SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU




       Disusun oleh :
           Raflis
      m. teguh surya
      riko kurniawan
    susanto kurniawan
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


                               BENCANA EKOLOGIS DI RIAU
                           “BUAH KEBERHASILAN PEMBANGUNAN”



A. LATAR BELAKANG
   Bencana ekologis tahunan seperti kabut asap dan banjir telah memberikan dampak negatif
   yang cukup besar bagi negeri ini. Hal ini merupakan sebuah indicator termudah untuk melihat
   bahwa tingkat kerusakan lingkungan hidup di Riau sudah sampai pada tahap
   mengkhawatirkan. Sayangnya pemerintah Riau tidak memiliki sense of disasters, sehingga
   bencana yang telah banyak menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi ini dianggap
   bencana biasa saja.

    Penanganan bencana yang dilakukan peemerintah selama ini hanya terbatas pada bantuan
    belaka dan sama sekali tidak menyentuh kepada langkah-langkah penyelesaian masalah.
    sehingga terkesan bencana yang sangat tidak diinginkan oleh rakyat ini, sangat dinanti-
    nantikan kehadirannya oleh para penyelenggara Negara di negeri ini.

    Bantuan yang seharusnya diberikan buat para korban cenderung dikorupsi, sehingga
    masyarakat kembali menjadi korban yang dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang.
    Bahkan para aktor elit politik menjadikan bencana sebagai media kampanye untuk merebut
    kursi kekuasaan pada tahun 2009.

                                                         Bencana kabut asap yang terjadi dalam kurun
                                                         waktu 1999-2006 semakin meningkat secara
                                                         drastis, ini menunjukan bahwa proses
                                                         penanganan bencana kabut asap tidak dilakukan
                                                         secara serius. Izin-izin konversi hutan masih
                                                         saja diterbitkan dalam jumlah besar, bahkan
                                                         sebagian besar izin konsesi berada pada
                                                         kawasan lindung gambut1, sehingga ketika
                                                         terjadi praktek land clearing, bencana kabut asap
                                                         tak bisa dihindari.

    Kebakaran hutan selama tahun 2006 tersebar hampir diseluruh kabupaten di Propinsi Riau,
    namun yang terbesar terjadi di kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, dan
    Pelalawan (lihat Peta sebaran Hotspot di Riau July 2006)2. Sebagian besar kawasan yang
    terbakar merupakan kawasan gambut yang merupakan sumber terbesar polusi asap dalam
    kebakaran-kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

    Pada periode Juli - Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi dikawasan
    Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi ( HPH) dan perkebunan sawit di seluruh
    Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI seluas 47.186 ha, perkebunan sawit seluas 42.094
    ha, HPH seluas 39.055 ha, kawasan gambut 91.198 ha, kawasan non gambut: 82.503 ha.



1
  Laju konvesri hutan alam Riau untuk hutan tanaman industri dan perkebunan sawit sebar 150.00-200.000 Ha per
tahun dan 4 juta hektar daratan Riau terdiri dari lapisan gambut dengan kedalaman yang beragam. Lahan-lahan gambut
yang digenangi air tidak akan terbakar secara alami kecuali mengalami kekeringan yang luar biasa. Propinsi Riau
dalam kurun waktu dua tahun terakhir telah kehilangan hutan rawa gambut seluas 2 juta hektar
2
  ZULFAHMI, Desember 2006 “Paper Untuk Berita FKKM”
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


    Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat ketika bencana kabut asap datang adalah
    gangguan kesehatan, dimana sejak Mei - September 2006 bencana kabut asap telah
    mengakibatkan 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan), 3.000 orang terkena
    iritasi mata, dan10.000 orang terkena diare dan menceret3. Bahkan sebuah studi terbaru
    memperkirakan bahwa karbon yang dilepas selama kebakaran-kebakaran lahan gambut pada
    tahun 1997/98 sama jumlahnya dengan 13 sampai 40% dari emisi tahunan yang disebabkan
    oleh pembakaran bahan bakar fosil di seluruh dunia. (Burning issues, mei 2003)

    Bencana banjir tidak kalah
    pentingnya dibanding dengan
    bencana kabut asap yang datang
    silih berganti. Banjir yang terjadi
    pada      tahun      2003     telah
    menimbulkan       total   kerugian
    sebesar     793,3 miliar rupiah,
    dimana kerugian yang dialami oleh
    masing-masing kabupaten terkena
    banjir adalah sebesar 31% dari
    nilai APBD nya4.

    Seperti halnya bencana kabut asap,
    bencana banjir juga disebabkan
    oleh      menurunya          kualitas
    lingkungan hidup beserta rusaknya
    daya dukung lingkungan yang selama ini menjadi faktor keseimbangan alam. Kondisi hutan
    di bagian hulu yang sudah rusak mengakibatkan proses run-off air hujan tidak dapat
    dihambat. Proses run-off akan menggerus lapisan hara tanah dan membawa partikel tanah
    tersebut ke hilir, sehingga terjadi pengendapan dan pendangkalan sungai5, yang mana ketika
    musim hujan tiba kedua factor tersebut terakumulasi menjadi banjir . Dalam hal ini musim
    penghujan hanya sebagai pemicu terjadinya banjir dan bukan menjadi factor utama, jadi hal
    yang paling tepat dilakukan pemerintah untuk mengurangi bencana banjir adalah dengan
    melakukan perbaikan secara menyeluruh di kawasan-kawasan hulu sungai dan merestorasi
    sungai-sungai yang telah mengalami pendangkalan dan pengrusakan.


B. STUDI KASUS “BENCANA BANJIR DI RIAU 2006”
   Banjir secara sederhana dapat didefinisikan sebagai tidak sanggupnya saluran air seperti
   sungai menampung dan mengalirkan air dari aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan.
   Secara teoritis penyebab utama terjadinya banjir adalah tingginya curah hujan yang
   mengakibatkan besarnya volume aliran permukaan yang kemudian terakumulasi pada
   daerah-daerah cekungan (bantaran sungai) yang tidak mampu mengalirkan air dalam
   volume yang besar.

    Besarnya aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan dan jatuh ke permukaan tanah

3
  Catatan akhir tahun 2006, JIKALAHARI
4
  WALHI Riau, 2003. Buku Hitam “Banjir Salah Siapa”
5
  Empat Daerah Aliran Sungai besar di Riau yang paling menentukan dalam setiap kali terjadinya bencana banjir yaitu
DAS Siak yang 100% berada di Provinsi Riau, DAS Rokan 15% berada di Sumatera Utara, 5% di Sumatera Barat dan
sisanya 75% di Riau. DAS Kampar 8% berada di Sumatera Barat dan sisanya 92% di Riau, sedangkan DAS Indragiri
32 % di Sumatera Barat dan sisanya 72% di Riau (BP DAS Riau, 2005)
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


  hampir seluruhnya berubah menjadi aliran permukaan, sangat sedikit yang diteruskan
  kedalam tanah dalam proses infiltrasi.

  Kecilnya proses infiltrasi yang terjadi disebabkan oleh tutupan lahan yang telah berubah
  peruntukannya secara masif dan saat ini lahan-lahan yang seharusnya tetap dipertahankan
  keberadaannya sebagai sebuah kawasan hutan yang berfungsi sebagai water cacthment area
  sudah didominasi oleh kebun sawit , hutan tanaman industri, dan lahan terbuka. Sehingga
  pada musim kemarau permukaan tanah cenderung kering dan memadat dan pada saat
  musim hujan tiba tanah tidak mampu mengalirkan air dari permukaan menuju aliran bawah
  permukaan sehingga hampir 100% diubah menjadi aliran permukaan.




         Gambar. 3 Proses Yang Terjadinya Ketika Hujan Turun

  1. Tinjauan Perubahan Pola Tutupan Lahan
  Terjadinya perubahan pola tutupan hutan dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri
  dan perkebunan sawit menyebabkan terganggunya keseimbangan hidrologis yang kemudian
  berdampak pada mengecilnya debit air sungai pada musim panas dan membesarnya debit
  air pada musim hujan yang kemudian berdampak pada terjadinya banjir.

  Salah satu fungsi hutan alam adalah sebagai pengatur siklus hidrologi menjadi penting
  dalam pola pencegahan terjadinya banjir. Air hujan yang jatuh pada tajuk pohon akan
  mengurangi energi kinetik hujan yang mencapai permukaan tanah Sebagian air yang jatuh
  akan mengalir melalui batang dan memperlambat terjadinya proses aliran permukaan. Air
  yang sudah sampai pada permukaan tanah sebagian akan diteruskan (diinfiltrasikan)
  kelapisan bawah permukaan dan akan mengurangi aliran permukaan. Kerapatan pohon
  akan memperlambat laju aliran permukaan sampai pada saluran pembuangan (sungai)

  Pengurangan aliran permukaan akibat proses infiltrasi dan terjadinya waktu tunda atau
  perlambatan aliran permukaan mengakibatkan perbedaan waktu tempuh dari aliran
  permukaan menuju saluran pembuangan mengurangi lonjakan-lonjakan massa air pada
  saluran air dapat dikurangi sehingga banjir dapat dieliminasi.
KERTAS POSISI
        BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


               2. Tinjauan Laju Kerusakan Hutan Alam Riau6
               Proses Deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat.
               Selama kurun waktu 24 tahun (1982-2005) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan
               alam seluas 3,7 Juta ha.

               Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 hektar)
               dari luas daratan Propinsi Riau 8.225.199 Ha (8.265.556,15 hektar setelah dimekarkan).
               Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya 2,743,198 ha (33% dari luasan daratan
               Riau). Dalam Kurun waktu tersebut provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan
               alam-nya seluas 150 Ribu Ha dan selama periode 2004 - 2005 hutan alam yang hilang
               mencapai 200 ribu ha. Lihat grafik perubahan tutupan hutan alam Riau.


