SlideShare a Scribd company logo
1 of 133
1
A. Kata Pengantar
B. Latar Belakang Filssafat Pendidikan
1. Pengantar
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the Mother of sciences) yang
mampu menjawab segala pertanyaan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang
berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika
dan kehidupanya. Namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh
filsafat, maka lahirlah cabang ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala
macam permasalahan yang timbul.
Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyata memiliki objek dan sasaran yang
berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu didiplin ilmu pengetahuan pengurus
dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan
hubungan dengan bidang lainya. Akibatnya, terjadilah pemisahan antara berbagai macam
bidang ilmu, hingga ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan
masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya.
Diantara permasalahn yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalah yang
terjadi dilingkungan pendidikan. padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika,
filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan
((Barnadib,1990:15). tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaa-peertanyaan dan
menyelidiki faktor-faktor fealita dan pengalaman yang banyak terhadap dalam lapangan
pendidikan.
Apa yang dikatatakan John Dewey tersebut memang benar. Dan karena filsafat dan
pendidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirinya filsafat
pendidikan yang berusaha menjawab dan memcahkan persoalan-persoalan pendidikan
yang besifat filosofi dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan kata lain,
kemunculan filsafat pendidikan ini disebebkan banyaknya perubahan dan permasalahan
yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh ilmu filsafat.
ditambah dengan banyaknya ide-ide baru dalam dunia pendidikan dari tokoh-tokoh
filsafat Yunani
2
Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai
mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat
sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk
mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio
filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern
dan masa berikutnya.
Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga
menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa
hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya
dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan
terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu
positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat
kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal
untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab
meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani
sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut
jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat
bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari
agama dan politik secara bersamaan
Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui
bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan,
yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu
adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi
kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM) belum murni
rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih
dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan bahwa agama alam bangsa Yunani masih
dipengaruhi misteri yang membujuk pengikutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa
mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang berkualitas tinggi.
3
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan yang pada mulanya mampu menjawab
segala pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam masalah. Masalah-masalah yang
berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematikanya dan kehidupan,
yang dibicarakan oleh filsafat. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masayarakat,
banyak problem yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah ilmu pengetahuan
yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-problem perkembangan metodologi
ilmiah yang semakin pesat. Kemudian berkembanglah ilmu pengetahuan dalam bentuk
disiplin ilmu dengan keterkhususannya masing-masing. Setiap disiplin ilmu memilki obyek
dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain.
Di atara banyak filsafat seperti filsafat Cina, India, juga ada filsafat Barat adalah
sesuatu yang tidak begitu jelas, karena tradisi filsafat Barat telah mulai di Asia kecil dan
memikat pikiran-pikiran dari Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Termasuk filsafat Barat,
Yunani, Helleinisme, kristiani, dan seterusnya. Sehingga dengan analisa, timbullah
bermacam-macam disiplin ilmu yang menggunakan analisa filsafat.
Dengan demikian, dengan menggunakan analisa fisafat, berbagai macam disiplin ilmu
yang berkembang sekarang ini, akan menemukankembali relevansinya dengan hidup dan
kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi
kesejahteraan hidup masyarakat.
John Dewey, seorang filosof Amerika yang menyatakan bahwa filsafat itu adlah teori
umum dai pendidikan, landasan mengenai beberapa pemikiran mengenai pendidikan . Tugas
filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan
pengalaman yang banyak terdapat dlam lapangan pendidikan.
Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsinya dari sebagai induk ilmu
pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat kembali berbagai macam ilmu
pengetahuan yang telah berkembang pesat yang menjadi terpisah satu sama lainnya. Jadi
jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan
zaman.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang melatar belakangi
munculnya filsafat pendidikan adalah banyaknya perubahan-perubahan dan permasalahan
yang timbul dilapangan pendidikan, yang tidak mampu dijawab sendiri oleh ilmu oleh
4
filsafat saja. Selain itu juga yang melatar belakangi munculnya filsafat adalah banyaknya
ide-ide yang baru dalam dunia pendidikan. Adapun datangnya ide-ide tersebut di ataranya
berasal dari tokoh-tokoh filsafat Yunani.
2. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno
Sejarah menunjukan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran mengenai
adanya subjek besar sebagaimana masa lalu. Kemajuan ilmu pengetahuan, terutama ilmu
pengetahuan alam, telah menggoyahkan dasar-dasar filsafat. Banyak hal yang semula
menjadi bagian dari filsafat yang membahas tentang ilmu asal (epistemologi), kini
menjadi topik pokok perhatian dari ilmu-ilmu fisiologis dan psikologis.
Kosmologi telah berhasil meneliti dalam astronomi, fisika, dan logika dengan
cemerlang berhasil memodifikasikan diri lewat karya-karya tokoh-tokoh ahli matematika.
begitu juga metafisika dan etika, tanpa meninggalkan cacat sedikitpun tidak terhindar dari
kemajuan ilmu pengetahuan. banyak para ahli filsafat modern menolak sama sekali
seluruh pernyataan matfisika sebagai omong kosong, karena keyakinan terhadap
pernyataan-pernyataan itu tidak didasarkan pada penelitian yang biasa digunakan.Dengan
kata lain, pernyataan-pernyataan etis filosof itu tidak berdasarkan fakta, tetapi hanyalan
berbentuk kalimat-kalimat yang tidak bisa dibuktikan.
Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat, kita akan
mendapati mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka, titik
berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan
yang sebenarnya, apa itu, darimana, hendak kemana, bagaimana. dengan kata lain,
filsafaat untuk mengetahui hakekat sesuatu. namun kalau pertanyaan filosofis itu
diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik
para filosof timur maupun barat, mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah
sampai pada pertanyaan, “bilakah permulaan makhluk yang ada ini, dan apakah sesuatu
yang pertama kali terjadi, dan apakah yang terakhir sekali bertahan dalam alam ini”
(Rifai,1994:67). Akan tetapi, mereka tetap berusaha untuk mencari hikmah yang
sebenarnya supaya sampai kepada puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang
Maha mengetahui dan Mahakuasa.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah
fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat
5
kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan terpisah satu
dengan lainya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat bekembang sesuai dengan perputar
derubahan zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk
mengetahui salah satu cerita dalam kategori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-
1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari keluarga Sapitama, yang
lahir di tepi sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam masa pemerintahan raja-raja
Akhmania (550-530 SM).
1. Timur Jauh
Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah China,India,Dan Jepan.di India,
berkembang filsafat spiritualisme Hinduisme dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang
berkembang Shintoisme. Begitu juga di China, berkembang Taoisme dan
Konfusianisme (Gazalba,1986:60).
a) Hindu
Pemikiran spiritualiasme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu
telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang
sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa universal
(reinkarnasi). Karma tersebut pada akhirnya akan menentukan status seseorang
sebagai anggota suatu kasta. Poedjawitjatna (1986:54) mengatakan, bahwa para
filosof Hindu berfikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa
masuk dalam kebebasan(yang menurut mereka) sempurna.
Dengan demikian, disamping filosof-filosof Yunani, filosof-filosof Hindu pun
sangat berperan dalam dunia filsafat. Hindu juga benar-benar merasakan bahwa
dunia (alam) ini penuh rahasia dan manusia yang terhadap didalamnya
merupakan sesuatu yang amat kecil, namun manusia memiliki arti dan nilai yang
sangat besar bagi kehidupan. Karenanya, manusia didorong untuk menyelidiki
dan memahami alam semesta dan segala isinya.
Agama Hindu yang politeisma dan kuno itu telah berkembang selama ribuan
tahun. Dalam Hindu banyak dew yang dipuja, tetapi hanya tiga dewa utama,
yakni Brahmana, Shiwa, dan wishnu. Hinduisme merupakan kepercayaan yang
sangat populer di India, kira-kira sekitar 45Juta dari semua jumlah 520juta
penganutnya diseluruh dunia ( Pudjawijadna,1986:54).
6
b) Budha
Pencetus ajaran Buddha ialah Sidartagautama (kira-kira 563-483 SM) sebagai
akibat dari ketidak puasnya terhadap penjelasn para guru Hinduisme tentang
kejahatan yang sering menimpa manusia.
Meskipun di Indonesia telah disebut agama Buddha sebenarnya bukanlah agama
dalam asli sesungguhnya, karena dalam agama Buddha tidak ditemukan adanya
ajaran tentang Tuhan. Kitab Buddha, Tripitaka, Banyak meceritakan bakyak
kehidupan daripada pembawa agama ini, yaitu Sidartagautama.
Karena filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
terliputi oleh sengsara yang disebebkan oleh “cinta” terhadap sesuatu yang
berlebihan.
c) Taoisme
Pendiri Taoisme Ialah Lao Tse, lahir pada tahun 604 SM. Tulisanya yang
mengandung makna filsafat adalah jalan Tuhan atau sabda Tuhan, Tao ada
dimana-mana, tetapi tidak berbentuk dan tidak dapat pula diraba, tidak dilihat dan
di dengar. Manusia harus hidup selaras dengan Taq dan harus bisa menahan
nafsunya sendiri. peperangan, menurut Lao Tse hanya memusnahkan manusia
saja, kebahagiaan hidup sulit dicapai dengan peperangan (Jumhur &
Danasaputra, 1979:18). Karenanya, dalam buku tentang Tao dijelaskan bahwa
kekuatan yang selalu berubah disebut Tao, yang jelas bekerja di seluruh jagat
raya, sedangkan kekuatan peribadi yang berasal dari kebersesuaian dengan Tao
disebut Te (Wing,1987).
Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran
spiritulisme. Dan, menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spiritualisme
itu berkaitan dengan etika, karena ia memberi petunjuk bagiman manusia mesti
bersikap dan bertindak didunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan Ruh
(Gazalba,1986:60).
Para pengikut Toisme diajarkan untuk menerima dan menyesuikan diri secara
pasti dengan hubungan –hubungan dan cara bekerja alam. Ajaran-ajaran pokok
Taoisme dimuat dalam buku kecil Tao Te ching (ajaran-ajaran Tao), yaitu prinsip
yang menga tur alam raya buah, buah pikiran ahli filsafat Cina, Laos, Tse ( abad
7
ke-6 SM) menurut Wing (1987:11), Tao merupakan kekuatan yang selalu
berubah dan selalu bekerja diseluruh jagat raya. Tse merupakan kekuatan yang
berasal dari kesesuaian dengan Tao. Buku Tao Te ching tersebut ditulis oleh Tao
Tse, seorang penjaga arsip kerajaan selama pemerintahan dinasti Chou.
Taoisme menggangap behwa alam semesta dan ideal berjalan menurut kekuatan
bertuhan. Surga mempunyai hukum alam sendiri. Tetapi hukum tentang manusia
dan dunia semacam itu dibawah kekuasaan dan kendali Tao, yang memberi
petunjuk dan merupakan hukum yang memerintah alam semesta ini.
d) Shinto
Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat
Jepang. Shinto merupakan agama (kepercayaan) yang utama di Jepang,
disamping Buddisme. Sejak abad ke-19 Shinto telah mendapat status agama
resmi negara, yang menitikberatkan pemujaan alam dan pemujaan leluhur. agama
Shinto memiliki banyak memiliki upacara keagamaanyang sederhana, pemberian
kurban yang khidmat dan upacara ditempat suci yang di persembahkan kepada
dewa matahari, sungai-sungai, desa-desa, pohon-pohon, pahlawan-pahlawan, dan
sejenisnya dengan tujuan agar memperoleh panen yang baik, perlindungan
terhadap luka-luka atau pencurian dan kemurahan hati(Smith,1986:15).
Sebenarnya agama Shinto mempunyai hubungan yang kuat denan agama
(buddhisme). Kojiki kitab suci agama shinto, tidak hanya menerangkan proses
penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh para dewa dan bahwa manusia itu
abadi, tapi ia juga menegaskan bahwa setiap orang harus memiliki dirinya
sendiri, melakukan hal-hal yang mengadung nilai budiluhur, dan mengajarkan
mencuci dangan air sebagai metode pencucian keagamaan (Smith,1986:16).
Agama shinto tumbuh dan berkembang di Japang, yang sangat respek terhadap
alam (nature) disebabkan ajaran-ajaran mengandung nilai antara lain kreasi
(Sozo, hidup dan kehidupan, mengandung nilai optimis.
Aplikasi nilai-nilai ajaran-ajaran Shinto telah menjadkan masyarakat jepang
menjadi religius. Hadipranata (1994:89) menjelaskan bahwa materi bukanlah
nilai tertinggi dalam budaya Jepang. Ada nilai-nilai lain yang lebih berharga
dalam kehidupan mereka sebagai landasan untuk bekerja keras, hidup
8
bermasyarakat dengan saling mempercayai dan selalu berusaha melaksanakan
kewajiban agar meraka memperoh nilai-nilai surgawi-spiritual, keruhanian.
Kepuasan yang mereka miliki bukan diukur dengan materi. Keyakinan itulah
yang mendorong mereka untuk bekerja sama dan menghasilkan yang lebih baik.
2. Timur Tengah
a) Yahudi
Yahudi berasal dari nama seorang putra Ya’kub, yahuda, putra keempat dari 12
orang bersaudara. 12 orang inilahyang kelak menjadi nenek moyang bangsa
Yahudi,yang terdiri dari 12 suku bangsa.bagsa Yahudi dinamakan bangsa Israel.
agama Yahudi pada perinsipnya sama dengan agama nasrani dan agama Islam,
karena itu agama Yahudi disebut juga agama kitab (Samawi), yang berarti agama
yang mempunyai kitab suci dari nabi. Pemikiran-pemikiran filsafat timur tengah
muncul sekitar 1000-150 SM. Tanda-tanda yang tampak atas keberadaan
pemikiran filsafat itu ialah adanya penguraian tentang bentuk-bentuk menindasan
moral dari monoteisme, beredaraan, kebenaran dan bernilai tinggi. Selama dua
ribu tahun lalu doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran tentang etnis yang
angap penting dari kaum yahudi, yang dikembangkan oleh nabi Musa dan para
nabi Elyah. Pendidikan dimulai guna mengangkat martabat dan pengharapan
kemanusiaan pada masa depan (Smith,1986:4)
Kaum Yahudi sangat mementingkan pendidikan bagi generasinya. Pendidikan
merupakan hal yang pokok dan lebih utama ketimbang kekuatan militer. Rasa
cinta kepada anak-anak, Kepercayaan terhadap keadilan, kebenaran dan potensi
masyarakat beserta ganjaran-ganjaranya di surga, tentu bisa dicapai hanya dengan
pendidikan.
Menuurut Philo, Sedikit manusia yang dapat menguraikan tentang allah secara
positif, yaitu bahwa Dia itu Esa, tidak tersusun dari bagian-bagian. Dia
mempunyai kesempurnaan yang sangat tinggi keindahan asali, kebaikan yang
mutlak dan ke Maha Kuasa pada Allah ada aksi kerja( Hadiwijono,1990:64).
Berbeda dengan Philo, Parsi, dalam riwayat-riwayat (Hakam)-nya yang nantinya
dikenal dengan nama Talmut, mengatakan, bahwa Allah telah menyesal atas
9
bencana yang telah ditimpahkan terhadap kaum Yahudi Haikal dan perampasan
terhadapan terhadap anak-anak-Nya. ishmah (terhindar dari kesalahan)
merupakan ciri sifat Allah, namun suatu ketika dia murka terhadap bani Israil
karena terlalu menuruti perasaan mereka sendiri, sehingga Dia bersumpah untuk
menyingkirkanya Bani Israil dari kehidupanya yang abadi. namun, menurut
Talmud, setelah marah-Nya reda, Dia menyesal atas perbuatan-Nya. Maka Dia
pun membatalkan sumpah-Nya karena Dia mengetahui bahwa Dia telah
melakukan perbuatan melanggar keadilan bagi diri-Nya (Shalaby,1991:279-280).
Pengakuan kaum Yahudi, sebagaimana dirinya ini kaum Parsi tersebut,
menunjukkan kesamaan-kesamaan dengan keyakinan umat lain (Kristen dan
Islam), misalnya allah memang terlepas dari sifat bersalah dan kekhilafan.
Seandainya Allah memang benar menunda atau membatalkan ancaman-Nya
terhadap bani Israil, tentunya agama kristen tidak turun kemuka bumi, sebagai
koreksi terhadap agama yahudi tersebut. lagi pula tidak terdapat sumber yang
aktual bahwa allah telah menyesali atas perbuatan keji Bani Israil pada masa lalu
itu. Terdapat banyak ayat dlam kitab suci Al-Qur’an misalnya, bahwa Allah
memang mengutuk kaum Yahudi.
Lebih kurang 200 tahun SM, di Plestina telah tumbuh berbagai lembaga
pendidikan yang membahas dan mempelajari syaria dan hukum-hukum Torah
(Rifai,1987:80). Lembaga pendidikan itu muncul dalam rangka untuk
mengimbangi pengaruh ajaran filsafat dan kebudayaan kaum Yahudi, yang sudah
mengalami kemajuan dibidang pendidikan. terbukti banyak berdiri sekolah dasar
bagi para anak laki-laki di setiap desa dan program pendidikan khusu bagi wanita
dirumah. Program pendidikan mereka sudah bersifat universal. Tak heran jika
doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran-pengajaran etis telah meresapi
pikiran-pikiran kaum Yahudi.
b) Kriten
Pengikut agama Kristen pada waktu itu tidak ubahnya seperti pengikut agama
lain, yaitu dari golongan rakyat jelata. Setelah berkembang, pengikutnya pun
merambah ke kalangan atas, ahli pikir (Filosof) dan kemudian para pemikir. atas
pemajuanya, zaman ini disebut zaman patristik. Pater berarti bapa, yaitu para
10
bapa keraja. Zaman Patristik adalah zaman Rasul (pada abad pertama) sampai
abad ke delapan.
Pertumbuhan agama Kristen ini unik. Dari satu sekte Yahudi, agama ini telah
menjadi suatu agama dunia dan menjadi agama utama dibagian dunia sebelah
barat (Roham,1993:3). Perkembangan agama ini sangatlah pesat berkat
keberanian, ketabahan dan ketekuna para pengikutnya, meskipun mereka
mengalami berbagai macam rintangan baik dari orang-orang Yahudi, yang tidak
mau mempercayai agama mereka, maupun dari kerajaan romawi. Penyebab
agama kristen diluar orang-orang Yahudi mula-mula dilakukan oleh Paulus,
bekas pendeta Yahudi yang berbalik menjadi penyiar di Eropa.
Agama Kristen ini mempunyai kitab suci yang dikenal dengan janjian lama dan
perjanjian baru. perjanjian lama (Old testament) diperkirakan sudah ada sejak
abak 16-40 SM. Bangsa yang dipakai yaitu bangsa ibrani.kitab suci agama
kristen ini bernama Injil, yang diturunkan kepada Isa Al-Masih. Guna dijadikan
tuntunan bagi bani Israil.
Disamping perjanjian lama, umat Kristen juga mengakui dan/atau memakai kitab
suci yang disebut perjanjian baru(New testement). Adanya perjanjian baru ini
disebebkan oleh perubahan zaman, atau karena adanya perombaka-perombakan
yang dihasilkan oleh karangan orang banyak.
Agama kristen ini juga mempunyai ajran-ajaran. Pokok ajaranya adalah
mengajarkan konsep Tuhan dalam arti monoteisme murni. dasar kepercayaan
keagamaan yang dijadikan sumber ajaran-ajaran agama kristen ini kemudian
dikembangkan oleh Paulus mengenai pokok keyakinan yang harus diimani dan
dipengang, yang tesimpul dalam doktrin-doktrin, yang diajarkan Paulus dalam
lingkungan Jemaat-Jemaat dia asia kecil (Sou’yab, 1993:329).
Memang illmu pengetahuan sudah berkembang lama sekali . bahkan, sejak
400SM sudah ditemukan kebudayaan yang maju dan ada hubunganya dengan
ilmu pengetahuan. Yesus Kristus dikenal sebagai guru, ajatan-ajaran yang
diberikan sangat mempengaruhi ilmu pengetahuan, dan cara-cara mengajar
disekolahan seluruh dunia sampai sekarang. Ini berarti, bahwa ilmu pengetahuan
11
pada agama Kristus sudah ada sejak lama atau dulu dan sampai sekarang masih
dipakai oleh masyarakat, terutama yang beragana Kristen
Namun sebaliknya, orang-orang Yahudi juga berusah keras untuk melestarikan
kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat kuno walaupun mereka telah
mengalami kekalahan militer. Mereka telah kehilangan banyak penganut setelah
titus memusnahkan tempat sembahyang mereka,di jerussalem.
3. Romawi dan Yunani : Antromorfisme
Antromofisme metupakan sesuatu benda, paham yang menyamakan sifat-sifat yang
ada pada manusia (yang diciptakan). Misalnya tangan Tuhan disamakan dengan
Tangan manusia. paham ini muncul pada zaman Patristik dan skolastik, pada akhir
zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat yang dikuasa oleh kristiani.
Latar belakang biasanya identikkan dengan sejarah tentang suatu masalah yng akan
diteliti. Masalah sejarah sudah barang tentu adalah suatu peristiwa masa lampau yang
dipertanyakan dn sangat penting untuk dipecahkan, atau suatu yang mengandung
beberapa kemungkinan pemecahan dan jawabannya berdasarkan fakta-fakta masa
lampau. Dalam hai ini, uraian mengenai latar belakang suatu topik hanyalah garis
besarnya saja. Begitu pula latar sejarah itu secara kronologis hendaknya hanya
diseputar waktu terdekat dengan topik.[1]
Perkembanga filsafat dan kemajuan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik
sampai seantero. Pada masa ini juga uncul filosof-filosof yang membantu perkembangan
dunia pendidikan Selain di yunani, Antromorpisme juga bekembang diRomawi. Namun
demikian, sifat-sifat persamaan manusia dengan Tuhan dengan paham Antromorpisme
Yunani dan Romawi itu tidak sama dengan paham yang dianut eh aliran teologi dalam
islam semisal qadariyah.
Sejarah Romawi kuno bersumber pada legnda yang dkisakan dalam bentuk syair
karya seseorang pujangga besar Romawi Vergelius yang berjudul Aenied(Aeneis). Aenied
karya Vergelius seolah-olah merupakan sumbangan dari Illiat karya pujangga besar
Yunani Homeros. Jika illiat mengisahkan peperangan dan kejatuhan troa maka Aenied
menceritakan pertualangan Aeneis, salah eorang palawan Toya, ya bisa menyelamatkan
diri saat kota telah mnjadi puing-puing sesudah dibakar habis oleh orang
Yahudi(Rapar,1989:5-6).
[1]
Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-
ruzz Media, 2007), hal 41
12
Ketika Romawi telah tumbuh menjadi negara besar dan telah cukup kuat dan
tangguh, di susunlah suatu rencana besar untuk mewujudkan cita-cita menjdi penguasa
dikawasan laut tengah. Repoblik Roawi tumbuh begitu pesat menjadi suata negara
adikuas lewat rangkaian peperangan terus menerus selama lebih kurang lima ratus tahun.
Pada abad 22M, kekaisaran Romawi barat berada di puncak kejayaan. Namun, pada ke-4,
kekaisaran romawi sudah begitu merosot, bahkan telah berada diambenag pintu
kehancuran.
