1. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran
Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai ’siasat’, ’kiat’, ’trik’, atau
’cara’ (Fathurrohman dan Sutikno, 2007). Sedangkan secara umum, strategi
mempunyai pengertian garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Djamarah, 2006; Fathurrohman dan
Sutikno, 2007). Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan
keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat
diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a
particular educational goal (David dalam Depdiknas, 2008).
Adapun strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai pola umum
kegiatan guru murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan (Djamarah, 2006; Fathurrohman dan
Sutikno, 2007). Atau dengan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan
sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu (Fathurrohman dan Sutikno, 2007). Menurut Depdiknas
(2008), strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran. Dilain pihak Dick & Carey (1985)
8
2. 9
menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil
belajar pada siswa (Depdiknas, 2008). Strategi pembelajaran (belajar-mengajar)
merupakan cara dan urutan yang ditempuh seorang guru dalam mengajar agar
berhasil atau tujuan pembelajaran tercapai (Arifin, dkk. 2000).
Arti penting strategi pembelajaran adalah kunci peningkatan jaminan
kualitas pembelajaran. Strategi pembelajaran aktif merupakan satu alternatif
yang memungkinkan untuk melakukan kontekstualisasi guna menciptakan
partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, yang pada gilirannya
mendorong kemudahan peningkatan jaminan kualitas guru (Munthe, 2009).
Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan
wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar
mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Menurut
Mansyur (Djamarah, 2006; Fathurrohman dan Sutikno, 2007), batasan belajar
mengajar yang bersifat umum mempunyai empat dasar strategi, yakni:
a. Mengidentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak
didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
b. Mempertimbangkan dan memilah sistem belajar mengajar yang tepat untuk
mencapai sasaran yang akurat.
c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan
guru dalam menunaikan kegiatan mengajar.
3. 10
d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar.
Strategi/metode/teknik pembelajaran mutlak harus sesuai, serasi, dan
selaras dengan materi/bahan ajar dan kompetensi yang ingin dicapai guru dan
murid seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Strategi pembelajaran adalah alat
atau media, bukan tujuan pembelajaran (Munthe, 2009)
MATERI
EVALUASI Pembelajaran KOMPETENSI
STRATEGI
Gambar 2.1 Hubungan Strategi Pembelajaran dengan Materi, Kompetensi, dan
Evaluasi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dikatakan tepat jika sesuai dengan
kecenderungan kompetensi sebagai totalitas hasil belajar yang akan
dikembangkan, yakni apakah lebih bersifat kognitif, afektif, atau psikomotorik.
Tingkat berpikir yang berbeda membutuhkan strategi pembelajaran yang
tepat (seperti yang dpat dilihat pada Tabel 2.1). Pengembangan berpikir
(kognitif, afektif, atau psikomotorik) ini menjadi tujuan pembelajaran dari mata
4. 11
pelajaran tertentu. Pengembangan hasil belajar ini dapat dikelompokkan ke
dalam ranah atau domain kognisi. Benyamin Bloom menjelaskan bahwa
domain kognisi (cognitive) terdiri atas 6 tingkatan, mulai dari yang sederhana
sampai yang sangat kompleks, yaitu knowledge (pengetahuan), comprehension
(pemahaman), aplication (penerapan), analysis (analisis), synthesis (sintesis),
dan evaluation (penilaian).
Jika studi sosial memiliki nilai-nilai seperti kepribadian, yang menjadi
tujuan pembelajaran, maka ia dimasukkan ke dalam kelompok domain afeksi
(affective). David R. Krathwohl (dalam Munthe, 2009) menjelaskan bahwa
domain afeksi atau affective terdiri atas 5 level. Tingkat domain itu dimulai dari
yang sederhana sampai yang sangat kompleks, yaitu receiving, responding,
valuing, organization, dan characterization. Kemampuan tingkat yang lebih
tinggi akan sekaligus memenuhi kemampuan di bawahnya.
Demikian halnya dengan domain psikomotorik (psychomotor) yang
mengembangkan kemampuan motorik, mulai dari yang sederhana sampai yang
sangat kompleks.. Jika sebuah kompetensi mengandung pengembangan totalitas
hasil belajar yang meliputi berbagai domain, maka ia juga membutuhkan
berbagai strategi pembelajaran yang tepat.
