SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Kapita Selekta Pemerintahan Kelompok 4
POLITIK KEAMANAN DI PERBATASAN
PERBANDINGAN INDONESIA – TIMOR LESTE DAN INDONESIA (BATAM) – SINGAPURA
Anggota Kelompok :
1. Amelia 12/328790/SP/25163
2. Monica Ayu Caesar I 12/328807/SP/25180
3. Anisa Nur Nia Rahmah 12/328772/SP/25147
4. Yacinta Stefilla P 12/328774/SP/25149
5. Rizky Oktavianto 12/328770/SP/25145
6. Amalia Krisdianti 12/328772/SP/25146
7. Dwi Rindra Tansriyanarko12/328773/SP/25148
Jurusan Politik Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
2014
2
A. Pendahuluan
Wilayah perbatasan antar negara merupakan beranda terdepan negara yang berbatasan
langsung dengan negara lain. Wilayah perbatasan memiliki kerentanan lebih tinggi dibandingkan
wilayah teritori negara lainnya. Wilayah ini rentan terhadap ancaman dari luar negeri berupa
ekspansi wilayah. Selain itu, perbedaan keadaan sosial ekonomi di wilayah perbatasan dengan negara
tetangga dapat memicu turunnya rasa nasionalisme masyarakat yang bertempat tinggal di perbatasan.
Potensi-potensi pelanggaran di wilayah perbatasan juga dapat menjadi kerentanan tersendiri. Di
wilayah perbatasan ada potensi terjadi penyelundupan sumberdaya yang dapat merugikan negara,
terjadi investasi ilegal, kesenjangan sosial ekonomi. Jika masalah-masalah tersebut terjadi di
perbatasan, rasa nasionalisme masyarakat dapat menurun hingga pada tingkat apatis terhadap negara.
Wilayah perbatasan juga merupakan manifestasi utama suatu negara dalam menunjukkan
kedaulatannya. Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan menentukan eksistensi negara tersebut
dalam mempertahankan wilayahnya. Wilayah perbatasan tidak dapat dipandang remeh karena
wilayah perbatasan adalah pintu keluar-masuk dari dalam dan ke luar negara berbagai kekuatan dan
sumberdaya. Kesalahan strategi dalam mengelola wilayah perbatasan dapat berpotensi pada
kerentanan wilayah perbatasan dieksploitasi negara tetangga.
Berbagai potensi-potensi permasalahan yang dapat muncul di wilayah perbatasan tersebut
mendorong pemerintah agar tepat dalam memilih strategi pendekatan yang dipilih untuk mengelola
wilayah perbatasan. Dalam memilih strategi pengelolaan, pemerintah harus mempertimbangkan
berbagai aspek dan tujuan dari pengelolaan tersebut. Sebagai contoh, pengelolaan perbatasan di
Eropa dilakukan dengan sangat terbuka dari wilayah negara lain dengan alasan ekonomi terbuka
yang diterapkan di banyak negara-negara Eropa. Contoh lain pengeloaan perbatasan Korea Utara
dengan Korea Selatan. Untuk mencegah terjadinya migrasi penduduk ke Korea Selatan, perbatasan
dikelola secara ketat. Secara umum, wilayah perbatasan dikelola dengan memperhatikan kepentingan
kedaulatan negara dan kepentingan masyarakat yang bertempat tinggal di perbatasan.
Dalam makalah ini, kasus yang akan dijadikan untuk fokus pembahasan adalah pengelolaan
politik keamanan di perbatasan Indonesia – Timor Leste dan Indonesia – Singapura. Kedua wilayah
ini berbatasan dengan dua negara yang berbeda, berbeda tingkat perekonomian, konflik
nasionalisme, hingga riwayat sejarah dengan Indonesia. Perbedaan-perbedaan tersebut mendorong
Pemerintah Indonesia untuk memberlakukan peraturan yang juga berbeda untuk kedua wilayah
perbatasan ini.
Pembahasan ini menarik untuk memperdalam kajian mengenai strategi-strategi pemerintah
dalam pengelolaan wilayah perbatasan sesuai dengan karakteristik perbatasan hingga negara yang
berbatasan langsung. Pembedaan ini dimaksudkan untuk merespon masalah-masalah yang ada di
3
wilayah perbatasan agar kebijakan yang diambil tidak salah yang justru dapat memunculkan
masalah-masalah lain seperti hilangnya rasa nasionalisme yang dapat berujung pada ekspansi negara
tetangga atau gerakan sparatisme.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan pengelolaan politik keamanan di daerah perbatasan dalam kasus
Indonesia – Timor Leste dengan Indonesia (Batam) – Singapura?
C. Konsep Politik Keamanan
Konteks keamanan dapat dipahami sebagai cara atau kemampuan untuk mempertahankan diri
(survival) dalam menghadapi ancaman yang nyata (existensial threat).1
Konsep terkait keamanan,
dalam dekade terakhir ini, mengalami gesekan yang sangat kuat sehingga terjadi perubahan kondisi
keamanan internasional yang mana muncul konsep-konsep baru dalam berbagai literatur mengenai
keamanan. Selama ini, terkait kajian keamanan, orang hanya melihat keamanan dari segi
pengendalian kapabilitas militer dalam menghadapi ancaman dari serangan negara lain sehingga,
dengan konsep tersebut, isu yang berkembang hanya segelintir, terkait konflik antar negara dan
perang bersenjata. Untuk kondisi saat sekarang ini, konsep awal tersebut mengalami perkembangan,
dimana isu-isu yang ada merupakan isu yang sangat kompleks dan multidimensi, karena meliputi isu
konvensional dan non-konvensional.
