Upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan self control remaja di SMK meliputi pembelajaran agama, kegiatan keagamaan, dan pendekatan untuk membantu remaja mengendalikan diri. Hasilnya adalah peningkatan self control remaja dalam mengontrol tingkah laku, namun terdapat faktor pendukung dan penghambat seperti lingkungan dan karakteristik remaja itu sendiri.
1. UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Istilah pubertas maupun adolescensia sering di maknai dengan masa remaja, yakni masa
perkembangan sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian
(independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan
isu-isu moral. Sedangkan menurut Harold Alberty (1967:86), remaja merupakan masa peralihan
antara masa anak dan masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut
umur kalender kelahiran seseorang.
Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang di anutnya dan yang telah
dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukukan remaja
adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya lalu menyesuaikan tingkah lakunya
dengan harapan sosial tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, dan ancaman sebagaimana
sewaktu kecil. Dia juga di tuntut mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi
tanggung jawab orang tua atau guru.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus
menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of model of moral Think and
choice in the years 10 to 16. menyebutkan bahwa tahap-tahap perkembangan moral pada
individu dapat di bagi sebagai berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan
budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi, hal ini semata-mata ditafsirkan
dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan
kebaikan).
2. 2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menurut harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia memandang
bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan
nyata.
3. Tingkat Pasca-konvensional
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan
kelompok tersebut.
Piaget menyebutkan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam
kemampuan kognitif. Dia mampu mempertimbangkan segala kemungkinan untuk mengatasi
suatu masalah dari beberapa sudut pandang dan berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga kohlberg juga berpendapat bahwa perkembangan moral ketiga, moralitas
pasca-konvensional harus di capai selama masa remaja. Sejumlah prinsip di terimanya melalui
dua tahap; pertama menyakini bahwa dalam keyakinan moral harus ada fleksibilitas sehingga
memungkinkan dilakukan perbaikan dan perubahan standar moral bila menguntungkan semua
anggota kelompok; kedua menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal untuk menjahui
hukuman sosial terhadap dirinya sendiri, sehingga perkembangan moralnya tidak lagi atas dasar
keinginan pribadi, tatapi mernghormati orang lain.
Akan tetapi pada kenyataan banyak di temukan remaja yang belum bisa mencapai tahap
pasca-konvensional, dan juga pernah di temukan remaja yang baru mencapai tahap
prakonvensional.
Fenomena tersebut banyak di jumpai pada remaja yang pada umumnya mereka masih
duduk di bangku SMA/SMK, seperti:
3. 1. Berperangi tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah
2. Suka berhura-hura dan bergerombol.
3. Mentaati peraturan sekolah, karena takut pada hukuman.
4. Dan tidak jarang kita mendengar perkelahian terjadi antar remaja yang tidak jelas sebabnya.
Bahkan perkelahian dapat meningkat menjadi permusuhan kelompok, yang menimbulkan korban
pada kedua belah pihak. Bila ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka berbuat
kekerasan sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan tersebut
terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi
marah dan ikut berkelahi.
Fenomena di atas menggambarkan bahwa upaya remaja untuk mencapai moralitas
dewasa; mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum, merumuskan konsep yang
baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai pedoman tingkah laku, dan mengendalikan
tingkah laku sendiri, merupakan upaya yang tidak mudah bagi mayoritas remaja.
Menurut Rice (1999), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu yang memiliki
kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan
pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya
perubahan lingkungan. Pada saat ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak perubahan
begitu cepat yang membawa berabagai dampak, baik positif maupun negatif bagi remaja. Dan
kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat
relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress
period).
4. Agar remaja yang sedang mengalami perubahan cepat dalam tubuhnya itu mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik dari pihak
orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, amat diperlukan.
Salah satu peran guru adalah sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik, guru
harus membantu murid-muridnya agar mencapai kedewasaan secara optimal. Artinya
kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang di punyai murid) Dalam peranan ini
guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan,
kemampuan, kecakapannya dan sebagainya agar mereka (murid) dapat mencapai tingkat
perkembangan dan kedewasaan yang optimal.
Untuk itu di samping orang tua guru di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam
membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati guru dalam membantu
kesulitan remaja, akan menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang
baik.
Usaha yang terpenting guru adalah memberikan peranan pada akal dalam memahami dan
menerima kebenaran agama termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran agama.
