Dokumen tersebut membahas tentang alternatif penyelesaian sengketa melalui negosiasi, mediasi, arbitrase, dan lembaga-lembaga penyelesaian sengketa lainnya. Beberapa bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dijelaskan meliputi negosiasi langsung antar pihak, mediasi dengan mediator, konsultasi ahli, dan arbitrase.
2. REFERENSI
• Abdul Hakim Siagian. Alternatif Penyelesaian
Sengketa
• Gatot P. Soemartono. Mengenal Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase
3. PENGERTIAN
SENGKETA/KONFLIK
Gatot P. Soemartono menyatakan bahwa sengketa
adalah perselisihan yang perlu diselesaikan.
Achmad Ali mendefinisikan:
”Konflik adalah setiap situasi di mana dua atau
lebih pihak yang memperjuangkan tujuan-tujuan
pokok tertentu dari masing-masing pihak, saling
memberikan tekanan dan satu sama lain gagal
mencapai satu pendapat dan masing-masing
pihak saling berusaha untuk memperjuangkan
secara sadar tujuan-tujuan pokok mereka.”
4. CARA MENYELESAIKAN
SENGKETA
Trias Politica: Montesqieue
1. Eksekutif
2. Legislatif
3. Yudikatif :
a. Peradilan: UU No 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman
b. Quasi Peradilan: Pasal 24 ayat (3) UUD N RI
c. APS: UU No 30 Tahun 1999
d. Arbitrase: UU No 30 Tahun 1999
5. PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG
• Peradilan Umum
Pengadilan Khusus: Pengadilan Anak (bidang
hukum pidana), Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (bidang hukum pidana), Pengadilan
Perikanan (bidang hukum pidana), Pengadilan
HAM (bidang hukum pidana), Pengadilan Niaga
(bidang hukum perdata), Pengadilan Hubungan
Industrial (bidang hukum perdata)
• Peradilan Agama
Pengadilan Khusus: Mahkamah Syariah
• Peradilan Militer
• Peradilan TUN
Pengadilan Khusus: Pengadilan pajak
MAHKAMAH KONSTITUSI
6. PSEUDO/QUASI
PERADILAN/PERADILAN SEMU
Lembaga-lembaga yang bersifat mengadili, juga
memiliki fungsi-fungsi yang bersifat campuran
dengan fungsi regulasi dan/ataupun fungsi
administrasi
• Misalnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),
Komisi Informasi Pusat (KIP), Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu), Ombudsman
Republik Indonesia (ORI), Mahkamah Pelayaran
dan lain-lain.
7. ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA (APS)
• Dalam arti luas (alternative to litigation), APS
meliputi arbitrase
• Dalam arti sempit (alternative to adjudication),
APS tanpa arbitrase
8. DASAR HUKUM KEBEBASAN
MEMILIH CARA PENYELESAIAN
SENGKETA
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
1. Bebas mengadakan perjanjian atau tidak
2. Bebas mengadakan perjanjian dengan
siapapun
3. Bebas menentukan bentuk perjanjian
4. Bebas menentukan isi perjanjian
- choice of law, choice of forum
5. Bebas menyimpangi hukum perjanjian yang
bersifat pelengkap (aanvullend)
9. IMPLIKASI ASAS TERSEBUT
Pasal 1853 KUH Perdata
(1) Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang
timbul dari satu kejahatan atau pelanggaran.
(2) Dalam hal ini perdamaian sekali-kali tidak menghalangi pihak Kejaksaan
untuk menuntut kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan.
Pasal 6 (1) UU 30-1999
(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri
BANDINGKAN PASAL 5 UU NO 30 TAHUN 1999
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
10. PENGERTIAN APS
• Alternatif Penyelesaian Sengketa diartikan sebagai
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli
(Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa)
• Alternatif penyelesaian sengketa ialah suatu
pemeriksaan sengketa oleh majelis swasta yang
disepakati oleh para pihak dengan tujuan menghemat
biaya perkara, meniadakan publisitas dan meniadakan
pemeriksaan yang bertele-tele. (Altschul)
11. SEJARAH APS
Reglement op de Rechtverordering tentang hal wasit/arbiter, yaitu
Pasal 615 s/d Pasal 651 RV
Pasal 377 HIR/705 Rbg: “apabila orang Indonesia dan Timur asing
menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah
(arbitrase), maka mereka wajib menuruti peraturan Pengadilan
perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa
KUH Perdata Pasal 1851-1864 (dading/perjanjian perdamaian)
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan
Kehakiman dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang ini
menyatakan, “Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar
perdamaian atau melalui wasit (arbitrase), tetap diperbolehkan”
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS
12. ALASAN PERKEMBANGAN APS
• Ketidakpuasan atas system penyelesaian litigasi
yang ada
1. lambat dan kaku
2. mahal
3. win-lose
4. unpredictable (kurang kepastian hokum)
5. kemampuan hakim bersifat generalis
13. Bentuk- bentuk APS
• Menurut Suyud Margono: negosiasi, mediasi, konsiliasi,
good officess, mini trial, summary jury trial, rent a judge,
dan med arb
• Priyatna Abdurrasyid menyimpulkan bahwa bentuk
alternatif penyelesaian adalah mediasi, negosiasi,
konsiliasi, pencegahan sengketa (Disputes prevention),
pendapat mengikat (binding opinion), valuasi (valuation),
penilaian (appraisal), ahli khusus (special masters),
ombudsman, peradilan mini (mini trial), hakim swasta
(private judges), peradilan juri sumir (summary jury trial),
arbitrase kwalitas (quality arbitration) dan arbitrase.
