SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                     ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                   Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


PERANCANGAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRIORITAS
        PENGEMBANGAN BIOENERGI PERDESAAN
          BERBASIS BIOGAS KOTORAN HEWAN

                     Sawarni Hasibuan1), Risnarto2) dan Amar Ma’ruf3)
  1,3)
      Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan
        Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, PO Box Ciawi 35, Bogor 16720
                              1)
                                e-mail: sawarni02@yahoo.com

                                                    Abstrak
      Untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan mendukung pembangunan
      berkelanjutan, Pemerintah telah menerbitkan stimulasi kebijakan tentang Percepatan Penyediaan
      dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang ditindaklanjuti dengan upaya untuk
      percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran.              Jalur cepat untuk percepatan
      pengurangan kemiskinan dan pengangguran antara lain melalui pengembangan Desa Mandiri
      Energi (DME). Dari hasil pelaksanaan DME khususnya DME Bioenergi yang telah dimulai sejak
      tahun 2007hingga 2011, ternyata DME berbasis bioenergi dari biogas kotoran hewan memiliki
      tingkat keberhasilan dan keberlanjutan terbesar. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem
      pengambilan keputusan prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis kotoran hewan.
      Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam menentukan
      wilayah pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan yang berkelanjutan.
      Seleksi indikator kriteria teknis keputusan dilakukan dengan metode Delphi dan untuk penentuan
      bobot dari indikator kriteria teknis digunakan teknik analytical hierarchy process
      (AHP),sementara penentuan prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas
      kotoran hewan dilakukan dengan metode perbandingan eksponensial (MPE). Kriteria teknis yang
      memperoleh konsensus pakar menggunakan metode Delphi dapat dikelompokkan sebagai kriteria
      komponen dasar, faktor pendukung, dan faktor kendala. Berdasarkan AHP awal, bobot terbesar
      berturut-turut diberikan terhadap kriteria kondisi keenergian (0,324), aksesibilitas wilayah
      (0,210), potensi kotoran hewan (0,156), pengguna bioenergi RT (0,089), partisipasi masyarakat
      (0,088), komitmen Pemda (0,06), dan kondisi sosek masyarakat (0,064). Verifikasi model prioritas
      daerah pengembangan bioenergi berbasis bigas kotoran hewan dilakukan terhadap data Provinsi
      Sumatera Utara dan Provinsi Riau setelah melalui beberapa penyesuaian.

      Kata kunci: bioenergi, biogas, metode Delphi, teknik AHP, metode MPE.

1. PENDAHULUAN
        Hingga saat ini pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi masyarakat,
termasuk infrastruktur energi, masih belum mampu menjangkau seluruh wilayah perdesaan
Indonesia. Kondisi geografis yang cukup beragam menyebabkan pembangunan infrastruktur
energi di Indonesia masih belum mencapai target dan sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari
indikator rasio elektrifikasi nasional, rasio elektrifikasi desa, dan kondisi bauran energi yang
masih belum optimal (MP3EI 2011). Pada sisi lain pemanfaatan energi juga masih bergantung
pada energi fosil yang mengakibatkan tingginya beban subsidi yang harus ditanggung
pemerintah (Harun 2011).
        Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin,
terutama di perdesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang dirasakan terjangkau
karena disubsidi oleh pemerintah (Oktaviani & Sahara 2005). Namun karena digunakan untuk
industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di
pasar. Selain itu masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu
bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang menebangi pohon-pohon di hutan
yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar
kawasan hutan.
        Sejak tahun 2006 Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi untuk menjamin
keamanan pasokan energi dalam negeri dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan,
diantaranya PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres Nomor 1

                                                           486
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                   ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                 Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


Tahun 2006 tentang Percepatan Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
yang ditindaklanjuti dengan upaya percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran
melalui Kepres Nomor 10 Tahun 2006 tentang pembentukan Tim Nasional Bahan Bakar
Nabati (BBN) yang melahirkan program Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan
Pengangguran antara lain melalui Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME). DME adalah
desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60 persen kebutuhan
listrik dan bahan bakar dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi
sumberdaya setempat (Deptan 2009 & BPPT 2012).
         Program DME secara resmi diluncurkan oleh Presiden pada tanggal 14 Februari 2007
dengan konsep kemandirian energi berbasis pemanfaatan energi terbarukan dan pemberdayaan
masyarakat setempat. Berdasarkan bahan baku sumber energi yang digunakan, ada dua jalur
DME yaitu 1) DME berbasis sumber energi non pertanian dan 2) DME berbasis sumber energi
pertanian/bahan bakar nabati/bioenergi (DME Bioenergi). Pembangunan energi perdesaan
melalui program DME diantaranya adalah energi berbasis mikrohidro, energi berbasis tenaga
surya, energi berbasis biomassa, dan energi berbasis biogas. Biogas adalah gas yang
dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik, termasuk kotoran hewan, oleh
mikroorganisme pada kondisi anaerob (Soerawidjaja 2010; Wahyuni 2011)
         Hasil pelaksanaan DME khususnya DME Bioenergi sejak tahun 2007 hingga tahun
2011, ternyata DME berbasis bioenergi dari biogas kotoran hewan memiliki tingkat
keberhasilan dan keberlanjutan terbesar. Hal tersebut didukung oleh tingginya potensi jumlah
hewan, teknologi biogas relatif sederhana, dan manfaatnya dapat langsung dirasakan
masyarakat. Sayangnya pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan tersebut
belum didukung oleh kesiapan pendanaan di tingkat pusat dan kemampuan sumberdaya
manusia baik di pusat maupun daerah dalam hal monitoring dan evaluasi (Bappenas 2009).
Sehingga diperlukan upaya-upaya yang tepat untuk mempercepat dan memperluas pola
pembangunan dan pemanfaatan biogas dari kotoran hewan di seluruh wilayah yang memiliki
potensi hewan ternak untuk mendukung kemandirian energi khususnya di daerah perdesaan.
         Peluang pengembangan biogas di Indonesia sesungguhnya sangat prospektif. Pada
tahun 2011, Indonesia memiliki 16,7 juta ekor hewan besar (sapi potong, sapi perah, dan
kerbau) dan 36,6 juta kambing/domba/babi (Ditjennak 2012). Jika diasumsikan setiap ekor
hewan besar menghasilkan 29 kg feses per hari dengan kandungan padatan 14,34 persen maka
potensi kotoran hewan yang berasal dari hewan besar diproyeksikan mencapai 69,45 juta kg
total padatan, jika ekivalensi biogas yang dihasilkan sebesar 0,31 m3/kg padatan maka akan
dapat dihasilkan biogas sebesar 21,5 juta m3 biogas yang setara dengan penghematan 13,33
juta liter minyak atau 9,89 juta kg gas LPG atau 75.250 ton kayu bakar.
         Tujuan kajian ini adalah merancang sistem pengambilan keputusan prioritas
pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan di daerah perdesaan untuk
mendukung efektifitas sistem pembiayaan oleh pemerintah pusat melalui dana alokasi khusus
(DAK) Bioenergi Perdesaan. DAK sebagai salah satu sumber pendanaan dianggap mampu
mensukseskan program DME di daerah perdesaan (Ditjenbun 2009). Rancangan prioritas
daerah penerima DAK Bioenergi yang berkelanjutan perlu didasarkan pada sejumlah kriteria
teknis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam hal
energi dalam penetapan wilayah pengembangan bioenergi perdesaan yang berorientasi pada
kemandirian energi berbasis energi terbarukan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Kerangka Pemikiran
       Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi disebutkan tentang
kewajiban daerah untuk mengembangkan potensi energi di daerahnya guna memenuhi
kebutuhan energi daerahnya masing-masing. Jika sebelumnya pemenuhan kebutuhan energi



                                                         487
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                      ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                    Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


listrik menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, maka ke depannya akan menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah daerah dan pusat.
         Dalam rangka pemenuhan energi perdesaan, mulai tahun 2011 pemerintah akan
melaksanakan dua program energi perdesaan yaitu (1) desa energi baru terbarukan dan (2)
desa jaringan. Dalam hal ini, apabila sebuah desa telah memiliki atau masuk dalam jaringan
listrik PLN maka desa tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui PT
PLN. Sementara untuk daerah tertinggal dan yang belum memiliki jaringan listrik akan
dimasukkan ke dalam program pemanfaatan energi setempat dengan sebutan mandiri energi
melalui kebijakan anggaran pembiayaan adalah transfer dari pemerintah pusat ke daerah
melalui DAK (dana alokasi khusus).
         Tingginya potensi kotoran hewan yang dimiliki berbagai daerah di Indonesia menjadi
salah satu sumber energi perdesaan yang potensial. Biogas yang dihasilkan melalui proses
fermentasi anaerobik tidak hanya bermanfaat untuk memandirikan warga desa dalam
pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga, namun juga berkontribusi terhadap aspek sosial
ekonomi masyarakat serta lingkungan.
         Agar penetapan daerah penerima pembiayaan pengembangan biogas tepat sasaran dan
berkelanjutan maka seleksi dan model kriteria teknis yang menjadi kewenangan Departemen
ESDM Pusat mengacu pada visi dan misi Departemen ESDM dalam hal energi terbarukan.
Kerangka pemikiran dari penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.

