1. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah swt. Karena rahmat dan hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Salam dan salawat semoga tetap
tercurahkan kepada nabi muhammad saw yang telah menuntun kita kea rah yang benar,
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Tapak Tilas Kehidupan Masa
Mosozaikum Di Blora Studi Kasus Gajah Purba. Termakasi kepada bapak/ibu guru yang
telah memberikan kesempatan untuk mengerjakaan karya tulis ilmiah ini dan ibu bapak
dirumah yang menfasilitasi dan memberikan doanya untuk melancarkan penulisan ini,
dan teman-teman sekalian yang membantu
Dalam Penyusunan Makalah ini mungkin terdapat banyak kesalahan, maka saran
dan kritikan dibutuhkan untuk bisa memperbaiki kesalahan dalam penulisan karya tulis
ini
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun telah menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar. Tugas Makalah
ini merupakan salah satu tugas dibidang Mata Pelajaran Sejarah yang bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang “Sisa-sisa Masa Mesozoikum di Kabupaten Blora Studi
Kasus Fosil Gajah Purba” Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua.
Dengan terselesaikannya tugas Makalah ini, maka penyusun berharap telah
memenuhi tugas dari Ibu guru dan mendapatkan nilai yang baik, serta bermanfaat bagi
teman-teman sekalian. Penyusun menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 2
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 2
D. Definisi Operasional ………………………………………… 2
E. Manfaat Penelitian …………………………………………... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Fosil Gajah Purba…………………………………… 4
B. Gedung Gajah Purba ………………………………………… 9
BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 12
A. Kesimpulan …………………………………………………… 12
B. Saran …………………………………………………………. 12
Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 13
4. iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blora merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten Blora sebagai sebuah kota telah meninggalkan banyak situs yang
berserakan. Tiga warga Desa Medalem, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa
Tengah, menemukan fosil gading dan patahan tulang iga gajah purba. Fosil lumayan
utuh yang masih tergeletak di kebun Mbah Sabinah (65) tersebut sempat ditawar
pemburu benda purba dan benda kuno Rp 5 juta. Warga Desa Medalem, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Slamet (kiri) dan Sarwo, menunjukkan
fosil gading gajah purba temuan tiga warga desa tersebut, Rabu (7/1) sore. Temuan
itu sempat ditawar pemburu fosil dan benda bersejarah Rp 5 juta. (Kompas/Albertus
Hendriyo Widi / Kompas Images) Maman, Agus, dan Ramijan menemukan fosil
tersebut pada akhir Desember 2008 saat mengambil pasir uruk untuk membuat jalan
kampung. Lokasi penemuan berada sekitar 100 meter dari Bengawan Solo dengan
kedalaman galian sekitar 20 sentimeter. Lokasi tersebut juga berada sekitar 15 meter
dari fosil gading gajah purba yang ditemukan seorang warga sekitar tahun 2000.
Semula mereka mengira fosil tersebut batu sehingga sempat merusak ujung gading
dengan cangkul. Kondisi tersebut mengakibatkan panjang gading yang semula 150
sentimeter berkurang menjadi 120 sentimeter. Tokoh masyarakat Dukuh Medalem,
Sarwo (44), Rabu (7/1) di Blora, mengatakan, warga tidak berani menyimpan fosil
tersebut ke tempat yang lebih aman. Mereka takut fosil tersebut rusak atau patah
ketika diangkat.”Sampai saat ini, kami hanya membiarkan fosil itu tetap di lokasi.
Agar tidak kepanasan, kami menutup fosil itu dengan daun pisang kering,” katanya.
Seniman ketoprak itu mengemukakan, fosil gading sempat ditawar pencari benda-
benda purba dan kuno dari luar Blora seharga Rp 5 juta. Semula ketiga penemu
bersedia menjual fosil tersebut. Namun, setelah pembeli tersebut datang dan tidak
berani mengangkat fosil karena takut bermasalah, para penemu pun berniat
5. v
menyerahkan temuan tersebut ke Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Blora.
