SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
BAB: I. 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang. 
Sebagai perwujudan komitmen Indonesia, dalam memberantas tindak pidana 
transnasional yang terorganisasi melalui kerangka kerja sama bilateral, regional, 
ataupun internasional, pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia sebagai salah satu 
negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menandantangani Konvensi 
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang 
Terorganisasi pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia. 
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional 
yang Terorganisasi atau terjemahan asli dalam bahasa Inggris “United Nations 
Convention Against Transnational Organized Crime”, adalah merupakan salah satu 
upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rangka meningkatkan kerja sama 
internasional dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana / 
kejahatan transnasional yang terorganisasi. 
Upaya PBB tersebut, dibentuk dalam satu instrumen hukum berupa Resolusi 
Majelis Umum PBB 55/25 15 November 2000 dan merupakan instrumen internasional 
utama dalam memerangi kejahatan transnasional terorganisasi. Untuk tujuan tersebut, 
Resolusi ini terbuka untuk ditandatangani oleh Negara-negara Anggota PBB pada 
Konferensi Tingkat Tinggi Politik diadakan di Palermo, Italia, pada 12-15 Desember 
2000 dan mulai berlaku pada tanggal 29 September 2003. 
Guna melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah 
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan 
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, 
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta sebagai bagian 
dari masyarakat internasional dalam melakukan hubungan dan kerja sama internasional 
untuk mencegah dan memberantas kejahatan transnasional yang terorganisasi dan 
sebagai satu negara hukum, Pemerintah Republik Indonesia turut menandatangani 
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi 
Perserikatan Bangsa-Bangsa 
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 
Desember 2000 di Palermo, Italia;
Sebagai bagian dari masyarakat internasional, melakukan hubungan dan kerja 
sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional sebagaimana 
dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang 
Perjanjian Internasional, maka atas dasar Instrumen Hukum Internasional yang telah 
ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia tersebut, kemudian Pemerintah 
Indonesia telah mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang 
Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi kedalam sistem hukum Indonesia 
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan1 United Nations 
Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa 
Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi). 
Dengan di sahkannya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak 
Pidana Transnasional yang Terorganisasi kedalam sistem hukum Indonesia, maka 
secara otomatis Indonesia mengikatkan diri kedalam Perjanjian tersebut. 
B. Maksud dan Tujuan. 
Tujuan dari Penulisan Makalah ini adalah sebagai Makalah Kelompok 
Konsentrasi Hukum Pidana pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas 
Tanjungpura Pontianak Ankgata 2012 / 2013 dalam pemenuhan Tugas Mata Kuliah 
Hukum dan Kebijakan Kepolisian yang di asuh oleh bapak Brigjen Pol (Pur) Dr.Supriyadi 
Wiryatmojo,S.H.,S.E.,M.Si 
Selain itu, penulisan Makalah Kelompok Konsentrasi Hukum Pidana ini, adalah 
untuk melihat Upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan 
Kejahatan Transnasional di Kalimantan Barat, yang setiap tahunnya belum 
menunjukkan angka penurunan kasus-kasus Kejahatan Transnasional.
BAB: II. 
PERMASALAHAN. 
Provinsi Kalimantan Barat, merupakan salah satu dari 4 provinsi yang memiliki 
kawasan perbatasan darat langsung dengan negara asing, selain Kalimantan Timur, 
Papua, dan NTT. Dan adapun Kalimantan Barat memiliki 5 Kabupaten yaitu Kabupaten 
Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta 
Kabupaten Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak, 
Malaysia Timur.2 Wilayah Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan wilayah 
Sarawak sepanjang 847,3 yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan di 5 kabupaten, 
yaitu Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, dan Kabupaten 
Bengkayang3. 
Adanya wilayah-wilayah darat di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan 
langsung pada 5 kabupaten tersebut, telah terdapat pula pintu-pintu gerbang (border) 
keluar masuk orang, kendaraan dan barang, yaitu pintu gerbang Paloh Sajingan 
Kabupaten Sambas, Jagoi babang Kabupaten Bengkayang, Entikong di Kabupaten 
Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di Kabupaten Kapuas Hulu. Selain pintu-pintu 
utama pada border tersebut, juga terdapat terdapat ± 62 jalan setapak atau “jalan tikus” 
yang dapat dilalui masyarakat perbatasan tanpa pengawasan. 
Secara umum, adanya kondisi perbatasan antara Indonesia pada Wilayah 
Kalimantan Barat dengan Negara Malaysia (pada Negara bagian Serawak), yang belum 
seluruhnya dapat dipantau pada pintu-pintu gerbang perbatasan, maupun jalan-jalan 
setapak yang ada disetiap kabupaten yang berbatasan langsung, menciptakan kawasan 
perbatasan Kalimantan Barat rentan terhadap bentuk-bentuk kejahatan lintas negara 
atau Transnasional crime atau Kejahatan Transnasional dan menyuburkan bisnis-bisnis 
ilegal. 
Ada berbagai bentuk kejahatan Transnasional yang terjadi di wilayah Kalimantan 
Barat, antara lain penyelundupan dan peredaran Narkotika dan obat-obatan terlarang 
(ilicit drugs trafficking), penyelundupan makanan dan minuman, pembalakan liar (illegal 
logging), penjualan kayu olahan ke negara Malaysia tanpa dilengkapi dokumen, illegal 
fishing / penyelundupan ikan, penyelundupan manusia / perdagangan orang (human 
trafficking), pengerahan buruh migran tak berdokumen (undocumented migrant
workers), penyelundupan minyak dan gas, jual beli senjata api, pencucian uang (Money 
Loundry) dan kejahatan lainnya. 
Berbagai bentuk kejahatan transnasional tersebut, dapat dengan mudah terjadi 
melintasi batas-batas negara baik lewat darat, laut dan udara, terlebih seiring dengan 
mudahnya akses setiap orang masuk-keluar perbatasan melalui pintu-pintu perbatasan, 
baik yang dengan menggunakan dokumen resmi, dokumen palsu, atau bahkan tanpa 
dokumen sekalipun, hingga melalui jalan-jalan setapak. 
Salah satu kejahatan antar negara yang sering terjadi melewati perbatasan 
Kalimantan Barat dengan perbatasan Malaysia adalah bentuk kejahatan perdagangan 
perempuan dan anak, atau secara spesifik disebut sebagai human trafficking / trafficking 
in person atau Perdagangan Orang. 
Masalah perdagangan orang, telah menjadi salah satu masalah nasional dan 
Internasional saat ini, selain masalah peredaran obat-obatan terlarang. Perempuan dan 
anak-anak warga negara Indonesia yang diperdagangkan ke luar negeri, merupakan 
masalah serius dari kejahatan transnasional, yang terjadi melalui pintu perbatasan yang 
ada di propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. 
Kalimantan Barat juga memiliki track record yang kurang baik dalam kasus 
trafficking ini, salah satunya pada tahun 2004 propinsi Kalimantan Barat menduduki 
peringkat ketiga untuk kasus trafficking, dan pada tahun 2007 Kalimantan Barat naik 
peringkat keposisi kedua setelah Batam sebagai daerah yang kasus perdagangan 
manusianya terbesar di Indonesia5. Data yang di peroleh dari International Organization 
for Migration (IOM), mengungkapkan kasus perdagangan manusia yang terjadi di 
Kalimantan Barat periode Juni 2005 – Oktober 2006 sebanyak 1.231 kasus, dimana 
persentase korban terbesar yaitu 80,89 persen berasal dari propinsi Kalimantan Barat 
itu sendiri, dan pada tahun 2007 terjadi 56 kasus yang terungkap.6 
Sedangkan menurut Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Bidang 
Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Nomor : 25/ KEP/ MENKO/ KESRA/ IX/2009 
Tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 
(PTPPO) Dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009 – 2014, setiap tahun sedikitnya 
450.000 warga Indonesia (70 persen adalah perempuan) diberangkatkan ke luar negeri. 
Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen dikirim secara ilegal. Tingginya arus migrasi 
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, membuat tidak sedikit warga Indonesia, terutama 
perempuan dan anak, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan
ESA. Sebab migrasi tenaga kerja selama ini telah dijadikan sebagai modus utama tindak 
kejahatan TPPO. 
Bertitik tolak pada latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan di atas, 
maka permasalahan pokok yang akan Kelompok Konsentrasi Pidana Magister Ilmu 
Hukum Universitas Tanjungpura Angkatan XII bahas dalam Makalah ini, adalah pada 
masalah “Upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan 
Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat”.
BAB III 
PEMBAHASAN MASALAH 
1. Defenisi 
a. Kejahatan 
Secara umum, diantara para sarjana pengertian tentang kejahatan itu sendiri 
tidak terdapat kesatuan pendapat. Menurut W.A.Bonger pengertian tentang “Kejahatan” 
dari sudut formil adalah suatau perbuatan, yang oleh masyarakat (dalam hal ini negara) 
diberi pidana, suatu uraian yang tidak memberi penjelesasan lebih lanjut seperti juga 
defenisi-defenisi yang formil pada umumnya. Ditinjau lebih dalam samapai pada intinya, 
suatu kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan – perbuatan yang bertentangan 
dengan kesusilaan. 
Sedangkan menurut Emile Durkheim, kejahatan merupakan tindakan yang tidak 
disepakati secara umum oleh anggota masing-masing masyarakat. Suatu tindakan 
bersifat kejahatan ketika tindakan tersebut melanggar kesadaran bersama yang kuat 
dan terdefinisi 
Saparinah Sadli, sebagaimana yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief, 
menyatakan bahwa kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari 
“perilaku menyimpang. Dan menurutnya pula bahwa perilaku menyimpang itu 
merupakan suatu ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang mendasari 
kehidupan atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan – ketegangan sosial, 
dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial. 
Sedangkan para pakar kriminologi yang lain berpendapat bahwa pengertian 
kejahatan dari sudut pandang hukum atau perundang-undangan masih memiliki ruang 
yang terbatas, seperti terabaikannya permasalahan tentang kejahatan “kerah putih” atau 
kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat (Sutherland,1949a)11 
Adanya pengertian kejahatan dari apa yang diuraikan oleh beberapa sarjana 
tersebut, maka kejahatan bukanlah suatu yang alamiah, akan tetapi merupakan suatu 
perbuatan permasalahan sosial yang bertentangan dengan kesusilaan dalam 
lingkungan sosial masyarakat dan dilarang oleh negara maupun oleh undang-undang. 
b. Kejahatan Transnasional
Sebelum memberikan defenisi tentang Kejahatan Transnasional, maka terlebih 
dahulu harus dibedakan antara Kejahatan International (International crimes) dengan 
Kejahatan Transnasional (Transnasional Crimes). 
Kejahatan Internasional menurut Bassiouni yang dikutip oleh Romli 
Atmasasmita, adalah setiap tindakan yang ditetapkan didalam konvensi-konvensi 
multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun 
didalamnya terkandung dalah satu dari kesepuluh karakteristik pidana.12 
Menurut Romli Atmasasmita, “kejahatan internasional” harus dibedakan dari 
“kejahatan transnasional”. Kejahatan internasional adalah suatu tindak pidana terhadap 
dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakan oleh motif ideologi atau politik. 
Sebagai contoh dari kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes 
against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida 
(genocide), dan lain-lain. Sedangkan kejahatan transnasional, hampir selalu berkaitan 
dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap 
kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan obat bius 
(drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized 
criminal activity), pencucian uang (money laundering), kejahatan finansial (financial 
crimes), perusakan lingkungan secara disengaja (willful damage to the environment), 
dan lain-lain.13 
Secara umum, kata kunci yang dapat digunakan sebagai panduan dalam 
merumuskan pengertian transnasional crime adalah 1. Suatu perbuatan sebagai suatu 
kejahatan, 2. Terjadi antar negara atau lintas negara. Sehingga dari dua kata kunci 
tersebut, pengertian kejahatan Transnasional merupakan suatu kejahatan yang terjadi 
lintas negara dalam penegertian bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai 
kejahatan apabila terdapat piranti hukum yang dilanggar sehingga bisa saja terjadi suatu 
perbuatan yang dirumuskan, dirancang, disiapkan, dilaksanak dalam suatu negara bisa 
saja bukan merupakan kejahatan, namun ketika hasil kejahatan yang diatur, disiapkan 
melakukan lintas batas negara untuk masuk ke yurisdiksi negara yang berbeda lantas 
dikategorikan sebagai transnasional crime. 
Atas dasar pengertian tentang kejahatan transnasional tersebut, di Indonesia 
bentuk-bentuk perbuatan perdagangan orang untuk berbagai tujuan telah diatur sebagai 
salah satu bentuk kejahatan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 
yang tersebar di berbagai pasal dan kemudian diatur khusus pula dengan Undang- 
Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang. Adapun Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang menurut KUHP, yaitu 
sebagai berikut: 1. Memperniagakan anak perempuan dan anak laki-laki (untuk tujuan 
Prostitusi), terdapat dalam Pasal 297 KUHP 2. Menyerahkan anak untuk dieksploitasi, 
terdapat dalam Pasal 301 KUHP 3. Memanjakan Perniagaan Budak, terdapat dalam 
Pasal 324 s/d 328 KUHP 4. Melarikan orang (penculikan), terdapat dalam Pasal 328 5. 
Dengan melawan dan membawah orang ketempat lain dari yang di janjikan untuk 
melakukan suatu pekerjaan pada tempat tertentu, terdapat dalam Pasal 329 KUHP 6. 
Dengan sengaja mencabut orang belum dewasa dari kuasanya yang syah (penjualan 
Bayi), terdapat dalam Pasal 330 dan 227 KUHP 7. Menyembunyikan orang dewasa 
yang dicabut dari kuasanya yang syah, terdapat dalam Pasal 331 KUHP 8. Melarikan 
perempuan (anak-anak dan dewasa), terdapat dalam Pasal 332 KUHP 9. Merampas 
kemerdekaaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan hukm, terdapat 
dalam Pasal 333 KUHP 10. Dengan melawan hak memaksa untuk melakukan, tidak 
melakukan atau membiarkan diperlukan, terdapat dalam Pasal 335 KUHP 11. Setiap 
orang menggerakkan, membawa, menempatkan atau menyerahkan laki-laki dibawah 
umur 18 tahun atau perempuan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul 
atau pelacuran atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, sanksi penjara 7 tahun 
atau denda, terdapat dalam Pasal 433 ayat (1) KUHP 12. Dengan menjanjikan 
perempuan tersebut memperoleh pekerjaan, tetapi ternyata diserahkan kepada orang 
lain untuk melakukan perbuatan cabul, palacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan 
pidana lainnya, maka pidana penjara menjadi paling lama 9 tahun, terdapat dalam Pasal 
433 ayat (2) KUHP 
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana 
Perdagangan Orang, mengatur secara tegas perihal kejahatan transnasional 
perdagangan orang di Indonesia. 
2. Kondisi Kejahatan Perdagangan Orang di Kalimantan Barat 
a. Kondisi riel saat ini. 
Sebagaimana telah diuraikan diatas, dengan kondisi negara Indonesia yang 
berbatasan dengan negara asing, dan Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan salah 
satu dari 4 provinsi yang memiliki kawasan perbatasan darat langsung dengan negara 
Malaysia, dimana 5 Kabupaten yang ada yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten 
Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Kabupaten Kapuas Hulu 
yang berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak, Malaysia Timur (wilayah
Sarawak) sepanjang 847,3 yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan di 5 kabupaten, 
yaitu Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, dan Kabupaten Bengkayang 
terdapat pintu-pintu gerbang keluar masuk orang, kendaraan dan barang, yang masing-masing 
terdapat di Paloh Sajingan Kabupaten Sambas, Jagoibabang Kabupaten 
Bengkayang, Entikong di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di 
Kabupaten Kapuas Hulu. Selain pintu-pintu utama pada border tersebut, juga terdapat 
terdapat ± 62 jalan setapak atau “jalan tikus” yang dapat dilalui masyarakat perbatasan 
tanpa pengawasan. 
Menurut data Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat, wilayah Kalimantan Barat 
memiliki ciri spesifik yang merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang secara 
resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing.15 
Dengan keadaan akses jalan darat yang mudah untuk dilalui, baik melalui pintu-pintu 
khusus, maupun jalan-jalan tikus, mobilisasi manusia dari dan ke luar negeri menjadi 
sangat tinggi. Tidak hanya masyarakat atau penduduk Kalimantan Barat saja yang 
dapat bepergian ke luar negeri melalau jalan-jalan tersebut, akan tetapi setiap orang 
warga negara indonesia dapat menggunakan jalan tersebut. Dengan berbagai tujuan 
dan alasan, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang datang dari berbagai daerah 
atau propinsi di Indonesia ke Kalimantan Barat dan kemudian melintasi perbatasan baik 
secara legal maupun ilegal. 
Banyak alasan yang menjadi tujuan WNI yang berasal dari berbagai daerah di 
Indonesia yang bepergian melintasi wilayah perbatasan melalui Kalimantan Barat. Salah 
satu yang sering muncul adalah karena alasan Ekonomi dan sosial. Dari alasan 
ekonomi dan sosial tersebut, WNI yang melintasi batas negara kemudian di rekrut untuk 
tujuan menjadi Tenaga Kerja (legal dan Illegal) baik yang terjadi akibat di tipu, di paksa 
maupun dengan keinginan sendiri sebagai buruh migran maupun sebagai Pembantu 
Rumah Tangga (PRT) tanpa mengetahui kondisi kerja yang menunggu mereka. Selain 
itu, ada juga yang kemudian dipekerjakan di sektor-sektor informal sebagai prostitusi 
atau pekerja seks, perbudakan bekedok pernikahan dalam bentuk perkawinan pesanan 
maupun pekerja anak. 
Proses keberangkatan para WNI yang melintasi batas negara melalui 
Kalimantan Barat, seringkali terjebak kedalam model prekerutan dengan cara-cara ilegal 
dengan janji-janji akan mendapatkan gaji yang besar dan dipekerjakan pada sektor-sektor 
formal, akan tetapi setelah sampai di negara tujuan, ternyata kemudian para WNI
terutama perempuan dan anak, kemudian dipaksa dengan berbagai cara untuk bekerja 
tanpa mendapatkan upah, bahkan kemudian diperjual belikan sebagai pekerja seks. 
Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia terutama yang masih tinggal di daerah 
pedesaan dan bekerja di sektor pertanian, serta banyaknya tenaga kerja yang 
mengalami pemutusan hubungan kerja, yang mengakibatkan penganggur baru yang 
kemudian harus mencari jalan lain untuk mencari nafkah, atau juga terpaksa kembali ke 
kampung halaman dan desanya untuk bekerja sebagai buruh lepas atau untuk kembali 
mengolah lahannya (sehingga kian memperburuk kemiskinan di pedesaan). Sehingga 
berkumpulnya kembali para pengganggur di desa-desa, membuat mereka memilih 
menjadi buruh migran dengan berbagai cara. Keberangkatan sebagai besar WNI atau 
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, kemudian sering dijadikan modus 
kejahatan TPPO. Setiap tahun sedikitnya 450.000 warga Indonesia (70 persen adalah 
perempuan) diberangkatkan ke luar negeri. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen 
dikirim secara ilegal. Tingginya arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, 
membuat tidak sedikit warga Indonesia, terutama perempuan dan anak, menjadi korban 
TPPO dan ESA. Sebab migrasi tenaga kerja selama ini telah dijadikan sebagai modus 
utama tindak kejahatan TPPO dan ESA. Masih tingginya angka kemiskinan, 
pengangguran dan angka putus sekolah, rendahnya tingkat pendidikan serta tingginya 
kesenjangan ekonomi antar negara, membuat masyarakat Indonesia – khususnya 
perempuan dan anak, kian rentan terhadap TPPO dan ESA. Ini terbukti dari 
meningkatnya jumlah korban TPPO, meskipun belum ada angka-angka yang tepat 
tentang jumlah korban sesungguhnya, karena jumlah kasus ini merupakan fenomena 
gunung es yang berarti gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari apa yang 
dilaporkan, namun dari laporan kepolisian dan beberapa lembaga yang menangani 
korban, jumlah kasus yang didampingi cukup tinggi. 
Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak warga 
negara Indonesia di luar negeri, menjadi salah satu bentuk kejahatan lintas batas-batas 
negara dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat 
manusia, dan merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Korban dalam 
hal ini diperlakukan seperti barang dagangan yang dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual 
kembali, serta dirampas hak asasinya, bahkan beresiko pada kematian. TPPO dan ESA 
itu sendiri telah meluas baik dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir maupun 
tidak terorganisir, baik yang bersifat antar negara (Internasional) maupun dalam negeri,
sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta terhadap 
norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. 
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik 
Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan 
Orang, bahwa pengertian Perdagangan Orang adalah “tindakan perekrutan, 
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang 
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, 
pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan 
uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari 
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam 
negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang 
tereksploitasi”. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau 
serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam 
TPPO tersebut, dimana bentuk-bentuk tindak pidananya terdiri dari Eksploitasi dengan 
atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja 
atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, 
pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum 
memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan 
tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan 
baik materiil maupun immateriil. Ekspolitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan 
organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, 
termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan. Yang di 
rekrut dengan cara mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang 
dari keluarga atau komunitasnya. Dan kemudian di kirim dan diberangkatkan ke suatu 
tempat baik di dalam negeri maupun ke luar negeri dengan cara Kekerasan atau 
perbuatan secara melawan hukum atau penjeratan Utang dengan atau tanpa 
menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, 
badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. 
Sebagaimana dalam buku Perdagangan Perempuan Dan Anak di Indonesia 
(Ruth Rosenberg:2003), diuraikan bahwa di masa lalu, perdagangan orang dipandang 
sebagai pemindahan perempuan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, 
dengan sejumlah konvensi terdahulu mengenai perdagangan hanya memfokuskan pada 
aspek ini. Namun kemudian perdagangan didefinisikan sebagai perpindahan manusia 
(khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan,
di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang 
eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile 
marriage), sehingga memperluas definisi itu untuk mencakup lebih banyak isu dan jenis 
kekerasan (Wijers & Lap-Chew, 1999:23-45). Perluasan seperti ini terhadap definisi 
mempunyai arti bahwa kini lebih banyak bentuk eksploitasi yang dialami oleh 
perempuan dan anak Indonesia yang digolongkan sebagai perdagangan daripada 
sebelumnya. Dengan menyoroti perubahan-perubahan konseptual ini, kita akan 
mempunyai pengertian yang lebih baik tentang bagaimana hal ini mempengaruhi 
pemahaman kita tentang perdagangan di Indonesia. Kerangka konseptual baru untuk 
perdagangan ini melambangkan pergeseran dalam beberapa situasi seperti yang 
diuraikan di bawah ini. Poin-poin berikut ini didasari oleh Wijers dan Lap-Chew, 1999: 
