandaskan kepada Surat Keputusan
Gubernur Jawa Barat nomor : 376/BI/Pem/Sek/1963 tertanggal 19 September
1963 yang menentukan bahwa semua Perusahaan milik Inggris yang berada dalam
wilayah Jawa Barat, diawasi sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat.
b. Tingkat Pengawasan Sementara
Dimulai sejak bulan Pebruari 1964, yang berdasarkan kepada Surat Keputusan
Mentri Pertanian / Agraria nomor : 31/MPA/1964, yang menentukan bahwa
semua perusahaan milik Inggris yang berada dalam wilayah Republik Indonesia,
diawasi sementara oleh Pemerintah Pusat.
c. Tingkat Penguasaan Penuh
Menurut Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor : 6/1964, yang
dikeluarkan dan di undangkan pada tanggal 26 Nopember 1964, maka semua
perusahaan-perusahaan milik Inggris yang ada dalam wilayah nergara Republik
Indonesia, dikuasai sepenuhnya secara langsung serta diurus oleh Pemerintah
Pusat.
Terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Surat Edaran Perdana Mentri III
nomor D/VII/0452/H-5/1964, tertanggal 31 Januari 1964. Penetapan Presiden
tersebut selanjutnya menentukan bahwa pengurusan semua perusahaan milik
Inggris yang mengusahakan sendiri dan atau menguasai usaha-usaha dalam
bidang perkebunan dilakukan oleh Departemen Perkebunan.
Dengan demikian sebagai pelaksana penetapan Presiden tersebut dalam
bulan desember 1964, Mentri Koordinator Kompartemen Pertanian dan Agraria
telah menyerahkan perusahaan-perusahaan Perkebunan Dwikora kepada Mentri
Perkebunan. Adapun yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan Dwikora
adalah perusahaan-perusahaan Perkebunan bekas milik Inggris, yang dijadikan
tujuh kelompok kesatuan, yang menginduk kepada sebuah BPU (Badan Pimpinan
Umum) yang berkedudukan di Jakarta.
d. Tingkat Joint Venture
Join Venture adalah suatu bentuk kerjasama antara modal asing dengan
modal nasional. Bentuk usaha bersama ini didasarkan kepada undang-undang
nomor : 1/1967, tentang Penanaman Modal Asing.
Penanaman Modal Asing menurut undang-undang ini dapat dilakukan
dalam bentuk perusahaan yang dari semula modalnya 100% dari modal asing dan
modal nasional. Maka sejak tanggal 1 Januari 1970 secara Administratif telah
dinyatakan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah mengambil bentuk Joint
Venture antara pemerintah Republik Indonesia dengan pengusaha-pengusaha
Inggris,dengan perbandingan modal masing-masing sebasar 30% dan 70%.
e. Tingkat kembali ketangan pemerintah Republik Indonesia
Berdasarkan Keputusan Pemerintah Pusat untuk membeli saham yang
dimiliki oleh Inggris, maka status Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan IV
adalah 100% menjadi milik bangsa Indonesia. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan serta faktor-faktor lainnya. Dengan melihat kepada
perjalanan sejarah Perkebunan tersebut di atas, maka kita dapat ketahui bahwa
perusahaan perkebunan ini mengalami peralihan-peralihan sebagai berikut :
Tahun 1812 - 1839 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1840 - 1910 berada ditangan bangsa Belanda
Tahun 1911 - 1942 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1942 - 1945 berada dibawah pemerintah Jepang
Tahun 1945 - 1948 berada dibawah pemerintahan Indonesia
Tahun 1949 - 1963 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1964 - 1969 berada ditangan bangsa Indonesia
Tahun 1970 - Sejak 1 Januari 1970 sudah berbentuk Joint Venture
Tahun 1970-1972 Sejak tanggal 20 Juli 1970 status Perusahaan Perkebunan
Negara Kesatuan Dwikora IV adalah menjadi milik Negara Indonesia
Tahun 1972 - 1973 Dikelola oleh PPS ( perusahaan Perkebunan Subang )
Tahun 1973 - 1979 Mulai tanggal 1 Maret 1973 sampai dengan tanggal 28
Pebruari 1979
Tahun 1979 -....... Mulai tanggal 1 Maret 1979 PT Perkebunan XXX dibubarkan
dan dilimpahkan kepada :
1. PT Perkebunan XII
2. PT Perkebunan XIII
3. PT Perkebunan XIV
Tanggal 11 Maret 1996 di Subang terdiri dari tiga PTP :
1. PTP XI
2. PTP XII
3. PTP XIII
B. Dampak Perkebunan Teh Ciater Bagi Masyarakat
Berkembangnya perkebunan teh di Ciater ini selain memberikan berkah bagi
masyarakat sekitar dengan menjadi pemetik teh, pekerja pabrik, bagian
penyemaian, penjaga perkebunan maupun mandor. Dengan dibukanya perkebuan
teh ini tidak sedikit telah mengubah kehidupan dan infrastuktur di daerah Ciater
dan sekitarnya. Perubahan yang paling dirasakan adalah dalam aspek
perdagangan, pendidikan, budaya dan teknologi. Mobilitas pengangutan teh untuk
dibawa ke daerah lainpun mendorong akses transportasi terbuka lebar dan
menjadikan wilayah Ciater sebagai pusat tumpuan kehidupan bagi masyarakat
sekitar maupun lingkungan terdekatnya.
Dengan adanya perkebunan teh yang terhampar luas bak permadani dari
perbatasan Bandung-Subang yang dinaungi oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII
ini, memberikan dampak yang cukup positif kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar perkebunan. Tidak hanya dampak dalam segi keindahan alam yang tercipta
saja hingga membuat sisi jalan Ciater Subang menjadi indah dan sejuk, namun
dampak dari segi perekonomian pun ikut masyarakat dapatkan.
Seperti halnya perusahaan, suatu perusahaan tidak akan berjalan apabila
perusahaan tersebut tidak memiliki SDM (sumber daya manusia) yang cukup
memadai. Begitu pula dengan perkebunan. Tidak akan menghasilkan suatu
produk teh tanpa tersedianya SDM yang sangat banyak untuk menjalankan
perkebunan. Tidaklah mungkin 3.000 Ha lebih luas perkebunan ini hanya
dikerjakan oleh satu orang saja.
Dengan begitu, adanya perkebunan ini tingkat perekonomian masyarakat
sekitar menjadi terbantu. Pihak perkebunan teh ini merekrut cukup banyak
masyarakat sekitar untuk menjadi karyawan di perkebunan. Baik itu menjadi staff,
juru timbang, mandor, maupun pemetik. Karena luas perkebunan yang mencapai
± 3.777 Ha (menurut Juru tulis perkebunan, Bapak Nandang) tentunya
membutuhkan karyawan yang cukup banyak, sehingga mayoritas mata
pencaharian masyarakat sekitar ialah menjadi karyawan perkebunan. Terlebih lagi
spesifiknya dalam memetik teh yang dapat dilakukan tanpa memerlukan waktu
lama untuk mempelajarinya.
Masyarakat sekitar perkebunan memang lebih banyak yang menjadi
pemetik. Bahkan ada yang hingga berpuluh-puluh tahun setia menjadi pemetik
teh. Selain itu, apabila diantaranya ada yang tidak menjadi karyawan di
perkebunan, masyarakat sekitar mencari nafkah dengan membuka warung-warung
makan, lesehan, bahkan WC umum di sempanjang jalan perkebunan untuk para
wisatawan perkebunan atau orang-orang yang sengaja singgah di warung-warung
lesehan sambil menikmati jagung bakar dan melihat pemandangan perkebunan teh
yang asri. Sehingga dampak perekonomian tidak hanya dapat dirasakan oleh
karyawan perkebunan saja, namun yang tidak tergabung menjadi karyawan dalam
perkebunan teh pun dapat mendapatkan dampak ekonomi yang bagus dari
perkebunan.
Menurut kesaksian narasumber yaitu Bapak Zainal, dahulu PT.
Perkebunan Nusantara VIII ini tidak membuka lowongan pekerjaan terlebih
dahulu untuk mengisi bagian yang kosong. Namun langsung merekrut orang-
orang untuk mengisi kekosongan suatu bagian. Namun sekarang, mungkin dengan
semakin majunya zaman dan tingkat pendidikan yang lebih berkembang, bagi
yang berpendidikan “baik” baru bisa menjadi staff khusus di dalam PT.
Perkebunan Nusantara ini, dan bagi masyarakat sekitar yang memiliki tingkat