Di Dukuh Medalem yang terletak di tepi Bengawan Solo tersebut kerap
ditemukan fosil-fosil binatang purba, seperti gading, tanduk, tempurung kura-kura,
dan tengkorak buaya. Sebagian kecil temuan tersebut berhasil diselamatkan,
sedangkan sebagian besar lagi rusak secara tidak sengaja atau dijual penemu.
”Penemu tengkorak buaya purba menjual fosil tersebut dengan harga Rp 300.000,
sedangkan fosil gading gajah ditukar dengan empat ekor kambing,” kata Sarwo.
Secara terpisah, Kepala Seksi Kesenian dan Nilai Budaya Kantor Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Blora Suntoyo mengatakan bahwa lokasi temuan merupakan
endapan Bengawan Solo purba. Daerah tersebut merupakan kawasan lindung cagar
budaya yang rencananya akan menjadi salah satu kawasan studi purba di Kabupaten
Blora.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diberikan rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana Sejarah Fosil Gajah Purba?
2. Bagaimana Gajah Purba di Blora?
C. Tujuan Penelitian
Agar kita mengetahui fosil-fosil pada zaman itu;
Menambah pengalaman bagi penulis
D. Defenisi Operasional
1. Penemuan fosil gajah Blora
Fosil ini mempunyai arti yang sangat penting untuk dapat menjawab berbagai
permasalahan tentang keberadaan dan evolusi gajah di Indonesia. Bahkan
memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam studi evolusi, termasuk teka-
teki the missing link, interaksi antara manusia purba, Homo erectus dan fauna
serta berbagai aspek lingkungan secara keseluruhan.
2. Tim Melakukan Preparasi Fosil,
6. vi
Pembuatan model beberapa bagian yang hilang maupun yang tidak utuh berupa
humerus, femur, scapula, rusuk, gading. Pemodelan dalam rangka preparasi di sini
merupakan pembuatan bentukan bagian-bagian tulang yang banyak mengalami
kerusakan maupun hilang. Pemodelan itu dibuat dari bahan casting gipsum plaster
menjadi bentuk utuh seperti rangkaian gajah Waykambas sebagai pembanding
bentuk utuh dari tulang asli sesuai dengan bentuk aslinya.
3. Pewarnaan
Pewarnaan hasil pemodelan dengan casting gipsum dengan cat minyak.
Pewarnaan bagian fosil hasil pemodelan tersebut dilakukan dengan pewarnaan
yang dibedakan dengan warna fosil aslinya sehingga dapat dibedakan bentuk
tiruannya.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini sebagai dasar pengetahuan dalam prasejarah agar dapat
mengetahui, menentukan, dan mengembangkan pengetahuan mengenai peninggalan
benda bersejarah di Blora. Selain itu juga hasil penelitian ini akan memberikan
kontribusi akademik untuk memberikan pemahaman mengenai peninggalan benda
prasejarah di Blora
7. vii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Fosil Gajah Purba
Akhir Februari 2009, tebing sungai yang berada dua kilometer dari aliran
Bengawan Solo runtuh. Peristiwa di Dusun Sunggun, Desa Medalem, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah itu menjadi tak biasa karena temuan di
balik tebing tersebut. Sisa-sisa gajah purba yang menyembul di balik tebing telah
mengungkap harta dunia paleontologi Indonesia. Inilah fosil vertebrata terlengkap
sepanjang sejarah penggalian fosil di Tanah Air.
Beberapa tahun belakangan, kawasan Blora memang terkenal sebagai surga
paleontologi. Tahun 2006, misalnya, warga setempat menemukan bagian dari tulang
leher gajah purba. Sejak itu, berbagai fosil hewan purba lain juga ditemukan. Untuk
dunia paleontologi Indonesia, penemuan fosil ini bisa disebut spektakuler. Sebab,
hampir seluruh bagian fosil dari satu individu gajah purba ditemukan lengkap dan
utuh.
