2. Ilmu dari rekognisi (pengenalan),
antisipasi, evaluasi, dan
pengendalian faktor-faktor
lingkungan sehingga tenaga kerja &
masyarakat terhindar dari efek
samping kemajuan teknologi
3. ERA INDUSTRIALISASI
MANUSIA
INTER-AKSI
5P
1. PERTUMBUHAN PENDUDUK (POPULATION)
2. KENAIKAN PRODUKSI (PRODUCTION)
3. PERTAMBAHAN PENGGUNAAN ENERGI (POWER)
4. PERLUASAN PENGGUNAAN LAHAN (PLACE)
5. BERTAMBAHNYA PENCEMARAN (POLLUTION)
4. Terdapat 3 Keahlian yang Terlibat:
SAFETY ENGINEERING
INDUSTRIAL HYGIENE
INDUSTRIAL MEDICINE
6. Berhubungan dengan :
MENGEVALUASI KEMEMPUAN KARYAWAN UNTUK
MELAKUKAN PEKERJAANNYA
MEMONITOR DAN MENJAGA KESEHATAN KARYAWAN
DENGAN MENGURANGI RESIKO PEKERJAAN YANG
BERAKIBAT PADA KECELAKAAN DAN PENYEBARAN
PENYAKIT
MEMBANTU MENGURANGI BEBAN PSIKOLOGI YANG
BERKAITAN DENGAN PEKERJAAN
MEMBERIKAN SARAN KE MANAJEMEN TENTANG MASALAH
KESEHATAN DI TEMPAT DAN PROSES KERJA
7. Berhubungan dengan :
REKOGNITION SUMBER BAHAYA
ANTISIPASI SUMBER BAHAYA
EVALUASI SUMBER BAHAYA.
KONTROL SUMBER BAHAYA :
PADA LINGKUNGAN KERJA.
POLUSI DARI PROSES PEKERJAAN.
8. MAN WORKPLACE
MEDICINE HYGIENE SAFETY
PREVENTION OF DISEASES PREVENTION OF INJURIES
9. Kemajuan dan kecanggihan teknologi ternyata
membawa:
> Masalah baru.
> Risiko tinggi.
> Terjadi kecelakaan.
> Bencana
Yang memberi efek negative jangka panjang
terhadap:
KESEHATAN MASYARAKAT.
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT.
KUALITAS TANAH, AIR, UDARA.
10. ANTIPATE RECOGNIZE
Be aware of potential Identify symptoms and
hazards before hazard when they
they occur exist
CONTROL EVALUATE
Eliminate or reduce current Assess hazards correctly
hazards by taking corrective action and determine corective
and prevent future hazards by action
taking prevention action
11. Rekognisi
Mengenal bahaya lingkungan yang berhubungan
dengan pekerjaan ( Work Operation) dan
pemahaman dari efek atau akibatnya terhadap
para pekerja maupun masyarakat disekitarnya
Tujuan; untuk mengetahui:
1. Jenis dan besarnya bahaya
- Jenis bahaya; fisika, kimia, ergonomi dll
- Besar bahaya; konsentrasi/kadar di dalam
media di ling. Kerja
12. 2. Sumber bahaya dan area kerja yang beresiko
- sumber ; material, proses, peralatan,
limbah
3. Pekerja yang beresiko
- Pekerja
- Unit kerja
13. Metode Rekognisi
1. Laporan Kecelakaan Kerja
Digunakan untuk mengantisipasi area
bahaya, proses terjadinya bahaya serta
pekerja yang berpotensi.
2. Laporan Pemeriksaan Fisik
Untuk mengidentifikasi kondisi kronis.
3. Pengumuman Kepada Karyawan
Pada beberapa kasus berguna untuk
sosialisasi K3 .
14. Metode Rekognisi
4. Inspeksi Lapangan
Pengecekan terhadap mesin oleh ahli,
atau inspeksilangsung keliling
lingkungan kerja
5. Diskusi Dengan Tenaga Profesional
6. Dll
15. Antisipasi
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk memprediksi kemungkinan-
kemungkinan potensi bahaya yang ada di
tempat kerja.