5. 12
Tabel 2.1 Kesesuaian Ranah dan Tingkat Hasil Belajar dengan Strategi
Pembelajaran (Munthe, 2009)
Domain Level Methode or Strategy
1. Knowledge • Lecture, programmed instruction, drill and practice
2. Comrehension • Lecture, modularized intruction, programmed
intruction
3. Application • Discussion, simulation and games, CAI, modularized,
instruction, field experience, laboratory
Cognitive 4. Analysis • Discussion, independent/group project, simulation,
field experience, role playing, laboratory
5. Synthesis • Independent/group project, field experience, role
playing, laboratory
6. Evaluation • Independent/group project, field experience,
laboratory
• Lecture, discussion, modularized intruction, field
1. Receiving
experience
• Discussion, simulation, modularized intruction,
2. Responding
role playing, field experience
Affective • Discussion, independent/group project, simulation,
3. Valuing
role playing, field experience
• Discussion, independent/group project, field
4. Organization experience
• Independent project, field experience.
5. Characterization
1. Perception • Demonstration (lecture), drill and practice
2. Set • Demonstration (lecture), drill and practice
3. Guided • Peer (teaching), games, role playing, field
Response experience, drill and practice
Psychomotor • Games, role playing, field experience, drill and
4. Mechanism practice
5. Complex Overt • Games, field experience
Response
6. Adaptation • Independent project, games, field experience
• Independent project, games, field experience
7. Origination
6. 13
Strategi pembelajaran yang disusun juga harus sesuai dengan
pendekatan yang akan digunakan. Pendekatan pembelajaran dalam pendidikan
diciptakan orang berorientasi pada aspek hasil belajar yang diharapkan dapat
dimiliki seseorang setelah melaksanakan pembelajaran. Beberapa pendekatan
pembelajaran di antaranya adalah pendekatan konsep dari J. Bruner, pendekatan
pengorganisasian konsep dari David Ausubel, pendekatan tingkat
perkembangan intelektual dari Piaget, serta pendekatan Induktif-Deduktif dari
Hilda Taba, pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach), dan
pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat yang berorientasi pada paham
bahwa belajar pada dasarnya adalah pengembangan intelektual (Arifin, 2003).
B. Representasi Kimia
Representasi adalah perbuatan mewakili, keadaan mewakili, perwakilan
(KBBI, 2002). Menurut Johnstone dalam Chittleborough (2004), konsep kimia
pada umumnya dapat direpresentasikan pada tiga level yang berbeda, yaitu:
1. Level makroskopik: riil dan dapat dilihat, seperti fenomena kimia yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat diamati
langsung.
2. Level sub-mikroskopik: berdasarkan observasi riil tetapi masih memerlukan
teori untuk menjelaskan apa yang terjadi pada level molekuler dan
7. 14
menggunakan representasi model teoritis, seperti partikel sub-mikroskopik
yang tidak dapat dilihat secara langsung.
3. Level simbolik: representasi dari suatu kenyataan, seperti representasi simbol
dari atom, molekul, dan senyawa, baik dalam bentuk gambar, aljabar, maupun
bentuk-bentuk hasil pengolahan komputer.
Ketiga level representasi kimia ini saling berhubungan dan berkontribusi
dalam pembentukan makna dan pemahaman siswa terhadap kimia. Berdasarkan
hal tersebut, representasi kimia bisa digambarkan seperti Gambar 2.2.
Makroskopik
Riil yang dapat diindera
Sub-Mikroskopik Simbolik
Riil dan Representasi Representasi
dari teori model
Gambar 2.2. Representasi Ilmu Kimia
Beberapa literatur menunjukkan bahwa dua aspek dari representasi
kimia adalah penyebab kesulitan dalam belajar kimia. Pertama, khususnya
simbolik dan molekuler (sub-mikroskopik) adalah abstrak dan tidak dapat
dimengerti oleh intuisi (Ben-Zvi, Eylon & Silberstein dalam Wu, 2000).
Kedua, kemampuan siswa untuk memvisualisasikan representasi. Hal ini
dihubungkan dengan pemahaman mereka mengenai suatu konsep (Keig &
8. 15
Rubba dalam Wu, 2000). Contohnya adalah mengubah rumus kimia dari air
(H2O) menjadi rumus sturukturnya.