14. KONSULTASI NEGOSIASI MEDIASI KONSILIASI PENILAIAN
AHLI
Permohonan
pendapat atau
nasihat untuk
menyelesaikan
suatu sengketa
secara
kekeluargaan
yang dilakukan
oleh para pihak
yang
bersengketa
kepada pihak
ketiga
Diskusi langsung
antar para pihak
tanpa keterlibatan
mediator,
konsiliator,
arbitrator
atau orang luar,
dengan harapan
bahwa para
pembuat keputusan
bisnis dapat
menyelesaikan
sengketa mereka
tanpa persidangan
formil atau yang
ada di luar lingkup
para pihak
prosedur
‘penengahan’
dimana seorang
bertindak sebagai
kendaraan untuk
komunikasi antara
para pihak,
sehingga
pandangan yang
berbeda atas
sengketa itu dapat
dipahami dan
mungkin
didamaikan, namun
tanggung jawab
utama agar tercapai
suatu perdamaian
tetap berada di
tangan para pihak
itu sendiri.
Prosedur yang terlebih
tidak formil dari
pada arbitrase atau
litigasi dan yang
melibatkan seseorang
yang meninjau ulang
tuntutan kedua belah
pihak dalam suatu
sengketa
dan menawarkan
kesimpulan
penyelesaian yang
secara prinsip
tidak berfokus pada
pengalokasian
kesalahan namun
terhadap
perbaikan atas
kerugian/penderitaan
yang telah diakibatkan
ataupun diancam oleh
sengketa terhadap
hubungan bisnis antara
para pihak.
Pendapat para
ahli untuk
sesuatu yang
bersifat teknis
sesuai dengan
bidang
keahliannya
15. PASAL 2
Undang-undang ini mengatur penyelesaian
sengketa atau beda pendapat antar para pihak
dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah
mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau
beda pendapat yang timbul atau yang mungkin
timbul dari hubungan hukum tersebut akan
diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui
alternatif penyelesaian sengketa
perjanjian: tertulis/tidak tertulis
tegas: eksplisit, tidak implisit
16. PASAL 6 ayat (1)
Sengketa atau beda pendapat perdata dapat
diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada
itikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
perdata: orang, keluarga, harta kekayaan, warisan
alternatif penyelesaian sengketa: arbitrase?
mengesampingkan: sinkron dengan ayat (7)
17. PASAL 6 ayat (2)
Penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh
para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam
suatu kesepakatan tertulis.
18. PASAL 6 ayat (3)
Dalam hal sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan
tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui seorang
mediator.
19. PASAL 6 ayat (4)
Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan
seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator tidak berhasil mencapai
kata sepakat, atau mediator tidak berhasil
mempertemukan kedua belah pihak, maka para
pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator
20. PASAL 6 ayat (5)
Setelah penunjukan mediator oleh lembaga
arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.
21. PASAL 6 ayat (6)
Usaha penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang
teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30
( tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan
dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh
semua pihak yang terkait.
22. PASAL 6 ayat (7)
Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak
untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib
didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
Di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu
perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusan
Hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat
dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan
mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu
pihak dirugikan (Ps 1858 KUH Perdata)
23. PASAL 6 ayat (8)
Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7)
wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling
lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
setelah dideponir, maka dalam waktu 30 hari harus
sudah dieksekusi?