                         Visi dan Misi ESDM Di Bidang
                                Energi Perdesaan


                       Identifikasi Faktor-faktor Pendukung dan
                                Kendala Pengembangan




                           Seleksi Kriteria Teknis Penetapan
                         Daerah Pengembangan Biogas Melalui
                            Pola Pembiayaan DAK (Delphi)




                          Pembobotan Kriteria Teknis (AHP)


                T
                                     Memuaskan ?
                                                                       Mekanisme Pembiayaan
                                                                       DAK untuk Desa Mandiri
                                                  Y                     Energi Berbasis Biogas

                           Model Penentuan Prioritas Desa
                          Pengembangan Bioenergi Berbasis
                          Biogas Melalui Pembiayaan DAK




                                   Verifikasi Model                                            Implementasi

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Prioritas Daerah Pengembangan Bioenergi
               Berbasis Biogas Kotoran Hewan Melalui Pembiayaan DAK.

2.2. Jenis Data
        Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui survey lapangan ke Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau pada bulan
Agustus 2012 serta brainstorming dengan pakar. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait


                                                            488
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                       ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                     Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


seperti Biro Pusat Statistik, Ditjen Peternakan, Dinas Pertambangan dan Energi, PT. PLN dan instansi
lainnya yang terkait.

2.3. Analisis Data
        Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan
untuk mengkaji mekanisme prioritas pembiayaan daerah pengembangan biogas kotoran hewan
yang berkelanjutan, sementara pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan metode
Delphi, teknik Analytical Hierarchy Process/AHP (Saaty 1993; Marimin 2004), dan metode
perbandingan eksponensial/MPE (Marimin 2004). Hasil pengolahan data tersebut didiskusikan
dan dikoordinasikan dengan pakar yang memenuhi kualifikasi dan mewakili bidang keahlian
konservasi energi dan energi terbarukan serta biogas kotoran hewan.
        Penilaian kesesuaian kriteria teknis penentuan prioritas daerah pengembangan biogas
kotoran hewan dilakukan dengan metode Delphi melibatkan 3 (tiga) orang pakar. Setiap pakar
memberian skor evaluasi kesesuaian kriteria secara numerik menggunakan skala 1-7.
Pendapat pakar dinilai konvergen (konsensus) apabila pada sebuah ronde selisih pendapat
pakar dengan nilai rata-rata (Δ) < 1, jika belum konvergen maka penilaian dilanjutkan hingga
diperoleh konsensus. Kriteria yang telah memperoleh konsensus dari pakar akan dipilih
sebagai kriteria teknis prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan.
        Teknik AHP merupakan suatu hierarki fungsional dengan input utamanya berupa
persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan
ke dalam kelompok-kelompok lalu diatur menjadi suatu bentuk hierarki. Pengolahan data
persepsi mengenai tingkat kepentingan kriteria teknis penentuan daerah pengembangan biogas
kotoran hewan melalui pola pembiayaan DAK dilakukan dengan bantuan software expert
choice 2000.
        MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif
keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan
keputusan dengan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan
proses. Pada prinsipnya MPE merupakan metode skoring terhadap pilihan yang ada. Dengan
perhitungan secara eksponensial, perbedaan nilai antar kriteria dapat dibedakan tergantung
kepada kemampuan orang yang menilai.

                  Tabel 1. Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
                                                      Kriteria Keputusan                                   Total       Ranking
    Pilihan Keputusan
                                  1            2            3       -              -         m             Nilai       Prioritas
            1                    RK11         RK21        RK31                              RKm1           TN1
            2                    RK12         RK22        RK32                              RKm2           TN2
            -                      -            -            -                                -
            -                      -            -            -                                -
            n                    RK1n         RK2n        RK3n                              RKmn           TNn
   Derajat kepentingan           TKK1         TKK2        TKK3                              TKKm

       Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif pilihan keputusan dalam metoda
perbandingan eksponensial adalah:
       Total Nilai (TNi) = ∑
dimana:
   TNi    = Total nilai alternatif ke-i
   RKij   = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i
   TKKj   = Derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot
   n      = Jumlah pilihan keputusan
   m      = Jumlah kriteria keputusan




                                                             489
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                        ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                      Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


       Untuk normalisasi data, maka seluruh data kriteria teknis yang akan digunakan dalam
model MPE terlebih dahulu dikonversi ke dalam skor indeks. Daerah dinilai layak sebagai
daerah pengembangan biogas kotoran hewan jika memenuhi persyaratan total nilai > 1.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Seleksi dan Penentuan Bobot Kriteria Teknis Bioenergi Berbasis Biogas
         Tujuan utama kajian adalah penentuan prioritas daerah pengembangan bioenergi
berbasis biogas kotoran hewan dengan mempertimbangkan manfaatnya pada aspek energi,
ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kriteria teknis yang dikembangkan mengacu pada tugas
pokok ESDM yaitu pemenuhan energi di daerah perdesaan dengan memanfaatkan potensi
kotoran hewan sebagai sumber energi biogas. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, kajian
pustaka, kondisi eksisting dan kebutuhan implementasi sistem pembiayaan dengan pola DAK
telah diidentifikasi sembilan faktor strategis dalam pengembangan bioenergi berbasis biogas
kotoran hewan di daerah perdesaan, yaitu: (1) potensi kotoran hewan, (2) potensi pengguna
biogas RT, (3) potensi pengguna biogas UKM, (4) pemanfaatan energi dari listrik dan non-
listrik, (5) kondisi sosial ekonomi masyarakat, (6) aksesibilitas wilayah, (7) partisipasi
masyarakat, (8) keberlanjutan kegiatan, dan (9) komitmen anggaran Pemda untuk alokasi
bioenergi. 
         Hasil seleksi merekomendasikan tujuh kriteria teknis yang relevan diaplikasikan pada
penentuan prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan
DAK seperti disajikan pada Tabel 2. Ketujuh kriteria teknis tersebut adalah (1) potensi
kotoran hewan, (2) potensi pengguna biogas RT, (3) pemanfaatan energi dari listrik dan non-
listrik, (4) kondisi sosial ekonomi masyarakat, (5) aksesibilitas wilayah, (6) partisipasi
masyarakat, dan (7) komitmen anggaran Pemda untuk alokasi bioenergi. Berdasarkan hasil
seleksi kriteria teknis tersebut dilakukan pemeringkatan tingkat kepentingan kriteria teknis
daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK menggunakan
teknik AHP.

  Tabel 2. Pemilihan kriteria teknis untuk penentuan daerah pengembangan biogas kotoran
                            hewan dengan pola pembiayaan DAK
                                                                                   Penilaian Ahli             Rata-rata
       No     Kriteria
                                                                                    1      2              3
        1     Potensi kotoran hewan                                                 5      6              6       5,67a
        2     Pengguna biogas kotoran hewan RT                                      5      4              5       4,67 a
        3     Pengguna biogas UKM                                                   3      4              4       3,67 b
        4     Kondisi energi listrik dan non listrik                                6      6              7       6,33 a
        5     Kondisi sosial ekonomi masyarakat                                     4      4              5       4,33 a
        6     Aksesibilitas wilayah                                                 5      6              5       5,33 a
        7     Partisipasi masyarakat                                                4      5              5       4,67 a
        8     Keberlanjutan kegiatan                                                6      4              4       4,67 c
        9     Komitmen anggaran dari PEMDA                                          4      5              4       4,33 a
                  a
    Keterangan:       kriteria sesuai untuk kriteria teknis prioritas DAK biogas (rataan > 4 dan Δ < 1)
                  b
                      rataan < 4; c tidak konvergen

        Struktur hirarki penentuan bobot kriteria teknis daerah pengembangan biogas kotoran
hewan dengan pola pembiayaan DAK menggunakan tiga tingkatan. Tingkatan pertama yang
merupakan sasaran (tujuan) adalah prioritas daerah pengembangan bioenergi berbasis biogas
kotoran hewan. Tingkatan kedua adalah pertimbangan manfaat pengembangan bioenergi
perdesaan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2007 yang meliputi manfaat energi, manfaat
ekonomi, manfaat lingkungan, dan manfaat sosial. Hasil pengolahan data bobot kriteria teknis
prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan bantuan software expert choice
2000 dapat dilihat pada Gambar 2.