C. Intertekstualitas Ilmu Kimia
Fenomena kimia yang dapat diamati secara makroskopik biasanya
dijelaskan dengan level sub-mikroskopik dan simbolik dari representasi kimia.
Akibatnya, kemampuan siswa untuk memahami masing-masing level representasi
kimia dan kemampuan untuk mentransfer dari satu level ke level yang lain adalah
aspek yang penting untuk dapat mengerti dan menyimpulkan suatu penjelasan.
Penggunaan secara simultan dari representasi kimia (level makroskopik, sub-
mikroskopik, dan simbolik) terbukti telah mengurangi konsep alternatif
(miskonsepsi) siswa dalam pengajaran dan pembelajaran konsep kimia (Russell et
al. dalam Treagust et al., 2003).
Hubungan intertekstualitas kimia merupakan pertautan antara representasi
kimia, pengalaman kehidupan sehari-hari dan kejadian-kejadian di kelas yang
dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dengan menerapkan
hubungan intertekstualitas kimia, diharapkan siswa dapat memahami konsep-
konsep kimia secara lebih utuh. Pemahaman konsep-konsep kimia tersebut dapat
dibangun pada suatu rangkaian yang saling berhubungan dari konsep yang telah
dipegang siswa. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar bermakna yang
dikemukakan oleh Ausubel. Menurut Ausubel, belajar bermakna terjadi apabila
ada suatu proses yang mengaitkan informasi baru pada konsep yang relevan yang
9. 16
telah ada sebelumnya pada stuktur kognitif seseorang (Arifin, 2003). Jadi, dalam
belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan
yang telah ada dalam struktur kognitif (Dahar, 1996). Tanpa hubungan yang jelas
antara kejadian dan representasi, siswa tidak dapat mengasimilasi pengetahuan
dasar baru ke dalam kerangka konsep mereka (Russell et al. dalam Treagust et
al., 2003). Oleh karena itu, dalam pembelajaran kimia, belajar bermakna harus
berpusat pada siswa dan dihubungkan dengan kejadian-kejadian sebagaimana
disebutkan menurut konstruktivisme (dalam Budiningsih, 2005) yang
beranggapan bahwa pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan
yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap
objek, pengalaman, maupun lingkungnnya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya.
Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh
seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-
pemahaman baru. Karli (dalam Adisusilo) menyatakan konstruktivisme adalah
salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam
proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif
yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar
pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi
dengan lingkungannya. Pendekatan konstruktivisme menghendakai siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu
proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi lebih bermakna dengan
10. 17
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-ide mereka. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu
siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan
agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Artinya guru hanya berperan
sebagai fasilitator siswa dalam memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang akan
dimiliki siswa bermula dari keaktifan siswa untuk mencari dan menemukan.
Pengetahuan tidak akan diperoleh dari siswa yang pasif. Untuk membangun suatu
pengetahuan baru, siswa akan menyesuaikan suatu pengetahuan baru dengan
pengetahuan lama yang telah dimilikinya melalaui berinterksi sosial dengan siswa
yang lain.
Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel dengan konstruktivisme adalah
keduanya menekankan pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya
menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau
pengertian yang sudah dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya
keaktifan siswa dalam belajar.
D. Deskripsi Materi Interaksi antar Partikel
Interaksi antar partikel adalah interaksi yang melibatkan atom, ion, dan
molekul. Interaksi antar partikel terdiri dari ikatan logam (interaksi yang terjadi
antara atom dengan atom), gaya ion-ion (interaksi yang terjadi antara ion yang
satu dengan ion yang lain), gaya antar molekul (interaksi antara molekul yang
11. 18
satu dengan molekul yang lain), dan gaya ion dengan molekul. Yang menjadi
fokus penelitian ini adalah gaya ion-ion, gaya van der Waals (gaya dipol-dipol,
gaya dipol-dipol terimbas, gaya dispersi London), ikatan hidrogen, dan gaya ion
dengan molekul.
a. Gaya Ion-Ion
Gaya ion-ion terjadi karena adanya bakutarik elektrostatik di antara
ion-ion yang berlawanan muatan. Ion positif dan ion negatif terbentuk
karena adanya serah terima elektron. Gaya ini terdapat pada senyawa ion.
Contohnya garam natrium fluoride, NaF. Selain pada satu jenis senyawa
ion, gaya ion-ion juga terdapat pada campuran lelehan garam. Misalnya
pada pembuatan logam aluminium, yaitu pada tahap reduksi aluminium
oksida yang dilakukan melalui elektrolisis menurut proses Hall-Heroult.