24. PASAL 6 ayat (9)
Apabila usaha perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6)
tidak dapat dicapai, maka para pihak
berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui
lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc
Fasilitas Med-Arb di Bani
25. TAHAPAN NEGOSIASI
Gatot Soemartono membagi tahapan negosiasi:
1. Ketentuan-ketentuan dalam negosiasi
2. Mendefinisikan Isu atau Persoalan
3. Penggabungan beberapa Isu
4. Mendefinisikan keinginan/kepentingan
5. Berkonsultasi dengan pihak lain
26. PROSEDUR/TAHAPAN MEDIASI
• PADA DASARNYA : BEBAS
• Joni Emerzon
1. pembentukan forum: perkenalan diri
(kedudukan masing-masing pihak, aturan dasar, tanya jawab,
kesepakatan melanjutkan proses)
2. Saling mengumpulkan dan membagi
informasi (kasus posisi masing-masing pihak)
3. Tawar menawar pemecahan masalah
(pengajuan alternative pemecahan masalah)
4. Pengambilan keputusan
27. Kovach membagi proses mediasi ke dalam 9 (sembilan)
tahapan sebagai berikut:
1. Penataan atau pengaturan awal.
2. Pengantar atau pembukaan oleh mediator.
3. Pernyataan pembukaan oleh para pihak.
4. Pengumpulan informasi.
5. Identifikasi masalah-masalah, penyusunan agenda, dan
kaukus/caucus (bilik kecil).
6. Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah.
7. Melakukan tawar menawar.
8. Kesepakatan.
9. Penutupan.
32. PERKEMBANGAN ADR
• ONLINE DISPUTE RESOLUTION
• COURT CONNECTED DISPUTE
RESOLUTION(CDR)/COURT ANNEXED
DISPUTE RESOLUTION (CADR): Pasal 130
HIR, Perma Nomor 1 Tahun 2016
• MEDIASI PENAL
33. POTENSI OBYEK ADR
1. Sengketa internasional, termasuk masalah-masalah dalam
lapangan hukum internasional publik.
2. Sengketa konstitusi, administratif dan fiskal, yang mencakup isu-
isu yang berkaitan dengan kewarganegaraan dan status personal,
kewenangan lokal lembaga-lembaga pemerintah dan semi
pemerintah, perijinan, perpajakan dan jaminan sosial.
3. Sengketa yang berkaitan dengan organisasi yang timbul didalam
organisasi yang meliputi manajemen, struktur dan prosedur dan
sengketa antar organisasi.
4. Sengketa perburuhan yang m eliputi tuntutan-tuntutan
pembayaran dan sengketa-sengketa hubungan industrial.
5. Sengketa perusahaaan yang meliputi sengketa-sengketa antar
pemegang saham dan masalah-masalah yang timbul pada
likuidasi dan penerimaan-penerimaan.
34. 6. Sengketa komersial yang merupakan bidang yang sangat luas
meliputi sengketa-sengketa kontraktual, sengketa-sengketa
yang timbul dalam hubungan komersial seperti persekutuan,
perusahaan patungan dan lain-lain. Masalah-masalah lain yang
mungkin timbul dalam berbagai bidang yang berbeda-beda
seperti perbankan, pengangkutan, komoditi, hak atas kekayaan
intelektual, industri konstruksi dan lain-lain.
7. Sengketa-sengketa konsumen, antara produsen atau pemasok
dan konsumen.
8. Sengketa-sengketa perumahan, meliputi sengketa-sengketa
antara pemilik dan penyewa, atau antar penyewa, peninjauan
ongkos sewa, sengketa lingkungan dan sebagainya.
35. 9. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan perbuatan melawan
hukum (tort), meliputi kelalaian dan kegagalan melaksanakan
kewajiban dan termasuk juga klaim-klaim asuransi yang
terkait dengannya.
10. Sengketa-sengketa yang timbul dari perceraian, termasuk yang
berkaitan dengan anak, harta kekayaan dan masalah-masalah
keuangan.
11. Sengketa-sengketa keluarga lain, seperti klaim-klaim warisan,
bisnis keluarga dan sengketa-sengketa lain didalam lingkungan
keluarga.
12. Sengkata-sengketa trust, yang meliputi sengketa antara trustees
dan beneficiaries.
36. 13. S en g k eta-sen g k eta yang m enim bulkan k o n sek u en si-
konsekuensi hukum pidana.
14. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah-masalah
antar tetangga, antar anggota masyarakat, gender, ras dan etnis.
15. Sengketa-sengketa pribadi antar individu.
16. Sengketa-sengketa tentang fakta, yang mungkin timbul dari
kredibilitas para pihak sendiri, atau yang mungkin timbul
dari data yang diberikan oleh pihak ketiga, termasuk
interpretasi-intrepretasi data yang bersangkutan.
17. Sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah hukum
yang pada umumnya timbul dari opini-opini yang Dikemukakan oleh
kuasa hukum yang bersangkutan.
37. 18. Sengketa-sengketa teknis yang meliputi perbedaan pendapat
profesional dan ahli teknis masing-masing pihak.
19. Perbedaan pengertian, misalnya yang timbiul dari penggunaan
kata-kata atau asumsi-asumsi yang tidak jelas yang digunakan.
20. Perbedaan persepsi tentang kew ajaran, konsep-konsep
keadilan dan moralitas, kultur dan nilai-nilai serta sikap.