Bagi orang Romawi, kemanusiaan telah membuat kemajuan besar dlam bidang-
bidang eis sosial dan kultural. Pada pendidikan lama Romawi, anak laki-laki maupun
perempuan didik dirumah hingga umur tujuh tahun,untuk membiasakan yang baik dalam
hal pembicaraan dan perbuatan. Setelah bertambah umur, maka diajarkan berburu,
berlari, melompat, bergumul, melempar ba dan tombak, berkuda, menunggang kuda, dan
jua berenang. Saat itu, pendidikan yang penting bagi anak Romawi adalah yang berguna,
yang menguntungkan negara, menjaga agama dan kesusilaan. Kegiatan pendidikan itu
berlangsung di rumah masing-masing dan yang menjadi pendidik adalah orang tua
mereka sendiri. Pendidikan tidak menjadi tugas negara, yang dipentingkan adalah jasmani
dan kesusilaan. Atujuanya adalah untuk membentuk manusia yang selalu siap sedia
berkorban membela untuk kepentingan tanah airnya, membentuk warga negara menjadi
tentara.
Adapun tokoh-tokoh romawi yang termashur adalah Cicero dan Quintiliyanus. Selain
ahli pidato keduanya juga banyak memberikan banyak pemikiran kepada pendidikan dan
filsafat gagasan dan pemikiran Cicero tentang pendidikan banyak sekali, dan salah
satunya dijadikan seebagai contoh untuk mengajarkan pemakaian bahasa seecara efektif
dan filsafat oleh para cendekiawan seluruh Eropa. Dia jugalah yang telah memberikan
dorongan yang hebat untuk mempeelajari tulisan-tulisan Yunani dan Romawi kuno
terhadap unsur-unsur kebudayaan Renaisance. Menjawab, memecahkan, atau
menerangkan masalah yang telah diidentifikasikan itu, atau untuk merumuskan hipotesis.
Penyusunan landasan teori pada umumnya dapat berbentuk uraian kualifikasi, model
matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang
diteliti. Dalam penelitian sejarah, teori yang digunakan biasaya disusun sesuai dengan
pendekatan apa dan bidang sjarah mana yang diteliti. Bila yang diteliti adalah mengenai
13
sejarah soial, maka teori-teori yang relevan akan lebih tepat diambil dari sosiologi. Begitu
pula bidang sejarah yang lain seperti agama, kebudayaan, ekonomi, dan politik.
Menurut Mely G. Tan (dalam Koentjaraningrt, 1989: 19), teori-teori itu pada
dasarnya merupakan “pertanyaan mengenai sebab-akibat atau mengenai adanya suatu
hubungan positif antara gejala yang diteliti dan faktor-faktor tertentu dalam masyarakat”.
Salah satu contoh dikemukakan oleh G. Tan mengenai kegiatan ekonomis. Teori terkenal
dari Max Weber, yang menyatakan adanya hubungan positif antara agama protestan adan
bangkitnya kapitalisme, dapat dipergunakan sebagai landasan penyusunan kerangka
pemikiran atas persoalan ekonomi tersebut. Berdasarkan teori Webber banyak sekal
hipotesis yang dapat diperoleh, yakni dengan meluaskan konsep agama protestan dengan
agama-agama lain, termasuk islam, atau sistem nilai budaya pada umumnya, dan juga
meluaskan konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomis umumnya. Didalam sejarah
Islam di Indonesia khususnya, penelitian berdasarakan teori ini sangatlah mungkin
dilakukan. Misalnya, tentang pertumbuhan dan dinamika kelas menengah muslim di
Jawa, atau hubungan antara agama Islam dan kegiatan-kegiatan entrepreneur di suatu
daerah di Sumatra, dan sebagainya.
Penyusunan teori dapat juga dilakukan dengan penjelasan atas konsep-konsep
constructs. Dalam penelitian sejarah dan filosof yunani (Greek). Dari sinilah awal
munculnya filsafat. Dlam perkembangan selanjutnya, karena banyak para filosof ang
banyak mencurahkan pikirannya mengenai dunia spiritualisme (Bakry, 1992:56).
Spiritualisme meruapakan suatu aliaran filsafat yang mementingkan keruhanian,
lawan dari materialisme (Poerwadarminta, 1984:963). Karena itu, spiritualisme
mendasari yang ada di alam ini terdiri dari ruh, sukma, jiwa yang tidak berbentuk dan
tidak menempati ruangan. Jiwa mempunyai kekuatan dan dapat melakukan tanggapan
(voorsteling) atau sesuatu yang bukan berasal dari tangkapan panca indera, yang datang
secara tiba-tiba berbentuk gambaran. Dengan kata lain, jiwa adalah alat untuk menerima
sesuatu yang bersifat non-materi yang tidak bercampur dengan tangkapan-tangkapan
panca indera lahiriah. Jiwa ini menangkap angan-angan yang murni dan alami pada
lapangan metafisis (Suryadiputra, 1994:105). Maka dari itu, yang hendak dicapai oleh
jiwa adalah menentukan sesuatu yang nyata dengan melalui alam metafisis yang
keberadaannya di luar jangkauan rasio yang bersifat material.
14
Namun demikian, ternyata ada bebapa fiosofi yang merasa kurang puas dengan aliran
spiritualisme. Mereka merasa kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap
tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Maka,lahirlah aliran materialisme. Diantara
tokohnya adalah Leukipos dan Demokristus(460-370SM), yang menyakan bahwa semua
kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahir pula aliran
Rasionalisme Rene descartes, menyatakan bawa pusat segala sesuatu terletak pada dunia
rasio, sementara yang lai alah objeknya. Demikianlah rankaian reaksi filosof terhadap
aliran Spiritualisme. Sebenarnya reaksi ini tidak saja bergulir di Yunani, tetapi di dunia
Barat dan Eropa.
a. Idealisme
Tokoh aliran Idealisme adalah Plato (427-374). Ia adalah murid Socrates (Ali,
1996:23). Aliran idealisme merupakan suatu aliran filsafah yang mengagungkan jiwa.
Menurut aliran ini, cita adalah gambaran asli yang bersifat rohani dan jiwa terletak
diantara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera (Suryadiputra, 1994:133). Dari pertemuan jiwa dan cita, lahirlah suatu angan-
angan, yaitu dunia ideal. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya
idea. Idea selalu tetap, tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami
gerak yang tidak dikategorikan idea (Poedjawijatna, 1987:23). Keberadaan idea tidak
tampak dalam wujud lahiriah, dan gambaran aslinya hanya dapat dipotert oleh jiwa
murni. Menurut pandangan idealisme, alam adalah gambaran dari dunia idea
disebabkan posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah
hakikat murni dan asli dan dimana keberadaannya sangat absolut dan
kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material (Ali, 1986: 29).
Pada kenyataanya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk, sedangkan
jiwa bertempat di dunia yang bertubuh (ideal).
Kadang dunia idea adalah pekerjaan ruhani berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita dalam lapangan metafisis. Menurut Berguson, ruh merupakan
sasaran untuk mewujudkan seseatu fisi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi,
dengan melihat kenyataan bukan sebagi materi yang beku maupun dunia luar yang
tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978: 36).
15
Aliran idealisme sangat identik dengan alam dan lingkungan, karena itu aliran ini
melahirkan dunia macam realita. Pertama, yang tampak, yaitu apa yang dialami oleh
kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini ada yang datang dan pergi, ada yang
hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya. Kedua, realitas sejati, yang merupakan
sifat yang kekal dan sempurna (idea). Gagasan dan pikiran yang utuh didalamnya
memiliki nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian
kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki (Ibid, 1978: 61).
Prinsip aliran idealisme mendasari semua yang ada dan nyata dialam ini hanya
ideal, disebabkan dunia merupakan lapangan ruhani dan pembentuknya tidak sama
dengan alam nyata sebagaiman yang tampak dan yang tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah
arche, tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan tuhan. Arche
sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami perubahan.
Ini yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingakan dengan materi bagi kehidupan
manusia. Ruh merupakan gakikat yang sebernarnya, sementara benda atau materi
disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma. Aliran idealisme berusaha
menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metfisis yang baru berupa
gerakan-gerakan ruhaniah, dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat
yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi
individu dengan individu lainnya sehingga terbentuklah kebudayaan dan peradaban
baru (Bakry, 1992: 56).
Dengan demikian, apabila kita menganalisis berbagai macam pendapat tentant isi
aliran idealisme yang pada dasarnya membicarakan alam pikiran ruh yang berupa
angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, maka kita akan mengetahui bahwa sumber
pengetahuan terletak pada kenyataan ruh sehingga kepuasan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai keruhanian yang dalam idealisme disebut
dengan idea.
Memang para filosof idealisme memulai sistemetika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali,
16
1991: 63), karena itu ruhani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksaan paham
ini. Dengan kata lain, alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Berbagai macam
pandangan para filosofi idealisme yang mengemukakan hakikat alam yang
sebenarnya adalah idea, yang digali dari pemikiran murni yang sangat sederhana yaitu
melalui pengamatan di luar benda yang nyata, pada dasarnya adalah untuk mengenal
alam raya itu sendiri. Dari sini didapatkan, bahwa dunia itu terbagi menjadi dua, yaitu
dunia nyata dan tidak nyata, atau dunia kelihatan (Boraton Genas) dan dunia yang
tidak kelihatan (Kosmos Neotos). Bagian inilah yang menjadi sasaran studi bagi
aliran filsafat idealisme (Van der wij, 1988:19).
b. Materialisme
Aliran Materialisme merupakan aliran kfilsafat yang berisikan tentang ajaran
kebendaan. menurut aliran ini, benda merupakan sumberb segalanya
(Poerwadarminta,1984:683). Aliran ini berpikir sederhana, bahwa segala sesuatu yang
ada dialam ini dapat dilihat atau di observasi, baik wujudnya, gerakanya, maupunya
peristiwa-peristiwanya.
Berdasarkan resepsi itu maka realitas semesta ini pastilah sebagaimana yang
tampak dihadapan kita. semuanya adalah materi, serbaset , serbabeda. Manusia
merupakan makhluk ilmiah yang tidak memiliki perbedaan dengan alam semesta,
karena itu tingkah laku manusia pada prosesya sejalan dengan sifat dan gerakan
peristiwa alamiah; menjadi bagian hukum alam.
Fokus aliran materialisme adalah benda, dan segala kyang berawal dari benda.
Karena itu yang nyata hanya dunia materi. Segala kenyataan yang didasarkan pada zat
atau unsur dan jiwa, ruh, sukma (idealisme), oleh aliran materialisme dianggap
materi. Meskipun mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat meteri, jiwa, ruh, dan
sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak sendiri, yang mempunyai gerakan yang
terbatas sehingga tidak bebas atau kaku.
Tokoh-tokohh aliran Metarialisme diantaranya adalah Leo Kipos dan Demokripus
(460-370SM). Mereka berpendapat bahwa kejaian seluruh alam terjadi karena atom
kecil, yang mempunyai ,bentuk dan bertubuh. Jiwa-pun dari atom kecil yang
mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak(Suryadipura,
1994:130). Atom-atoom tersebut membentuk satu kesatuan yang dikuasai oleh
17
hukum-hukum fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat
membentuk manusia, dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melebihi
kemungkinan kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, atom tidak pernah
melampaui ;potensi-potensi jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama.
Demikian juga dengan keberakhiran atau kematian, disebebkan karena hancurnya
struktur atom-atom, peleburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau
alam lainya.
Menurut Karl Marx, kenyataan ang ada adalah dunia materi. Ide dan teori tumbuh
dari kehidupan nyata masyarakat. Hal ini disebebkan karena adanya daya dorong atau
daya mareti atau benda yang mendorong manusia untuk berbuat dan bertindak (
Hadijono,1986:121). Dalan hal ini, apapun yang dibicarakan oleh masyarakat,
mengenai rapat ekkonomi apabila dihubungkan dengan filsafat manusia, intinya
tidaak lain membicarakan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh benda atau
materi.
Pada bagian ini, bila materi dihubungkan dengan sejarah, berasama-sama dengan
alamnya, yang digambarkan oleh kehidupan masyarakat, yang dihubungkan individu
dengan individu, maka melahirkan kebutuhan dan akan memberikan daya hidup yang
disebebkan oleh materi dan kecenderungan untuk memilikinya. Hal ini disebut
Thomas Hobbes dengan materialismus monistis, hiburan sangat mengagung-
agungkan kebedaan (Suryadipura, 1994:130). Bahkan, lanjutanya, perasaan dan
pikiran adalah materi dan gerakanya pun adalah gerak materi. Sementara apa yang
dikatakan dengan bendawi adalah segala yang mempunyai ketergantungan yang ada
ikeharusan yang disebabkan oleh faktor materi dan bendawi yang mengelilinginya.
Manusia pun hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang
disebebkan oleh mekanis atmosfir dan itu merupakan lambang kehidupan manusia
dan alam mengerakkan tubuhnya. Disisi lain, Thomas Hobbes meninjau dunia akal.
Menurutnya, akal merupakan hasil perkembangan yang disebebkan adanya usaha
manusia yang bukan pembewaa, melainkan ada oleh karena berinteraksi dengan
alamnya(Hadi1991:33).
Pada kenyataanya, isi pemikiran Hobbes banyak diilhami oleh proses alam.
Karena filsafat ini banyak dihubungkan dengan kejadian-kejadian dan proses interaksi
18
manusia dengan alam, dimana prosesnya disebebkan oleh adanya pergeseran dan
perubahan atom, antara dimensi atom alam dengan atom manusia. keterpaduan
keduanya disebebkan karna manusia dan alam mempunyai dasar yang sama, yaitu
sama-sama terbentuk sekumpulan atom-atom.
Selanjutnya adalah filosof Julien Offray (Prancis:1709-1751). Menurut, alam dan
manusia merupakan mesin; manusia disebut mesin otomatis karena mempunyai
gerakan yang didorong oleh materi. Karena, menurutnya, jiwa tanpa badan tidak
mugkin ada, sedangkan badan tanpa jiwa masih dapat bergerak dan bertindak
(Ahmadi,1995:116). Demikian juga Herbert Spencer (1820-1903), yang mengatakan
bahwa manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan berkembang karena
adanya proses evolusi yang disebebkan oleh atom materi, sedangkan materi itu
berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang mengakibatkan adanya bentuk
baru.
Dengan merinci pendapat-pendapat dan pemikiran dari filosof-filosof aliran
materialisme diatas, dapatlah diambil pengertian bahwa adanya alam dan
strukturkehidupan disebabkan adanya kesatuan-kesatuan meteri yang terdiri dari
atom-atom. Gerakan atom-atom itu merupakan gerakan yeng teratur ;secara berkala
meurut hukum alam. Di satu sis, pendapat aliran ini sangat bnerlebihan, karena ia
membicarakan jiwa, sukma, dan ruh yang merupakan materi dan proses terjadinya
tidak berbeda dengan materi.
c. Rasionalisme
Berbagai ahli pikir telah berusaha menyajikan sebuah gambaran mengenai
pengetahuan manusia. Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu terletak
pada akal. Sedangkan kesadaran terbentuk dalam wadahh-wadah penegetahuan, yaitu
ide-ide. Penganut aliran ini yakin kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita,
bukanya di dalam diri sesuatu. Pengetahuan tersebut menjadi suatu hal yang hidup
karena mereka terus menerus menumpuhkan pemikiran mereka untuk mencari atau
menemukan hakikat di balik hakikat (Peursen, 1987:58). Dan untuk mencari atau
menemukan hakikat di balik hakekat tersebut, aliran ini menentukan satu alat tunggal
yang bisa digunakan untuk menganalisis dan membaca sesuatu yakni akal . sementara
19
pengalaman (Eksperimen),bagi aliran ini, merupakan perangsang bagi pemikiran
untuk menentukan kebenaran dalam menganalisis suatu objek.
Aliran rasionalisme ini lahir karena adanya usaha untuk membebaskan diri dari
bentuk pemikiran yang tradisional(Scolastis) yang tidak pernah mampu menangani
dan menemukan hasil terhadap ilmu pengetahuan.hal ini disebabkan aliran Scolatif
lebih banyak mengadakan praduga yang berisi angan-angan semata-mata.
Demikian halnya dengan Spinoza ( 1632-1677). Ia berpendapat bahwa akal
adalah tumpuan dari segala sesuatu , tidak ada pengetahuan yang terlepas dari akal,
bahwa Tuhan pun menjadi sasaran akal dengan interprestasi religius. Dengan catatan,
akal merupakan jalur utama dalam menghadapi substansi-substansi yang ada
(Mamersma,1986 ;11).
Memang akal merupakan karunia tuhan yang tettinggi.Akal lah yang
membedakan manusia dengan mahluk lainnya demikian derajat manusia, ditentukan
oleh akal.Dan sebagai mahluk hidup, manusia dilengkapi dengan empat hidayah
tuhan yang saling berhubungan satu sama lain.Pertama ,hidayah indrawi , kdeua ,
hidayat naluri, merupakan suatu kehendak untuk mengerakkan manusia sehingga
menimbulkan rangsangan yang akan diterima oleh indera.ketiga, hidayat aqliyah,
kyang biasa disebut rasio atau respont yang masuk dengan perantara naluri dan indra.
keempat hidayat agama, yaitu bimbingan agama untuk meluruskan pekerjaan akal
dengan memproses bahan-bahan yang masuk.
Keempat komponenn tersebut dapat dikategorikan sebagai hasil pengetahuan,
yang pada prinsipnya bekerja sama antara yang satu dengan yang lain; akal tidak bisa
sama sekali tanpa adanya indra dan akal pun tidak berfungsi jika jiwa seseoramg
menjadi rusak (Jalaludin dan Said,1994:160).[3]
C. Filsafat Pendidikan
1. Pengertian Filsafat Secara Umum
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan
jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris;
“philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
[1] [2]
Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz
Media, 2007), hal 64
20
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan
yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi
yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga
dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi
bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah
pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan
pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang
dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang
berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles
berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang
terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang
Dengan demikian dapat ditarik suatu pengertian bahwa filsafat adalah cinta kepada
ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang
yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli
hikmah dan bijaksana.
Orang yang ahli dalam berfilsafat disebut philosopher (Inggris), dan orang arab
menyebutnya Failasuf, kemudian dalam bahasa Indonesia manjadi filosof. Pemikiran
secara filsafat sering diistilakan dengan pemikiran filosofis.
Dalam pengertian yang lebih luas Harol Titus, mengemukakan pengertian filsafat
sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara kritis.
2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep.
21
5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9).
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh
dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga
suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahhuan itu sendiri.
Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsure
yang mengarahkan perhatian dan kedalam mengenai kebajikan dimungkinkan untuk
dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti,
dan teratursesuai hokum-hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994:11-12). Karena itu,
menurut Harun nasution, filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak
terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai
dasar-dasar persoalan (Nasution, 1973:24)
Brpikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri adalah sebagai karakteristik
dan berpikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara
berfikir merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk
suatu permasalahan yang mendalam. Begitupun berpikir secara spekulatif termasuk
dalam rangkaian berpikir filsafat. Maksud berpikir spekulatif disini adalah berpikir
dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan
adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk
mengerti hakkat sesuatu (Muhammad Nur Syam, 1986:25).
Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang
bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yag dihasilkan juga tak terhindarkan dari
kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung dari pandangan filosofis
yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang
agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah
kebenaran yang bersifat hakiki, sehingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan
pandangan hidup manusia.
Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat, maka kebenaran
yang dihasilkannya didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal menurut nalar
manusia. Namun karena nalar manusia bersifat terbatas, maka kebenaran yang
didapatpun bersifat relatife. Dalam kaitan itu Muhammad Noor Syam, menjelaskan
22
bahwa filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat
luas. Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia,
filsafat mencoba mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkkan semua persoalan-
persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki
namun masih relatif dan subyektif. Kedua sifat ini tak mungkin dapat dihindarkan karena
adanya sifat-sifat alamiah (kodrat) pada subyek yang melakukan aktivitas filsafat itu
sendiri, yaitu manusia sebagai subyek selalu dalam proses perkembangan baik jasmani
dan rohani terutama pada subyek yang selalu cenderung memiliki watak subyektivitas,
akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang subyektivitas pula. Faktor-faktor inilah
yang melahirkan aliran-aliran filsafat dan perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya kebenaran
itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan
peradaban manusia. Bagaimanapun penilaian tentang sesuatu kebenaran yang dianggap
benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh
suatu masyarakat atau bangsa lain, belumlah tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran
oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun waktu yang sama. Sebaliknya
sesuatu yang dianggap benar oleh sesuatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam suatu
zaman, akan berbeda pada zaman bertikutnya. Maka wajar jika pengertian filsafat itu
selalu mangalami perubahan.[2]
Plato (427 – 347), Filsuf Yunani yang merupakan murid langsung dari Socrates
mengemukakan bahwa Filsafat adalah “Pengetahuan tentang segala yang ada” menurut
Plato filsafat berkenaan dengan upaya penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak
melalui dialektika.
Aristoteles (384 – 322) berpendapat bahwa “filsafat itu menyelidiki sebab dan prinsip
segala sesuatu. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang
didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika. Logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika. Aristoteles memandang filsafat sebagai totalitas pengetahuan manusia.
Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy untuk melengkapi
pengertian kita tentang "filsafat":
1. Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2. Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
23
3. Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
4. Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5. Filsafat harus bersifat komprehensif.
Kemudian Windelband, seperti dikutip Hatta dalam pendahuluan Alam Pikiran
Yunani, "Filsafat sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu
keadaan atau hal yang nyata." Demikian kata Magnis, "Filsafat sebagai usaha tertib,
metodis, yang dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang
sebetulnya diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, yang
tidak hanya mau menelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh
pihak-pihak lain.
Secara etimologis, pengertian filsafat seperti diuraikan Brubache adalah sebagai
berikut:
“Phylosophy was, as its etymology from the Greek words filos and sofia, suggest, love
of wisdom or learning. More over its wa love of learning in generals, it sub-sumed under
one heading what today we call science as well as we now call philosophy. It is for this
reason that philosophy is often referred to to as the mother as well as the queen of the
science (5:20). (Filsafat berasal dari perkataan Yunani; filos dan sofia yang berarti cinta
kebijaksanaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu diartikan cinta belajar pada
umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu hanya ada di dalam apa yang disebut
filsafat. Untuk alas an itulah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ratu
pengetahuan”).
Theodore Brameld (dalam Mohammad Nor Syam(1983:20):
“ filsafat sebagai aktivitas piker-murni (reflecktive-thinking), atau kegiatan akan manusia
dalam usaha untuk menerima secara mendalam sebagai sesuatu”.
Berfilsafat merupakan daya dan tingkat berpikir manusia yang tertinggi dalam
memahami kesemestaan. Brameld menegaskan filsafat sebagai produk kegiatan berpikir
murni ini merupakan wujud dari “ilmu”, sebagai hasil pemikiran dan berfilsafat itu
sendiri. Filsafat dalam konteks ini adalah sebagai suatu bentuk perbendaharaan yang
terorganisir, memiliki sistematika tertentu sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai
suatu “ideologi”.
Menurut batasan modern, filsafat diartikan antar lain sebagai illmu yang berusaha
untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup hidup
pengalaman manusia. Tersirat di dalam yang tersurat., diharapkan manusia dapat
[2]
Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz
Media, 2007), hal 15
24
mengerti dan memiliki pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta
dan tempat manusia di dalamnya. Pengertian “di dalamnya” dalam hal ini menunjuk
bahwa manusia itu merupakan keseluruhan dari dunia. Oleh karena semestinya manusia
tentu mempunyai caranya berada (Imam Bernadib, 1992:11). Pandangan yang
menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia itu adalah
pengetahuan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri, dan yang
dapat menemukan saling hubungan dan pertalian (implication) dari semua unsure yang
dipertinggi. Dalamhubungan ini terdapat perhatian dan kedalaman dalam kebijakan.
Sesuai dengan makna filsafat seperti telaah disinggung di depan, berfilsafat adalah
berfikir, dan malahan sampai kepada berspekulasi. Berfilsafat berarti menghendaki olah
piker yang sadar, artinya teliri dan teratur. Hal ini berarti bahwa manusia menugaskan
pikirannya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hokum-hukum yang ada, berusaha
menyerap semua yang berada di alam, baik yang berasal dari dirinya maupun dari luar
dirinya. Diantar unsure-unsur yang diketemukan diperiksa adanya kesamaan dan
perbedaan, ditinjau dari keseluruhan, tidak sepotong-potong. Hal ini berarti bahwa
berspekulasi adalah suatu tingkatan berpikir filosofis yang lebih mendalam.
Pendekatan lain yang dikemukakan oleh Bruner dalam Burns (dalam M.Nor Syam
(1983:22), dalam buku “Problems in Education and Philosophy”, antara lain ditulis
sebagai beriku:
“To ask what is philosophy? ”is usually to ask “ What is the subject matter of
philosophy?”. In one sense the sense of considering what philosopher have or used as
their subject matter-the answer to that question must be anythink, ..” (3:7). Bertanya
tentang apakh filsafat itu biasanya sama dengan menanyakan apakh materi atau objek
itu? Dalam satu pengetian-pengaturan apakah yang di ambil atau digunakan oleh ahli
filsafat itu sebagai sumber materi jawaban atas pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu,
segala sesuatu,….”
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dapat dibedakan menjadi dua yaitu (a)
objek formal dan (b) objek material. Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala
sesuatu untuk mengerti hakikat sedalam-dalamnya atau mengerti objek material secara
hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of
everythink). Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,
baik material konkrit (fisik), maupun yang non-materia abstrak (psikis). Termasuk juga
25
pengertian abstrak logis, konseptual, nilai-nilai. Oleh karena itu maka objek material
filsafat tak terbatas, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
Mengingat bahwa filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan itu semestinya
mempunyai objek material dan objek formal. Hanya objek material ilmu pengetahuan
amat terbata, tertentu maka dapat dengan mudah pula dibedakan ilmu satu dengan ilmu
lain.
Bertolak dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa objek materi suatu ilmu
dapat saja sama. Sebab objek forma ialah sudut pandangan, tujuan penyelidikan. Jadi
pada dasarnya untuk mengenal esensi ilmu, bukanlah pada objek materialnya, melainkan
pada objek formalnya (yang bersangkutan). Dengan demikian mempelajari filsafat
pendidikan artinya mengerti skope filsafat secara sederhana.
Sulit ditemukan kesepakatn para ahli mengenai makna dan hakikat filsafat, namun
paling tidak dapat ditemukan pemahaman umum, bahwa aktivitas filsafat selalu ditandai
dengan adanya upaya berpikir kritis, sungguh-sungguh, berhati-hati melalui system dan
tata cara tersendiri dalam mencari dan memahami berbagai realitas dengan sedalam-
dalamnya dan menyeluruh menuju suatu kesimpulan yang baik dan komperhensif.
Pendeknya, berpikir filsafat merupakan upaya berpikir sistematis dan radikal tentang
segala realitas yang ada dan atau diduga ada untuk menemukan kebenaran yang
sesungguhnya. Semakin komperhensif analisis yang dilakukan tentang suatu perkara
dalam realitas, maka semakin baik dan jernih pulalah kesimpulan atau keputusan yang
diperoleh yang secara niscaya akan berdampak pula pada nilai kebenaran yang akan
diraih dalam kativitasnya.
Aktivitas filsafat yang selalu ditandai dengan adanya proses tindakan akal budi
manusia yag sungguh-sungguh dan terarah melalui system berpikir logis dan sistematis
yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menemukan kebenaran. Ini berarti bahwa
aksentuasi filsafat berada pada wilayah proses pencarian kebenaran. Produk filsafat
tergantung pada eksistensi aktivitas akal budi manusia dalam upaya mencari kebenaran.
Sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran filsafat mestilah dibedakan
dengan filsafat itu sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah pemikiran dan bukan pula ajaran, tetapi
lebih pada aktivitas berpikir secara sistematis menurut alur berfikir filsafat menuju
26
terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan murni tentang suatu
realitas. Dan karenanya pula, maka aktivitas filsafat banyak bergerak pada wilayah
proses tempuh seseorang dalam memperoleh kebenaran dan bukan pada penekanan
ajaran, dogma atau pemikiran. Disinilah kemudian filsafat lebih terkonsentrasi pada
wilayah metodologi atau proses pelahiran suatu kebenaran.
Beradasarkan urain diatas dapat diambil kesimpulan filsafat adalah suatu proses
berpikir logis, kritis, dan sistematis tentang segala realitas yang ada dan yang mungkin
ada yang akan menjadi sikap dan keyakinan yang sangat dijunjung tinggi oleh
subjeknya. Filsafat adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
pemahaman dan gambaran makna yang jelas dan benar tentang sesuatu dalam
keseluruhan hakikatnya. Filsafat adalah analisis yag diarahkan untuk mencari makna
kata dankalimat dalam suatu pemikiran, sehingga ditemukan apa yang dikehendaki oleh
pemikirnya. Filsafat adalah upaya mencari jawaban atas berbagai problematika yang
menjadi perhatian khusus manusia dalam kehidupannya.
2. Ruang Lingkup Filsafat
Berdasarkan objek kajiannya, kajian filsafat biasanya dibagi ke dalam tiga bidang
permasalahan: metafisika, epistemology, dam askiologi, sehingga setiap masalah filsafat
selalu masuk ke dalam salah satu bidang kajian ini.
a. Metafisika
Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah
istilah filsafat itu diidentikan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin
filsafat secara utuh, tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari
keseluruhan bagian-bagian disiplinnya.
Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang
berkenaan dengan hakikat realitas. Konsentrasi filsafat disini lebih diarahkan untuk
menelaah dan atau mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tentang hakikat yang ada
dan dianggap ada. Jika fisika membicarakan segala sesuatu yang dapat disentuh oleh
pancaindra yang kebenarannya ditemukan oleh unsure pengamatan dimana
pengukurandan pengujiannya secara empiris, maka metafisika membincangkan sesuatu
27
yang tidak terjangkau olehnya. Metafisika terfokus telaahannya pada bidang esensi
sesuatu, apakah sesuatu benar-benar ada? Dan apa hakikat sesuatu itu?
Sekilas pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat sederhana, tetapi yang diinginkan oleh
metafisikawan bukanlah sederhana yang dipikirkan oleh fisikawan. Kaum fisikawan jika
dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang realitas suatu bangunan umpamanya,
maka mereka pun akan menjawab bahwa itu tidak lain adalah susunan molekul-molekul
yang eksistensinya terdiri dari atom-atom, dalam atom terdapat pula electron, proton,
neutron dan lain sebagainya. Sedangkan jika pertanyaan yang sama dihadapkan pada
kelompok metafisikawan, maka mereka tidak melihat bangunan itu dari susunan material
yang membentuk dirinya, tetapi mereka akan menjawab persoalan itu dari sudut esensi
yang menjadi karakter dan atau sifat pokoknya yang lebih mendalam dan melekat dari
suatu bangunan itu.
Contoh ini mengilustrasikan bahwa istilah metafisika ini dipakai untuk mengungkapkan
masalah-masalah teoritis-intelektual filsafat dalam maknanya yang umum. Identitasnya
menyangkut pandangan tentang realitas yang melampaui dunia riil. Oleh karena itu, yang
termasuk bidang ini adalah kajian-kajian yang menyangkut persoalan kosmologis seperti
pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dunia, proses, dan perkembangan alam
semesta, pembicaraan seputar ketuhanan, seperti apakah Tuhan itu ada, kekuasaan dan
keadilah Tuhan, bagaimana proses piker tentang adanya Tuhan, bagaimana makhluk bisa
berhubungan dengan Tuhan dan lain-lainya.
Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah
pada bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan
anatar riil dan yang ilusi, antara ppengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi
dan empiris sebagai apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan
hal yang esensi yang berada di ballik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah
bagaimana melihat sesuatu realitas secara paripurna.
b. Epistemologi
Dalam bidang epistemology, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan
problem pengetahuan, apa pengetahuan itu? Apa sumber dan bagaimana prosedur
memperolehnya? Apa gunanya? Bagaimana nilainya? Bagaimana membentuk
28
pengetahuan yang valid? Apa kebenaran itu? Dan lain-lain. Epistemologi terkonsentrasi
untuk membicarakan persoalan yang berkenaan dengan hakikat dan struktur pengetahuan.
Secara akademis, epistemology merupkan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar
ilmu pengetahuan yang meliputi: (1) Hakkat ilmu;(2) Jenis ilmu pengetahuan yang
mungkin dapat diraih manusia;(3) Sumber ilmu pengetahuan itu;(4) Batas-batas ilmu
pengetahuan manusia.
Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu
keputusan itu dpaat dikatan benar. Kebenaran yang diambil atas dasar common sense atau
mungkin atas dasar pandangan dan atau pendapat ahli saja tidak dapat menjamin
seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan seseorang ingin
melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan bimbang
atas apa yang diketahuinya. Sehingga dapat diambil sebuah kesepakatan bahwa kajian-
kajian epistemology adalah kajian filsafat tentang ilmu pengetahuan dan segala hal yang
terkait dengannya.
c. Aksiologi
Dalam bidang aksiologi , pemikiran filsafat diarahkan pada persoalan nilai baik
dalam konteks estetika,, moral maupun agama. Yang menjadi pertanyaan dalam wilayah
ini terkait pada hakikat nilai, apakah ia absolu atau relative, bagaimana menentukan niai,
apakah sumber nilai itu, dan lain sebagainya. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah
mara bagi keseluruhan aktivitas filsafat dalam bidang metafisika maupun epistemology
ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung
nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat tidak akan terwujud jika
aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan menegasikan
wilayah aksiologi.
Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaah isi
diarahkan untuk mencari pemecahan masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas
yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya
memberikan jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, criteria,
validitas, sumber-sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam
hal inni telaah filsafat berada dalam wilayah kajian epistemologi.
29
Problem lain yang juga masuk dalam lapangan epistemology ini adalah logika.
Logika adalah suatu disiplin dalam kajian filsafat yang mengajarkan tentang tata
hubungan antar gagasan dan ide yang dimiliki seseorang menuju pembentukan suatu
kesimpulan, pemahaman, dan keyakinan mendalam terhadap segala realitas. Dengan
logika seseorang akan memiliki pemahaman yang tegas dan jelas tentang bagaimana
membangun sebuah pemikiran yang logis, baik dalam struktur maupun dalam materi.
Sedemikian rpa sehingga dengan logika, seseorang dapat menyusun dan atau menata
idenya dengan struktur kalimat yang logis dan sistematis yang adalah juga sebagai
lambang utama dalam karakteristik filsafat.
Sedangkan jika yang menjadi fokus telaahannya penyangkut problem nikai dan
atau mencari nilai-nilai yang diperlukan dan dikehendaki manusia sebagai dasar pijakan
dan pegangan dalam hidup dan kehidupannya, maka kajiannya berada ke dalam lingkup
aksiologi. Untuk yang terakhir ini, diskursus penting disni adalah hal-hal yang berkenaan
dengan problem nilai kebenaran, nilai, kebaikan, dan nilai keindahan.
Mengingat bahwa universalitas filsafat itu memiliki hubungan erat dengan
berbagai bentuk problem hidup dan kehidupan manusia yang tampak dalam berbagai
dunia pengalaman dan wawasan yang meniscayakan munculnya berbagai jawaban atas
berbagai realita dan varian yang bergelayut di dalamnya, maka dalam tata cara dan
sistemnya, penyelesain filsafat pun tergantung pada problemnya. Jika problem berkenaan
dengan pencarian konseptual yang sifatnya universal, maka pendekatan filsafat yang
berhubungan dengan tata kehidupan dan perilaku manusia. Berdasarkan perwilayahn
objek filsafat ini, maka dalam tata kerja piker filsafat dapat pula dibagi kepada dua
bagian, yaitu filsafat teritis dan filsafat praktis.
Filsafat teoritis adalah pendekatan filsafat yang ditujukan untuk persoalan-
persoalan yang umum, baik tentang hakikat maupun pengetahuan. Hal ini dapat dilihat
umpamanya dalam bidang ontology, kosmogoni, kosmologi, antropologi, epistemology,
logika, teologi, filsafat agama, dan lain sebagainya. Yang praktis adalah pendekatan
filsafat yang ditujukan untuk menemukan kewajiban-kewajiban, kebutuhan-kebutuhan,
dan keinginan-keinginan humanitas. Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya, etika,
sosiologi, filsafat sejarah, estetika, psikologi, psikologi agama, filsafat politik, dan lain
sebagaimya.
30
Kecuali itu, apabila dilihat pula dari segi teknis dan system aktivitasnya, filsafat
memiliki tiga corak, yaitu: spekulatif, analitik, dan prespektif. Filsafat spekulatif adalah
suatu system berpikir filsafa tentang segala sesuatu yang ada. Para filsuf tertarik dalam
hal ini karena mereka memandang bahwa pikiran manusia selalu hendak melihat segala
sesuatu secara utuh dan menyeluruh, tidak ada satu baianpun di dunia ini yang berdiri
sendiri. Eksistensinya selalu terkait dengan yang lain. Oleh karena itu, kebenaran yang
sesungguhnya tidak mungkin akan diperoleh seseorang, jika ia dalam aktivitasnya
melihat realitas yang satu terpisah dengan realitas yang lain. Filsafat analitik lebih
memfokuskan perhatiannya dalam upaya memaknai, menerjemahkan, dan membuat
interpretasi terhadap setiap kata yang digunakan dalam suatu ide, agar ide itu dapat
dipahami sesuai dengan keinginan dan maksud sesungguhnya dari pencetusnya. Berbeda
dengan dua domensi metodologi filsafat di atas, filsafat preskriptif adalah suatu tedensi
kegiatan filsafat yang ingin mencari standar yang kukuh dalam melihat suatu nilai dalam
kehidupan manusia, baik dalam konteks baik dan buruk; benar dan salah; indah dan
jeleknya suatu tindakan.
3. Filsafat Pendidikan
Berbagai pengertian tentang filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh
para ahli, Al-Syaibany (1979 : 36) mengartikan bahwa filsafat pendidikan yaitu aktifitas
pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan
dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk
mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor
yang integral atau satu kesatuan.
Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1)
filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001).
Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana
seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
Filsafat praktek pendidikan dapat dibedakan menjadi: (a) filsafat proses pendidikan
(biasanya hanya disebut filsafat pendidikan) dan (b) filsafat sosial pendidikan. Filsafat
proses pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya
kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
31
Filsafat proses pendidikan biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu: (1)
apakah sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya, dan (3)
dengan cara apakah tujuan pendidikan itu dapat dicapai (Henderson, 1959 dalam
Mudyahardjo, 2001). Filsafat sosial pendidikan merupakan analisis kritis dan
komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam
mewujudkan tatanan manusia idaman. Filsafat sosial pendidikan, terkait dengan tiga
masalah pokok, antara lain: (1) hakekat kesamaan pendidikan dan pendidikan, (2)
hakekat kemerdekaan dan pendidikan, dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan.
Secara konsepsional filsafat ilmu pendidikan didefinisikan sebagai analisis kritis
komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang
dihasilkan melalui riset, baik kualitatif maupun kuantitatif. Objek filsafat ilmu
pendidikan dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
1) Ontologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi
ilmu pendidikan.
2) Epistemologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat objek formal dan material
ilmu pendidikan.
3) Metodologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam
menyusun ilmu pendidikan, dan
4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan
praktis ilmu pendidikan.
Status filsafat ilmu pendidikan dengan filsafat secara umum ditampilkan pada Gambar
1 (Mudyahardjo, 2001). Selanjutnya disebutkan bahwa, aliran-aliran filsafat pendidikan,
antara lain: aliran idealisme, realisme, scholatisisme, empirisme, pragmatisme dan aliran
neoposivitisme.
Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan ( emosional), menuju arah tabi’at manusia. Jadi filasafat dapat pula diartikan
sebagai teori umum pendidikan.
Barnadib (1993 : 3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu
yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
pendidikan. Secara filosofis pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis
32
terhadap bidang pendidikan. Menurut seorang ahli filsafat Amerika Brubachen
sebagaimana diungkapkan oleh Arifin (1993 : 3) bahwa filsafat pendidikan adalah
seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai
bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara
bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum.
Secara makro, (umun) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang
lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro
(khusus) yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan.
2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan.
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan politik
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Dengan demikian, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua
aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat
pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan
yang baik dan bagaimana dengan tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.
Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi
mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan
antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebaai nilai. Tiap manusia bernilai
tertentu yuang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual,
sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang
syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik
dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat
maniusiawi seperti saya atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi
33
dengan pribadi (higher order interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal
secara afektif antara saya (yaitu I) dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self).
Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan hubungan
variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan jumlah
variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks
sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra
orang perorang (personal).
Artinya sifat manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara
demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar
pendidik siap untuk bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi
yang pas, apabila perlu. Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis
yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik.
Kreativitas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu
sebabnya gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial
atau gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral
mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi
dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, sehingga ilmu pendidikan harus
bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan-nya khususnya ditanah air kita.
Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di
sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan
berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis).
Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro)
lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah
memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan
ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya
mencakup kegiatan mendidik dan mengajar.
4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Filsafat adalah studi secara kritis mengenai masalah-masalah yang timbul dalam
kehidupan manusia dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang terbaik agar
dapat mengatasi semua permasalahan hidup dan kehidupan yang dihadapi. Dalam
34
pengertian yang luas, filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat diterima oleh
manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bagi manusia agar
mendaptkan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Dari uraian di atas, dapat dikatan bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan
pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-
benar (nyata), baik material konkrit maupun non material (abstrak). Jadi, objek filsafat