pendidikan di bawah tingkat “baik”, maka hanya menjadi karyawan biasa di
lapangan seperti pemetik, juru timbang, sopir truck yang mengangkut teh ke
pabrik, dll.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perkebunan teh yang
luas ini tidak serta merta ada tanpa memberikan manfaat kepada lingkungan
sekitar. Masyarakat sekitar yang mulanya tidak memiliki pekerjaan menjadi
memiliki pekerjaan karena perkebunan teh yang luas membutuhkan karyawan
yang sangat banyak. Mereka pun akhirnya dapat mencari nafkah halal sesuai
dengan kemampuan mereka.
C. Alur Distribusi Komoditi Teh Ciater Subang
Teh yang dihasilkan dari perkebunan teh di Ciater ini merupakan teh jenis
unggulan yaitu jenis teh Gambung VII yang dikembangkan di daerah Gambung,
Pangalengan. Teh ini merupakan teh yang diminati pasaran dunia sari dulu hingga
sekarang. Seperti diketahui sebelumnya jenis teh yang ada di Ciater berbagai
macam jenisnamun yang diminati pasar adalah jenis Gambung VII.
Yang menarik dari jenis teh dan penanaman yang ada di perkebunan teh Ciater
ini adalah teknik dari penanaman yang dilakukan dengan cara berbeda pada masa
kolonial dan masa peralihan menuju kepemilikan oleh tangan Indonesia. Pada
jaman kolonial Belanda maupun Jepang, tanaman teh yang ditanam menggunakan
teknik sigling atau dengan cara menanam biji, sedangkan pada masa peralihan
masyarakat sudah mengenal cara steak dan masyarakat Indonesia khususnya
Ciater lebih senang menggunakan cara steak ini karena lebih cepat menghasilkan
dibanding dengan cara sigling. Namun kedua cara tersebut memiliki kekurangan
dan kelebihannya masing-masing, jika menggunakan cara sigling tanaman akan
dapat bertahan di cuaca ekstrem/musim kemarau namun tumbuhnya lambat
sedangkan dengan cara steak tumbuhnya lebih cepat namun tidak tahan terhadap
cuaca karena akar yang tumbuh merupakan akar serabut.
Teh yang telat selesai di sortasi akan dimasukan kedama peti miring.
Pengepakan dilaksanakan setelah persediaan teh dalam peti miring mencapai
kebutuhan pengepakan. Tujuan utama pengepakan adalah untuk mecegah
kerusakan teh selama penyimpanan di gudang.Teh dalam peti miring dipindahkan
ke tea bulker. Selanjutnya teh yang berasal dari tea bulker dimasukan ke dalam
paper sack melalui mesin pengepakan.
Sebagian besar teh yang diproduksi hampir 95% ditujukan untuk pasar
ekspor. Pemasaran produksi kebun ciater ditangani oleh bagian pemasaran PTPN
VIII. Penjualan produk melalui sistem lelang auction, penjualan bebas dan sistem
kontrak. Sistem lelang dilakukan dengan mengirimkan contoh choop sample ke
kantor pemasaran bersama di jakarta.
Pasar teh yang ada di Ciater tujuan utamanya adalah sebagai komoditi ekspor
seperti yang dituturkan oleh Zainal Mutaqin bahwasannya teh yang diproduksi di
perkebunan teh Ciater ini yang dikelola oleh PTPN VIII ini seluruhnya untuk
ekspor tidak ada untuk produksi dalam negeri.
Tujuan dari ekspor teh dari hasil pabrik di PTPN VIII di Ciater selanjutnya
akan dibawa ke gudang pusat yang berada di wilayah Gedebage Bandung dan
nantinya akan dipasarkan ke daratan Eropa, Amerika dan sebagaian wilayah Asia.
D. Tenaga Kerja dan Sistem Upah
Suatu perusahaan atau perkebunan tidak akan sukses jika tidak memiliki
sumber daya manusia yang banyak dan berkompeten, begitu pula dengan
perkebunan teh Ciater Subang yang tentu saja dengan luas yang hampir kurnag
lebih seluas 3.234 Hektar ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk dapat
mengasilkan teh yang berkualitas dan hasil produksi yang diharapkan sesuai
target.
Dengan dibukannya perkebunan teh di Ciater ini seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa sangat berdampak sistemik terhadap perekonomian
masyarakat sekitar, hampir pekerja lapangan dan karyawan pabrik merupakan
warga sekitar perkebunan. selain Desa Ciater yang mendapatkan berkah tapi juga
desa di sekitarnya seperti Panaruban, Cisaat, Cigangsing, Jagarnaek, Palasari,
Bukanagara, Cicadas, Cibitung dan Nagrak mendapatkan berkah dari adanya
perkebunan teh ini.
Dengan luas perkebunan teh yang mencapai 3000 hektaran tentu saja
membuat pengelolaan pun tidak dapat dilakukan terpusat, di ciater sendiri
perkebunan yang luas tersebut dibagi lagi menjadi beberapa afdeling-afdeling
untuk dapat mengatur kinerja pegawai lapangan. Secara hierarkis dalam sebuah
afdeling terdapat seorang ADM (administratuur), juru timbang, mandor besar,
mandor dan pekerja pemetik teh.
Seorang mandor besar biasanya membawahi beberapa mandor dan seorang
mandor memiliki pekerja pemetik teh sekitar 25-30 orang untuk satu blok kebun
teh. Seorang mandor besar biasanya membawahi 300 orang pekerja dalam satu
blok dan dari sanalah rekruitmen tenaga kerja dalam sektor perkebunan sangat
besar dibanding rekruitmen untuk pekerja di pabrik pengolahan teh nya.
Tenaga kerja yang ada di perkebunan teh di Ciater ini hampir 90% nya
merupakan warga sekitaran perkebunan teh, seperti yang terlah dijelaskan diatas
mengenai dampak dibukannya perkebunan teh yang dikelola langsung oleh PTPN
VIII ini membuka peluang untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat sekitar
perkebunan teh.
Kendati penghasilan dari perkebunan teh sebagai pemetik teh dirasakan sangat
kurang karena sistem pengupahan untuk para pemetik teh ini dihitung kiloan.
Untuk sistem upah diperkebunan teh Ciater terbagi menjadi 4:
1. Upah harian tetap
2. Upah harian borongan
3. Upah 15 harian
4. Upah bulanan
Sebenarnya jika berbicara mengenai penghasilan tiap pekerja satu dengan
pekerja yang lainnya akan berbeda, hal ini dipengaruhi dari jumlah teh yang
berhasil mereka petik. Semakin banyak jumlah teh yang dihasilkan akan besar
pula penghasilan yang mereka dapat dan biasanya akan dilihat pula mutu atau
kualitas teh yang dipetik oleh pemetik jika kualitas bagus akan dihargai sekitar
Rp. 4/ Kg.
Rata-rata para pekerja yang berada di perkebunan ini hidupnya statis, dari
beberapa generasi ke generasi merupakan pekerja di perkebunan teh seperti bapak,
anak dan kakek merupakan pekerja dari perkebunan. Pendidikan mereka pun
terbilang rendah hanya lulusan SD saja bahkan ada yang tidak lulus SD. Dengan
pendidikan rendah tersebut yang hanya tamatan SD kebun teh menjadi gantungan
hidup bagi ribuan warga di sekitar areal perkebunan teh Ciater, dan hal tersebut
tidak membuat warga disekitar mengeluh bahkan seolah telah terjadi ikatan batin
antara warga dengan kebun teh dari sejak jaman baheula.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA
Budiana. 2009. Sejarah Perkebunan di Subang Jawa Barat. [online]. Tersedia:
http://www.kotaSubang.com/2009/08/sejarah-perkebunan-di-Subang-
jawa-barat.html . [5 Maret 2013].
Ismaun. (2005). Pengantar Belajat Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia
Utama Press, Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas
Pendidikan Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Subang. 2010. Sejarah Kabupaten Subang.[online.]
Tersedia: http://www.Subang.go.id/sejarah.php. [5 Maret 2013].
Pemerintah Kabupaten Subang. 2010. Potensi Kehutanan dan Perkebunan.
[online]. Tersedia: http://www.Subang.go.id/potensi_hutbun.php. [5
Maret 2013.]
Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Abdurahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana
Ilmu.
Kuntowijoyo (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Pt Bentang Pustaka.