23-45. Dari Perekrutan Menjadi Eksploitasi: Kerangka tersebut berkembang dari 
mengkonseptualisasi perdagangan sebagai sekadar perekrutan menjadi juga mencakup 
kondisi eksploitatif yang dihadapi seseorang sebagai akibat perekrutannya. Pada tahun 
1904, dibuat konvensi internasional pertama antiperdagangan, yaitu International 
Agreement for the Suppression of the White Slave Trade (Kesepakatan Internasional 
untuk Memberantas Perdagangan Budak Berkulit Putih). Sasaran konvensi ini adalah 
perekrutan internasional yang dilakukan terhadap perempuan, di luar kemauan mereka, 
untuk tujuan eksploitasi seksual. Sebuah konvensi baru pada tahun 1910 memperluas 
konvensi ini dengan memasukkan perdagangan perempuan di dalam negeri. Kedua 
konvensi hanya membahas proses perekrutan yang dilakukan secara paksa atau 
dengan kekerasan terhadap perempuan dewasa untuk tujuan eksploitasi seksual. 
Perluasan kerangka konseptual tersebut mencerminkan transisi dari memandang 
perekrutan sebagai suatu tindakan terpisah menjadi konsep perdagangan yang lebih 
kompleks sebagai suatu proses yang meliputi tindakan perekrutan dan kondisi kerja 
akhir yang akan dialami oleh orang yang direkrut. Dalam kerangka ini, seorang 
perempuan dapat diperdagangkan untuk pekerjaan yang telah ia pilih dengan sukarela. 
Profesi pembantu rumah tangga akan memberikan sebuah ilustrasi yang baik untuk poin 
ini. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga umumnya dipandang tidak eksploitatif 
dan banyak perempuan dengan sukarela memilih untuk meninggalkan tempat asalnya 
untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kendati demikian, cara seorang 
perempuan direkrut untuk pekerjaan itu dan kondisi kerjanya dapat mengubah pekerjaan 
sebagai pembantu rumah tangga itu menjadi kerja paksa. Banyak perempuan dan anak 
Indonesia bermigrasi atas kemauan mereka sendiri untuk mencari pekerjaan. Dalam
beberapa kasus, mereka bahkan membayar perekrut untuk mencarikan mereka 
pekerjaan. Namun sifat pekerjaan dan kondisi yang eksploitatif baru akan diketahui 
setelah mereka sampai di tempat tujuan. Dari Pemaksaan menjadi ‘dengan atau tanpa 
Persetujuan’: Kerangka tersebut juga berubah dari mensyaratkan bahwa perdagangan 
harus melibatkan unsur penipuan, kekerasan atau pemaksaan, menjadi pengakuan 
bahwa seorang perempuan dapat menjadi korban perdagangan bahkan jika ia 
menyetujui perekrutan dan pengiriman dirinya ke tempat lain. Pada tahun 1949, PBB 
mengesahkan Convention for the Suppression of the Trafficking in Persons and of the 
Exploitation of the Prostitution of Others (Konvensi untuk Memberantas Perdagangan 
Manusia dan Eksploitasi untuk Melacurkan Orang Lain). 
Konvensi ini mengutuk perdagangan untuk tujuan di dalam maupun ke luar 
negeri, menghapus persyaratan bahwa perekrutan harus dilakukan secara paksa atau 
dengan kekerasan, membuat perdagangan mungkin saja terjadi bahkan jika ada 
persetujuan dari korban, dan membuat pencarian keuntungan dari pelacuran sebagai 
perbuatan yang ilegal. Kendati demikian, karena perkembangan-perkembangan yang 
lebih luas ini, banyak negara menolak menandatangani konvensi ini. 
Di Indonesia, biasanya seseorang akan menyetujui perekrutan diri mereka, 
bahkan ingin direkrut. Namun mereka tidak mengetahui kondisi kerja yang menunggu 
mereka. Mereka mungkin akan dipaksa untuk bekerja dengan bayaran yang kecil atau 
tanpa bayaran sama sekali karena menanggung utang yang menumpuk, untuk bekerja 
dalam kondisi yang tidak aman atau tidak higienis, atau dipaksa untuk melakukan 
pekerjaan yang lain dari yang dijanjikan sebelumnya. 
Dari Prostitusi menjadi Perburuhan yang Informal dan Tidak Diatur oleh Hukum: 
Pada tahun 1994 PBB mengesahkan suatu resolusi mengenai “Perdagangan 
Perempuan dan Anak Perempuan” yang memperluas definisi perdagangan sehingga 
memasukkan eksploitasi yang tidak hanya untuk tujuan prostitusi saja tetapi juga untuk 
semua jenis kerja paksa. Resolusi ini juga mengakui bahwa perempuan sering kali 
secara sadar mengijinkan dirinya dikirim ke luar negeri atau ke daerah lain, secara sah 
atau tidak sah, namun mereka tidak mengetahui eksploitasi yang sudah menunggu 
mereka. 
Resolusi ini menyatakan bahwa perdagangan didefinisikan sebagai “tujuan akhir 
dari memaksa perempuan dan anak perempuan masuk ke dalam situasi yang menekan 
dan eksploitatif dari segi ekonomi ataupun seksual” (Wijers dan Lap-Chew, 1999: 28). 
Meski perdagangan untuk tujuan eksploitasi seksual memang hanya dikenal di
Indonesia, diduga jumlah perempuan yang diperdagangkan untuk bentuk-bentuk 
perburuhan lain jauh lebih banyak. Dari hampir setengah juta warga Indonesia yang 
bermigrasi secara resmi untuk bekerja setiap tahunnya, 70% adalah perempuan (Hugo, 
2001: 109); dan masih banyak lagi yang ditengarai bermigrasi melalui jalur-jalur tak 
resmi, Sebagian besar perempuan bermigrasi untuk bekerja sebagai pramuwisma; 
sebagian lainnya untuk bekerja di rumah makan, pabrik atau perkebunan. Dari hasil 
penelitian, juga data dari LSM tentang buruh migran, kami menemukan bahwa banyak 
dari antara perempuan ini yang menemukan diri mereka sendiri di dalam kondisi 
eksploitatif, penjeratan utang (debt bondage), penyitaan identifikasi, dan pembatasan 
gerak, yang merupakan unsur unsur perdagangan. 
Dari Kekerasan terhadap Perempuan menjadi Pelanggaran Hak Asasi Manusia: 
Perubahan dalam kerangka konseptual menunjukkan pergeseran dari memandang 
perdagangan sebagai suatu isu yang sering dianggap sebagai isu domestik dan berada 
di luar yuridiksi negara, menjadi memandangnya sebagai suatu pelanggaran terhadap 
hak asasi manusia yang mendasar dan karena itu merupakan persoalan yang menjadi 
tanggung jawab negara. Perspektif hak perempuan sebagai hak asasi manusia yang 
terus berkembang ini terlihat paling jelas dalam Konferensi Dunia PBB mengenai Hak 
Asasi Manusia pada tahun 1993 dan Konvensi. 
Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan tahun 1979. 
Demikian pula, Deklarasi/Program Aksi Wina (VDPA) menekankan perlunya 
mengkonseptualisasi pelanggaran perdagangan sebagai pelanggaran hak asasi 
manusia (Pasal I [18]). 
Dari Perdagangan Perempuan menjadi Migrasi Ilegal: Pergeseran paradigma ini 
terutama menunjukkan perubahan dalam persepsi negara-negara penerima terhadap 
perdagangan sebagai suatu isu migrasi ilegal dan penyelundupan manusia. Perubahan 
ini mempunyai konsekuensi yang negatif. Dengan memusatkan perhatian hanya kepada 
status migrasi saja, kerangka yang berubah ini mengabaikan sebagian aspek penting 
dalam perdagangan perempuan. Pertama, ada banyak kasus perdagangan di mana 
perempuan masuk ke negara tujuan secara sah. Persepsi ini juga tidak 
memperhitungkan kemungkinan perdagangan domestik. Kedua, dan mungkin yang 
paling penting, kerangka ini menjauhkan perhatian dari korban. Tindak kejahatan 
tersebut menjadi salah satu dari migrasi ilegal di mana korban adalah pelaku dan 
negara menjadi korban
Adanya permasalahan Perdagangan Orang sebagai salah satu bentuk kejahatan 
transnasional, tidak hanya melulu terjadi melalui pintu perbatasan Kalimantan Barat 
dengan tujuan Malaysia, akan tetapi Kalimantan Barat juga dijadikan daerah transit 
dengan tujuan akhir adalah, Asia dan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, Malaysia, 
Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, dimana para korbannya berasal dari Kalimantan 
Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Banten serta 
dari beberapa daerah lain. 
Diperkirakan ada sekitar 1,7 juta pekerja yang bekerja tanpa dokumen yang sah, 
termasuk 2,6 juta di Malaysia dan 1,8 juta orang di Timur Tengah. Selama tahun 2011, 
Arab Saudi merupakan tujuan utama bagi para pekerja migran baru yang terdaftar oleh 
Pemerintah Indonesia, diikuti oleh Malaysia dengan jumlah yang hampir sama. 
Diperkirakan 69 persen dari keseluruhan pekerja Indonesia di luar negeri adalah wanita. 
Pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa dua persen dari pekerja Indonesia di luar 
negeri yang memiliki dokumen kerja yang sah menjadi korban perdagangan manusia. 
Jumlah aktual pekerja Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia jauh lebih 
tinggi, khususnya diantara lebih dari satu juta pekerja tanpa dokumen sah yang bekerja 
diluar negeri. Selama tahun 2011, dilaporkan sejumlah TKI menjadi korban 
perdagangan manusia di sejumlah negara seperti negera-negara teluk, Malaysia, 
Taiwan, Chile, Selandia Baru, Filipina, Mesir, dan Amerika Serikat. 
Sumber-sumber pemerintah dan non-pemerintah melaporkan adanya 
peningkatan jumlah pekerja tanpa dokumen sah yang pergi ke luar negeri. Karena 
pemerintah terus memperluas penggunaan dokumen perjalanan biometrik, dokumen 
palsu menjadi lebih sulit dan lebih mahal untuk didapatkan, semakin banyak pekerja 
tanpa dokumen sah yang melakukan perjalanan lewat laut, utamanya dari Batam dan 
Kepulauan Riau serta lewat darat dari Kalimantan, ke Malaysia dimana mereka akan 
menetap atau transit ke negara ketiga. Para pekerja tanpa dokumen sah memiliki resiko 
yang jauh lebih besar untuk menjadi korban perdagangan manusia dibandingkan 
pekerja dengan dokumen sah. Tren perdagangan pekerja yang menjadi perhatian 
internasional selama tahun ini adalah pemaksaan kerja atas sejumlah pria Indonesia di 
atas kapal ikan berbendera Korea yang beroperasi di perairan Selandia Baru dan juga 
pemaksaan kerja atas sejumlah nelayan asal Birma dan Kamboja yang melarikan diri 
dari kapal ikan Thailand saat kapal tersebut berada di perairan Indonesia. Berdasarkan 
sejumlah laporan pers dan organisasi non-pemerintah, lebih dari 1.000 orang nelayan
tanpa dokumen sah yang berasal dari Birma terdampar di pulau Tual, salah satu pulau 
terpencil Indonesia. 
Menurut IOM (International Organization for Migration ), para perekrut tenaga 
kerja bertanggungjawab atas lebih dari 50 persen dari jumlah pekerja wanita Indonesia 
yang menjadi korban perdagangan orang di negara-negara tujuan. Sejumlah perekrut 
bekerja secara perorangan sedangkan lainnya bekerja untuk perusahaan-perusahaan 
pengerah tenaga kerja internasional yang berbasis di Indonesia yang disebut PJTKI. 
Sejumlah PJTKI beroperasi persis seperti jaringan perdagangan manusia, yang 
menjerumuskan pekerja pria dan wanita masuk kedalam perikatan hutang dan situasi 
perdagangan manusia lainnya. Para pelaku perdagangan manusia beroperasi tanpa 
mendapat hukuman dan lepas dari hukuman karena korupsi yang parah diantara para 
pejabat penegakan hukum dan kurangnya komitmen pemerintah untuk menegakkan 
peraturan hukum. Para korban perdagangan seringkali menumpuk hutang kepada para 
pengerah tenaga kerja yang membuat para korban tersebut rentan akan ikatan hutang. 
Perusahaan-perusahaan berijin dan tidak berijin menggunakan ikatan hutang, 
penahanan dokumen, dan ancaman kekerasan untuk mejaga agar para pekerja migran 
Indonesia tetap berada dalam kondisi kerja paksa. 
Para wanita Indonesia bermigrasi ke Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah dan 
kemudian menjadi korban kejahatan Transnasional dalam bentuk prostitusi paksa di luar 
negeri.. Anak-anak yang diperdagangkan di dalam negeri dan di luar negeri utamanya 
untuk pelayan rumah-tangga, prostitusi paksa dan bekerja di industri penginapan. 
Banyak anak-anak perempuan korban perdagangan ini bekerja selama 14 hingga 16 
jam sehari dengan upah yang sangat rendah, seringkali berada dibawah kondisi hutang 
tanpa akhir untuk membayar uang muka yang telah diberikan kepada keluarga mereka 
oleh para perantara orang Indonesia. Perikatan hutang khususnya sangat menonjol di 
antara para korban perdagangan seks, dengan hutang awal yang setara dengan jumlah 
600 hingga 1.200 dolar AS yang diberikan kepada para korban; dengan akumulasi 
biaya-biaya dan hutang-hutang tambahan, para wanita dan anak perempuan seringkali 
tidak mampu untuk lepas dari jerat hutang ini, walaupun sudah bertahun-tahun di dunia 
prostitusi. 
Para pelaku kejahatan transnasional perdagangan orang menggunakan 
beragam cara untuk menarik dan mengendalikan para korban, termasuk dengan janji-janji 
pekerjaan dengan upah tinggi, ikatan hutang, tekanan komunitas dan keluarga, 
ancaman kekerasan, pemerkosaan, pernikahan palsu, serta penyitaan paspor. Para ahli
melaporkan adanya tren perekrutan para pekerja migran Indonesia di Malaysia untuk 
Umroh, suatu perjalanan religi ke Mekah yang berlanjut sepanjang tahun ini; saat tiba di 
Kerajaan Saudi, para imigran Indonesia ini diperdagangkan ke titik-titik lainnya di Timur 
Tengah. Sejumlah anak-anak Indonesia direkrut kedalam perdagangan seks melalui 
media jejaring sosial di Internet. 
Menurut BAPPENAS, Kawasan perbatasan daerah lain seperti di Kabupaten 
Sintang, Sambas, Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki pintu 
perbatasan resmi dan masih dalam tahap 
20 Ibid. 
21 Ibid. 
19 
pembangunan. Sesuai kesepakatan dengan pihak Malaysia dalam forum Sosek Malindo, 
sebenarnya telah disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan secara bertahap di 
beberapa kawasan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu, Sambas, Sintang dan 
Bengkayang.22 Namun demikian, masyarakat di sekitar perbatasan sudah menggunakan pintu-pintu 
perbatasan tidak resmi sejak lama sebagai jalur hubungan tradisional dalam rangka 
kekeluargaan atau kekerabatan. Pos-pos keamanan dan pertahanan yang tersedia di 
sepanjang jalur tradisional tersebut masih sangat terbatas, demikian pula dengan kegiatan 
patroli keamanan yang masih menghadapi kendala berupa minimnya sarana dan prasarana 
transportasi. 
Dalam mencegah terjadinya kejahatan transnasional berupa perdagangan orang, pemerintah 
Indonesia belum mentaati secara penuh terhadap standar-standar minimum dalam 
penghilangan perdagangan orang. 
Adanya upaya-upaya yang signifikan yang telah dilakukan untuk memenuhi standar tersebut, 
pemerintah telah melaksanakan upaya-upaya baru untuk meningkatkan perlindungan bagi para 
pekerja migran Indonesia, khususnya melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan 
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Tidak ada perkembangan dalam upaya pemerintah untuk 
mengatasi keterlibatan para aparat keamanan dan pejabat senior Indonesia dalam 
perdagangan manusia dan upaya untuk meningkatkan efektivitas para petugas penegak hukum 
dan kehakiman dalam menegakkan undang-undang anti perdagangan manusia, yang akan 
terindikasi dengan adanya peningkatan jumlah tuntutan dan hukuman terhadap para pelaku. 
Struktur pemerintah yang terdesentralisasi memberikan tantangan yang cukup berat dalam 
mengkoordinasikan program-program dan kebijakan-kebijakan anti perdagangan manusia yang 
luas secara nasional; meskipun demikian, pemerintah tidak terlihat melakukan upaya untuk
memperbaiki pengumpulan data yang terpusat dari pemerintahan - pemerintahan daerah 
mengenai penuntutan dan perlindungan korban. 22 BAPPENAS : Kawasan Perbatasan: Kebijakan dan 
Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesia. 
http://www.bappenas.go.id/node/108/828/kawasan-perbatasan-kebijakan-dan-strategi-nasional-pengelolaan-kawasan- 
perbatasan-antarnegara-di-indonesia/ (11 April 2013) 
20 
Kejahatan transnasional perdagangan orang merupakan perbuatan illegal, akan tetapi karena 
melibatkan perolehan keuntungan yang sangat besa. Faktor kemiskinan dan tidak tersedianya 
lapangan kerja di pedesaan telah mendorong kaum perempuan bahkan anak-anak untuk 
mencari pekerjaan sampai ke luar negeri. Kurangnya pendidikan dan terbatasnya informasi 
yang dimiliki, menyebabkan WNI menjadi rentan terjebak dalam perdagangan orang. Titik 
rawan kejahatan transnasional di Kalimantan Barat terdapat di Kabupaten Sambas, Kabupaten 
Bengkayang (Seluas, Sanggau Ledo, Jagoi Babang), Kabupaten Sanggau (Entikong), 
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, 
Kabupaten Sekadau dan Kota Singkawang.23 
Bahwa memang, bentuk-bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan transnasional 
di berbagai negara akan berbeda-beda dikarenakan berbagai aspek. Akibat adanya perbedaan 
kepentingan antar Negara, sehingga dilingkungan regional maupun Internasional sehingga tidak 
semua kejahatan yang dikategorikan Kejahatan Transnational, dipersepsikan sebagai kejahatan 
yang sama oleh setiap Negara. contoh ( inisiatif tiap Negara dalam ratifikasi Konvensi PBB 
maupun Asean ) :Palermo Convention : Kejahatan Narkotika ,Kejahatan pembantaian 
masal/genocide,Kejahatan Upal, Kejahatan laut bebas, Kejahatan maya/Cyber Crime Deklarasi 
ASEAN : Illicit Drug Trafficking, Money Laundering, Terrorism, Arm Smuggling, Trafficking in 
Person, Sea Piracy, Trans National economics crime & currency counterfeiting, Cyber Crime. 
AMMTC (Asean Ministry Meeting on Trans National Crime), Information Exchange, Legal 
Matters,Law Enforcement Matters, Training, Institutional Capacity – Building, Extra Regional 
Cooperation24. 
Kejahatan transnasional merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai 
dampak melewati batas territorial suatu negara. Kejahatan transnasional dapat dilakukan 
secara individual atau kelompok terorganisir. Transnational Organized Crime Convention 2000 
(Konvensi Palermo 2000). Konvensi Palermo 2000 mengatur tentang Kejahatan Transnasional 
terorganisir dan kemudian dilengkapi dua protokol 
23 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat 
Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat. 
http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (11 April 2013)
24 Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ 
(12 April 2013) 
21 
tambahan yaitu – Protocol against the Smuggling of Migrants by land, Sea and Air, 2000; – 
Protocol to prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and 
Children.25 
Didalam Article 1 disebutkan, Kejahatan dikatakan bersifat transnational apabila memiliki ciri-ciri 
: “It is committed in more than one state It is committed in one state but a substantial part of its 
preparation, planning, direction or control takes place in another state It is committed in one 
state but involves an organized criminal group that engages in criminal activities in more in 
more than one state; or It is committed in one state but has substantial effects in another state” 
Menurut M Cherif Bassiouni, sifat transnasional dari kejahatan internasional adalah akibat 
perbuatannya menimbulkan dampak lebih dari satu negara. Tindakannya melibatkan atau 
menimbulkan dampak lebih dari satu warganegara; Sarana atau metode yang digunakan dalam 
kejahatan melampui batas-batas teritorial suatu negara.26 
Sedangkan unsur terorganisir dalam Article 2 (b) “Organized Criminal Group: a structured group 
ofthree or more persons, existing for a period of time and acting in concert with the aim of 
committing oneor more serious crime or offences esthablished inaccordance with this 
convention, in order to obtaindirectly or indirectly a financial or another benefit” (kejahatan 
teorganisir adalah suatu kelompok kejahatan yang beranggota 3 orang atau lebih dalamsuatu 
periode waktu melakukan satu atau lebihkejahatan serius yang tercantum dalam konvensi 
ini,dan secara langsung atau tidak langsung bertujuanmemperoleh keuntungan financial atau 
keuntungan lainnya)27. Unsur Kejahatan terorganisir antara lain 1. adanya suatu kelompok 
terstruktur dalam periode waktu tertentu yang terdiri dari tiga atau lebih anggotanya; 2. 
melakukan kejahatan sesuai dengan Konvensi ini; 3. mempunyai tujuan untuk memperoleh 
keuntungan financial secara langsung atau tidak langsung. 
Maraknya kejahatan transnasional atau lintas negara mulai ditanggapi secara serius oleh 
masyarakat internasional, tak terkecuali negara-negara di belahan Asia Tenggara yang 
tergabung dalam ASEAN. Keseriusan 
25 Masinus, Hukum Pidana Internasional, Kejahatan Internasional (International Crime) Dan Kejahatan 
Transnasional Terorganisir (Transnational Organized Crime) Kejahatan 
http://www.slideshare.net/bresharyvan/kejahatan-internasional-komplit (13 April 2013) 
26 Ibid. 
27 Ibid.
22 
tersebut setidaknya tergambar dengan akan diselenggarakannya China-ASEAN Prosecutors- 
General Conference (CAPGC) atau Konferensi Jaksa Agung negara-negara ASEAN plus 
Republik Rakyat Cina (RRC). Pada 31 Juli 2006 sampai dengan 2 Agustus 2006 telah 
diselenggarakan CAPGC III di Jakarta dengan mengusung tema Promoting Cooperation in 
Combating Transnational Crimes (Meningkatkan Kerjasama dalam Pemberantasan Kejahatan 
Transnasional) yang dihadiri wakil-wakil dari negara-negara ASEAN ditambah dengan RRC 
beserta dua negara yang berstatus sebagai Special Administrative Region (wilayah administrasi 
khusus, red.) yakni Hongkong dan Macao.28 
Kasus-kasus perdagangan orang sebagai kejahatan transnasional juga dapat dilihat dari data 
IOM, yang menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara asal 
korban perdagangan manusia (trafficking). Hingga Juni 2011 lalu, sedikitnya tercatat ada 3.909 
korban perdagangan manusia dan sebagian besar korbannya kaum perempuan.29 
Sebagai kejahatan transnasional perdagangan orang bukanlah sesuatu yang baru. Modus 
operandinya yang digunakan para pelaku kejahatan tersebut dapat beragam. Ada yang 
menggunakan kedok PJTKI atau lembaga penyalur tenaga kerja dengan memalsukan 
dokumen-dokumen (KTP, ijasah, akta kelahiran, dan surat izin orangtua atau yang berhak), 
sehingga sering kali identitas korban kejahatan transnasional ini tidak tidak sama dengan 
alamat aslinya. Ada juga dengan modus penyaluran tenaga kerja dengan tidak menjelaskan isi 
perjanjian kontrak kerja antara pihak penyedia dengan pencari kerja dengan iming-iming kerja 
enak, gaji besar, dan masa depan cerah yang kemudian berakhir ditempat-tempat prostitusi 
bahkan diperjual belikan sebagai pemuas nafsu seksual di tempat-tempat hiburan, bukannya 
ditempatkan di tempat kerja yang dijanjikan pada awalnya. 
Kasus kejahatan transnasional berupa perdagangan orang dapat dikategorikan sebagai sebuah 
kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang seharusnya disejajarkan dengan tindak 
kejahatan korupsi dan 28 Hukum Online, Para Jaksa Agung ASEAN Bahas Kejahatan Transnasional 
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15246/para-jaksa-agung-asean-bahas-kejahatan-transnasional (13 April 
2013) 
29 Sidik Suhada , Kasus “Trafficking” dan Problem Agraria. http://www.kpa.or.id/?p=774 (13 April 2013) 
23 
terorisme, dan sepatutnya pulalah sanksi hukum pelaku kejahatan transnasional pun harus “luar 
biasa”, dalam arti hukuman terberat. 
Saat ini, berdasarkan Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB yang dikeluarkan tanggal 3 Juni 
2005, Indonesia berada sebagai Negara dalam TIER 2, yaitu negara yang pemerintahannya 
tidak sepenuhnya sesuai dengan standar minimum TVPA (Traffiking Victims Protection Act-
Undang- undang Perlindungan Korban Perdagangan Orang Amerika Serikat), tetapi membuat 
upaya yang signifikan untuk membawa diri menjadi sesuai dengan standar tersebut. Sehingga 
dalam hal ini, Indonesia telah dinilai selangkah lebih maju dalam melakukan langkah dan upaya 
mencegah terjadinya Kejahatan Transnasional Perdagangan Orang. Sedangkan pada tahun 
2002, berdasarkan Report yang dikeluarkan oleh Department of State, USA, tahun 2002, 
Indonesia masuk kedalam TIER 3, yaitu Negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya 
memenuhi standar minimum dan tidak membuat upaya yang signifikan untuk melakukannya. 
Dimana pada saat itu, Indonesia dievaluasi sebagai negara pemasok perdagangan perempuan 
dan anak, berkomitmen rendah, kurang serius dan kurang kepeduliannya dalam 
pemberantasan kejahatan transnasional perdagangan orang dan belum memiliki undang-undang 
yang tegas serta belum memiliki upaya strategis dalam mencegah terjadinya dan 
memberantas kejahatan transnasional perdagangan orang yang memenuhi standard minimum 
yang ditetapkan walaupun belum sepenuhnya. 
Sebagai gambaran, berdasarkan laporan dari Internasional Organization for Migration (IOM) 
tahun 2005 sampai dengan Januari 2009, telah dipulangkan 3.339 orang korban perdagangan 
orang, yang sebagian besar adalah perempuan (89,5 %), termasuk bayi (0,15 %) dan anak-anak 
(24,6 %), mereka dipulangkan sebagian besar dari Negara Malaysia, Saudi Arabia, 
Singapore, Jepang, Syria, Kuwait, Taiwan, dan Iraq, di samping yang terjadi di wilayah 
Indonesia. Berdasarkan daerah asal, maka para korban sebagian besar berasal dari Jawa 
Barat (720), Kalimantan Barat (711), Jawa Timur (418), Jawa Tengah (371), Sumatera Utara 