Guru agama yang bijaksana dan mengerti perkembangan perasaan remaja yang tidak
menentu, dapat menggugahnya kepada petunjuk agama tentang pertumbuhan dan perkembangan
seseorang yang sedang memasuki masa baligh (puber). Salah satu ketentuan, misalnya dengan
memberikan pengertian tentang berbagai ibadah yang dulu telah dilakukan remaja, seperti sholat,
puasa dan sebagainya, sekarang diberikan hikmah dan makna psikologis bagi ibadahya tersebut,
misalnya makna sholat bagi kesehatan mentalnya. Ia dapat mengungkapkan perasaan yang galau
kepada Allah dan ia dapat berdo’a memohon ampun atas kekeliuannya, ia boleh minta dan
5. mengajukan berbagai harapan dan keinginan kepada Allah yang Maha Mengerti dan Maha
Penyayang kepada hamban-Nya.
Dengan pemahaman baru tentang makna dan hikmah ajaran agama bagi kesehatan
mental, dan kepentingan hidup pada umumnya, remaja akan mampu mengatasi kesulitannya, dan
mampu mengendalikan diri.
Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang baik, remaja di harapkan
mampu mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti dan merugikan orang
lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan dengan norma-
norma sosial yang berlaku. Remaja juga di harapkan dapat mengantisipasi akibat-akibat negatif
yang di timbulkan pada masa stroom and stress period.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 10 dan 13:
(ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa:
"Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini).
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka
petunjuk.
Berangkat dari kerangka di atas maka peneliti mengambil judul: “UPAYA GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL
REMAJA
II. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini difokuskan pada Upaya Guru PAI dalam meningkatkan Self Control siswa
yang meliputi tujuan, kegiatan agama dan keagamaan yang dilakukan dalam meningkatkan self
control hasil yang di capai, serta faktor pendukung dan penghambat.
6. III. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pembelajaran Guru PAI di SMK
2. Bagaimanakah Upaya-upaya Guru PAI dalam meningkatkan Self Control siswa di
SMK
3.Hasil apa yang di capai dalam meningkatkan self control siswa di SMK?
4. Apa faktor pendukung dan penghambat terhadap Peningkatan Self Control siswa di
SMK
IV. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang ingin di
capai adalah:
1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan pembelajaran Guru PAI di SMK
2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan upaya-upaya Guru PAI dalam meningkatkan
self control siswa di SMK
3. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan hasil yang di capai dalam meningkatkan self
control siswa di SMK
4. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat terhadap
peningkatan self control siswa di SMK
V. MANFAAT PENELITIAN
1. Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menunjukkan bahwa pendidikan agama dan keagamaan yang di
lakukan oleh Guru PAI di SMK dapat membentuk self control siswa.
2. Praktis
7. Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi
SMK mengenai peranan Guru PAI dalam membantu siswa siswa membentuk self control yang
baik.
VI. LANDASAN TEORI DAN/ ATAU TELAAH PUSTAKA
Untuk memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan tela’ah pustaka dengan
cara mencari dan menemukan teori-teori yang akan di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri;
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal,
yang terdiri dari tiga jenis kontrol, yaitu:
1. Behavior Control (kontrol perilaku), yang terdiri dari dua komponen, yaitu kemampuan mengatur
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability)
2. Cognitive control (kontrol kognitif), yang terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi
(information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
3. Decisional Control merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan
akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri
individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kemampuan mengontrol perilaku
b. Kemampuan mengontrol stimulus
c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
8. d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.
e. Kemampuan mengambil keputusan.
Pendidikan agama Islam hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama Islam
itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali (controling)
dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu, maka pendidikan agama
hendaknya diberikan oleh guru yang benar-benar tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku,
gerak-gerik, cara berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam keseluruhan
pribadinya. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama akan sukses, apabila
ajaran agama itu hidup dan tercermin dalam pribadi guru.
Tiga langkah orang dewasa dalam membangun kontrol diri pada anak, yaitu:
1. langkah pertama adalah memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat memberi contoh control diri
yang baik bagi anak dan menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan prioritas.
2. langkah kedua adalah membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga dapat
menjadi motivator bagi diri mereka sendiri.
3. langkah ketiga mengajarkan cara membantu anak menggunakan kontrol diri ketika menghadapi
godaan dan stres, mengajarkan untuk berfikir sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih
sesuatu yang aman dan baik.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini terkait dengan tela’ah pustaka terdahulu
yang berusaha mengupas pembahasan tentang:
1. Mukh. Nur Sikin, tahun 2002, yang berjudul: Upaya Guru PAI dalam meningkatkan nilai-nilai
Islam di SMU Negeri 5 Yogyakart. Menghasilkan temuan tentang nilai-nilai agama Islam di
Sekolah, meliputi sholat dhuha, sholat jama’ah dan membaca Al-qur’an melalui kegiatan ekstra
kulikuler keagamaan.
9. 2. Sriyati, tahun 2004, yang berjudul: Upaya Guru PAI dalam pembinaan Akhlak Siswa di SMK.