More Related Content

What's hot (7)

Bioma da Mata Atlântica
Bioma da Mata AtlânticaBioma da Mata Atlântica
Bioma da Mata Atlântica
 
Guianas e Suriname
Guianas e SurinameGuianas e Suriname
Guianas e Suriname
 
DATA ANALYTIC KELOMPOK 2.pptx
DATA ANALYTIC KELOMPOK 2.pptxDATA ANALYTIC KELOMPOK 2.pptx
DATA ANALYTIC KELOMPOK 2.pptx
 
Mata Atlântica
Mata AtlânticaMata Atlântica
Mata Atlântica
 
Romney ch06
Romney ch06Romney ch06
Romney ch06
 
Florestas
FlorestasFlorestas
Florestas
 
Sistem pengendalian intern
Sistem pengendalian internSistem pengendalian intern
Sistem pengendalian intern
 

Similar to Kontribusi perkebunan teh ciater subang terhadap perekonomian masyarakat masa prakemerdekaan

PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARO
PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU AROPERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARO
PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARODickySetiawan54
 
Jms 418 sejarah kajian tempatan -penanaman padi
Jms 418  sejarah kajian tempatan  -penanaman padiJms 418  sejarah kajian tempatan  -penanaman padi
Jms 418 sejarah kajian tempatan -penanaman padiSiti Raudhah
 
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanianpengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanianTrisna Monalia
 
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docx
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docxBAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docx
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docxekaparisukmana
 
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia Syazwani Idris
 
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016stephaniejessey
 
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdfMerinCahyaPutri1
 
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptx
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptxKAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptx
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptxmages mageswari
 
Propagasi modul 1
Propagasi modul 1Propagasi modul 1
Propagasi modul 1Eka Fitri
 
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...muhammad aidil
 
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksa
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam PaksaSejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksa
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksacheldytois
 
Ppt sejarah perekonomian Masa Liberal
Ppt sejarah perekonomian Masa LiberalPpt sejarah perekonomian Masa Liberal
Ppt sejarah perekonomian Masa LiberalDewi_Sejarah
 
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...itaram79
 

Similar to Kontribusi perkebunan teh ciater subang terhadap perekonomian masyarakat masa prakemerdekaan (14)

PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARO
PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU AROPERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARO
PERKEMBANGAN USAHA AGROINDUSTRI TEH KAYU ARO
 
Jms 418 sejarah kajian tempatan -penanaman padi
Jms 418  sejarah kajian tempatan  -penanaman padiJms 418  sejarah kajian tempatan  -penanaman padi
Jms 418 sejarah kajian tempatan -penanaman padi
 
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanianpengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
 
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docx
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docxBAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docx
BAB 1 TANAM PAKSA (AutoRecovered).docx
 
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia
sejarah penggal 2 stpm-Pengubahsuaian di indonesia
 
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016
Perkembangan bisnis di indonesia tugas awal pengbis - STEPHANIE AKUN A UNJ 2016
 
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf
7DFF2FA0-C88D-4D57-9126-DC368235419A.pdf
 
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptx
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptxKAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptx
KAJIAN KES TINGKATAN 3 2022.pptx
 
T4 bab 3[1]
T4 bab 3[1]T4 bab 3[1]
T4 bab 3[1]
 
Propagasi modul 1
Propagasi modul 1Propagasi modul 1
Propagasi modul 1
 
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...
Laporan Studi Sejarah Di Kota Donggala (Struktur Pemerintahan Kolonial Di Kot...
 
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksa
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam PaksaSejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksa
Sejarah Pemerintahan Raffles dan Tanam Paksa
 
Ppt sejarah perekonomian Masa Liberal
Ppt sejarah perekonomian Masa LiberalPpt sejarah perekonomian Masa Liberal
Ppt sejarah perekonomian Masa Liberal
 
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...
Sinau-Thewe.com IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 2...
 

Recently uploaded

AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

Kontribusi perkebunan teh ciater subang terhadap perekonomian masyarakat masa prakemerdekaan