                                                              490
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                       ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                  Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


                               Prioritas Daerah Pengembangan Bioenergi
Tujuan                              Berbasis Biogas Kotoran Hewan



                   Manfaat                    Manfaat                      Manfaat                      Manfaat
Manfaat            Energi                     Ekonomi                    Lingkungan                     Sosial



             Potensi        Kondisi         Potensi         Aksesi-         Kondisi          Partisipasi        Komitmen
Kriteria     Kotoran       Keenergian      Pengguna         bilitas          Sosek           Masyarakat          PEMDA
Teknis       Hewan          Daerah            RT            Wilayah        Masyarakat
              0,156          0,324           0,089           0,210           0,064              0,088             0,069

      Gambar 2. Struktur AHP analisis bobot kriteria teknis penentuan prioritas daerah
           pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan

         Hasil analisis menempatkan kondisi keenergian daerah dan aksesibilitas wilayah sebagai
kriteria teknis dengan bobot terbesar berturut-turut sebesar 0,324 dan 0,210. Hal ini selaras
dengan tujuan program yaitu meningkatkan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau tinggal
di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata dengan cara: (1) menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan
energi kepada masyarakat tidak mampu dan (2) membangun infrastruktur energi untuk daerah
belum berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas antar daerah.
        Kondisi saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki akses energi baik untuk
listrik maupun non listrik, sehingga perlu upaya pemerintah dan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah perdesaan atau pulau
terluar di perbatasan, karena sampai saat ini swasta kurang berminat untuk melakukan usaha
penyediaan energi karena harga jual energi belum sesuai dengan keekonomiannya, disamping
daya beli masyarakat perdesaan yang rendah.
        Isu yang berkembang bahwa masih banyak ditemui kegagalan dalam implementasi
energi baru terbarukan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, karena sulitnya koordinasi
dalam perencanaan serta monitoring dan pengawasan pembangunan serta pengelolaan
instalasi energi baru terbarukan pada lokasi yang sangat jauh dan sulit aksesibilitasnya.
        Untuk mengurangi kendala tersebut Kementerian ESDM cq DJEBTKE telah mengim-
plementasikan mekanisme pemberian bantuan fisik energi terbarukan melalui kegiatan yang
didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Listrik Perdesaan yang telah dimulai pada
tahun 2011. Namun implementasi DAK tersebut hanya merupakan kegiatan pemanfaatan
energi terbarukan seperti mikrohidro, matahari dan angin yang menghasilkan energi listrik.
Sementara masih ada beberapa sumber energi lainnya seperti bioenergi yang berupa kotoran
hewan yang dapat diolah menjadi energi biogas baik untuk listrik maupun non listrik.
        Keberhasilan program pengembangan energi perdesaan berbasis biogas kotoran
hewan tidak dapat mengabaikan ketersediaan potensi bahan baku kotoran hewan, adanya
pengguna biogas dari kelompok rumah tangga, dan partisipasi masyarakat dalam program
biogas kotoran hewan. Kontribusi kriteria kondisi sosial masyarakat dan komitmen Pemda
dalam pendaaan program biogas tidak terlalu signifikan dalam pengembangan energi
perdesaan berbasis biogas kotoran hewan.
        Selanjutnya dilakukan koordinasi untuk model prioritas daerah pengembangan biogas
kotoran hewan dengan pola DAK. Pertimbangan utama adalah ketersediaan data, data bersifat
objektif, dan kemudahan pengolahan data secara kuantitatif. Untuk itu dilakukan penapisan
kriteria utama, kriteria pendukung, atau kriteria prasyarat. Para pakar sepakat menetapkan
kriteria kondisi keenergian, potensi kotoran hewan dan potensi pengguna rumahtangga
sebagai kriteria teknis utama penentuan daerah prioritas pengembangan biogas kotoran hewan


                                                          491
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                     ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                   Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


dengan pola DAK oleh pemerintah Pusat. Hasil penilaian pakar bobot ketiga kriteria teknis
utama tersebut dapat dilihat pada Gambar 3, sementara model prioritas daerah penerima DAK
biogas kotoran hewan disajikan pada Gambar 4.




  Gambar 3. Hasil pembobotan ulang kriteria teknis utama prioritas daerah pengembangan
                  biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK
                                                 Kabupaten/Kota
                                                     ke -i



                                         Data ratio elektrifikasi
           Kriteria Teknis               Data potensi ternak
               Utama                     Data pengguna RT



                                       Indeks ratio elektrifikasi = RE
          Bobot Kriteria
                                       Indeks ratio ternak = RT
             Teknis
                                       Indeks ratio pengguna RT = RP


                                            Total Nilai Bobot Teknis


                                              Peringkat Total Nilai



                    T                               Komitmen
                                                    Anggaran                                      DAK Biogas Kotoran
                                                     Pemda?                                       Hewan Provinsi

                                                                 Y

                                      Prioritas Kabupaten/Kota Penerima
     Tidak layak                          DAK Biogas oleh Provinsi



                        T
                                                    Usulan
                                                  Masyarakat ?

                                                                      Y

                                      Prioritas Kelompok Penerima DAK
                                             Biogas oleh Kabupaten

Gambar 4. Model keputusan penentuan prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan
                            dengan pola pembiayaan DAK.

                                                           492
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                       ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                     Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


        Hasil simulasi prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan untuk
Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kabupaten
Nias, Nias Selatan, dan Toba Samosir adalah tiga daerah prioritas tertinggi untuk
pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Sumatera Utara. Bobot kriteria teknis
kondisi keenergian yang tinggi (0,687) masih memungkinkan Kabupaten Toba Samosir lolos
sebagai daerah prioritas pengembangan biogas padahal memiliki ratio elektrifikasi sebesar
81,29 persen melampaui rataan ratio elektrifikasi Provinsi Sumatera Utara yaitu 70,27 persen.
Oleh karena itu pada perbaikan model perlu ditambahkan kriteria teknis prasyarat nilai RE.
Sementara tiga daerah prioritas pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Riau adalah
Kabupaten Indragiri Hilir, Meranti, dan Pelalawan. Ketiga daerah tersebut memang memiliki
ratio elektrifikasi yang sangat rendah sekitar 30 persen jauh di bawah nilai rataan ratio
elektrifikasi Provinsi Riau sebesar 57,17 persen.
        Jika mengacu pada visi dan misi program adalah pengembangan bioenergi perdesaan,
maka disamping kriteria teknis utama tersebut perlu juga ditambahkan kriteria prasyarat
seperti aksesibilitas wilayah, nilai ratio elektrifikasi minimal, partisipasi masyarakat, serta
komitmen dari Pemerintah Daerah. Potensi biogas yang dapat dihasilkan atau potensi bahan
bakar kayu yang dapat dihemat melalui digester dapat diprediksi dari jumlah kotoran ternak
yang diolah seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

   Tabel 3. Prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Sumatera
                                               Ratio Elek-       Hewan        RT
     No           Kabupaten/Kota                trifikasi         Besar    Pemelihara          Total Indeks        Ranking
                                                  (%)            (Ekor)      Ternak
     1     Kab Nias                                   14,01           267            1          27981,85496            1
     2     Kab Nias Barat                             34,51             75          31          50,86352961            2
     3     Kab Toba Samosir                           81,29         39594         383           33,92144427            3
     4     Kab Samosir                                72,43         35452         377           27,39793291            4
     5     Kab Humbang Hasundutan                     86,02         24042         298           12,59103216            5
     6     Kota Gunung Sitoli                         42,67             17           8          11,51258024            6
     7     Kab Langkat                                75,89          8766       32418           11,25554907            7
     8     Kab Nias Selatan                           42,85           148           14          11,18056209            8
     9     Kab Tapanuli Utara                         71,88         20748         129           9,585899276            9
     10    Kab Simalungun                             81,42          7789       19043           6,950275026            10