itu tidak terbatas (Muhammad Nur Syam, 1988:22).
Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalah kehidupan
manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, jua merupakan objek pemikiran filsafat
pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan ( the nature of education)
2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan ( the
nature of man)
3. Merumuskan secara tegas hubungan natar filsaffat, filsafat pendidikan, ilmu, agama,
dan kebudayaan
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan terori pendidikan
5. Merusmuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan, dan
politik pendidikan (system pendidikan)
6. Merumuskan system nilai –norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan ( Tim Dosen IKIP Malang :65)
Dengan demikian, dari uraian di aasa dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang
menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan
dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri,
yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana
tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari
sesuatu. Sementara filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung
pada ruang dan waktu dalam pembahasan dan penyelidikannya tentang hakikat sesuatu
yang menjadi objek dan materi dari pembahasannya. Pertanyaan yang diajukannya
berkisar sekitar apa itu, darimana dan kemana. Filsafat ingin memperoleh realita
35
mengenai apa hakikat benda, dari mana asal usulnya dan kemana tujuan akhirnya (Ali.
1986:7)
Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas, maka para ahli pun
membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant (Hamdani, Ali, 1986:7-8), ruang
lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik, dan metafisika.
a. Logika. Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berpikir (thinking) dan
meneliti research dalam melakukan observasi, intripeksi, deduksi dan induksi,
hipotesis dan analisis eksperimental dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk
aktivitas manusia melalalui upaya logika agar bisa dipahami. Studi logika kadang
kurang menarik perhatian sebagian orang, namun studi ini pada prinsipnya suatu
kejadian yang penting dalam sejarah berpikir umat manusia dan sebagai revisi
terhadap metode berfikir dan meneliti.
b. Estetika. Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan
merupakan filsafat mengenai kesenian
c. Etika. Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilm
pengetahuan yang nilainya tinggi (sophisticated). Menurut Socrates, bahwa etika
sebagai pengetahuan tentang baik, buruk, jahat, dan mengenai kebijaksanaan hidup.
d. Politik. Suatu studi tentang organisasi social yang utama dan bukan sebagai mana
yang diperkiraka orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam
melaksanakan pekerjaan kantor. Politik merupakan pengetahuan mengenai organisasi
social seperti monarki aristokrasi, demokrasi, sosialisme, marksisme, feminism dan
lain-lain, sebai ekspresi aktual filsafat politik
e. Metafisika. Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakikat semua benda (ultimate
reality of auting), nyata dari benda (antologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa
filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh anatar pikiran seseorang dan
benda dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi).
John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat Amerika, mengatak behwa hubungan
antar filsafat dan pendidikan sangat erat sekali. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan
arena kedua disiplin tersebut menghadapi menghadi problema-problema filsafat secara
bersama-sama. Menurut Imam Barnadib (1994:20), filsafat sebagai ilmu yang
mempelajari obkek dari segi hakikatnya, memilik beberapa problema pokok anatar lain:
36
(a). realita, yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran, akan muncul
bila orang telah mampu mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh
tersebut memang nyata. Realita dibagi oleh metafisika; (b). pengetahuan, yakni yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apakah pengetahuan, cara manusia
memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan.
Pengetahuan dibagi oleh epistemology; (c) Nilai, yang diperoleh oleh filsafat disebut
aksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya misalnya nilai yang
bagaimana yang diingini manusia sebagai dasar hidupnya. Disamping tiga problema
pokok tersebut, terdapat problema yang merupakan bagian dari pengetahuan dan
dipelajari atau dibagi oleh logika (ajaran berfikir), yakni problema yang berhubungan
dengan masalah hubungan yang benar dan tepat antara gagasan dan ide yang telah
dimilki oleh manusia.
Menurut Imam Barnadib (1994: 21), dalam penegembangan konsep-konsep
pendidikan dapat dugunakan sebagai dasar hasil-hasil yang diperoleh dari cabang-
cabang di atas. Lebih penting lagi, dalam menyelenggarakan pendidikan perlu
mengetahuai bagaimana pandangan dunia terhadap pendidikan yang diperlukan
masyarakat pada masanya. Hal ini merupakan kajian metafisika. Begitu juga halnya
dengan keberadaan epistemologi, aksiologi, dan logika dalam dunia pendidikan,
tentunya member kontribusi yang besar.
Filsafat pendidikan mempunyai akar filsafat klasik. Filsafat merupakan studi
melalui penggunaan kekuatan pemikiran, sebagai puncak akhir sebab-sebab sesuatu di
alam nyata. Filsafat membantu kita untuk menjawab pertanyaan, seperti apakah realita
itu? Bagaimana kita mengetahui segala sesuatu? Filsafat juga membantu kita mengatur
keyakinan pribadi kita agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mempelajari filsafat pun member manfaat kepada kita agar lebih mengerti siapa kita,
kenapa kita disini, dan sejauh mana (dimana) kita berada.
Filsafat pendidikan memiliki perhatian terhadap filsafat klasik. Tetapi perhatian
filsafat ini fokus pada analisis dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan.
Hanya saja, sebagai suatu bnetuk dari filsafat umum mengenai kehidupan ia memiliki
upaya untuk mengembangkan berbagai masalah filsafat yang berhubungan dengan
pendidikan dan sekolah. Hamper setiap hari para pengajar tidak saja berhadapan
37
langsung dengan persoalan-persoalan pendidikan, tapi juga masalah pokok yang tidak
bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986:111).
Sebagai filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada
yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas.
a. Manusia (people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses
pendewasaan atau kemaatangan. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan
bagi keyakian manusia sebagai individu. Orang dua, guru, teman, saudara kandung,
anggota-anggota kelurga, tetangga dan orang lain dalam masyarakat akan
mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku individu. Macam-macam hubungan dan
pengalaman seseorang bersama kelompok di atas membantu proses penciptaan sikap
dan system keyakiannya.
b. Sekolah. Pengelaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru didalamnya merupakan
sumber-sumber pokok dari filsafat prndidikan. Banyak orang yang telah memutuskan
untuk perfrofesi guru karena meraka menyenangi sekolah, atau mungkin karena
dipengaruhi seseorang selama belajar di sekolah. Ada juga yang memilih mengejar
karir mengejar karena meraka yakin akan dapat menciptakan kondisi sekolah yang
lebih baik bagi anak didik dan generasi anak muda. Sekolah telah mempengaruhi dan
akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
c. Lingkungan (invironment). Lingkungan social budaya tempat tinggal seseorang dan
dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan
dalam masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi, hal ini akan
mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
Sumber-sumber yang disebutkan di atas merupakan sumber-sumber primer dari
filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang dialami seseorang. Sumber-sumber ini akan
terus memiliki dampak karena seseorang individu terus tumbuh dan berkembang.
Filsafat mengkaji permasalahan yang menyangkut nilai dan ditentukan untuk
dijadikan pandangan hidup manusia. Dengan demikian, filsafat mempunyai ruang
lingkup yang lebih luas menuju asaran yang lebih luas, menjurus, total dan komprehensif.
Selanjutnya filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari objeknya
dari hakikat ini, lalu berhadap dengan problem. Problem tersebut meliputi realita,
pengetahuan dan nilai (Imam Barnadib, 1994: 20).
38
Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan karena pendidikan. Sedangakan filsafat,
dengan cara kerjanya bersifat sistematis, yunifersal dan radikal, yang mengupas dan
menganalisis sesuatu secara mendalam (Jujun, 1982: 4), ternyata sangat relevan dengan
problematika hidup dan kehidupan manusia dan mampu menjadi perekat kembali antara
berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga filsafat pendidikan
akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih
mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan manusia.
Dengan demikian hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu
penting. Karena masalah pendidikan merupakan massalah hidup dan kehidupan manusia.
Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan
kehidupan manusia. Dalam konteks ini filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu konklusi bahwa filsafat adalah studi kritis
tentang masalah-masalah kehidupan yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang
lebih baik bagaimana mengenai msalah tersebut. Dalam hal ini, filsafat bertujuan
memberikan yang lebih dapat diterima tentang konsep-konsep hidup yang meliputi suatu
kehidupan yang ideal dan lebih mendasar.
Sedangkan filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama.
Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan
menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidikan bertindak
mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat member latihan yang pada dasarnya
diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dlam membangun
nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita
hidup yang tinggi dengan berubahnya filsafat yang tertanap dalam diri mereka. Dengan
demikian, filsafat pendidikan adalah mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan
berbagai problem dalam lapangan pendidikan.
39
5. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
1) Rekonstruksionisme
a) Rekonstruksionisme dalam Pengertian dan Sejarah
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme adalah
sebuah aliran yang berupaya merombak tata susunan lam adan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercocok modern. Aliran ini sering disebut dengan
aliran rekonstruksi social.
Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal sejarahnya di tahun
1920 dengan lahirnya sebuah karya John Dewey yang berjudul reconstruction in
philosophy yang kemudian digerakkan secara nyata oleh George Counts dan Harold
Rugg di tahun 1930-an selalu ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana
rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun telah pula diformulasikan oleh
George S. Counts dalam sebuah karya klasiknya Dare the Schools Build a New Social
Order? Yang diterbitkan pada tahun 1932.
Aliran ini pada prinsipnya sependapat pada aliran perenialisme dalm mengungkap
krisis kebudayaan modern. Menurut Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa
keadaan sekarang merupakan zaman yang kebudayaannya terganggu oleh
kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Bila aliran perenialisme memilih
cara dan jalan pemecahan maslah dengan kembali kepada abad pertengahan, maka
rekonstruksionisme berupaya membina suatu consensus yang paling luas dan paling
mungkin tentang tujuan yang pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Halsenada juga di kemukakan oleh John Hendrik, bahwa rekonstruksionisme
merupakan revormasi social yang menghendaki budaya modern para pendidik.
Rekonstruksionisme memandang kurikulum sebagai problem sentral, dimana
pendidikan harus menjawab pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde
social baru?
Tujuan utama dan tertinggi hanya melalui kerja sama semua bangsa. Penganut
aliran ini percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-bangsa yang
tersimpul dalam ide rekonstruksionisme. Hari depan bangsa-bangsa adalah sebuah
dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang
40
dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi ini bukan hanya sekedar teori tetapi
mesti menjadi kenyataan, karena hanya dengan cra demikian dapat diwujudkan
sebuah dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hokum bagi masyarakat,
tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan.
Rekonstruksionisme di barat bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan
perpaduan antara ajaran agama dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan
seni modern dalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan
bangsa-bangsa sedunia. Rekontruksionisme mencita-citakan terwujudnya suatu dunia
baru dengan suatu kebudayaan baru dari satu kadaulatan dunia dalam mengontrol
umat manusia.
Rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan
utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang baru di
seluruh lingkungannya, rekonstruksionisme ini juga ingin merombak tata susunan
lama dan membangun tata susunan kebudayaan baru melalui lembaga dan proses
pendidikan. John Dewey (1859-1952) dalam hal ini mengatakan, bahwa education as
reconstruction.
Muhammad Iqbal (w.1938) dalam hal ini mengungkapkan, bahwa perubahan
mendasar dalam pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang meliputi keseluruhan
system pendidikan guna untuk membentuk pandangan baru yang sesuai dengan
kebutuhan zaman. Menciptakan masyarakat baru melalui rekonstruksi pendidikan
merupakan suatu, karena dengan system pendidikan yang buruk yang
diselenggarakan pemerintahan india saat itu menurut Muhammad Iqbal tanpa
kesadaran untuk menanamkan pemahaman bagi pemuda akan pentingnya kecerdasan
guna merebut kepentingan individu, melalui prinsip idealism dan spirtualisme.
b) Landasan Filosofis Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realitas itu bersifat universal,
realitas itu ada di mana saja dan sama di setiap tempat. Untuk memahami suatu
realitas dimulai dari sesuatu yang konkret menuju arah yang khusus yang
menampakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan
ditangkap oleh panca indra manusia. Misalnya hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-
41
benda lain disekeliling kita. Realitas tidak terlepas dari suatu system disamping
subtansi yang dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut yang dipilih melalui akal pikiran.
Pada prinsipnya aliran ini memandang alam metafisika dalam bentuk dualism
dimana alam nyata ini mengandung dua hakikat, jasmani dan rohani. Kedua macam
hakekat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, azali dan abadi, hubungan
antara keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Rine Dercartes seorang
tokohnya menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima prinsip dualism
ini menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindra
manusia sementara kenyataan batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan
hidup. Di balik realitas, sesungguhnya terdapat kualitas sebagai pendorongnya dan
merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima dalam konteks ini adalah
tuhan sebagai penggerak yang tidak digeraknya. Tuhan adalah aktualitas murni yang
sama sekali sunyi dari substansi.
Muhammad Iqbal sebagai tokoh rekonstruksionisme dari dunia islam
mengatakan, bahwa hakikat manusia adalah segenap kekuatan diri yang akan
menentukan siapa ia. Apabila ego seseorang dapat berkembang dengan baik, maka
eksistensinya dalam masyarakat dan dunia pun akan diakui. Jika manusia tidak
mengambil prakarsa dan berkeinginan untuk mengembangkan dirinya dan tidak ingin
merasakan gejolak batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh yang ada padanya akan
mengkristal dan perlahan-perlahan akan menjadikan dirinya tereduksi kepada benda-
benda mati. Oleh karena itu Iqbal berpendapat, bahwa untuk membangun kembali
umat islam yang telah terpuruk pada kemrosotan humanitas, perlu menata dan
membangun kembali tata system baru dengan mengembangkan potensi diri dan akal
manusia yang akan menunjuk pada eksistensi manusia dalam memandang realitas.
Suatu yang riil bukan saja bersifat rasional-idealis seperti yang ditawarkan Plato,
tetapi juga sesuatu yang bersifat indrawi.
Muhammad Iqbal dalam hal ini percaya, bahwa gagasan semata tidak akan
memberikan pengaruh bagi gerak maju manusia, suatu gagasan memerlukan
penjabarann ke dalam bentuk tidakan nyata, karena memang amal perbuatanlah yang
akan membentuk kualitas kemanusiaan. Muhammad Iqbal dalam hal ini
menegaskan, bahwa hidup sesungguhnya adalah melakukan segala sesuatu yang
42
membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Islam dalam hal ini memiliki aturan-
aturan yang disusun sedemikian rupa, sehingga individu dan masyarakat mana pun
yang melaksanakannya akan dapat memperoleh kemajuan yang paling besar dalam
menata kehidupannya menuju pada kesempurnaan manusia.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh John Dewey yang mengungkapkan bahwa
ide-ide dan gagasan-gagasan mestilah sesuatu yang dapat diterapkan dalam tindakan-
tindakan yang berguna bagi pemecahan berbagai problematika yang muncul dalam
masyarakat.
Kajian epistemology aliran ini tampaknya merujuk pada pendapat aliran
pragmatism di satu sisi dan perenialisme di sisi lain, karena menurut aliran ini bahwa
untuk memahami realitas alam nyata memerlukan sebuah azas tahu, dalam arti tidak
mungkin memahami realitas tanpa mengalami proses pengalaman dan hubungan
dengan realitas terlebih dahulu melalui penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan.
Karena itu, baik indra maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan
self-evidence, yakni bukti yang ada pada dirinya sendiri, realitas dan eksistensinya.
Pemahamannya bahwa pengetahuannya yang benar buktinya ada di dalam
pengetahuan itu sendiri. Kajian tentang kebenaran itu, diperlukan suatu pemikiran dan
metode yang diperlukan untuk menuntut agar sampai pada pemikiran yang hakiki.
Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua
hal pokok, yakni pikiran atau rasio dan bukti atau evidence dengan jalan
pemikirannya silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan logis antara premis
mayor, premis minor dan kesimpulan dengan memakai cara pengembalian
kesimpulan deduktif dan induktif.
Pandangan aksiologi. Dalam interaksi sesame manusia diperlukan nilai, begitu
pula hubungan manusia dengan manusia dan alam secara sadar maupun tidak sadar
telah melakukan proses penilaian.
Aliran rekonstruksionisme memandang nilai berdasarkan pada supernatural yang
bersifat universal yang berdasarkan pada nilai-nilai teologis. Karena hakikat manusia
adalah emanasi yang secara potensial berasal dari dan dipimpin oleh tuhan, maka
peninjauan tentang kebaikan dan keburukan pun dapat dilakukan dan diketahuinya.
43
Sebagai objek, manusia telah memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat
buruk. Nilai kebaikan tertinggi adalah nilai-nilai yang terbebas dari penguasaan hawa
nafsu. Penentuan nilainya selalu ditentukan oleh akalnya semata, namun dalam
mencapai kebaikan tertinggi manusia perlu bersatu dengan tuhan dalam pemikirannya
rasionalnya. Kaitannya dengan estetika, bahwa hakikat keindahan yang sesungguhnya
adalah tuhan itu sendiri, sehingga nilai-nilai yang baik dan indah yang ada pada
manusia adalah nilai-nilai yang terpancar dari nilai-nilai universal yang abadi dari
tuhan.
Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa kesadaran diri dan individualitas
merupakan kata kunci bagi penyempurnaan kemanusiaan. Gerak sejarah manusia
selalu ditentukan oleh peran ego yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan
kebebasan dirinya. Individualitas adalah suatu gerak maju yang menjadi saluran
segala objek dan benda. Dengan memperkuat kepribadian, ego manusia dapat
menguasai lingkungan dan mendekati ego tuhan dengan sifat-sifatnya, sehingga
manusia itu pun mencapai kesempurnaannya. Jadi, perubahan sejarah, sangat
tergantung pada kualitas individu dalam memahami dan memaknai hakikat hidup.
Aristoteles dalam hal ini membedakan kebajikan kepada dua macam, yaitu
kebajikan moral dan kebajikan intelektual. Kebajikan moral diperoleh melalui
pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
c) Pandangan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab social. Hal
ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realitasnya diarahkan untuk
pengembangan dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja
berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenan dengan hakikat manusia, tetapi juga
terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik
yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka idealitasnya terletak
pada filsafat pendidiknya. Bahkan penetapan tujuan dalam hal ini merupakan sesuatu
yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan
suatu masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan.
Para rekonstruksionis menginginkan, bahwa pendidikan dapat memunculkan
kesadran para subjek didik untuk senantiasa memperhatikan persoalan social,
44
ekonomi dan politik dan menjelaskan kepada mereka bahwa memecahkan problem.
Tujuan aliran ini tidak lain adalah untuk membangun masyarakat baru, yakni suatu
masyarakat global yang memiliki hubungan interdependensi.
Rekonstruksionisme percaya bahwa manusia memiliki potensi fleksibel dan
kukuh baik dalam sikap maupun dalam tindakan. Adalah suatu hal yang paling
berharga dalam kehidupan manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup
untuk mengembangkan potensi naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam hal ini
adalah jawaban atas keinginan potensial manusia itu.
Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah mampu
membangun dunia bagi masyarakat dengan menggunakan kemampuan akal, indra dan
intuisi. Oleh karena itu ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum pendidikan
itu. Pendidikan harus menjadikan subjek didiknya mampu menggunakan ilmu
pengetahuan yang diperolehnya sebagai wahana bagi perealisasian nilai-nilai
spiritual. Pendidikan menurutnya mesti mampu memandang situasi actual dengan
tidak melihat manusia secara sebahagiaan-bagian. Pendidikan baru harus mampu
menjadikan ilmu-ilmu pengetahuan sebagai wahana bagi realisasi nilai-nilai spiritual.
Untuk itu perl;u adanya upaya integrasi intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah
ritinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif, dan inovatif.
Jonh Dewey sebagai seorang tokoh awal pergerakan aliran ini mengatakan,
bahwa pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi
yang mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu
beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya. Manusia adalah bagian terpenting
dalam sebuah masyarakat, sehingga apapun yang ia lakukan selalu berkenan dengan
pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan individu
berfungsi dalam suatu bentuk sosiam namun itu bukanlah sifat asli yang dapat
memisahkan suatu bangsa, kelompok, dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam
pengembangannya memerlukan hubungan dengan sesuatu yang berbeda di luar
dirinya dan di sinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat.
Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi
mesti mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan

More Related Content

What's hot

filsafat umum anaximenes
filsafat umum anaximenesfilsafat umum anaximenes
filsafat umum anaximenes
Lely Surya
 
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Listia wati
 
laporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
laporan pembuatan alat semprot asas bernoullilaporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
laporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
Rizqi Umi Rahmawati
 
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SDPembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
NASuprawoto Sunardjo
 
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
NovaPriyanaLestari
 
Aliran realisme dalam filsafat pendidikan
Aliran  realisme dalam filsafat pendidikanAliran  realisme dalam filsafat pendidikan
Aliran realisme dalam filsafat pendidikan
Fauzan Wildan
 
Teori filsafat ilmu
Teori filsafat ilmuTeori filsafat ilmu
Teori filsafat ilmu
mira_punya
 
Jarak dan perpindahan
Jarak dan perpindahanJarak dan perpindahan
Jarak dan perpindahan
Yoga Aldi
 

What's hot (20)

Laporan Fisdas Hukum Archimedes dan Hukum Utama Hidrostatis
Laporan Fisdas Hukum Archimedes dan Hukum Utama HidrostatisLaporan Fisdas Hukum Archimedes dan Hukum Utama Hidrostatis
Laporan Fisdas Hukum Archimedes dan Hukum Utama Hidrostatis
 
PPT Epistemologi mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
PPT Epistemologi mata kuliah Filsafat Ilmu PendidikanPPT Epistemologi mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
PPT Epistemologi mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
 
Media pembelajaran fisika
Media pembelajaran fisikaMedia pembelajaran fisika
Media pembelajaran fisika
 
filsafat umum anaximenes
filsafat umum anaximenesfilsafat umum anaximenes
filsafat umum anaximenes
 
Bab vii
Bab viiBab vii
Bab vii
 
Makalah ontologi filsafat ilmu
Makalah ontologi filsafat ilmuMakalah ontologi filsafat ilmu
Makalah ontologi filsafat ilmu
 
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
 
laporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
laporan pembuatan alat semprot asas bernoullilaporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
laporan pembuatan alat semprot asas bernoulli
 
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SDPembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
Pembelajaran Perpangkatan dan Penarikan Akar Bilangan di SD
 
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
MATERI FLUIDA STATIS (TEKANAN HIDROSTATIS, HUKUM PASCAL, DAN HUKUM ARCHIMEDES)
 
Ppt pemuaian-panjang
Ppt pemuaian-panjangPpt pemuaian-panjang
Ppt pemuaian-panjang
 
Makalah Pendidikan Sebagai Ilmu
Makalah Pendidikan Sebagai IlmuMakalah Pendidikan Sebagai Ilmu
Makalah Pendidikan Sebagai Ilmu
 
Makalah filsafat pendidikan (2)
Makalah filsafat pendidikan (2)Makalah filsafat pendidikan (2)
Makalah filsafat pendidikan (2)
 
cabang cabang filsafat (struktur filsafat)
cabang cabang filsafat (struktur filsafat)cabang cabang filsafat (struktur filsafat)
cabang cabang filsafat (struktur filsafat)
 
Aliran realisme dalam filsafat pendidikan
Aliran  realisme dalam filsafat pendidikanAliran  realisme dalam filsafat pendidikan
Aliran realisme dalam filsafat pendidikan
 
Teori filsafat ilmu
Teori filsafat ilmuTeori filsafat ilmu
Teori filsafat ilmu
 
dimensi manusia
dimensi manusiadimensi manusia
dimensi manusia
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
 
Jarak dan perpindahan
Jarak dan perpindahanJarak dan perpindahan
Jarak dan perpindahan
 
Pancasila Sebagai Ideologi
Pancasila Sebagai IdeologiPancasila Sebagai Ideologi
Pancasila Sebagai Ideologi
 

Viewers also liked (7)

RPP Tematik bermain dengan benda-benda sekitar
RPP Tematik bermain dengan benda-benda sekitarRPP Tematik bermain dengan benda-benda sekitar
RPP Tematik bermain dengan benda-benda sekitar
 
Kurikulum SMA IT Assalam
Kurikulum SMA IT AssalamKurikulum SMA IT Assalam
Kurikulum SMA IT Assalam
 
Makalah filsafat pendidikan2
Makalah filsafat pendidikan2Makalah filsafat pendidikan2
Makalah filsafat pendidikan2
 
FILSAFAT PENDIDIKAN
FILSAFAT PENDIDIKANFILSAFAT PENDIDIKAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
 
Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Ppt filsafat pendidikan
Ppt filsafat pendidikanPpt filsafat pendidikan
Ppt filsafat pendidikan
 
Rpp ips kelas 6 semester 2
Rpp ips kelas 6 semester 2Rpp ips kelas 6 semester 2
Rpp ips kelas 6 semester 2
 

Similar to Filsafat pendidikan

Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
ARIS SETIYANI
 
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
ARIS SETIYANI
 
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKANLATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
Rostina Tina
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
Ayah Abeeb
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
Chie NoTh
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
Chie NoTh
 

Similar to Filsafat pendidikan (20)

Bab iii pembahasan
Bab iii pembahasanBab iii pembahasan
Bab iii pembahasan
 
Filsafat-Ilmu-5.pptx
Filsafat-Ilmu-5.pptxFilsafat-Ilmu-5.pptx
Filsafat-Ilmu-5.pptx
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu
 
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
 
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
Filsafat ilmu, aris setiyani, hapzi ali, hubungan filsafat dengan ilmu ilmu l...
 
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKANLATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
 
Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama
Hubungan Filsafat, Ilmu, dan AgamaHubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama
Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama
 
Sejarah perkembangan filsafat
Sejarah perkembangan filsafatSejarah perkembangan filsafat
Sejarah perkembangan filsafat
 
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdfFKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
FKI Wahyu Thoha Ichsan(2205056042).pdf
 
Artikel FKI.docx
Artikel FKI.docxArtikel FKI.docx
Artikel FKI.docx
 
BUKU PENGANTAR FILSFAT.docx
BUKU PENGANTAR FILSFAT.docxBUKU PENGANTAR FILSFAT.docx
BUKU PENGANTAR FILSFAT.docx
 
Makalah sejarah dan perkembangan Filsafat Pendidikan
Makalah sejarah dan perkembangan Filsafat PendidikanMakalah sejarah dan perkembangan Filsafat Pendidikan
Makalah sejarah dan perkembangan Filsafat Pendidikan
 
Filsafat Modern dan Pembahasan Pendidikan
Filsafat Modern dan Pembahasan PendidikanFilsafat Modern dan Pembahasan Pendidikan
Filsafat Modern dan Pembahasan Pendidikan
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
 
Powerpoint chie noth
Powerpoint chie nothPowerpoint chie noth
Powerpoint chie noth
 
FILSAFAT MANUSIA ( MODERN, KUNO, KONTEMPORER)
FILSAFAT MANUSIA ( MODERN, KUNO, KONTEMPORER)FILSAFAT MANUSIA ( MODERN, KUNO, KONTEMPORER)
FILSAFAT MANUSIA ( MODERN, KUNO, KONTEMPORER)
 

More from Amalia si amal (7)

Rpp geguritan
Rpp geguritanRpp geguritan
Rpp geguritan
 
pkm Kewirausahaan
pkm Kewirausahaanpkm Kewirausahaan
pkm Kewirausahaan
 
Taxonomi anderson
Taxonomi andersonTaxonomi anderson
Taxonomi anderson
 
Rpp qt pkn kls 6 2 terbaru
Rpp qt pkn kls 6 2 terbaruRpp qt pkn kls 6 2 terbaru
Rpp qt pkn kls 6 2 terbaru
 