Perubahan ini terjadi disebabkan oleh ancaman masa kini yang semakin rumit, misalnya isu
yang berkembang terkait aspek politik, ekonomi, lingkungan serta hak asasi manusia. Dengan isu
yang semakin beragam, muncullah pemikiran baru terkait keamanan politik di daerah perbatasan
sehingga keamanan tidak hanya dalam aspek militer namun juga dalam masalah keamanan ekonomi,
masalah keamanan sosial, keamanan lingkungan hidup, keamanan kesehatan maupun keamanan
lainnya. Munculnya isu-isu baru ini mengakibatkan dampak yang cukup serius dalam hal instrumen
keamanan sehingga negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam setiap penyeleseaian masalah
melainkan terdapatnya aktor non-negara seperti individu dan lembaga swadaya masyarakat.
Penjelasan terkait isu konvensional dan non-konvensional, ini sebenarnya terdapat perbedaan
mendasar. Dalam konteksnya, konvensional diartikan State Security dalam artian negara sangat
1
Barry, Ole Weaver and Jaap de Wilde, Scurity : A new framework for Analysis, Colorado Lynne Rienner Publishers,
Inc, 1998. Diambil dalam buku Ganewati wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste.
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar)
4
berpengaruh terhadap keamanan. Menurut Michael Mann, unsur negara yang harus dilindungi terdiri
dari empat hal penting2
, yaitu:
1. Ideologi, yaitu bagaimana mengupayakan perlindungan terhadap ideologi negara dari
infiltrasi ideologi negara,
2. Ekonomi, yaitu bagaimana menjaga kelangsungan aktivitas ekonomi didalam wilayah suatu
negara agar tidak terganggu oleh kekuatan-kekuatan (eksternal maupun internal yang
nantinya bisa merusak perekonomian nasional,
3. Militer, yaitu bagaimana mempertahankan kedaulatan dan integritas negara dari berbagai
ancaman,
4. Politik, yaitu bagaimana mempertahankan identitas politik dan kesatuan negara dari berbagai
ancaman eksternal maupun internal.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa, pada dasarnya, keamanan adalah aspek yang
menyangkut upaya untuk menjaga kekuatan negara yang terdiri keempat poin tersebut. Dengan
demikian, ketika berbicara tentang konsep keamanan secara konvensional, maka keamanan yang
dimaksud adalah keamanan bagi negara. Sedangkan keamanan non-konvensional mengacu pada
ancaman yang mengganggu individu atau sekelompok masyarakat di wilayah tertentu sehingga bisa
disebut sebagai human security. Menurut Xu Jian dalam bukunya yang berjudul “New Challenges,
New approaches : Unconventinal Security and International Security Cooperation, menyebutkan
bahwa keamanan dalam konteks konvensional cenderung melihat isu-isu yang sifatnya “high
politics” seperti pertahanan keamanan, perselisihan wilayah, kedaulatan, postur militer negara.
Sedangkan non-konvensional melihat isu yang bersifat “low politics” seperti, lingkungan, ekonomi,
teroris, polusi, kejahatan lintas negara, kepadatan penduduk, AIDS dan sebagainya.3
Dengan
penjelasan di atas, pandangan terhadap keamanan negara, untuk saat sekarang, sangat kompleks,
sehingga yang dibutuhkan tidak hanya aktor dari negara, melainkan penduduk maupun swadaya
masyarakat.
2
Ganewati wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
hlm31
3
Ibid. Hlm 33
5
Perbedaan konsep keamanan konvensional dan non-konvensional4
:
Konvensional Non-konvensional
Isu Politik tingkat tinggi (High politics):
pertahanan nasional, sengketa teritorial,
antar negara postur militer.
Masalah ini berkaitan dengan
kelangsungan hidup nasional, negara
atau rezim
Politik tingkat rendah(Low Politics):
keamanan ekonomi, aksi terorisme,
eksploitasi popullation, perdagangan
narkoba, kejahatan trans-nasional,
AIDS.
Masalah ini sering melampaui
keprihatinan keamanan konvensional di
masa lalu
Aktor dan
sumber
Aktor dan sumber keduanya relatif jelas
dalam arti bahwa mereka sering hasil
dari konflik dalam kepentingan
nasional dan perselisihan akibat antara
negara atau pemerintah.
Lebih rumit.
Kebanyakan ancaman keamanan non-
konvensional adalah hasil dari aktor-
aktor non negara (individu, kelompok
sosial) daripada hasil langsung dari
tindakan negara-bangsa
Management - Lebih sulit, mengambil proses yang
panjang dan comprehendsiveness
mengenai manajemen
Sosialisasi,
transnational,
globalisasi.
kurang jelas Lebih jelas. Dengan pembesaran area
aksi kelompok-kelompok sosial
tertentu, masalah keamanan non-
konvensional banyak dengan mudah
melampaui berbagai jenis keterbatasan
politik, geografi dan budaya dan mulai
tumpah dari satu negara atau wilayah
lain, dengan hasil bahwa masalah-
masalah individu tertentu negara
berkembang menjadi isu global
4
Ibid. Hlm 34
6
Rezim Keamanan Perbatasan
Bagaimana sebuah negara mengelola keamanan perbatasan pada dasarnya bergantung pada
kondisi negara itu sendiri. Dilihat dari sudut pandang keamanan, terdapat dua sistem yang lazim
diterapkan, yaitu hard border regime dan soft border regime. Hard border regime adalah dimana
pengelolaan keamanan perbatasan menganut sistem yang sangat ketat dengan menempatkan pasukan
bersenjata lengkap di setiap pos-pos perbatasan. Negara yang menganut sistem ini biasanya menutup
rapat-rapat perbatasannya untuk mencegah keluar masuknya pelintas batas demi alasan keamanan
nasional. Contohnya, Amerika Serikat yang menerapkan sistem ini pada perbatasan daratnya dengan
Mexico dan perbatasan lautnya dengan Kuba. Contoh lain adalah Korea Utara yang menerapkan
sistem ketat untuk mencegah warganya agar tidak bermigrasi ke Korea Selatan, yang notabene secara
ekonomi lebih maju.