Sayang, proses rekonstruksi masih menghadapi sejumlah kendala, seperti
keterbatasan tenaga ahli. Demikian juga keterbatasan dana untuk membeli bahan-
bahan utama rekonstruksi, yakni serat kaca, paraloid, dan aseton. Diperkirakan,
rekonstruksi lengkap fosil gajah purba ini membutuhkan waktu dua tahun. Lantas,
bagaimana caranya tim ahli menentukan umur sebuah fosil? Bagaimana pula cara
menyusun fosil hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Dalam perkembangan
evolusi dan penyebarannya, paling tidak ada tiga jenis gajah yang mencapai dan hidup
berkembang di Kepulauan Nusantara. Van der Maarel (1932) dan Van den Bergh
(1999) menyebutkan ketiganya adalah Mastodon, Stegodon, dan Elephas. Hal ini bisa
diketahui dari temuan sisa kehidupan yang berupa fosil dalam endapan sedimen Plio-
Plestosen di berbagai tempat. Keluarga gajah yang berimigrasi paling awal ke Daratan
Sunda (Pulau Jawa) menurut Sondaar, (1984), de Vos ( 1985), dan Aziz (1998) ialah
Mastodon Sinomastodon bumiajuensis), yang tiba bersama kelompok fauna Satir
sekitar 1,5 juta tahun lalu atau bahkan mungkin lebih awal lagi.
Kemudian disusul Stegodon trigonocephalus yang datang bersama kelompok
fauna Ci Saat- Trinil HK sekitar 1,2 juta tahun lalu. Berikutnya datang Elephas
8. viii
hysudrindicus bersama kelompok fauna Kedungbrubus-Ngandong sekitar 800 ribu-
200 ribu tahun lalu. Yang terakhir datang adalah Elephas maximus bersama kelompok
fauna Punung-Wajak sekitar 125 ribu tahun lalu. Kini, gajah Sumatra (Elephas
maximus sumatraensis) merupakan satusatunya spesies gajah yang masih mampu
bertahan hidup, meskipun dalam tekanan ekologi yang sangat berat.
Tim riset vertebrata geologi tengah mengekskavasi fosil gajah Blora. Foto:
koleksi tim riset vertebrata Badan Geologi. Sejauh ini spesimen fosil gajah yang
ditemukan di Indonesia tidaklah lengkap, umumnya hanya berupa tengkorak, gading,
gigi-geligi (geraham) dan tulang–belulang bagian kerangka yang tidak utuh.
Sehingga menjadi kendala utama dalam rekonstruksi bentuknya. Hal ini berdampak
pula dalam mempelajari seluk beluk habitat dan hubungan kekerabatan (pylogenetic
relationship) antarspesies.
Di Indonesia, penemuan fosil gajah berkaitan dengan penelitian fosil vertebrata.
Misalnya, sejak pertengahan 1931, geologiwan dari Jawatan Geologi Hindia Belanda
C. ter Haar menemukan fosil vertebrata dalan endapan teras Bengawan Solo di Desa
Ngandong. Temuan ini diikuti ekskavasi antara 1931-1933. Oleh Von Koenigswald
(1934) dan Sondaar (1984), sebagian koleksi fosil vertebrata dari Ngandong
dijadikan sebagai unit fauna (Fauna Ngandong) dalam biostratigrafi fosil vertebrata
Jawa. Meskipun demikian masih banyak teka-teki seputar Fauna Ngandong ini yang
9. ix
menyangkut habitat, kepurbaan dan lingkungan hidupnya serta interaksinya dengan
Manusia Purba di daerah Ngandong.