Bing dayli activity
Bing dayli activityBing dayli activity
Bing dayli activity
 
Rpp ipa
Rpp ipaRpp ipa
Rpp ipa
 
Silabus
SilabusSilabus
Silabus
 

Filsafat pendidikan

  • 1. 1 A. Kata Pengantar B. Latar Belakang Filssafat Pendidikan 1. Pengantar Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the Mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. Namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah cabang ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala macam permasalahan yang timbul. Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyata memiliki objek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu didiplin ilmu pengetahuan pengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan hubungan dengan bidang lainya. Akibatnya, terjadilah pemisahan antara berbagai macam bidang ilmu, hingga ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya. Diantara permasalahn yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalah yang terjadi dilingkungan pendidikan. padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan ((Barnadib,1990:15). tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaa-peertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor fealita dan pengalaman yang banyak terhadap dalam lapangan pendidikan. Apa yang dikatatakan John Dewey tersebut memang benar. Dan karena filsafat dan pendidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirinya filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memcahkan persoalan-persoalan pendidikan yang besifat filosofi dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan kata lain, kemunculan filsafat pendidikan ini disebebkan banyaknya perubahan dan permasalahan yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh ilmu filsafat. ditambah dengan banyaknya ide-ide baru dalam dunia pendidikan dari tokoh-tokoh filsafat Yunani
  • 2. 2 Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani. Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM) belum murni rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan bahwa agama alam bangsa Yunani masih dipengaruhi misteri yang membujuk pengikutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang berkualitas tinggi.
  • 3. 3 Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan yang pada mulanya mampu menjawab segala pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam masalah. Masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematikanya dan kehidupan, yang dibicarakan oleh filsafat. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masayarakat, banyak problem yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-problem perkembangan metodologi ilmiah yang semakin pesat. Kemudian berkembanglah ilmu pengetahuan dalam bentuk disiplin ilmu dengan keterkhususannya masing-masing. Setiap disiplin ilmu memilki obyek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Di atara banyak filsafat seperti filsafat Cina, India, juga ada filsafat Barat adalah sesuatu yang tidak begitu jelas, karena tradisi filsafat Barat telah mulai di Asia kecil dan memikat pikiran-pikiran dari Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Termasuk filsafat Barat, Yunani, Helleinisme, kristiani, dan seterusnya. Sehingga dengan analisa, timbullah bermacam-macam disiplin ilmu yang menggunakan analisa filsafat. Dengan demikian, dengan menggunakan analisa fisafat, berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukankembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup masyarakat. John Dewey, seorang filosof Amerika yang menyatakan bahwa filsafat itu adlah teori umum dai pendidikan, landasan mengenai beberapa pemikiran mengenai pendidikan . Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dlam lapangan pendidikan. Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsinya dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat yang menjadi terpisah satu sama lainnya. Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan zaman. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang melatar belakangi munculnya filsafat pendidikan adalah banyaknya perubahan-perubahan dan permasalahan yang timbul dilapangan pendidikan, yang tidak mampu dijawab sendiri oleh ilmu oleh
  • 4. 4 filsafat saja. Selain itu juga yang melatar belakangi munculnya filsafat adalah banyaknya ide-ide yang baru dalam dunia pendidikan. Adapun datangnya ide-ide tersebut di ataranya berasal dari tokoh-tokoh filsafat Yunani. 2. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno Sejarah menunjukan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran mengenai adanya subjek besar sebagaimana masa lalu. Kemajuan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan alam, telah menggoyahkan dasar-dasar filsafat. Banyak hal yang semula menjadi bagian dari filsafat yang membahas tentang ilmu asal (epistemologi), kini menjadi topik pokok perhatian dari ilmu-ilmu fisiologis dan psikologis. Kosmologi telah berhasil meneliti dalam astronomi, fisika, dan logika dengan cemerlang berhasil memodifikasikan diri lewat karya-karya tokoh-tokoh ahli matematika. begitu juga metafisika dan etika, tanpa meninggalkan cacat sedikitpun tidak terhindar dari kemajuan ilmu pengetahuan. banyak para ahli filsafat modern menolak sama sekali seluruh pernyataan matfisika sebagai omong kosong, karena keyakinan terhadap pernyataan-pernyataan itu tidak didasarkan pada penelitian yang biasa digunakan.Dengan kata lain, pernyataan-pernyataan etis filosof itu tidak berdasarkan fakta, tetapi hanyalan berbentuk kalimat-kalimat yang tidak bisa dibuktikan. Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat, kita akan mendapati mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka, titik berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya, apa itu, darimana, hendak kemana, bagaimana. dengan kata lain, filsafaat untuk mengetahui hakekat sesuatu. namun kalau pertanyaan filosofis itu diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik para filosof timur maupun barat, mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah sampai pada pertanyaan, “bilakah permulaan makhluk yang ada ini, dan apakah sesuatu yang pertama kali terjadi, dan apakah yang terakhir sekali bertahan dalam alam ini” (Rifai,1994:67). Akan tetapi, mereka tetap berusaha untuk mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai kepada puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha mengetahui dan Mahakuasa. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat
  • 5. 5 kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat bekembang sesuai dengan perputar derubahan zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui salah satu cerita dalam kategori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200- 1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari keluarga Sapitama, yang lahir di tepi sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam masa pemerintahan raja-raja Akhmania (550-530 SM). 1. Timur Jauh Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah China,India,Dan Jepan.di India, berkembang filsafat spiritualisme Hinduisme dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang Shintoisme. Begitu juga di China, berkembang Taoisme dan Konfusianisme (Gazalba,1986:60). a) Hindu Pemikiran spiritualiasme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa universal (reinkarnasi). Karma tersebut pada akhirnya akan menentukan status seseorang sebagai anggota suatu kasta. Poedjawitjatna (1986:54) mengatakan, bahwa para filosof Hindu berfikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa masuk dalam kebebasan(yang menurut mereka) sempurna. Dengan demikian, disamping filosof-filosof Yunani, filosof-filosof Hindu pun sangat berperan dalam dunia filsafat. Hindu juga benar-benar merasakan bahwa dunia (alam) ini penuh rahasia dan manusia yang terhadap didalamnya merupakan sesuatu yang amat kecil, namun manusia memiliki arti dan nilai yang sangat besar bagi kehidupan. Karenanya, manusia didorong untuk menyelidiki dan memahami alam semesta dan segala isinya. Agama Hindu yang politeisma dan kuno itu telah berkembang selama ribuan tahun. Dalam Hindu banyak dew yang dipuja, tetapi hanya tiga dewa utama, yakni Brahmana, Shiwa, dan wishnu. Hinduisme merupakan kepercayaan yang sangat populer di India, kira-kira sekitar 45Juta dari semua jumlah 520juta penganutnya diseluruh dunia ( Pudjawijadna,1986:54).
  • 6. 6 b) Budha Pencetus ajaran Buddha ialah Sidartagautama (kira-kira 563-483 SM) sebagai akibat dari ketidak puasnya terhadap penjelasn para guru Hinduisme tentang kejahatan yang sering menimpa manusia. Meskipun di Indonesia telah disebut agama Buddha sebenarnya bukanlah agama dalam asli sesungguhnya, karena dalam agama Buddha tidak ditemukan adanya ajaran tentang Tuhan. Kitab Buddha, Tripitaka, Banyak meceritakan bakyak kehidupan daripada pembawa agama ini, yaitu Sidartagautama. Karena filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini terliputi oleh sengsara yang disebebkan oleh “cinta” terhadap sesuatu yang berlebihan. c) Taoisme Pendiri Taoisme Ialah Lao Tse, lahir pada tahun 604 SM. Tulisanya yang mengandung makna filsafat adalah jalan Tuhan atau sabda Tuhan, Tao ada dimana-mana, tetapi tidak berbentuk dan tidak dapat pula diraba, tidak dilihat dan di dengar. Manusia harus hidup selaras dengan Taq dan harus bisa menahan nafsunya sendiri. peperangan, menurut Lao Tse hanya memusnahkan manusia saja, kebahagiaan hidup sulit dicapai dengan peperangan (Jumhur & Danasaputra, 1979:18). Karenanya, dalam buku tentang Tao dijelaskan bahwa kekuatan yang selalu berubah disebut Tao, yang jelas bekerja di seluruh jagat raya, sedangkan kekuatan peribadi yang berasal dari kebersesuaian dengan Tao disebut Te (Wing,1987). Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran spiritulisme. Dan, menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spiritualisme itu berkaitan dengan etika, karena ia memberi petunjuk bagiman manusia mesti bersikap dan bertindak didunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan Ruh (Gazalba,1986:60). Para pengikut Toisme diajarkan untuk menerima dan menyesuikan diri secara pasti dengan hubungan –hubungan dan cara bekerja alam. Ajaran-ajaran pokok Taoisme dimuat dalam buku kecil Tao Te ching (ajaran-ajaran Tao), yaitu prinsip yang menga tur alam raya buah, buah pikiran ahli filsafat Cina, Laos, Tse ( abad
  • 7. 7 ke-6 SM) menurut Wing (1987:11), Tao merupakan kekuatan yang selalu berubah dan selalu bekerja diseluruh jagat raya. Tse merupakan kekuatan yang berasal dari kesesuaian dengan Tao. Buku Tao Te ching tersebut ditulis oleh Tao Tse, seorang penjaga arsip kerajaan selama pemerintahan dinasti Chou. Taoisme menggangap behwa alam semesta dan ideal berjalan menurut kekuatan bertuhan. Surga mempunyai hukum alam sendiri. Tetapi hukum tentang manusia dan dunia semacam itu dibawah kekuasaan dan kendali Tao, yang memberi petunjuk dan merupakan hukum yang memerintah alam semesta ini. d) Shinto Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat Jepang. Shinto merupakan agama (kepercayaan) yang utama di Jepang, disamping Buddisme. Sejak abad ke-19 Shinto telah mendapat status agama resmi negara, yang menitikberatkan pemujaan alam dan pemujaan leluhur. agama Shinto memiliki banyak memiliki upacara keagamaanyang sederhana, pemberian kurban yang khidmat dan upacara ditempat suci yang di persembahkan kepada dewa matahari, sungai-sungai, desa-desa, pohon-pohon, pahlawan-pahlawan, dan sejenisnya dengan tujuan agar memperoleh panen yang baik, perlindungan terhadap luka-luka atau pencurian dan kemurahan hati(Smith,1986:15). Sebenarnya agama Shinto mempunyai hubungan yang kuat denan agama (buddhisme). Kojiki kitab suci agama shinto, tidak hanya menerangkan proses penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh para dewa dan bahwa manusia itu abadi, tapi ia juga menegaskan bahwa setiap orang harus memiliki dirinya sendiri, melakukan hal-hal yang mengadung nilai budiluhur, dan mengajarkan mencuci dangan air sebagai metode pencucian keagamaan (Smith,1986:16). Agama shinto tumbuh dan berkembang di Japang, yang sangat respek terhadap alam (nature) disebabkan ajaran-ajaran mengandung nilai antara lain kreasi (Sozo, hidup dan kehidupan, mengandung nilai optimis. Aplikasi nilai-nilai ajaran-ajaran Shinto telah menjadkan masyarakat jepang menjadi religius. Hadipranata (1994:89) menjelaskan bahwa materi bukanlah nilai tertinggi dalam budaya Jepang. Ada nilai-nilai lain yang lebih berharga dalam kehidupan mereka sebagai landasan untuk bekerja keras, hidup
  • 8. 8 bermasyarakat dengan saling mempercayai dan selalu berusaha melaksanakan kewajiban agar meraka memperoh nilai-nilai surgawi-spiritual, keruhanian. Kepuasan yang mereka miliki bukan diukur dengan materi. Keyakinan itulah yang mendorong mereka untuk bekerja sama dan menghasilkan yang lebih baik. 2. Timur Tengah a) Yahudi Yahudi berasal dari nama seorang putra Ya’kub, yahuda, putra keempat dari 12 orang bersaudara. 12 orang inilahyang kelak menjadi nenek moyang bangsa Yahudi,yang terdiri dari 12 suku bangsa.bagsa Yahudi dinamakan bangsa Israel. agama Yahudi pada perinsipnya sama dengan agama nasrani dan agama Islam, karena itu agama Yahudi disebut juga agama kitab (Samawi), yang berarti agama yang mempunyai kitab suci dari nabi. Pemikiran-pemikiran filsafat timur tengah muncul sekitar 1000-150 SM. Tanda-tanda yang tampak atas keberadaan pemikiran filsafat itu ialah adanya penguraian tentang bentuk-bentuk menindasan moral dari monoteisme, beredaraan, kebenaran dan bernilai tinggi. Selama dua ribu tahun lalu doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran tentang etnis yang angap penting dari kaum yahudi, yang dikembangkan oleh nabi Musa dan para nabi Elyah. Pendidikan dimulai guna mengangkat martabat dan pengharapan kemanusiaan pada masa depan (Smith,1986:4) Kaum Yahudi sangat mementingkan pendidikan bagi generasinya. Pendidikan merupakan hal yang pokok dan lebih utama ketimbang kekuatan militer. Rasa cinta kepada anak-anak, Kepercayaan terhadap keadilan, kebenaran dan potensi masyarakat beserta ganjaran-ganjaranya di surga, tentu bisa dicapai hanya dengan pendidikan. Menuurut Philo, Sedikit manusia yang dapat menguraikan tentang allah secara positif, yaitu bahwa Dia itu Esa, tidak tersusun dari bagian-bagian. Dia mempunyai kesempurnaan yang sangat tinggi keindahan asali, kebaikan yang mutlak dan ke Maha Kuasa pada Allah ada aksi kerja( Hadiwijono,1990:64). Berbeda dengan Philo, Parsi, dalam riwayat-riwayat (Hakam)-nya yang nantinya dikenal dengan nama Talmut, mengatakan, bahwa Allah telah menyesal atas
  • 9. 9 bencana yang telah ditimpahkan terhadap kaum Yahudi Haikal dan perampasan terhadapan terhadap anak-anak-Nya. ishmah (terhindar dari kesalahan) merupakan ciri sifat Allah, namun suatu ketika dia murka terhadap bani Israil karena terlalu menuruti perasaan mereka sendiri, sehingga Dia bersumpah untuk menyingkirkanya Bani Israil dari kehidupanya yang abadi. namun, menurut Talmud, setelah marah-Nya reda, Dia menyesal atas perbuatan-Nya. Maka Dia pun membatalkan sumpah-Nya karena Dia mengetahui bahwa Dia telah melakukan perbuatan melanggar keadilan bagi diri-Nya (Shalaby,1991:279-280). Pengakuan kaum Yahudi, sebagaimana dirinya ini kaum Parsi tersebut, menunjukkan kesamaan-kesamaan dengan keyakinan umat lain (Kristen dan Islam), misalnya allah memang terlepas dari sifat bersalah dan kekhilafan. Seandainya Allah memang benar menunda atau membatalkan ancaman-Nya terhadap bani Israil, tentunya agama kristen tidak turun kemuka bumi, sebagai koreksi terhadap agama yahudi tersebut. lagi pula tidak terdapat sumber yang aktual bahwa allah telah menyesali atas perbuatan keji Bani Israil pada masa lalu itu. Terdapat banyak ayat dlam kitab suci Al-Qur’an misalnya, bahwa Allah memang mengutuk kaum Yahudi. Lebih kurang 200 tahun SM, di Plestina telah tumbuh berbagai lembaga pendidikan yang membahas dan mempelajari syaria dan hukum-hukum Torah (Rifai,1987:80). Lembaga pendidikan itu muncul dalam rangka untuk mengimbangi pengaruh ajaran filsafat dan kebudayaan kaum Yahudi, yang sudah mengalami kemajuan dibidang pendidikan. terbukti banyak berdiri sekolah dasar bagi para anak laki-laki di setiap desa dan program pendidikan khusu bagi wanita dirumah. Program pendidikan mereka sudah bersifat universal. Tak heran jika doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran-pengajaran etis telah meresapi pikiran-pikiran kaum Yahudi. b) Kriten Pengikut agama Kristen pada waktu itu tidak ubahnya seperti pengikut agama lain, yaitu dari golongan rakyat jelata. Setelah berkembang, pengikutnya pun merambah ke kalangan atas, ahli pikir (Filosof) dan kemudian para pemikir. atas pemajuanya, zaman ini disebut zaman patristik. Pater berarti bapa, yaitu para
  • 10. 10 bapa keraja. Zaman Patristik adalah zaman Rasul (pada abad pertama) sampai abad ke delapan. Pertumbuhan agama Kristen ini unik. Dari satu sekte Yahudi, agama ini telah menjadi suatu agama dunia dan menjadi agama utama dibagian dunia sebelah barat (Roham,1993:3). Perkembangan agama ini sangatlah pesat berkat keberanian, ketabahan dan ketekuna para pengikutnya, meskipun mereka mengalami berbagai macam rintangan baik dari orang-orang Yahudi, yang tidak mau mempercayai agama mereka, maupun dari kerajaan romawi. Penyebab agama kristen diluar orang-orang Yahudi mula-mula dilakukan oleh Paulus, bekas pendeta Yahudi yang berbalik menjadi penyiar di Eropa. Agama Kristen ini mempunyai kitab suci yang dikenal dengan janjian lama dan perjanjian baru. perjanjian lama (Old testament) diperkirakan sudah ada sejak abak 16-40 SM. Bangsa yang dipakai yaitu bangsa ibrani.kitab suci agama kristen ini bernama Injil, yang diturunkan kepada Isa Al-Masih. Guna dijadikan tuntunan bagi bani Israil. Disamping perjanjian lama, umat Kristen juga mengakui dan/atau memakai kitab suci yang disebut perjanjian baru(New testement). Adanya perjanjian baru ini disebebkan oleh perubahan zaman, atau karena adanya perombaka-perombakan yang dihasilkan oleh karangan orang banyak. Agama kristen ini juga mempunyai ajran-ajaran. Pokok ajaranya adalah mengajarkan konsep Tuhan dalam arti monoteisme murni. dasar kepercayaan keagamaan yang dijadikan sumber ajaran-ajaran agama kristen ini kemudian dikembangkan oleh Paulus mengenai pokok keyakinan yang harus diimani dan dipengang, yang tesimpul dalam doktrin-doktrin, yang diajarkan Paulus dalam lingkungan Jemaat-Jemaat dia asia kecil (Sou’yab, 1993:329). Memang illmu pengetahuan sudah berkembang lama sekali . bahkan, sejak 400SM sudah ditemukan kebudayaan yang maju dan ada hubunganya dengan ilmu pengetahuan. Yesus Kristus dikenal sebagai guru, ajatan-ajaran yang diberikan sangat mempengaruhi ilmu pengetahuan, dan cara-cara mengajar disekolahan seluruh dunia sampai sekarang. Ini berarti, bahwa ilmu pengetahuan
  • 11. 11 pada agama Kristus sudah ada sejak lama atau dulu dan sampai sekarang masih dipakai oleh masyarakat, terutama yang beragana Kristen Namun sebaliknya, orang-orang Yahudi juga berusah keras untuk melestarikan kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat kuno walaupun mereka telah mengalami kekalahan militer. Mereka telah kehilangan banyak penganut setelah titus memusnahkan tempat sembahyang mereka,di jerussalem. 3. Romawi dan Yunani : Antromorfisme Antromofisme metupakan sesuatu benda, paham yang menyamakan sifat-sifat yang ada pada manusia (yang diciptakan). Misalnya tangan Tuhan disamakan dengan Tangan manusia. paham ini muncul pada zaman Patristik dan skolastik, pada akhir zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat yang dikuasa oleh kristiani. Latar belakang biasanya identikkan dengan sejarah tentang suatu masalah yng akan diteliti. Masalah sejarah sudah barang tentu adalah suatu peristiwa masa lampau yang dipertanyakan dn sangat penting untuk dipecahkan, atau suatu yang mengandung beberapa kemungkinan pemecahan dan jawabannya berdasarkan fakta-fakta masa lampau. Dalam hai ini, uraian mengenai latar belakang suatu topik hanyalah garis besarnya saja. Begitu pula latar sejarah itu secara kronologis hendaknya hanya diseputar waktu terdekat dengan topik.[1] Perkembanga filsafat dan kemajuan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik sampai seantero. Pada masa ini juga uncul filosof-filosof yang membantu perkembangan dunia pendidikan Selain di yunani, Antromorpisme juga bekembang diRomawi. Namun demikian, sifat-sifat persamaan manusia dengan Tuhan dengan paham Antromorpisme Yunani dan Romawi itu tidak sama dengan paham yang dianut eh aliran teologi dalam islam semisal qadariyah. Sejarah Romawi kuno bersumber pada legnda yang dkisakan dalam bentuk syair karya seseorang pujangga besar Romawi Vergelius yang berjudul Aenied(Aeneis). Aenied karya Vergelius seolah-olah merupakan sumbangan dari Illiat karya pujangga besar Yunani Homeros. Jika illiat mengisahkan peperangan dan kejatuhan troa maka Aenied menceritakan pertualangan Aeneis, salah eorang palawan Toya, ya bisa menyelamatkan diri saat kota telah mnjadi puing-puing sesudah dibakar habis oleh orang Yahudi(Rapar,1989:5-6). [1] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar- ruzz Media, 2007), hal 41
  • 12. 12 Ketika Romawi telah tumbuh menjadi negara besar dan telah cukup kuat dan tangguh, di susunlah suatu rencana besar untuk mewujudkan cita-cita menjdi penguasa dikawasan laut tengah. Repoblik Roawi tumbuh begitu pesat menjadi suata negara adikuas lewat rangkaian peperangan terus menerus selama lebih kurang lima ratus tahun. Pada abad 22M, kekaisaran Romawi barat berada di puncak kejayaan. Namun, pada ke-4, kekaisaran romawi sudah begitu merosot, bahkan telah berada diambenag pintu kehancuran. Bagi orang Romawi, kemanusiaan telah membuat kemajuan besar dlam bidang- bidang eis sosial dan kultural. Pada pendidikan lama Romawi, anak laki-laki maupun perempuan didik dirumah hingga umur tujuh tahun,untuk membiasakan yang baik dalam hal pembicaraan dan perbuatan. Setelah bertambah umur, maka diajarkan berburu, berlari, melompat, bergumul, melempar ba dan tombak, berkuda, menunggang kuda, dan jua berenang. Saat itu, pendidikan yang penting bagi anak Romawi adalah yang berguna, yang menguntungkan negara, menjaga agama dan kesusilaan. Kegiatan pendidikan itu berlangsung di rumah masing-masing dan yang menjadi pendidik adalah orang tua mereka sendiri. Pendidikan tidak menjadi tugas negara, yang dipentingkan adalah jasmani dan kesusilaan. Atujuanya adalah untuk membentuk manusia yang selalu siap sedia berkorban membela untuk kepentingan tanah airnya, membentuk warga negara menjadi tentara. Adapun tokoh-tokoh romawi yang termashur adalah Cicero dan Quintiliyanus. Selain ahli pidato keduanya juga banyak memberikan banyak pemikiran kepada pendidikan dan filsafat gagasan dan pemikiran Cicero tentang pendidikan banyak sekali, dan salah satunya dijadikan seebagai contoh untuk mengajarkan pemakaian bahasa seecara efektif dan filsafat oleh para cendekiawan seluruh Eropa. Dia jugalah yang telah memberikan dorongan yang hebat untuk mempeelajari tulisan-tulisan Yunani dan Romawi kuno terhadap unsur-unsur kebudayaan Renaisance. Menjawab, memecahkan, atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasikan itu, atau untuk merumuskan hipotesis. Penyusunan landasan teori pada umumnya dapat berbentuk uraian kualifikasi, model matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti. Dalam penelitian sejarah, teori yang digunakan biasaya disusun sesuai dengan pendekatan apa dan bidang sjarah mana yang diteliti. Bila yang diteliti adalah mengenai
  • 13. 13 sejarah soial, maka teori-teori yang relevan akan lebih tepat diambil dari sosiologi. Begitu pula bidang sejarah yang lain seperti agama, kebudayaan, ekonomi, dan politik. Menurut Mely G. Tan (dalam Koentjaraningrt, 1989: 19), teori-teori itu pada dasarnya merupakan “pertanyaan mengenai sebab-akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dan faktor-faktor tertentu dalam masyarakat”. Salah satu contoh dikemukakan oleh G. Tan mengenai kegiatan ekonomis. Teori terkenal dari Max Weber, yang menyatakan adanya hubungan positif antara agama protestan adan bangkitnya kapitalisme, dapat dipergunakan sebagai landasan penyusunan kerangka pemikiran atas persoalan ekonomi tersebut. Berdasarkan teori Webber banyak sekal hipotesis yang dapat diperoleh, yakni dengan meluaskan konsep agama protestan dengan agama-agama lain, termasuk islam, atau sistem nilai budaya pada umumnya, dan juga meluaskan konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomis umumnya. Didalam sejarah Islam di Indonesia khususnya, penelitian berdasarakan teori ini sangatlah mungkin dilakukan. Misalnya, tentang pertumbuhan dan dinamika kelas menengah muslim di Jawa, atau hubungan antara agama Islam dan kegiatan-kegiatan entrepreneur di suatu daerah di Sumatra, dan sebagainya. Penyusunan teori dapat juga dilakukan dengan penjelasan atas konsep-konsep constructs. Dalam penelitian sejarah dan filosof yunani (Greek). Dari sinilah awal munculnya filsafat. Dlam perkembangan selanjutnya, karena banyak para filosof ang banyak mencurahkan pikirannya mengenai dunia spiritualisme (Bakry, 1992:56). Spiritualisme meruapakan suatu aliaran filsafat yang mementingkan keruhanian, lawan dari materialisme (Poerwadarminta, 1984:963). Karena itu, spiritualisme mendasari yang ada di alam ini terdiri dari ruh, sukma, jiwa yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruangan. Jiwa mempunyai kekuatan dan dapat melakukan tanggapan (voorsteling) atau sesuatu yang bukan berasal dari tangkapan panca indera, yang datang secara tiba-tiba berbentuk gambaran. Dengan kata lain, jiwa adalah alat untuk menerima sesuatu yang bersifat non-materi yang tidak bercampur dengan tangkapan-tangkapan panca indera lahiriah. Jiwa ini menangkap angan-angan yang murni dan alami pada lapangan metafisis (Suryadiputra, 1994:105). Maka dari itu, yang hendak dicapai oleh jiwa adalah menentukan sesuatu yang nyata dengan melalui alam metafisis yang keberadaannya di luar jangkauan rasio yang bersifat material.
  • 14. 14 Namun demikian, ternyata ada bebapa fiosofi yang merasa kurang puas dengan aliran spiritualisme. Mereka merasa kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Maka,lahirlah aliran materialisme. Diantara tokohnya adalah Leukipos dan Demokristus(460-370SM), yang menyakan bahwa semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahir pula aliran Rasionalisme Rene descartes, menyatakan bawa pusat segala sesuatu terletak pada dunia rasio, sementara yang lai alah objeknya. Demikianlah rankaian reaksi filosof terhadap aliran Spiritualisme. Sebenarnya reaksi ini tidak saja bergulir di Yunani, tetapi di dunia Barat dan Eropa. a. Idealisme Tokoh aliran Idealisme adalah Plato (427-374). Ia adalah murid Socrates (Ali, 1996:23). Aliran idealisme merupakan suatu aliran filsafah yang mengagungkan jiwa. Menurut aliran ini, cita adalah gambaran asli yang bersifat rohani dan jiwa terletak diantara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera (Suryadiputra, 1994:133). Dari pertemuan jiwa dan cita, lahirlah suatu angan- angan, yaitu dunia ideal. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya idea. Idea selalu tetap, tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami gerak yang tidak dikategorikan idea (Poedjawijatna, 1987:23). Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, dan gambaran aslinya hanya dapat dipotert oleh jiwa murni. Menurut pandangan idealisme, alam adalah gambaran dari dunia idea disebabkan posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli dan dimana keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material (Ali, 1986: 29). Pada kenyataanya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk, sedangkan jiwa bertempat di dunia yang bertubuh (ideal). Kadang dunia idea adalah pekerjaan ruhani berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita dalam lapangan metafisis. Menurut Berguson, ruh merupakan sasaran untuk mewujudkan seseatu fisi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi, dengan melihat kenyataan bukan sebagi materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978: 36).
  • 15. 15 Aliran idealisme sangat identik dengan alam dan lingkungan, karena itu aliran ini melahirkan dunia macam realita. Pertama, yang tampak, yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya. Kedua, realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea). Gagasan dan pikiran yang utuh didalamnya memiliki nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki (Ibid, 1978: 61). Prinsip aliran idealisme mendasari semua yang ada dan nyata dialam ini hanya ideal, disebabkan dunia merupakan lapangan ruhani dan pembentuknya tidak sama dengan alam nyata sebagaiman yang tampak dan yang tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche, tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan tuhan. Arche sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami perubahan. Ini yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingakan dengan materi bagi kehidupan manusia. Ruh merupakan gakikat yang sebernarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metfisis yang baru berupa gerakan-gerakan ruhaniah, dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya sehingga terbentuklah kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992: 56). Dengan demikian, apabila kita menganalisis berbagai macam pendapat tentant isi aliran idealisme yang pada dasarnya membicarakan alam pikiran ruh yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, maka kita akan mengetahui bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan ruh sehingga kepuasan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai keruhanian yang dalam idealisme disebut dengan idea. Memang para filosof idealisme memulai sistemetika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali,