  • 1. KONTRIBUSI PERKEBUNAN TEH CIATER SUBANG TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT MASA PRAKEMERDEKAAN (Penelitian Sejarah Lokal) oleh : Dede Yusuf, Celia Alisa Puspita, Getari Gita, Rinaldo Adi Pratama Pendidikan Sejarah 2011-Universitas Pendidikan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas teh termasuk dalam salah stau komoditias perkebunan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Volume devisa yang dihasilkannya cukup besar. Selain itu teh merupakan sumber penghidupan bagi orang banyak. Berdasarkan status kepemilikan perusahaan produksi teh Indonesia dihasilkan oleh tiga perkebunan besar yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat. Semenjak awal penanamannya di Indonesia tanaman teh secara khusus dipersiapkan bagi perkebunan teh dalam skala besar baik yang dikelola oleh swasta maupun oleh negara dengan tujuan agar pengusahaan tanaman lebih terkoordinasi melalui manajemen yang memadai mengingat orientasi penjualan teh dititikberatkan untuk kepentingan ekspor. Kabupaten Subang sudah menjadi daerah perkebunan sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga saat ini perkebunan besar masih menjalankan usahanya secara efektif, dengan komoditas utamanya karet, teh serta tebu. Perkebunan besar yang ada, pada saat ini diusahakan oleh PT. Perkebunan Nasional VIII untuk komoditas karet dan teh. Sedangkan perkebunan tebu diusahakan oleh Pabrik Gula PT. Rajawali III. Areal perkebunan besar di kabupaten Subang terdiri atas perkebunan karet di Jalupang seluas 3.771,25 ha, di Wangunreja 2.092,07 ha, perkebunan teh di Tambaksari 2.529,41 ha dan Ciater 3.166,56 ha serta perkebunan Tebu PT. Rajawali III mencapai 5.384,70 ha (Pemerintah Kabupaten Subang).
  • 2. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha (Pemerintah Kabupaten Subang). Seperti diketahui bahwasanya di daerah Ciater Kabupaten Subang memiliki lahan perkebunan yang luas tidak hanya komoditi teh saja ada juga kina, sawit dan jenis lainnya. Perkebunan teh di Subang ini seolah tidak terekspos pada masa ini. Sedangkan tidak dapat dipungkiri bahwasanya dengan adanya perkebunan teh di Ciater Kabupaten Subang sedikit banyaknya mempengaruhi perekonomian bagi masyarakat sekitar. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masasalah tersebut di atas penulis membuat kerangka rumusan masalah untuk lebih memfokuskan dalam mengkaji keresahan yang penulis inginkan, adapun rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana sejarah dari perkebunan teh Ciater Subang? 2. Bagaimana dampak dari adanya perkebunan teh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat setempat? 3. Bagaimana alur distribusi komoditi teh yang dihasilkan oleh perkebunan teh di Ciater Subang? 4. Bagaimana rekruitmen tenaga kerja dan sistim upah di perkebunan teh Ciater Subang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejarah perkebunan teh di daerah Ciater Subang;
  • 3. 2. Untuk mengetahui dampak dari adanya perkebunan teh terhadap perekonomian masyarakat sekitar; 3. Untuk mendeskripsikan alur distribusi komoditi teh yang dihasilkan oleh perkebunan dan pabrik teh ciater Subang; 4. Untuk mendeskripsikan bagaimana sistem rekruitmen dan upah yang berlaku di perkebunan teh ciater Subang. D. Tinjauan Pustaka Didalam menguraikan hal yang berhubung perkebunan yang pengelolaannya selalu berganti - ganti, maka untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai sejarah Pekebunan ini, maka membagi waktu perjalanan roda sejarah perkebunan ini dalam tiga periode, yaitu : 1. Periode Jaman Pemerintah Belanda Pada tahun 1812 dua orang bernama Mutinghe dan Sharpnell memberi dua bidang tanah yang sangat luas, ialah tanah Pemanukan dan tanah Ciasem dari pemerintah kolonial. Kemudian tanah tersebut didaftarkan dengan nama “ Pamanoekan En Tjiasem Landen “ ( P en T Landen ). Tanah-tanah tersebut merupakan satu bidang tanah yang luasnya 212.900 hektar, dengan hak Eigendom. 2. Periode jaman Pemerintahan Jepang Pada tahun 1942 mendaratlah tentara Jepang di Pulau Jawa. Maka perkebunan-perkebunan di Indonesia pun jatuh pula ketangan Pemerintahan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang dan tahun-tahun revolusi selanjutnya membawa perubahan penting bagi keadaan Perusahaan Perkebunan milik P&T Lands, kerugian yang diderita sangatlah menyedihkan. Dan tenyata dari 22 buah Perkebunan itu, tidak kurang dari 10 buah perkebunan dengan luasnya 9.200 hektar sebagian besar telah hancur sehingga tidak mungkin diusahakan lagi. Dua buah Perkebunan dikembalikan lagi kepada Pemerintah, enam buah Perkebunan lainnya telah dijual. Keadaan di lingkungan Subang tidak lebih baik dari Perkebunan Sisal “Sukamandi” 90% telah dibongkar dan hanya beberapa ratus hektar saja yang
  • 4. masih terdapat tanaman Sisal yang tidak menghsilkan lagi. Perusahaan padi “Sukamandi” yang besar dan didirikan antara tahun 1930 dan tahun 1940 dengan ongkos yang mahal telah terhenti. Sebanyak 8.000 hektar sawah yang dapat diairi telah di pakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara ilegal. Sekalipun rintangan-rintangan yang berat ini, hak milik atas tanah tidak terganggu oleh karenanya. Tanah Eigendom memang dipakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara tidak syah, tetapi bagaimanapun masih tetap dapat dan mungkin dikembalikan untuk dipergunakan. Akan tetapi tahun 1949 pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membeli kembali semua tanah yang tidak langsung dibutuhkan oleh P&T Lands, guna kepentingan rakyat atau penduduk. Sebaliknya demikian Pula, Pemerintah Republik Indonesia ingin mengembalikan beberapa ribu hektar Hutan Hydrologis menjadi tanah Pemerintah. Maka dengan demikian telah di jual kepada Pemerintah seluas 22.100 hektar tanah yang meliputi seluruh Perusahaan Padi Sukanagara dan beberapa ribu hektar tanah-tanah persedian dan hutan-hutan Hydrologis, sedangkan P&T Lands diperkenankan memiliki 45.600 hektar tanah Eigendom dan 750 hektar tanah- tanah Erfpacht. 3. Periode Jaman Kemerdekaan Dalam rangka Konfrontasi antara negara Indonesia dengan Malaysia, oleh karena negara Malaysia dianggapnya menjadi proyek Neo Kolonialisme dan Imprialisme Inggris, maka perusahaan-perusahaan perkebunan milik inggris yang berada di Pulau Jawa, termasuk P&T Lads mengalami tiga fase perubahan, yaitu : a. Tingkat pengawasan oleh pemerintah Jawa Barat b. Tingkat Pengawasan Sementara c. Tingkat Penguasaan Penuh d. Tingkat Joint Venture e. Tingkat kembali ketangan pemerintah Republik Indonesia BAB II METODE PENELITIAN A. Heuristik