Cara melakukan Antisipasi
1. Tentukan skop area/ konteks pembahasan
- Area kerja
- Bahaya yang ada
- Pekerja
16. 2. Mengumpulkan data potensi bahaya
- Data primer
ex; observasi, spot sampling, kuesioner
- Data sekunder
ex; hasil riset, literatur, laporan.
3. Laporan
- berupa listing seluruh potensi bahaya
- Hasil: bahaya/tidak
17. Evaluasi
Adalah melakukan pengukuran dan analisa
(lapangan dan laboratorium) terhadap hazard
yang ada di tempat kerja.
Pengendalian
Adalah tindakan koreksi terhadap hazard
yang teridentifikasi sebelumnya.
pengendalian dilakukan setelah evaluasi
hazard.
18. Tujuan Hegiene Industri
1 Sebagai alat untuk mencapai derajat
kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya ---- kesehateraan pekerja.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi
yang berlandaskan pada meningkatnya
efisiensi dan daya produktivitas manusia
dalam produksi.
3. Tenaga kerja terlindung dari berbagai
resiko akibat lingkungan kerja
19. Alasan perlunya mempelajari HI
1. Bahaya selalu ada di tempat kerja
2. Pekerja adalah asset.
3. Produktivitas menurun --- perusahaan rugi
4. Banyak kejadian penyakit dan injuri akibat
kerja.
5. Perusahaan akan mengalami kerugian yang
tidak ternilai jumlahnya jika terjadi
peningkatan kejadian penyakit akibat kerja
dan meningkatnya ketidakhadiran pekerja
karena sakit yang diakibatkan oleh bahaya
yang timbul ditempat kerja
20. Alasan perlunya mempelajari HI
6. Peraturan mengharuskan perusahaan untuk
meningkatkan kesehatan pekerja
7. Mengabaikan hak pekerja untuk tetap sehat berarti
melanggar HAM
8. Higene industri merupakan suatu metode yang
efektif dalam mengelola lingkungan kerja dan
pekerja dalam menekan tingkat kejadian injury
dan penyakit akibat kerja
21.
22. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja
Pasal 3, ayat 1
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas
hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara & getaran
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan,
infeksi & penularan
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
23. Dari Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 point g, h,i dan j
tersebut di jelaskan dalam :
PERATURAN MENTERI PERBURUAN NO. 7 TAHUN 1964
Tentang;
SYARAT KESEHATAN, KEBERSIHAN SERTA PENERANGAN
DALAM TEMPAT KERJA
Pasal 5, Ayat 5
Luas tempat kerja harus sedemikian rupa sehingga tiap
pekerja dapat tempat yang cukup untuk bergerak secara
bebas, paling sedikit 2 meter buat seorang pekerja
24. Pasal 6, Ayat 6
Jumlah kakus adalah sebagai berikut
Untuk 1 – 15 orang buruh = 1 kakus
Untuk 16 – 30 orang buruh = 2 kakus
Untuk 31 – 45 orang buruh = 3 kakus
Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 kakus
Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 kakus
Untuk 81 – 100 orang buruh = 6 kakus
Dan selanjutnya untuk setiap 100 orang 6 kakus
25. Pasal 12, Ayat 4
Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu
.....tidak boleh naik melebihi 32ᵒC...
Pasal 14, Ayat 1
Kadar penerangan diukur dengan alat-alat pengukur cahaya yang
baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau setinggi perut
untuk penerangan umum (1 meter)
Pasal 14, Ayat 2
Penerangan darurat..... paling sedikit 5 lux
Pasal 14, Ayat 3
Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan dalam lingkungan
perusahaan harus paling sedikit mempunyai kekuatan 20 lux
26. Pasal 14, Ayat 4
Penerangan yang cukup....membedakan barang-barang kasar
paling sedikit 50 lux
Pasal 14, Ayat 5
Penerangan yang cukup....membedakan barang-barang kecil
secara sepintas lalu......paling sedikit 100 lux
Pasal 14, Ayat 6
Penerangan yang cukup....membedakan barang-barang kecil
yang agak teliti......paling sedikit 200 lux
Pasal 14, Ayat 7
Penerangan yang cukup....membedakan yang teliti dari pad barang
barang kecil ...... paling sedikit 300 lux
27. Pasal 14, Ayat 8
Penerangan yang cukup....membedakan barang-
barang halus dan kontras yang sedang .........paling
sedikit 500 lux
Pasal 14, Ayat 9
Penerangan yang cukup....membedakan barang-barang
yang sangat halus dengan kontras yang sangat
kurang..... paling sedikit 1000 lux
28.