     Tabel 4. Prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Riau
                                            Ratio Elek-        Hewan           RT
       No      Kabupaten/Kota                trifikasi          Besar       Pemelihara       Total Indeks       Ranking
                                               (%)             (Ekor)         Ternak
          1    Kab Indragiri Hilir              30                2.263          1.237               37,257         1
          2    Kep Meranti                      33               21.691          1.213               21,156         2
          3    Kab Pelalawan                    33                6.340          1.291               19,463         3
          4    Kab Kampar                       89               41.348          5.616                7,823         4
          5    Kab Rokan Hulu                   52               16.120          7.872                4,075         5
          6    Kab Bengkalis                    66               28.555          3.699                3,978         6
          7    Kab Indragiri Hulu               52                7.167          7.238                3,108         7
          8    Kab Kuantan Singingi             53                8.697          6.980                2,988         8
          9    Kab Rokan Hilir                  46               11.582          2.188                2,985         9
          10   Kota Pekanbaru                   79               46.585            430                2,967         10




                                                             493
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                      ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
                    Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


      Tabel 5. Produksi biogas dengan jumlah pemeliharaan hewan besar yang beragam
                         Volume reaktor              Potensi kotoran                                     Bahan bakar
           Jumlah           digester                                           Produksi biogas            kayu yang
                                                     hewan per hari
           Ternak                                                               per hari (m3)            dihemat (kg)
                              (m3)                        (kg)*
            3-4                    4                       20 - 40                  0,8 - 1,6               20 - 40
            5-6                    6                       40 - 60                  1,6 - 2,4               40 - 60
            7-8                    8                       60 - 80                  2,4 - 3,2               60 - 80
         9 - 10             10                            80 - 100                  3,2 - 4,2              80 - 100
       *
        Rata-rata penyimpanan 50 hari

4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
        Kotoran hewan merupakan salah satu bahan baku alternatif energi terbarukan yang
berbentuk gas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bahan bakar dan listrik di
daerah perdesaan. Model prioritas daerah pengembangan biogas dari kotoran hewan
menggunakan tujuh kriteria teknis, yang diklasifikasikan sebagai kriteria teknis utama,
kriteria teknis pendukung, dan kriteria teknis prasyarat. Kriteria teknis utama tersebut adalah
kondisi keenergian, potensi bahan baku biogas berupa kotoran ternak, dan potensi pengguna
biogas rumah tangga. Sistem Pengambilan Keputusan bioenergi perdesaan berbasis biogas
kotoran hewan memberikan dukungan bagi eksekutif berupa informasi yang terkait dengan
rekomendasi keputusan sebelum diimplentasikan.
        Berdasarkan hasil verifikasi menggunakan kriteria teknis utama, daerah yang menjadi
prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis kotoran hewan di Provinsi Sumatera
Utara adalah Kabupaten Nias dan Nias Barat, sementara untuk Provinsi Riau adalah
Kabupaten Indragiri Hilir dan Meranti.

4.2. Saran
        Dalam implementasinya, keputusan prioritas daerah pengembangan bioenergi
perdesaan berbasis kotoran hewan yang berkelanjutan perlu memperhatikan kondisi dan
kesiapan daerah. Oleh karena itu itu model keputusan tidak hanya didasarkan pada kriteria
teknis utama semata, namun perlu juga memasukkan kriteria teknis prasyarat dan kriteria
teknis pendukung.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bappenas. 2009. Program Desa Mandiri Energi Hadapi Kendala Pendanaan. Kompas, 11
   September 2009.
2. BPPT. 2012. Iptek Voice: Desa Mandiri Energi Dengan Pengolahan Biogas dari Kotoran.
   http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11443. 28 Juni 2012.
3. Deptan. 2009. Program DME, tiap Tahun Hasilkan Nilai Tambah Hampir 350 M.
   http://ditenbun.deptan.go.id/budtanan/index.php?option
4. Dijennak. 2012. Data Statistik Peternakan 2011. Ditjen Peternakan Departemen Pertanian:
   Jakarta. www.deptan.go.id
5. Harun M. 2011. Peran Pertamina dalam Pemenuhan Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri.
   Presentasi pada Media Workshop Antara tanggal 4 Oktober 2011. International Institute
   for Sustainable Development-Global Susidies Initiative.
6. Marimin. 2004. Penyelesaian Persoalan AHP dengan Criterium Decision Plus. Jurusan
   Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
7. Octaviani R, Sahara. 2011. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Kinerja Ekonomi
   Makro, Keragaan Ekonomi Sektoral dan Rumah Tangga di Indonesia. Jurnal Manajemen
   Agribisnis Vol I_Nri 3 April 2005: 35-52.

                                                            494
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
                 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
               Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara


8. Republik Indonesia. 2011. MP3EI: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
    Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian.
9. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik
    Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks. Terjemahan. Jakarta: PT.
    Pustaka Binaman Pressindo
10. Soerawidjaja TH. 2010. Peran Bioenergi dan Arah-arah Utama LitbangRap-nya di
    Indonesia. Dipresentasikan pada LokakaryaGasifikasi Biomassa. Kampus ITB Bandung.
    16-17 Desember 2010.
11. Wahyuni S. 2011. Menghasilkan Biogas dari AneKA Limbah. Jakarta: Agromedia.




                                                       495

More Related Content

What's hot

Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrap
Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrapCopy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrap
Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrapAdi Intan Mulyana
 
Pkm bioetanol arby dkk
Pkm bioetanol arby dkkPkm bioetanol arby dkk
Pkm bioetanol arby dkkNidiya Fitri
 
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Buku pedoman penghargaan energi 2017
Buku pedoman penghargaan energi 2017Buku pedoman penghargaan energi 2017
Buku pedoman penghargaan energi 2017Ferdy Makonda
 
As ‘mencengkram’ jawa barat
As ‘mencengkram’ jawa baratAs ‘mencengkram’ jawa barat
As ‘mencengkram’ jawa baratRizky Faisal
 
Fwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikFwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikAksi SETAPAK
 
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan pangan
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan panganKeynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan pangan
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan panganZain Corps
 
2. paparan gub musrenbang 2018
2. paparan gub musrenbang 20182. paparan gub musrenbang 2018
2. paparan gub musrenbang 2018Sitti Marhamah
 
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Roadmap for Mangrove Management
Roadmap for Mangrove ManagementRoadmap for Mangrove Management
Roadmap for Mangrove ManagementCIFOR-ICRAF
 
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_b
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_bSwot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_b
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_bHarun Ariesto Wijaya
 
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...Debby Rahmawati
 

What's hot (18)

Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrap
Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrapCopy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrap
Copy of ths peran bioenergidanarahutamalitbangrap
 
Pkm bioetanol arby dkk
Pkm bioetanol arby dkkPkm bioetanol arby dkk
Pkm bioetanol arby dkk
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...
Rencana Pembangunan Nasional, Sektor Energi dan Rancangan Teknokratik RPJMN 2...
 
Buku pedoman penghargaan energi 2017
Buku pedoman penghargaan energi 2017Buku pedoman penghargaan energi 2017
Buku pedoman penghargaan energi 2017
 
As ‘mencengkram’ jawa barat
As ‘mencengkram’ jawa baratAs ‘mencengkram’ jawa barat
As ‘mencengkram’ jawa barat
 
Pkm Gt
Pkm GtPkm Gt
Pkm Gt
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
Fwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publikFwi sengketa-informasi-publik
Fwi sengketa-informasi-publik
 
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan pangan
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan panganKeynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan pangan
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan pangan
 
Potret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang SulawesiPotret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang Sulawesi
 
2. paparan gub musrenbang 2018
2. paparan gub musrenbang 20182. paparan gub musrenbang 2018
2. paparan gub musrenbang 2018
 
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
 
P49 08 Hutan Desa
P49 08   Hutan DesaP49 08   Hutan Desa
P49 08 Hutan Desa
 
Roadmap for Mangrove Management
Roadmap for Mangrove ManagementRoadmap for Mangrove Management
Roadmap for Mangrove Management
 
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_b
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_bSwot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_b
Swot green kampus ariesto harun wijaya p2f120001_klas_b
 
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...
Diagram black box input output sistem perencanaan gedung apartemen dengan ene...
 