Menghasilkan temuan tentang pentingnya peranan guru PAI di SMK dalam menangani perilaku
jelek siswa melalui pembelajaran PAI.
3. Dewi Ima Maghfiroh 2004, yang berjudul: Pengaruh Pembelajaran PAI terhadap ketaatan
beribadah siswi tingkat III di, menghasilkan temuan tentang:
1) Pembelajaran PAI di SMK pada kategori sedang
2) Ketaatan beribadah siswi tingkat III di SMK pada kategori sedang.
3) Ada pengaruh yang signifikan anatara pembelajaran PAI dengan ketaatan beribadah siswi tingkat
III SMK. Karena pembelajaran PAI selain berdasakan kurikulum yang di tetapkan juga
berdasarkan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bersifat non kurikulum.
4. M. Nur Ghufron, tahun 2003, yang berjudul: Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap
penerapan disiplin orang tua dengan prokrastinasi akademik. Menghasilkan temuan tentang:
1) Ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik.
2) Ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap penerapan disiplinotoriter orang tua
dengan prokrastinasi akademik
3) Ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap penerapan disiplin demokrasi orang tua
dengan prokrastinasi akademik.
4) Ada hubungan positif antara persepsi remaja terhadap penerapan disiplin permisif orang tua
dengan prokrastinasi akademik.
Berdasarkan judul skripsi yang mereka angkat, maka penulis akan mengadakan
penelitian, sehingga sampai saat ini gagasan penelitian muncul dan belum ditemukan penelitian
yang membahas tentang: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan self control
siswa di SMK, hal ini sebagai bentuk betapa urgennya self control bagi anak SMK.
10. VII. METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki
karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data lansung, deskriptif, proses lebih
dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara
analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial.
Ada 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, dan penelitian
tindakan kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu:
suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau
masyarakat.
2. Kehadiran Peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta,
sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.
Untuk itu, dalam hal ini peneliti adalah sebagai instrumen kunci, partisipasi penuh
sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain adalah sebagai penunjang.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMK karena di dasarkan pada beberapa pertimbangan:
SMK adalah Sekolah Menengah Kejuruan yang memiliki konotasi keagamaan yang tidak begitu
baik menurut pandangan masyarakat. Ternyata memiliki suatu kegiatan keagamaan yang begitu
11. unik, sehingga Guru Pendidikan Agama Islam di SMK sangat berperan dalam memantau
penyimpangan perilaku para siswa.
Adanya Imam-Imam setiap Kelas yang bertujuan untuk mendisplinkan berjalannya kegiatan
sholat jama’ah Dluhur dan kursus membaca Al-Qur’an.
Keberhasilan pendidikan agama Islam tidak hanya dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran di kelas dan keaktifan mengikuti ekstra keagamaan, tapi harus dilihat juga dari
meningkatnya pengendalian diri pada siswa dalam kehidupan sehari-hari.
4. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
tambahan, seperti dokumen dan lainnya.
Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tidakan sebagai
sumber utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data
tambahan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maknanya secara baik,
apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada
latar, dimana fenomena tersebut berlansung dan di samping itu untuk melengkapi data
diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara
anatara lain adalah (a) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan
demikian yang dialami masa lalu.
12. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara mendalam
artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan
fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terkumpul
secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
Sedangkan jumlah informan yang diambil terdiri dari: 1). Kepala Sekolah SMK; 2). Guru
Bimbingan dan Penyuluhan SMK; 3). Guru PAI SMK; dan 4). Seluruh Imam Kelas SMK
Teknik Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan menurut tiga cara.
Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi
dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar
penelitian dan dalam penelitian ini digunakan tehnik observasi yang pertama di mana pengamat
bertindak sebagai partisipan.
Tehnik Dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini
terdiri dari dokumen dan rekaman.
“Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk
individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenihi
accounting. Sedangkan “Dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu
tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat, buku harian, catatan
khusus, foto-foto dan sebagainya.
6. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka langka berikutnya adalah pengelolahan dan analisa
data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
13. cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, maka dalam analisis
data selama di lapangan peneliti menggunakan model spradley, yaitu tehnik analisa data yang di
sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, yaitu:
1. Pada tahap penjelajahan dengan tehnik pengumpulan data grand tour question, yakni pertama
dengan memilih situasi sosial (place, actor, activity),
2. Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan seseorang informan “key
informant” yang merupakan informan yang berwibawa dan dipercaya mampu “membukakan
pintu” kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian. Setelah itu peneliti melakukan
wawancara kepada informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara. Setelah itu perhatian
peneliti pada obyek penelitian dan memulai mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan
dengan analisis terhadap hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari analisis wawancara selanjutnya
peneliti melakukan analisis domain.