(230), Nusa Tenggara Barat (228), Lampung (167), dan Nusa Tenggara Timur (137).30 
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri (bareskrim) tahun 
2007, dapat terlihat perkembangan kasus perdagangan manusia di Indonesia periode 2003- 
2007, yaitu semakin 
30 Ibid. 
24 
sedikit kasus perdagangan manusia yang terjadi setiap tahunnya (155 kasus di tahun 2003 dan 
63 kasus di tahun 2007), dan semakin meningkatnya penanganan kasus perdagangan manusia 
yang ditangani oleh Mabes Polri hingga ke tingkat JPU (20,3 % di tahun 2003 dan 61,9 % di 
tahun 2007).31 
Sedangkan pada tahun 2008 Bareskrim Mabes POLRI mencatat ada 199 kasus yang ditangani 
oleh jajaran Reskrim se Indonesia dengan 291 pelaku TPPO yang ditangkap dan 107 kasus 
diantaranya telah selesai di tingkat kejaksaan. Dari sejumlah 598 orang korban TPPO, 510 
orang adalah orang dewasa, 88 orang lainnya adalah anak-anak. Tahun 2008 UNICEF juga
melansir adanya 100.000 perempuan dan anak Indonesia yang diperdagangkan, mayoritas 
sebagai pekerja seks.32 
Jumlah kejahatan transnasional yang ditangani Polri mengalami peningkatan. Penyelundupan 
narkotika dari luar negeri ke Indonesia merupakan kejahatan transnasional yang paling 
menonjol. Jenis kejahatan lain adalah terorisme, trafficking, kejahatan dunia maya, dan 
penyelundupan manusia. Sebagaimana yang diakui oleh Kapolri, sepanjang 2012 Mabes Polri 
menangani 21.457 kasus transnasional. Naik dari tahun sebelumnya yang ‘hanya’ 16.138 
kasus. Kenaikan jumlah kejahatan transnaional itu mencapai 24,78 persen33 
31 Zaky Alkazar Nasution, S.H, (Tesis) Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak 
Korban Perdagangan Manusia (Trafficking In Persons) http://eprints.undip.ac.id/17904/1/Zaky_Alkazar_Nasution.pdf 
(13 April 2013) 
32 Lampiran RAN 33 Hukum Online, Kejahatan Transnasional Meningkat 
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50f3a3710b543/kejahatan-transnasional-meningkat (13 April 3013) 
25 
b. Kondisi Ideal yang diharapkan. 
Melihat kondisi riel yang ada saat ini terhadap kejahatan transnasional perdagangan orang, 
sangatlah memungkinkan bagi indonesia untuk naik pada TIER 1, yaitu sebagai Negara yang 
pemerintahannya sepenuhnya mematuhi Perlindungan standar minimum Korban Perdagangan 
(TVPA / Trafficking and Violence Protection Act/ UU Perdagangan manusia dan Perlindungan 
Kekerasan). 
Berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah guna mencegah dan meminimalisir kejahatan 
transnasional perdagangan orang serta perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai 
korban perdagangan orang, relatif komprehensif. Mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 
Amandemen ke-4 sebagai landasan konstitusional, telah secara tegas telah mengatur tentang 
pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak-hak 
perempuan dan anak-anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), hingga 
peraturan-peraturan di bawahnya. 
Ditingkat Kementerian Koordinator (Menko) dan Kementrian Negara (Meneg), telah dilakukan 
berbagai upaya kongkrit berkaitan dengan pencegahan perdagangan manusia,sebagaimana 
dinyatakan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) pada rapat Koordinasi 
Bidang Kesra yang menegaskan bahwa Indonesia akan melakukan usaha sungguh-sungguh 
dalam memerangi dan menghapus perdagangan manusia. Di samping itu, Pemerintah 
Indonesia telah menetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai Vocal point 
dalam melakukan usaha-usaha tersebut.34
Dengan keadaan riel saat ini terhadap adanya kejahatan transnasional berupa Perdagangan 
orang yang terjadi melalui perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia, dalam upaya 
perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak, salah satunya melalui pencegahan dan 
pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dan berbagai peraturan 
perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi Pemberantasan Perdagangan 
Orang dari kejahatan 
34 Zaky Alkazar Nasution, S.H, (Tesis) Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak 
Korban Perdagangan Manusia (Trafficking In Persons) 
26 
transnasioanal, khususnya Perempuan dan Anak (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak 
(ESA), antara lain : 
1. Undang-Undang RI No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai 
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. 
2. Undang-Undang RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. 
3. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 
4. Undang-Undang RI No. 20 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Konvension No. 138 
Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia 
Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja). 
5. Undang-Undang RI No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. 
6. Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi 
ILO No. 182 Pengesahan ILO Convention No 182 Concerning the Prohibition and Immediate 
Action for the Elimination of the Worst Form of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 Mengenai 
Pelarangan dan Tindakan segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak) 
mengenai Pelarangan dan Tindakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk 
Anak; 
8. Undang-Undang RI No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. 
9. Undang-Undang RI No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 
10. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 
11. Undang-Undang RI No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 
12. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 
13. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah 
Tangga. 
14. Undang-Undang RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
15. Undang-Undang RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah 
Pusat dan Pemerintah Daerah. 
16. Undang-Undang RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga 
Kerja Indonesia di Luar Negeri. 
17. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 
18. Undang-Undang RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana 
Perdagangan Orang. 
19. Undang-Undang RI No. 5 tahun 2009 tentang Pengesahan United Nation Convention Againt 
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak 
Pidana Transnasional yang Terorganisasi); 
20. Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. 
21. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress 
and Punish Trafficking in Persons, Espacially Women and Children, Sipplementing the United 
Nations Convention Againt Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, 
Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-Anak, 
melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional 
yang terorganisasi); 
22. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan 
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. 
27 
23. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama 
Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 
24. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2008 tentang tata cara dan mekanisme pusat pelayanan 
terpadu bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang. 
25. Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of 
the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). 
26. Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi 
Manusia. 
27. Keputusan Presiden No. 12 tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan 
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 
28. Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan 
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 
29. Peraturan Presiden No 69 tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan 
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
30. Peraturan KAPOLRI No. 10 tahun 2007 tentang Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanan 
Perempuan dan Anak di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 
31. Peraturan KAPOLRI No. 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan 
Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan /atau Korban Tindak Pidana. 
32. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No. 01 tahun 2009 tentang 
Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Terpadu bagi saksi dan/atau korban Tindak Pidana 
Perdagangan Orang. 
Dan adapun Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Dalam Penanganan Kejahatan 
Transnasional Perdagangan Orang antara lain:35 
1. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 Tentang Kependudukan Pembangunan Keluarga 
Sejahtera. 
2. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2007 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak 
Pidana Perdagangan Orang Terutama Perempuan Dan Anak. 
3. Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 86 Tahun 2006 Tentang Rencana Aksi Daerah 
Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak dan telah direvisi dengan Peraturan 
Gubernur Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2010. 
4. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 262 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Pusat 
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dan Telah Direvisi 
Dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 370 Tahun 2009 Tanggal 3 Juni 2009. 
5. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 289 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Satuan 
Tugas (Satgas) Dan Sekretariat Satgas Pelaksana Penanggulangan, Penempatan Dan 
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah Di Luar Negeri dan telah direvisi 
dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 222/KESOS/2010 
6. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 178 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Tim 
Koordinasi Penanggulangan, Penempatan, Dan 
35 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat : 
Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat 
28 
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah Di Luar Negeri Provinsi Kalimantan 
Barat dan telah direvisi dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 22/KESOS/ 2010. 
7. Melakukan Kerjasama dalam bentuk Nota Kesepahaman tentang Penanganan Kekerasan 
Terhadap Perempuan, Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan Badan 
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi 
Jawa Tengah.
8. Melakukan Mou dengan Organisasi Keagamaan Tentang Pelaksanaan Strategi 
Pengarusutamaan Gender untuk Peningkatan Status, Kondisi dan Posisi Perempuan dalam 
Pembangunan. 
9. Melakukan Mou dengan Kabupaten/Kota dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 
Perempuan, Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 
29 
BAB: IV. 
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 
a. Faktor Internal Pendukung 
Ada beberapa faktor pendukung terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang di 
Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, antara lain 
1) Faktor Pendukung. Faktor utama maraknya trafficking terhadap orang adalah kemiskinan 
yang masih melanda sebagaian besar peduduk Indonesia. Masyarakat berusaha untuk 
memperbaiki perekonomian dengan mencari kerja ke daerah lain, bahkan mencari kerja ke 
negara lain. Tetapi apa yang mereka impikan untuk mencari kerja tidak semudah yang mereka 
bayangkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan orang di dalam negeri antara 
lain masalah ekonomi, masalah keluarga tidak harmonis, perkawainan dan perceraian pada 
usia dini, sebagai korban pelecehan seksual dan korban perkosaan, terbatasnya kesempatan 
dan lapangan kerja, pendidikan rendah, tidak mempunyai keterampilan / keahlian, gaya hidup 
hedonis, dan beberapa faktor lainnya. Sejumlah faktor yang memiliki korelasi tinggi dengan 
perdagangan orang, yakni36: (a) Struktur masyarakat yang masih banyak menempatkan 
perempuan sebagai warganegara kelas dua, sehingga menimbulkan gender-based 
discrimination. Pada gilirannya kondisi ini menyebabkan terjadinya kemiskinan bagi kaum 
perempuan; ditambah lagi dengan adanya gender-based violence yang kemudian mendorong 
para perempuan yang menjadi korban untuk masuk dalam perangkap perdagangan orang; (b) 
Struktur patriarkhal yang mendukung pola pendidikan pada perempuan untuk menjadi 
submissive dan mengutamakan kehormatan dan kepentingan keluarga, yang seringkali berakhir 
pada pengorbanan dirinya dalam perdagangan orang; (c) Keterbatasan sumber keuangan 
menyebabkan suburnya pertumbuhan industri seks di berbagai negara yang kurang beruntung, 
suatu kondisi yang dengan tidak manusiawi telah disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh para 
pelaku perdagangan orang; 
36 Simela Victor Muhamad, Perdagangan Orang Antarnegara: Upaya Pencegahan Dan Penanganannya
Di Kalimantan Barat Dan Sumatera Utara, 2009 (dalam Buku Kajian Masalah Penyelundupan dan Perdagangan 
Orang di Indonesia 2009: Bagian Ke empat) http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupan-dan- 
Perdagangan-Orang-di-Indonesia-2009.pdf (14 April 2013) 
30 
(d) Terjadinya berbagai konflik di sejumlah negara yang kemudian menempatkan kaum 
perempuan dan anak-anak dalam kondisi sangat rentan, kehilangan perlindungan, kehilangan 
keamanan dan hak-hak asasi lainnya sehingga memaksa mereka untuk memasuki lingkaran 
perdagangan orang; (e) Ketidakberdayaan negara-negara yang kurang beruntung untuk 
menyediakan lapangan kerja sehingga migrasi menjadi pilihan yang dipersepsi sebagai upaya 
paling mudah untuk mendapatkan nafkah. (f) Letak geografis Kalimantan Barat yang 
berbatasan langsung dengan Malaysia Timur ( terdapat ± 62 jalan setapak yang dapat dilalui 
masyarakat tanpa pengawasan ) mempermudah aksesibilitas ke negara tetangga (g) 
Perbedaan tingkat perekonomian / penghidupan di wilayah perbatasan (h) Lemahnya sistim 
administrasi kependudukan (i) Kurangnya kesempatan kerja dan peluang berusaha (j) 
Kurangnya informasi yang benar mengenai lapangan kerja yang tersedia baik di dalam maupun 
di luar negeri Bahwa terjadinya perdagangan orang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, 
mulai dari faktor ekonomi hingga faktor sosial dan politik, bahkan juga struktur dan kultur 
masyarakat. Ini artinya, terjadinya perdagangan orang antarnegara juga dapat disebabkan oleh 
salah satu atau berbagai faktor tadi.37 
2) Faktor Penghambat. 
Pemerintah Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi PBB untuk Perlindungan Hak-hak 
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (melalui UU No. 6 Tahun 2012), namun langkah ini 
harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah harmonisasi kebijakan terkait buruh migran yang 
selama ini masih bersifat diskriminatif terhadap buruh migran.38 
Akan tetapi apabila berbagai bentuk Ratifikasi konvensi-konvensi internasional tersebut 
kedalam peraturan perundangan-undangan di Republik Indonesia tidak dilaksanakan dengan 
maksimal, maka arus perpindahan / migrasi WNI ke luar negeri sebagai korban perdagangan 
orang akan tetap meningkat. Kurangnya sosialisasi terhadap aspek-aspek kejahatan 
transnasional perdagangan orang kepada masyarakat pencari kerja ke luar negeri, serta belum 
adanya upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam mencegah terjadinya kejahatan 
perdagangan orang, merupakan salah satu faktor penghambat mengapa kejahatan 
perdagangan orang masih terjadi 
37 Ibid.
38 Migrant CARE, Statement Migrant CARE utk International Migrant' Day 2012 http://www.migrantcare.net/ (14 
April 2013) 
31 
dan sulit di berantas. Pemalsuan berbagai dokumen, hingga dokumen perjalanan ke Luar 
Negeri dari Indonesia masih sering terjadi. 
b. Faktor Eksternal. 
Kejahatan Transnasional Perdagangan Orang adalah salah satu kejahatan yang melintasi 
batas-batas wilayah negara dan dilakukan oleh dua atau lebih warga negara yang berbeda, di 
negara yang berbeda pula. 
1) Faktor Pendukung. 
Terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang, selain didukung oleh faktor internal 
dalam negeri Indonesia sendiri, juga didukung oleh berbagai faktor ekternal di luar negeri, 
antara lain 
1. Tingginya permintaan tenaga kerja murah baik yang memiliki ketrampilan (skill) maupun yang 
tidak memiliki ketrampilan (unskill) dari Indonesia untuk dipekerjakan di berbagai sektor formal 
dan informal di luar negeri. 
2. Iming-iming gaji yang tinggi 
3. Keterlibatan kelompok kejahatan terorganisasi di dunia dalam mengelola bisnis kejahatan 
perdagangan orang. 
4. Letak geografis perbatasan 
5. Kurang seriusnya negara-negara penandatangan konvensi mengatasilah perdagangan 
orang. 
6. Belum adanya kerjasama bilateral yang maksimal antara negara-negara yang berbatasan 
7. Belum tegasnya peraturan hukum pidana di negara asing dalam menindak pelaku kejahatan 
perdagangan orang. 
2). Faktor Penghambat. 
Selain faktor pendukung ekternal dari negara lain, yang mengakibatkan masih terjadinya 
kejahatan transnasional perdagangan orang juga terdapat faktor penghambat mengapa 
kejahatan tersebut masih belum sepenuhnya dapat dicegah dan dapat di tindak di negara pihak 
yaitu : 
a. Pelaku kejahatan transnasional perdagangan orang tersebut berada dalam yurisdiksi negara 
lain 
b. Kejahatan transnasional perdagangan orang dilakukan oleh warga negara asing di luar 
wilayah yurisdiksi Indonesia
c. Belum adanya pemahamam yang sama dari negara-negara pihak tentang korban 
perdagangan orang bahwa negara pihak harus memfasilitasi dan melaksanakan pemulangan 
korban serta menyediakan dokumen perjalanan yang perlu 
32 
d. Belum terlindunginya privasi para korban yang terlibat dalam proses hukum dan menjamin 
bahwa korban menerima bantuan hukum dan konseling dinegara pihak. 
e. Belum tersedianya tempat-tempat penampungan yang memadai bagi para korban kejahatan 
perdagangan orang 
f. Belum tersedianya fasilitas pemeliharaan kesehatan dan perawatan yang aman bagi korban 
perdagangan orang, untuk membantu para korban dan proses pemulihan dan integrasi. 
g. Negara pihak belum memberikan penyadaran yang maksimal terhadap para penegak 
hukumnya dan pengadilan terkait adanya pelanggaran terhadap Konvensi dan faktor lain yang 
mendorong terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang. 
h. Seringnya mengkriminalisasi korban perdangangan orang oleh negara pihak, sehingga 
pelaku kejahatan transnasional itu sendiri terbebas dari tuduhan. 
i. Belum terciptanya atau belum adanya mekanisme pengaduan bagi korban perdagangan 
orang di negara pihak (negara tujuan) 
j. Belum tersedianya database yang lengkap terhadap warga negara indonesia yang bekerja di 
negara pihak. 
k. Belum terjalinnya kerjasama pertukaran informasi antara lembaga-lembaga penegak hukum 
negara pihak dengan negara Indonesia mengenai orang-orang atau organisasi dan kelompok 
yang terlibat dalam kejahatan transnasional perdagangan orang 
l. Belum terciptanya kerja sama dalam memantau dan melacak pelaku kejahatan transnasional 
perdagangan orang antar negara 
m. Masih tingginya diskriminasi oleh warga negara di negara pihak terhadap warga negara 
indonesia yang bekerja di luar negeri. 
33 
BAB V 
Upaya Strategis 
Pencegahan Dan Penanggulangan 
Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat 
Melihat apa yang telah kami uraikan pada Kondisi Riel dan Kondisi Ideal dalam Bab 
Pembahasan diatas, maka upya strategis dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan 
Trans-Nasional Di Kalimantan Barat adalah penting bagi negara-negara untuk “meningkatkan
kerjasama internasional untuk secara kolektif menanggulangi meningkatnya ancaman 
kejahatan lintas negara” tersebut. 
Kejahatan lintas negara berupa perdagangan orang, memang memiliki karakteristik yang 
sangat kompleks. Perkembangan kualitas kejahatan lintas negara, setiap tahunnya semakin 
meningkat, seolah-olah batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain semakin 
menghilang. Dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang telah di keluarkan guna 
untuk mencegah terjadinya kejahatan lintas negara, yang disesuaikan dengan instrumen hukum 
internasional yang telah disepakati tahun 2000 tersebut, diharapkan mampu berfungsi dengan 
baik. Bagaimanapun, kejahatan transnasional tidak hanya terjadi karena orang, barang dan jasa 
bisa menyeberang perbatasan. Mereka hanya melintasi perbatasan ketika ada alasan untuk itu. 
Hal yang memungkinkan terjadinya kejahatan transnasional adalah bahwa barang-barang 
tertentu yang tersedia di beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada 
permintaan untuk mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan 
menguntungkan. Jika alasan seperti itu ada, dan peluang transportasi meningkat maka lalu 
lintas dapat membuat arus perdagangan kejahatan transnasional lebih mudah.39 Selain itu, Polri 
juga harus menata kembali strategi aspek – aspek struktural, instrumental dan kultural, melalui 
pembidangan pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan/ pembinaan ke-mampuan dan 
operasional dalam mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya 
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya pelayanan 
39 Mas Isharyanto, Globalisasi dan Kejahatan Transnasional http://hukum.kompasiana.com/2013/04/05/globalisasi-dan- 
kejahatan-transnasional-548631.html (14 April 2013) 
34 
masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi 
manusia dengan Upaya Strategis sebagai berikut : 
a. Upaya Deteksi Intelijen. 
Globalisasi dan diberlakukannya pasar bebas saat ini, akan meningkatkan mobilitas penduduk 
secara global. Arus perpindahan penduduk yang terkadang tidak sejalan dan tidak didukung 
dengan perkembangan ekonomi negara dan ekonomi penduduk, semakin membuka peluang 
terjadinya berbagai tindak pidana dan Kamtibmas yang disebabkan menigkatnya kejahatan / 
pelanggaran hukum, bencana (alam, industri) kebijakan pemerintah, sosial, budaya, politik, 
ekonomi, perang, sengketa perbatasan dan gangguan keamanan didalam negeri sendiri. 
Sementara itu, dengan mobilitas masyarakat internasional yang tinggi dengan tidak 
mempermasalahkan batas-batas, memungkinkan juga berkembangnya bentuk-bentuk 
kejahatan antar negara serta berkembangnya organisasi kejahatan lintas negara yang didukung
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta teknologi, menyebabkan kejahatan 
transnasional mewarnai kondisi keamanan dalam negeri. 
Penanganan kejahatan transnasional tersebut memerlukan efektifitas deteksi dini, fungsi 
intelijen, jaringan kerjasama internasional, dan pengungkapan kasus yang pada akhirnya 
peningkatan profesionalisme lembaga terkait termasuk kepolisian. Salah satu unsur pelaksana 
tugas Polri berdasarkan PERPRES NO: 52 Tahun 2010 adalah Badan Intelijen Keamanan (BA 
INTELKAM), dan pada tingkat Polda Kalbar ada Direktorat Intelijen Keamanan (Dit Intelkam) 
sebagai unsur palaksana di daerah Kalbar dan Sat Intelkam di tingkat Polres pada setiap 
kabupaten yang ada di wilayah Kalimantan Barat serta Unit Intelkam di tingkat polsek-polsek, 
dimana Intelijen Keamanan bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam 
bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri 
maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan 
keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan 
masalah dan perkembangan masalah serta perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat, 
terhadap bentuk-bentuk kejahatan transnasional, serta dapat 
35 
mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas, fungsi intelijen 
merupakan Mata dan Telinga kesatuan Polri dalam upaya mengantisipasi ancaman kejahatan 
transnasional serta ancaman terhadap integritas nasional serta tegaknya kedaulatan Negara 
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 
sebagai prasyarat terwujudnya tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia 
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, 
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan 
kemerdekaan , perdarnaian abadi dan keadilan sosial, maka disadari pentingya deteksi dini 
atas ancaman tersebut, sebagai peringatan dini dan langkah pencegahan dini. 
Upaya mendeteksi dini kejahatan transnasional, seyogianya harus dilakukan oleh POLRI 
dengan melakukan kegiatan operasional intelijen keamanan guna terselenggaranya deteksi dini 
dan peringatan dini, termasuk melalui pemberdayaan seluruh personel dalam mengemban 
fungsi intelijen terhadap kejahatan-kejahatan transnasional di Wilayah Kalimantan Barat serta 
menyusun perkiraan intelijen keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan 