  • 5. Dalam melakukan suatu penelitian sejarah, tahap dalam mencari sumber dan menuliskan hasil penelitian harus didasarkan dengan menggunakan metode sejarah. Metode sejarah ialah rekonstruksi imajimatif tentang gambaran masa lampau peristiwa-peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti- bukti dan data peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah. Selain itu, proses untuk menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan- peninggalan secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita yang dapat dipercaya, disebut metode ilmiah sejarah (Ismaun, 2005: 35). Adapun tahapan-tahapan yang harus di lakukan dalam penelitian sejarah sebagaimana dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 85-239) diantaranya Heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Heuristik, yaitu sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah baik itu melalui sumber primer, sekunder, wawancara, pencarian dokumen, maupun jurnal yang relevan dengan tema kajian penelitian. Pencarian sumber yang dilakukan oleh kami diantaranya dengan membuka situs resmi pemerintah Subang, blog Wisata Subang, mendatangi langsung intansi yang terkait seperti PT. Perkebunan Nusantara VIII, Afdeling I & II, pelaku pada masa itu yaitu pensiunan mandor besar perkebunan Ciater Subang dan pemetik teh yang pernah bekerja dan merasakan di masa Jepang hingga saat ini, serta seorang pensiunan Agro dari PT. PN VIII yang mengetahui sejarah perkebunan teh itu sendiri. Selain itu, kami mencari sumber-sumber lain yaitu juru tulis di perkebunan Ciater, Subang. B. Kritik Selanjutnya kritik, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber yang telah dicari dan telah dikumpulkan. Tentunya seluruh sumber dalam penelitian yang telah didapatkan tidak serta merta diterima begitu saja dan harus melakukan penyaringan agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Kritik terbagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal merupakan kegiatan pengujian terhadap aspek-aspek luar seperti terbuat dari
  • 6. bahan apa dokumen itu dibuat, apakah menggunakan kertas HVS, kertas koran, atau kertas buram. Sedangkan kritik internal merupakan pengujian yanh lebih ditekankan pada aspek dalamnya seperti isi dari sumber. Oleh sebab ini, dalam memilih sumber-sumber yang telah kami kumpulkan ini kami memilih diantaranya menurut kesaksian Bapak Momo yang merupakan mantan mandor besar yang merasakan masa pemerintahan Jepang hingga pemindahan tangan ke Indonesia, Bapak Encar seorang pensiunan PT. PN VIII, Bapak Zainal pensiunan bagian Agro yang mengetahui sejarah Perkebunan teh Ciater Subang, dan Bapak Nandang yang seorang juru tulis Perkebunan teh. Kami tidak melakukan kritik Eksternal karena kami tidak mendapatkan suatu dokumen atau arsip yang berkaitan dengan perkebunan teh Subang. C. Interpretasi Sesudah melalui tahapan pertama dan kedua dalam metode penelitian, selanjutnya beranjak kepada tahap yang ketiga yaitu tahap interpretasi. Tahapan ini merupakan proses penafsiran dari fakta fakta yang ditemukan dalam sumber - sumber yang telah melaui tahap kritik. Dalam melakukan penafsiran, fakta yang kami temukan ini menjadi awal langkah dalam proses interpretasi ini. Dalam penulisan sejarah ini bisanya berupa deskripsi, narasi, dan analisis. Setelah para sejarawan ini menentukan suatu fakta dan ia ingin kembali mengungkapkan dan pada akhirnya menginterpretasikan. Menurut kuntowijoyo (2005:101), interpretasi atau penafsiran sering disebut juga sebagai biang subjektivitas yang sebagian bisa benar, tetapi sebagaiannya salah. Dalam kegiatan ini penulis pemaknaan atau penafsiran dari berbagai fakta yang dihubungkan satu sama lain beserta sumber yang ada, yang telah diperoleh selama penelitian. Dalam kaitannya dengan penelitian sejarah lokal kami yang berjudul “Kontibusi perkebunan teh di Ciater Subang terhadap perekonomian masyarakat pada masa pra-kemerdekaan”. Interpretasi yang kami lakukan adalah terhadap data – data dan fakta fakta yang telah kami peroleh kemudian ditafsirkan berdasarkan fakta – fakta yang ditemukan melalui wawancara terhadap beberapa pihak terkait dan instansi pemerintah yang bersangkutan. Sehingga interpretasi atau penafsiran kami dapat dipertanggungjawabkan. Kami selaku peneliti
  • 7. menafsirkan bahwa sebeneranya kontribusi perkebunan teh pada masa itu cukup berdampak baik terhadap perekonomian masyarakat pada saat itu. Itu dibuktikan berdasarkan hasil wawancara kami bahwa di Ciater sendiri terdapat sebuah gedung SD dan mesjid yang dibangun oleh salah seorang mandor dari perkebunan teh itu sendiri. Itu membuktikan bahwa perekonomian para pekerja teh saat itu cukup baik, walaupun berada pada zaman pra-kemerdekaan yang secara kekuasaan , kita masih berada dalam kekuasaan penjajah. Dalam proses interpretasi ini kami sangat terbantu dengan beberapa sumber yang telah ditemukan. D. Historiografi Tahap historiografi ini merupakan tahap yang paling akhir, ini merupakan tahap penyempurnaan di dalam suatu metode penelitian. Tahap historiografi ini merupakan tahap dimana memaparkan seluruh hasil penelitian yang telah melalui tahap heuristik, kritis dan iterpretasi sumber ke dalam suatu bentuk tertulis, dalam penelitian yang kami lakukan ini, hirtoriografi nya berupa laporan penelitian. Menurut Ismaun (2005:28). Historiografi berarti penulisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang diebut sejarah. Karena sejarah sebagai pengetahuan tentang masa lalu diperoleh melalui penelitian mengenai kenyataan masa lalu diperoleh melalui suatu penelitian mengenai kenyataan masa lalu dengan metode ilmiah yang khas. Menurut Sjamsuddin (2007:156) “historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data – data dan fakta – fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil”. Sedangkan menurut Abdurahman (2007:76) “historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapt memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan kahir (penarikan kesimpulan” sebenarnya pada tahap ini merupakan tahap dimana keahlian peneliti dalam pengunaan daya
  • 8. analisis kritis serta penggunaan teknik penulisan sehingga dapat mengasilkan suatu bentuk hasil penelitian. Dalam tahap historiografi ini, kami akan melaporkan hasil penelitian yang kami lakukan ini dalam bentuk laporan penelitian dengan judul “Kontibusi Perkebunan Teh Di Ciater Subang Terhadap Perekonomian Masyarakat Pada Masa Pra-Kemerdekaan” yang terdiri dari empat bab. Bab tersebut terdiri dari : BAB I Pendahuluan, BAB II Metode Penelitian, BAB III Hasil Penelitian & Pembahasan, BAB IV Kesimpulan & Rekomendasi, Daftar Pustaka serta Lampiran. Adapun tujuan kami membuat laporan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Lokal. BAB III HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Sejarah Berdirinya Perkebunan Teh Ciater Tanaman teh menjadi salah satu ciri khas daerah pegunungan di daerah priangan ini, hal ini dikarenakan daerah dengan kondisi seperti ini hampir sama dengan kondisi dimana teh berasal yaitu di daerah Assam dan China. Berkembangnya perkebunan teh di daerah priangan khususnya di daerah Ciater Subang ini tidak lepas dari peran para “pangeran teh” sejak tahun 1840-an yang telah mengembangkan tanaman teh di lereng-lereng pegunungan di daerah priangan. Para pengusaha yang berhasil mengembangkan komoditi teh sejak dulu adalah GIJ Van Der Hucht 1844, Karel Federik Holle 1865, Adrian Walrafen Holle 1857, RE Kerkhoven 1873, KAR Bosscha 1896. Para pegusaha Belanda ini memungkinkan untuk membuka perkebunan teh selepas dihapuskannya cultuur stelsel yang selanjutnya pemerintah Belanda memberlakukan Undang-Undang Agraria yang menmungkinkan bagi pemodal swasta asing untuk menanamkan modalnya di wilayah priangan khususnya dalam bidang perkebunan. Menurut juru tulis perkebunan afdeling I dan II para “pangeran teh” tersebut berhasil mengubah tradisi tanam yang biasa dilakukan pada masa tanam paksa,