3. Pada tahap menentukan fokus (dilakukan dengan observasi terfokus) analisa data dilakukan
dengan analisis taksonomi.
4. Pada tahap selection (dilakukan dengan observasi terseleksi) selanjutnya peneliti mengajukan
pertanyaan kontras, yang dilakukan dengan analisis komponensial.
5. Hasil dari analisis komponensial, melalui analisis tema peneliti menemukan tema-tema budaya.
Berdasarkan temuan tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif. 1[25]
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
14. Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaruhi dari konsep kesahihan
(validitas) dan keandalan (reliabilitas). Derajat kepercayaan keabsahan data (kredebilitas) dapat
diadakan pengecekkan dengan tehnik pengamatan yang tekun, dan triangulasi.
Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.
8. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir
penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah
(1) tahap pra lapangan, yang meliputi menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan
penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan
memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan menyangkut persoalan etika
penelitian; (2) tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data, (3) tahap
analisis data, yang meliputi analisis selama dan setelah pengumpulan data; (4) tahap penulisan
hasil laporan penelitian.
VIII. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Di dalam penulisan skripsi ini diawali dengan halaman formalitas, yang terdiri dari:
halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman motto, halaman
persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Dalam pembahasan skripsi penulis membagi dalam bagian-bagian, tiap bagian terdiri
bab-bab dan setiap bab terdiri dari sub-sub bab yang saling berhubungan dalam kerangka satu
kesatuan yang logis dan sistematis.
15. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan.
Membahas tentang: Latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat
dan metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II. Landasan Teori dan/atau Telaah Pustaka.
Membahas tentang: Guru Pendidikan Agama Islam dan self control remaja yang terdiri dari
pengertian dan tujuan.
Bab III. Temuan Penelitian.
Membahas tentang: Gambaran umum SMK yang berisi tentang sejarah singkat, letak geografis,
visi, misi dan tujuan serta sarana dan prasarana. Dan tentang deskripsi data meliputi bentuk
pembelajaran guru PAI di SMK, Upaya Guru PAI di SMK, serta hasil yang di capai dan faktor-
faktor pendukung dan penghambat.
Bab IV. Laporan hasil penelitian.
Membahas tentang: Analisa bentuk pembelajaran Guru PAI di SMK, analisa Upaya Guru PAI di
SMK, serta analisa hasil yang di capai dan faktor-faktor pendukung dan penghambat.
Bab V. Penutup.
Membahas tentang: Kesimpulan dan saran. Dan setelah lima bab, kemudian diikuti dengan daftar
pustaka, lampiran-lampiran, daftar riwayat hidup.
IX. DAFTAR ISI SEMENTARA
Bagian Awal
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
16. HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (kalau ada)
DAFTAR GAMBAR (kalau ada)
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN TRANSLITERASI
Bagian Inti
BAB I : PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
C. Fokus Penelitian
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
2. Kehadiran Peneliti
3. Lokasi Penelitian
4. Sumber Data
5. Prosedur Pengumpulan Data
6. Analisis Data
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
17. 8. Tahapan-tahapan Penelitian
H. Sistematika Pembahasan
BAB II: LANDASAN TEORITIK DAN ATAU TELAAH PUSTAKA
A. Guru dan Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian
2. Kurikulum Pendidikan Agama Islam
3. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam
a. Cara Melaksanakan Pelajaran
b. Metode Pembinaan rasa beragama
4. Penilaian Pendidikan Agama Islam
B. Self Control dan Remaja
1. Pengertian
2. Jenis dan Aspek Self Control
3. Manfaat self control bagi remaja
4. Langkah-langkah dalam membangun self control remaja
BAB III: TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMK
1. Sejarah Singkat SMK
2. Letak Geografis SMK
3. Visi, Misi dan Tujuan SMK
4. Sarana dan Prasarana SMK
18. B. Deskripsi Data.
1. Pembelajaran Guru PAI di SMK PGRI 2 Ponorogo.
2. Upaya Guru PAI dalam meningkatkan self control siswa di SMK PGRI 2 Ponorogo.
3. Hasil yang di capai dalam meningkatkan self control siswa di SMK PGRI 2 Ponorogo
4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam meningkatkan self control siswa di SMK PGRI 2
Ponorogo.
BAB IV : PEMBAHASAN
1. Analisa pembelajaran Guru PAI di SMK.
2. Analisa upaya Guru PAI dalam Meningkatkan self Control siswa di SMK.
3. Analisa hasil yang di capai dalam meningkatkan self control siswa di SMK.
4. Analisa faktor Pendukung dan Penghambat dalam meningkatkan self control siswa di SMK
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan.
B. Saran