Sistem yang kedua adalah soft border regime. Sistem ini pada dasarnya memberlakukan
pengamanan perbatasan tidak terlalu ketat. Negara dengan sistem ini tidak terlalu membatasi pelintas
batas negara. Mereka menganggap kelonggaran ini tidak mendatangkan ancaman bagi keamanan
nasional. Negara yang menerapkan sistem ini biasanya negara-negara yang menggunakan prinsip
hidup berdampingan secara damai, contohnya adalah Uni Eropa. Mereka tidak melakukan perbatasan
ketat bagi penduduk sesama negara anggota kelompok ekonomi regional tersebut. Dalam hal
keamanan, Jean March Blanchard menyatakan bahwa kondisi internal suatu negara ikut menentukan
tata kelola keamanan perbatasan macam apa yang akan diterapkan, yaitu negara yang memiliki
masalah internal seperti ketidakstabilan politik, krisis identitas nasional, ketidakmampuan dalam
mengimplementasikan kebijakan, lemahnya kapasitas pertahanan dan keamanan, dan krisis
legitimasi, yang kemudian oleh Blanchard disebut low state. Low state biasanya memprioritaskan
diri dalam penanganan masalah internal daripada melibatkan diri dalam pengelolaan rezim keamanan
perbatasan yang menuntut komitmen politik dan militer.
Selain faktor keamanan, perbatasan juga mengandung “konteks lokal” yang meliputi aspek
sosial, ekonomi, agama, linguistik, etnisitas, dan budaya masyarakat setempatnya. Seperti yang
diungkapkan Brunet-Jailly bahwa perbatasan seharusnya tidak hanya dilihat dari perspektif
keamanan tetapi juga aspek historis, etnis, dan kultural penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan.
Mereka juga mengungkapkan bahwa dalam pengelolaan perbatasan perlu memberikan perhatian
empat elemen keamanan perbatasan, yaitu, pertama, kekuatan pasar dan arus perdagangan. Negara
yang mengutamakan ekonomi pasar bebas biasanya membuka perbatasan selonggar mungkin untuk
mendukung kekuatan pasar dan mendorong arus perdagangan antarnegara. Meskipun demikian,
7
pengelolaan keamanan perbatasan tidak seharusnya didominasi oleh kepentingan untuk
mengeksploitasi fungsi ekonomi perbatasan, tetapi perlu mempertimbangkan faktor lain seperti
keamanan, migrasi penduduk, penyelundupan, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan lain
sebagainya. Kedua, adalah kebijakan pemerintah negara-negara yang berbatasan langsung.
Kebijakan pemerintah dibedakan berdasarkan tujuannya, tujuan umum dan spesifik. Kebijakan
dengan tujuan umum dilakukan oleh lembaga-lembaga kementerian seperti kementerian pertahanan,
kepolisian, kantor imigrasi dan kantor bea-cukai. Sedangkan kebijakan dengan tujuan spesifik
biasanya dilakukan oleh unit khusus seperti patroli perbatasan, pos perbatasan, pengawas pantai, dan
lain sebagainya.
Ketiga, adalah pengaruh faktor politis masyarakat di wilayah perbatasan, yaitu melihat sejauh
mana aktor-aktor lokal mempengaruhi penentuan tata kelola keamanan perbatasan antar negara.
Dalam hal ini, “konteks lokal” sangat berperan. Tata kelola masyarakat harus mendengarkan aspirasi
dari masyarakat setempat dan organisasi sosial kemasyarakatan yang ada. Hal tersebut bertujuan agar
tata kelola perbatasan tidak merusak jaringan sosial yang sudah ada. Keempat, adalah budaya khas
masyarakat di wilayah perbatasan. Elemen ini juga masih mengacu pada “konteks lokal”. Perlu
diingat bahwa suatu garis perbatasan biasanya memotong secara acak kelompok linguistik, adat,
keagamaan, latar belakang sosial ekonomi, identitas budaya, dan latar belakang historis. Dalam
pengelolaan perbatasan perlu diperhatikan kepekaan terhadap rasa memiliki masyarakat yang
dipisahkan oleh garis “politis” dan “geografis” tersebut. Selain teori di atas, penjelasan mengenai low
state yang telah dijelaskan sebelumnya juga memberikan pengaruh yang besar. Negara-negara yang
memiliki masalah internal yang dapat dikatakan cukup akut memiliki prioritas dalam pengelolaan
perbatasan yaitu memaksimalkan keamanan dalam negeri, mengurangi “pengaruh-pengaruh buruk”
dari luar, mencegah warga melarikan diri ke luar negeri. Serta mengoptimalkan perbatasan untuk
melindungi pembangunan negara.
Dalam hal ini, Timor Leste merupakan negara yang tergolong ke dalam low state. Oleh
karena itu, negara ini cenderung mengembangkan pendekatan hard border security. Bagi Indonesia,
yang notabene memiliki tingkat kenegaraan yang lebih tinggi dibanding Timor Leste atau dapat
dikatakan tidak terlalu rentan terhadap ancaman keamanan eksternal, pilihan yang terbaik adalah
mengkombinasikan antara soft border security dengan hard border security. Dua model pendekatan
pengelolaan perbatasan tersebut dapat diklasifikasian sebagai berikut. Model pertama, hard border
security dimana biasanya dilakukan oleh negara-negara dalam kategori low states. Pengelolaan
keamanan dilakukan oleh lembaga tinggi negara (terutama yang bertanggung jawab pada keamanan
dan pertahanan). Pendekatannya adalah militer-strategis-politis dimana memberikan pertimbangan
8
pada faktor keamanan dalam negeri, penjagaan identitas nasional, dan pembangunan dalam negeri.
Tujuannya adalah tujuan secara umum yaitu menjaga keamanan dalam negeri. Partisipasi
masyarakatnya cenderung tidak ada atau diabaikan. Asumsi dasarnya adalah tingginya ancaman
eksternal sehingga membutuhkan pengawasan perbatasan ekstra ketat. Soft border security, aktor
utamanya adalah strong states (negara yang memiliki tingkat kenegaraan relatif tinggi).