                                        Deforestasi 1982 - 2005
             6,500,000 6,415,655
             6,000,000
                               5,623,601
             5,500,000
             5,000,000
             4,500,000                     4,159,823
Luas (Ha)




             4,000,000
                                                       3,413,937
             3,500,000                                             3,216,374
                                                                                                                 Luas Hutan
                                                                               2,944,065
             3,000,000                                                                     2,743,173
             2,500,000
             2,000,000
             1,500,000
             1,000,000
                                                                                                       476,233
               500,000
                      0
                      1982       1988       1996        2000        2002        2004        2005        2015
                                                           Tahun
               Degradasi hutan yang terjadi pada tahun 1990-an cukup dramatis, dimana hutan alam dataran
               kering di propinsi Riau berkurang hampir setengahnya, sementara hal yang serupa tidak
               terjadi pada hutan lahan basah, meskipun perluasan perkebunan di Indragiri Hilir, dan
               penebangan di Pelalawan dan Siak menunjukan bahwa deforestasi juga terjadi namun
               dengan lambat, hal ini kemungkinan disebabkan daerah rawa lebih sulit dicapai dan
               membutuhkan biaya yang lebih besar untuk menebangnya ( Town line, Master Plan Riau
               2020, 2003)

               Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa perbandingan citra satelit, dari perbandingan ini
               menunjukan bahwa kawasan hutan berkurang terus menerus, kawasan pertama yang menjadi
               sasaran adalah hutan tanah kering yang mudah dicapai dari jalan raya dan daerah-daerah yang
               berada dekat aliran sungai seperti daerah Kuala Gaung, Dumai, Rokan Hulu dan Rokan Hilir.




        6
            Zulfahmi, “Hutan Riau Diambang Kepunahan”
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


  Dari interprestasi Citra Satelit tahun 2005 hutan alam tanah kering di propinsi Riau
  diperkirakan hanya tersisa 1.057.139 ha. Hutan-hutan ini berada pada Blok Bukit Tiga Puluh,
  Blok Teso Nilo dan Blok Bukit Rimbang Baling, lihat peta dibawah ini.




  Sementara hutan alam lahan basah (Hutan gambut) yang tersisa seluas 1.937.279 Ha. hutan
  lahan basah ini berada pada Blok Kerumutan, blok Semenanjung Kampar, blok Bukit Batu
  dan blok Rokan Hilir ( Lihat peta hutan lahan basah yang masih tersisa di riau tahun 2005).
  WWF Indonesia menyebutkan bahwa 8 blok hutan alam yang tersisa ini adalah hutan alam
  yang memiliki nilai konservasi tinggi ( High Consevation Value Forest).

  Semenjak hutan alam dikelola untuk tujuan komersial yang di usahakan oleh pihak swasta
  berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1967, jutaan meter kubik kayu alam setiap tahunnya
  mengalir keluar dari hutan alam Riau. Semenjak saat itu pula satu persatu tajuk-tajuk pohon
  mulai tumbang dan menghilang.

  Dari udara mulai terlihat tanah-tanah merah, lapisan-lapisan hijau segar yang dulu
  menutupinya menghilang. Kayu-kayu ini dikirim ke ratusan industri kayu yang beroperasi di
  Riau dan juga tidak sedikit kayu-kayu ini yang diseludupkan keluar negeri dengan tujuan
  Singapura dan Malaysia.

  Sector kehutanan Riau telah berkontribusi 10 hingga 15 % bagi PDRB tahun 2001 atau
  sekitar 4 triliun rupiah (Buku masterplan Riau Kusuma wati 2001). Angka ini belum
  termasuk sektor hilir industri kehutanan. Sekitar 55.000 orang bekerja secara penuh pada
  sektor kehutanan, Jika dimasukan pekerja paruh waktu dan pekerja tidak menerima upah
  sektor ini dipekirakan mempekerjakan lebih dari 100.000 orang. (sensus 2000 dalam
  masterpland hutan riau 2003)

  Akibat buruknya sistim pengelolaan sumber daya hutan selama ini sehingga proses
  deforestasi terus barlangsung seakan tanpa dapat dikendalikan. Satu persatu industri
  kehutanan bangkrut, puluhan bahkan ratusan ribu orang yang mengantungkan hidupnya dari
  sektor kehutanan terancam kehilangan pekerjaan. Penerimaan keuangan negara dan daerah
  terus berkurang dari sektor kehutanan, bencana ekologis datang secara bergantian seiring
  dengan hilangnya tutupan hutan alam.
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU




      Keberadaan menjamurnya industri kehutanan di propinsi Riau telah menjadi salah satu
      penyebab degradasi hutan alam semakin tidak terkendali. Sampai dengan tahun 2000 jumlah
      Industri kehutanan yang beroperasi di Propinsi Riau mencapai 312 unit yang terdiri dari
      Industri kayu lapis (plywood) 10 unit, sawmil 270 unit, moulding 27, chip mill sebanyak 3
      unit dan 2 unit industri Pulp dan Kertas. Keseluruhan industri ini berkapasitas 4,9 juta
      ton/tahun dengan kebutuhan kayu mencapai 15,8 juta m3/tahun. Pada hal kemampuan
      produksi hutan alam saat itu hanya sekitar 1,1 juta m3/tahun ( Kanwil kehutanan Riau 1999).

      Kemudian pada tahun 2005 Dinas kehutanan Propinsi Riau mencatat terjadi peningkatan
      jumlah dan kapasitas industri kehutan di Riau menjadi 576 Unit dengan kebutuhan bahan
      baku menjadi 22,7 juta M3/tahun7. Data ini cukup mengagetkan dengan kenyataan yang
      terjadi pada tahun 2000 semestinya industri kehutanan di Riau di kurangi

      Table. 1 Keadaan Industri Primer Hasil Hutan Propinsi Riau s.d. 2005.
      NO Jenis Industri      Jumlah Kapsitas terpasang       Kebutuhan bahan baku
                             (Unit)                          BBS            Pertukanga
                                                                            n
      1      Pulp & Paper    2         3.910.000   Ton/thn 17.595.000
      2      Chip mill       2            296.000 Ton/thn 325.600
                                         542.650 M3/thn
      3      Plywood         9                                                 904.417
      4      Sawn Timber
                                                   M3/thn
             - Ijin Perindag 456       1.592.184                            3.184.368
                                                   M3/thn
             - Ijin Kab/Kota 103         261.500                              523.000
                                                     3
      5      Arang bakau     4            33.970   M /thn                     152.865
             Jumlah          576                             17.920.600 4.764.650
             Total Kebutuhan bahan baku                                     22.685.250
      Sumber; Dinas kehutanan Propinsi Riau 2006

      Peningkatan kapasitas mesin secara siqnifikan terjadi pada sektor industri pulp & paper,
      dimana pada tahun 1990-an kapasitas industri pulp and Paper (PT. Riau Andalan Pulp and
      Paper dan PT. Indah Kiat Pulp and Paper) sebesar 2,5 juta ton/tahun, meningkat menjadi 3,9
      juta ton/tahun pada awal tahun 2000-an. peningkatan kapasitas produksi mesin kedua industri
      pulp ini secara siqnifikan juga meningkatkan kebutuhan kayu oleh industri kehutanan di Riau.

      Sehingga pada tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan perizin untuk HTI pulp seluas 1,4
      juta Ha, dengan harapan dapat mensuplay sekitar 18 juta m3 kebutuhan kayu Industri Pulp
      and Paper yang beroperasi di Riau (PT. RAPP dan PT. IKPP) Hingga tahun 2005
      kemampuan produksi HTI ini baru mencapai 3,5 juta M3 (Dinas kehutanan Riau tahun 2006).
      Issu persediaan kayu untuk industri pulp & paper di Riau menunjukan kekeliruan besar dalam
      perencanaan dan investasi

      3. Tinjauan RTRWP Riau Tahun 1994
      PERDA No. 10 tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Popinsi 1994-2009 telah
      diatur alokasi pemanfaatan ruang, dimana lahan seluas 2.854.687 Ha (31,78%) dialokasikan
      untuk kawasan kehutanan dengan status hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap,
      serta kawasan lindung seluas 1.942.744 Ha (21,63%). Dengan luasan tutupan lahan dalam
      bentuk hutan seluas 4.797.432 Ha atau (53,41%). Seharusnya pada tahun 2009 masih tersisa

7
    Makalah Gubernur Propinsi Riau 2006
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


  hutan alam seluas 4.797.432 Ha (53,41%) sehingga sistim hidrologi masih bisa terjaga
  dengan baik.

     Tabel. 2 Alokasi Pemanfaatan Lahan Berdasarkan RTRWP Tahun 1994
      No      Alokasi Pemanfaatan          Luas       %      Keterangan
                      Lahan              (Hektar)
      1    Kawasan Hutan Lindung      1.942.744     21.63 Hidrologi baik
      2    Kawasan Industri           -             -     -
      3    Kawasan Kehutanan          2854687       35.63 Hidrologi baik
      4    Kawasan Lainnya            428876        4.77  -
      5    Kawasan Pariwisata                             -
      6    Kawasan Pemukiman dan 234.903            2.61  -
           Transmigrasi
      7    Kawasan Perkebunan         3.200.868     35.63 Hidrologi
                                                          tergantung Jenis
                                                          Tanaman
      8    Kawasan Perkotaan          -             -     -
      9    Kawasan Pertambangan       15.691        0.17  -
      10 Kawasan            Pertanian 111.178       1.24  -
           Tanaman Pangan
      11 Kawasan Prioritas            22.697        0.25  -
                   Total              8.811.648     100%

  3.1 Alokasi Pemanfaatan Ruang Empat DAS Besar di Riau
  Implementasi dari PERDA No. 10 tahun 1994 tentang RTRWP dalam perjalanannya
  mengalami banyak penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi adalah dengan
  mengeluarkan izin/ rekomendasi kepada Perkebunan, HPH dan HTI, diluar alokasi
  pemanfaan ruang yang telah direncanakan dalam PERDA No 10 tahun 1994, beberapa izin
  diantaranya berada dalam kawasan lindung