29.
30.
31.
32. SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : SE
01/MEN/1997
Tentang;
NILAI AMBANG BATAS FAKTOR KIMIA DIUDARA LINGKUNGAN
KERJA
KATEGORI NILAI AMBANG BATAS (NAB)
1. NAB rata-rata selama jam kerja, yaitu kadar bahan-bahan
kimia rata-rata selama 8 jam per hari atau 40 jam per
minggu di mana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan
berulang-ulang, sehari-hari dalam melakukan pekerjaannya,
tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun PAK.
Disingkat dengan NAB
33. 2. NAB batas pemaparan singkat, yaitu kadar tertentu
bahan-bahan kimia di udara lingkungan tempat kerja di
mana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan secara
terus menerus dalam waktu yang singkat yaitu tidak boleh
lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 4 kali pemajanan
per hari kerja, tanpa menderita/mengalami gangguan
iritasi, kerusakan atau perubahan jaringan yang kronis.
Disingkat dengan PSD (Pemaparan Singkat yang
Diperkenankan)
3. NAB tertinggi, kadar tertinggi bahan-bahan kimia di
udara lingkungan kerja setiap saat yang tidak boleh
dilewati selama melakukan pekerjaan. Disingkat dengan
KTD (Kadar tertinggi yang Diperkenankan)
34. KEGUNAAN NILAI AMBANG BATAS
Sebagai rekomendasi bagi praktek higiene perusahaan dalam
melakukan penatalaksaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk
mencegah dampaknya terhadap kesehatan
Dengan demikian NAB dapat digunakan :
1. Sebagai kadar standar untuk perbandingan
2. Sebagai pedoman untuk perencanaan produksi dan perencanaan
teknologi pengendalian bahaya-bahaya dilingkungan kerja
3. Menentukan subtitusi bahan proses produksi terhadap bahan yang
lebih beracun dengan bahan yang kurang beracun
4. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya
penyakit dan hambatan efisiensi kerja akibat faktor kimiawi
dengan bantuan pemeriksaan biologik
35. UU RI No 3 tahun 1969 Tentang Persetujuan Konvensi ILO Internasional
Nomor 120 Mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor
Pasal 7
semua bangunan yang digunakan oleh pekerja dan perlengkapannya
harus selalu dipelihara baik dan dijaga kebersihannya.
Pasal 8
semua bangunan yang digunakan oleh pekerja harus mempunyai
ventilasi yang cukup dan sesuai bersifat alami atau buatan atau kedua-
duanya, yang memberi udara segar atau yang dibersihkan
36. Pasal 9
semua bangunan yang digunakan pekerja harus mempunyai penerangan
yang cukup dan sesuai, tempat-tempat kerja sedapat mungkin harus
mendapatkan penerangan alam.
Pasal 10
suhu yang nyaman dan tetap apabila keadaan memungkinkan harus
dipertahankan dalam bangunan yang dipergunakan oleh pekerja-pekerja
Pasal 18
kebisingan dan getaran-getaran yang mungkin mempunyai pengaruh-
pengaruh yang berbahaya kepada pekerja harus dikurangi sebanyak
mungkin dengan tindakan-tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan.
37. Standar adalah sebuah norma atau patokan yang diterima dan
disetujui untuk mengukur sesuatu kuantitas dan kualitas
Standar ini dikategorikan menjadi dua :
a. Standar berdasar konsensus, ialah standar yang disetujui
oleh sekelompok orang, namun pemakaiannya tidak
ditentukan oleh undang-undang.
b. Standar di bawah peraturan, adalah standar yang
pemakiannya diwajibkan oleh pemerintah.
38. Standard K3
Kriteria yang ditetapkan dan disesuaikan untuk
mencapai suatu keadaan masyarakat tenaga kerja
yang
sehat dan selamat di tempat kerja serta
optimal dalam
produktifitasnya.