Geomagz201405
Geomagz201405Geomagz201405
Geomagz201405
 

Similar to SNMI7-BIOENERGI

Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...
Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...
Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...ryki periwaldi
 
Ryki periwaldi_osn pti 2010_
Ryki periwaldi_osn pti 2010_Ryki periwaldi_osn pti 2010_
Ryki periwaldi_osn pti 2010_ryki periwaldi
 
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_ryki periwaldi
 
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptx
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptxPertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptx
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptxssuser23e26a
 
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02Desamandirienergi 090330041333-phpapp02
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02Dan Ada Dech
 
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnya
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnyaBio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnya
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnyaBagas Prayitna
 
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfKerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfmusyaffazaim
 
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfKerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfmusyaffazaim
 
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan Pangan
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan PanganPerkembangan Teknologi dan Ketahanan Pangan
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan PanganGita Saraswati
 
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdfBPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdftamihakim
 
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdfBPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdfGbpGugun
 
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdf
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdfPROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdf
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdfJhiran Ippmb
 
RENSTRA LITABMAS 2014
RENSTRA LITABMAS 2014RENSTRA LITABMAS 2014
RENSTRA LITABMAS 2014lppmupnjatim
 
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...Sampe Purba
 
Panel viii rakornas 2019 - esdm
Panel viii  rakornas 2019 - esdmPanel viii  rakornas 2019 - esdm
Panel viii rakornas 2019 - esdmJoseph Sitepu
 
Pengembangan Bioekonomi di Indonesia
Pengembangan Bioekonomi di IndonesiaPengembangan Bioekonomi di Indonesia
Pengembangan Bioekonomi di IndonesiaTogar Simatupang
 
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...sekolahbatasnegeri
 

Similar to SNMI7-BIOENERGI (20)

Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...
Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...
Ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_Konsep dan Strategi Pengembangan Bisnis B...
 
Ryki periwaldi_osn pti 2010_
Ryki periwaldi_osn pti 2010_Ryki periwaldi_osn pti 2010_
Ryki periwaldi_osn pti 2010_
 
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_
ryki periwaldi_makalah OSN-PTI 2010_
 
Persepsi dan peran masyarakat palu 17112014
Persepsi dan peran masyarakat palu 17112014Persepsi dan peran masyarakat palu 17112014
Persepsi dan peran masyarakat palu 17112014
 
BAB I.docx
BAB I.docxBAB I.docx
BAB I.docx
 
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptx
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptxPertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptx
Pertemuan 14 Biomassa & Biogas - Copy.pptx
 
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02Desamandirienergi 090330041333-phpapp02
Desamandirienergi 090330041333-phpapp02
 
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnya
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnyaBio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnya
Bio energi berbasis jagung dan pemanfaatan limbahnya
 
Nano
NanoNano
Nano
 
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfKerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
 
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdfKerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
KerangkaKerjaSCPIndonesia2013-2030_28Mei2020.pdf
 
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan Pangan
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan PanganPerkembangan Teknologi dan Ketahanan Pangan
Perkembangan Teknologi dan Ketahanan Pangan
 
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdfBPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
 
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdfBPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
BPPT - Outlook Energi Indonesia 2021.pdf
 
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdf
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdfPROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdf
PROPOSAL SKEMA HMI 2022.pdf
 
RENSTRA LITABMAS 2014
RENSTRA LITABMAS 2014RENSTRA LITABMAS 2014
RENSTRA LITABMAS 2014
 
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...
Development of Renewable Energy and Energy Conservations towards Net Zero Emi...
 
Panel viii rakornas 2019 - esdm
Panel viii  rakornas 2019 - esdmPanel viii  rakornas 2019 - esdm
Panel viii rakornas 2019 - esdm
 
Pengembangan Bioekonomi di Indonesia
Pengembangan Bioekonomi di IndonesiaPengembangan Bioekonomi di Indonesia
Pengembangan Bioekonomi di Indonesia
 
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...
Workshop Technology & Engineering for Teacher - Wijanarko (Retech Solution In...
 

More from Sawarni H

Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry
Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry
Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry Sawarni H
 
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan Sawarni H
 
ISO 14000 Material Balance Industri Buah
ISO 14000 Material Balance Industri BuahISO 14000 Material Balance Industri Buah
ISO 14000 Material Balance Industri BuahSawarni H
 
Bioethanol from arrowroot tuber
Bioethanol from arrowroot tuberBioethanol from arrowroot tuber
Bioethanol from arrowroot tuberSawarni H
 
Ti 17 sawarni h univ djuanda
Ti 17 sawarni h univ djuandaTi 17 sawarni h univ djuanda
Ti 17 sawarni h univ djuandaSawarni H
 
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuber
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuberBioethanol from indonesia's arrowroot tuber
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuberSawarni H
 
Produksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutProduksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutSawarni H
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtSawarni H
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtSawarni H
 
Produksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutProduksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutSawarni H
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtSawarni H
 

More from Sawarni H (11)

Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry
Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry
Material Balance for ISO 14000 Implementation in Fruit Industry
 
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan
Gap Analysis Rancangan SMKP UKM Pengolahan Ikan
 
ISO 14000 Material Balance Industri Buah
ISO 14000 Material Balance Industri BuahISO 14000 Material Balance Industri Buah
ISO 14000 Material Balance Industri Buah
 
Bioethanol from arrowroot tuber
Bioethanol from arrowroot tuberBioethanol from arrowroot tuber
Bioethanol from arrowroot tuber
 
Ti 17 sawarni h univ djuanda
Ti 17 sawarni h univ djuandaTi 17 sawarni h univ djuanda
Ti 17 sawarni h univ djuanda
 
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuber
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuberBioethanol from indonesia's arrowroot tuber
Bioethanol from indonesia's arrowroot tuber
 
Produksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutProduksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garut
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
 
Produksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garutProduksi bioetanol umbi garut
Produksi bioetanol umbi garut
 
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurtAplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt
 