Aluminium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi, yaitu lebih
dari 2000°C. Oleh karena itu, elektrolisis lelehan aluminium oksida
dilarutkan dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana dari baja berlapis
grafit yang sekaligus berfungsi sebagai katode. Dengan cara itu,
elektrolisis dapat dilangsungkan pada suhu 950°C.
.
b. Gaya antar Molekul
Gaya yang terjadi antara satu molekul dengan molekul yang lain
disebut dengan interaksi antar molekul (intermolecular forces) atau gaya
antar molekul. Gaya ini yang menyebabkan suatu gas dapat mencair dan
12. 19
membeku. Gaya atau ikatan antar molekul sangat berbeda dengan ikatan
di dalam suatu molekul (intramolecular forces), yaitu ikatan kovalen.
Ikatan antar molekul terjadi karena adanya antaraksi antara molekul
sebagai hasil dari muatan parsial. Ada beberapa jenis gaya antar molekul,
yaitu: ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (gaya dipol-dipol, gaya
dipol-dipol terimbas, dan dispersi London). Ikatan hidrogen termasuk ke
dalam antaraksi dipol-dipol yang istimewa. Oleh karena itu, ikatan
hidrogen akan dibahas secara terpisah dari gaya dipol-dipol.
1. Ikatan Hidrogen
Bukti awal adanya ikatan hidrogen berasal dari kajian mengenai titik
didih senyawa. Biasanya, titik didih sederet senyawa yang serupa yang
mengandung unsur-unsur dalam golongan yang sama meningkat
dengan meningkatnya massa molekul. Tetapi senyawa hidrogen unsur-
unsur golongan 5A, 6A, dan 7A tidak mengikuti kecenderungan ini.
Dalam setiap deret ini, senyawa yang paling ringan (NH3, H2O, dan
HF) memiliki titik didih tertinggi, bertentangan dengan dugaan yang
didasarkan pada massa molekul seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Alasannya adalah adanya ikatan hidrogen yang meluas antara
molekul-molekul dalam senyawa tersebut.
13. 20
Gambar 2.3 Kurva Titik didih Senyawa-senyawa Hidrogen.
Terlihat bahwa titik didih senyawa yang terbentuk oleh unsur periode
kedua (N, O, F) menyimpang dari senyawa unsur segolongannya.
Ikatan hidrogen terbentuk bila atom hidrogen terikat pada
atom elektronegatif seperti fluorin, oksigen, atau nitrogen. Secara
umum, ikatan hidrogen dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan: A dan B adalah N, O, atau F
... adalah ikatan hydrogen
: adalah pasangan elektron bebas
- adalah ikatan antara atom
Fakta bahwa beberapa senyawa organik dengan gugus hidroksi
–OH atau gugus amino –NH2 relatif lebih larut dalam air dibandingkan
dengan pelarut anorganik lain disebabkan karena pembentukan ikatan
hidrogen dengan molekul air. Dimerisasi asam karboksilat seperti
asama asetat CH3COOH juga merupakan contoh adanya ikatan
hidrogen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
14. 21
Gambar 2.4 Ikatan Hidrogen pada Dimerisasi Asam
Karboksilat
(Takeuchi, 2006)
2. Gaya van der Waals
Gaya dorong pembentukan ikatan hidrogen adalah
distribusi muatan yang tak seragam dalam molekul, atau polaritas
molekul (dipol permanen). Polaritas molekul adalah sebab agregasi
molekul menjadi cair atau padat. Namun, molekul non polar semacam
metana CH4, hidrogen H2 atau helium He dapat juga dicairkan, dan
pada suhu yang sangat rendah, mungkin juga dipadatkan. Hal ini
berarti bahwa ada gaya agreagasi antar molekul dan atom ini. Gaya
semacam ini disebut dengan gaya van der Waals.
Ikatan hidrogen yang diuraikan di atas adalah salah satu
jenis gaya antar molekul, yaitu gaya tarik dipol-dipol istimewa. Gaya
antar molekul yang lain adalah gaya van der Waals yang terdiri dari
gaya tarik dipol-dipol, gaya tarik dipol-dipol terimbas dan gaya
dispersi London.