39. Jenis-jenis Standard dalam K3
A. Standard Manajemen
Standard Manajemen K3 ditetapkan berdasarkan PERMENAKER
No; Per-05/MEN/1996 tentang SMK3
B. Standard Personil
Disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan keahliannya, standar
untuk ;
- operator boiler (PERMENAKER No; Per-01/MEN/1988)
- pengemudi forklift (PERMENAKER No; Per-05/MEN/1985)
- operator crane (PERMENAKER No; Per-01/MEN/1989)
40. C. Standard lingkungan tempat kerja
1. Standard sanitasi industri;
Meliputi; Syarat2 saluran industri, limbah industri, ukuran.
ruangan untuk setiap tenaga kerja, mutu kakus dan
jumlahnya dsb
Standard ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Perburuhan No 7 tahun 1964, tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan dalam tempat kerja.
41. 2. Standard Potensi bahaya Faktor Fisika di tempat kerja.
Standard ini ditetapkan berdasarkan KEPMENAKER No;
Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika.
Standar untuk penerangan ditetapkan berdasarkan
Peraturan meneteri Perburuhan No; 7 tahun 1964.
3. Standard Potensi Bahaya Kimia di udara tempat kerja.
Standard ini ditetapkan berdasarkan Surat Edaran
Menteri
tenaga Kerja no; SE-01/MEN/1997 tentang NAB faktor
kimia di udara tempat kerja.
42. D. Standard Peralatan Kerja
Peralatan kerja adalah peralatan yang digunakan atau
dipakai oleh tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya.
1. peralatan kerja; mesin-mesin untuk proses produksi,
meja
kerja, instalasi listrik dsb mengacu PERMENAKER No; Per-
04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi
2. Alat pelindung diri.
Ditetapkan berdasarkan Intruksi Menteri tenaga kerja No;
INST.05/M/BW/1997 tentang pengawasan Alat Pelindung
Diri
44. SAMPLING AND MEASUREMENT
Pengertian Sampling
• Sampling Pengambilan sampel
*Sampel : Contoh, Bagian dari sesuatu yang
menggambarkan keseluruhan
• Sampling adalah suatu kegiatan pengambilan
sebagian dari objek yang akan diukur atau
diteliti dengan maksud untuk dapat
menggambarkan secara umum fenomena pada
objek yang diukur atau diteliti secara benar dan
tepat.
45. Kenapa Sampling ?
Objek yang akan diamati terlalu banyak/besar
Homogenitas objek yang diamati
Keterbatasan waktu
Keterbatasan sumber daya (sdm, dana, dll)
Untuk efisiensi
46. Strategi sampling merupakan suatu
perencanaan yang dalam efektifitas
penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan.
Strategi Sampling harus mempertimbangkan
aspek:
1. Perlindungan kesehatan
2. Pemenuhan peraturan pemerintah
3. Efektifitas biaya
47. Komponen Strategi Sampling terdiri dari :
– WHAT to sample
– WHEN to sample
– WHERE to sample
– WHOM to sample
– HOW LONG to sample
– HOW MANY samples to take
48. WHAT Apa yang akan disampling (jenis
bahaya) Bertujuan untuk menentukan metode pengukuran
yang digunakan
- prosedur
- alat ukur
- metode analisa akhir
WHEN Kapan dilakukan pengambilan sampel
– Siang atau malam
– Pre shift, during shift, end of shift, or end of
work week
49. WHERE Dimana sampel diambil
- Pengukuran di lingkungan kerja
- Pengukuran pada pekerja
WHOM (Jika pekerja dijadikan sample) Siapa yang
akan dijadikan sampel
(Pekerja yang berisiko terpajan)
– Maximum risk employee
– Random
HOW LONG Berapa lama waktu yang
diperlukan dalam pengambilan satu sampel
(Lihat Niosh Manual Analytical Method)
50. HOW MANY Berapa banyak sampel akan
diambil; dipengaruhi oleh:
– Luas area yang berisiko (Area sampling)
– Minimal untuk analisis (Material sampling)
– Jumlah pekerja yang berisiko (sampling pada
pekerja)
HOW LONG
– Full period single sample
– Full period consecutive sample
– Partial period consecutive sample
51.