Dalam rangka menjawab teka-teki seputar kehidupan Solo Man, Badan Geologi
menjalin kerja sama dengan dengan University of New England dan University of
Wollongong. Penjajakan kerja sama penelitian antara Pusat Survei Geologi, Badan
Geologi, dengan kedua universitas dari Australia itu dimulai dengan pembicaraan
awal antara Fachroel Aziz (Badan Geologi) dengan Mike Morwood (University of
New England) mengenai evolusi dan pola penyebaran “Manusia Purba” di Kawasan
Wallacea dan hubungannya dengan keberadaan awal hunian manusia di Australia.
Setelah itu, diskusi tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian awal di daerah
Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur pada awal 1996 Berdasarkan hasil
penelitian ini, disusunlah kerangka proyek penelitian bersama bertajuk Archaeology
and palaeontology of the Ola Bula Formation, Central Flores, Indonesia (1998-2001)
dengan sponsor utama Australian Research Council (ARC). Setelah itu, kerja sama
ini dilanjutkan dengan proyek penelitian Astride the Wallace Line (2003-2006; 2007-
2009). Pada 6 April 2009, Badan Geologi yang diwakili Kepala Badan Geologi R.
Sukhyar menandatangani nota kesepahaman dengan University of Wollongong
untuk kerja sama penelitian antara 2009-2012. Daerah penelitian diperluas, hingga
mencakup Sulawesi (Cekungan Wallanae) dan Jawa (Teras Bengawan Solo).
Penelitian Teras Bengawan Solo, khususnya di daerah Blora dimulai sejak 2004.
Tahun 2006, ditemukan endapan teras Bengawan Solo yang tersingkap baik di bekas
galian pasir di Dusun Sunggun, Desa Mendalem, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah, yang menunjukkan adanya fosil vertebrata. Selanjutnya dalam
penelitian Maret-Mei 2009, Tim Riset Vertebrata Badan Geologi yang dipimpin
Fachroel Aziz, melakukan penggalian uji (test pit) di lokasi fosil vertebrata di Dusun
Sunggun. Saat itu tim menemukan fosil gajah dalam endapan teras Bengawan Solo
(Teras Menden). Penemuannya diawali tersingkapnya gading gajah akibat
longsornya tebing bekas galian pasir pada 24 Maret 2009. Dua hari kemudian
tersingkap kembali geligi relatif utuh dan masih menempel pada rahang atas,
sehingga dapat dipastikan ada fosil tengkorak yang terpendam di lokasi tersebut.
Penggalian kemudian dilakukan sejak 28 Maret 2009 pada endapan teras sungai
setebal lebih dari 4 m tersebut, yang berjarak sekitar 2 km dari aliran Bengawan Solo.
10. x
Dalam dua tahap penggalian itu berhasil ditemukan dan diangkat 85% dari seluruh
fosil bagian tulang belulang seekor gajah purba. Rinciannya: Penggalian tahap I
berhasil mendapatkan tengkorak dengan rahang atas dan gigi yang masih utuh,
berikut bagian tulang seperti tulang belikat, tulang lengan, tulang hasta, tulang
pinggul, tulang paha, tulang kering, serta beberapa tulang rusuk dan ruas tulang
belakang; dan Penggalian tahap II, tim menemukan tulang rahang bawah lengkap
dengan giginya, tulang belikat, tulang pinggul, tulang paha, tulang kering, beberapa
tulang rusuk dan ruas tulang belakang.
Spesimen yang diekskavasi mengunakan alat baku seperti linggis, palu, sekop,
dan lain sebagainnya dan peralatan khusus (detal equipment dan air kid boring
dengan bantuan kompresor udara), itu kini sudah berhasil diangkat dan sedang dalam
taraf preparasi di Laboratorium Fosil Vertebrata, Museum Geologi. Bahkan sebagian
di antaranya pernah ditampilkan dalam pameran khusus (special exhibition) untuk
umum. Pameran ini digelar Pusat Survei Geologi selama Oktober Nopember 2009 di
Aula Museum Geologi, Bandung.