Pengelolaannya dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara baik dari level tinggi, menengah,
maupun rendah. Model ini menggunakan pendekatan sosial-ekonomi-budaya sehingga cenderung
membuka keleluasaan dalam pertukaran barang, jasa, maupun pergerakan penduduknya. Tujuannya
adalah tujuan yang mengkombinasikan tujuan umum (yang dilakukan oleh lembaga negara tingkat
tinggi) dan tujuan spesifik (yang dilakukan lembaga provinsi, kabupaten, hingga kecamatan).
Masyarakat lokal dilibatkan secara partisipatoris. Cenderung bersifat terbuka karena asumsi terhadap
ancaman eksternal relatif rendah.
Cyber Politics
Selain itu, kita juga perlu memperhatikan adanya cyber politics pada era sekarang ini.
Kemajuan teknologi membawa kepada kemudahan dalam berkomunikasi. Termasuk berkomunikasi
dalam urusan politik keamanan perbatasan. Ketika membahas perihal politik keamanan perbatasan,
tidak hanya melibatkan antara negara yang berbatasan langsung atau bertetangga. Era cyber politics
inilah yang membuat masalah politik keamanan perbatasan memiliki cakupan yang luas. Seperti
kemungkinan adanya pembajakan terhadap negara yang letaknya berjauhan, pembajakan melalui
cyber politics inilah yang membuat keamanan perbatasan harus diperhatikan secara menyeluruh
(tidak hanya terhadap negara yang berbatasan langsung).
Contoh lainnya seperti nuclear technology yang dimiliki oleh Jepang. Tenaga nuklir yang
sangat dikuasi Jepang ini tidak hanya mendatangkan dampak positif tetapi juga dampak negatif bagi
negara-negara lain, termasuk Indonesia sendiri. Maka perlu adanya pembatasan negara atau
keamanan yang menjamin suatu negara tidak terkena dampak nuklir ini. Pembajakan melalui cyber
politics dan efek nuklir adalah bebarapa contoh yang menggambarkan bahwa politik keamanan
perbatasan tidak selalu mengenai humanisme dan pencegahan kriminalitas secara langsung, tetapi
juga melalui hal-hal yang tak terlihat secara kasat mata. Sehingga hal ini perlu diperhatikan untuk
menjamin keamanan dalam suatu negara.
9
D. Analisis Kasus
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Badan yang berhubungan langsung dan ditugaskan penuh oleh pemerintah guna fokus
mengkaji wilayah perbatasan adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Secara umum,
BNPP bertugas menangani/mengelola batas wilayah dan mendorong kesejahteraan masyarakat
kawasan perbatasan. Tugas ini termasuk dalam bagian intergral manajemen negara. Berawal dari UU
No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk
membuat Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah, maka terbitlah Perpres No. 12
Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). BNPP
menciptakan kebijakan dan program yang digunakan sebagai senjata untuk memperbaiki kelemahan
dan keterbatasan yang telah ada selama ini. Anggota BNPP terdiri dari 18 kementerian/lembaga non-
pemerintah serta 12 gubernur di wilayah perbatasan. Ruang lingkup tugas utama BNPP terdapat
dalam UU No. 43 Tahun 2008 Pasal 15 dan Pepres No. 12 Tahun 2010 Pasal 3, antara lain:
 Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan
 Menetapkan rencana kebutuhan anggaran
 Mengkoordinasikan pelaksanaan
 Melaksanakan evaluasi dan pelaksanaan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan
Kawasan Perbatasan
Pada tahun 2015 ini BNPP memiliki 187 kecamatan sasaran dengan catatan sebanyak 50 di
antaranya menjadi lokasi prioritas (lokpri) program percepatan pembangunan. Pertimbangannya
seperti di atas tadi yakni perbatasan membutuhkan perhatian khusus/lebih daripada wilayah lainnya.
Perubahan secara total wajah wilayah perbatasan tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga
tingkat pembangunan kesejahteraan masyarakat, pengamanan, peningkatan sumberdaya manusia dan
infrastrukturnya. Dalam rangka mewujudkan target sasaran 50 lokpri ini, Menko polhukam, TNI,
serta Kepolisian juga ditunjuk untuk membangun dermaga, mercusuar, asrama, dan kerjasama
dengan kementrian yang terkait dengan kawasan perbatasan negara. Pada akhirnya pembangunan
wilayah perbatasan ini akan membuka keterisolasian, meningkatkan pelayanan kegiatan sosial
ekonomi budaya, serta penguatan dan pertahanan masyarakat kawasan perbatasan.
10
Keamanan di Perbatasan Indonesia – Timor Leste
Pada dasarnya, permasalahan mengenai perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste
telah berlangsung sejak lama sebelum kedua negara berdiri dan merdeka, yaitu ketika masa
penjajahan. Saat itu, Portugis merupakan negara pertama yang mendarat di Pulau Timor dengan
tujuan untuk berburu rempah-rempah, terutama kayu cendana. Selang beberapa tahun kemudian,
Belanda juga singgah di Pulau Timor untuk juga ikut mencari kayu cendana. Perebutan wilayah
kekuasaan antar kedua belah pihak pun tidak terelakkan dan terus berlangsung hingga tahun 1755.
Pada tahun tersebut, baik Portugis maupun Belanda sepakat untuk membagi Pulau Timor menjadi
dua yaitu Timor bagian barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda, sedangkan Portugis
menguasai Timor bagian Timur yang terpusat di Dili yang ditandai dalam Kontrak atau Perjanjian
Paravicini (Wuryandari, 2009).
Meskipun telah ada kesepakatan mengenai pembagian wilayah di Pulau Timor, perselisihan
antara Belanda dan Portugis tetap saja terjadi selama beberapa tahun kemudian karena pada
Perjanjian Paravicini hanya mengatur tentang pembagian wilayah saja tanpa ada pembahasan
mengenai batas-batas wilayah. Hingga beberapa tahun setelah itu, kedua negara, beberapa kali,
mengadakan pertemuan untuk membahas mengenai batas wilayah seperti konvensi di Lisbon pada
tahun 1893, konvensi di Den Haag tahun 1904 serta tahun 1914 di Den Haag melalui Peradilan
Arbitrase Internasional (Wuryandari, 2009). Perselisihan antara Belanda dan Portugis, mengenai
batas wilayah, baru berakhir ketika Indonesia sudah merdeka dan para penjajah angkat kaki dari
Indonesia, terlebih lagi ketika Timor Timur menjadi bagian dari provinsi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sejak saat itu pula, masyarakat Timor, yang tadinya terbelah antara barat dan
timur, menjadi lebih leluasa dalam menjalankan aktifitasnya tanpa harus mempedulikan wilayah
mereka berada.