52. Tujuan Pengukuran
1. Mengetahui jenis bahaya secara spesifik
2. Mengetahui sumber bahaya dan area kerja
yang berisiko
3. Mengetahui konsentrasi emisi
4. Mengetahui pekerja yang berisiko
5. mengetahui area yang aman
6. Mengetahui keberhasilan program yang
dilaksanakan
53. Proses Pengukuran
Direct Measurement
– Langsung mengukur bahaya
– Hasil pengukuran langsung diketahui
– Sering digunakan untuk bahaya fisik
54. Proses Pengukuran
Indirect Measurement (bahaya kimia dan
biologi)
– Bahaya diukur dengan mengambil sampel
media
– Hasil pengukuran tidak langsung diketahui
– Perlu analisis laboratorium
55. Lokasi pengukuran
General Air
– Sumber
– Area
Pekerja
– Pajanan
– Cairan tubuh
56. General Air
- Sumber
Mengukur konsentrasi emisi bahaya
Pengukuran dilakukan di dekat sumber
dengan jarak ± 1 meter
Pada beberapa jenis bahaya kadang kala
pengukuran pada sumber tidak bisa
dilakukan karena berisiko bagi
keselamatan
alat maupun operator.
57. General Air
- Area
Pengukuran dilakukan pada area yang
terpajan adalah area yang terjangkau oleh
distribusi bahaya.
Lebih diprioritaskan area terpajan yang
terdapat pekerja yang bekerja atau dilalui
oleh
pekerja pada saat bekerja
58.
59. Pekerja
– Pajanan
* Pengukuran dilakukan pada bagian tubuh
yang terpajan.
– Telinga oleh Noise
– Area pernafasan oleh Debu, Bahan kimia
di udara, dll
– Kulit oleh bahan kimia yang bisa terserap
oleh kulit
60. Pekerja
– Cairan tubuh
• Pengukuran dilakukan dengan mengambil
cairan tubuh sebagai media pengukuran.
– saliva
– urin
– feses
– darah
• Hasil pengukuran diperoleh dari hasil analisis
media yang diambil
62. Metode Pengukuran
• Metode pengukuran setiap bahaya berbeda-
beda,
tergantung jenis bahayanya
• Adakalanya terdapat perbedaan pengukuran
pada sumber, area, dan pekerja
• Adakalanya terdapat perbedaan metode
pengukuran pada area indoor maupun outdoor
63. Langkah-langkah pengukuran (Umum)
• Tentukan titik pengukuran/sampling baik
pada sumber, area, maupun pekerja
• Kumpulkan informasi tentang:
– Proses kerja yang ada
– Jumlah pekerja dan pola kerja yang ada
– Pengendalian yang sudah ada
– Equipment dan fasilitas yang ada
64. Langkah-langkah pengukuran (Umum)
• Persiapan Alat Ukur/Alat Sampling
– Pastikan alat ukur/sampling yang digunakan
sesuai dengan bahaya yang akan diukur/disampling
– Pastikan alat ukur/sampling berfungsi baik
– Pastikan alat ukur lengkap
– Pastikan alat ukur terkalibrasi
– Pastikan prosedur persiapan sudah dilakukan
dengan benar
– Siapkan form pencatatan
65. Langkah-langkah pengukuran (Umum)
• Pelaksanaan Pengukuran/Sampling
– Pastikan alat ukur/sampling diletakkan pada tempat
yang tepat
– Pastikan langkah pengoperasian alat ukur/sampling
sesuai dengan standar
– Pastikan waktu pengukuran sesuai dengan standar
– Pastikan prosedur persiapan sudah dilakukan dengan
benar
– Jangan sampai alat ukur diganggu oleh pihak yang tidak
berkepentingan
– Perhatikan keselamatan operator saat pengukuran
66. Langkah-langkah pengukuran (Umum)
• Setelah Pengukuran/Sampling
– Lanjutkan dengan analisis data (untuk pengukuran
berupa pengambilan sampel)
– Lakukan analisis data sesuai dengan metode analisis
yang ada
– Bandingkan hasil pengukuran dengan standar (TLV,
Peraturan yang berlaku)
– Susun rekomendasi untuk tindakan perbaikan jika
diperlukan
67. Kesalahan alat ukur
• Alat rusak
• Alat tidak kalibrasi
• Kelengkapan alat kurang
Kesalahan pembacaan
Kesalahan titik sampling
Kerusakan sampel (transportasi, terkontaminasi,
dll)
Kesalahan metode analisis