  • 9. mereka berhasil mengembangkan perkebunan teh dengan cara yang lebih modern dan hal ini berhasil menarik minat rakyat untuk turut serta ikut andil didalamnya. Adapun perkembangan sejarah perkebunan teh Ciater ini dapat dibagi menjadi tiga periode: 1. Periode Jaman Pemerintah Belanda Pada tahun 1812 dua orang bernama Mutinghe dan Sharpnell memberi dua bidang tanah yang sangat luas, ialah tanah Pemanukan dan tanah Ciasem dari pemerintah kolonial. Kemudian tanah tersebut didaftarkan dengan nama “ Pamanoekan En Tjiasem Landen “ ( P en T Landen ). Tanah-tanah tersebut merupakan satu bidang tanah yang luasnya 212.900 hektar, dengan hak Eigendom, dengan batas-batasnya sebagai berikut : a) Utara : Laut Jawa. b) Timur : Sungai Cipunagara dan sebagian keresidenan Cirebon. c) Selatan: Tanah-tanah terbentang sampai pegunungan. d) Barat : Keresidenan Priangan dan sungai Cilamaya. Hak Eigendom atau lengkapnya disebut eigendom recht atau right of property dapat diterjemahkan sebagai " hak milik ", diatur dalam buku II BW ( burgerlijke wetboek) atau KUHPerd (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ). Hak eigendom ini dikontruksikan sebagai hak kepemilikan atas tanah yang tertinggi diantara hak-hak kepemilikan yang lain. Hak eigendom merupakan hak kepemilikan keperdataan atas tanah yang terpenuh, tertinggi yang dapat dipunyai oleh seseorang. Terpenuh karena penguasaan hak atas tanah tersebut bisa berlangsung selamanya, dapat diteruskan atau diwariskan kepada anak cucu. Tertinggi karena hak atas atas tanah ini tidak dibatasi jangka waktu, tidak seperti jenis hak atas tanah yang lain, misalnya hak erfpacht ( usaha ) atau hak opstal ( bangunan ). Tanah-tanah tersebut pada waktu itu tidak banyak hasilnya. Hanya terdiri dari pada beras, kelapa dan kopi, sedangkan yang ditanam oleh Rakyat atau Penduduk yaitu gula dan arak yang dibuat secara sedehana sekali. Sepeninggal Tuan Sharpnell pada tahun 1830, diangkat seorang Manager atau Penguasa yang selain ditugaskan untuk mengusahakan tanah-tanah itu, juga
  • 10. diberi tugas Khusus/terpenting, yaitu “Penghematan Keras Dalam Pengeluaran Uang“ Pada tahun 1840 tanah-tanah tersebut dari bangsa Inggris dijual kepada dua orang bersaudara dari negeri Belanda, yaitu Hofland bersaudara dengan susah payah maka diputuskanlah untuk merubah tanah-tanah itu dijadikan N.V. Hal ini dilakukan oleh karena Hofland bersaudara membutuhkan modal tambahan mengusahakan tanah-tanah itu. Perlu dijelaskan disini bahwa oleh karena tanah-tanah itu belum seluruhnya ditanami oleh tanaman perkebunan, maka sampai saat ini belum dapat disebut Perusahaan Perkebunan. Dengan demikian maka pada tahun 1886 didirikanlah N.V. Haatschapij Ter Eksploitatie Der Pamanukan En Tjiasem Landen. Dari tahun 1886 hingga tahun 1911 sebagian besar dari saham-saham berada ditangan Landbow Maatschapij (N.I. Hand Elsbank ). Kemudian saham-saham tersebut dalam tahun 1911 dibeli oleh “ Teh Anglo Dutch Plantation Of Java Ltd.” Di London, oleh karena itu maka tanah- tanah P & T Landen tersebut berada kembali pada tangan bangsa Inggris. Perlu juga diterangkan disini bahwa pada tahun 1953 nama N.V. Maatschapij der Exloitate Der Pamanukan En Tjiasem Landen, telah dirubah menjadi : “P & T LANDS PT” dan nama “Teh Anglo Dutch” juga dirubah menjadi “Teh Anglo Indonesian Plantation Ltd”. Pada waktu tanah-tanah itu kembali ketangan bangsa Inggris, maka luasnya masih tetap seperti pada permulaan yaitu seluas 212.900 hektar.Daerah seluas ini merupakan tanah pertikulir terbesar di Pulau Jawa pada masa itu. Pada waktu itu P&T Lands berkantor pusat di kota Subang, dengan membawahi 22 Perkebunan yang terdiri dari 13 Perkebunan Karet, 9 Buah Perkebunan Teh dan ditambah dengan sebuah Pusat Perbengkelan, satu buah Pusat Pergudangan, (Gudang Hasil dan Gudang Supply), serta sebuah Rumah Sakit yang terletak di kota Subang. 2. Periode jaman Pemerintahan Jepang Pada tahun 1942 mendaratlah tentara Jepang di Pulau Jawa. Maka perkebunan-perkebunan di Indonesia pun jatuh pula ketangan Pemerintahan
  • 11. Jepang. Pada masa pendudukan Jepang dan tahun-tahun revolusi selanjutnya membawa perubahan penting bagi keadaan Perusahaan Perkebunan milik P&T Lands, kerugian yang diderita sangatlah menyedihkan. Dan tenyata dari 22 buah Perkebunan itu, tidak kurang dari 10 buah perkebunan dengan luasnya 9.200 hektar sebagian besar telah hancur sehingga tidak mungkin diusahakan lagi. Dua buah Perkebunan dikembalikan lagi kepada Pemerintah, enam buah Perkebunan lainnya telah dijual. Keadaan di lingkungan Subang tidak lebih baik dari Perkebunan Sisal “Sukamandi” 90% telah dibongkar dan hanya beberapa ratus hektar saja yang masih terdapat tanaman Sisal yang tidak menghsilkan lagi. Perusahaan padi “Sukamandi” yang besar dan didirikan antara tahun 1930 dan tahun 1940 dengan ongkos yang mahal telah terhenti. Sebanyak 8.000 hektar sawah yang dapat diairi telah di pakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara ilegal. Sekalipun rintangan-rintangan yang berat ini, hak milik atas tanah tidak terganggu oleh karenanya. Tanah Eigendom memang dipakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara tidak syah, tetapi bagaimanapun masih tetap dapat dan mungkin dikembalikan untuk dipergunakan. Akan tetapi tahun 1949 pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membeli kembali semua tanah yang tidak langsung dibutuhkan oleh P&T Lands, guna kepentingan rakyat atau penduduk. Sebaliknya demikian Pula, Pemerintah Republik Indonesia ingin mengembalikan beberapa ribu hektar Hutan Hydrologis menjadi tanah Pemerintah. Maka dengan demikian telah di jual kepada Pemerintah seluas 22.100 hektar tanah yang meliputi seluruh Perusahaan Padi Sukanagara dan beberapa ribu hektar tanah-tanah persedian dan hutan-hutan Hydrologis, sedangkan P&T Lands diperkenankan memiliki 45.600 hektar tanah Eigendom dan 750 hektar tanah- tanah Erfpacht. 3. Periode Jaman Kemerdekaan Dalam rangka Konfrontasi antara negara Indonesia dengan Malaysia, oleh karena negara Malaysia dianggapnya menjadi proyek Neo Kolonialisme dan