kejahatan transnasional perdagangan orang. 
b. Upaya Preemtif (Penangkalan) 
Dengan adanya upaya deteksi dini kejahatan transnasional yang telah dilakukan oleh Intelijen 
Keamanan Polri dengan melakukan kegiatan operasional intelijen keamanan, perkiraan intelijen
keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan kejahatan transnasional 
perdagangan orang, selayaknya telah mempermudah upaya Preemtif terjadinya kejahatan-kejahatan 
lintas batas negara. 
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya preemtif terhadap tindak pidana atau 
kejahatan transnasional atau kejahatan lintas batas negara dapat dilakukan dengan menjalin 
kemitraan dengan para tokoh agama, tokoh politik, tokoh adat, intelektual, pengusaha, media 
masa, organisasi masyarakat, dan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat yang melibatkan 
seluruh komponen masyarakat di Wilayah Kalimantan Barat, khususnya wilayah-wilayah yang 
berbatasan langsung dengan Malaysia. 
Pola Kemitraan dalam upaya preemtif ini, dapat dilakukan dengan cara melakukan kunjungan 
ke rumah-rumah masyarakat ataupun kunjungan ke 
36 
kantong-kantong komunitas masyarakat di perbatasan, serta untuk menjamin rasa tenteram 
penduduk dan pemberdayaan potensi masyarakat dengan pola 
2. Pemberdayaan community policing (Polmas) melalui pemberdayaan kemitraan dengan 
lembaga pendidikan, masyarakat, tokoh masyarakat, intansi, swasta, jasa pengamanan, tokoh 
agama, dan LSM yang kemudian bersama-sama membangun opini publik yang positif tentang 
bahaya kejahatan transnasional perdagangan orang, sehingga terbentuk kelompok-kelompok 
masyarakata yang peduli anti kejahatan perdagangan orang serta maupun kelompok peduli 
terhadap keamanan lingkungan sekitarnya 
3. Pemberdayaan Pengamanan Swakarsa. 
Dalam menjalankan upaya preemtif dengan pola Pemberdayaan Pengamanan Swakarsa, 
penangkalan kejahatan lintas batas negara dapat dilakukan dengan mengembangkan kekuatan 
komponen kamtibmas swakarsa, seperti melalui PPNS, Satpam, Polsus, Kamra, Pramuka, 
Saka Bhayangkara, PKS, dan berbagi komponen lainnya. 
Upaya preemtif ini, di arahkan untuk meningkatkan pemberdayaan peran serta masyarakat 
dalam mengamankan diri maupun lingkunganya, dengan membentuk kelompok sadar dan 
peduli terhadapa kejahatan lintas negara perdagangan orang. 
Selain itu juga, di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia di wilayah 
Kalimantan Barat yang belum memiliki pos-pos perbatasan, dibangun pos Siskamling atau 
dengan memberdayakan pos-pos yang sudah ada, untuk menghidupkan peran siskamling di 
seluruh lapisan masyarakat. di jalur-jalur yang dianggap rawan kejahatan untuk mencegah 
terjadinya pungli yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung awab serta mengantisipasi 
tindak kejahatan transnasional.
Pentingnya pola kemitraan dan pemberdayaan potensi masyarakat di wilayah kabupaten-kabupaten 
di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia, akan mendukung 
tugas-tugas Polri dan Pemerintah Daerah Kalbar dalam menangkal terjadinya kejahatan lintas 
batas negara di tersebut, 
Upaya preemtif lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menciptakan program kerjasama 
keamanan dan ketertiban dengan unsur aparat di negara Malaysia untuk memelihara situasi 
kamtibmas yang 
37 
kondusif di wilayah perbatasan masing-masing. Melihat strategisnya keberadaan Kalimantan 
Barat dan Malaysia sebagai pelintasan orang dan barang melalui wilayah pintu perbatasan, 
sangat diperlukan adanya kerjasama yang kuat antara Polri dan Pemerintah Kalimantan Barat 
dengan Wilayah Negara Bagian Timur Malaysia untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di 
wilayah hukumnya tersebut untuk menangkal kejahatan-kejahatan lintas negara. 
Dengan adanya pola kerjasama ini diharapkan terwujud partisipasi aktif masing-masing negara 
terhadap tugas - tugas keamanan dan penangkalan kejahatan transnasional sehingga tercipta 
hubugan kerja yang harmonis antara negara, dalam rangka penertiban kawasan perbatasan, 
dan penanggulangan kejahatan transnasional serta untuk mengantisipasi berbagai ancaman 
stabilitas di daerah perbatasan Kalbar sesuai Protokol Menentang Penyelundupan Migran 
Melalui Darat, Laut, dan Udara. 
c. Upaya Preventif (Pencegahan) 
Kejahatan Perdagangan orang lintas negara sangat terkait dengan lalu lintas orang, baik 
sebagai pelaku atau korban serta terkait juga dengan Teknologi informasi dan komunikasi yang 
telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan menyebabkan dunia 
menjadi tanpa batas (borderless), serta menimbulkan perubahan di berbagai bidang kehidupan. 
Konsep dasar Kejahatan Perdagangan orang lintas negara adalah pemindahan manusia dari 
satu tempat ke tempat lain, dalam hal ini dari satu negara ke negara lain secara melawan 
hukum dengan tujuan mencari keuntungan. 
Sebagai negara anggota PBB, sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan 
memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi, termasuk tindak pidana 
penyelundupan migran. Protokol Menentang Penyelundupan Migran tersebut telah diratifikasi 
oleh DPR dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2009 
Pemerintah Indonesia telah urut menandatangani instrumen hukum internasional yang secara 
khusus mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang 
terorganisasi, yakni United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang 
Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua 
38 
protokolnya yaitu Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially 
Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational 
Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, 
Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) dan Protocol against the 
Smuggling of Migrans by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention 
against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui 
Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak 
Pidana Transnasional yang Terorganisasi) 
Pasal 2 Protokol Menentang Penyelundupan Migran menyatakan bahwa tujuan Protokol ini 
adalah untuk mencegah dan memberantas penyelundupan migran serta memajukan kerja 
sama di antara Negara- Negara Pihak untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melindungi hak-hak 
migran yang diselundupkan. 
Telah diuraikan diatas, terdapat pintu-pintu gerbang (border) keluar masuk orang, kendaraan 
dan barang di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung pada 5 kabupaten yaitu 
pintu gerbang Paloh Sajingan Kabupaten Sambas, Jagoi babang Kabupaten Bengkayang, 
Entikong di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di Kabupaten Kapuas Hulu 
dan selain pintu-pintu utama pada border tersebut, juga terdapat terdapat ± 62 jalan setapak 
atau “jalan tikus” yang dapat dilalui masyarakat perbatasan tanpa pengawasan. 
Dalam upaya preventif terhadap kejahatan lintas negara tersebut, Pasal 11 ayat (1) Protokol 
menyatakan bahwa tanpa mengurangi komitmen internasional terhadap kebebasan orang 
bergerak (free movement of people), maka semua negara peserta harus memperkuat 
pengawasan perbatasan yang diperlukan guna mencegah dan mendeteksi kejahatan tersebut. 
Selain upaya preemtif yang telah di uraikan diatas, upaya preventif harus dapat dilakukan 
dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik Kepolisian, Imigrasi, TNI, Pemda 
Prop.Kalbar dan Pemda Kabupaten dalam melakukan pencegahan, pengamanan dan 
pengawasan di pintu-pintu perbatasan-perbatasan, terutama di daerah yang memiliki “jalan 
tikus” dengan perbatasan negara Malaysia. 
39 
Tanpa adanya koordinasi secara terpadu antara pihak terkait serta pemanfaatan teknologi 
informasi dan komunikasi, pencegahan kejahatan lintas negara dan pengawasan yang
dilakukan didaerah perbatasn, akan sangat sulit dilakukan Kerjasama berbagai instansi di 
wilayah Kalimantan Barat serta kerjasama dengan negara lain terutama Malaysia dapat 
dilakukan melalui perjanjian bilateral atau memorandum saling pengertian (Memorandum of 
Understanding) merupakan perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasional suatu 
perjanjian induk. Sepanjang materi yang diatur bersifat teknis, memorandum saling pengertian 
dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan adanya perjanjian induk, dan dapat segera berlaku 
setelah penandatanganan tanpa memerlukan pengesahan. 
Upaya pencegahan kejahatan lintas negara dan pengawasan di perbatasan bukanlah hal yang 
mudah. Pencegahan kejahatan lintas negara perdagangan orang yang ada saat ini dimana 
tujuan utama perdagangan manusia dari Indonesia adalah Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Uni 
Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Australia. Selain 
sebagai pemasok, Indonesia juga menerima perdagangan orang, antara lain dari China, 
Taiwan, Thailand, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Rusia, Venezuela, Spanyol, dan Ukraina. 
Tidak menutup kemungkinan Kalimantan Barat juga pada akhirnya sebagai daerah peneriman 
perdagangan orang yang diakibatkan era dunia tanpa batas dan hak untuk mencari kehidupan 
yang layak, pergerakan manusia antar negara dapat memberikan peluang terjadinya aktivitas-aktivitas 
legal antar negara. 
Akan tetapi, disisi lain dinamika pergerakan dinamika pergerakan manusia mencakup juga 
aktivitas-aktivitas ilegal harus dicegah dan diberantas. Seiring dengan perkembangan teknologi 
informasi, begitu pula tindak pidana atau kejahatan lintas negara perdagangan orang turut 
berkembang dengan pola-pola yang berbeda. Hal tersebut terlihat dari semakin tingginya 
tingkat kejahatan lintas negara yang terjadi di Kalimantan Barat. 
Untuk itu, upaya pencegahan terjadinya kejahatan lintas negara dapat dilakukan dengan 
memperkuat basis masyarakat di perbatasan dengan membangun sistem manajemen 
perbatasan secara integral dan komprehensif, melalui kerjasama antar instansi terkait bidang 
tugasnya yakni Pemda Kabupaten, Imigrasi, Bea Cukai, kepolisian, karantina, dan kelompok-kelompok 
masyarakat untuk memutus mata rantai supply and demand. 
40 
d. Upaya Represif. 
Upaya Preemtif dan Upaya Preventif, memang lebih baik dari upaya Represif 
(Penindakan/pemberantasan) kejahatan lintas negara perdagangan orang. Akan tetapi setiap 
hari, para pelaku kejahatan lintas negara ini, selalu mencari berbagai cara untuk dapat 
melakukan perbuatan tersebut.
Upaya terakhir yang dapat dilakukan pemerinta terhadap kejahatan lintas negara perdagangan 
orang adalah upaya penindakan terhadap pelaku kejahatan lintas negara dan penegakan 
hukum terhadap ancaman kejahatan tersebut dengan memberikan sanksi yang tegas dan 
konsisten sesuai undang-undang yang berlaku dengan melakukan penangkapan, dan 
melimpahkan berkas perkaranya sampai ke pengadilan., memutuskan jalur perdagangan orang 
serta mengungkap jaringan sindikat perdagangan orang dengan melakukan operasi intelijen 
dan Operasi Rutin Kewilayahan dan Operasi Khusus terpusat secara kontinyu dan 
mengedepankan fungsi Reserse. 
Bentuk dan karakter kejahatan transnasional perdagangan orang sangat berbeda dengan jenis 
kejahatan biasa (conventional). Dampak negatif yang ditimbulkan kejahatan perdagangan 
orang, sangat berpengaruh luas terhadap korban, masyarakat maupun negara, dan 
mempengaruhi dan merusak stabilitas kehidupan nasional, karena kejahatan lintas negara 
mencakup juga unsur asing dan warga negara asing di dalamnya. Dengan kata lain kejahatan 
transnasional perdagangan orang bersifat terorganisir dan sangat merugikan masyarakat 
internasional. 
Oleh karena itu, terlepas dari adanya unsur tekanan dari negara-negara lain, terhadap 
kejahatan lintas negara perdagangan orang sudah sepatutnya di kriminalisasikan dan dilakukan 
penindakan secara tegas wujud nyata yang sekaligus merupakan tekat bangsa Indonesia untuk 
mencegah dan memberantas kejahatan lintas negara termasuk kejahatan perdagangan orang, 
khususnya diwilayah Kalimantan Barat, karena telah menjadi ancaman terhadap masyarakat, 
bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan 
terhadap hak asasi manusia. 
Upaya Preemtif, Preventif dan Represif terhadap kejahatan trans nasionla perdagangan orang 
oleh aparat penegak hukum di Kalbar, juga tidak terlepas dari kerjasama dunia internasional, 
guna memberikan landasan berpijak yang cukup kuat bagi aparat penegak hukum khususnya 
Polri untuk menyidik pelaku kejahatan tersebut. 
41 
Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, merupakan salah 
satu landasan berpijak yang cukup kuat bagi aparat penegak hukum khususnya Polri untuk 
menyidik dan menindak pelaku kejahatan perdagangan orang, dengan didasarkan pada nilai-nilai 
luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak 
dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban. 
Selain itu untuk membantu upaya strategis tersebut, perlu juga didukung dengan upaya yang 
telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, yakni Pembentukan
Jejaring Dalam Penanganan Korban Traffiking Sosialisasi Dan Advokasi Secara Terpadu Di 
Lingkup Instansi Pemerintah Dan Masyarakat, Sosialisasi Dan Advokasi Secara Berjenjang 
Dilingkup Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota, Pelatihan Keterampilan Dan Pembekalan 
Terutama Bagi Calon Pekerja Baik Dalam Negeri Maupun Luar Negeri, Pelatihan Keterampilan 
Bagi Korban Trafficking, Pelatihanketerampilan Bagi Kelompok Perempuan Didaerah Rawan 
Trafficking, Penindakan Dan Penegakan Hukum Secara Tegas, Konsisten Dan Terus Menerus 
Terhadap Pelaku Perdagangan Orang Dan Mereka Yang Mendukungnya.40 
40 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat : 
Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat. 
42 
BAB VI. 
PENUTUP. 
a. Kesimpulan. 
Kejahatan Lintas Negara atau Kejahatan Transnasional atau Transnational Crimes berupa 
Perdagangan Orang, telah mewarnai bentuk kejahatan global yang melibatkan 2 atau lebih 
warga negara. Meningkatnya intensitas perdagangan orang yang juga di sebabkan tingginya 
supplay dan demand terhadap orang untuk diperjualbelikan telah menjadi ancaman keamanan 
bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling menonjol pada dekade terakhir. 
Kejahatan lintas negara tersebut telah mempengaruhi kebijakan keamanan global dan 
pertahanan negara-negara besar yang menempatkan kejahatan lintas negara menjadi 
permasalahan bersama dan bagi Indonesia khususnya Propinsi Kalimantan Barat, kejahatan 
lintas negara telah sangat merugikan kepentingan nasional dan sendi-sendi kehidupan 
masyarakat, sehingga merupakan prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan 
sejumlah negara sahabat, terutama negara yang berbatasan langsung dengan Wilayah 
Kalimantan Barat. Kejahatan perdagangan orang termasuk pelanggaran HAM. Undang-Undang 
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat sejumlah ketentuan mengenai 
perlindungan HAM, yaitu: a. setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan 
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 
(2)); b. setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan 
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari 
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 
28G ayat (1)); dan c. setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang 
merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28G ayat (2)); serta d. hak untuk hidup, hak 
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, dan hak untuk tidak diperbudak
(Pasal 28I ayat (1)). Kejahatan lintas negara perdagangan orang, merupakan tindakan yang 
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, 
sehingga harus diberantas, karena 
43 
perlindungan terhadap setiap Warga Negara Indonesia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha 
Esa, yang memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang 
dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 
Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga apabila upaya-upaya Strategis Dalam Rangka 
Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa 
upaya Intelijen, Preemtif, Preventif dan Represif tidak dilakukan dengan cepat, akan menjadi 
ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan 
yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kejahatan lintas negara, yang salah 
satunya adalah Kejahatan Perdagangan Orang, telah pula menjadi isu penting bagi Negara 
Kesatuan Republik Indonesia yang dituangkan kedalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 
2008.41 Penegakan hukum terhadap kejahatan lintas negara harus dilaksanakan dan ditegakkan 
dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan 
Barat. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan 
perundang-undangan, tetapi penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai 
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.42 
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah43: 
1. Faktor hukumnya sendiri. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah undang-undang dalam arti 
materiel, yaitu peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun 
daerah yang sah. Dengan demikian, maka undang-undang dalam arti materiel mencakup: 
a. Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja 
maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara. 
b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja. 
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 
Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, karena mencakup mereka yang 
secara langsung dan tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan. 
41 Lihat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 (Departemen Pertahanan Republik Indonesia) 
http://www.balitbang.dephan.go.id/buku_putih/bukuputih.pdf (14 April 2013) 
42 Buku Kajian, Masalah Penyelundupan dan Perdagangan Orang di Indonesia (DPR RI 
http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupan-dan-Perdagangan-Orang-di-Indonesia-2009.pdf (14 
April 2013)
43 Ibid. 
44 
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas 
tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi 
yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. 
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam 
masyarakat. Masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. 
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada karsa 
manusia di dalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor 
masyarakat. 
b. Saran-Saran. Dengan upaya-upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan 
Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa upaya Intelijen, upaya 
Preemtif, upaya Preventif dan upaya Represif, harus dilakukan dengan cepat dan taktis serta 
dengan memperkuat basis masyarakat di perbatasan dengan membangun sistem manajemen 
perbatasan secara integral dan komprehensif, melalui kerjasama Polri dengan instansi terkait 
dalam penegakan hukum kejahatan lintas negara di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. 
Dalam penegakan hukum dan upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan 
Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat, Kepolisian RI (Polri) 
merupakan garda terdepan dalam menangani suatu tindak pidana. Polri bertindak sebagai 
penyidik yang melakukan serangkaian tindakan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) jo Pasal 1 
angka 2 KUHAP. untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat 
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 
Sebagaimana Pasal 58 UU No. 21 Tahun 2007 yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah 
Daerah untuk membentuk gugus tugas. Sangat penting di Kalimantan Barat dibentuk gugus 
tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi 
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi. Gugus 
tugas tersebut merupakan lembaga yang bertugas: 
a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang; 
b. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama; 
45 
c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi 
rehabilitasi,pemulangan, dan reintegrasi sosial; 
d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta
e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi. Selain itu, hal yang paling utama dalam 
melaksanakan upaya-upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan 
Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa upaya Intelijen, Preemtif, Preventif dan 
Represif tidak dilakukan dengan cepat, adalah pentingnya komitmen Pemerintah dan 
masyarakat yang peduli terhadap pencegahan kejahatan lintas negara serta penanganan 
korban perdagangan orang dan masih kurangnya aturan pendukung terutama di daerah, serta 
meningkatkan anggaran atau dana untuk mendukung upaya tersebut. 
46 
Daftar Pustaka dan Bahan Bacaan 
Buku-Buku 
Rosenberg, Ruth, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic 
Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), 
2003. 
Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme 
dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2007:24 
Barda Nawawi Arief, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, 
Bandung, Alumni, 1998:148 (Dalam Tesis Ridwan, S.H. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana 
Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. 2010) 
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, PT.Eresco. Bandung 1995:47 
Mr.W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi,P.T.Pembangunan Djakarta,1970:10 
Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat , Kalimantan Barat Dalam Angka 2012 
Lampiran Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 
Dan Eksploitasi Seksual Anak (PTPPO Dan ESA) 2009-2014 
Undang-undang 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana 
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan 
Orang 
Undang-Undang RI No. 5 tahun 2009 tentang Pengesahan United Nation Convention Againt 
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak 
Pidana Transnasional yang Terorganisasi); 
Undang-Undang RI No. 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and 
Punish Trafficking in Persons, Espacially Women and Children, Sipplementing the United 
Nations Convention Againt Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah,
Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-Anak, 
melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional 
yang terorganisasi); PERPRES NO: 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata 
Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia 
Internet ( Website dan Blog) 
BAPPENAS: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara 
di Indonesia. Bab II. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6 
47 
&cad=rja&ved=0CGMQFjAF&url=http%3A%2F%2Fwww.bappenas.go.id%2Fget-fileserver 
%2Fnode 
%2F2545%2F&ei=e7liUcueGcfMrQfW0IHoBA&usg=AFQjCNFhty6fpASWOcL7M3bM28fIpnzgz 
Q&sig2=Q0dSpHpPvEhs-bU48MK7TA (5 April 2013) 
Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi 
Kalimantan Barat : Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di 
Kalimantan Barat http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (6 April 2013) 
http://publikasi.umy.ac.id/index.php/komunikasi/article/viewFile/2105/2540 (10 April 2013) 
Manshur Zikri, Kejahatan:”apakah itu?”, Usaha mendefenisijan dan menakar masalah kejahatan 
http://manshurzikri.wordpress.com/2012/04/06/kejahatan-apakah-itu-usaha-mendefinisikan-dan-menakar- 
masalah-kejahatan-3/ (10 April 2013) 
Sigit Fahrudin, Law Online Library. Kejahatan Transnasional. Apa Maksudnya? 
http://mukahukum.blogspot.com/2009/04/kejahatan-transnasional-apa-maksudyna.html (10 
April 2013) 1Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional. 
http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ (10 April 2013) 
Laporan Perdangangan Manusia 2012 Indonesia - Tier 2 
http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/news/tip-report_2012.html (11 April 2013) 
BAPPENAS : Kawasan Perbatasan: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan 
Perbatasan Antarnegara di Indonesia. http://www.bappenas.go.id/node/108/828/kawasan-perbatasan- 
kebijakan-dan-strategi-nasional-pengelolaan-kawasan-perbatasan-antarnegara-di-indonesia/ 
(11 April 2013) 
Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi 
Kalimantan Barat Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di 
Kalimantan Barat. http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (11 April 2013) 
Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional 
http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ (12 April 2013)
Xxxx

