1. MENAMBAH WAWASAN SEJARAH
Mengapa Di Indonesia Ada Gelar Haji?
- Gelar haji Konon hanya dipakai oleh bangsa melayu. Tidak ada dalil yang mengharuskan jika
setelah menunaikan ibadah haji harus diberi gelar haji/hajjah. Bahkan sahabat Rasulullah pun
tidak ada yang dipanggil haji.
Sejarah pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654H, pada saat kalangan tertentu di kota
Makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu
keamanan kota Makkah.
Karena kondisi yang tidak kondusif tersebut, hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus,
ditambah kekacauan yang terjadi, maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama
sekalai, bahkan oleh penduduk setempat juga tidak.
Setahun kemudian setelah keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan. Tapi bagi
mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain mempersiapkan mental, mereka juga
membawa senjata lengkap untuk perlindungan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan
perengkapan ini para jemaah haji ibaratkan mau berangkat ke medan perang.
Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan
menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Dengan kemeriahan sambutan dengan
tambur dan seruling, mereka dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal
dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar “Haji”.
Gelar Haji di Indonesia
Di zaman penjajahan belanda, pemerintahan kolonial sangat membatasi gerak-gerik umat
muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih
dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir dapat
menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, lalu menimbulkan
pemberontakan.
Masalahnya, banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan.
Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan
Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama,
Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang
juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.
Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda
untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan
mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji
dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad
tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan P. Onrust dan P. Khayangan di
Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.
Jadi demikianlah, gelar Haji pertama kali dibuat oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan
gelar huruf “H” yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah. Seperti disinggung
sebelumnya, banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji, maka pemakaian gelar H
akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mencari orang tersebut apabila terjadi
pemberontakan.
Uniknya, pemakaian gelar tersebut sekarang malah jadi kebanggaan. Tak lengkap rasanya bila
pulang berhaji tak dipanggil “Pak Haji” atau “Bu Hajjah”. Ritual ibadah yang berubah makna
menjadi prestise? Ironis…