Sejak Juni 2010, Tim Vertebrata Badan Geologi mulai melakukan preparasi fosil
gajah dari Blora. Mula-mula, tim melakukan pencucian dan pembersihan semua
spesimen dan setiap spesimen harus diberi kode khusus. Setelah spesimen
dibersihkan, tim melakukan identifikasi, yang meliputi identifikasi anatomi, kondisi
spesimen (rusak atau utuh), pengukuran detail dan sebagainya. Bersamaan dengan
identifikasi, tim telah melakukan pencatatan data dan pengambilan foto spesimen
fosil. Data yang diperoleh disimpan dalam komputer (database tersendiri).
Antara 2011-2012, tim melakukan preparasi fosil, yaitu pembuatan model
beberapa bagian yang hilang maupun yang tidak utuh berupa humerus, femur,
scapula, rusuk, gading. Pemodelan dalam rangka preparasi di sini merupakan
pembuatan bentukan bagian-bagian tulang yang banyak mengalami kerusakan
maupun hilang. Pemodelan itu dibuat dari bahan casting gipsum plaster menjadi
bentuk utuh seperti rangkaian gajah Waykambas sebagai pembanding bentuk utuh
dari tulang asli sesuai dengan bentuk aslinya.
Selain itu, tim pun melakukan preparasi dengan pewarnaan awal. Pewarnaan
hasil pemodelan dengan casting gipsum dengan cat minyak. Pewarnaan bagian fosil
11. xi
hasil pemodelan tersebut dilakukan dengan pewarnaan yang dibedakan dengan warna
fosil aslinya sehingga dapat dibedakan bentuk tiruannya.
Memasuki tahun 2013, Tim Vertebrata Badan Geologi melakukan preparasi
akhir, pemodelan fosil rusak atau yang hilang, pewarnaan, preparasi tengkorak gajah,
pembuatan mold atau negatif cetak, dan pembuatan replika. Pemodelan fosil rusak
atau hilang tetap ada karena berdasarkan data fosil gajah Blora, dua buah ulna, tiga
buah tulang-tulang jari (metapodial/metatarsal), sebuah radius, dan beberapa tulang
rusuk belum ditemukan.
Apabila sudah selesai direkonstruksi, diperkirakan gajah ini mencapai tinggi
3,75 m yang berarti jauh lebih besar dibanding ukuran gajah Asia (Elephas maximus)
yang masih hidup pada saat ini. Berdasarkan struktur dan lempengan giginya, gajah
ini dapat dipastikan genus-nya adalah Elephas. Sedangkan spesiesnya diduga
termasuk jenis hysudrindicus, tetapi lebih primitif. Kepastian mengenai spesies dan
umur kepurbaan gajah ini masih menunggu hasil penelitian lebih lanjut. Untuk
sementara, fosil gajah ini digolongkan ke dalam fauna Ngandong yang berumur
Plistosen Tengah – Akhir, yaitu sekitar 800.000-200.000 tahun yang lalu.
Penemuan fosil gajah Blora ini sungguh luar biasa. Fosil ini mempunyai arti yang
sangat penting untuk dapat menjawab berbagai permasalahan tentang keberadaan dan
evolusi gajah di Indonesia. Bahkan memberikan sumbangsih yang sangat besar
dalam studi evolusi, termasuk teka-teki the missing link, interaksi antara manusia
purba, Homo erectus dan fauna serta berbagai aspek lingkungan secara keseluruhan.
Bila rekonstruksinya selesai dikerjakan dan dijadikan materi peragaan permanen
di Museum Geologi, fosil ini bisa memberi pembelajaran pada anak didik dan
masyarakat umum guna mencintai ilmu pengetahuan, memupuk kesadaran dan
tanggung jawab untuk dapat melestarikan berbagai fenomena alam dan sumber daya
alam di Indonesia yang penting. Selain itu, tentu saja, temuan ini menunjukkan
potensi sumber daya alam daerah Blora yang jika dikelola dengan baik akan dapat
dikembangkan bagi berbagai aspek pembangunan daerah, misalnya wisata ilmiah.