15. 22
a. Gaya Dipol-Dipol
Saat molekul-molekul yang memiliki dipol berdekatan satu
sama lain, ujung positif satu molekul akan tertarik ke ujung negatif
molekul lainnya. Gaya tarik yang terjadi tersebut dinamakan gaya tarik
dipol-dipol (Gambar 2.5). Gaya dipol baru efektif jika molekul-
molekul polar sangat berdekatan.
Gambar 2.5 Gaya Dipol-dipol pada Padatan (a) dan Cairan (b)
Jika dibandingkan senyawa-senyawa polar dengan massa
molekul dan ukuran yang hampir sama, semakin besar momen
dipolnya, semakin polar molekulnya dan semakin besar pula gaya
dipol-dipolnya. Semakin besar momen dipolnya, semakin tinggi pula
titik didihnya (Sumarna, 2006). Ikatan Kovalen terjadi karena adanya
penggunaan bersama pasangan elektron oleh atom-atom yang
berikatan. Contohnya HCl yang merupakan molekul polar.
Pasangan elektron ikatan pada molekul HCl, lebih tertarik ke
arah atom Cl yang lebih elektronegatif dibandingkan dengan atom H
sehingga terjadi pengkutuban muatan yang dinamakan dipol.
16. 23
b. Gaya Tarik Dipol-Dipol Terimbas
Jika molekul polar ditempatkan di dekat suatu atom atau molekul
nonpolar, distribusi elektron pada atom atau molekul nonpolar itu
akan terganggu dengan gaya yang dilakukan oleh molekul polar
tersebut. Akibatnya, atom atau molekul nonpolar tersebut mempunyai
dipol. Dipol yang dihasilkan dalam atom atau molekul nonpolar itu
disebut dipol terinduksi (induced dipole) sebab pemisahan muatan
positif dan negatif dalam atom atau molekul nonpolar itu disebabkan
terinduksi oleh suatu molekul polar. Interaksi tarik-menarik antara
molekul polar dan dipol terinduksi disebut interaksi dipol-dipol
terinduksi (terimbas). Contohnya adalah gas oksigen yang terlarut
dalam air seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Gas Oksigen (O2)
adalah molekul nonpolar yang akan terimbas oleh adanya molekul air
(H2O) yang polar.
Gambar 2.6 Ikan Hidup dalam Air Menunjukkan Adanya Oksigen
dalam Air
17. 24
c. Gaya Dispersi London
Kebolehpolaran (polarizability) berperan penting dalam gaya
antar molekul. Kebolehpolaran adalah kemudahan terganggunya
distribusi elektron dalam suatu atom atau molekul nonpolar.
Kebolehpolaran memungkinkan gas-gas yang mengandung atom atau
molekul nonpolar (misalnya O2) diperoleh dalam bentuk cairnya,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Oksigen Cair pada Suhu 90,20 K
Dalam molekul oksigen, elektron-elektron bergerak pada jarak
tertentu dari inti. Pada saat tertentu mungkin saja molekul itu memiliki
momen dipol yang dihasilkan oleh letak tertentu elektron-elektron
tersebut. Momen dipol ini disebut dipol sesaat karena dipol ini hanya
berlangsung selama sepersekian detik yang sangat singkat. Pada saat
berikutnya elektron-elektron itu berada pada tempat yang berbeda dan
molekul itu memiliki dipol sesaat yang baru, dan seterusnya. Tetapi,
jika dirata-ratakan terhadap waktu (yaitu, waktu yang diperlukan untuk
melakukan pengukuran momen dipol), molekul tersebut tidak
18. 25
memiliki momen dipol karena dipol-dipol sesaat saling
menghilangkan satu sama lain. Dalam kumpulan molekul oksigen,
dipol sesaat satu molekul oksigen dapat menginduksi dipol pada setiap
molekul oksigen tetangga terdekatnya. Pada saat berikutnya, dipol
sesaat yang berbeda dapat menciptakan dipol-dipol sementara pada
molekul-molekul oksigen di sekitarnya. Hal penting di sini adalah
bahwa interaksi semacam ini menghasilkan tarik-menarik antara
molekul-molekul oksigen. Tafsiran mekanika kuantum terhadap dipol-
dipol sesaat ini dikemukakan pada tahun 1930 oleh Fritz London,
seorang fisikawan Jerman. London menunjukkan bahwa besarnya
tarik-menarik ini berbanding lurus dengan kebolehpolaran atom atau
molekul. Seperti yang kita harapkan, gaya tarik-menarik yang timbul
sebagai hasil dipol-dipol yang terinduksi sementara dalam atom atau
molekul, yang disebut gaya dispersi (dispersion force), mungkin
cukup lemah. Hal ini terbukti pada oksigen yang memiliki titik didih
hanya 90,20 K.