  Dalam perkembangannya kemudian, pemerintah tetap memberikan izin-izin bagi Hutan
  Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit pada kawasan kehutanan, sehingga bisa
  diakatakan hampir tidak ada hutan alam yang bisa disisakan selain kawasan konservasi yang
  juga mengalami proses deforestasi yang dilegalkan lewat izin konsesi dan konversi. Hal itu
  terjadi karena pemerintah daerah (Bupati dan Gubernur) sangat berperan dalam pemberian
  rekomendasi beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut

                                                 Penyimpangan     yang     terjadi dalam
                                                 pemberian izin konsesi HPH, HTI dan
                                                 perkebunan yang berada dalam kawasan
                                                 lindung yang ditetapkan RTRWP 1994
                                                 adalah sebesar 808.610 Ha

                                                 Selain Pemberian izin/rekomendasi dalam
                                                 kawasan lindung, kebijakan pemerintah
                                                 dalam memberikan izin HTI dan
                                                 Perkebunan merupakan faktor yang sangat
                                                 dominan dalam merubah tutupan hutan
                                                 alam yang ada di propinsi Riau.
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU




  Gambar . 7 Peta Hutan Alam Yang Tersisa Vs Perkebunan, HTI dan HPH Tahun 2006




  Gambar. 8 Peta Citra Satelit Tutupan Hutan alam Riau Tahun 2005
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


  Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1990, tentang Hak Pengusahaan Hutan
  Tanaman Industri, yang mengizinkan mengkonversi kawasan hutan produksi tetap menjadi
  Hutan Tanaman Industri maka bermunculanlah izin-izin pembukaan kawasan hutan menjadi
  hutan tanaman industri sampai tahun 2002 seluas 1,4 juta hektar

  Disamping itu, dengan meningkatnya popularitas perkebunan kelapa sawit sebagai investasi
  masa depan maka pemerintah telah pula mengeluarkan izin perkebunan kelapa sawit skala
  besar seluas 1,6 juta Ha.

  Dalam peta hutan alam yang tersisa versus perkebunan sawit, HTI dan HPH tahun 2006 kita
  dapat melihat lokasi-lokasi pemberian izin perkebunan sawit dan HTI dengan warna merah
  dan ungu disekitar DAS Indragiri, DAS Kampar, DAS Siak dan DAS Rokan.

  Kondisi sisa tutupan hutan alam di Riau juga dapat kita lihat pada peta citra satelit tutupan
  hutan alam Riau tahun 2005 (gambar 8) dimana warna merah merupakan lahan terbuka, yang
  mendominasi sebagian besar wilayah DAS, warna hijau muda menunjukkan HTI dan
  perkebunan, sementara warna hijau tua menunjukkan tutupan hutan alam.




  Gambar. 9 Peta Sebaran Banjir Di Riau, Desember 2006-Januari 2007
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU




        Gambar. 10 Peta Daerah Aliran Sungai di Propinsi Riau

       Dari kondisi tutupan hutan alam di empat DAS besar di Riau kita dapat dengan mudah
       melihat bahwa terjadinya banjir merupakan akibat dari kebijakan konversi lahan untuk
       investasi yang mengabaikan faktor hidrologis.

       4. Tinjauan Kerugian “Economic Valuations & Dampak Lanjutan”
       Kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat banjir diperkirakan mencapai hingga ratusan
       milyar rupiah. Disebutkan bahwa dari 15 kabupaten yang ada dalam wilayah administratif
       Provinsi Riau, 9 diantaranya tertimpa banjir. Sebaran titik-titik banjir berbeda untuk setiap
       kabupaten.

       Di Kabupaten Kampar banjir melanda 3 kecamatan yakni, Kecamatan Tambang di Desa
       Teluk Kenidai sebanyak 1.250 jiwa, Desa Kualu 350 jiwa dan Desa Tambang 1.265 jiwa.
       Kecamatan Kampar Kiri 650 KK dan Kecamatan Tapung Hilir sebanyak 30 KK. Ada 50
       orang terserang penyakit dan 1 orang meninggal, sekurangnya ada 78 hectare kebun karet
       yang mengalami rusak berat ( Rp 351.442.000)8.

       Banjir di ROHIL melanda 5.364 jiwa di Kecamatan Batu Ampar, Rantau Kopar, Pujud dan
       Tanah Putih. 30 KK mengungsi, 1 meninggal dan 2 rumah hanyut, Di INHU di Desa Pasir
       Penyu dan Desa Kelayang yang cukup parah, di Kabupaten Pelalawan melanda 2.165 KK
       atau sekitar 6.283 jiwa, dan di Kotamadya Pekanbaru ada 6.150 KK yang tersebar di
       Kecamatan Tenayan Raya sebanyak 370 KK, Kecamatan Payung Sekaki 126 KK, Kecamatan
       Rumbai 2.566 KK, Kecamatan Lima Puluh 1.020 KK, Kcamatan Rumbai Pesisir 1.624 KK

8
    Komentar Kepala Dinas Perkebunan Kampar Ir Dharmawi di Riau Pos, 28 Desember 2006
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


  dan Kecamatan Senapelan 444 KK, yang tersebar di 34 desa. Total bantuan yang dikeluarkan
  pemerintah mencapai Rp 246 juta. Ketinggian air diperkirakan mencapai 1 – 3 meter dari
  ketinggian normal. Per 28 Desember 2006 Bencana Banjir di sembilan Kabupaten/ Kota di
  Riau telah menenggelamkan setidaknya 38.170 rumah.

  Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) Riau kerugian selama terjadinya banjir
  mencapai Rp 258 miliar dimana Kabupaten INHU mencapai Rp 87 miliar, ROHUL Rp 68
  miliar, Kampar Rp 62,5 miliar, KUANSING Rp 27,5 miliar, ROHIL Rp 7 miliar, Pekanbaru
  Rp 4 miliar, INHIL Rp 1,5 miliar dan terakhir Pelalawan Rp 0,5 miliar.

  4.1 Hitungan Kerugian Banjir di Kabupaten Kampar
  Perhitungan ekonomi secara total memperlihatkan bahwa kerusakan yang terjadi pada ladang
  pertanian dan kebun penduduk telah menimbulkan kerugian sekitar Rp 22.7 miliar Kerugian
  ini barulah merupakan kerugian di sektor pertanian yang bersifat langsung. Kerugian yang
  besar juga dialami oleh para petani sawah karena banjir telah menyebabkan kerusakan dan
  kerugian sebesar Rp 2.92 miliar

  Kerusakan areal budidaya perikanan darat, terutama kolam ikan mencapai hingga 61 unit,
  dengan nilai kerugian sebesar Rp 305 juta. Keramba yang hanyut sekitar 196 unit dengan
  nilai kerugian sebesar Rp 1,764 miliar. Besarnya nilai kerugian tersebut ditambah dengan
  input-input untuk pembuatan peralatan dan tenaga kerja selama pembuatannya.

  Ternak ayam yang mati relatif besar yakni secara keseluruhan diperkirakan mencapai hingga
  diatas 3.996 ekor. Dengan mengasumsikan bahwa satu ekor ayam rata-rata bernilai jual
  sebesar Rp 20.000 maka kerugian yang muncul mencapai Rp 79.940.000. Jumlah ternak
  kambing yang mati sekitar 181 ekor dengan kerugian sekitar Rp 162.900.000, dan begitu pula
  dengan sapi yang menyebabkan kerugian hingga Rp 1.7 miliar

  Kerugian yang ditimbulkan oleh rusaknya beberapa infrastruktur milik masyarakat ataupun
  infrastruktur umum adalah yang besar jika dibandingkan dengan kerugian yang terjadi di
  sektor-sektor lain. Tercatat sekitar 17 rumah rusak dan 25 unit rumah hanyut dengan
  kerugian Rp 747.999.998. Kerugian dari kerusakan jalan umum sepanjang hampir 20,8
  kilometer mencapai Rp 2,6 miliar. Sekitar 34 unit jembatan rusak dengan nilai kerugian
  sebesar Rp 238.000.000,- 57 unit sekolah terendam, 19 unit puskesmas dan puskesmas
  pembantu, 20 unit rumah ibadah dan 2 dermaga rusak.

  Penilaian kerugian langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi seluruh kerugian yang
  dilaporkan per 29 Desember 2006 dan menetapkan nilai yang masuk akal terhadap setiap
  kerugian tersebut. Namun, dampak kerugian tersebut tidak hanya memiliki dampak
  langsung, karena nilai tersebut sangatlah undervalued.

  Kerugian-kerugian tersebut memiliki dampak pengganda (multiplier effect) yang harus
  diperhitungkan karena nilai tersebut memiliki dampak yang lebih besar dan lebih luas.
  Dengan memperhitungkan dampak pengganda tersebut dengan setiap sub sektor yang
  menderita banjir maka akan didapat kerugian yang menyeluruh (total lost)

  Analisa ini menghasilkan temuan yang berbeda dengan yang di himpun dan keluarkan oleh
  Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) Provinsi Riau. Kerugian langsung yang diderita oleh
  Kabupaten Kampar adalah sebesar Rp 42.482.490.000 (Rp 42,482 Miliar). Ini belum
  termasuk memperhitungkan dampak pengganda masing masing sektor, sehingga didapat
  angka yang jauh lebih besar. Sebagai gambaran, analisa yang dilakukan ATTR dan WALHI
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


   Riau, 2003. Kerugian langsung yang diderita oleh provinsi Riau akibat banjir adalah sebesar
   Rp 143,9 milyar rupiah dan setelah dimasukan dengan dampak pengganda masing masing
   sektor didapat angka yang jauh lebih besar, yaitu Rp 793,3 milyar.

   Hal yang juga harus dicermati adalah adanya pos-pos pengeluaran di APBD propinsi Riau
   maupun APBD kabupaten-kabupaten di Riau yang membengkak, terutama tujuh pos penting
   pengeluaran pembangunan dalam pembangunan sektor publik yang memiliki keterkaitan
   yang erat dengan fenomena banjir di Riau. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian dan
   kehutanan, sektor sumber daya air dan irigasi, sektor transportasi, sektor pembangunan
   daerah dan pemukiman, sektor lingkungan hidup dan tata ruang, sektor kesehatan,
   kesejahteraan social, peranan wanita, anak dan remaja, dan sektor perumahan dan
   pemukiman.


C. APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN
   Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari bencana ekologis yang terjadi, maka
   persoalan ini harus disikapi secara bersama-sama dengan menjalankan peran dan
   tanggungjawab para pihak. Agar bencana yang terjadi tidak menimbulkan bencana baru yang
   akhirnya berputar menjadi sebuah lingkaran yang tak berujung. Rencana relokasi masyarakat
   dan proyek infrasytuktur bukan solusi ampuh untuk mengurangi masalah bencana, karena
   persoalannya ada pada kebijakan yang telah salah arah serta ke-engganan pemerintah dalam
   bersikap. Untuk itu untuk mengurangi resiko bencana yang lebih besar, maka pemerintah
   harus segera melakukan tindakan ;

     1. Mengeluarkan kebijakan Moratorium penebangan hutan alam yang tersisa
     2. Meninjau ulang semua rencana investasi skala besar berbasis lahan yang berimplikasi
        kepada konversi hutan alam yang tersisa dan merubah bentang alam
     3. Konsep RTRWP Riau tidak lagi bisa mengacu kepada batasan administrasi, namun
        harus harus mengacu kepada konsep BIOREGION yang menghubungkan kepentingan
        hulu-hilir sebuah kawasan
     4. Membentuk sebuah sistem manajemen informasi dan penanggulangan bencana, dengan
        melakukan inventarisir dan menginformasikan secara berkala kepada masyarakat
        tentang wilayah-wilayah rawan bencana di Riau serta tindakan yang harus diambil,
        untuk pencegahan dan pengendalian resiko bencana di masyarakat
     5. Pemerintah harus berani mengakui kegagalan dalam pembangunan sebagai akibat dari
        kebijakan yang ekploitatif terhadap sumber daya alam yang bermuara kepada bencana
        ekologis di setiap tahunnya

   Sikap dan tindakan yag harus dilakukan segera oleh pemerintah sudah seharusnya di kontrol
   oleh semua elemen masyarakat dengan mulai memberanikan diri untuk menuntut
   pertanggung gugatan pemerintah dan perusahaan terhadap kerugian yang dialami dari
   bencana ekologis yang terjadi setiap tahunnya dan berlaku mundur.

   Masyarakat juga harus mulai berpikir untuk memilih dan mengkritisi setiap kepala daerah
   yang akan duduk di kursi pemerintahan agar mereka berani mengeluarkan kebijakan
   Moratorium penebangan dan menghentikan segala bentuk investasi yang ekplotatif terhadap
   sumber daya alam.

   Para akademisi juga sudah saatnya menunjukan keberpihakan kepada rakyat dengan
   melakukan riset-riset yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan agar bisa memberikan
KERTAS POSISI
BENCANA EKOLOGIS DI RIAU


   kontribusi terhadap pengambilan kebijakan yang berpihak kepada lingkungan dan
   kemaslahatan masyarakat Riau


D. PENUTUP
   Bencana ekologis yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di Riau sesungguhnya adalah
   hasil rekayasa ekonomi politik antara penguasa yang dilakoni oleh para pembuat kebijakan
   dengan pengusaha yang memiliki modal besar.

   Investasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terbukti hanya jargon pembangunan,
   bencana kabut asap dan banjir berulang-ulang terjadi disepanjang tahun dan telah pula
   menyebabkan kerugian yang sangat luar biasa, namun sampai dengan saat ini hampir tidak
   ada kebijakan dan tindakan pemerintah yang bertujuan untuk merestorasi kerusakan
   lingkungan yang terjadi.

   Pemerintah malah membuka peluang sebesar-besarnya kepada para investor untuk melakukan
   ekploitasi sumber daya alam seluas-luasnyanya, walaupun sebenarnya mereka tahu bahwa
   seharusnya tidak ada lagi hutan alam yang bisa dikonversi, bahwa kebijakan tata ruang
   selama ini tidak pernah melibatkan masyarakat local dan tidak berbasiskan kepada
   kepentingan masyarakat dibagian hulu dan hilir kawasan namun lebih cenderung membabi
   buta guna mengamankan investasi, fenomena inilah yang kita sebut dengan ”Extra Ordinary
   Crime by State”.

   Kontribusi pikiran, sikap kritis dan segala daya upaya segenap rakyat Riau sangat
   menentukan arah perubahan pembangunan untuk kesejahteraan dimasa mendatang.


                                        ------ o0o ------

More Related Content

What's hot

Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil Desa
Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil DesaData Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil Desa
Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil DesaSiti Chaakimah
 
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)Try Adi
 
Desertifikasi
DesertifikasiDesertifikasi
Desertifikasidwi sekti
 
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah 040251401...
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah  040251401...Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah  040251401...
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah 040251401...Desiana Ika Listiani
 
Kerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAKerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAJesica Grace
 
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganKerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganYakoeb Saroni
 
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganKerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganZulfah Alfina
 
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengDampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengNurma Fauzaniar
 
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...Hafsoh Ulfiana Fauziah
 
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, Sabah
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, SabahSkema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, Sabah
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, SabahAsmawi Abdullah
 
Mitigasi bencana
Mitigasi bencanaMitigasi bencana
Mitigasi bencanaTri Hidayat
 
Usaha Pengurangan Resiko Bencana Alam
Usaha Pengurangan Resiko Bencana AlamUsaha Pengurangan Resiko Bencana Alam
Usaha Pengurangan Resiko Bencana AlamDhea Firsty
 
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalMengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalEthelbert Phanias
 
Akibat Konversi hutan
Akibat Konversi hutanAkibat Konversi hutan
Akibat Konversi hutanWilly Chandra
 
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)Bunga Pitaloka
 
Kerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan ManusiaKerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan ManusiaAlveraadk
 
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)Ade Rohima
 
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidup
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidupDampak masalah kependudukan dan lingkungan hidup
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidupsintiadjafar
 

What's hot (20)

Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil Desa
Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil DesaData Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil Desa
Data Sosial: Pembelajaran dari Proses Penyusunan Profil Desa
 
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
 
Desertifikasi
DesertifikasiDesertifikasi
Desertifikasi
 
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah 040251401...
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah  040251401...Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah  040251401...
Dieng Plateu Dataran Tinggi Dieng Kerusakan dan konservasi wilayah 040251401...
 
Kerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIAKerusakan Alam INDONESIA
Kerusakan Alam INDONESIA
 
Kerusakan lingkungan hidup
Kerusakan lingkungan hidupKerusakan lingkungan hidup
Kerusakan lingkungan hidup
 
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganKerusakan lingkungan
Kerusakan lingkungan
 
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkunganKerusakan lingkungan
Kerusakan lingkungan
 
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan DiengDampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
Dampak alih fungsi lahan di pegunungan Dieng
 
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...
Materi tentang Ozon-Desertifikasi-Erosi-Polusi-Hujan Asam-Pemanasan Global-Gl...
 
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, Sabah
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, SabahSkema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, Sabah
Skema Jawapan Trial S2 2019 - SMK Pamol, Sandakan, Sabah
 
Mitigasi bencana
Mitigasi bencanaMitigasi bencana
Mitigasi bencana
 
Usaha Pengurangan Resiko Bencana Alam
Usaha Pengurangan Resiko Bencana AlamUsaha Pengurangan Resiko Bencana Alam
Usaha Pengurangan Resiko Bencana Alam
 
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalMengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
 
Konversi hutan 2
Konversi hutan 2Konversi hutan 2
Konversi hutan 2
 
Akibat Konversi hutan
Akibat Konversi hutanAkibat Konversi hutan
Akibat Konversi hutan
 
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)
Kerusakan lingkungan hidup (etika profesi)
 
Kerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan ManusiaKerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
 
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
 
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidup
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidupDampak masalah kependudukan dan lingkungan hidup
Dampak masalah kependudukan dan lingkungan hidup
 

Viewers also liked

Riau Co2 Full Report Bahasa Indonesia
Riau Co2 Full Report Bahasa IndonesiaRiau Co2 Full Report Bahasa Indonesia
Riau Co2 Full Report Bahasa IndonesiaPeople Power
 
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsatAnalisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsatmataraga nay
 
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyana
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi SetiyanaLaporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyana
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyanadewisetiyana52
 
Makalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristikMakalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristikNiakhairani
 
Kimia akibat konversi hutan
Kimia   akibat konversi hutanKimia   akibat konversi hutan
Kimia akibat konversi hutanAziz_Kurniawan
 
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khg
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khgPentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khg
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khgPanji Kharisma Jaya
 

Viewers also liked (9)

Riau Co2 Full Report Bahasa Indonesia
Riau Co2 Full Report Bahasa IndonesiaRiau Co2 Full Report Bahasa Indonesia
Riau Co2 Full Report Bahasa Indonesia
 
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsatAnalisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
Analisis persebaran hutan mangrove di bali dengan memanfaatkan citra landsat
 
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyana
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi SetiyanaLaporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyana
Laporan KKL Taksonomi Hewan_2012_Dewi Setiyana
 
Makalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristikMakalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristik
 
Hutan adat kab.kerinci 2015
Hutan adat kab.kerinci 2015Hutan adat kab.kerinci 2015
Hutan adat kab.kerinci 2015
 
Flora fauna
Flora  faunaFlora  fauna
Flora fauna
 
Kimia akibat konversi hutan
Kimia   akibat konversi hutanKimia   akibat konversi hutan
Kimia akibat konversi hutan
 
konsep biodiversitas
konsep biodiversitaskonsep biodiversitas
konsep biodiversitas
 
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khg
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khgPentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khg
Pentingnya peta untuk perlindungan dan restorasi khg
 

Similar to Kertas Posisi Bencana Ekologis Riau

Stop Pembakaran Hutan green peace
 Stop Pembakaran Hutan green peace  Stop Pembakaran Hutan green peace
Stop Pembakaran Hutan green peace Marchel monoarfa
 