12. xii
B. Gedung Gajah Purba
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora melalui Dinas Perhubungan Pariwisata
Kebudayaan Komunikasi dan Informatika (DPPKKI) Blora positif bakal memajang
dan memamerkan replika fosil gajah purba di gedung Sasana Bakti. Pernyataan
tersebut disampaikan Kepala DPPKKI Blora, H. Slamet Pamuji, SH.
M.Hum. ‘’Kami pastikan replika fosil gajah purba itu nanti dipajang di gedung
kompleks Sasana Bakti,’’ kata Slamet Pamuji, di ruang kerjanya, Rabu (28/05)
kemarin.Pamajangan replika fosil gajah purba di kompleks gedung Sasana Bakti
tersebut, menurut dia, bakal menjadi identitas dan kebanggaan tersendiri bagi warga
masyarakat Blora. Selain itu juga menarik perhatian warga untuk datang melihatnya.
Selain itu juga sebagai media pengkajian ilmu purbakala di Blora. Untuk
mengalokasikan pemajangan fosil gajah purba tersebut, hingga kini pihak Pemkab
Blora melalui DPPKKI sedang berbenah guna menyiapkan piranti serta anggaran
untuk keperluan tersebut. Sebab, menurut dia, butuh tenaga khusus untuk melakukan
perawatan pada replika fosil gajah purba itu. “Kami yakin, replika fosil gajah purba
ini akan menjadi kebanggaan sekaligus tontonan warga masyarakat, maka dari itu kita
butuh tenaga yang tidak hanya merawat, tetapi juga menjaga serta memberikan
penjelasan tentang fosil,” ujarnya. Disamping itu, kata dia, gedung Sasana Bakti
merupakan tempat yang representatif untuk melakukan pertemuan umum atau acara
13. xiii
yang bersifat keluarga, sehingga tidak akan sepi pengunjung. Rencana akan
dipajangnya replika fosil gajah purba di kompleks gedung Sasana Bakti Blora
mendapat dukungan dan tanggapan positif sejumlah kalangan pelajar dan warga Blora.
Mereka berharap pemajangan hasil ekskavasi (penggalian) di tahun 2009 di Dusun
Sunggun, Desa Mendalem, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora segera terealisasi.
Ulfa Kartika Handayani, siswi kelas XI SMKN 1 Blora, mengatakan jika pemajangan
replika fosil gajah purba itu segera terealisasi maka akan menambah wacana baru bagi
kalangan pelajar se usianya. “Ya tentu akan menambah wacana baru, dan itu akan
sangat menghebohkan. Sebab fosil itu ditemukan di Blora. Satu hal lagi akan menjadi
sumber inspirasi dan ilmu bagi karya multimedia, kami sangat mendukungnya,” kata
Ulfa didampingi sejumlah temannya.
Masih menurut siswi jurusan multi media SMKN 1 Blora itu, dengan dipajangnya
replika fosil gajah purba membuktikan bahwa di Blora pernah hidup dan ada
komunitas binatang gajah. Hal sebada juga diungkapkan oleh Rahma, salah soerang
siswi SMPN 1 Blora. Dia mengaku senang mendengar hasil temuan fosil gajah yang
akan dipajang replikanya di Blora. “Wah bakal seru, bisa menjadi sumber karya
ilmiah. Ini juga kebanggaan tersendiri bagi Blora, dan gak usah jauh-jauh pergi ke
Bandung,” katanya. Sementara itu Dwi Setyaningsih, SP salah seorang warga
Jepangrejo, Kecamatan Blora juga berharap pemajangan replika gajah purba segera
bisa direalisasikan. Menurutnya, dengan ditemukannya fosil gajah purba tersebut bisa
menjadi acuhan dalam mengkaji tanaman yang berkaitan dengan pertanian. Sebab,
komunitas binatang seperti gajah bisa bertahan hidup, salah satunya bergantung dari
tumbuhan yang ada di sekitarnya. “Itu jelas spektakuler, banyak pemahaman geologi
yang bisa didapatkan dari replika fosil gajah purba, terutama bagi saya, bisa dikaji
berkaitan dengan hal-hal tanaman pertanian, maka saya sangat mendukung,” kata Dwi
Setyanigsih yang juga salah seorang PPL Pertanian.