More Related Content

Viewers also liked

Esercizio03 vannini chiara
Esercizio03  vannini chiaraEsercizio03  vannini chiara
Esercizio03 vannini chiarachiaravannini
 
Презентация портала Kanzas.ua
Презентация портала Kanzas.uaПрезентация портала Kanzas.ua
Презентация портала Kanzas.uaKanzasua
 
Reformed Missions Japan
Reformed Missions JapanReformed Missions Japan
Reformed Missions JapanJohn Hartley
 
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale up
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale upStartup Europe & TWIST event: Ecosystem scale up
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale upLVentureGroup
 
Презентация kanzas.ua для застройщиков
Презентация kanzas.ua для застройщиковПрезентация kanzas.ua для застройщиков
Презентация kanzas.ua для застройщиковKanzasua
 
College of the Sequoias Track & Field 2014
College of the Sequoias Track & Field 2014College of the Sequoias Track & Field 2014
College of the Sequoias Track & Field 2014Denise Mckinley
 
Bermuda triangle
Bermuda triangleBermuda triangle
Bermuda triangleFroyd Dias
 
LVenture Group - A Scaling Tech Hub
LVenture Group - A Scaling Tech HubLVenture Group - A Scaling Tech Hub
LVenture Group - A Scaling Tech HubLVentureGroup
 
LVenture Group - Small Cap Conference 2016
LVenture Group - Small Cap Conference 2016LVenture Group - Small Cap Conference 2016
LVenture Group - Small Cap Conference 2016LVentureGroup
 

Viewers also liked (16)

Newsletter SID
Newsletter SIDNewsletter SID
Newsletter SID
 
Esercizio03 vannini chiara
Esercizio03  vannini chiaraEsercizio03  vannini chiara
Esercizio03 vannini chiara
 
Презентация портала Kanzas.ua
Презентация портала Kanzas.uaПрезентация портала Kanzas.ua
Презентация портала Kanzas.ua
 
Fayol
FayolFayol
Fayol
 
Reformed Missions Japan
Reformed Missions JapanReformed Missions Japan
Reformed Missions Japan
 
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale up
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale upStartup Europe & TWIST event: Ecosystem scale up
Startup Europe & TWIST event: Ecosystem scale up
 
Exotic gilangharjo
Exotic gilangharjoExotic gilangharjo
Exotic gilangharjo
 
Презентация kanzas.ua для застройщиков
Презентация kanzas.ua для застройщиковПрезентация kanzas.ua для застройщиков
Презентация kanzas.ua для застройщиков
 
College of the Sequoias Track & Field 2014
College of the Sequoias Track & Field 2014College of the Sequoias Track & Field 2014
College of the Sequoias Track & Field 2014
 
Bermuda triangle
Bermuda triangleBermuda triangle
Bermuda triangle
 
What is Guiding
What is GuidingWhat is Guiding
What is Guiding
 
International Guiding in Pakistan
International Guiding in PakistanInternational Guiding in Pakistan
International Guiding in Pakistan
 
LVenture Group - A Scaling Tech Hub
LVenture Group - A Scaling Tech HubLVenture Group - A Scaling Tech Hub
LVenture Group - A Scaling Tech Hub
 
LVenture Group - Small Cap Conference 2016
LVenture Group - Small Cap Conference 2016LVenture Group - Small Cap Conference 2016
LVenture Group - Small Cap Conference 2016
 
Change vs transformation
Change vs transformationChange vs transformation
Change vs transformation
 
Pakistan Girl Guides Association
Pakistan Girl Guides AssociationPakistan Girl Guides Association
Pakistan Girl Guides Association
 

Similar to Xxxx

kehatan transnasional kel.1.pptx
kehatan transnasional kel.1.pptxkehatan transnasional kel.1.pptx
kehatan transnasional kel.1.pptxGustiwahyuni2
 
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptx
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptxKejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptx
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptxDanialDarwis1
 
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiCara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiAndrean Tan
 
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxNaomiSitoppul
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfsyaifudin29
 
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antikoUu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antikoIndonesia Anti Corruption Forum
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxpenanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxHRLEGALERGYORBINTANE
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...Muhammad Rafi Kambara
 
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 HumasRudenimKupang
 
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptx
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptxTugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptx
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptxarmanamo012
 
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdf
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdfBUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdf
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdfPaul SinlaEloE
 
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...jefrydaniel07
 
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptxcahyomeiyana
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6heninur2
 

Similar to Xxxx (20)

kehatan transnasional kel.1.pptx
kehatan transnasional kel.1.pptxkehatan transnasional kel.1.pptx
kehatan transnasional kel.1.pptx
 
Bab viii pak
Bab viii pakBab viii pak
Bab viii pak
 
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptx
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptxKejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptx
Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime).pptx
 
Pedoman Anti Korupsi Madrasah
Pedoman Anti Korupsi MadrasahPedoman Anti Korupsi Madrasah
Pedoman Anti Korupsi Madrasah
 
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiCara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
 
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
 
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antikoUu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
 
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxpenanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
 
Childtrafficking
ChildtraffickingChildtrafficking
Childtrafficking
 
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011
Penjelasan Atas UU Nomor 6 Tahun 2011
 
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptx
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptxTugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptx
Tugas Pendidikan Anti Korupsi Kelompok 5.pptx
 
Uu 5 tahun 2009
Uu 5 tahun 2009Uu 5 tahun 2009
Uu 5 tahun 2009
 
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdf
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdfBUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdf
BUKU - PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.pdf
 
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...
PPT_KELOMPOK 3. Materi Gerakan Kerjasama Dan Instrumen Internasional Pencegah...
 
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
 
Bab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantaraBab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantara
 

Recently uploaded

pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumekahariansyah96
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxmuhammadrezza14
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaastrinovianti699
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfSumardi Arahbani
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggissuser8b8170
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDSumardi Arahbani
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahayunitahatmayantihafi
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanDIVISIPENCEGAHAN
 

Recently uploaded (9)

pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
 

Xxxx

  • 1. BAB: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sebagai perwujudan komitmen Indonesia, dalam memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi melalui kerangka kerja sama bilateral, regional, ataupun internasional, pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menandantangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi atau terjemahan asli dalam bahasa Inggris “United Nations Convention Against Transnational Organized Crime”, adalah merupakan salah satu upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rangka meningkatkan kerja sama internasional dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana / kejahatan transnasional yang terorganisasi. Upaya PBB tersebut, dibentuk dalam satu instrumen hukum berupa Resolusi Majelis Umum PBB 55/25 15 November 2000 dan merupakan instrumen internasional utama dalam memerangi kejahatan transnasional terorganisasi. Untuk tujuan tersebut, Resolusi ini terbuka untuk ditandatangani oleh Negara-negara Anggota PBB pada Konferensi Tingkat Tinggi Politik diadakan di Palermo, Italia, pada 12-15 Desember 2000 dan mulai berlaku pada tanggal 29 September 2003. Guna melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam melakukan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas kejahatan transnasional yang terorganisasi dan sebagai satu negara hukum, Pemerintah Republik Indonesia turut menandatangani United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia;
  • 2. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, maka atas dasar Instrumen Hukum Internasional yang telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia tersebut, kemudian Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi kedalam sistem hukum Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan1 United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi). Dengan di sahkannya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi kedalam sistem hukum Indonesia, maka secara otomatis Indonesia mengikatkan diri kedalam Perjanjian tersebut. B. Maksud dan Tujuan. Tujuan dari Penulisan Makalah ini adalah sebagai Makalah Kelompok Konsentrasi Hukum Pidana pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak Ankgata 2012 / 2013 dalam pemenuhan Tugas Mata Kuliah Hukum dan Kebijakan Kepolisian yang di asuh oleh bapak Brigjen Pol (Pur) Dr.Supriyadi Wiryatmojo,S.H.,S.E.,M.Si Selain itu, penulisan Makalah Kelompok Konsentrasi Hukum Pidana ini, adalah untuk melihat Upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Transnasional di Kalimantan Barat, yang setiap tahunnya belum menunjukkan angka penurunan kasus-kasus Kejahatan Transnasional.
  • 3. BAB: II. PERMASALAHAN. Provinsi Kalimantan Barat, merupakan salah satu dari 4 provinsi yang memiliki kawasan perbatasan darat langsung dengan negara asing, selain Kalimantan Timur, Papua, dan NTT. Dan adapun Kalimantan Barat memiliki 5 Kabupaten yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Kabupaten Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak, Malaysia Timur.2 Wilayah Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak sepanjang 847,3 yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan di 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, dan Kabupaten Bengkayang3. Adanya wilayah-wilayah darat di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung pada 5 kabupaten tersebut, telah terdapat pula pintu-pintu gerbang (border) keluar masuk orang, kendaraan dan barang, yaitu pintu gerbang Paloh Sajingan Kabupaten Sambas, Jagoi babang Kabupaten Bengkayang, Entikong di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di Kabupaten Kapuas Hulu. Selain pintu-pintu utama pada border tersebut, juga terdapat terdapat ± 62 jalan setapak atau “jalan tikus” yang dapat dilalui masyarakat perbatasan tanpa pengawasan. Secara umum, adanya kondisi perbatasan antara Indonesia pada Wilayah Kalimantan Barat dengan Negara Malaysia (pada Negara bagian Serawak), yang belum seluruhnya dapat dipantau pada pintu-pintu gerbang perbatasan, maupun jalan-jalan setapak yang ada disetiap kabupaten yang berbatasan langsung, menciptakan kawasan perbatasan Kalimantan Barat rentan terhadap bentuk-bentuk kejahatan lintas negara atau Transnasional crime atau Kejahatan Transnasional dan menyuburkan bisnis-bisnis ilegal. Ada berbagai bentuk kejahatan Transnasional yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat, antara lain penyelundupan dan peredaran Narkotika dan obat-obatan terlarang (ilicit drugs trafficking), penyelundupan makanan dan minuman, pembalakan liar (illegal logging), penjualan kayu olahan ke negara Malaysia tanpa dilengkapi dokumen, illegal fishing / penyelundupan ikan, penyelundupan manusia / perdagangan orang (human trafficking), pengerahan buruh migran tak berdokumen (undocumented migrant
  • 4. workers), penyelundupan minyak dan gas, jual beli senjata api, pencucian uang (Money Loundry) dan kejahatan lainnya. Berbagai bentuk kejahatan transnasional tersebut, dapat dengan mudah terjadi melintasi batas-batas negara baik lewat darat, laut dan udara, terlebih seiring dengan mudahnya akses setiap orang masuk-keluar perbatasan melalui pintu-pintu perbatasan, baik yang dengan menggunakan dokumen resmi, dokumen palsu, atau bahkan tanpa dokumen sekalipun, hingga melalui jalan-jalan setapak. Salah satu kejahatan antar negara yang sering terjadi melewati perbatasan Kalimantan Barat dengan perbatasan Malaysia adalah bentuk kejahatan perdagangan perempuan dan anak, atau secara spesifik disebut sebagai human trafficking / trafficking in person atau Perdagangan Orang. Masalah perdagangan orang, telah menjadi salah satu masalah nasional dan Internasional saat ini, selain masalah peredaran obat-obatan terlarang. Perempuan dan anak-anak warga negara Indonesia yang diperdagangkan ke luar negeri, merupakan masalah serius dari kejahatan transnasional, yang terjadi melalui pintu perbatasan yang ada di propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Kalimantan Barat juga memiliki track record yang kurang baik dalam kasus trafficking ini, salah satunya pada tahun 2004 propinsi Kalimantan Barat menduduki peringkat ketiga untuk kasus trafficking, dan pada tahun 2007 Kalimantan Barat naik peringkat keposisi kedua setelah Batam sebagai daerah yang kasus perdagangan manusianya terbesar di Indonesia5. Data yang di peroleh dari International Organization for Migration (IOM), mengungkapkan kasus perdagangan manusia yang terjadi di Kalimantan Barat periode Juni 2005 – Oktober 2006 sebanyak 1.231 kasus, dimana persentase korban terbesar yaitu 80,89 persen berasal dari propinsi Kalimantan Barat itu sendiri, dan pada tahun 2007 terjadi 56 kasus yang terungkap.6 Sedangkan menurut Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Nomor : 25/ KEP/ MENKO/ KESRA/ IX/2009 Tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) Dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009 – 2014, setiap tahun sedikitnya 450.000 warga Indonesia (70 persen adalah perempuan) diberangkatkan ke luar negeri. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen dikirim secara ilegal. Tingginya arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, membuat tidak sedikit warga Indonesia, terutama perempuan dan anak, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan
  • 5. ESA. Sebab migrasi tenaga kerja selama ini telah dijadikan sebagai modus utama tindak kejahatan TPPO. Bertitik tolak pada latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka permasalahan pokok yang akan Kelompok Konsentrasi Pidana Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Angkatan XII bahas dalam Makalah ini, adalah pada masalah “Upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat”.
  • 6. BAB III PEMBAHASAN MASALAH 1. Defenisi a. Kejahatan Secara umum, diantara para sarjana pengertian tentang kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat. Menurut W.A.Bonger pengertian tentang “Kejahatan” dari sudut formil adalah suatau perbuatan, yang oleh masyarakat (dalam hal ini negara) diberi pidana, suatu uraian yang tidak memberi penjelesasan lebih lanjut seperti juga defenisi-defenisi yang formil pada umumnya. Ditinjau lebih dalam samapai pada intinya, suatu kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Sedangkan menurut Emile Durkheim, kejahatan merupakan tindakan yang tidak disepakati secara umum oleh anggota masing-masing masyarakat. Suatu tindakan bersifat kejahatan ketika tindakan tersebut melanggar kesadaran bersama yang kuat dan terdefinisi Saparinah Sadli, sebagaimana yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang. Dan menurutnya pula bahwa perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan – ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Sedangkan para pakar kriminologi yang lain berpendapat bahwa pengertian kejahatan dari sudut pandang hukum atau perundang-undangan masih memiliki ruang yang terbatas, seperti terabaikannya permasalahan tentang kejahatan “kerah putih” atau kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat (Sutherland,1949a)11 Adanya pengertian kejahatan dari apa yang diuraikan oleh beberapa sarjana tersebut, maka kejahatan bukanlah suatu yang alamiah, akan tetapi merupakan suatu perbuatan permasalahan sosial yang bertentangan dengan kesusilaan dalam lingkungan sosial masyarakat dan dilarang oleh negara maupun oleh undang-undang. b. Kejahatan Transnasional
  • 7. Sebelum memberikan defenisi tentang Kejahatan Transnasional, maka terlebih dahulu harus dibedakan antara Kejahatan International (International crimes) dengan Kejahatan Transnasional (Transnasional Crimes). Kejahatan Internasional menurut Bassiouni yang dikutip oleh Romli Atmasasmita, adalah setiap tindakan yang ditetapkan didalam konvensi-konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun didalamnya terkandung dalah satu dari kesepuluh karakteristik pidana.12 Menurut Romli Atmasasmita, “kejahatan internasional” harus dibedakan dari “kejahatan transnasional”. Kejahatan internasional adalah suatu tindak pidana terhadap dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakan oleh motif ideologi atau politik. Sebagai contoh dari kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide), dan lain-lain. Sedangkan kejahatan transnasional, hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), kejahatan finansial (financial crimes), perusakan lingkungan secara disengaja (willful damage to the environment), dan lain-lain.13 Secara umum, kata kunci yang dapat digunakan sebagai panduan dalam merumuskan pengertian transnasional crime adalah 1. Suatu perbuatan sebagai suatu kejahatan, 2. Terjadi antar negara atau lintas negara. Sehingga dari dua kata kunci tersebut, pengertian kejahatan Transnasional merupakan suatu kejahatan yang terjadi lintas negara dalam penegertian bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan apabila terdapat piranti hukum yang dilanggar sehingga bisa saja terjadi suatu perbuatan yang dirumuskan, dirancang, disiapkan, dilaksanak dalam suatu negara bisa saja bukan merupakan kejahatan, namun ketika hasil kejahatan yang diatur, disiapkan melakukan lintas batas negara untuk masuk ke yurisdiksi negara yang berbeda lantas dikategorikan sebagai transnasional crime. Atas dasar pengertian tentang kejahatan transnasional tersebut, di Indonesia bentuk-bentuk perbuatan perdagangan orang untuk berbagai tujuan telah diatur sebagai salah satu bentuk kejahatan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tersebar di berbagai pasal dan kemudian diatur khusus pula dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
  • 8. Orang. Adapun Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang menurut KUHP, yaitu sebagai berikut: 1. Memperniagakan anak perempuan dan anak laki-laki (untuk tujuan Prostitusi), terdapat dalam Pasal 297 KUHP 2. Menyerahkan anak untuk dieksploitasi, terdapat dalam Pasal 301 KUHP 3. Memanjakan Perniagaan Budak, terdapat dalam Pasal 324 s/d 328 KUHP 4. Melarikan orang (penculikan), terdapat dalam Pasal 328 5. Dengan melawan dan membawah orang ketempat lain dari yang di janjikan untuk melakukan suatu pekerjaan pada tempat tertentu, terdapat dalam Pasal 329 KUHP 6. Dengan sengaja mencabut orang belum dewasa dari kuasanya yang syah (penjualan Bayi), terdapat dalam Pasal 330 dan 227 KUHP 7. Menyembunyikan orang dewasa yang dicabut dari kuasanya yang syah, terdapat dalam Pasal 331 KUHP 8. Melarikan perempuan (anak-anak dan dewasa), terdapat dalam Pasal 332 KUHP 9. Merampas kemerdekaaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan hukm, terdapat dalam Pasal 333 KUHP 10. Dengan melawan hak memaksa untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan diperlukan, terdapat dalam Pasal 335 KUHP 11. Setiap orang menggerakkan, membawa, menempatkan atau menyerahkan laki-laki dibawah umur 18 tahun atau perempuan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul atau pelacuran atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, sanksi penjara 7 tahun atau denda, terdapat dalam Pasal 433 ayat (1) KUHP 12. Dengan menjanjikan perempuan tersebut memperoleh pekerjaan, tetapi ternyata diserahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, palacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan pidana lainnya, maka pidana penjara menjadi paling lama 9 tahun, terdapat dalam Pasal 433 ayat (2) KUHP Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, mengatur secara tegas perihal kejahatan transnasional perdagangan orang di Indonesia. 2. Kondisi Kejahatan Perdagangan Orang di Kalimantan Barat a. Kondisi riel saat ini. Sebagaimana telah diuraikan diatas, dengan kondisi negara Indonesia yang berbatasan dengan negara asing, dan Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan salah satu dari 4 provinsi yang memiliki kawasan perbatasan darat langsung dengan negara Malaysia, dimana 5 Kabupaten yang ada yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Kabupaten Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak, Malaysia Timur (wilayah
  • 9. Sarawak) sepanjang 847,3 yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan di 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, dan Kabupaten Bengkayang terdapat pintu-pintu gerbang keluar masuk orang, kendaraan dan barang, yang masing-masing terdapat di Paloh Sajingan Kabupaten Sambas, Jagoibabang Kabupaten Bengkayang, Entikong di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di Kabupaten Kapuas Hulu. Selain pintu-pintu utama pada border tersebut, juga terdapat terdapat ± 62 jalan setapak atau “jalan tikus” yang dapat dilalui masyarakat perbatasan tanpa pengawasan. Menurut data Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat, wilayah Kalimantan Barat memiliki ciri spesifik yang merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing.15 Dengan keadaan akses jalan darat yang mudah untuk dilalui, baik melalui pintu-pintu khusus, maupun jalan-jalan tikus, mobilisasi manusia dari dan ke luar negeri menjadi sangat tinggi. Tidak hanya masyarakat atau penduduk Kalimantan Barat saja yang dapat bepergian ke luar negeri melalau jalan-jalan tersebut, akan tetapi setiap orang warga negara indonesia dapat menggunakan jalan tersebut. Dengan berbagai tujuan dan alasan, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang datang dari berbagai daerah atau propinsi di Indonesia ke Kalimantan Barat dan kemudian melintasi perbatasan baik secara legal maupun ilegal. Banyak alasan yang menjadi tujuan WNI yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang bepergian melintasi wilayah perbatasan melalui Kalimantan Barat. Salah satu yang sering muncul adalah karena alasan Ekonomi dan sosial. Dari alasan ekonomi dan sosial tersebut, WNI yang melintasi batas negara kemudian di rekrut untuk tujuan menjadi Tenaga Kerja (legal dan Illegal) baik yang terjadi akibat di tipu, di paksa maupun dengan keinginan sendiri sebagai buruh migran maupun sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) tanpa mengetahui kondisi kerja yang menunggu mereka. Selain itu, ada juga yang kemudian dipekerjakan di sektor-sektor informal sebagai prostitusi atau pekerja seks, perbudakan bekedok pernikahan dalam bentuk perkawinan pesanan maupun pekerja anak. Proses keberangkatan para WNI yang melintasi batas negara melalui Kalimantan Barat, seringkali terjebak kedalam model prekerutan dengan cara-cara ilegal dengan janji-janji akan mendapatkan gaji yang besar dan dipekerjakan pada sektor-sektor formal, akan tetapi setelah sampai di negara tujuan, ternyata kemudian para WNI
  • 10. terutama perempuan dan anak, kemudian dipaksa dengan berbagai cara untuk bekerja tanpa mendapatkan upah, bahkan kemudian diperjual belikan sebagai pekerja seks. Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia terutama yang masih tinggal di daerah pedesaan dan bekerja di sektor pertanian, serta banyaknya tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, yang mengakibatkan penganggur baru yang kemudian harus mencari jalan lain untuk mencari nafkah, atau juga terpaksa kembali ke kampung halaman dan desanya untuk bekerja sebagai buruh lepas atau untuk kembali mengolah lahannya (sehingga kian memperburuk kemiskinan di pedesaan). Sehingga berkumpulnya kembali para pengganggur di desa-desa, membuat mereka memilih menjadi buruh migran dengan berbagai cara. Keberangkatan sebagai besar WNI atau pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, kemudian sering dijadikan modus kejahatan TPPO. Setiap tahun sedikitnya 450.000 warga Indonesia (70 persen adalah perempuan) diberangkatkan ke luar negeri. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen dikirim secara ilegal. Tingginya arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, membuat tidak sedikit warga Indonesia, terutama perempuan dan anak, menjadi korban TPPO dan ESA. Sebab migrasi tenaga kerja selama ini telah dijadikan sebagai modus utama tindak kejahatan TPPO dan ESA. Masih tingginya angka kemiskinan, pengangguran dan angka putus sekolah, rendahnya tingkat pendidikan serta tingginya kesenjangan ekonomi antar negara, membuat masyarakat Indonesia – khususnya perempuan dan anak, kian rentan terhadap TPPO dan ESA. Ini terbukti dari meningkatnya jumlah korban TPPO, meskipun belum ada angka-angka yang tepat tentang jumlah korban sesungguhnya, karena jumlah kasus ini merupakan fenomena gunung es yang berarti gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari apa yang dilaporkan, namun dari laporan kepolisian dan beberapa lembaga yang menangani korban, jumlah kasus yang didampingi cukup tinggi. Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak warga negara Indonesia di luar negeri, menjadi salah satu bentuk kejahatan lintas batas-batas negara dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Korban dalam hal ini diperlakukan seperti barang dagangan yang dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual kembali, serta dirampas hak asasinya, bahkan beresiko pada kematian. TPPO dan ESA itu sendiri telah meluas baik dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir maupun tidak terorganisir, baik yang bersifat antar negara (Internasional) maupun dalam negeri,
  • 11. sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, bahwa pengertian Perdagangan Orang adalah “tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam TPPO tersebut, dimana bentuk-bentuk tindak pidananya terdiri dari Eksploitasi dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Ekspolitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan. Yang di rekrut dengan cara mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. Dan kemudian di kirim dan diberangkatkan ke suatu tempat baik di dalam negeri maupun ke luar negeri dengan cara Kekerasan atau perbuatan secara melawan hukum atau penjeratan Utang dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Sebagaimana dalam buku Perdagangan Perempuan Dan Anak di Indonesia (Ruth Rosenberg:2003), diuraikan bahwa di masa lalu, perdagangan orang dipandang sebagai pemindahan perempuan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, dengan sejumlah konvensi terdahulu mengenai perdagangan hanya memfokuskan pada aspek ini. Namun kemudian perdagangan didefinisikan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan,
  • 12. di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile marriage), sehingga memperluas definisi itu untuk mencakup lebih banyak isu dan jenis kekerasan (Wijers & Lap-Chew, 1999:23-45). Perluasan seperti ini terhadap definisi mempunyai arti bahwa kini lebih banyak bentuk eksploitasi yang dialami oleh perempuan dan anak Indonesia yang digolongkan sebagai perdagangan daripada sebelumnya. Dengan menyoroti perubahan-perubahan konseptual ini, kita akan mempunyai pengertian yang lebih baik tentang bagaimana hal ini mempengaruhi pemahaman kita tentang perdagangan di Indonesia. Kerangka konseptual baru untuk perdagangan ini melambangkan pergeseran dalam beberapa situasi seperti yang diuraikan di bawah ini. Poin-poin berikut ini didasari oleh Wijers dan Lap-Chew, 1999: 23-45. Dari Perekrutan Menjadi Eksploitasi: Kerangka tersebut berkembang dari mengkonseptualisasi perdagangan sebagai sekadar perekrutan menjadi juga mencakup kondisi eksploitatif yang dihadapi seseorang sebagai akibat perekrutannya. Pada tahun 1904, dibuat konvensi internasional pertama antiperdagangan, yaitu International Agreement for the Suppression of the White Slave Trade (Kesepakatan Internasional untuk Memberantas Perdagangan Budak Berkulit Putih). Sasaran konvensi ini adalah perekrutan internasional yang dilakukan terhadap perempuan, di luar kemauan mereka, untuk tujuan eksploitasi seksual. Sebuah konvensi baru pada tahun 1910 memperluas konvensi ini dengan memasukkan perdagangan perempuan di dalam negeri. Kedua konvensi hanya membahas proses perekrutan yang dilakukan secara paksa atau dengan kekerasan terhadap perempuan dewasa untuk tujuan eksploitasi seksual. Perluasan kerangka konseptual tersebut mencerminkan transisi dari memandang perekrutan sebagai suatu tindakan terpisah menjadi konsep perdagangan yang lebih kompleks sebagai suatu proses yang meliputi tindakan perekrutan dan kondisi kerja akhir yang akan dialami oleh orang yang direkrut. Dalam kerangka ini, seorang perempuan dapat diperdagangkan untuk pekerjaan yang telah ia pilih dengan sukarela. Profesi pembantu rumah tangga akan memberikan sebuah ilustrasi yang baik untuk poin ini. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga umumnya dipandang tidak eksploitatif dan banyak perempuan dengan sukarela memilih untuk meninggalkan tempat asalnya untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kendati demikian, cara seorang perempuan direkrut untuk pekerjaan itu dan kondisi kerjanya dapat mengubah pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga itu menjadi kerja paksa. Banyak perempuan dan anak Indonesia bermigrasi atas kemauan mereka sendiri untuk mencari pekerjaan. Dalam
  • 13. beberapa kasus, mereka bahkan membayar perekrut untuk mencarikan mereka pekerjaan. Namun sifat pekerjaan dan kondisi yang eksploitatif baru akan diketahui setelah mereka sampai di tempat tujuan. Dari Pemaksaan menjadi ‘dengan atau tanpa Persetujuan’: Kerangka tersebut juga berubah dari mensyaratkan bahwa perdagangan harus melibatkan unsur penipuan, kekerasan atau pemaksaan, menjadi pengakuan bahwa seorang perempuan dapat menjadi korban perdagangan bahkan jika ia menyetujui perekrutan dan pengiriman dirinya ke tempat lain. Pada tahun 1949, PBB mengesahkan Convention for the Suppression of the Trafficking in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others (Konvensi untuk Memberantas Perdagangan Manusia dan Eksploitasi untuk Melacurkan Orang Lain). Konvensi ini mengutuk perdagangan untuk tujuan di dalam maupun ke luar negeri, menghapus persyaratan bahwa perekrutan harus dilakukan secara paksa atau dengan kekerasan, membuat perdagangan mungkin saja terjadi bahkan jika ada persetujuan dari korban, dan membuat pencarian keuntungan dari pelacuran sebagai perbuatan yang ilegal. Kendati demikian, karena perkembangan-perkembangan yang lebih luas ini, banyak negara menolak menandatangani konvensi ini. Di Indonesia, biasanya seseorang akan menyetujui perekrutan diri mereka, bahkan ingin direkrut. Namun mereka tidak mengetahui kondisi kerja yang menunggu mereka. Mereka mungkin akan dipaksa untuk bekerja dengan bayaran yang kecil atau tanpa bayaran sama sekali karena menanggung utang yang menumpuk, untuk bekerja dalam kondisi yang tidak aman atau tidak higienis, atau dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang lain dari yang dijanjikan sebelumnya. Dari Prostitusi menjadi Perburuhan yang Informal dan Tidak Diatur oleh Hukum: Pada tahun 1994 PBB mengesahkan suatu resolusi mengenai “Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan” yang memperluas definisi perdagangan sehingga memasukkan eksploitasi yang tidak hanya untuk tujuan prostitusi saja tetapi juga untuk semua jenis kerja paksa. Resolusi ini juga mengakui bahwa perempuan sering kali secara sadar mengijinkan dirinya dikirim ke luar negeri atau ke daerah lain, secara sah atau tidak sah, namun mereka tidak mengetahui eksploitasi yang sudah menunggu mereka. Resolusi ini menyatakan bahwa perdagangan didefinisikan sebagai “tujuan akhir dari memaksa perempuan dan anak perempuan masuk ke dalam situasi yang menekan dan eksploitatif dari segi ekonomi ataupun seksual” (Wijers dan Lap-Chew, 1999: 28). Meski perdagangan untuk tujuan eksploitasi seksual memang hanya dikenal di
  • 14. Indonesia, diduga jumlah perempuan yang diperdagangkan untuk bentuk-bentuk perburuhan lain jauh lebih banyak. Dari hampir setengah juta warga Indonesia yang bermigrasi secara resmi untuk bekerja setiap tahunnya, 70% adalah perempuan (Hugo, 2001: 109); dan masih banyak lagi yang ditengarai bermigrasi melalui jalur-jalur tak resmi, Sebagian besar perempuan bermigrasi untuk bekerja sebagai pramuwisma; sebagian lainnya untuk bekerja di rumah makan, pabrik atau perkebunan. Dari hasil penelitian, juga data dari LSM tentang buruh migran, kami menemukan bahwa banyak dari antara perempuan ini yang menemukan diri mereka sendiri di dalam kondisi eksploitatif, penjeratan utang (debt bondage), penyitaan identifikasi, dan pembatasan gerak, yang merupakan unsur unsur perdagangan. Dari Kekerasan terhadap Perempuan menjadi Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Perubahan dalam kerangka konseptual menunjukkan pergeseran dari memandang perdagangan sebagai suatu isu yang sering dianggap sebagai isu domestik dan berada di luar yuridiksi negara, menjadi memandangnya sebagai suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang mendasar dan karena itu merupakan persoalan yang menjadi tanggung jawab negara. Perspektif hak perempuan sebagai hak asasi manusia yang terus berkembang ini terlihat paling jelas dalam Konferensi Dunia PBB mengenai Hak Asasi Manusia pada tahun 1993 dan Konvensi. Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan tahun 1979. Demikian pula, Deklarasi/Program Aksi Wina (VDPA) menekankan perlunya mengkonseptualisasi pelanggaran perdagangan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (Pasal I [18]). Dari Perdagangan Perempuan menjadi Migrasi Ilegal: Pergeseran paradigma ini terutama menunjukkan perubahan dalam persepsi negara-negara penerima terhadap perdagangan sebagai suatu isu migrasi ilegal dan penyelundupan manusia. Perubahan ini mempunyai konsekuensi yang negatif. Dengan memusatkan perhatian hanya kepada status migrasi saja, kerangka yang berubah ini mengabaikan sebagian aspek penting dalam perdagangan perempuan. Pertama, ada banyak kasus perdagangan di mana perempuan masuk ke negara tujuan secara sah. Persepsi ini juga tidak memperhitungkan kemungkinan perdagangan domestik. Kedua, dan mungkin yang paling penting, kerangka ini menjauhkan perhatian dari korban. Tindak kejahatan tersebut menjadi salah satu dari migrasi ilegal di mana korban adalah pelaku dan negara menjadi korban
  • 15. Adanya permasalahan Perdagangan Orang sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional, tidak hanya melulu terjadi melalui pintu perbatasan Kalimantan Barat dengan tujuan Malaysia, akan tetapi Kalimantan Barat juga dijadikan daerah transit dengan tujuan akhir adalah, Asia dan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, dimana para korbannya berasal dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Banten serta dari beberapa daerah lain. Diperkirakan ada sekitar 1,7 juta pekerja yang bekerja tanpa dokumen yang sah, termasuk 2,6 juta di Malaysia dan 1,8 juta orang di Timur Tengah. Selama tahun 2011, Arab Saudi merupakan tujuan utama bagi para pekerja migran baru yang terdaftar oleh Pemerintah Indonesia, diikuti oleh Malaysia dengan jumlah yang hampir sama. Diperkirakan 69 persen dari keseluruhan pekerja Indonesia di luar negeri adalah wanita. Pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa dua persen dari pekerja Indonesia di luar negeri yang memiliki dokumen kerja yang sah menjadi korban perdagangan manusia. Jumlah aktual pekerja Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia jauh lebih tinggi, khususnya diantara lebih dari satu juta pekerja tanpa dokumen sah yang bekerja diluar negeri. Selama tahun 2011, dilaporkan sejumlah TKI menjadi korban perdagangan manusia di sejumlah negara seperti negera-negara teluk, Malaysia, Taiwan, Chile, Selandia Baru, Filipina, Mesir, dan Amerika Serikat. Sumber-sumber pemerintah dan non-pemerintah melaporkan adanya peningkatan jumlah pekerja tanpa dokumen sah yang pergi ke luar negeri. Karena pemerintah terus memperluas penggunaan dokumen perjalanan biometrik, dokumen palsu menjadi lebih sulit dan lebih mahal untuk didapatkan, semakin banyak pekerja tanpa dokumen sah yang melakukan perjalanan lewat laut, utamanya dari Batam dan Kepulauan Riau serta lewat darat dari Kalimantan, ke Malaysia dimana mereka akan menetap atau transit ke negara ketiga. Para pekerja tanpa dokumen sah memiliki resiko yang jauh lebih besar untuk menjadi korban perdagangan manusia dibandingkan pekerja dengan dokumen sah. Tren perdagangan pekerja yang menjadi perhatian internasional selama tahun ini adalah pemaksaan kerja atas sejumlah pria Indonesia di atas kapal ikan berbendera Korea yang beroperasi di perairan Selandia Baru dan juga pemaksaan kerja atas sejumlah nelayan asal Birma dan Kamboja yang melarikan diri dari kapal ikan Thailand saat kapal tersebut berada di perairan Indonesia. Berdasarkan sejumlah laporan pers dan organisasi non-pemerintah, lebih dari 1.000 orang nelayan