  • 12. Imprialisme Inggris, maka perusahaan-perusahaan perkebunan milik inggris yang berada di Pulau Jawa, termasuk P&T Lads mengalami tiga fase perubahan, yaitu : a. Tingkat pengawasan oleh pemerintah Jawa Barat Dimulai sejak bulan September 1963, yang berlandaskan kepada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor : 376/BI/Pem/Sek/1963 tertanggal 19 September 1963 yang menentukan bahwa semua Perusahaan milik Inggris yang berada dalam wilayah Jawa Barat, diawasi sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat. b. Tingkat Pengawasan Sementara Dimulai sejak bulan Pebruari 1964, yang berdasarkan kepada Surat Keputusan Mentri Pertanian / Agraria nomor : 31/MPA/1964, yang menentukan bahwa semua perusahaan milik Inggris yang berada dalam wilayah Republik Indonesia, diawasi sementara oleh Pemerintah Pusat. c. Tingkat Penguasaan Penuh Menurut Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor : 6/1964, yang dikeluarkan dan di undangkan pada tanggal 26 Nopember 1964, maka semua perusahaan-perusahaan milik Inggris yang ada dalam wilayah nergara Republik Indonesia, dikuasai sepenuhnya secara langsung serta diurus oleh Pemerintah Pusat. Terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Surat Edaran Perdana Mentri III nomor D/VII/0452/H-5/1964, tertanggal 31 Januari 1964. Penetapan Presiden tersebut selanjutnya menentukan bahwa pengurusan semua perusahaan milik Inggris yang mengusahakan sendiri dan atau menguasai usaha-usaha dalam bidang perkebunan dilakukan oleh Departemen Perkebunan. Dengan demikian sebagai pelaksana penetapan Presiden tersebut dalam bulan desember 1964, Mentri Koordinator Kompartemen Pertanian dan Agraria telah menyerahkan perusahaan-perusahaan Perkebunan Dwikora kepada Mentri Perkebunan. Adapun yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan Dwikora adalah perusahaan-perusahaan Perkebunan bekas milik Inggris, yang dijadikan tujuh kelompok kesatuan, yang menginduk kepada sebuah BPU (Badan Pimpinan Umum) yang berkedudukan di Jakarta. d. Tingkat Joint Venture
  • 13. Join Venture adalah suatu bentuk kerjasama antara modal asing dengan modal nasional. Bentuk usaha bersama ini didasarkan kepada undang-undang nomor : 1/1967, tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman Modal Asing menurut undang-undang ini dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan yang dari semula modalnya 100% dari modal asing dan modal nasional. Maka sejak tanggal 1 Januari 1970 secara Administratif telah dinyatakan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah mengambil bentuk Joint Venture antara pemerintah Republik Indonesia dengan pengusaha-pengusaha Inggris,dengan perbandingan modal masing-masing sebasar 30% dan 70%. e. Tingkat kembali ketangan pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan Keputusan Pemerintah Pusat untuk membeli saham yang dimiliki oleh Inggris, maka status Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan IV adalah 100% menjadi milik bangsa Indonesia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan serta faktor-faktor lainnya. Dengan melihat kepada perjalanan sejarah Perkebunan tersebut di atas, maka kita dapat ketahui bahwa perusahaan perkebunan ini mengalami peralihan-peralihan sebagai berikut : Tahun 1812 - 1839 berada ditangan bangsa Inggris Tahun 1840 - 1910 berada ditangan bangsa Belanda Tahun 1911 - 1942 berada ditangan bangsa Inggris Tahun 1942 - 1945 berada dibawah pemerintah Jepang Tahun 1945 - 1948 berada dibawah pemerintahan Indonesia Tahun 1949 - 1963 berada ditangan bangsa Inggris Tahun 1964 - 1969 berada ditangan bangsa Indonesia Tahun 1970 - Sejak 1 Januari 1970 sudah berbentuk Joint Venture Tahun 1970-1972 Sejak tanggal 20 Juli 1970 status Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Dwikora IV adalah menjadi milik Negara Indonesia Tahun 1972 - 1973 Dikelola oleh PPS ( perusahaan Perkebunan Subang ) Tahun 1973 - 1979 Mulai tanggal 1 Maret 1973 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 1979 Tahun 1979 -....... Mulai tanggal 1 Maret 1979 PT Perkebunan XXX dibubarkan dan dilimpahkan kepada :
  • 14. 1. PT Perkebunan XII 2. PT Perkebunan XIII 3. PT Perkebunan XIV Tanggal 11 Maret 1996 di Subang terdiri dari tiga PTP : 1. PTP XI 2. PTP XII 3. PTP XIII B. Dampak Perkebunan Teh Ciater Bagi Masyarakat Berkembangnya perkebunan teh di Ciater ini selain memberikan berkah bagi masyarakat sekitar dengan menjadi pemetik teh, pekerja pabrik, bagian penyemaian, penjaga perkebunan maupun mandor. Dengan dibukanya perkebuan teh ini tidak sedikit telah mengubah kehidupan dan infrastuktur di daerah Ciater dan sekitarnya. Perubahan yang paling dirasakan adalah dalam aspek perdagangan, pendidikan, budaya dan teknologi. Mobilitas pengangutan teh untuk dibawa ke daerah lainpun mendorong akses transportasi terbuka lebar dan menjadikan wilayah Ciater sebagai pusat tumpuan kehidupan bagi masyarakat sekitar maupun lingkungan terdekatnya. Dengan adanya perkebunan teh yang terhampar luas bak permadani dari perbatasan Bandung-Subang yang dinaungi oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII ini, memberikan dampak yang cukup positif kepada masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan. Tidak hanya dampak dalam segi keindahan alam yang tercipta saja hingga membuat sisi jalan Ciater Subang menjadi indah dan sejuk, namun dampak dari segi perekonomian pun ikut masyarakat dapatkan. Seperti halnya perusahaan, suatu perusahaan tidak akan berjalan apabila perusahaan tersebut tidak memiliki SDM (sumber daya manusia) yang cukup memadai. Begitu pula dengan perkebunan. Tidak akan menghasilkan suatu produk teh tanpa tersedianya SDM yang sangat banyak untuk menjalankan perkebunan. Tidaklah mungkin 3.000 Ha lebih luas perkebunan ini hanya dikerjakan oleh satu orang saja. Dengan begitu, adanya perkebunan ini tingkat perekonomian masyarakat sekitar menjadi terbantu. Pihak perkebunan teh ini merekrut cukup banyak
  • 15. masyarakat sekitar untuk menjadi karyawan di perkebunan. Baik itu menjadi staff, juru timbang, mandor, maupun pemetik. Karena luas perkebunan yang mencapai ± 3.777 Ha (menurut Juru tulis perkebunan, Bapak Nandang) tentunya membutuhkan karyawan yang cukup banyak, sehingga mayoritas mata pencaharian masyarakat sekitar ialah menjadi karyawan perkebunan. Terlebih lagi spesifiknya dalam memetik teh yang dapat dilakukan tanpa memerlukan waktu lama untuk mempelajarinya. Masyarakat sekitar perkebunan memang lebih banyak yang menjadi pemetik. Bahkan ada yang hingga berpuluh-puluh tahun setia menjadi pemetik teh. Selain itu, apabila diantaranya ada yang tidak menjadi karyawan di perkebunan, masyarakat sekitar mencari nafkah dengan membuka warung-warung makan, lesehan, bahkan WC umum di sempanjang jalan perkebunan untuk para wisatawan perkebunan atau orang-orang yang sengaja singgah di warung-warung lesehan sambil menikmati jagung bakar dan melihat pemandangan perkebunan teh yang asri. Sehingga dampak perekonomian tidak hanya dapat dirasakan oleh karyawan perkebunan saja, namun yang tidak tergabung menjadi karyawan dalam perkebunan teh pun dapat mendapatkan dampak ekonomi yang bagus dari perkebunan. Menurut kesaksian narasumber yaitu Bapak Zainal, dahulu PT. Perkebunan Nusantara VIII ini tidak membuka lowongan pekerjaan terlebih dahulu untuk mengisi bagian yang kosong. Namun langsung merekrut orang- orang untuk mengisi kekosongan suatu bagian. Namun sekarang, mungkin dengan semakin majunya zaman dan tingkat pendidikan yang lebih berkembang, bagi yang berpendidikan “baik” baru bisa menjadi staff khusus di dalam PT. Perkebunan Nusantara ini, dan bagi masyarakat sekitar yang memiliki tingkat pendidikan di bawah tingkat “baik”, maka hanya menjadi karyawan biasa di lapangan seperti pemetik, juru timbang, sopir truck yang mengangkut teh ke pabrik, dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perkebunan teh yang luas ini tidak serta merta ada tanpa memberikan manfaat kepada lingkungan sekitar. Masyarakat sekitar yang mulanya tidak memiliki pekerjaan menjadi