Gaya dispersi biasanya meningkat dengan meningkatnya massa
molekul relatif karena molekul-molekul dengan massa molekul relatif
yang lebih besar berarti bahwa atom yang lebih besar distribusi
elektronnya lebih mudah diganggu karena elektron-elektronnya kurang
terikat pada inti (Chang, 2005). Selain itu, kekuatan gaya dispersi
London juga dipengaruhi oleh struktur molekulnya. Semakin banyak
19. 26
cabangnya, maka gaya dispersinya semakin lemah. Misalnya molekul-
molekul hidrokarbon n-propana C3H8, dan n-heksana C6H14, yang
strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.9:
H H H
H C C C H
H H H
n-Propana
H H H H H H
H C C C C C C H
H H H H H H
n-Heksana
Gambar 2.8 Struktur n-Propana dan n-Heksana
Setiap molekul-molekul tersebut secara keseluruhan bersifat nonpolar.
Dalam cairannya masing-masing, molekul-molekulnya akan saling
tarik-menarik dengan gaya London. Tetapi gaya tarik yang mengikat
molekul-molekul heksana dalam cairannya lebih kuat daripada yang
mengikat molekul-molekul propana dalam cairannya. Hal tersebut
terbukti dengan nilai titik didih heksana (68,7°C) yang lebih besar
daripada nilai titik didih propana (-42,1°C). Alasannya beranjak dari
sejumlah tempat sepanjang rantai yang dapat tertarik oleh molekul-
molekul lain yang mengelilinginya. Heksana mempunyai rantai lebih
panjang dibandingkan propana, oleh karena itu, gaya tarik antara
molekul heksana dengan molekul heksana yang lain akan lebih terasa
oleh sekitarnya (Brady, 1999).
20. 27
c. Gaya Ion dengan Molekul
Gaya ion dengan suatu molekul terdiri dari gaya ion-dipol
(gaya yang terjadi antara ion dengan molekul polar) dan gaya ion-
dipol terimbas (gaya yang terjadi antara ion dengan molekul
nonpolar).
1. Gaya Ion-Dipol
Ketika ion dekat dengan molekul polar (dipol) keduanya akan
berinteraksi satu sama lain, maka dihasilkan gaya ion-dipol.
Contoh terpenting yang dapat diambil adalah ketika senyawa ionik
dilarutkan di dalam air. Ion-ion akan terpisah karena antaraksi
antara ion dan ujung muatan yang berlawanan dari molekul air
dapat mengatasi antaraksi antara ion-ion itu sendiri. Salah satu
contoh senyawa ion tersebut adalah garam NaCl. Ketika garam
NaCl dilarutkan ke dalam air, ion-ion Na+ dan Cl- dikelilingi oleh
molekul air (Gambar 2.8).
Gambar 2.9 Gaya ion-dipol A. ion Na+ dengan Molekul Air, dan
B. Ion Cl- dengan Molekul Air
21. 28
2. Gaya Ion-Dipol Terimbas
Jika ion ditempatkan di dekat suatu atom atau molekul nonpolar,
distribusi elektron pada atom atau molekul nonpolar itu akan
terganggu dengan gaya yang dilakukan oleh ion tersebut. Dipol
yang dihasilkan dalam atom atau molekul nonpolar itu disebut
dipol terimbas, sebab pemisahan muatan positif dan negatif dalam
atom atau molekul nonpolar itu disebabkan terimbas oleh suatu
ion. Interaksi tarik-menarik antara ion dan dipol terimbas disebut
interaksi ion-dipol terimbas. Gaya ini berperan penting dalam
biologi yaitu pada inisiasi pengikatan ion Fe2+ yang terdapat pada
hemoglobin dengan molekul oksigen yang terdapat di dalam
aliran darah. Gaya ini juga berperan dalam melarutkan garam di
dalam pelarut yang sedikit polar seperti LiCl di dalam etanol
(Silberberg, 2007).