Permasalahan batas wilayah di Pulau Timor kembali menjadi isu yang hangat untuk
diperbincangkan ketika pada awal tahun 2000-an sebagian besar masyarakat Timor Timur
mengadakan referendum dan memutuskan untuk keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan memilih mendirikan negara sendiri yaitu Timor Leste. Wilayah perbatasan antar
negara menjadi sangat penting karena sering kali dianggap sebagai beranda depan atau pintu masuk
dari suatu negara. Selain itu, wilayah perbatasan juga memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi
pertahanan-keamanan yang merupakan simbol kedaulatan sebuah negara dalam artian untuk
memberikan kejelasan hukum suatu negara mengingat wilayah perbatasan merupakan perlintasan
antar-negara baik individu maupun barang dan jasa, serta fungsi kesejahteraan dan lingkungan, yaitu
dengan adanya batas negara yang jelas maka diharapkan aktifitas masyarakat dan perekonomian
11
dapat berlangsung secara legal dan kerjasama antar pemerintah menjadi jelas (Wuryandari, 2009).
Namun sayangnya, wilayah perbatasan, yang katanya, adalah beranda depan sebuah negara justru
menjadi salah satu wilayah yang tertinggal. Kebutuhan layanan dasar masyarakat sulit terpenuhi,
harga kebutuhan pokok yang terlampau mahal, minimnya sarana prasarana infrastuktur merupakan
gambaran yang ada di wilayah perbatasan.
Dalam kasus wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, kami berusaha untuk
memetakan ke dalam dua ancaman yang biasanya sering terjadi. Ancaman tersebut dapat berupa
ancaman konvensional dan ancaman non-konvensional. Ancaman konvensional merupakan ancaman
yang menyangkut tentang wilayah, ideologi, kedaulatan, serta identitas suatu negara. Jika dilihat dari
pengertian diatas, ancaman yang timbul di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste adalah
garis demarkasi atau garis batas darat antar kedua negara yang belum jelas, pengaturan rezim yang
berkuasa atas keamanan perbatasan, konflik internal di Timor Leste, keberadaan gengster di Timor
Leste, keberadaan eks-pengungsi atau eks-milisi, serta kehadiran pasukan asing (Wuryandari, 2009).
Kejelasan akan garis demarkasi menjadi hal yang sangat penting karena selain untuk mempertegas
batas wilayah kedua negara juga untuk memudahkan kontrol aparat keamanan terhadap aktifitas
ekonomi, lalu lalang barang dan jasa serta masyarakat di sekitar daerah perbatasan.
Jika keberadaan garis demarkasi tidak diperjelas, dikhawatirkan, akan menimbulkan klaim
wilayah atas sebuah negara, masuknya kelompok radikal ke sebuah negara serta adanya aktifitas
ilegal antar negara, seperti penyelundupan barang. Oleh karena itu, agar hal tersebut tidak terjadi di
pintu perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste didirikan dua jenis pos pengamanan yaitu Tempat
Pengelolaan Imigrasi atau pos imigrasi dan pos perbatasan (Wuryandari, 2009). Tempat pengelolaan
imigrasi ini dijaga oleh petugas dari TNI/POLRI, imigrasi, bea-cukai dan karantina. Pos ini berfungsi
sebagai pintu keluar masuk barang dan jasa, serta lalu lalang masyarakat antar kedua negara,
sedangkan pos perbatasaan dijaga oleh aparat dari TNI/POLRI yang berfungsi untuk menjaga daerah
perbatasan dari aktifitas ilegal dan menjaga keamanan masyarakat di perbatasan Indonesia dan Timor
Leste (Wuryandari, 2009). Selanjutnya, pengaturan rezim yang berkuasa dapat menjadi ancaman
bagi wilayah perbatasan karena menyangkut sikap atau cara pandang sebuah negara terhadap negara
tetangga atau yang langsung berbatasan dengan wilayahnya. Apabila suatu negara menganggap
negara tetangganya berpotensi menimbulkan gangguan dalam negeri, tentunya negara tersebut akan
memberlakukan peraturan yang ketat di perlintasan perbatasan. Begitu juga sebaliknya, apabila
negara tetangga dianggap tidak menimbulkan bahaya dalam negeri, pengamanan di perbatasan
tentunya tidak terlalu ketat. Dalam kasus perbatasan negara Indonesia dengan Timor Leste, kedua
negara mengambil langkah tengah yaitu tidak terlalu ketat pengawasannya tetapi tetap waspada.
12
Kondisi keamanan dalam negeri Timor Leste juga dapat menjadi ancaman. Apabila konflik
tersebut tidak segara diatasi oleh pemerintah Timor Leste, dikhawatirkan, konflik tersebut bakal
meluas hingga melibatkan masyarakat kedua negara serta mengganggu keamanan di wilayah
perbatasan. Keberadaan eks-pengungsi atau milisi yang pro-Indonesia juga menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Jika terjadi kecemburuan sosial dan ketimpangan ekonomi
antara penduduk asli dan eks-pengungsi, akan menimbulkan konflik atau gesekan di masyarakat.
Konflik sosial tersebut muncul karena penduduk asli jelas telah memiliki penghasilan yang jelas,
sedangkan warga eks-pengungsi masih menggantungkan diri pada penduduk asli maupun pemerintah
Indonesia. Keberadaan gengster di Timor Leste juga dapat menjadi ancaman di wilayah perbatasan
karena kelompok tersebut bisa saja berubah menjadi gerakan radikal yang mencoba memanfaatkan
segala keterbatasan yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah perbatasan untuk melakukan
perlawanan terhadap negara. Kehadiran negara asing jelas menjadi ancaman bagi kedaulatan kedua
negara karena dikhawatirkan akan mengintervensi kesepakatan yang terjalin antara Indonesia dan
Timor Leste.