SNMI7-BIOENERGI

  • 1. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara PERANCANGAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRIORITAS PENGEMBANGAN BIOENERGI PERDESAAN BERBASIS BIOGAS KOTORAN HEWAN Sawarni Hasibuan1), Risnarto2) dan Amar Ma’ruf3) 1,3) Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, PO Box Ciawi 35, Bogor 16720 1) e-mail: sawarni02@yahoo.com Abstrak Untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan mendukung pembangunan berkelanjutan, Pemerintah telah menerbitkan stimulasi kebijakan tentang Percepatan Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang ditindaklanjuti dengan upaya untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Jalur cepat untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran antara lain melalui pengembangan Desa Mandiri Energi (DME). Dari hasil pelaksanaan DME khususnya DME Bioenergi yang telah dimulai sejak tahun 2007hingga 2011, ternyata DME berbasis bioenergi dari biogas kotoran hewan memiliki tingkat keberhasilan dan keberlanjutan terbesar. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pengambilan keputusan prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis kotoran hewan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam menentukan wilayah pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan yang berkelanjutan. Seleksi indikator kriteria teknis keputusan dilakukan dengan metode Delphi dan untuk penentuan bobot dari indikator kriteria teknis digunakan teknik analytical hierarchy process (AHP),sementara penentuan prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan dilakukan dengan metode perbandingan eksponensial (MPE). Kriteria teknis yang memperoleh konsensus pakar menggunakan metode Delphi dapat dikelompokkan sebagai kriteria komponen dasar, faktor pendukung, dan faktor kendala. Berdasarkan AHP awal, bobot terbesar berturut-turut diberikan terhadap kriteria kondisi keenergian (0,324), aksesibilitas wilayah (0,210), potensi kotoran hewan (0,156), pengguna bioenergi RT (0,089), partisipasi masyarakat (0,088), komitmen Pemda (0,06), dan kondisi sosek masyarakat (0,064). Verifikasi model prioritas daerah pengembangan bioenergi berbasis bigas kotoran hewan dilakukan terhadap data Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau setelah melalui beberapa penyesuaian. Kata kunci: bioenergi, biogas, metode Delphi, teknik AHP, metode MPE. 1. PENDAHULUAN Hingga saat ini pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk infrastruktur energi, masih belum mampu menjangkau seluruh wilayah perdesaan Indonesia. Kondisi geografis yang cukup beragam menyebabkan pembangunan infrastruktur energi di Indonesia masih belum mencapai target dan sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator rasio elektrifikasi nasional, rasio elektrifikasi desa, dan kondisi bauran energi yang masih belum optimal (MP3EI 2011). Pada sisi lain pemanfaatan energi juga masih bergantung pada energi fosil yang mengakibatkan tingginya beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah (Harun 2011). Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di perdesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah (Oktaviani & Sahara 2005). Namun karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan hutan. Sejak tahun 2006 Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan, diantaranya PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres Nomor 1 486
  • 2. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Tahun 2006 tentang Percepatan Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang ditindaklanjuti dengan upaya percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran melalui Kepres Nomor 10 Tahun 2006 tentang pembentukan Tim Nasional Bahan Bakar Nabati (BBN) yang melahirkan program Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran antara lain melalui Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME). DME adalah desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60 persen kebutuhan listrik dan bahan bakar dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumberdaya setempat (Deptan 2009 & BPPT 2012). Program DME secara resmi diluncurkan oleh Presiden pada tanggal 14 Februari 2007 dengan konsep kemandirian energi berbasis pemanfaatan energi terbarukan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Berdasarkan bahan baku sumber energi yang digunakan, ada dua jalur DME yaitu 1) DME berbasis sumber energi non pertanian dan 2) DME berbasis sumber energi pertanian/bahan bakar nabati/bioenergi (DME Bioenergi). Pembangunan energi perdesaan melalui program DME diantaranya adalah energi berbasis mikrohidro, energi berbasis tenaga surya, energi berbasis biomassa, dan energi berbasis biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik, termasuk kotoran hewan, oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob (Soerawidjaja 2010; Wahyuni 2011) Hasil pelaksanaan DME khususnya DME Bioenergi sejak tahun 2007 hingga tahun 2011, ternyata DME berbasis bioenergi dari biogas kotoran hewan memiliki tingkat keberhasilan dan keberlanjutan terbesar. Hal tersebut didukung oleh tingginya potensi jumlah hewan, teknologi biogas relatif sederhana, dan manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat. Sayangnya pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan tersebut belum didukung oleh kesiapan pendanaan di tingkat pusat dan kemampuan sumberdaya manusia baik di pusat maupun daerah dalam hal monitoring dan evaluasi (Bappenas 2009). Sehingga diperlukan upaya-upaya yang tepat untuk mempercepat dan memperluas pola pembangunan dan pemanfaatan biogas dari kotoran hewan di seluruh wilayah yang memiliki potensi hewan ternak untuk mendukung kemandirian energi khususnya di daerah perdesaan. Peluang pengembangan biogas di Indonesia sesungguhnya sangat prospektif. Pada tahun 2011, Indonesia memiliki 16,7 juta ekor hewan besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau) dan 36,6 juta kambing/domba/babi (Ditjennak 2012). Jika diasumsikan setiap ekor hewan besar menghasilkan 29 kg feses per hari dengan kandungan padatan 14,34 persen maka potensi kotoran hewan yang berasal dari hewan besar diproyeksikan mencapai 69,45 juta kg total padatan, jika ekivalensi biogas yang dihasilkan sebesar 0,31 m3/kg padatan maka akan dapat dihasilkan biogas sebesar 21,5 juta m3 biogas yang setara dengan penghematan 13,33 juta liter minyak atau 9,89 juta kg gas LPG atau 75.250 ton kayu bakar. Tujuan kajian ini adalah merancang sistem pengambilan keputusan prioritas pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan di daerah perdesaan untuk mendukung efektifitas sistem pembiayaan oleh pemerintah pusat melalui dana alokasi khusus (DAK) Bioenergi Perdesaan. DAK sebagai salah satu sumber pendanaan dianggap mampu mensukseskan program DME di daerah perdesaan (Ditjenbun 2009). Rancangan prioritas daerah penerima DAK Bioenergi yang berkelanjutan perlu didasarkan pada sejumlah kriteria teknis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam hal energi dalam penetapan wilayah pengembangan bioenergi perdesaan yang berorientasi pada kemandirian energi berbasis energi terbarukan dan pemberdayaan masyarakat setempat. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Kerangka Pemikiran Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi disebutkan tentang kewajiban daerah untuk mengembangkan potensi energi di daerahnya guna memenuhi kebutuhan energi daerahnya masing-masing. Jika sebelumnya pemenuhan kebutuhan energi 487
  • 3. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara listrik menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, maka ke depannya akan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan pusat. Dalam rangka pemenuhan energi perdesaan, mulai tahun 2011 pemerintah akan melaksanakan dua program energi perdesaan yaitu (1) desa energi baru terbarukan dan (2) desa jaringan. Dalam hal ini, apabila sebuah desa telah memiliki atau masuk dalam jaringan listrik PLN maka desa tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui PT PLN. Sementara untuk daerah tertinggal dan yang belum memiliki jaringan listrik akan dimasukkan ke dalam program pemanfaatan energi setempat dengan sebutan mandiri energi melalui kebijakan anggaran pembiayaan adalah transfer dari pemerintah pusat ke daerah melalui DAK (dana alokasi khusus). Tingginya potensi kotoran hewan yang dimiliki berbagai daerah di Indonesia menjadi salah satu sumber energi perdesaan yang potensial. Biogas yang dihasilkan melalui proses fermentasi anaerobik tidak hanya bermanfaat untuk memandirikan warga desa dalam pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga, namun juga berkontribusi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat serta lingkungan. Agar penetapan daerah penerima pembiayaan pengembangan biogas tepat sasaran dan berkelanjutan maka seleksi dan model kriteria teknis yang menjadi kewenangan Departemen ESDM Pusat mengacu pada visi dan misi Departemen ESDM dalam hal energi terbarukan. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1. Visi dan Misi ESDM Di Bidang Energi Perdesaan Identifikasi Faktor-faktor Pendukung dan Kendala Pengembangan Seleksi Kriteria Teknis Penetapan Daerah Pengembangan Biogas Melalui Pola Pembiayaan DAK (Delphi) Pembobotan Kriteria Teknis (AHP) T Memuaskan ? Mekanisme Pembiayaan DAK untuk Desa Mandiri Y Energi Berbasis Biogas Model Penentuan Prioritas Desa Pengembangan Bioenergi Berbasis Biogas Melalui Pembiayaan DAK Verifikasi Model Implementasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Prioritas Daerah Pengembangan Bioenergi Berbasis Biogas Kotoran Hewan Melalui Pembiayaan DAK. 2.2. Jenis Data Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survey lapangan ke Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2012 serta brainstorming dengan pakar. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait 488