  • 16. 16 1991: 63), karena itu ruhani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksaan paham ini. Dengan kata lain, alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Berbagai macam pandangan para filosofi idealisme yang mengemukakan hakikat alam yang sebenarnya adalah idea, yang digali dari pemikiran murni yang sangat sederhana yaitu melalui pengamatan di luar benda yang nyata, pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya itu sendiri. Dari sini didapatkan, bahwa dunia itu terbagi menjadi dua, yaitu dunia nyata dan tidak nyata, atau dunia kelihatan (Boraton Genas) dan dunia yang tidak kelihatan (Kosmos Neotos). Bagian inilah yang menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der wij, 1988:19). b. Materialisme Aliran Materialisme merupakan aliran kfilsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan. menurut aliran ini, benda merupakan sumberb segalanya (Poerwadarminta,1984:683). Aliran ini berpikir sederhana, bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini dapat dilihat atau di observasi, baik wujudnya, gerakanya, maupunya peristiwa-peristiwanya. Berdasarkan resepsi itu maka realitas semesta ini pastilah sebagaimana yang tampak dihadapan kita. semuanya adalah materi, serbaset , serbabeda. Manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak memiliki perbedaan dengan alam semesta, karena itu tingkah laku manusia pada prosesya sejalan dengan sifat dan gerakan peristiwa alamiah; menjadi bagian hukum alam. Fokus aliran materialisme adalah benda, dan segala kyang berawal dari benda. Karena itu yang nyata hanya dunia materi. Segala kenyataan yang didasarkan pada zat atau unsur dan jiwa, ruh, sukma (idealisme), oleh aliran materialisme dianggap materi. Meskipun mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat meteri, jiwa, ruh, dan sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak sendiri, yang mempunyai gerakan yang terbatas sehingga tidak bebas atau kaku. Tokoh-tokohh aliran Metarialisme diantaranya adalah Leo Kipos dan Demokripus (460-370SM). Mereka berpendapat bahwa kejaian seluruh alam terjadi karena atom kecil, yang mempunyai ,bentuk dan bertubuh. Jiwa-pun dari atom kecil yang mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak(Suryadipura, 1994:130). Atom-atoom tersebut membentuk satu kesatuan yang dikuasai oleh
  • 17. 17 hukum-hukum fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat membentuk manusia, dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melebihi kemungkinan kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, atom tidak pernah melampaui ;potensi-potensi jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama. Demikian juga dengan keberakhiran atau kematian, disebebkan karena hancurnya struktur atom-atom, peleburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau alam lainya. Menurut Karl Marx, kenyataan ang ada adalah dunia materi. Ide dan teori tumbuh dari kehidupan nyata masyarakat. Hal ini disebebkan karena adanya daya dorong atau daya mareti atau benda yang mendorong manusia untuk berbuat dan bertindak ( Hadijono,1986:121). Dalan hal ini, apapun yang dibicarakan oleh masyarakat, mengenai rapat ekkonomi apabila dihubungkan dengan filsafat manusia, intinya tidaak lain membicarakan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh benda atau materi. Pada bagian ini, bila materi dihubungkan dengan sejarah, berasama-sama dengan alamnya, yang digambarkan oleh kehidupan masyarakat, yang dihubungkan individu dengan individu, maka melahirkan kebutuhan dan akan memberikan daya hidup yang disebebkan oleh materi dan kecenderungan untuk memilikinya. Hal ini disebut Thomas Hobbes dengan materialismus monistis, hiburan sangat mengagung- agungkan kebedaan (Suryadipura, 1994:130). Bahkan, lanjutanya, perasaan dan pikiran adalah materi dan gerakanya pun adalah gerak materi. Sementara apa yang dikatakan dengan bendawi adalah segala yang mempunyai ketergantungan yang ada ikeharusan yang disebabkan oleh faktor materi dan bendawi yang mengelilinginya. Manusia pun hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang disebebkan oleh mekanis atmosfir dan itu merupakan lambang kehidupan manusia dan alam mengerakkan tubuhnya. Disisi lain, Thomas Hobbes meninjau dunia akal. Menurutnya, akal merupakan hasil perkembangan yang disebebkan adanya usaha manusia yang bukan pembewaa, melainkan ada oleh karena berinteraksi dengan alamnya(Hadi1991:33). Pada kenyataanya, isi pemikiran Hobbes banyak diilhami oleh proses alam. Karena filsafat ini banyak dihubungkan dengan kejadian-kejadian dan proses interaksi
  • 18. 18 manusia dengan alam, dimana prosesnya disebebkan oleh adanya pergeseran dan perubahan atom, antara dimensi atom alam dengan atom manusia. keterpaduan keduanya disebebkan karna manusia dan alam mempunyai dasar yang sama, yaitu sama-sama terbentuk sekumpulan atom-atom. Selanjutnya adalah filosof Julien Offray (Prancis:1709-1751). Menurut, alam dan manusia merupakan mesin; manusia disebut mesin otomatis karena mempunyai gerakan yang didorong oleh materi. Karena, menurutnya, jiwa tanpa badan tidak mugkin ada, sedangkan badan tanpa jiwa masih dapat bergerak dan bertindak (Ahmadi,1995:116). Demikian juga Herbert Spencer (1820-1903), yang mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan berkembang karena adanya proses evolusi yang disebebkan oleh atom materi, sedangkan materi itu berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang mengakibatkan adanya bentuk baru. Dengan merinci pendapat-pendapat dan pemikiran dari filosof-filosof aliran materialisme diatas, dapatlah diambil pengertian bahwa adanya alam dan strukturkehidupan disebabkan adanya kesatuan-kesatuan meteri yang terdiri dari atom-atom. Gerakan atom-atom itu merupakan gerakan yeng teratur ;secara berkala meurut hukum alam. Di satu sis, pendapat aliran ini sangat bnerlebihan, karena ia membicarakan jiwa, sukma, dan ruh yang merupakan materi dan proses terjadinya tidak berbeda dengan materi. c. Rasionalisme Berbagai ahli pikir telah berusaha menyajikan sebuah gambaran mengenai pengetahuan manusia. Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu terletak pada akal. Sedangkan kesadaran terbentuk dalam wadahh-wadah penegetahuan, yaitu ide-ide. Penganut aliran ini yakin kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, bukanya di dalam diri sesuatu. Pengetahuan tersebut menjadi suatu hal yang hidup karena mereka terus menerus menumpuhkan pemikiran mereka untuk mencari atau menemukan hakikat di balik hakikat (Peursen, 1987:58). Dan untuk mencari atau menemukan hakikat di balik hakekat tersebut, aliran ini menentukan satu alat tunggal yang bisa digunakan untuk menganalisis dan membaca sesuatu yakni akal . sementara
  • 19. 19 pengalaman (Eksperimen),bagi aliran ini, merupakan perangsang bagi pemikiran untuk menentukan kebenaran dalam menganalisis suatu objek. Aliran rasionalisme ini lahir karena adanya usaha untuk membebaskan diri dari bentuk pemikiran yang tradisional(Scolastis) yang tidak pernah mampu menangani dan menemukan hasil terhadap ilmu pengetahuan.hal ini disebabkan aliran Scolatif lebih banyak mengadakan praduga yang berisi angan-angan semata-mata. Demikian halnya dengan Spinoza ( 1632-1677). Ia berpendapat bahwa akal adalah tumpuan dari segala sesuatu , tidak ada pengetahuan yang terlepas dari akal, bahwa Tuhan pun menjadi sasaran akal dengan interprestasi religius. Dengan catatan, akal merupakan jalur utama dalam menghadapi substansi-substansi yang ada (Mamersma,1986 ;11). Memang akal merupakan karunia tuhan yang tettinggi.Akal lah yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya demikian derajat manusia, ditentukan oleh akal.Dan sebagai mahluk hidup, manusia dilengkapi dengan empat hidayah tuhan yang saling berhubungan satu sama lain.Pertama ,hidayah indrawi , kdeua , hidayat naluri, merupakan suatu kehendak untuk mengerakkan manusia sehingga menimbulkan rangsangan yang akan diterima oleh indera.ketiga, hidayat aqliyah, kyang biasa disebut rasio atau respont yang masuk dengan perantara naluri dan indra. keempat hidayat agama, yaitu bimbingan agama untuk meluruskan pekerjaan akal dengan memproses bahan-bahan yang masuk. Keempat komponenn tersebut dapat dikategorikan sebagai hasil pengetahuan, yang pada prinsipnya bekerja sama antara yang satu dengan yang lain; akal tidak bisa sama sekali tanpa adanya indra dan akal pun tidak berfungsi jika jiwa seseoramg menjadi rusak (Jalaludin dan Said,1994:160).[3] C. Filsafat Pendidikan 1. Pengertian Filsafat Secara Umum Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. [1] [2] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal 64
  • 20. 20 Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang Dengan demikian dapat ditarik suatu pengertian bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Orang yang ahli dalam berfilsafat disebut philosopher (Inggris), dan orang arab menyebutnya Failasuf, kemudian dalam bahasa Indonesia manjadi filosof. Pemikiran secara filsafat sering diistilakan dengan pemikiran filosofis. Dalam pengertian yang lebih luas Harol Titus, mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut: 1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis. 2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. 3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep.
  • 21. 21 5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9). Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahhuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsure yang mengarahkan perhatian dan kedalam mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti, dan teratursesuai hokum-hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994:11-12). Karena itu, menurut Harun nasution, filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai dasar-dasar persoalan (Nasution, 1973:24) Brpikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri adalah sebagai karakteristik dan berpikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berfikir merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk suatu permasalahan yang mendalam. Begitupun berpikir secara spekulatif termasuk dalam rangkaian berpikir filsafat. Maksud berpikir spekulatif disini adalah berpikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengerti hakkat sesuatu (Muhammad Nur Syam, 1986:25). Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yag dihasilkan juga tak terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung dari pandangan filosofis yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, sehingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia. Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat, maka kebenaran yang dihasilkannya didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal menurut nalar manusia. Namun karena nalar manusia bersifat terbatas, maka kebenaran yang didapatpun bersifat relatife. Dalam kaitan itu Muhammad Noor Syam, menjelaskan
  • 22. 22 bahwa filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas. Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia, filsafat mencoba mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkkan semua persoalan- persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki namun masih relatif dan subyektif. Kedua sifat ini tak mungkin dapat dihindarkan karena adanya sifat-sifat alamiah (kodrat) pada subyek yang melakukan aktivitas filsafat itu sendiri, yaitu manusia sebagai subyek selalu dalam proses perkembangan baik jasmani dan rohani terutama pada subyek yang selalu cenderung memiliki watak subyektivitas, akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang subyektivitas pula. Faktor-faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat dan perbedaan-perbedaan dalam filsafat. Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun penilaian tentang sesuatu kebenaran yang dianggap benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa lain, belumlah tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun waktu yang sama. Sebaliknya sesuatu yang dianggap benar oleh sesuatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman bertikutnya. Maka wajar jika pengertian filsafat itu selalu mangalami perubahan.[2] Plato (427 – 347), Filsuf Yunani yang merupakan murid langsung dari Socrates mengemukakan bahwa Filsafat adalah “Pengetahuan tentang segala yang ada” menurut Plato filsafat berkenaan dengan upaya penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak melalui dialektika. Aristoteles (384 – 322) berpendapat bahwa “filsafat itu menyelidiki sebab dan prinsip segala sesuatu. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika. Logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Aristoteles memandang filsafat sebagai totalitas pengetahuan manusia. Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy untuk melengkapi pengertian kita tentang "filsafat": 1. Filsafat adalah berpikir secara kritis. 2. Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
  • 23. 23 3. Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut. 4. Filsafat adalah berpikir secara rasional. 5. Filsafat harus bersifat komprehensif. Kemudian Windelband, seperti dikutip Hatta dalam pendahuluan Alam Pikiran Yunani, "Filsafat sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu keadaan atau hal yang nyata." Demikian kata Magnis, "Filsafat sebagai usaha tertib, metodis, yang dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang sebetulnya diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, yang tidak hanya mau menelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh pihak-pihak lain. Secara etimologis, pengertian filsafat seperti diuraikan Brubache adalah sebagai berikut: “Phylosophy was, as its etymology from the Greek words filos and sofia, suggest, love of wisdom or learning. More over its wa love of learning in generals, it sub-sumed under one heading what today we call science as well as we now call philosophy. It is for this reason that philosophy is often referred to to as the mother as well as the queen of the science (5:20). (Filsafat berasal dari perkataan Yunani; filos dan sofia yang berarti cinta kebijaksanaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu diartikan cinta belajar pada umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu hanya ada di dalam apa yang disebut filsafat. Untuk alas an itulah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ratu pengetahuan”). Theodore Brameld (dalam Mohammad Nor Syam(1983:20): “ filsafat sebagai aktivitas piker-murni (reflecktive-thinking), atau kegiatan akan manusia dalam usaha untuk menerima secara mendalam sebagai sesuatu”. Berfilsafat merupakan daya dan tingkat berpikir manusia yang tertinggi dalam memahami kesemestaan. Brameld menegaskan filsafat sebagai produk kegiatan berpikir murni ini merupakan wujud dari “ilmu”, sebagai hasil pemikiran dan berfilsafat itu sendiri. Filsafat dalam konteks ini adalah sebagai suatu bentuk perbendaharaan yang terorganisir, memiliki sistematika tertentu sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai suatu “ideologi”. Menurut batasan modern, filsafat diartikan antar lain sebagai illmu yang berusaha untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup hidup pengalaman manusia. Tersirat di dalam yang tersurat., diharapkan manusia dapat [2] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal 15
  • 24. 24 mengerti dan memiliki pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Pengertian “di dalamnya” dalam hal ini menunjuk bahwa manusia itu merupakan keseluruhan dari dunia. Oleh karena semestinya manusia tentu mempunyai caranya berada (Imam Bernadib, 1992:11). Pandangan yang menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia itu adalah pengetahuan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri, dan yang dapat menemukan saling hubungan dan pertalian (implication) dari semua unsure yang dipertinggi. Dalamhubungan ini terdapat perhatian dan kedalaman dalam kebijakan. Sesuai dengan makna filsafat seperti telaah disinggung di depan, berfilsafat adalah berfikir, dan malahan sampai kepada berspekulasi. Berfilsafat berarti menghendaki olah piker yang sadar, artinya teliri dan teratur. Hal ini berarti bahwa manusia menugaskan pikirannya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hokum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang berada di alam, baik yang berasal dari dirinya maupun dari luar dirinya. Diantar unsure-unsur yang diketemukan diperiksa adanya kesamaan dan perbedaan, ditinjau dari keseluruhan, tidak sepotong-potong. Hal ini berarti bahwa berspekulasi adalah suatu tingkatan berpikir filosofis yang lebih mendalam. Pendekatan lain yang dikemukakan oleh Bruner dalam Burns (dalam M.Nor Syam (1983:22), dalam buku “Problems in Education and Philosophy”, antara lain ditulis sebagai beriku: “To ask what is philosophy? ”is usually to ask “ What is the subject matter of philosophy?”. In one sense the sense of considering what philosopher have or used as their subject matter-the answer to that question must be anythink, ..” (3:7). Bertanya tentang apakh filsafat itu biasanya sama dengan menanyakan apakh materi atau objek itu? Dalam satu pengetian-pengaturan apakah yang di ambil atau digunakan oleh ahli filsafat itu sebagai sumber materi jawaban atas pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu, segala sesuatu,….” Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dapat dibedakan menjadi dua yaitu (a) objek formal dan (b) objek material. Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala sesuatu untuk mengerti hakikat sedalam-dalamnya atau mengerti objek material secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everythink). Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik material konkrit (fisik), maupun yang non-materia abstrak (psikis). Termasuk juga
  • 25. 25 pengertian abstrak logis, konseptual, nilai-nilai. Oleh karena itu maka objek material filsafat tak terbatas, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Mengingat bahwa filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan itu semestinya mempunyai objek material dan objek formal. Hanya objek material ilmu pengetahuan amat terbata, tertentu maka dapat dengan mudah pula dibedakan ilmu satu dengan ilmu lain. Bertolak dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa objek materi suatu ilmu dapat saja sama. Sebab objek forma ialah sudut pandangan, tujuan penyelidikan. Jadi pada dasarnya untuk mengenal esensi ilmu, bukanlah pada objek materialnya, melainkan pada objek formalnya (yang bersangkutan). Dengan demikian mempelajari filsafat pendidikan artinya mengerti skope filsafat secara sederhana. Sulit ditemukan kesepakatn para ahli mengenai makna dan hakikat filsafat, namun paling tidak dapat ditemukan pemahaman umum, bahwa aktivitas filsafat selalu ditandai dengan adanya upaya berpikir kritis, sungguh-sungguh, berhati-hati melalui system dan tata cara tersendiri dalam mencari dan memahami berbagai realitas dengan sedalam- dalamnya dan menyeluruh menuju suatu kesimpulan yang baik dan komperhensif. Pendeknya, berpikir filsafat merupakan upaya berpikir sistematis dan radikal tentang segala realitas yang ada dan atau diduga ada untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Semakin komperhensif analisis yang dilakukan tentang suatu perkara dalam realitas, maka semakin baik dan jernih pulalah kesimpulan atau keputusan yang diperoleh yang secara niscaya akan berdampak pula pada nilai kebenaran yang akan diraih dalam kativitasnya. Aktivitas filsafat yang selalu ditandai dengan adanya proses tindakan akal budi manusia yag sungguh-sungguh dan terarah melalui system berpikir logis dan sistematis yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menemukan kebenaran. Ini berarti bahwa aksentuasi filsafat berada pada wilayah proses pencarian kebenaran. Produk filsafat tergantung pada eksistensi aktivitas akal budi manusia dalam upaya mencari kebenaran. Sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran filsafat mestilah dibedakan dengan filsafat itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah pemikiran dan bukan pula ajaran, tetapi lebih pada aktivitas berpikir secara sistematis menurut alur berfikir filsafat menuju
  • 26. 26 terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan murni tentang suatu realitas. Dan karenanya pula, maka aktivitas filsafat banyak bergerak pada wilayah proses tempuh seseorang dalam memperoleh kebenaran dan bukan pada penekanan ajaran, dogma atau pemikiran. Disinilah kemudian filsafat lebih terkonsentrasi pada wilayah metodologi atau proses pelahiran suatu kebenaran. Beradasarkan urain diatas dapat diambil kesimpulan filsafat adalah suatu proses berpikir logis, kritis, dan sistematis tentang segala realitas yang ada dan yang mungkin ada yang akan menjadi sikap dan keyakinan yang sangat dijunjung tinggi oleh subjeknya. Filsafat adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan pemahaman dan gambaran makna yang jelas dan benar tentang sesuatu dalam keseluruhan hakikatnya. Filsafat adalah analisis yag diarahkan untuk mencari makna kata dankalimat dalam suatu pemikiran, sehingga ditemukan apa yang dikehendaki oleh pemikirnya. Filsafat adalah upaya mencari jawaban atas berbagai problematika yang menjadi perhatian khusus manusia dalam kehidupannya. 2. Ruang Lingkup Filsafat Berdasarkan objek kajiannya, kajian filsafat biasanya dibagi ke dalam tiga bidang permasalahan: metafisika, epistemology, dam askiologi, sehingga setiap masalah filsafat selalu masuk ke dalam salah satu bidang kajian ini. a. Metafisika Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah istilah filsafat itu diidentikan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin filsafat secara utuh, tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari keseluruhan bagian-bagian disiplinnya. Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang berkenaan dengan hakikat realitas. Konsentrasi filsafat disini lebih diarahkan untuk menelaah dan atau mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tentang hakikat yang ada dan dianggap ada. Jika fisika membicarakan segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindra yang kebenarannya ditemukan oleh unsure pengamatan dimana pengukurandan pengujiannya secara empiris, maka metafisika membincangkan sesuatu
  • 27. 27 yang tidak terjangkau olehnya. Metafisika terfokus telaahannya pada bidang esensi sesuatu, apakah sesuatu benar-benar ada? Dan apa hakikat sesuatu itu? Sekilas pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat sederhana, tetapi yang diinginkan oleh metafisikawan bukanlah sederhana yang dipikirkan oleh fisikawan. Kaum fisikawan jika dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang realitas suatu bangunan umpamanya, maka mereka pun akan menjawab bahwa itu tidak lain adalah susunan molekul-molekul yang eksistensinya terdiri dari atom-atom, dalam atom terdapat pula electron, proton, neutron dan lain sebagainya. Sedangkan jika pertanyaan yang sama dihadapkan pada kelompok metafisikawan, maka mereka tidak melihat bangunan itu dari susunan material yang membentuk dirinya, tetapi mereka akan menjawab persoalan itu dari sudut esensi yang menjadi karakter dan atau sifat pokoknya yang lebih mendalam dan melekat dari suatu bangunan itu. Contoh ini mengilustrasikan bahwa istilah metafisika ini dipakai untuk mengungkapkan masalah-masalah teoritis-intelektual filsafat dalam maknanya yang umum. Identitasnya menyangkut pandangan tentang realitas yang melampaui dunia riil. Oleh karena itu, yang termasuk bidang ini adalah kajian-kajian yang menyangkut persoalan kosmologis seperti pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dunia, proses, dan perkembangan alam semesta, pembicaraan seputar ketuhanan, seperti apakah Tuhan itu ada, kekuasaan dan keadilah Tuhan, bagaimana proses piker tentang adanya Tuhan, bagaimana makhluk bisa berhubungan dengan Tuhan dan lain-lainya. Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah pada bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan anatar riil dan yang ilusi, antara ppengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi dan empiris sebagai apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan hal yang esensi yang berada di ballik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah bagaimana melihat sesuatu realitas secara paripurna. b. Epistemologi Dalam bidang epistemology, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan problem pengetahuan, apa pengetahuan itu? Apa sumber dan bagaimana prosedur memperolehnya? Apa gunanya? Bagaimana nilainya? Bagaimana membentuk
  • 28. 28 pengetahuan yang valid? Apa kebenaran itu? Dan lain-lain. Epistemologi terkonsentrasi untuk membicarakan persoalan yang berkenaan dengan hakikat dan struktur pengetahuan. Secara akademis, epistemology merupkan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar ilmu pengetahuan yang meliputi: (1) Hakkat ilmu;(2) Jenis ilmu pengetahuan yang mungkin dapat diraih manusia;(3) Sumber ilmu pengetahuan itu;(4) Batas-batas ilmu pengetahuan manusia. Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu keputusan itu dpaat dikatan benar. Kebenaran yang diambil atas dasar common sense atau mungkin atas dasar pandangan dan atau pendapat ahli saja tidak dapat menjamin seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan seseorang ingin melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan bimbang atas apa yang diketahuinya. Sehingga dapat diambil sebuah kesepakatan bahwa kajian- kajian epistemology adalah kajian filsafat tentang ilmu pengetahuan dan segala hal yang terkait dengannya. c. Aksiologi Dalam bidang aksiologi , pemikiran filsafat diarahkan pada persoalan nilai baik dalam konteks estetika,, moral maupun agama. Yang menjadi pertanyaan dalam wilayah ini terkait pada hakikat nilai, apakah ia absolu atau relative, bagaimana menentukan niai, apakah sumber nilai itu, dan lain sebagainya. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah mara bagi keseluruhan aktivitas filsafat dalam bidang metafisika maupun epistemology ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat tidak akan terwujud jika aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan menegasikan wilayah aksiologi. Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaah isi diarahkan untuk mencari pemecahan masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya memberikan jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, criteria, validitas, sumber-sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam hal inni telaah filsafat berada dalam wilayah kajian epistemologi.
  • 29. 29 Problem lain yang juga masuk dalam lapangan epistemology ini adalah logika. Logika adalah suatu disiplin dalam kajian filsafat yang mengajarkan tentang tata hubungan antar gagasan dan ide yang dimiliki seseorang menuju pembentukan suatu kesimpulan, pemahaman, dan keyakinan mendalam terhadap segala realitas. Dengan logika seseorang akan memiliki pemahaman yang tegas dan jelas tentang bagaimana membangun sebuah pemikiran yang logis, baik dalam struktur maupun dalam materi. Sedemikian rpa sehingga dengan logika, seseorang dapat menyusun dan atau menata idenya dengan struktur kalimat yang logis dan sistematis yang adalah juga sebagai lambang utama dalam karakteristik filsafat. Sedangkan jika yang menjadi fokus telaahannya penyangkut problem nikai dan atau mencari nilai-nilai yang diperlukan dan dikehendaki manusia sebagai dasar pijakan dan pegangan dalam hidup dan kehidupannya, maka kajiannya berada ke dalam lingkup aksiologi. Untuk yang terakhir ini, diskursus penting disni adalah hal-hal yang berkenaan dengan problem nilai kebenaran, nilai, kebaikan, dan nilai keindahan. Mengingat bahwa universalitas filsafat itu memiliki hubungan erat dengan berbagai bentuk problem hidup dan kehidupan manusia yang tampak dalam berbagai dunia pengalaman dan wawasan yang meniscayakan munculnya berbagai jawaban atas berbagai realita dan varian yang bergelayut di dalamnya, maka dalam tata cara dan sistemnya, penyelesain filsafat pun tergantung pada problemnya. Jika problem berkenaan dengan pencarian konseptual yang sifatnya universal, maka pendekatan filsafat yang berhubungan dengan tata kehidupan dan perilaku manusia. Berdasarkan perwilayahn objek filsafat ini, maka dalam tata kerja piker filsafat dapat pula dibagi kepada dua bagian, yaitu filsafat teritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis adalah pendekatan filsafat yang ditujukan untuk persoalan- persoalan yang umum, baik tentang hakikat maupun pengetahuan. Hal ini dapat dilihat umpamanya dalam bidang ontology, kosmogoni, kosmologi, antropologi, epistemology, logika, teologi, filsafat agama, dan lain sebagainya. Yang praktis adalah pendekatan filsafat yang ditujukan untuk menemukan kewajiban-kewajiban, kebutuhan-kebutuhan, dan keinginan-keinginan humanitas. Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya, etika, sosiologi, filsafat sejarah, estetika, psikologi, psikologi agama, filsafat politik, dan lain sebagaimya.