Kepala Bidang Kebudayaan, Suntoyo S.Kar, menjelaskan bahwa dari hasil kajian
tim museum geologi Bandung, selain spektakuler, pada umumnya, gajah Blora hampir
sama dengan gajah di Indonesia. Namun, gajah yang sudah berusia 250.000 tahun yang
lalu ini lebih tinggi empat hingga lima meter. Sementara berat gajah Blora ini
diperkirakan sekitar 6 sampai 8 ton. “Saat ini replikanya masih berada di museum
geologi Bandung, sebab pihak kami masih berbenah. Meski demikian replika tersebut
14. xiv
sudah diserahkan oleh museum geologi Banndung kepada Pemkab Blora,” ujarnya.
Dikatakan oleh Yoyok, museum geologi Bandung membuat dua replika fosil gajah
Blora, yang satu di simpan di museum dan yang satunya diserahkan kepada pemkab
Blora. Sebagaimana diwartakan, belum lama ini museum Geologi Bandung
meluncurkan penghuni baru yakni Fosil Gajah Purba Blora dengan nama ilmiah
Elephas Hysudrindicus. Fosil yang ditemukan di Dukuh Sunggun, Desa Medalem,
Kecamatan Kradenan, Blora pada bulan Maret 2009 itu dipajang di aula utama
museum. Peluncuran fosil gajah yang diperkirakan berusia 200.000 hingga 800.000
tahun itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-85 Museum
Geologi.
Selanjutnya, bersamaan dengan peluncuran tersebut, pihak Museum Geologi
menyerahkan replika fosil gajah purba ke Pemkab Blora. Replika tersebut diterima
Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika
(DPPKKI) Blora Slamet Pamuji dan dibawa ke Blora. “Tentu ada kebanggaan
tersendiri, manakala fosil yang ditemukan di Blora dipajang di museum bertaraf
internasional seperti Museum Geologi Bandung. Lebih membanggakan lagi fosil itu
dipajang di ruang utama,” tandasnya. Diketahui, Tim peneliti yang terdiri dari Fachroel
Aziz, Iwan Kurniawan, Dadang dan Gert Dirk van den Bergh menemukan fosil gajah
purba yang diperkirakan berusia sekitar 200.000 hingga 800.000 tahun tersebut.
Temuan Tim Vertebrata Museum Geologi Bandung ini merupakan penemuan fosil
gajah purba terlengkap selama 100 tahun terakhir dan fosilnya pun relatif utuh. Badan
Geologi bersama Pemerintah Kabupaten Blora dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
sepakat menyatakan temuan ini sebagai asset nasional milik bangsa Indonesia.
15. xv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gajah Purba terletak Di Dukuh Medalem yang terletak di tepi Bengawan Solo
Kabupaten Blora, di bawah administrasi pemerintah daerah Blora, Kecamatan
Kradenan kabupaten Blora oleh masyarakat setempat sebagai tempat fosil purbakala
atau bersejarah.
B. Saran
Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah SWT dan penulis yakin dalam laporan
yang sederhana ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan. Untuk itu
kecil tapak tangan nyiru penulis tadakan guna menerima kritik dan saran dari
pembaca yang bermaksud memperbaiki dan menyempurnakan isi makalah ini. Atas
perkenan dari pembaca, izinkan penulis mendahuluinya dengan menyampaikan
ucapan terima kasih, diiringi doa semoga kebaikan tersebut mendapat balasan pahala
dari Allah SWT. Aminnn..