Walhi Riau Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di Riau
Walhi Riau   Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di RiauWalhi Riau   Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di Riau
Walhi Riau Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di RiauPeople Power
 
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkungan
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkunganPergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkungan
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkunganNatalia Ayu
 
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauKebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauPeople Power
 
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakartaNunu Nurul
 
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIAMENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIAAchmad Ramdhany Irdiansyah
 
Daerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiDaerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiAbhy Taridala
 
Tugas geografi
Tugas geografiTugas geografi
Tugas geografiRezha Ting
 
PPT EKOLAKER GODAM.pptx
PPT EKOLAKER GODAM.pptxPPT EKOLAKER GODAM.pptx
PPT EKOLAKER GODAM.pptxWiskeWisang
 
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...Mie Ahmad
 
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...Arok Pramudhita
 
Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Nova DiLa
 
Pendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloPendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloSyarifah Nisa
 
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan Bencana
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan BencanaKebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan Bencana
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan BencanaRaflis Ssi
 
Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan Lingkungan HidupKerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan Lingkungan HidupMaulina.jh
 

Similar to Kertas Posisi Bencana Ekologis Riau (20)

Stop Pembakaran Hutan green peace
 Stop Pembakaran Hutan green peace  Stop Pembakaran Hutan green peace
Stop Pembakaran Hutan green peace
 
Walhi Riau Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di Riau
Walhi Riau   Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di RiauWalhi Riau   Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di Riau
Walhi Riau Kondisi Dan Tingkat Kerusakan Hutan Di Riau
 
Lingkungan Riau
Lingkungan RiauLingkungan Riau
Lingkungan Riau
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkungan
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkunganPergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkungan
Pergeseran Ekosistem dan Isu isu lingkungan
 
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauKebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
 
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta
88656117 penanganan-banjir-kota-dki-jakarta
 
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIAMENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
MENUNTASKAN MASALAH KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
 
Daerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiDaerah aliran sungai
Daerah aliran sungai
 
Tugas geografi
Tugas geografiTugas geografi
Tugas geografi
 
PPT EKOLAKER GODAM.pptx
PPT EKOLAKER GODAM.pptxPPT EKOLAKER GODAM.pptx
PPT EKOLAKER GODAM.pptx
 
Pelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan HidupPelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan Hidup
 
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...
Penebangan pokok boleh dikaitkan dengan penyahhutanan bermakna penghapusan hu...
 
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...
Potensi tekanan ketersediaan air sebagai dampak perubahan iklim pada kawasan ...
 
Pengaruh penggundulan hutan terhadap krisis air
Pengaruh penggundulan hutan terhadap krisis airPengaruh penggundulan hutan terhadap krisis air
Pengaruh penggundulan hutan terhadap krisis air
 
Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Mamfaat hutan
Mamfaat hutan
 
Pendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloPendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan solo
 
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan Bencana
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan BencanaKebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan Bencana
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan Bencana
 
Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan Lingkungan HidupKerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan Lingkungan Hidup
 
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
 

More from Raflis Ssi

Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...
Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...
Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...Raflis Ssi
 
Omnibus law vs kejahatan peta
Omnibus law vs kejahatan petaOmnibus law vs kejahatan peta
Omnibus law vs kejahatan petaRaflis Ssi
 
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi Raflis Ssi
 
Kejahatan peta
Kejahatan petaKejahatan peta
Kejahatan petaRaflis Ssi
 
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015Raflis Ssi
 
Bencana mengintai di lahan gambut
Bencana mengintai di lahan gambutBencana mengintai di lahan gambut
Bencana mengintai di lahan gambutRaflis Ssi
 
Analisis titik api di provinsi riau 2015
Analisis titik api di provinsi riau 2015Analisis titik api di provinsi riau 2015
Analisis titik api di provinsi riau 2015Raflis Ssi
 
Analisis pemberian izin konsesi di riau
Analisis pemberian izin konsesi di riauAnalisis pemberian izin konsesi di riau
Analisis pemberian izin konsesi di riauRaflis Ssi
 
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesia
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRezim politik perizinan berbasis lahan di indonesia
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
 
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanKorupsi dan kepastian hukum kawasan hutan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
 
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanPola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanRaflis Ssi
 
Kawasan hutan dan rencana tata ruang
Kawasan hutan dan rencana tata ruangKawasan hutan dan rencana tata ruang
Kawasan hutan dan rencana tata ruangRaflis Ssi
 
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutanan
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutananFenomena land grabbing dalam perencanaan kehutanan
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutananRaflis Ssi
 
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesia
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaBagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesia
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
 
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
 
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan Hutan
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan HutanPotret Kegagalan Mandat Pengurusan Hutan
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan HutanRaflis Ssi
 
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3Raflis Ssi
 
Inisiatif one map
Inisiatif one mapInisiatif one map
Inisiatif one mapRaflis Ssi
 
Munkinkah pulau padang tenggelam
Munkinkah pulau padang tenggelamMunkinkah pulau padang tenggelam
Munkinkah pulau padang tenggelamRaflis Ssi
 
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riau
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riauRencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riau
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riauRaflis Ssi
 

More from Raflis Ssi (20)

Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...
Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...
Catatan diskusi kamar lsm pada workshop penataan kawasan hutan bagi kebangkit...
 
Omnibus law vs kejahatan peta
Omnibus law vs kejahatan petaOmnibus law vs kejahatan peta
Omnibus law vs kejahatan peta
 
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi
 
Kejahatan peta
Kejahatan petaKejahatan peta
Kejahatan peta
 
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015
 
Bencana mengintai di lahan gambut
Bencana mengintai di lahan gambutBencana mengintai di lahan gambut
Bencana mengintai di lahan gambut
 
Analisis titik api di provinsi riau 2015
Analisis titik api di provinsi riau 2015Analisis titik api di provinsi riau 2015
Analisis titik api di provinsi riau 2015
 
Analisis pemberian izin konsesi di riau
Analisis pemberian izin konsesi di riauAnalisis pemberian izin konsesi di riau
Analisis pemberian izin konsesi di riau
 
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesia
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRezim politik perizinan berbasis lahan di indonesia
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesia
 
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanKorupsi dan kepastian hukum kawasan hutan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutan
 
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanPola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
 
Kawasan hutan dan rencana tata ruang
Kawasan hutan dan rencana tata ruangKawasan hutan dan rencana tata ruang
Kawasan hutan dan rencana tata ruang
 
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutanan
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutananFenomena land grabbing dalam perencanaan kehutanan
Fenomena land grabbing dalam perencanaan kehutanan
 
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesia
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaBagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesia
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesia
 
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
 
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan Hutan
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan HutanPotret Kegagalan Mandat Pengurusan Hutan
Potret Kegagalan Mandat Pengurusan Hutan
 
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3
 
Inisiatif one map
Inisiatif one mapInisiatif one map
Inisiatif one map
 
Munkinkah pulau padang tenggelam
Munkinkah pulau padang tenggelamMunkinkah pulau padang tenggelam
Munkinkah pulau padang tenggelam
 
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riau
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riauRencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riau
Rencana tata ruang pulau sumatera di provinsi riau
 

Recently uploaded

"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"
"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D""Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"
"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"HaseebBashir5
 
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdf
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdfModul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdf
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdfDODDY LOMBARDO, ST, MM, CRP
 
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malang
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan MalangPROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malang
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malangsaka
 
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di Kediri
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di KediriKediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di Kediri
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di KediriHaseebBashir5
 
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar Togel
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar TogelJudul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar Togel
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar TogelHaseebBashir5
 

Recently uploaded (6)

"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"
"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D""Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"
"Menyambut Musim Dingin: Persiapan Menghadapi Winter4D"
 
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdf
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdfModul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdf
Modul Sertifikasi Penilaian RMI Batch II updated 070324 1800.pdf
 
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malang
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan MalangPROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malang
PROMO, HUB 0822-4470-5247 | Paper Bag Belanjaan Malang
 
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di Kediri
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di KediriKediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di Kediri
Kediritoto: Panduan Lengkap untuk Penggemar Togel di Kediri
 
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar Togel
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar TogelJudul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar Togel
Judul: Mengenal KediriToto: Platform Terpercaya untuk Penggemar Togel
 
20122023-Sosialisasi Juknis RMI-Final.pdf
20122023-Sosialisasi Juknis RMI-Final.pdf20122023-Sosialisasi Juknis RMI-Final.pdf
20122023-Sosialisasi Juknis RMI-Final.pdf
 