Ancaman non-konvensional adalah ancaman yang lebih fokus pada kondisi sosial, ekonomi,
budaya, adat, lingkungan masyarakat di wilayah perbatasan kedua negara. Pendekatan non-
konvensional memposisikan warga negara sebagai subyek dalam permasalahan keamanan di
perbatasan (Wuryandari, 2009). Potensi yang muncul dalam ancaman non-konvensional di wilayah
perbatasan Indonesia dengan Timor Leste berupa penanganan eks-pengungsi Timor Timor dan
kegiatan ekonomi ilegal yang terjadi di wilayah perbatasan (Wuryandari, 2009). Sepintas kedua hal
tersebut sama dengan ancaman konvensional yang telah dijelaskan di atas. Hal yang membedakan
keduanya adalah, dalam ancaman konvensional, masyarakat menjadi obyek yang harus dilindungi
dari ancaman tetapi dalam ancaman non-konvensional masyarakat diposisikan sebagai pelaku.
Sementara itu, menurut pendapat dari tokoh masyarakat Kabupaten Belu, penyebab
permasalahan yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste adalah masalah sosial
budaya dan sejarah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, kesiapan mental masyarakat
Indonesia dan Timor Leste, penerapan Pas Lintas Batas atau PLB bagi penduduk lokal dan yang
pembagian kekuasaan mengenai siapa yang berhak mengelola wilayah perbatasan antara TNI,
POLRI, balai karantina, bea-cukai, dan imigrasi (Wuryandari, 2009). Jika dilihat dari sejarahnya
masyarakat di kedua negara, pada awalnya, merupakan satu suku, agama, adat dan bahkan saling
memiliki hubungan kekerabatan yang harus terpisah sebagai akibat dari adanya referendum di awal
tahun 2000-an. Mereka tidak terlalu menginginkan penggunaan dokumen atau persyaratan yang
terlalu ketat untuk keluar masuk, seperti yang terjadi di wilayah Amfoang – Kupang maupun Oecussi
– Timor Leste, dimana untuk keluar masuk wilayah kedua negara masyarakat sekitar hanya
13
menggunakan surat keterangan dari kepala desa atau pemerintah setempat untuk diserahkan ke
petugas pos perbatasan tanpa harus menggunakan paspor (Wuryandari, 2009). Disamping itu,
masyarakat juga tidak terlalu membutuhkan personil aparat keamanan dalam jumlah yang banyak
dan pengamanan secara ketat karena dapat menimbulkan persepsi bahwa daerah tersebut rawan dan
tidak aman.
Ancaman berikutnya datang akibat dari ketertinggalan, ketimpangan, dan kesenjangan
perekonomian serta buruknya infrastuktur di wilayah perbatasan menyebabkan munculnya jalur-jalur
perdagangan ilegal di sepanjang garis perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Meskipun telah
terdapat pos pengamanan perbatasan, masyarakat di kedua negara tetap saja berusaha mencari jalan
tikus untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kasus yang sering terjadi adalah penyelundupan bahan
pokok dari Indonesia ke Timor Leste dengan cara penduduk Timor Leste menghubungi kerabat,
teman, saudara mereka yang berada di wilayah Indonesia untuk mencarikan bahan pokok untuk
memenuhi kebutuhan di Timor Leste. Hal itu dilakukan untuk menghindari pemeriksaan ketat di
wilayah perbatasan dan juga untuk menghindari pengenaan biaya keluar masuk barang di pos
perbatasan yang menyebabkan harga bahan pokok menjadi lebih mahal. Di sinilah yang menjadi
dilema, dimana masyarakat menginginkan jumlah personil keamanan yang sedikit dan tidak terlalu
ketat tetapi disisi lain negara juga ingin memastikan tidak ada pelanggaran hukum di antara kedua
negara yang berpotensi mengganggu kedaulatan sebuah negara.
Wilayah perbatasan di wilayah Indonesia memang sering kali dianggap sebagai “halaman
belakang” yang tidak perlu di urus dan perhatikan. Hal ini terlihat dari buruknya infrastruktur yang
tersedia, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tidak memadai, keterbelakangan, minimnya akses
terhadap layanan dasar dan kebutuhan pokok serta tingginya harga-harga kebutuhan pokok. Kondisi
semacam itu juga berlaku untuk wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Meskipun
tingkat perekonomian Indonesia bisa dikatakan lebih baik daripada Timor Lester, Pemerintah dalam
negeri Timor Leste sangat serius memperhatikan kondisi wilayah perbatasan mereka baik dari segi
infrastruktur maupun sarana prasarana pendukung lainnya. Oleh karena itu, saat ini, Pemerintah
mencoba menghapus pandangan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang salah satunya adalah
dengan cara membangun infrastruktur jalan. Berdasarkan data yang diperoleh dari laman web Badan
Nasional Pengelola Perbatasan atau BNPP, Pemerintahan Presiden Jokowi menggelontorkan dana
sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembangunan dan perbaikan jalan di wilayah perbatasan baik di
Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua (bnpp.go.id). Selain itu, BNPP selaku institusi yang
berwenang untuk mengurusi wilayah perbatasan juga akan meningkatkan perekonomian di wilayah
perbatasan Indonesia dengan cara mengembangkan sistem koperasi di pelosok-pelosok desa
(bnpp.go.id). Disamping itu, BNPP juga telah membuat lokasi prioritas di wilayah yang langsung
14
berbatasan dengan Timor Leste seperti di Kabupaten Belu, Kabupaten Rote Ndao, dan Kabupaten
Alor (bnpp.go.id). Dengan adanya pembuatan lokasi prioritas di wilayah perbatasan, permasalahan
yang ada di wilayah tersebut segara diatasi seperti menutup jalur-jalur tikus, memperbaiki sarana
prasana pos perbatasan, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perbatasan.