  • 16. tanpa dokumen sah yang berasal dari Birma terdampar di pulau Tual, salah satu pulau terpencil Indonesia. Menurut IOM (International Organization for Migration ), para perekrut tenaga kerja bertanggungjawab atas lebih dari 50 persen dari jumlah pekerja wanita Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang di negara-negara tujuan. Sejumlah perekrut bekerja secara perorangan sedangkan lainnya bekerja untuk perusahaan-perusahaan pengerah tenaga kerja internasional yang berbasis di Indonesia yang disebut PJTKI. Sejumlah PJTKI beroperasi persis seperti jaringan perdagangan manusia, yang menjerumuskan pekerja pria dan wanita masuk kedalam perikatan hutang dan situasi perdagangan manusia lainnya. Para pelaku perdagangan manusia beroperasi tanpa mendapat hukuman dan lepas dari hukuman karena korupsi yang parah diantara para pejabat penegakan hukum dan kurangnya komitmen pemerintah untuk menegakkan peraturan hukum. Para korban perdagangan seringkali menumpuk hutang kepada para pengerah tenaga kerja yang membuat para korban tersebut rentan akan ikatan hutang. Perusahaan-perusahaan berijin dan tidak berijin menggunakan ikatan hutang, penahanan dokumen, dan ancaman kekerasan untuk mejaga agar para pekerja migran Indonesia tetap berada dalam kondisi kerja paksa. Para wanita Indonesia bermigrasi ke Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah dan kemudian menjadi korban kejahatan Transnasional dalam bentuk prostitusi paksa di luar negeri.. Anak-anak yang diperdagangkan di dalam negeri dan di luar negeri utamanya untuk pelayan rumah-tangga, prostitusi paksa dan bekerja di industri penginapan. Banyak anak-anak perempuan korban perdagangan ini bekerja selama 14 hingga 16 jam sehari dengan upah yang sangat rendah, seringkali berada dibawah kondisi hutang tanpa akhir untuk membayar uang muka yang telah diberikan kepada keluarga mereka oleh para perantara orang Indonesia. Perikatan hutang khususnya sangat menonjol di antara para korban perdagangan seks, dengan hutang awal yang setara dengan jumlah 600 hingga 1.200 dolar AS yang diberikan kepada para korban; dengan akumulasi biaya-biaya dan hutang-hutang tambahan, para wanita dan anak perempuan seringkali tidak mampu untuk lepas dari jerat hutang ini, walaupun sudah bertahun-tahun di dunia prostitusi. Para pelaku kejahatan transnasional perdagangan orang menggunakan beragam cara untuk menarik dan mengendalikan para korban, termasuk dengan janji-janji pekerjaan dengan upah tinggi, ikatan hutang, tekanan komunitas dan keluarga, ancaman kekerasan, pemerkosaan, pernikahan palsu, serta penyitaan paspor. Para ahli
  • 17. melaporkan adanya tren perekrutan para pekerja migran Indonesia di Malaysia untuk Umroh, suatu perjalanan religi ke Mekah yang berlanjut sepanjang tahun ini; saat tiba di Kerajaan Saudi, para imigran Indonesia ini diperdagangkan ke titik-titik lainnya di Timur Tengah. Sejumlah anak-anak Indonesia direkrut kedalam perdagangan seks melalui media jejaring sosial di Internet. Menurut BAPPENAS, Kawasan perbatasan daerah lain seperti di Kabupaten Sintang, Sambas, Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki pintu perbatasan resmi dan masih dalam tahap 20 Ibid. 21 Ibid. 19 pembangunan. Sesuai kesepakatan dengan pihak Malaysia dalam forum Sosek Malindo, sebenarnya telah disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan secara bertahap di beberapa kawasan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu, Sambas, Sintang dan Bengkayang.22 Namun demikian, masyarakat di sekitar perbatasan sudah menggunakan pintu-pintu perbatasan tidak resmi sejak lama sebagai jalur hubungan tradisional dalam rangka kekeluargaan atau kekerabatan. Pos-pos keamanan dan pertahanan yang tersedia di sepanjang jalur tradisional tersebut masih sangat terbatas, demikian pula dengan kegiatan patroli keamanan yang masih menghadapi kendala berupa minimnya sarana dan prasarana transportasi. Dalam mencegah terjadinya kejahatan transnasional berupa perdagangan orang, pemerintah Indonesia belum mentaati secara penuh terhadap standar-standar minimum dalam penghilangan perdagangan orang. Adanya upaya-upaya yang signifikan yang telah dilakukan untuk memenuhi standar tersebut, pemerintah telah melaksanakan upaya-upaya baru untuk meningkatkan perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia, khususnya melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Tidak ada perkembangan dalam upaya pemerintah untuk mengatasi keterlibatan para aparat keamanan dan pejabat senior Indonesia dalam perdagangan manusia dan upaya untuk meningkatkan efektivitas para petugas penegak hukum dan kehakiman dalam menegakkan undang-undang anti perdagangan manusia, yang akan terindikasi dengan adanya peningkatan jumlah tuntutan dan hukuman terhadap para pelaku. Struktur pemerintah yang terdesentralisasi memberikan tantangan yang cukup berat dalam mengkoordinasikan program-program dan kebijakan-kebijakan anti perdagangan manusia yang luas secara nasional; meskipun demikian, pemerintah tidak terlihat melakukan upaya untuk
  • 18. memperbaiki pengumpulan data yang terpusat dari pemerintahan - pemerintahan daerah mengenai penuntutan dan perlindungan korban. 22 BAPPENAS : Kawasan Perbatasan: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesia. http://www.bappenas.go.id/node/108/828/kawasan-perbatasan-kebijakan-dan-strategi-nasional-pengelolaan-kawasan- perbatasan-antarnegara-di-indonesia/ (11 April 2013) 20 Kejahatan transnasional perdagangan orang merupakan perbuatan illegal, akan tetapi karena melibatkan perolehan keuntungan yang sangat besa. Faktor kemiskinan dan tidak tersedianya lapangan kerja di pedesaan telah mendorong kaum perempuan bahkan anak-anak untuk mencari pekerjaan sampai ke luar negeri. Kurangnya pendidikan dan terbatasnya informasi yang dimiliki, menyebabkan WNI menjadi rentan terjebak dalam perdagangan orang. Titik rawan kejahatan transnasional di Kalimantan Barat terdapat di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang (Seluas, Sanggau Ledo, Jagoi Babang), Kabupaten Sanggau (Entikong), Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sekadau dan Kota Singkawang.23 Bahwa memang, bentuk-bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan transnasional di berbagai negara akan berbeda-beda dikarenakan berbagai aspek. Akibat adanya perbedaan kepentingan antar Negara, sehingga dilingkungan regional maupun Internasional sehingga tidak semua kejahatan yang dikategorikan Kejahatan Transnational, dipersepsikan sebagai kejahatan yang sama oleh setiap Negara. contoh ( inisiatif tiap Negara dalam ratifikasi Konvensi PBB maupun Asean ) :Palermo Convention : Kejahatan Narkotika ,Kejahatan pembantaian masal/genocide,Kejahatan Upal, Kejahatan laut bebas, Kejahatan maya/Cyber Crime Deklarasi ASEAN : Illicit Drug Trafficking, Money Laundering, Terrorism, Arm Smuggling, Trafficking in Person, Sea Piracy, Trans National economics crime & currency counterfeiting, Cyber Crime. AMMTC (Asean Ministry Meeting on Trans National Crime), Information Exchange, Legal Matters,Law Enforcement Matters, Training, Institutional Capacity – Building, Extra Regional Cooperation24. Kejahatan transnasional merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai dampak melewati batas territorial suatu negara. Kejahatan transnasional dapat dilakukan secara individual atau kelompok terorganisir. Transnational Organized Crime Convention 2000 (Konvensi Palermo 2000). Konvensi Palermo 2000 mengatur tentang Kejahatan Transnasional terorganisir dan kemudian dilengkapi dua protokol 23 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat. http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (11 April 2013)
  • 19. 24 Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ (12 April 2013) 21 tambahan yaitu – Protocol against the Smuggling of Migrants by land, Sea and Air, 2000; – Protocol to prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children.25 Didalam Article 1 disebutkan, Kejahatan dikatakan bersifat transnational apabila memiliki ciri-ciri : “It is committed in more than one state It is committed in one state but a substantial part of its preparation, planning, direction or control takes place in another state It is committed in one state but involves an organized criminal group that engages in criminal activities in more in more than one state; or It is committed in one state but has substantial effects in another state” Menurut M Cherif Bassiouni, sifat transnasional dari kejahatan internasional adalah akibat perbuatannya menimbulkan dampak lebih dari satu negara. Tindakannya melibatkan atau menimbulkan dampak lebih dari satu warganegara; Sarana atau metode yang digunakan dalam kejahatan melampui batas-batas teritorial suatu negara.26 Sedangkan unsur terorganisir dalam Article 2 (b) “Organized Criminal Group: a structured group ofthree or more persons, existing for a period of time and acting in concert with the aim of committing oneor more serious crime or offences esthablished inaccordance with this convention, in order to obtaindirectly or indirectly a financial or another benefit” (kejahatan teorganisir adalah suatu kelompok kejahatan yang beranggota 3 orang atau lebih dalamsuatu periode waktu melakukan satu atau lebihkejahatan serius yang tercantum dalam konvensi ini,dan secara langsung atau tidak langsung bertujuanmemperoleh keuntungan financial atau keuntungan lainnya)27. Unsur Kejahatan terorganisir antara lain 1. adanya suatu kelompok terstruktur dalam periode waktu tertentu yang terdiri dari tiga atau lebih anggotanya; 2. melakukan kejahatan sesuai dengan Konvensi ini; 3. mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan financial secara langsung atau tidak langsung. Maraknya kejahatan transnasional atau lintas negara mulai ditanggapi secara serius oleh masyarakat internasional, tak terkecuali negara-negara di belahan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Keseriusan 25 Masinus, Hukum Pidana Internasional, Kejahatan Internasional (International Crime) Dan Kejahatan Transnasional Terorganisir (Transnational Organized Crime) Kejahatan http://www.slideshare.net/bresharyvan/kejahatan-internasional-komplit (13 April 2013) 26 Ibid. 27 Ibid.
  • 20. 22 tersebut setidaknya tergambar dengan akan diselenggarakannya China-ASEAN Prosecutors- General Conference (CAPGC) atau Konferensi Jaksa Agung negara-negara ASEAN plus Republik Rakyat Cina (RRC). Pada 31 Juli 2006 sampai dengan 2 Agustus 2006 telah diselenggarakan CAPGC III di Jakarta dengan mengusung tema Promoting Cooperation in Combating Transnational Crimes (Meningkatkan Kerjasama dalam Pemberantasan Kejahatan Transnasional) yang dihadiri wakil-wakil dari negara-negara ASEAN ditambah dengan RRC beserta dua negara yang berstatus sebagai Special Administrative Region (wilayah administrasi khusus, red.) yakni Hongkong dan Macao.28 Kasus-kasus perdagangan orang sebagai kejahatan transnasional juga dapat dilihat dari data IOM, yang menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara asal korban perdagangan manusia (trafficking). Hingga Juni 2011 lalu, sedikitnya tercatat ada 3.909 korban perdagangan manusia dan sebagian besar korbannya kaum perempuan.29 Sebagai kejahatan transnasional perdagangan orang bukanlah sesuatu yang baru. Modus operandinya yang digunakan para pelaku kejahatan tersebut dapat beragam. Ada yang menggunakan kedok PJTKI atau lembaga penyalur tenaga kerja dengan memalsukan dokumen-dokumen (KTP, ijasah, akta kelahiran, dan surat izin orangtua atau yang berhak), sehingga sering kali identitas korban kejahatan transnasional ini tidak tidak sama dengan alamat aslinya. Ada juga dengan modus penyaluran tenaga kerja dengan tidak menjelaskan isi perjanjian kontrak kerja antara pihak penyedia dengan pencari kerja dengan iming-iming kerja enak, gaji besar, dan masa depan cerah yang kemudian berakhir ditempat-tempat prostitusi bahkan diperjual belikan sebagai pemuas nafsu seksual di tempat-tempat hiburan, bukannya ditempatkan di tempat kerja yang dijanjikan pada awalnya. Kasus kejahatan transnasional berupa perdagangan orang dapat dikategorikan sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang seharusnya disejajarkan dengan tindak kejahatan korupsi dan 28 Hukum Online, Para Jaksa Agung ASEAN Bahas Kejahatan Transnasional http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15246/para-jaksa-agung-asean-bahas-kejahatan-transnasional (13 April 2013) 29 Sidik Suhada , Kasus “Trafficking” dan Problem Agraria. http://www.kpa.or.id/?p=774 (13 April 2013) 23 terorisme, dan sepatutnya pulalah sanksi hukum pelaku kejahatan transnasional pun harus “luar biasa”, dalam arti hukuman terberat. Saat ini, berdasarkan Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB yang dikeluarkan tanggal 3 Juni 2005, Indonesia berada sebagai Negara dalam TIER 2, yaitu negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya sesuai dengan standar minimum TVPA (Traffiking Victims Protection Act-
  • 21. Undang- undang Perlindungan Korban Perdagangan Orang Amerika Serikat), tetapi membuat upaya yang signifikan untuk membawa diri menjadi sesuai dengan standar tersebut. Sehingga dalam hal ini, Indonesia telah dinilai selangkah lebih maju dalam melakukan langkah dan upaya mencegah terjadinya Kejahatan Transnasional Perdagangan Orang. Sedangkan pada tahun 2002, berdasarkan Report yang dikeluarkan oleh Department of State, USA, tahun 2002, Indonesia masuk kedalam TIER 3, yaitu Negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum dan tidak membuat upaya yang signifikan untuk melakukannya. Dimana pada saat itu, Indonesia dievaluasi sebagai negara pemasok perdagangan perempuan dan anak, berkomitmen rendah, kurang serius dan kurang kepeduliannya dalam pemberantasan kejahatan transnasional perdagangan orang dan belum memiliki undang-undang yang tegas serta belum memiliki upaya strategis dalam mencegah terjadinya dan memberantas kejahatan transnasional perdagangan orang yang memenuhi standard minimum yang ditetapkan walaupun belum sepenuhnya. Sebagai gambaran, berdasarkan laporan dari Internasional Organization for Migration (IOM) tahun 2005 sampai dengan Januari 2009, telah dipulangkan 3.339 orang korban perdagangan orang, yang sebagian besar adalah perempuan (89,5 %), termasuk bayi (0,15 %) dan anak-anak (24,6 %), mereka dipulangkan sebagian besar dari Negara Malaysia, Saudi Arabia, Singapore, Jepang, Syria, Kuwait, Taiwan, dan Iraq, di samping yang terjadi di wilayah Indonesia. Berdasarkan daerah asal, maka para korban sebagian besar berasal dari Jawa Barat (720), Kalimantan Barat (711), Jawa Timur (418), Jawa Tengah (371), Sumatera Utara (230), Nusa Tenggara Barat (228), Lampung (167), dan Nusa Tenggara Timur (137).30 Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri (bareskrim) tahun 2007, dapat terlihat perkembangan kasus perdagangan manusia di Indonesia periode 2003- 2007, yaitu semakin 30 Ibid. 24 sedikit kasus perdagangan manusia yang terjadi setiap tahunnya (155 kasus di tahun 2003 dan 63 kasus di tahun 2007), dan semakin meningkatnya penanganan kasus perdagangan manusia yang ditangani oleh Mabes Polri hingga ke tingkat JPU (20,3 % di tahun 2003 dan 61,9 % di tahun 2007).31 Sedangkan pada tahun 2008 Bareskrim Mabes POLRI mencatat ada 199 kasus yang ditangani oleh jajaran Reskrim se Indonesia dengan 291 pelaku TPPO yang ditangkap dan 107 kasus diantaranya telah selesai di tingkat kejaksaan. Dari sejumlah 598 orang korban TPPO, 510 orang adalah orang dewasa, 88 orang lainnya adalah anak-anak. Tahun 2008 UNICEF juga
  • 22. melansir adanya 100.000 perempuan dan anak Indonesia yang diperdagangkan, mayoritas sebagai pekerja seks.32 Jumlah kejahatan transnasional yang ditangani Polri mengalami peningkatan. Penyelundupan narkotika dari luar negeri ke Indonesia merupakan kejahatan transnasional yang paling menonjol. Jenis kejahatan lain adalah terorisme, trafficking, kejahatan dunia maya, dan penyelundupan manusia. Sebagaimana yang diakui oleh Kapolri, sepanjang 2012 Mabes Polri menangani 21.457 kasus transnasional. Naik dari tahun sebelumnya yang ‘hanya’ 16.138 kasus. Kenaikan jumlah kejahatan transnaional itu mencapai 24,78 persen33 31 Zaky Alkazar Nasution, S.H, (Tesis) Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Perdagangan Manusia (Trafficking In Persons) http://eprints.undip.ac.id/17904/1/Zaky_Alkazar_Nasution.pdf (13 April 2013) 32 Lampiran RAN 33 Hukum Online, Kejahatan Transnasional Meningkat http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50f3a3710b543/kejahatan-transnasional-meningkat (13 April 3013) 25 b. Kondisi Ideal yang diharapkan. Melihat kondisi riel yang ada saat ini terhadap kejahatan transnasional perdagangan orang, sangatlah memungkinkan bagi indonesia untuk naik pada TIER 1, yaitu sebagai Negara yang pemerintahannya sepenuhnya mematuhi Perlindungan standar minimum Korban Perdagangan (TVPA / Trafficking and Violence Protection Act/ UU Perdagangan manusia dan Perlindungan Kekerasan). Berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah guna mencegah dan meminimalisir kejahatan transnasional perdagangan orang serta perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai korban perdagangan orang, relatif komprehensif. Mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4 sebagai landasan konstitusional, telah secara tegas telah mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak-hak perempuan dan anak-anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), hingga peraturan-peraturan di bawahnya. Ditingkat Kementerian Koordinator (Menko) dan Kementrian Negara (Meneg), telah dilakukan berbagai upaya kongkrit berkaitan dengan pencegahan perdagangan manusia,sebagaimana dinyatakan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) pada rapat Koordinasi Bidang Kesra yang menegaskan bahwa Indonesia akan melakukan usaha sungguh-sungguh dalam memerangi dan menghapus perdagangan manusia. Di samping itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai Vocal point dalam melakukan usaha-usaha tersebut.34
  • 23. Dengan keadaan riel saat ini terhadap adanya kejahatan transnasional berupa Perdagangan orang yang terjadi melalui perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia, dalam upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dan berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi Pemberantasan Perdagangan Orang dari kejahatan 34 Zaky Alkazar Nasution, S.H, (Tesis) Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Perdagangan Manusia (Trafficking In Persons) 26 transnasioanal, khususnya Perempuan dan Anak (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA), antara lain : 1. Undang-Undang RI No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. 2. Undang-Undang RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. 3. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 4. Undang-Undang RI No. 20 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Konvension No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja). 5. Undang-Undang RI No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. 6. Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Pengesahan ILO Convention No 182 Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Form of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak) mengenai Pelarangan dan Tindakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; 8. Undang-Undang RI No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. 9. Undang-Undang RI No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 10. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 11. Undang-Undang RI No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 12. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 13. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 14. Undang-Undang RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
  • 24. 15. Undang-Undang RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 16. Undang-Undang RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 17. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 18. Undang-Undang RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 19. Undang-Undang RI No. 5 tahun 2009 tentang Pengesahan United Nation Convention Againt Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi); 20. Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. 21. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Espacially Women and Children, Sipplementing the United Nations Convention Againt Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-Anak, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisasi); 22. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. 27 23. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 24. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2008 tentang tata cara dan mekanisme pusat pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang. 25. Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). 26. Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. 27. Keputusan Presiden No. 12 tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 28. Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 29. Peraturan Presiden No 69 tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
  • 25. 30. Peraturan KAPOLRI No. 10 tahun 2007 tentang Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 31. Peraturan KAPOLRI No. 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan /atau Korban Tindak Pidana. 32. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No. 01 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Terpadu bagi saksi dan/atau korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dan adapun Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Dalam Penanganan Kejahatan Transnasional Perdagangan Orang antara lain:35 1. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 Tentang Kependudukan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 2. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2007 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terutama Perempuan Dan Anak. 3. Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 86 Tahun 2006 Tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak dan telah direvisi dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2010. 4. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 262 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dan Telah Direvisi Dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 370 Tahun 2009 Tanggal 3 Juni 2009. 5. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 289 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Dan Sekretariat Satgas Pelaksana Penanggulangan, Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah Di Luar Negeri dan telah direvisi dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 222/KESOS/2010 6. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 178 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan, Penempatan, Dan 35 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat : Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat 28 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah Di Luar Negeri Provinsi Kalimantan Barat dan telah direvisi dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 22/KESOS/ 2010. 7. Melakukan Kerjasama dalam bentuk Nota Kesepahaman tentang Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah.
  • 26. 8. Melakukan Mou dengan Organisasi Keagamaan Tentang Pelaksanaan Strategi Pengarusutamaan Gender untuk Peningkatan Status, Kondisi dan Posisi Perempuan dalam Pembangunan. 9. Melakukan Mou dengan Kabupaten/Kota dalam Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 29 BAB: IV. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI a. Faktor Internal Pendukung Ada beberapa faktor pendukung terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, antara lain 1) Faktor Pendukung. Faktor utama maraknya trafficking terhadap orang adalah kemiskinan yang masih melanda sebagaian besar peduduk Indonesia. Masyarakat berusaha untuk memperbaiki perekonomian dengan mencari kerja ke daerah lain, bahkan mencari kerja ke negara lain. Tetapi apa yang mereka impikan untuk mencari kerja tidak semudah yang mereka bayangkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan orang di dalam negeri antara lain masalah ekonomi, masalah keluarga tidak harmonis, perkawainan dan perceraian pada usia dini, sebagai korban pelecehan seksual dan korban perkosaan, terbatasnya kesempatan dan lapangan kerja, pendidikan rendah, tidak mempunyai keterampilan / keahlian, gaya hidup hedonis, dan beberapa faktor lainnya. Sejumlah faktor yang memiliki korelasi tinggi dengan perdagangan orang, yakni36: (a) Struktur masyarakat yang masih banyak menempatkan perempuan sebagai warganegara kelas dua, sehingga menimbulkan gender-based discrimination. Pada gilirannya kondisi ini menyebabkan terjadinya kemiskinan bagi kaum perempuan; ditambah lagi dengan adanya gender-based violence yang kemudian mendorong para perempuan yang menjadi korban untuk masuk dalam perangkap perdagangan orang; (b) Struktur patriarkhal yang mendukung pola pendidikan pada perempuan untuk menjadi submissive dan mengutamakan kehormatan dan kepentingan keluarga, yang seringkali berakhir pada pengorbanan dirinya dalam perdagangan orang; (c) Keterbatasan sumber keuangan menyebabkan suburnya pertumbuhan industri seks di berbagai negara yang kurang beruntung, suatu kondisi yang dengan tidak manusiawi telah disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan orang; 36 Simela Victor Muhamad, Perdagangan Orang Antarnegara: Upaya Pencegahan Dan Penanganannya
  • 27. Di Kalimantan Barat Dan Sumatera Utara, 2009 (dalam Buku Kajian Masalah Penyelundupan dan Perdagangan Orang di Indonesia 2009: Bagian Ke empat) http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupan-dan- Perdagangan-Orang-di-Indonesia-2009.pdf (14 April 2013) 30 (d) Terjadinya berbagai konflik di sejumlah negara yang kemudian menempatkan kaum perempuan dan anak-anak dalam kondisi sangat rentan, kehilangan perlindungan, kehilangan keamanan dan hak-hak asasi lainnya sehingga memaksa mereka untuk memasuki lingkaran perdagangan orang; (e) Ketidakberdayaan negara-negara yang kurang beruntung untuk menyediakan lapangan kerja sehingga migrasi menjadi pilihan yang dipersepsi sebagai upaya paling mudah untuk mendapatkan nafkah. (f) Letak geografis Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur ( terdapat ± 62 jalan setapak yang dapat dilalui masyarakat tanpa pengawasan ) mempermudah aksesibilitas ke negara tetangga (g) Perbedaan tingkat perekonomian / penghidupan di wilayah perbatasan (h) Lemahnya sistim administrasi kependudukan (i) Kurangnya kesempatan kerja dan peluang berusaha (j) Kurangnya informasi yang benar mengenai lapangan kerja yang tersedia baik di dalam maupun di luar negeri Bahwa terjadinya perdagangan orang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor ekonomi hingga faktor sosial dan politik, bahkan juga struktur dan kultur masyarakat. Ini artinya, terjadinya perdagangan orang antarnegara juga dapat disebabkan oleh salah satu atau berbagai faktor tadi.37 2) Faktor Penghambat. Pemerintah Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi PBB untuk Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (melalui UU No. 6 Tahun 2012), namun langkah ini harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah harmonisasi kebijakan terkait buruh migran yang selama ini masih bersifat diskriminatif terhadap buruh migran.38 Akan tetapi apabila berbagai bentuk Ratifikasi konvensi-konvensi internasional tersebut kedalam peraturan perundangan-undangan di Republik Indonesia tidak dilaksanakan dengan maksimal, maka arus perpindahan / migrasi WNI ke luar negeri sebagai korban perdagangan orang akan tetap meningkat. Kurangnya sosialisasi terhadap aspek-aspek kejahatan transnasional perdagangan orang kepada masyarakat pencari kerja ke luar negeri, serta belum adanya upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam mencegah terjadinya kejahatan perdagangan orang, merupakan salah satu faktor penghambat mengapa kejahatan perdagangan orang masih terjadi 37 Ibid.