Kertas Posisi Bencana Ekologis Riau

  • 1. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Disusun oleh : Raflis m. teguh surya riko kurniawan susanto kurniawan
  • 2. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU BENCANA EKOLOGIS DI RIAU “BUAH KEBERHASILAN PEMBANGUNAN” A. LATAR BELAKANG Bencana ekologis tahunan seperti kabut asap dan banjir telah memberikan dampak negatif yang cukup besar bagi negeri ini. Hal ini merupakan sebuah indicator termudah untuk melihat bahwa tingkat kerusakan lingkungan hidup di Riau sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Sayangnya pemerintah Riau tidak memiliki sense of disasters, sehingga bencana yang telah banyak menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi ini dianggap bencana biasa saja. Penanganan bencana yang dilakukan peemerintah selama ini hanya terbatas pada bantuan belaka dan sama sekali tidak menyentuh kepada langkah-langkah penyelesaian masalah. sehingga terkesan bencana yang sangat tidak diinginkan oleh rakyat ini, sangat dinanti- nantikan kehadirannya oleh para penyelenggara Negara di negeri ini. Bantuan yang seharusnya diberikan buat para korban cenderung dikorupsi, sehingga masyarakat kembali menjadi korban yang dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang. Bahkan para aktor elit politik menjadikan bencana sebagai media kampanye untuk merebut kursi kekuasaan pada tahun 2009. Bencana kabut asap yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2006 semakin meningkat secara drastis, ini menunjukan bahwa proses penanganan bencana kabut asap tidak dilakukan secara serius. Izin-izin konversi hutan masih saja diterbitkan dalam jumlah besar, bahkan sebagian besar izin konsesi berada pada kawasan lindung gambut1, sehingga ketika terjadi praktek land clearing, bencana kabut asap tak bisa dihindari. Kebakaran hutan selama tahun 2006 tersebar hampir diseluruh kabupaten di Propinsi Riau, namun yang terbesar terjadi di kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, dan Pelalawan (lihat Peta sebaran Hotspot di Riau July 2006)2. Sebagian besar kawasan yang terbakar merupakan kawasan gambut yang merupakan sumber terbesar polusi asap dalam kebakaran-kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Pada periode Juli - Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi dikawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi ( HPH) dan perkebunan sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI seluas 47.186 ha, perkebunan sawit seluas 42.094 ha, HPH seluas 39.055 ha, kawasan gambut 91.198 ha, kawasan non gambut: 82.503 ha. 1 Laju konvesri hutan alam Riau untuk hutan tanaman industri dan perkebunan sawit sebar 150.00-200.000 Ha per tahun dan 4 juta hektar daratan Riau terdiri dari lapisan gambut dengan kedalaman yang beragam. Lahan-lahan gambut yang digenangi air tidak akan terbakar secara alami kecuali mengalami kekeringan yang luar biasa. Propinsi Riau dalam kurun waktu dua tahun terakhir telah kehilangan hutan rawa gambut seluas 2 juta hektar 2 ZULFAHMI, Desember 2006 “Paper Untuk Berita FKKM”
  • 3. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat ketika bencana kabut asap datang adalah gangguan kesehatan, dimana sejak Mei - September 2006 bencana kabut asap telah mengakibatkan 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, dan10.000 orang terkena diare dan menceret3. Bahkan sebuah studi terbaru memperkirakan bahwa karbon yang dilepas selama kebakaran-kebakaran lahan gambut pada tahun 1997/98 sama jumlahnya dengan 13 sampai 40% dari emisi tahunan yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil di seluruh dunia. (Burning issues, mei 2003) Bencana banjir tidak kalah pentingnya dibanding dengan bencana kabut asap yang datang silih berganti. Banjir yang terjadi pada tahun 2003 telah menimbulkan total kerugian sebesar 793,3 miliar rupiah, dimana kerugian yang dialami oleh masing-masing kabupaten terkena banjir adalah sebesar 31% dari nilai APBD nya4. Seperti halnya bencana kabut asap, bencana banjir juga disebabkan oleh menurunya kualitas lingkungan hidup beserta rusaknya daya dukung lingkungan yang selama ini menjadi faktor keseimbangan alam. Kondisi hutan di bagian hulu yang sudah rusak mengakibatkan proses run-off air hujan tidak dapat dihambat. Proses run-off akan menggerus lapisan hara tanah dan membawa partikel tanah tersebut ke hilir, sehingga terjadi pengendapan dan pendangkalan sungai5, yang mana ketika musim hujan tiba kedua factor tersebut terakumulasi menjadi banjir . Dalam hal ini musim penghujan hanya sebagai pemicu terjadinya banjir dan bukan menjadi factor utama, jadi hal yang paling tepat dilakukan pemerintah untuk mengurangi bencana banjir adalah dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh di kawasan-kawasan hulu sungai dan merestorasi sungai-sungai yang telah mengalami pendangkalan dan pengrusakan. B. STUDI KASUS “BENCANA BANJIR DI RIAU 2006” Banjir secara sederhana dapat didefinisikan sebagai tidak sanggupnya saluran air seperti sungai menampung dan mengalirkan air dari aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan. Secara teoritis penyebab utama terjadinya banjir adalah tingginya curah hujan yang mengakibatkan besarnya volume aliran permukaan yang kemudian terakumulasi pada daerah-daerah cekungan (bantaran sungai) yang tidak mampu mengalirkan air dalam volume yang besar. Besarnya aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan dan jatuh ke permukaan tanah 3 Catatan akhir tahun 2006, JIKALAHARI 4 WALHI Riau, 2003. Buku Hitam “Banjir Salah Siapa” 5 Empat Daerah Aliran Sungai besar di Riau yang paling menentukan dalam setiap kali terjadinya bencana banjir yaitu DAS Siak yang 100% berada di Provinsi Riau, DAS Rokan 15% berada di Sumatera Utara, 5% di Sumatera Barat dan sisanya 75% di Riau. DAS Kampar 8% berada di Sumatera Barat dan sisanya 92% di Riau, sedangkan DAS Indragiri 32 % di Sumatera Barat dan sisanya 72% di Riau (BP DAS Riau, 2005)
  • 4. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU hampir seluruhnya berubah menjadi aliran permukaan, sangat sedikit yang diteruskan kedalam tanah dalam proses infiltrasi. Kecilnya proses infiltrasi yang terjadi disebabkan oleh tutupan lahan yang telah berubah peruntukannya secara masif dan saat ini lahan-lahan yang seharusnya tetap dipertahankan keberadaannya sebagai sebuah kawasan hutan yang berfungsi sebagai water cacthment area sudah didominasi oleh kebun sawit , hutan tanaman industri, dan lahan terbuka. Sehingga pada musim kemarau permukaan tanah cenderung kering dan memadat dan pada saat musim hujan tiba tanah tidak mampu mengalirkan air dari permukaan menuju aliran bawah permukaan sehingga hampir 100% diubah menjadi aliran permukaan. Gambar. 3 Proses Yang Terjadinya Ketika Hujan Turun 1. Tinjauan Perubahan Pola Tutupan Lahan Terjadinya perubahan pola tutupan hutan dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri dan perkebunan sawit menyebabkan terganggunya keseimbangan hidrologis yang kemudian berdampak pada mengecilnya debit air sungai pada musim panas dan membesarnya debit air pada musim hujan yang kemudian berdampak pada terjadinya banjir. Salah satu fungsi hutan alam adalah sebagai pengatur siklus hidrologi menjadi penting dalam pola pencegahan terjadinya banjir. Air hujan yang jatuh pada tajuk pohon akan mengurangi energi kinetik hujan yang mencapai permukaan tanah Sebagian air yang jatuh akan mengalir melalui batang dan memperlambat terjadinya proses aliran permukaan. Air yang sudah sampai pada permukaan tanah sebagian akan diteruskan (diinfiltrasikan) kelapisan bawah permukaan dan akan mengurangi aliran permukaan. Kerapatan pohon akan memperlambat laju aliran permukaan sampai pada saluran pembuangan (sungai) Pengurangan aliran permukaan akibat proses infiltrasi dan terjadinya waktu tunda atau perlambatan aliran permukaan mengakibatkan perbedaan waktu tempuh dari aliran permukaan menuju saluran pembuangan mengurangi lonjakan-lonjakan massa air pada saluran air dapat dikurangi sehingga banjir dapat dieliminasi.
  • 5. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU 2. Tinjauan Laju Kerusakan Hutan Alam Riau6 Proses Deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 24 tahun (1982-2005) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 Juta ha. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8.225.199 Ha (8.265.556,15 hektar setelah dimekarkan). Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya 2,743,198 ha (33% dari luasan daratan Riau). Dalam Kurun waktu tersebut provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alam-nya seluas 150 Ribu Ha dan selama periode 2004 - 2005 hutan alam yang hilang mencapai 200 ribu ha. Lihat grafik perubahan tutupan hutan alam Riau. Deforestasi 1982 - 2005 6,500,000 6,415,655 6,000,000 5,623,601 5,500,000 5,000,000 4,500,000 4,159,823 Luas (Ha) 4,000,000 3,413,937 3,500,000 3,216,374 Luas Hutan 2,944,065 3,000,000 2,743,173 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 476,233 500,000 0 1982 1988 1996 2000 2002 2004 2005 2015 Tahun Degradasi hutan yang terjadi pada tahun 1990-an cukup dramatis, dimana hutan alam dataran kering di propinsi Riau berkurang hampir setengahnya, sementara hal yang serupa tidak terjadi pada hutan lahan basah, meskipun perluasan perkebunan di Indragiri Hilir, dan penebangan di Pelalawan dan Siak menunjukan bahwa deforestasi juga terjadi namun dengan lambat, hal ini kemungkinan disebabkan daerah rawa lebih sulit dicapai dan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk menebangnya ( Town line, Master Plan Riau 2020, 2003) Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa perbandingan citra satelit, dari perbandingan ini menunjukan bahwa kawasan hutan berkurang terus menerus, kawasan pertama yang menjadi sasaran adalah hutan tanah kering yang mudah dicapai dari jalan raya dan daerah-daerah yang berada dekat aliran sungai seperti daerah Kuala Gaung, Dumai, Rokan Hulu dan Rokan Hilir. 6 Zulfahmi, “Hutan Riau Diambang Kepunahan”