Politik Keamanan Perbatasan: Indonesia (Batam) – Singapura
(Otorita Batam: Kawasan Ekonomi Khusus dan Zona Perdagangan Bebas)
Batam, menjadi salah satu konsen Pemerintah guna mengelola daerah perbatasan yang sangat
strategis. Pemerintah dalam mengelola Batam menempatkan Batam sebagai beranda depan dalam
politik keamanan perbatasan. Sifat batam yang sangat strategis, yang berada pada jalur tesibuk di
Asia Tenggara inilah yang kemudian pemerintah memiliki konsen yang sangat tinggi. Pengelolaan
sebagai beranda depan yang sejatinya harus ditata semenarik mungkin agar banyak orang bertandang
ke Indonesia. Batam yang dikelola dengan logika beranda depan Indonesia sejak pemerintahan Orde
Baru bahkan sampai sekarang. Dalam dalam rencana induk tahun 2011-2014 Badan Nasioanal
Pengelolaan Daerah Batam ditempatkan sebagai lokasi perbatasan yang diprioritaskan untuk
dibenahi arah pmbangunan perbatasannya. Wilayah tersebut antara lain Belakang Padang, Bulang
dan Batam.5
Adanya mekanismeeini semakin mengaskan bahwa Batam adalah daerah yang di
perhitungkan dalam beranda depan di Indonesia.
Pengelolaan daerah perbatasan ini adalah dengan menggunakan skema kebijakan ekonomi.
Semenjak tahun 70-an Batam menjadi pulau primadona bagi Indonesia untuk menyaingi Singapura,
pun sampai hari ini masih tetap sama. Skema kebijakan ekonomi dianggap pemerintah akan mampu
menyelesaikan masalah kesejahteraan bagi Batam khususnya. Namun, tidak hanya Batam, yang akan
terkena dampak positif dari kebijakan ekonomi melainkan juga Negara Indonesia umumnya,
mengingat posisi strategis Batam. Namun, pengelolaan perbatasan yang ekonomi sentris ini juga
masih menyimpan berbagai masalah.
5
http://bnpp.go.id/index.php/k-perbatasan diakss paa tanggal 31 Maret 2015 Pukul 22:07.
15
Kondisi Geografis
Posisi Batam secara geografis sangat strategis karena adanya jalur pelayaran internasional
melewati wilayah ini. Batam juga hanya berjarak kurang dari 12,5 mil (±20 km) dari Singapura.
Wilayah ini berbatasan dengan Malaysia dan Singapura disebelah utara, kecamatan Moro di sebelah
selatan, kecamatan Karimun dan laut internasional di sebelah barat, kecamatan Bintan Utara dan
Bintan Selatan6
. Batam memiliki 8 kecamatan dan 51 kelurahan serta memiliki wilayah sebesar
1.648,2 km2
namun hanya 600 km2
yang berupa wilayah daratan. Pulau-pulau yang masuk dalam
wilayah Batam adalah 186 buah pulau dan hanya 80 pulau yang berpenghuni.
Kondisi Sosial
Masalah garis wilayah perbatasan yang kerap muncul antara Indonesia dengan negara
tetangga memang (masih) belum selesai ditangani oleh pemerintah masing-masing. Hal ini
disebabkan oleh begitu kompleksnya permasalahan. Permasalahan perbatasan cenderung bersifat
multidimensi, tidak hanya menyangkut perbatasan secara politik antarnegara tetapi juga terkait
dengan persoalan budaya dan sosial warga yang menetap di wilayah perbatasan. Konteks budaya dan
sosial yang mirip atau serumpun tersebut tentu akan sulit dipisahkan oleh keputusan politik masing-
masing negara.
Masalah perbatasan secara politik dan budaya ini pula dapat dirasakan di Batam, Indonesia,
yang berbatasan dengan Singapura. Kawasan Singapura dan Kepulauan Riau khususnya Batam
terletak pada wilayah strategis di jalur perdagangan Selat Malaka yang secara sosial historis
merupakan bagian dari sejarah panjang Melayu7
. Hingga kini pun kedua wilayah tersebut masih
6
Profil Kota Batam (diakses dari http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89 tanggal 8
Maret 2014)
7
Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda,
Depok: Gramata Publishing, hal. 123
16
dirasa penting bagi jalur perdagangan dunia. Dilihat dari sejarahnya, pada tahun 60-an orang Melayu
Batam dapat leluasa berdagang hingga Singapura8
. Ikatan primordial seperti kesamaan suku yaitu
suku Melayu membuat orang Melayu Batam lebih senang berdagang di Singapura atau Malaysia
karena dikedua tempat itu menetap banyak penduduk yang berasal dari suku Melayu. Hingga saat ini
di Singapura, orang Melayu banyak ditemui tinggal di daerah Geylang atau Jurong. Meskipun,
wilayah yang serumpun tersebut kini terpisah menjadi tiga negara yakni Singapura, Indonesia dan
Malaysia. Walaupun secara politis terpisah, warga Singapura dan Indonesia di Batam masih
memiliki sisi emosional yang erat akibat warisan masa lalu.
Selain kedekatan emosional karena kesamaan rumpun, mengingat bahwa sejak zaman
kemerdekaan hingga awal Orde Baru, wilayah ini tidak memperoleh porsi pembangunan yang
memadai. Sebelum tahun 1973, wilayah Batam saat itu masih jauh dari jangkauan pembangunan.
Akibatnya, orientasi warga yang tinggal diwilayah ini mengarah pada Singapura. Tidak dapat
dipungkiri lagi, baik secara geografis, historis, kultural Batam memang lebih dekat dengan Negeri
Singa tersebut.