  • 28. 38 Migrant CARE, Statement Migrant CARE utk International Migrant' Day 2012 http://www.migrantcare.net/ (14 April 2013) 31 dan sulit di berantas. Pemalsuan berbagai dokumen, hingga dokumen perjalanan ke Luar Negeri dari Indonesia masih sering terjadi. b. Faktor Eksternal. Kejahatan Transnasional Perdagangan Orang adalah salah satu kejahatan yang melintasi batas-batas wilayah negara dan dilakukan oleh dua atau lebih warga negara yang berbeda, di negara yang berbeda pula. 1) Faktor Pendukung. Terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang, selain didukung oleh faktor internal dalam negeri Indonesia sendiri, juga didukung oleh berbagai faktor ekternal di luar negeri, antara lain 1. Tingginya permintaan tenaga kerja murah baik yang memiliki ketrampilan (skill) maupun yang tidak memiliki ketrampilan (unskill) dari Indonesia untuk dipekerjakan di berbagai sektor formal dan informal di luar negeri. 2. Iming-iming gaji yang tinggi 3. Keterlibatan kelompok kejahatan terorganisasi di dunia dalam mengelola bisnis kejahatan perdagangan orang. 4. Letak geografis perbatasan 5. Kurang seriusnya negara-negara penandatangan konvensi mengatasilah perdagangan orang. 6. Belum adanya kerjasama bilateral yang maksimal antara negara-negara yang berbatasan 7. Belum tegasnya peraturan hukum pidana di negara asing dalam menindak pelaku kejahatan perdagangan orang. 2). Faktor Penghambat. Selain faktor pendukung ekternal dari negara lain, yang mengakibatkan masih terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang juga terdapat faktor penghambat mengapa kejahatan tersebut masih belum sepenuhnya dapat dicegah dan dapat di tindak di negara pihak yaitu : a. Pelaku kejahatan transnasional perdagangan orang tersebut berada dalam yurisdiksi negara lain b. Kejahatan transnasional perdagangan orang dilakukan oleh warga negara asing di luar wilayah yurisdiksi Indonesia
  • 29. c. Belum adanya pemahamam yang sama dari negara-negara pihak tentang korban perdagangan orang bahwa negara pihak harus memfasilitasi dan melaksanakan pemulangan korban serta menyediakan dokumen perjalanan yang perlu 32 d. Belum terlindunginya privasi para korban yang terlibat dalam proses hukum dan menjamin bahwa korban menerima bantuan hukum dan konseling dinegara pihak. e. Belum tersedianya tempat-tempat penampungan yang memadai bagi para korban kejahatan perdagangan orang f. Belum tersedianya fasilitas pemeliharaan kesehatan dan perawatan yang aman bagi korban perdagangan orang, untuk membantu para korban dan proses pemulihan dan integrasi. g. Negara pihak belum memberikan penyadaran yang maksimal terhadap para penegak hukumnya dan pengadilan terkait adanya pelanggaran terhadap Konvensi dan faktor lain yang mendorong terjadinya kejahatan transnasional perdagangan orang. h. Seringnya mengkriminalisasi korban perdangangan orang oleh negara pihak, sehingga pelaku kejahatan transnasional itu sendiri terbebas dari tuduhan. i. Belum terciptanya atau belum adanya mekanisme pengaduan bagi korban perdagangan orang di negara pihak (negara tujuan) j. Belum tersedianya database yang lengkap terhadap warga negara indonesia yang bekerja di negara pihak. k. Belum terjalinnya kerjasama pertukaran informasi antara lembaga-lembaga penegak hukum negara pihak dengan negara Indonesia mengenai orang-orang atau organisasi dan kelompok yang terlibat dalam kejahatan transnasional perdagangan orang l. Belum terciptanya kerja sama dalam memantau dan melacak pelaku kejahatan transnasional perdagangan orang antar negara m. Masih tingginya diskriminasi oleh warga negara di negara pihak terhadap warga negara indonesia yang bekerja di luar negeri. 33 BAB V Upaya Strategis Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat Melihat apa yang telah kami uraikan pada Kondisi Riel dan Kondisi Ideal dalam Bab Pembahasan diatas, maka upya strategis dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans-Nasional Di Kalimantan Barat adalah penting bagi negara-negara untuk “meningkatkan
  • 30. kerjasama internasional untuk secara kolektif menanggulangi meningkatnya ancaman kejahatan lintas negara” tersebut. Kejahatan lintas negara berupa perdagangan orang, memang memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Perkembangan kualitas kejahatan lintas negara, setiap tahunnya semakin meningkat, seolah-olah batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain semakin menghilang. Dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang telah di keluarkan guna untuk mencegah terjadinya kejahatan lintas negara, yang disesuaikan dengan instrumen hukum internasional yang telah disepakati tahun 2000 tersebut, diharapkan mampu berfungsi dengan baik. Bagaimanapun, kejahatan transnasional tidak hanya terjadi karena orang, barang dan jasa bisa menyeberang perbatasan. Mereka hanya melintasi perbatasan ketika ada alasan untuk itu. Hal yang memungkinkan terjadinya kejahatan transnasional adalah bahwa barang-barang tertentu yang tersedia di beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan menguntungkan. Jika alasan seperti itu ada, dan peluang transportasi meningkat maka lalu lintas dapat membuat arus perdagangan kejahatan transnasional lebih mudah.39 Selain itu, Polri juga harus menata kembali strategi aspek – aspek struktural, instrumental dan kultural, melalui pembidangan pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan/ pembinaan ke-mampuan dan operasional dalam mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya pelayanan 39 Mas Isharyanto, Globalisasi dan Kejahatan Transnasional http://hukum.kompasiana.com/2013/04/05/globalisasi-dan- kejahatan-transnasional-548631.html (14 April 2013) 34 masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia dengan Upaya Strategis sebagai berikut : a. Upaya Deteksi Intelijen. Globalisasi dan diberlakukannya pasar bebas saat ini, akan meningkatkan mobilitas penduduk secara global. Arus perpindahan penduduk yang terkadang tidak sejalan dan tidak didukung dengan perkembangan ekonomi negara dan ekonomi penduduk, semakin membuka peluang terjadinya berbagai tindak pidana dan Kamtibmas yang disebabkan menigkatnya kejahatan / pelanggaran hukum, bencana (alam, industri) kebijakan pemerintah, sosial, budaya, politik, ekonomi, perang, sengketa perbatasan dan gangguan keamanan didalam negeri sendiri. Sementara itu, dengan mobilitas masyarakat internasional yang tinggi dengan tidak mempermasalahkan batas-batas, memungkinkan juga berkembangnya bentuk-bentuk kejahatan antar negara serta berkembangnya organisasi kejahatan lintas negara yang didukung
  • 31. perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta teknologi, menyebabkan kejahatan transnasional mewarnai kondisi keamanan dalam negeri. Penanganan kejahatan transnasional tersebut memerlukan efektifitas deteksi dini, fungsi intelijen, jaringan kerjasama internasional, dan pengungkapan kasus yang pada akhirnya peningkatan profesionalisme lembaga terkait termasuk kepolisian. Salah satu unsur pelaksana tugas Polri berdasarkan PERPRES NO: 52 Tahun 2010 adalah Badan Intelijen Keamanan (BA INTELKAM), dan pada tingkat Polda Kalbar ada Direktorat Intelijen Keamanan (Dit Intelkam) sebagai unsur palaksana di daerah Kalbar dan Sat Intelkam di tingkat Polres pada setiap kabupaten yang ada di wilayah Kalimantan Barat serta Unit Intelkam di tingkat polsek-polsek, dimana Intelijen Keamanan bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah serta perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat, terhadap bentuk-bentuk kejahatan transnasional, serta dapat 35 mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas, fungsi intelijen merupakan Mata dan Telinga kesatuan Polri dalam upaya mengantisipasi ancaman kejahatan transnasional serta ancaman terhadap integritas nasional serta tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai prasyarat terwujudnya tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdarnaian abadi dan keadilan sosial, maka disadari pentingya deteksi dini atas ancaman tersebut, sebagai peringatan dini dan langkah pencegahan dini. Upaya mendeteksi dini kejahatan transnasional, seyogianya harus dilakukan oleh POLRI dengan melakukan kegiatan operasional intelijen keamanan guna terselenggaranya deteksi dini dan peringatan dini, termasuk melalui pemberdayaan seluruh personel dalam mengemban fungsi intelijen terhadap kejahatan-kejahatan transnasional di Wilayah Kalimantan Barat serta menyusun perkiraan intelijen keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan kejahatan transnasional perdagangan orang. b. Upaya Preemtif (Penangkalan) Dengan adanya upaya deteksi dini kejahatan transnasional yang telah dilakukan oleh Intelijen Keamanan Polri dengan melakukan kegiatan operasional intelijen keamanan, perkiraan intelijen
  • 32. keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan kejahatan transnasional perdagangan orang, selayaknya telah mempermudah upaya Preemtif terjadinya kejahatan-kejahatan lintas batas negara. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya preemtif terhadap tindak pidana atau kejahatan transnasional atau kejahatan lintas batas negara dapat dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan para tokoh agama, tokoh politik, tokoh adat, intelektual, pengusaha, media masa, organisasi masyarakat, dan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat yang melibatkan seluruh komponen masyarakat di Wilayah Kalimantan Barat, khususnya wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Pola Kemitraan dalam upaya preemtif ini, dapat dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke rumah-rumah masyarakat ataupun kunjungan ke 36 kantong-kantong komunitas masyarakat di perbatasan, serta untuk menjamin rasa tenteram penduduk dan pemberdayaan potensi masyarakat dengan pola 2. Pemberdayaan community policing (Polmas) melalui pemberdayaan kemitraan dengan lembaga pendidikan, masyarakat, tokoh masyarakat, intansi, swasta, jasa pengamanan, tokoh agama, dan LSM yang kemudian bersama-sama membangun opini publik yang positif tentang bahaya kejahatan transnasional perdagangan orang, sehingga terbentuk kelompok-kelompok masyarakata yang peduli anti kejahatan perdagangan orang serta maupun kelompok peduli terhadap keamanan lingkungan sekitarnya 3. Pemberdayaan Pengamanan Swakarsa. Dalam menjalankan upaya preemtif dengan pola Pemberdayaan Pengamanan Swakarsa, penangkalan kejahatan lintas batas negara dapat dilakukan dengan mengembangkan kekuatan komponen kamtibmas swakarsa, seperti melalui PPNS, Satpam, Polsus, Kamra, Pramuka, Saka Bhayangkara, PKS, dan berbagi komponen lainnya. Upaya preemtif ini, di arahkan untuk meningkatkan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam mengamankan diri maupun lingkunganya, dengan membentuk kelompok sadar dan peduli terhadapa kejahatan lintas negara perdagangan orang. Selain itu juga, di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia di wilayah Kalimantan Barat yang belum memiliki pos-pos perbatasan, dibangun pos Siskamling atau dengan memberdayakan pos-pos yang sudah ada, untuk menghidupkan peran siskamling di seluruh lapisan masyarakat. di jalur-jalur yang dianggap rawan kejahatan untuk mencegah terjadinya pungli yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung awab serta mengantisipasi tindak kejahatan transnasional.
  • 33. Pentingnya pola kemitraan dan pemberdayaan potensi masyarakat di wilayah kabupaten-kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia, akan mendukung tugas-tugas Polri dan Pemerintah Daerah Kalbar dalam menangkal terjadinya kejahatan lintas batas negara di tersebut, Upaya preemtif lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menciptakan program kerjasama keamanan dan ketertiban dengan unsur aparat di negara Malaysia untuk memelihara situasi kamtibmas yang 37 kondusif di wilayah perbatasan masing-masing. Melihat strategisnya keberadaan Kalimantan Barat dan Malaysia sebagai pelintasan orang dan barang melalui wilayah pintu perbatasan, sangat diperlukan adanya kerjasama yang kuat antara Polri dan Pemerintah Kalimantan Barat dengan Wilayah Negara Bagian Timur Malaysia untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di wilayah hukumnya tersebut untuk menangkal kejahatan-kejahatan lintas negara. Dengan adanya pola kerjasama ini diharapkan terwujud partisipasi aktif masing-masing negara terhadap tugas - tugas keamanan dan penangkalan kejahatan transnasional sehingga tercipta hubugan kerja yang harmonis antara negara, dalam rangka penertiban kawasan perbatasan, dan penanggulangan kejahatan transnasional serta untuk mengantisipasi berbagai ancaman stabilitas di daerah perbatasan Kalbar sesuai Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara. c. Upaya Preventif (Pencegahan) Kejahatan Perdagangan orang lintas negara sangat terkait dengan lalu lintas orang, baik sebagai pelaku atau korban serta terkait juga dengan Teknologi informasi dan komunikasi yang telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless), serta menimbulkan perubahan di berbagai bidang kehidupan. Konsep dasar Kejahatan Perdagangan orang lintas negara adalah pemindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain, dalam hal ini dari satu negara ke negara lain secara melawan hukum dengan tujuan mencari keuntungan. Sebagai negara anggota PBB, sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan migran. Protokol Menentang Penyelundupan Migran tersebut telah diratifikasi oleh DPR dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2009 Pemerintah Indonesia telah urut menandatangani instrumen hukum internasional yang secara khusus mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang terorganisasi, yakni United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
  • 34. (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua 38 protokolnya yaitu Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) dan Protocol against the Smuggling of Migrans by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) Pasal 2 Protokol Menentang Penyelundupan Migran menyatakan bahwa tujuan Protokol ini adalah untuk mencegah dan memberantas penyelundupan migran serta memajukan kerja sama di antara Negara- Negara Pihak untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melindungi hak-hak migran yang diselundupkan. Telah diuraikan diatas, terdapat pintu-pintu gerbang (border) keluar masuk orang, kendaraan dan barang di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung pada 5 kabupaten yaitu pintu gerbang Paloh Sajingan Kabupaten Sambas, Jagoi babang Kabupaten Bengkayang, Entikong di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang serta Badau di Kabupaten Kapuas Hulu dan selain pintu-pintu utama pada border tersebut, juga terdapat terdapat ± 62 jalan setapak atau “jalan tikus” yang dapat dilalui masyarakat perbatasan tanpa pengawasan. Dalam upaya preventif terhadap kejahatan lintas negara tersebut, Pasal 11 ayat (1) Protokol menyatakan bahwa tanpa mengurangi komitmen internasional terhadap kebebasan orang bergerak (free movement of people), maka semua negara peserta harus memperkuat pengawasan perbatasan yang diperlukan guna mencegah dan mendeteksi kejahatan tersebut. Selain upaya preemtif yang telah di uraikan diatas, upaya preventif harus dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik Kepolisian, Imigrasi, TNI, Pemda Prop.Kalbar dan Pemda Kabupaten dalam melakukan pencegahan, pengamanan dan pengawasan di pintu-pintu perbatasan-perbatasan, terutama di daerah yang memiliki “jalan tikus” dengan perbatasan negara Malaysia. 39 Tanpa adanya koordinasi secara terpadu antara pihak terkait serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pencegahan kejahatan lintas negara dan pengawasan yang
  • 35. dilakukan didaerah perbatasn, akan sangat sulit dilakukan Kerjasama berbagai instansi di wilayah Kalimantan Barat serta kerjasama dengan negara lain terutama Malaysia dapat dilakukan melalui perjanjian bilateral atau memorandum saling pengertian (Memorandum of Understanding) merupakan perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasional suatu perjanjian induk. Sepanjang materi yang diatur bersifat teknis, memorandum saling pengertian dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan adanya perjanjian induk, dan dapat segera berlaku setelah penandatanganan tanpa memerlukan pengesahan. Upaya pencegahan kejahatan lintas negara dan pengawasan di perbatasan bukanlah hal yang mudah. Pencegahan kejahatan lintas negara perdagangan orang yang ada saat ini dimana tujuan utama perdagangan manusia dari Indonesia adalah Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Australia. Selain sebagai pemasok, Indonesia juga menerima perdagangan orang, antara lain dari China, Taiwan, Thailand, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Rusia, Venezuela, Spanyol, dan Ukraina. Tidak menutup kemungkinan Kalimantan Barat juga pada akhirnya sebagai daerah peneriman perdagangan orang yang diakibatkan era dunia tanpa batas dan hak untuk mencari kehidupan yang layak, pergerakan manusia antar negara dapat memberikan peluang terjadinya aktivitas-aktivitas legal antar negara. Akan tetapi, disisi lain dinamika pergerakan dinamika pergerakan manusia mencakup juga aktivitas-aktivitas ilegal harus dicegah dan diberantas. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, begitu pula tindak pidana atau kejahatan lintas negara perdagangan orang turut berkembang dengan pola-pola yang berbeda. Hal tersebut terlihat dari semakin tingginya tingkat kejahatan lintas negara yang terjadi di Kalimantan Barat. Untuk itu, upaya pencegahan terjadinya kejahatan lintas negara dapat dilakukan dengan memperkuat basis masyarakat di perbatasan dengan membangun sistem manajemen perbatasan secara integral dan komprehensif, melalui kerjasama antar instansi terkait bidang tugasnya yakni Pemda Kabupaten, Imigrasi, Bea Cukai, kepolisian, karantina, dan kelompok-kelompok masyarakat untuk memutus mata rantai supply and demand. 40 d. Upaya Represif. Upaya Preemtif dan Upaya Preventif, memang lebih baik dari upaya Represif (Penindakan/pemberantasan) kejahatan lintas negara perdagangan orang. Akan tetapi setiap hari, para pelaku kejahatan lintas negara ini, selalu mencari berbagai cara untuk dapat melakukan perbuatan tersebut.
  • 36. Upaya terakhir yang dapat dilakukan pemerinta terhadap kejahatan lintas negara perdagangan orang adalah upaya penindakan terhadap pelaku kejahatan lintas negara dan penegakan hukum terhadap ancaman kejahatan tersebut dengan memberikan sanksi yang tegas dan konsisten sesuai undang-undang yang berlaku dengan melakukan penangkapan, dan melimpahkan berkas perkaranya sampai ke pengadilan., memutuskan jalur perdagangan orang serta mengungkap jaringan sindikat perdagangan orang dengan melakukan operasi intelijen dan Operasi Rutin Kewilayahan dan Operasi Khusus terpusat secara kontinyu dan mengedepankan fungsi Reserse. Bentuk dan karakter kejahatan transnasional perdagangan orang sangat berbeda dengan jenis kejahatan biasa (conventional). Dampak negatif yang ditimbulkan kejahatan perdagangan orang, sangat berpengaruh luas terhadap korban, masyarakat maupun negara, dan mempengaruhi dan merusak stabilitas kehidupan nasional, karena kejahatan lintas negara mencakup juga unsur asing dan warga negara asing di dalamnya. Dengan kata lain kejahatan transnasional perdagangan orang bersifat terorganisir dan sangat merugikan masyarakat internasional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya unsur tekanan dari negara-negara lain, terhadap kejahatan lintas negara perdagangan orang sudah sepatutnya di kriminalisasikan dan dilakukan penindakan secara tegas wujud nyata yang sekaligus merupakan tekat bangsa Indonesia untuk mencegah dan memberantas kejahatan lintas negara termasuk kejahatan perdagangan orang, khususnya diwilayah Kalimantan Barat, karena telah menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Upaya Preemtif, Preventif dan Represif terhadap kejahatan trans nasionla perdagangan orang oleh aparat penegak hukum di Kalbar, juga tidak terlepas dari kerjasama dunia internasional, guna memberikan landasan berpijak yang cukup kuat bagi aparat penegak hukum khususnya Polri untuk menyidik pelaku kejahatan tersebut. 41 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, merupakan salah satu landasan berpijak yang cukup kuat bagi aparat penegak hukum khususnya Polri untuk menyidik dan menindak pelaku kejahatan perdagangan orang, dengan didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban. Selain itu untuk membantu upaya strategis tersebut, perlu juga didukung dengan upaya yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, yakni Pembentukan
  • 37. Jejaring Dalam Penanganan Korban Traffiking Sosialisasi Dan Advokasi Secara Terpadu Di Lingkup Instansi Pemerintah Dan Masyarakat, Sosialisasi Dan Advokasi Secara Berjenjang Dilingkup Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota, Pelatihan Keterampilan Dan Pembekalan Terutama Bagi Calon Pekerja Baik Dalam Negeri Maupun Luar Negeri, Pelatihan Keterampilan Bagi Korban Trafficking, Pelatihanketerampilan Bagi Kelompok Perempuan Didaerah Rawan Trafficking, Penindakan Dan Penegakan Hukum Secara Tegas, Konsisten Dan Terus Menerus Terhadap Pelaku Perdagangan Orang Dan Mereka Yang Mendukungnya.40 40 Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat : Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat. 42 BAB VI. PENUTUP. a. Kesimpulan. Kejahatan Lintas Negara atau Kejahatan Transnasional atau Transnational Crimes berupa Perdagangan Orang, telah mewarnai bentuk kejahatan global yang melibatkan 2 atau lebih warga negara. Meningkatnya intensitas perdagangan orang yang juga di sebabkan tingginya supplay dan demand terhadap orang untuk diperjualbelikan telah menjadi ancaman keamanan bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling menonjol pada dekade terakhir. Kejahatan lintas negara tersebut telah mempengaruhi kebijakan keamanan global dan pertahanan negara-negara besar yang menempatkan kejahatan lintas negara menjadi permasalahan bersama dan bagi Indonesia khususnya Propinsi Kalimantan Barat, kejahatan lintas negara telah sangat merugikan kepentingan nasional dan sendi-sendi kehidupan masyarakat, sehingga merupakan prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan sejumlah negara sahabat, terutama negara yang berbatasan langsung dengan Wilayah Kalimantan Barat. Kejahatan perdagangan orang termasuk pelanggaran HAM. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat sejumlah ketentuan mengenai perlindungan HAM, yaitu: a. setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat (2)); b. setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G ayat (1)); dan c. setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28G ayat (2)); serta d. hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, dan hak untuk tidak diperbudak
  • 38. (Pasal 28I ayat (1)). Kejahatan lintas negara perdagangan orang, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas, karena 43 perlindungan terhadap setiap Warga Negara Indonesia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga apabila upaya-upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa upaya Intelijen, Preemtif, Preventif dan Represif tidak dilakukan dengan cepat, akan menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kejahatan lintas negara, yang salah satunya adalah Kejahatan Perdagangan Orang, telah pula menjadi isu penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dituangkan kedalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.41 Penegakan hukum terhadap kejahatan lintas negara harus dilaksanakan dan ditegakkan dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, tetapi penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.42 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah43: 1. Faktor hukumnya sendiri. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah undang-undang dalam arti materiel, yaitu peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian, maka undang-undang dalam arti materiel mencakup: a. Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara. b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, karena mencakup mereka yang secara langsung dan tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan. 41 Lihat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 (Departemen Pertahanan Republik Indonesia) http://www.balitbang.dephan.go.id/buku_putih/bukuputih.pdf (14 April 2013) 42 Buku Kajian, Masalah Penyelundupan dan Perdagangan Orang di Indonesia (DPR RI http://www.dpr.go.id/bukukajian/Masalah-Penyelundupan-dan-Perdagangan-Orang-di-Indonesia-2009.pdf (14 April 2013)
  • 39. 43 Ibid. 44 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. 5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat. b. Saran-Saran. Dengan upaya-upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa upaya Intelijen, upaya Preemtif, upaya Preventif dan upaya Represif, harus dilakukan dengan cepat dan taktis serta dengan memperkuat basis masyarakat di perbatasan dengan membangun sistem manajemen perbatasan secara integral dan komprehensif, melalui kerjasama Polri dengan instansi terkait dalam penegakan hukum kejahatan lintas negara di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Dalam penegakan hukum dan upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat, Kepolisian RI (Polri) merupakan garda terdepan dalam menangani suatu tindak pidana. Polri bertindak sebagai penyidik yang melakukan serangkaian tindakan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) jo Pasal 1 angka 2 KUHAP. untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sebagaimana Pasal 58 UU No. 21 Tahun 2007 yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membentuk gugus tugas. Sangat penting di Kalimantan Barat dibentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi. Gugus tugas tersebut merupakan lembaga yang bertugas: a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang; b. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama; 45 c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi rehabilitasi,pemulangan, dan reintegrasi sosial; d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta
  • 40. e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi. Selain itu, hal yang paling utama dalam melaksanakan upaya-upaya Strategis Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Trans Nasional Di Kalimantan Barat berupa upaya Intelijen, Preemtif, Preventif dan Represif tidak dilakukan dengan cepat, adalah pentingnya komitmen Pemerintah dan masyarakat yang peduli terhadap pencegahan kejahatan lintas negara serta penanganan korban perdagangan orang dan masih kurangnya aturan pendukung terutama di daerah, serta meningkatkan anggaran atau dana untuk mendukung upaya tersebut. 46 Daftar Pustaka dan Bahan Bacaan Buku-Buku Rosenberg, Ruth, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS), 2003. Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2007:24 Barda Nawawi Arief, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1998:148 (Dalam Tesis Ridwan, S.H. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. 2010) Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, PT.Eresco. Bandung 1995:47 Mr.W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi,P.T.Pembangunan Djakarta,1970:10 Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat , Kalimantan Barat Dalam Angka 2012 Lampiran Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dan Eksploitasi Seksual Anak (PTPPO Dan ESA) 2009-2014 Undang-undang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Undang-Undang RI No. 5 tahun 2009 tentang Pengesahan United Nation Convention Againt Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi); Undang-Undang RI No. 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Espacially Women and Children, Sipplementing the United Nations Convention Againt Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah,
  • 41. Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-Anak, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisasi); PERPRES NO: 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia Internet ( Website dan Blog) BAPPENAS: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesia. Bab II. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6 47 &cad=rja&ved=0CGMQFjAF&url=http%3A%2F%2Fwww.bappenas.go.id%2Fget-fileserver %2Fnode %2F2545%2F&ei=e7liUcueGcfMrQfW0IHoBA&usg=AFQjCNFhty6fpASWOcL7M3bM28fIpnzgz Q&sig2=Q0dSpHpPvEhs-bU48MK7TA (5 April 2013) Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat : Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (6 April 2013) http://publikasi.umy.ac.id/index.php/komunikasi/article/viewFile/2105/2540 (10 April 2013) Manshur Zikri, Kejahatan:”apakah itu?”, Usaha mendefenisijan dan menakar masalah kejahatan http://manshurzikri.wordpress.com/2012/04/06/kejahatan-apakah-itu-usaha-mendefinisikan-dan-menakar- masalah-kejahatan-3/ (10 April 2013) Sigit Fahrudin, Law Online Library. Kejahatan Transnasional. Apa Maksudnya? http://mukahukum.blogspot.com/2009/04/kejahatan-transnasional-apa-maksudyna.html (10 April 2013) 1Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional. http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ (10 April 2013) Laporan Perdangangan Manusia 2012 Indonesia - Tier 2 http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/news/tip-report_2012.html (11 April 2013) BAPPENAS : Kawasan Perbatasan: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesia. http://www.bappenas.go.id/node/108/828/kawasan-perbatasan- kebijakan-dan-strategi-nasional-pengelolaan-kawasan-perbatasan-antarnegara-di-indonesia/ (11 April 2013) Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat Dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Barat Perdagangan Orang (Trafficking) Terutama Perempuan & Anak Di Kalimantan Barat. http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/trafficking2010.pdf (11 April 2013) Jurnal Srigunting, Kejahatan Transnasional http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2011/12/05/kejahatan-transnasional/ (12 April 2013)