  • 30. 30 Kecuali itu, apabila dilihat pula dari segi teknis dan system aktivitasnya, filsafat memiliki tiga corak, yaitu: spekulatif, analitik, dan prespektif. Filsafat spekulatif adalah suatu system berpikir filsafa tentang segala sesuatu yang ada. Para filsuf tertarik dalam hal ini karena mereka memandang bahwa pikiran manusia selalu hendak melihat segala sesuatu secara utuh dan menyeluruh, tidak ada satu baianpun di dunia ini yang berdiri sendiri. Eksistensinya selalu terkait dengan yang lain. Oleh karena itu, kebenaran yang sesungguhnya tidak mungkin akan diperoleh seseorang, jika ia dalam aktivitasnya melihat realitas yang satu terpisah dengan realitas yang lain. Filsafat analitik lebih memfokuskan perhatiannya dalam upaya memaknai, menerjemahkan, dan membuat interpretasi terhadap setiap kata yang digunakan dalam suatu ide, agar ide itu dapat dipahami sesuai dengan keinginan dan maksud sesungguhnya dari pencetusnya. Berbeda dengan dua domensi metodologi filsafat di atas, filsafat preskriptif adalah suatu tedensi kegiatan filsafat yang ingin mencari standar yang kukuh dalam melihat suatu nilai dalam kehidupan manusia, baik dalam konteks baik dan buruk; benar dan salah; indah dan jeleknya suatu tindakan. 3. Filsafat Pendidikan Berbagai pengertian tentang filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany (1979 : 36) mengartikan bahwa filsafat pendidikan yaitu aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1) filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001). Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Filsafat praktek pendidikan dapat dibedakan menjadi: (a) filsafat proses pendidikan (biasanya hanya disebut filsafat pendidikan) dan (b) filsafat sosial pendidikan. Filsafat proses pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
  • 31. 31 Filsafat proses pendidikan biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu: (1) apakah sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya, dan (3) dengan cara apakah tujuan pendidikan itu dapat dicapai (Henderson, 1959 dalam Mudyahardjo, 2001). Filsafat sosial pendidikan merupakan analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam mewujudkan tatanan manusia idaman. Filsafat sosial pendidikan, terkait dengan tiga masalah pokok, antara lain: (1) hakekat kesamaan pendidikan dan pendidikan, (2) hakekat kemerdekaan dan pendidikan, dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan. Secara konsepsional filsafat ilmu pendidikan didefinisikan sebagai analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melalui riset, baik kualitatif maupun kuantitatif. Objek filsafat ilmu pendidikan dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: 1) Ontologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan. 2) Epistemologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan. 3) Metodologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan, dan 4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan. Status filsafat ilmu pendidikan dengan filsafat secara umum ditampilkan pada Gambar 1 (Mudyahardjo, 2001). Selanjutnya disebutkan bahwa, aliran-aliran filsafat pendidikan, antara lain: aliran idealisme, realisme, scholatisisme, empirisme, pragmatisme dan aliran neoposivitisme. Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan ( emosional), menuju arah tabi’at manusia. Jadi filasafat dapat pula diartikan sebagai teori umum pendidikan. Barnadib (1993 : 3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pendidikan. Secara filosofis pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis
  • 32. 32 terhadap bidang pendidikan. Menurut seorang ahli filsafat Amerika Brubachen sebagaimana diungkapkan oleh Arifin (1993 : 3) bahwa filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Secara makro, (umun) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi: 1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan. 2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. 3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan. 4. Merumuskan hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan. 5. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan. 6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan. Dengan demikian, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana dengan tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita- citakan. Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebaai nilai. Tiap manusia bernilai tertentu yuang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat maniusiawi seperti saya atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi
  • 33. 33 dengan pribadi (higher order interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal secara afektif antara saya (yaitu I) dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self). Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan hubungan variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan jumlah variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra orang perorang (personal). Artinya sifat manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu. Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. Kreativitas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, sehingga ilmu pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan-nya khususnya ditanah air kita. Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis). Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro) lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan mengajar. 4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Filsafat adalah studi secara kritis mengenai masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan manusia dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang terbaik agar dapat mengatasi semua permasalahan hidup dan kehidupan yang dihadapi. Dalam
  • 34. 34 pengertian yang luas, filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat diterima oleh manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bagi manusia agar mendaptkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Dari uraian di atas, dapat dikatan bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar- benar (nyata), baik material konkrit maupun non material (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas (Muhammad Nur Syam, 1988:22). Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalah kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, jua merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi: 1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan ( the nature of education) 2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan ( the nature of man) 3. Merumuskan secara tegas hubungan natar filsaffat, filsafat pendidikan, ilmu, agama, dan kebudayaan 4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan terori pendidikan 5. Merusmuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan, dan politik pendidikan (system pendidikan) 6. Merumuskan system nilai –norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan ( Tim Dosen IKIP Malang :65) Dengan demikian, dari uraian di aasa dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan. Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari sesuatu. Sementara filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung pada ruang dan waktu dalam pembahasan dan penyelidikannya tentang hakikat sesuatu yang menjadi objek dan materi dari pembahasannya. Pertanyaan yang diajukannya berkisar sekitar apa itu, darimana dan kemana. Filsafat ingin memperoleh realita
  • 35. 35 mengenai apa hakikat benda, dari mana asal usulnya dan kemana tujuan akhirnya (Ali. 1986:7) Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas, maka para ahli pun membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant (Hamdani, Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik, dan metafisika. a. Logika. Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berpikir (thinking) dan meneliti research dalam melakukan observasi, intripeksi, deduksi dan induksi, hipotesis dan analisis eksperimental dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalalui upaya logika agar bisa dipahami. Studi logika kadang kurang menarik perhatian sebagian orang, namun studi ini pada prinsipnya suatu kejadian yang penting dalam sejarah berpikir umat manusia dan sebagai revisi terhadap metode berfikir dan meneliti. b. Estetika. Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat mengenai kesenian c. Etika. Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilm pengetahuan yang nilainya tinggi (sophisticated). Menurut Socrates, bahwa etika sebagai pengetahuan tentang baik, buruk, jahat, dan mengenai kebijaksanaan hidup. d. Politik. Suatu studi tentang organisasi social yang utama dan bukan sebagai mana yang diperkiraka orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan kantor. Politik merupakan pengetahuan mengenai organisasi social seperti monarki aristokrasi, demokrasi, sosialisme, marksisme, feminism dan lain-lain, sebai ekspresi aktual filsafat politik e. Metafisika. Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakikat semua benda (ultimate reality of auting), nyata dari benda (antologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh anatar pikiran seseorang dan benda dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi). John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat Amerika, mengatak behwa hubungan antar filsafat dan pendidikan sangat erat sekali. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan arena kedua disiplin tersebut menghadapi menghadi problema-problema filsafat secara bersama-sama. Menurut Imam Barnadib (1994:20), filsafat sebagai ilmu yang mempelajari obkek dari segi hakikatnya, memilik beberapa problema pokok anatar lain:
  • 36. 36 (a). realita, yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran, akan muncul bila orang telah mampu mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh tersebut memang nyata. Realita dibagi oleh metafisika; (b). pengetahuan, yakni yang menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dibagi oleh epistemology; (c) Nilai, yang diperoleh oleh filsafat disebut aksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya misalnya nilai yang bagaimana yang diingini manusia sebagai dasar hidupnya. Disamping tiga problema pokok tersebut, terdapat problema yang merupakan bagian dari pengetahuan dan dipelajari atau dibagi oleh logika (ajaran berfikir), yakni problema yang berhubungan dengan masalah hubungan yang benar dan tepat antara gagasan dan ide yang telah dimilki oleh manusia. Menurut Imam Barnadib (1994: 21), dalam penegembangan konsep-konsep pendidikan dapat dugunakan sebagai dasar hasil-hasil yang diperoleh dari cabang- cabang di atas. Lebih penting lagi, dalam menyelenggarakan pendidikan perlu mengetahuai bagaimana pandangan dunia terhadap pendidikan yang diperlukan masyarakat pada masanya. Hal ini merupakan kajian metafisika. Begitu juga halnya dengan keberadaan epistemologi, aksiologi, dan logika dalam dunia pendidikan, tentunya member kontribusi yang besar. Filsafat pendidikan mempunyai akar filsafat klasik. Filsafat merupakan studi melalui penggunaan kekuatan pemikiran, sebagai puncak akhir sebab-sebab sesuatu di alam nyata. Filsafat membantu kita untuk menjawab pertanyaan, seperti apakah realita itu? Bagaimana kita mengetahui segala sesuatu? Filsafat juga membantu kita mengatur keyakinan pribadi kita agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Mempelajari filsafat pun member manfaat kepada kita agar lebih mengerti siapa kita, kenapa kita disini, dan sejauh mana (dimana) kita berada. Filsafat pendidikan memiliki perhatian terhadap filsafat klasik. Tetapi perhatian filsafat ini fokus pada analisis dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan. Hanya saja, sebagai suatu bnetuk dari filsafat umum mengenai kehidupan ia memiliki upaya untuk mengembangkan berbagai masalah filsafat yang berhubungan dengan pendidikan dan sekolah. Hamper setiap hari para pengajar tidak saja berhadapan
  • 37. 37 langsung dengan persoalan-persoalan pendidikan, tapi juga masalah pokok yang tidak bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986:111). Sebagai filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas. a. Manusia (people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kemaatangan. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan bagi keyakian manusia sebagai individu. Orang dua, guru, teman, saudara kandung, anggota-anggota kelurga, tetangga dan orang lain dalam masyarakat akan mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku individu. Macam-macam hubungan dan pengalaman seseorang bersama kelompok di atas membantu proses penciptaan sikap dan system keyakiannya. b. Sekolah. Pengelaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru didalamnya merupakan sumber-sumber pokok dari filsafat prndidikan. Banyak orang yang telah memutuskan untuk perfrofesi guru karena meraka menyenangi sekolah, atau mungkin karena dipengaruhi seseorang selama belajar di sekolah. Ada juga yang memilih mengejar karir mengejar karena meraka yakin akan dapat menciptakan kondisi sekolah yang lebih baik bagi anak didik dan generasi anak muda. Sekolah telah mempengaruhi dan akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang. c. Lingkungan (invironment). Lingkungan social budaya tempat tinggal seseorang dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan dalam masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi, hal ini akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang. Sumber-sumber yang disebutkan di atas merupakan sumber-sumber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang dialami seseorang. Sumber-sumber ini akan terus memiliki dampak karena seseorang individu terus tumbuh dan berkembang. Filsafat mengkaji permasalahan yang menyangkut nilai dan ditentukan untuk dijadikan pandangan hidup manusia. Dengan demikian, filsafat mempunyai ruang lingkup yang lebih luas menuju asaran yang lebih luas, menjurus, total dan komprehensif. Selanjutnya filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari objeknya dari hakikat ini, lalu berhadap dengan problem. Problem tersebut meliputi realita, pengetahuan dan nilai (Imam Barnadib, 1994: 20).
  • 38. 38 Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan karena pendidikan. Sedangakan filsafat, dengan cara kerjanya bersifat sistematis, yunifersal dan radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam (Jujun, 1982: 4), ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia dan mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu penting. Karena masalah pendidikan merupakan massalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Dari uraian di atas, dapat diambil suatu konklusi bahwa filsafat adalah studi kritis tentang masalah-masalah kehidupan yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik bagaimana mengenai msalah tersebut. Dalam hal ini, filsafat bertujuan memberikan yang lebih dapat diterima tentang konsep-konsep hidup yang meliputi suatu kehidupan yang ideal dan lebih mendasar. Sedangkan filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat member latihan yang pada dasarnya diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dlam membangun nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita hidup yang tinggi dengan berubahnya filsafat yang tertanap dalam diri mereka. Dengan demikian, filsafat pendidikan adalah mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam lapangan pendidikan.
  • 39. 39 5. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan 1) Rekonstruksionisme a) Rekonstruksionisme dalam Pengertian dan Sejarah Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme adalah sebuah aliran yang berupaya merombak tata susunan lam adan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercocok modern. Aliran ini sering disebut dengan aliran rekonstruksi social. Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal sejarahnya di tahun 1920 dengan lahirnya sebuah karya John Dewey yang berjudul reconstruction in philosophy yang kemudian digerakkan secara nyata oleh George Counts dan Harold Rugg di tahun 1930-an selalu ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun telah pula diformulasikan oleh George S. Counts dalam sebuah karya klasiknya Dare the Schools Build a New Social Order? Yang diterbitkan pada tahun 1932. Aliran ini pada prinsipnya sependapat pada aliran perenialisme dalm mengungkap krisis kebudayaan modern. Menurut Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang kebudayaannya terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Bila aliran perenialisme memilih cara dan jalan pemecahan maslah dengan kembali kepada abad pertengahan, maka rekonstruksionisme berupaya membina suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan yang pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Halsenada juga di kemukakan oleh John Hendrik, bahwa rekonstruksionisme merupakan revormasi social yang menghendaki budaya modern para pendidik. Rekonstruksionisme memandang kurikulum sebagai problem sentral, dimana pendidikan harus menjawab pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde social baru? Tujuan utama dan tertinggi hanya melalui kerja sama semua bangsa. Penganut aliran ini percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-bangsa yang tersimpul dalam ide rekonstruksionisme. Hari depan bangsa-bangsa adalah sebuah dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang
  • 40. 40 dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi ini bukan hanya sekedar teori tetapi mesti menjadi kenyataan, karena hanya dengan cra demikian dapat diwujudkan sebuah dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hokum bagi masyarakat, tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan. Rekonstruksionisme di barat bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan perpaduan antara ajaran agama dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern dalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia. Rekontruksionisme mencita-citakan terwujudnya suatu dunia baru dengan suatu kebudayaan baru dari satu kadaulatan dunia dalam mengontrol umat manusia. Rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang baru di seluruh lingkungannya, rekonstruksionisme ini juga ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan. John Dewey (1859-1952) dalam hal ini mengatakan, bahwa education as reconstruction. Muhammad Iqbal (w.1938) dalam hal ini mengungkapkan, bahwa perubahan mendasar dalam pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang meliputi keseluruhan system pendidikan guna untuk membentuk pandangan baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Menciptakan masyarakat baru melalui rekonstruksi pendidikan merupakan suatu, karena dengan system pendidikan yang buruk yang diselenggarakan pemerintahan india saat itu menurut Muhammad Iqbal tanpa kesadaran untuk menanamkan pemahaman bagi pemuda akan pentingnya kecerdasan guna merebut kepentingan individu, melalui prinsip idealism dan spirtualisme. b) Landasan Filosofis Rekonstruksionisme Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realitas itu bersifat universal, realitas itu ada di mana saja dan sama di setiap tempat. Untuk memahami suatu realitas dimulai dari sesuatu yang konkret menuju arah yang khusus yang menampakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca indra manusia. Misalnya hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-
  • 41. 41 benda lain disekeliling kita. Realitas tidak terlepas dari suatu system disamping subtansi yang dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut yang dipilih melalui akal pikiran. Pada prinsipnya aliran ini memandang alam metafisika dalam bentuk dualism dimana alam nyata ini mengandung dua hakikat, jasmani dan rohani. Kedua macam hakekat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, azali dan abadi, hubungan antara keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Rine Dercartes seorang tokohnya menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima prinsip dualism ini menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindra manusia sementara kenyataan batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup. Di balik realitas, sesungguhnya terdapat kualitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima dalam konteks ini adalah tuhan sebagai penggerak yang tidak digeraknya. Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dari substansi. Muhammad Iqbal sebagai tokoh rekonstruksionisme dari dunia islam mengatakan, bahwa hakikat manusia adalah segenap kekuatan diri yang akan menentukan siapa ia. Apabila ego seseorang dapat berkembang dengan baik, maka eksistensinya dalam masyarakat dan dunia pun akan diakui. Jika manusia tidak mengambil prakarsa dan berkeinginan untuk mengembangkan dirinya dan tidak ingin merasakan gejolak batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh yang ada padanya akan mengkristal dan perlahan-perlahan akan menjadikan dirinya tereduksi kepada benda- benda mati. Oleh karena itu Iqbal berpendapat, bahwa untuk membangun kembali umat islam yang telah terpuruk pada kemrosotan humanitas, perlu menata dan membangun kembali tata system baru dengan mengembangkan potensi diri dan akal manusia yang akan menunjuk pada eksistensi manusia dalam memandang realitas. Suatu yang riil bukan saja bersifat rasional-idealis seperti yang ditawarkan Plato, tetapi juga sesuatu yang bersifat indrawi. Muhammad Iqbal dalam hal ini percaya, bahwa gagasan semata tidak akan memberikan pengaruh bagi gerak maju manusia, suatu gagasan memerlukan penjabarann ke dalam bentuk tidakan nyata, karena memang amal perbuatanlah yang akan membentuk kualitas kemanusiaan. Muhammad Iqbal dalam hal ini menegaskan, bahwa hidup sesungguhnya adalah melakukan segala sesuatu yang
  • 42. 42 membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Islam dalam hal ini memiliki aturan- aturan yang disusun sedemikian rupa, sehingga individu dan masyarakat mana pun yang melaksanakannya akan dapat memperoleh kemajuan yang paling besar dalam menata kehidupannya menuju pada kesempurnaan manusia. Hal yang sama juga diungkapkan oleh John Dewey yang mengungkapkan bahwa ide-ide dan gagasan-gagasan mestilah sesuatu yang dapat diterapkan dalam tindakan- tindakan yang berguna bagi pemecahan berbagai problematika yang muncul dalam masyarakat. Kajian epistemology aliran ini tampaknya merujuk pada pendapat aliran pragmatism di satu sisi dan perenialisme di sisi lain, karena menurut aliran ini bahwa untuk memahami realitas alam nyata memerlukan sebuah azas tahu, dalam arti tidak mungkin memahami realitas tanpa mengalami proses pengalaman dan hubungan dengan realitas terlebih dahulu melalui penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan. Karena itu, baik indra maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan. Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self-evidence, yakni bukti yang ada pada dirinya sendiri, realitas dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuannya yang benar buktinya ada di dalam pengetahuan itu sendiri. Kajian tentang kebenaran itu, diperlukan suatu pemikiran dan metode yang diperlukan untuk menuntut agar sampai pada pemikiran yang hakiki. Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran atau rasio dan bukti atau evidence dengan jalan pemikirannya silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan logis antara premis mayor, premis minor dan kesimpulan dengan memakai cara pengembalian kesimpulan deduktif dan induktif. Pandangan aksiologi. Dalam interaksi sesame manusia diperlukan nilai, begitu pula hubungan manusia dengan manusia dan alam secara sadar maupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian. Aliran rekonstruksionisme memandang nilai berdasarkan pada supernatural yang bersifat universal yang berdasarkan pada nilai-nilai teologis. Karena hakikat manusia adalah emanasi yang secara potensial berasal dari dan dipimpin oleh tuhan, maka peninjauan tentang kebaikan dan keburukan pun dapat dilakukan dan diketahuinya.
  • 43. 43 Sebagai objek, manusia telah memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat buruk. Nilai kebaikan tertinggi adalah nilai-nilai yang terbebas dari penguasaan hawa nafsu. Penentuan nilainya selalu ditentukan oleh akalnya semata, namun dalam mencapai kebaikan tertinggi manusia perlu bersatu dengan tuhan dalam pemikirannya rasionalnya. Kaitannya dengan estetika, bahwa hakikat keindahan yang sesungguhnya adalah tuhan itu sendiri, sehingga nilai-nilai yang baik dan indah yang ada pada manusia adalah nilai-nilai yang terpancar dari nilai-nilai universal yang abadi dari tuhan. Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa kesadaran diri dan individualitas merupakan kata kunci bagi penyempurnaan kemanusiaan. Gerak sejarah manusia selalu ditentukan oleh peran ego yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan kebebasan dirinya. Individualitas adalah suatu gerak maju yang menjadi saluran segala objek dan benda. Dengan memperkuat kepribadian, ego manusia dapat menguasai lingkungan dan mendekati ego tuhan dengan sifat-sifatnya, sehingga manusia itu pun mencapai kesempurnaannya. Jadi, perubahan sejarah, sangat tergantung pada kualitas individu dalam memahami dan memaknai hakikat hidup. Aristoteles dalam hal ini membedakan kebajikan kepada dua macam, yaitu kebajikan moral dan kebajikan intelektual. Kebajikan moral diperoleh melalui pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan intelektual. c) Pandangan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab social. Hal ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realitasnya diarahkan untuk pengembangan dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenan dengan hakikat manusia, tetapi juga terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka idealitasnya terletak pada filsafat pendidiknya. Bahkan penetapan tujuan dalam hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan suatu masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan. Para rekonstruksionis menginginkan, bahwa pendidikan dapat memunculkan kesadran para subjek didik untuk senantiasa memperhatikan persoalan social,
  • 44. 44 ekonomi dan politik dan menjelaskan kepada mereka bahwa memecahkan problem. Tujuan aliran ini tidak lain adalah untuk membangun masyarakat baru, yakni suatu masyarakat global yang memiliki hubungan interdependensi. Rekonstruksionisme percaya bahwa manusia memiliki potensi fleksibel dan kukuh baik dalam sikap maupun dalam tindakan. Adalah suatu hal yang paling berharga dalam kehidupan manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup untuk mengembangkan potensi naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam hal ini adalah jawaban atas keinginan potensial manusia itu. Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah mampu membangun dunia bagi masyarakat dengan menggunakan kemampuan akal, indra dan intuisi. Oleh karena itu ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum pendidikan itu. Pendidikan harus menjadikan subjek didiknya mampu menggunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya sebagai wahana bagi perealisasian nilai-nilai spiritual. Pendidikan menurutnya mesti mampu memandang situasi actual dengan tidak melihat manusia secara sebahagiaan-bagian. Pendidikan baru harus mampu menjadikan ilmu-ilmu pengetahuan sebagai wahana bagi realisasi nilai-nilai spiritual. Untuk itu perl;u adanya upaya integrasi intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah ritinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif, dan inovatif. Jonh Dewey sebagai seorang tokoh awal pergerakan aliran ini mengatakan, bahwa pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya. Manusia adalah bagian terpenting dalam sebuah masyarakat, sehingga apapun yang ia lakukan selalu berkenan dengan pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan individu berfungsi dalam suatu bentuk sosiam namun itu bukanlah sifat asli yang dapat memisahkan suatu bangsa, kelompok, dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam pengembangannya memerlukan hubungan dengan sesuatu yang berbeda di luar dirinya dan di sinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat. Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi mesti mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.