  • 16. memiliki pekerjaan karena perkebunan teh yang luas membutuhkan karyawan yang sangat banyak. Mereka pun akhirnya dapat mencari nafkah halal sesuai dengan kemampuan mereka. C. Alur Distribusi Komoditi Teh Ciater Subang Teh yang dihasilkan dari perkebunan teh di Ciater ini merupakan teh jenis unggulan yaitu jenis teh Gambung VII yang dikembangkan di daerah Gambung, Pangalengan. Teh ini merupakan teh yang diminati pasaran dunia sari dulu hingga sekarang. Seperti diketahui sebelumnya jenis teh yang ada di Ciater berbagai macam jenisnamun yang diminati pasar adalah jenis Gambung VII. Yang menarik dari jenis teh dan penanaman yang ada di perkebunan teh Ciater ini adalah teknik dari penanaman yang dilakukan dengan cara berbeda pada masa kolonial dan masa peralihan menuju kepemilikan oleh tangan Indonesia. Pada jaman kolonial Belanda maupun Jepang, tanaman teh yang ditanam menggunakan teknik sigling atau dengan cara menanam biji, sedangkan pada masa peralihan masyarakat sudah mengenal cara steak dan masyarakat Indonesia khususnya Ciater lebih senang menggunakan cara steak ini karena lebih cepat menghasilkan dibanding dengan cara sigling. Namun kedua cara tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, jika menggunakan cara sigling tanaman akan dapat bertahan di cuaca ekstrem/musim kemarau namun tumbuhnya lambat sedangkan dengan cara steak tumbuhnya lebih cepat namun tidak tahan terhadap cuaca karena akar yang tumbuh merupakan akar serabut. Teh yang telat selesai di sortasi akan dimasukan kedama peti miring. Pengepakan dilaksanakan setelah persediaan teh dalam peti miring mencapai kebutuhan pengepakan. Tujuan utama pengepakan adalah untuk mecegah kerusakan teh selama penyimpanan di gudang.Teh dalam peti miring dipindahkan ke tea bulker. Selanjutnya teh yang berasal dari tea bulker dimasukan ke dalam paper sack melalui mesin pengepakan. Sebagian besar teh yang diproduksi hampir 95% ditujukan untuk pasar ekspor. Pemasaran produksi kebun ciater ditangani oleh bagian pemasaran PTPN VIII. Penjualan produk melalui sistem lelang auction, penjualan bebas dan sistem
  • 17. kontrak. Sistem lelang dilakukan dengan mengirimkan contoh choop sample ke kantor pemasaran bersama di jakarta. Pasar teh yang ada di Ciater tujuan utamanya adalah sebagai komoditi ekspor seperti yang dituturkan oleh Zainal Mutaqin bahwasannya teh yang diproduksi di perkebunan teh Ciater ini yang dikelola oleh PTPN VIII ini seluruhnya untuk ekspor tidak ada untuk produksi dalam negeri. Tujuan dari ekspor teh dari hasil pabrik di PTPN VIII di Ciater selanjutnya akan dibawa ke gudang pusat yang berada di wilayah Gedebage Bandung dan nantinya akan dipasarkan ke daratan Eropa, Amerika dan sebagaian wilayah Asia. D. Tenaga Kerja dan Sistem Upah Suatu perusahaan atau perkebunan tidak akan sukses jika tidak memiliki sumber daya manusia yang banyak dan berkompeten, begitu pula dengan perkebunan teh Ciater Subang yang tentu saja dengan luas yang hampir kurnag lebih seluas 3.234 Hektar ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk dapat mengasilkan teh yang berkualitas dan hasil produksi yang diharapkan sesuai target. Dengan dibukannya perkebunan teh di Ciater ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sangat berdampak sistemik terhadap perekonomian masyarakat sekitar, hampir pekerja lapangan dan karyawan pabrik merupakan warga sekitar perkebunan. selain Desa Ciater yang mendapatkan berkah tapi juga desa di sekitarnya seperti Panaruban, Cisaat, Cigangsing, Jagarnaek, Palasari, Bukanagara, Cicadas, Cibitung dan Nagrak mendapatkan berkah dari adanya perkebunan teh ini. Dengan luas perkebunan teh yang mencapai 3000 hektaran tentu saja membuat pengelolaan pun tidak dapat dilakukan terpusat, di ciater sendiri perkebunan yang luas tersebut dibagi lagi menjadi beberapa afdeling-afdeling untuk dapat mengatur kinerja pegawai lapangan. Secara hierarkis dalam sebuah afdeling terdapat seorang ADM (administratuur), juru timbang, mandor besar, mandor dan pekerja pemetik teh. Seorang mandor besar biasanya membawahi beberapa mandor dan seorang mandor memiliki pekerja pemetik teh sekitar 25-30 orang untuk satu blok kebun
  • 18. teh. Seorang mandor besar biasanya membawahi 300 orang pekerja dalam satu blok dan dari sanalah rekruitmen tenaga kerja dalam sektor perkebunan sangat besar dibanding rekruitmen untuk pekerja di pabrik pengolahan teh nya. Tenaga kerja yang ada di perkebunan teh di Ciater ini hampir 90% nya merupakan warga sekitaran perkebunan teh, seperti yang terlah dijelaskan diatas mengenai dampak dibukannya perkebunan teh yang dikelola langsung oleh PTPN VIII ini membuka peluang untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat sekitar perkebunan teh. Kendati penghasilan dari perkebunan teh sebagai pemetik teh dirasakan sangat kurang karena sistem pengupahan untuk para pemetik teh ini dihitung kiloan. Untuk sistem upah diperkebunan teh Ciater terbagi menjadi 4: 1. Upah harian tetap 2. Upah harian borongan 3. Upah 15 harian 4. Upah bulanan Sebenarnya jika berbicara mengenai penghasilan tiap pekerja satu dengan pekerja yang lainnya akan berbeda, hal ini dipengaruhi dari jumlah teh yang berhasil mereka petik. Semakin banyak jumlah teh yang dihasilkan akan besar pula penghasilan yang mereka dapat dan biasanya akan dilihat pula mutu atau kualitas teh yang dipetik oleh pemetik jika kualitas bagus akan dihargai sekitar Rp. 4/ Kg. Rata-rata para pekerja yang berada di perkebunan ini hidupnya statis, dari beberapa generasi ke generasi merupakan pekerja di perkebunan teh seperti bapak, anak dan kakek merupakan pekerja dari perkebunan. Pendidikan mereka pun terbilang rendah hanya lulusan SD saja bahkan ada yang tidak lulus SD. Dengan pendidikan rendah tersebut yang hanya tamatan SD kebun teh menjadi gantungan hidup bagi ribuan warga di sekitar areal perkebunan teh Ciater, dan hal tersebut tidak membuat warga disekitar mengeluh bahkan seolah telah terjadi ikatan batin antara warga dengan kebun teh dari sejak jaman baheula. BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Budiana. 2009. Sejarah Perkebunan di Subang Jawa Barat. [online]. Tersedia: http://www.kotaSubang.com/2009/08/sejarah-perkebunan-di-Subang- jawa-barat.html . [5 Maret 2013]. Ismaun. (2005). Pengantar Belajat Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press, Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Pemerintah Kabupaten Subang. 2010. Sejarah Kabupaten Subang.[online.] Tersedia: http://www.Subang.go.id/sejarah.php. [5 Maret 2013]. Pemerintah Kabupaten Subang. 2010. Potensi Kehutanan dan Perkebunan. [online]. Tersedia: http://www.Subang.go.id/potensi_hutbun.php. [5 Maret 2013.] Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Abdurahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Kuntowijoyo (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Pt Bentang Pustaka.