  • 6. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Dari interprestasi Citra Satelit tahun 2005 hutan alam tanah kering di propinsi Riau diperkirakan hanya tersisa 1.057.139 ha. Hutan-hutan ini berada pada Blok Bukit Tiga Puluh, Blok Teso Nilo dan Blok Bukit Rimbang Baling, lihat peta dibawah ini. Sementara hutan alam lahan basah (Hutan gambut) yang tersisa seluas 1.937.279 Ha. hutan lahan basah ini berada pada Blok Kerumutan, blok Semenanjung Kampar, blok Bukit Batu dan blok Rokan Hilir ( Lihat peta hutan lahan basah yang masih tersisa di riau tahun 2005). WWF Indonesia menyebutkan bahwa 8 blok hutan alam yang tersisa ini adalah hutan alam yang memiliki nilai konservasi tinggi ( High Consevation Value Forest). Semenjak hutan alam dikelola untuk tujuan komersial yang di usahakan oleh pihak swasta berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1967, jutaan meter kubik kayu alam setiap tahunnya mengalir keluar dari hutan alam Riau. Semenjak saat itu pula satu persatu tajuk-tajuk pohon mulai tumbang dan menghilang. Dari udara mulai terlihat tanah-tanah merah, lapisan-lapisan hijau segar yang dulu menutupinya menghilang. Kayu-kayu ini dikirim ke ratusan industri kayu yang beroperasi di Riau dan juga tidak sedikit kayu-kayu ini yang diseludupkan keluar negeri dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Sector kehutanan Riau telah berkontribusi 10 hingga 15 % bagi PDRB tahun 2001 atau sekitar 4 triliun rupiah (Buku masterplan Riau Kusuma wati 2001). Angka ini belum termasuk sektor hilir industri kehutanan. Sekitar 55.000 orang bekerja secara penuh pada sektor kehutanan, Jika dimasukan pekerja paruh waktu dan pekerja tidak menerima upah sektor ini dipekirakan mempekerjakan lebih dari 100.000 orang. (sensus 2000 dalam masterpland hutan riau 2003) Akibat buruknya sistim pengelolaan sumber daya hutan selama ini sehingga proses deforestasi terus barlangsung seakan tanpa dapat dikendalikan. Satu persatu industri kehutanan bangkrut, puluhan bahkan ratusan ribu orang yang mengantungkan hidupnya dari sektor kehutanan terancam kehilangan pekerjaan. Penerimaan keuangan negara dan daerah terus berkurang dari sektor kehutanan, bencana ekologis datang secara bergantian seiring dengan hilangnya tutupan hutan alam.
  • 7. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Keberadaan menjamurnya industri kehutanan di propinsi Riau telah menjadi salah satu penyebab degradasi hutan alam semakin tidak terkendali. Sampai dengan tahun 2000 jumlah Industri kehutanan yang beroperasi di Propinsi Riau mencapai 312 unit yang terdiri dari Industri kayu lapis (plywood) 10 unit, sawmil 270 unit, moulding 27, chip mill sebanyak 3 unit dan 2 unit industri Pulp dan Kertas. Keseluruhan industri ini berkapasitas 4,9 juta ton/tahun dengan kebutuhan kayu mencapai 15,8 juta m3/tahun. Pada hal kemampuan produksi hutan alam saat itu hanya sekitar 1,1 juta m3/tahun ( Kanwil kehutanan Riau 1999). Kemudian pada tahun 2005 Dinas kehutanan Propinsi Riau mencatat terjadi peningkatan jumlah dan kapasitas industri kehutan di Riau menjadi 576 Unit dengan kebutuhan bahan baku menjadi 22,7 juta M3/tahun7. Data ini cukup mengagetkan dengan kenyataan yang terjadi pada tahun 2000 semestinya industri kehutanan di Riau di kurangi Table. 1 Keadaan Industri Primer Hasil Hutan Propinsi Riau s.d. 2005. NO Jenis Industri Jumlah Kapsitas terpasang Kebutuhan bahan baku (Unit) BBS Pertukanga n 1 Pulp & Paper 2 3.910.000 Ton/thn 17.595.000 2 Chip mill 2 296.000 Ton/thn 325.600 542.650 M3/thn 3 Plywood 9 904.417 4 Sawn Timber M3/thn - Ijin Perindag 456 1.592.184 3.184.368 M3/thn - Ijin Kab/Kota 103 261.500 523.000 3 5 Arang bakau 4 33.970 M /thn 152.865 Jumlah 576 17.920.600 4.764.650 Total Kebutuhan bahan baku 22.685.250 Sumber; Dinas kehutanan Propinsi Riau 2006 Peningkatan kapasitas mesin secara siqnifikan terjadi pada sektor industri pulp & paper, dimana pada tahun 1990-an kapasitas industri pulp and Paper (PT. Riau Andalan Pulp and Paper dan PT. Indah Kiat Pulp and Paper) sebesar 2,5 juta ton/tahun, meningkat menjadi 3,9 juta ton/tahun pada awal tahun 2000-an. peningkatan kapasitas produksi mesin kedua industri pulp ini secara siqnifikan juga meningkatkan kebutuhan kayu oleh industri kehutanan di Riau. Sehingga pada tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan perizin untuk HTI pulp seluas 1,4 juta Ha, dengan harapan dapat mensuplay sekitar 18 juta m3 kebutuhan kayu Industri Pulp and Paper yang beroperasi di Riau (PT. RAPP dan PT. IKPP) Hingga tahun 2005 kemampuan produksi HTI ini baru mencapai 3,5 juta M3 (Dinas kehutanan Riau tahun 2006). Issu persediaan kayu untuk industri pulp & paper di Riau menunjukan kekeliruan besar dalam perencanaan dan investasi 3. Tinjauan RTRWP Riau Tahun 1994 PERDA No. 10 tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Popinsi 1994-2009 telah diatur alokasi pemanfaatan ruang, dimana lahan seluas 2.854.687 Ha (31,78%) dialokasikan untuk kawasan kehutanan dengan status hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap, serta kawasan lindung seluas 1.942.744 Ha (21,63%). Dengan luasan tutupan lahan dalam bentuk hutan seluas 4.797.432 Ha atau (53,41%). Seharusnya pada tahun 2009 masih tersisa 7 Makalah Gubernur Propinsi Riau 2006
  • 8. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU hutan alam seluas 4.797.432 Ha (53,41%) sehingga sistim hidrologi masih bisa terjaga dengan baik. Tabel. 2 Alokasi Pemanfaatan Lahan Berdasarkan RTRWP Tahun 1994 No Alokasi Pemanfaatan Luas % Keterangan Lahan (Hektar) 1 Kawasan Hutan Lindung 1.942.744 21.63 Hidrologi baik 2 Kawasan Industri - - - 3 Kawasan Kehutanan 2854687 35.63 Hidrologi baik 4 Kawasan Lainnya 428876 4.77 - 5 Kawasan Pariwisata - 6 Kawasan Pemukiman dan 234.903 2.61 - Transmigrasi 7 Kawasan Perkebunan 3.200.868 35.63 Hidrologi tergantung Jenis Tanaman 8 Kawasan Perkotaan - - - 9 Kawasan Pertambangan 15.691 0.17 - 10 Kawasan Pertanian 111.178 1.24 - Tanaman Pangan 11 Kawasan Prioritas 22.697 0.25 - Total 8.811.648 100% 3.1 Alokasi Pemanfaatan Ruang Empat DAS Besar di Riau Implementasi dari PERDA No. 10 tahun 1994 tentang RTRWP dalam perjalanannya mengalami banyak penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi adalah dengan mengeluarkan izin/ rekomendasi kepada Perkebunan, HPH dan HTI, diluar alokasi pemanfaan ruang yang telah direncanakan dalam PERDA No 10 tahun 1994, beberapa izin diantaranya berada dalam kawasan lindung Dalam perkembangannya kemudian, pemerintah tetap memberikan izin-izin bagi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit pada kawasan kehutanan, sehingga bisa diakatakan hampir tidak ada hutan alam yang bisa disisakan selain kawasan konservasi yang juga mengalami proses deforestasi yang dilegalkan lewat izin konsesi dan konversi. Hal itu terjadi karena pemerintah daerah (Bupati dan Gubernur) sangat berperan dalam pemberian rekomendasi beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut Penyimpangan yang terjadi dalam pemberian izin konsesi HPH, HTI dan perkebunan yang berada dalam kawasan lindung yang ditetapkan RTRWP 1994 adalah sebesar 808.610 Ha Selain Pemberian izin/rekomendasi dalam kawasan lindung, kebijakan pemerintah dalam memberikan izin HTI dan Perkebunan merupakan faktor yang sangat dominan dalam merubah tutupan hutan alam yang ada di propinsi Riau.
  • 9. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Gambar . 7 Peta Hutan Alam Yang Tersisa Vs Perkebunan, HTI dan HPH Tahun 2006 Gambar. 8 Peta Citra Satelit Tutupan Hutan alam Riau Tahun 2005
  • 10. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1990, tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, yang mengizinkan mengkonversi kawasan hutan produksi tetap menjadi Hutan Tanaman Industri maka bermunculanlah izin-izin pembukaan kawasan hutan menjadi hutan tanaman industri sampai tahun 2002 seluas 1,4 juta hektar Disamping itu, dengan meningkatnya popularitas perkebunan kelapa sawit sebagai investasi masa depan maka pemerintah telah pula mengeluarkan izin perkebunan kelapa sawit skala besar seluas 1,6 juta Ha. Dalam peta hutan alam yang tersisa versus perkebunan sawit, HTI dan HPH tahun 2006 kita dapat melihat lokasi-lokasi pemberian izin perkebunan sawit dan HTI dengan warna merah dan ungu disekitar DAS Indragiri, DAS Kampar, DAS Siak dan DAS Rokan. Kondisi sisa tutupan hutan alam di Riau juga dapat kita lihat pada peta citra satelit tutupan hutan alam Riau tahun 2005 (gambar 8) dimana warna merah merupakan lahan terbuka, yang mendominasi sebagian besar wilayah DAS, warna hijau muda menunjukkan HTI dan perkebunan, sementara warna hijau tua menunjukkan tutupan hutan alam. Gambar. 9 Peta Sebaran Banjir Di Riau, Desember 2006-Januari 2007