  • 4. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara seperti Biro Pusat Statistik, Ditjen Peternakan, Dinas Pertambangan dan Energi, PT. PLN dan instansi lainnya yang terkait. 2.3. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengkaji mekanisme prioritas pembiayaan daerah pengembangan biogas kotoran hewan yang berkelanjutan, sementara pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan metode Delphi, teknik Analytical Hierarchy Process/AHP (Saaty 1993; Marimin 2004), dan metode perbandingan eksponensial/MPE (Marimin 2004). Hasil pengolahan data tersebut didiskusikan dan dikoordinasikan dengan pakar yang memenuhi kualifikasi dan mewakili bidang keahlian konservasi energi dan energi terbarukan serta biogas kotoran hewan. Penilaian kesesuaian kriteria teknis penentuan prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dilakukan dengan metode Delphi melibatkan 3 (tiga) orang pakar. Setiap pakar memberian skor evaluasi kesesuaian kriteria secara numerik menggunakan skala 1-7. Pendapat pakar dinilai konvergen (konsensus) apabila pada sebuah ronde selisih pendapat pakar dengan nilai rata-rata (Δ) < 1, jika belum konvergen maka penilaian dilanjutkan hingga diperoleh konsensus. Kriteria yang telah memperoleh konsensus dari pakar akan dipilih sebagai kriteria teknis prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan. Teknik AHP merupakan suatu hierarki fungsional dengan input utamanya berupa persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok lalu diatur menjadi suatu bentuk hierarki. Pengolahan data persepsi mengenai tingkat kepentingan kriteria teknis penentuan daerah pengembangan biogas kotoran hewan melalui pola pembiayaan DAK dilakukan dengan bantuan software expert choice 2000. MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusan dengan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Pada prinsipnya MPE merupakan metode skoring terhadap pilihan yang ada. Dengan perhitungan secara eksponensial, perbedaan nilai antar kriteria dapat dibedakan tergantung kepada kemampuan orang yang menilai. Tabel 1. Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Kriteria Keputusan Total Ranking Pilihan Keputusan 1 2 3 - - m Nilai Prioritas 1 RK11 RK21 RK31 RKm1 TN1 2 RK12 RK22 RK32 RKm2 TN2 - - - - - - - - - - n RK1n RK2n RK3n RKmn TNn Derajat kepentingan TKK1 TKK2 TKK3 TKKm Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif pilihan keputusan dalam metoda perbandingan eksponensial adalah: Total Nilai (TNi) = ∑ dimana: TNi = Total nilai alternatif ke-i RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan 489
  • 5. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Untuk normalisasi data, maka seluruh data kriteria teknis yang akan digunakan dalam model MPE terlebih dahulu dikonversi ke dalam skor indeks. Daerah dinilai layak sebagai daerah pengembangan biogas kotoran hewan jika memenuhi persyaratan total nilai > 1. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Seleksi dan Penentuan Bobot Kriteria Teknis Bioenergi Berbasis Biogas Tujuan utama kajian adalah penentuan prioritas daerah pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan dengan mempertimbangkan manfaatnya pada aspek energi, ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kriteria teknis yang dikembangkan mengacu pada tugas pokok ESDM yaitu pemenuhan energi di daerah perdesaan dengan memanfaatkan potensi kotoran hewan sebagai sumber energi biogas. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, kajian pustaka, kondisi eksisting dan kebutuhan implementasi sistem pembiayaan dengan pola DAK telah diidentifikasi sembilan faktor strategis dalam pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan di daerah perdesaan, yaitu: (1) potensi kotoran hewan, (2) potensi pengguna biogas RT, (3) potensi pengguna biogas UKM, (4) pemanfaatan energi dari listrik dan non- listrik, (5) kondisi sosial ekonomi masyarakat, (6) aksesibilitas wilayah, (7) partisipasi masyarakat, (8) keberlanjutan kegiatan, dan (9) komitmen anggaran Pemda untuk alokasi bioenergi.  Hasil seleksi merekomendasikan tujuh kriteria teknis yang relevan diaplikasikan pada penentuan prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK seperti disajikan pada Tabel 2. Ketujuh kriteria teknis tersebut adalah (1) potensi kotoran hewan, (2) potensi pengguna biogas RT, (3) pemanfaatan energi dari listrik dan non- listrik, (4) kondisi sosial ekonomi masyarakat, (5) aksesibilitas wilayah, (6) partisipasi masyarakat, dan (7) komitmen anggaran Pemda untuk alokasi bioenergi. Berdasarkan hasil seleksi kriteria teknis tersebut dilakukan pemeringkatan tingkat kepentingan kriteria teknis daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK menggunakan teknik AHP. Tabel 2. Pemilihan kriteria teknis untuk penentuan daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK Penilaian Ahli Rata-rata No Kriteria 1 2 3 1 Potensi kotoran hewan 5 6 6 5,67a 2 Pengguna biogas kotoran hewan RT 5 4 5 4,67 a 3 Pengguna biogas UKM 3 4 4 3,67 b 4 Kondisi energi listrik dan non listrik 6 6 7 6,33 a 5 Kondisi sosial ekonomi masyarakat 4 4 5 4,33 a 6 Aksesibilitas wilayah 5 6 5 5,33 a 7 Partisipasi masyarakat 4 5 5 4,67 a 8 Keberlanjutan kegiatan 6 4 4 4,67 c 9 Komitmen anggaran dari PEMDA 4 5 4 4,33 a a Keterangan: kriteria sesuai untuk kriteria teknis prioritas DAK biogas (rataan > 4 dan Δ < 1) b rataan < 4; c tidak konvergen Struktur hirarki penentuan bobot kriteria teknis daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK menggunakan tiga tingkatan. Tingkatan pertama yang merupakan sasaran (tujuan) adalah prioritas daerah pengembangan bioenergi berbasis biogas kotoran hewan. Tingkatan kedua adalah pertimbangan manfaat pengembangan bioenergi perdesaan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2007 yang meliputi manfaat energi, manfaat ekonomi, manfaat lingkungan, dan manfaat sosial. Hasil pengolahan data bobot kriteria teknis prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan bantuan software expert choice 2000 dapat dilihat pada Gambar 2. 490
  • 6. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Prioritas Daerah Pengembangan Bioenergi Tujuan Berbasis Biogas Kotoran Hewan Manfaat Manfaat Manfaat Manfaat Manfaat Energi Ekonomi Lingkungan Sosial Potensi Kondisi Potensi Aksesi- Kondisi Partisipasi Komitmen Kriteria Kotoran Keenergian Pengguna bilitas Sosek Masyarakat PEMDA Teknis Hewan Daerah RT Wilayah Masyarakat 0,156 0,324 0,089 0,210 0,064 0,088 0,069 Gambar 2. Struktur AHP analisis bobot kriteria teknis penentuan prioritas daerah pengembangan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan Hasil analisis menempatkan kondisi keenergian daerah dan aksesibilitas wilayah sebagai kriteria teknis dengan bobot terbesar berturut-turut sebesar 0,324 dan 0,210. Hal ini selaras dengan tujuan program yaitu meningkatkan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata dengan cara: (1) menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan energi kepada masyarakat tidak mampu dan (2) membangun infrastruktur energi untuk daerah belum berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas antar daerah. Kondisi saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki akses energi baik untuk listrik maupun non listrik, sehingga perlu upaya pemerintah dan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah perdesaan atau pulau terluar di perbatasan, karena sampai saat ini swasta kurang berminat untuk melakukan usaha penyediaan energi karena harga jual energi belum sesuai dengan keekonomiannya, disamping daya beli masyarakat perdesaan yang rendah. Isu yang berkembang bahwa masih banyak ditemui kegagalan dalam implementasi energi baru terbarukan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, karena sulitnya koordinasi dalam perencanaan serta monitoring dan pengawasan pembangunan serta pengelolaan instalasi energi baru terbarukan pada lokasi yang sangat jauh dan sulit aksesibilitasnya. Untuk mengurangi kendala tersebut Kementerian ESDM cq DJEBTKE telah mengim- plementasikan mekanisme pemberian bantuan fisik energi terbarukan melalui kegiatan yang didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Listrik Perdesaan yang telah dimulai pada tahun 2011. Namun implementasi DAK tersebut hanya merupakan kegiatan pemanfaatan energi terbarukan seperti mikrohidro, matahari dan angin yang menghasilkan energi listrik. Sementara masih ada beberapa sumber energi lainnya seperti bioenergi yang berupa kotoran hewan yang dapat diolah menjadi energi biogas baik untuk listrik maupun non listrik. Keberhasilan program pengembangan energi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan tidak dapat mengabaikan ketersediaan potensi bahan baku kotoran hewan, adanya pengguna biogas dari kelompok rumah tangga, dan partisipasi masyarakat dalam program biogas kotoran hewan. Kontribusi kriteria kondisi sosial masyarakat dan komitmen Pemda dalam pendaaan program biogas tidak terlalu signifikan dalam pengembangan energi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan. Selanjutnya dilakukan koordinasi untuk model prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola DAK. Pertimbangan utama adalah ketersediaan data, data bersifat objektif, dan kemudahan pengolahan data secara kuantitatif. Untuk itu dilakukan penapisan kriteria utama, kriteria pendukung, atau kriteria prasyarat. Para pakar sepakat menetapkan kriteria kondisi keenergian, potensi kotoran hewan dan potensi pengguna rumahtangga sebagai kriteria teknis utama penentuan daerah prioritas pengembangan biogas kotoran hewan 491
  • 7. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara dengan pola DAK oleh pemerintah Pusat. Hasil penilaian pakar bobot ketiga kriteria teknis utama tersebut dapat dilihat pada Gambar 3, sementara model prioritas daerah penerima DAK biogas kotoran hewan disajikan pada Gambar 4. Gambar 3. Hasil pembobotan ulang kriteria teknis utama prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK Kabupaten/Kota ke -i Data ratio elektrifikasi Kriteria Teknis Data potensi ternak Utama Data pengguna RT Indeks ratio elektrifikasi = RE Bobot Kriteria Indeks ratio ternak = RT Teknis Indeks ratio pengguna RT = RP Total Nilai Bobot Teknis Peringkat Total Nilai T Komitmen Anggaran DAK Biogas Kotoran Pemda? Hewan Provinsi Y Prioritas Kabupaten/Kota Penerima Tidak layak DAK Biogas oleh Provinsi T Usulan Masyarakat ? Y Prioritas Kelompok Penerima DAK Biogas oleh Kabupaten Gambar 4. Model keputusan penentuan prioritas daerah pengembangan biogas kotoran hewan dengan pola pembiayaan DAK. 492
  • 8. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Hasil simulasi prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan untuk Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kabupaten Nias, Nias Selatan, dan Toba Samosir adalah tiga daerah prioritas tertinggi untuk pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Sumatera Utara. Bobot kriteria teknis kondisi keenergian yang tinggi (0,687) masih memungkinkan Kabupaten Toba Samosir lolos sebagai daerah prioritas pengembangan biogas padahal memiliki ratio elektrifikasi sebesar 81,29 persen melampaui rataan ratio elektrifikasi Provinsi Sumatera Utara yaitu 70,27 persen. Oleh karena itu pada perbaikan model perlu ditambahkan kriteria teknis prasyarat nilai RE. Sementara tiga daerah prioritas pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Riau adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Meranti, dan Pelalawan. Ketiga daerah tersebut memang memiliki ratio elektrifikasi yang sangat rendah sekitar 30 persen jauh di bawah nilai rataan ratio elektrifikasi Provinsi Riau sebesar 57,17 persen. Jika mengacu pada visi dan misi program adalah pengembangan bioenergi perdesaan, maka disamping kriteria teknis utama tersebut perlu juga ditambahkan kriteria prasyarat seperti aksesibilitas wilayah, nilai ratio elektrifikasi minimal, partisipasi masyarakat, serta komitmen dari Pemerintah Daerah. Potensi biogas yang dapat dihasilkan atau potensi bahan bakar kayu yang dapat dihemat melalui digester dapat diprediksi dari jumlah kotoran ternak yang diolah seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 3. Prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Sumatera Ratio Elek- Hewan RT No Kabupaten/Kota trifikasi Besar Pemelihara Total Indeks Ranking (%) (Ekor) Ternak 1 Kab Nias 14,01 267 1 27981,85496 1 2 Kab Nias Barat 34,51 75 31 50,86352961 2 3 Kab Toba Samosir 81,29 39594 383 33,92144427 3 4 Kab Samosir 72,43 35452 377 27,39793291 4 5 Kab Humbang Hasundutan 86,02 24042 298 12,59103216 5 6 Kota Gunung Sitoli 42,67 17 8 11,51258024 6 7 Kab Langkat 75,89 8766 32418 11,25554907 7 8 Kab Nias Selatan 42,85 148 14 11,18056209 8 9 Kab Tapanuli Utara 71,88 20748 129 9,585899276 9 10 Kab Simalungun 81,42 7789 19043 6,950275026 10 Tabel 4. Prioritas 10 daerah pengembangan biogas kotoran hewan di Provinsi Riau Ratio Elek- Hewan RT No Kabupaten/Kota trifikasi Besar Pemelihara Total Indeks Ranking (%) (Ekor) Ternak 1 Kab Indragiri Hilir 30 2.263 1.237 37,257 1 2 Kep Meranti 33 21.691 1.213 21,156 2 3 Kab Pelalawan 33 6.340 1.291 19,463 3 4 Kab Kampar 89 41.348 5.616 7,823 4 5 Kab Rokan Hulu 52 16.120 7.872 4,075 5 6 Kab Bengkalis 66 28.555 3.699 3,978 6 7 Kab Indragiri Hulu 52 7.167 7.238 3,108 7 8 Kab Kuantan Singingi 53 8.697 6.980 2,988 8 9 Kab Rokan Hilir 46 11.582 2.188 2,985 9 10 Kota Pekanbaru 79 46.585 430 2,967 10 493
  • 9. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Tabel 5. Produksi biogas dengan jumlah pemeliharaan hewan besar yang beragam Volume reaktor Potensi kotoran Bahan bakar Jumlah digester Produksi biogas kayu yang hewan per hari Ternak per hari (m3) dihemat (kg) (m3) (kg)* 3-4 4 20 - 40 0,8 - 1,6 20 - 40 5-6 6 40 - 60 1,6 - 2,4 40 - 60 7-8 8 60 - 80 2,4 - 3,2 60 - 80 9 - 10 10 80 - 100 3,2 - 4,2 80 - 100 * Rata-rata penyimpanan 50 hari 4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Kotoran hewan merupakan salah satu bahan baku alternatif energi terbarukan yang berbentuk gas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bahan bakar dan listrik di daerah perdesaan. Model prioritas daerah pengembangan biogas dari kotoran hewan menggunakan tujuh kriteria teknis, yang diklasifikasikan sebagai kriteria teknis utama, kriteria teknis pendukung, dan kriteria teknis prasyarat. Kriteria teknis utama tersebut adalah kondisi keenergian, potensi bahan baku biogas berupa kotoran ternak, dan potensi pengguna biogas rumah tangga. Sistem Pengambilan Keputusan bioenergi perdesaan berbasis biogas kotoran hewan memberikan dukungan bagi eksekutif berupa informasi yang terkait dengan rekomendasi keputusan sebelum diimplentasikan. Berdasarkan hasil verifikasi menggunakan kriteria teknis utama, daerah yang menjadi prioritas pengembangan bioenergi perdesaan berbasis kotoran hewan di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Nias dan Nias Barat, sementara untuk Provinsi Riau adalah Kabupaten Indragiri Hilir dan Meranti. 4.2. Saran Dalam implementasinya, keputusan prioritas daerah pengembangan bioenergi perdesaan berbasis kotoran hewan yang berkelanjutan perlu memperhatikan kondisi dan kesiapan daerah. Oleh karena itu itu model keputusan tidak hanya didasarkan pada kriteria teknis utama semata, namun perlu juga memasukkan kriteria teknis prasyarat dan kriteria teknis pendukung. DAFTAR PUSTAKA 1. Bappenas. 2009. Program Desa Mandiri Energi Hadapi Kendala Pendanaan. Kompas, 11 September 2009. 2. BPPT. 2012. Iptek Voice: Desa Mandiri Energi Dengan Pengolahan Biogas dari Kotoran. http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11443. 28 Juni 2012. 3. Deptan. 2009. Program DME, tiap Tahun Hasilkan Nilai Tambah Hampir 350 M. http://ditenbun.deptan.go.id/budtanan/index.php?option 4. Dijennak. 2012. Data Statistik Peternakan 2011. Ditjen Peternakan Departemen Pertanian: Jakarta. www.deptan.go.id 5. Harun M. 2011. Peran Pertamina dalam Pemenuhan Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri. Presentasi pada Media Workshop Antara tanggal 4 Oktober 2011. International Institute for Sustainable Development-Global Susidies Initiative. 6. Marimin. 2004. Penyelesaian Persoalan AHP dengan Criterium Decision Plus. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 7. Octaviani R, Sahara. 2011. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Kinerja Ekonomi Makro, Keragaan Ekonomi Sektoral dan Rumah Tangga di Indonesia. Jurnal Manajemen Agribisnis Vol I_Nri 3 April 2005: 35-52. 494
  • 10. SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012 ”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional” Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara 8. Republik Indonesia. 2011. MP3EI: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. 9. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks. Terjemahan. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo 10. Soerawidjaja TH. 2010. Peran Bioenergi dan Arah-arah Utama LitbangRap-nya di Indonesia. Dipresentasikan pada LokakaryaGasifikasi Biomassa. Kampus ITB Bandung. 16-17 Desember 2010. 11. Wahyuni S. 2011. Menghasilkan Biogas dari AneKA Limbah. Jakarta: Agromedia. 495