  • 11. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Gambar. 10 Peta Daerah Aliran Sungai di Propinsi Riau Dari kondisi tutupan hutan alam di empat DAS besar di Riau kita dapat dengan mudah melihat bahwa terjadinya banjir merupakan akibat dari kebijakan konversi lahan untuk investasi yang mengabaikan faktor hidrologis. 4. Tinjauan Kerugian “Economic Valuations & Dampak Lanjutan” Kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat banjir diperkirakan mencapai hingga ratusan milyar rupiah. Disebutkan bahwa dari 15 kabupaten yang ada dalam wilayah administratif Provinsi Riau, 9 diantaranya tertimpa banjir. Sebaran titik-titik banjir berbeda untuk setiap kabupaten. Di Kabupaten Kampar banjir melanda 3 kecamatan yakni, Kecamatan Tambang di Desa Teluk Kenidai sebanyak 1.250 jiwa, Desa Kualu 350 jiwa dan Desa Tambang 1.265 jiwa. Kecamatan Kampar Kiri 650 KK dan Kecamatan Tapung Hilir sebanyak 30 KK. Ada 50 orang terserang penyakit dan 1 orang meninggal, sekurangnya ada 78 hectare kebun karet yang mengalami rusak berat ( Rp 351.442.000)8. Banjir di ROHIL melanda 5.364 jiwa di Kecamatan Batu Ampar, Rantau Kopar, Pujud dan Tanah Putih. 30 KK mengungsi, 1 meninggal dan 2 rumah hanyut, Di INHU di Desa Pasir Penyu dan Desa Kelayang yang cukup parah, di Kabupaten Pelalawan melanda 2.165 KK atau sekitar 6.283 jiwa, dan di Kotamadya Pekanbaru ada 6.150 KK yang tersebar di Kecamatan Tenayan Raya sebanyak 370 KK, Kecamatan Payung Sekaki 126 KK, Kecamatan Rumbai 2.566 KK, Kecamatan Lima Puluh 1.020 KK, Kcamatan Rumbai Pesisir 1.624 KK 8 Komentar Kepala Dinas Perkebunan Kampar Ir Dharmawi di Riau Pos, 28 Desember 2006
  • 12. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU dan Kecamatan Senapelan 444 KK, yang tersebar di 34 desa. Total bantuan yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 246 juta. Ketinggian air diperkirakan mencapai 1 – 3 meter dari ketinggian normal. Per 28 Desember 2006 Bencana Banjir di sembilan Kabupaten/ Kota di Riau telah menenggelamkan setidaknya 38.170 rumah. Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) Riau kerugian selama terjadinya banjir mencapai Rp 258 miliar dimana Kabupaten INHU mencapai Rp 87 miliar, ROHUL Rp 68 miliar, Kampar Rp 62,5 miliar, KUANSING Rp 27,5 miliar, ROHIL Rp 7 miliar, Pekanbaru Rp 4 miliar, INHIL Rp 1,5 miliar dan terakhir Pelalawan Rp 0,5 miliar. 4.1 Hitungan Kerugian Banjir di Kabupaten Kampar Perhitungan ekonomi secara total memperlihatkan bahwa kerusakan yang terjadi pada ladang pertanian dan kebun penduduk telah menimbulkan kerugian sekitar Rp 22.7 miliar Kerugian ini barulah merupakan kerugian di sektor pertanian yang bersifat langsung. Kerugian yang besar juga dialami oleh para petani sawah karena banjir telah menyebabkan kerusakan dan kerugian sebesar Rp 2.92 miliar Kerusakan areal budidaya perikanan darat, terutama kolam ikan mencapai hingga 61 unit, dengan nilai kerugian sebesar Rp 305 juta. Keramba yang hanyut sekitar 196 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 1,764 miliar. Besarnya nilai kerugian tersebut ditambah dengan input-input untuk pembuatan peralatan dan tenaga kerja selama pembuatannya. Ternak ayam yang mati relatif besar yakni secara keseluruhan diperkirakan mencapai hingga diatas 3.996 ekor. Dengan mengasumsikan bahwa satu ekor ayam rata-rata bernilai jual sebesar Rp 20.000 maka kerugian yang muncul mencapai Rp 79.940.000. Jumlah ternak kambing yang mati sekitar 181 ekor dengan kerugian sekitar Rp 162.900.000, dan begitu pula dengan sapi yang menyebabkan kerugian hingga Rp 1.7 miliar Kerugian yang ditimbulkan oleh rusaknya beberapa infrastruktur milik masyarakat ataupun infrastruktur umum adalah yang besar jika dibandingkan dengan kerugian yang terjadi di sektor-sektor lain. Tercatat sekitar 17 rumah rusak dan 25 unit rumah hanyut dengan kerugian Rp 747.999.998. Kerugian dari kerusakan jalan umum sepanjang hampir 20,8 kilometer mencapai Rp 2,6 miliar. Sekitar 34 unit jembatan rusak dengan nilai kerugian sebesar Rp 238.000.000,- 57 unit sekolah terendam, 19 unit puskesmas dan puskesmas pembantu, 20 unit rumah ibadah dan 2 dermaga rusak. Penilaian kerugian langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi seluruh kerugian yang dilaporkan per 29 Desember 2006 dan menetapkan nilai yang masuk akal terhadap setiap kerugian tersebut. Namun, dampak kerugian tersebut tidak hanya memiliki dampak langsung, karena nilai tersebut sangatlah undervalued. Kerugian-kerugian tersebut memiliki dampak pengganda (multiplier effect) yang harus diperhitungkan karena nilai tersebut memiliki dampak yang lebih besar dan lebih luas. Dengan memperhitungkan dampak pengganda tersebut dengan setiap sub sektor yang menderita banjir maka akan didapat kerugian yang menyeluruh (total lost) Analisa ini menghasilkan temuan yang berbeda dengan yang di himpun dan keluarkan oleh Badan Kesejahteraan Sosial (BKS) Provinsi Riau. Kerugian langsung yang diderita oleh Kabupaten Kampar adalah sebesar Rp 42.482.490.000 (Rp 42,482 Miliar). Ini belum termasuk memperhitungkan dampak pengganda masing masing sektor, sehingga didapat angka yang jauh lebih besar. Sebagai gambaran, analisa yang dilakukan ATTR dan WALHI
  • 13. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU Riau, 2003. Kerugian langsung yang diderita oleh provinsi Riau akibat banjir adalah sebesar Rp 143,9 milyar rupiah dan setelah dimasukan dengan dampak pengganda masing masing sektor didapat angka yang jauh lebih besar, yaitu Rp 793,3 milyar. Hal yang juga harus dicermati adalah adanya pos-pos pengeluaran di APBD propinsi Riau maupun APBD kabupaten-kabupaten di Riau yang membengkak, terutama tujuh pos penting pengeluaran pembangunan dalam pembangunan sektor publik yang memiliki keterkaitan yang erat dengan fenomena banjir di Riau. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian dan kehutanan, sektor sumber daya air dan irigasi, sektor transportasi, sektor pembangunan daerah dan pemukiman, sektor lingkungan hidup dan tata ruang, sektor kesehatan, kesejahteraan social, peranan wanita, anak dan remaja, dan sektor perumahan dan pemukiman. C. APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari bencana ekologis yang terjadi, maka persoalan ini harus disikapi secara bersama-sama dengan menjalankan peran dan tanggungjawab para pihak. Agar bencana yang terjadi tidak menimbulkan bencana baru yang akhirnya berputar menjadi sebuah lingkaran yang tak berujung. Rencana relokasi masyarakat dan proyek infrasytuktur bukan solusi ampuh untuk mengurangi masalah bencana, karena persoalannya ada pada kebijakan yang telah salah arah serta ke-engganan pemerintah dalam bersikap. Untuk itu untuk mengurangi resiko bencana yang lebih besar, maka pemerintah harus segera melakukan tindakan ; 1. Mengeluarkan kebijakan Moratorium penebangan hutan alam yang tersisa 2. Meninjau ulang semua rencana investasi skala besar berbasis lahan yang berimplikasi kepada konversi hutan alam yang tersisa dan merubah bentang alam 3. Konsep RTRWP Riau tidak lagi bisa mengacu kepada batasan administrasi, namun harus harus mengacu kepada konsep BIOREGION yang menghubungkan kepentingan hulu-hilir sebuah kawasan 4. Membentuk sebuah sistem manajemen informasi dan penanggulangan bencana, dengan melakukan inventarisir dan menginformasikan secara berkala kepada masyarakat tentang wilayah-wilayah rawan bencana di Riau serta tindakan yang harus diambil, untuk pencegahan dan pengendalian resiko bencana di masyarakat 5. Pemerintah harus berani mengakui kegagalan dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan yang ekploitatif terhadap sumber daya alam yang bermuara kepada bencana ekologis di setiap tahunnya Sikap dan tindakan yag harus dilakukan segera oleh pemerintah sudah seharusnya di kontrol oleh semua elemen masyarakat dengan mulai memberanikan diri untuk menuntut pertanggung gugatan pemerintah dan perusahaan terhadap kerugian yang dialami dari bencana ekologis yang terjadi setiap tahunnya dan berlaku mundur. Masyarakat juga harus mulai berpikir untuk memilih dan mengkritisi setiap kepala daerah yang akan duduk di kursi pemerintahan agar mereka berani mengeluarkan kebijakan Moratorium penebangan dan menghentikan segala bentuk investasi yang ekplotatif terhadap sumber daya alam. Para akademisi juga sudah saatnya menunjukan keberpihakan kepada rakyat dengan melakukan riset-riset yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan agar bisa memberikan
  • 14. KERTAS POSISI BENCANA EKOLOGIS DI RIAU kontribusi terhadap pengambilan kebijakan yang berpihak kepada lingkungan dan kemaslahatan masyarakat Riau D. PENUTUP Bencana ekologis yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di Riau sesungguhnya adalah hasil rekayasa ekonomi politik antara penguasa yang dilakoni oleh para pembuat kebijakan dengan pengusaha yang memiliki modal besar. Investasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terbukti hanya jargon pembangunan, bencana kabut asap dan banjir berulang-ulang terjadi disepanjang tahun dan telah pula menyebabkan kerugian yang sangat luar biasa, namun sampai dengan saat ini hampir tidak ada kebijakan dan tindakan pemerintah yang bertujuan untuk merestorasi kerusakan lingkungan yang terjadi. Pemerintah malah membuka peluang sebesar-besarnya kepada para investor untuk melakukan ekploitasi sumber daya alam seluas-luasnyanya, walaupun sebenarnya mereka tahu bahwa seharusnya tidak ada lagi hutan alam yang bisa dikonversi, bahwa kebijakan tata ruang selama ini tidak pernah melibatkan masyarakat local dan tidak berbasiskan kepada kepentingan masyarakat dibagian hulu dan hilir kawasan namun lebih cenderung membabi buta guna mengamankan investasi, fenomena inilah yang kita sebut dengan ”Extra Ordinary Crime by State”. Kontribusi pikiran, sikap kritis dan segala daya upaya segenap rakyat Riau sangat menentukan arah perubahan pembangunan untuk kesejahteraan dimasa mendatang. ------ o0o ------