Strategi Politik Keamanan Perbatasan: Batam
A. Orde Baru dan Otorita Batam
Sebagai garis depan perbatasan dengan Singapura, pulau-pulau dalam kesatuan administratif
Batam mengalami kenaikan nilai strategis dari pulau-pulau kosong yang tidak berpotensi menjadi
suatu daerah yang wajib dipertahankan dan dipertegas keabsahan kepemilikannya. Hal ini sudah
disadari oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1970-an ketika Menristek B.J.Habibie berhasil
meyakinkan Presiden Soeharto untuk memberikan perhatian pada pulau terluar seperti Batam dan
Bintan dengan segera menyusun rencana jangka panjang bagi pembangunan dan pengembangan
pulau-pulau tersebut9
. Selanjutnya keluarlah Keppres nomor 41/1973 yang menetapkan Batam
menjadi daerah pengembangan industri di bawah Otorita Daerah Industri Batam (Otorita Batam).
Tugas yang diemban Otorita Batam antara lain mengembangkan dan mengendalikan
pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri dan kegiatan alih kapal, merencanakan kebutuhan
prasarana dan pengusahaan instalasi dan fasilitas lain, menampung, meneliti permohonan izin usaha
dan menjamin kelancaran dan ketertiban tata cara pengurusan izin dalam mendorong arus investasi
asing di Batam.Pada masa penugasan Otorita Batam tahun 1979, disusunlah sebuah master plan oleh
8
Ibid., hal. 124
9
BP Batam (2008) Sejarah BP Batam (Diakses dari http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp tanggal 8
Maret 2014)
17
Departemen Pekerjaan Umum yang menetapkan empat fungsi utama pulau Batam yakni sebagai
kawasan industri, free trade zone, alih kapal, dan pariwisata10
.
Di bawah badan tersebut, wilayah Batam terus berkembang. Pada tahun 1977 atau empat
tahun setelah dibentuknya Otorita Batam, Batam saat itu telah berhasil menarik investasi dari
investor asing sebesar 2.145juta dollar AS11
.Puncaknya, pada tahun 1980-an perusahaan perwakilan
di Batam yang saat itu berjumlah 564 perusahaan bertambah menjadi 2.043 perusahaan internasional
yang mendirikan kantor perwakilannya12
.
Dalam perjalanannya,Letak Batam yang strategis berada di jalur perdagangan dunia tersebut
mendorong pemerintah untuk memfungsikan Batam sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional
(PKSN)13
. Batam juga sempat diproyeksikan sebagai daerah perbatasan yang dirancang untuk
menyaingi Singapura dalam hal pendirian pelabuhan besar dan pengemasan peti kemas. Hal tersebut
mengingat sebanyaj 50.000 kapal-kapal container melintasi Selat Malaka setiap tahunnya dan kapal
yang melinat tersebut mengangkut seperempat perdagangan laut dunia.
B. Era Reformasi: Kebijakan Special Economic Zone dan Free Trade Zone
Pada era reformasi pemerintah pusat memperlakukan Batam secara spesial. Posisi strategis
Batam dalam bidang ekonomi perdagangan membuat pemerintah perlu mengeluarkan beberapa
kebijakan untuk mengatur Batam. Sejak era Orde Baru pun Batam memang didesain untuk
menandingi Singapura, sehingga dari dahulu hingga sekarang Batam memerlukan treatment khusus.
Sejak Reformasi setidaknya terdapat dua aturan/kebijakan yang menetapkan Batam sebagai kawasan
konomi khusus dan sebagai zona perdagangan bebas.Tujuan diberlakukannya KEK adalah sebagai
sistem ekonomi yang memiliki keberpihakan kepada masyarakat kecil melalui kesejahteraan
ekonomi,sehingga bukan hanya keijakan yang itelurkan hanya untuk kepentingan politis saja.
Kepentingan ekonomi yang terermin adalah dengan melalui peningkatan investasi penyerapan tenaga
kerja, penerimaan devisa melalui skema ekspor,meningkatkan keunggulan kompetitf produksi
ekspor, mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui transfer teknologi14
.
10
Batam Sejak 1968 Hingga Era Otonomi Daerah, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2014) (Diakses
dari http://www.pu.go.id/isustrategis/view/6 tanggal 8 Maret 2015)
11
Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda,
Depok: Gramata Publishing, hal. 104
12
Ibid
13
BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011-
2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015)
14
Apriliyanti, Romayanti. Jurnal Fisip Vol.2 No. 1 Februari 2015. Upaya Diplomasi Indonesia Pada Peningkatan
Investasi Asing di Kota Batam.
18
Sejak diterbitkannya Perppu No. 1 Tahun 2007 yang dilanjutkan dengan UU No. 44 Tahun
2007 tentang FTZ, maka ditegaskan dalam salah satu pasalnya bahwa pengelolaan kawasan bebas
akan menjadi tanggung jawab sebuah lembaga bernama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
dan Pelabuhan Bebas.Sejalan dengan diterbitkannya PP No. 46/2007 tentang FTZ (Free Trade Zone)
Batam, maka otomatis lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan ini adalah
Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Batam. Hal tersebut menyatakan bahwa Otorita Pengembangan
Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam.
Undang-undang No. 44 Tahun 2007 tentang FTZ adalah salah satu bentuk legitimasi bagi
pulau Batam untuk melanjutkan sebagai daerah industri yang berstandar internasional. Batam oleh
pemerintah Indonesia dijadikan batu loncatan untuk dapat bermain dalam kancah perdagangan
internasional. Arus gobalisasi yang semakin kuat memaksa indonesia untuk merawat Batam. Lokasi
perdagangan yang strategis membuat Batam sebagai pintu untuk mengekspor utamanya dengan
momentum pasar bebas.
Analisa Politik Keamanan Perbatasan Batam
Indikator
Pendekatan
Aktor
Utama
Lembaga
pelaksana
Pendekatan Tujuan Keterlibatan
masyarakat
Hakikat
ancaman
Hard
Border
Security
Low state Lembaga
tinggi
negara
Militer-
strategis-
politis
Dominasi
tujuan
umum
Non-
partisipatif
Tingkat
ancaman
eksternal
tinggi
Soft
Border
Security
Strong
state
Aktor
negara dan
non-negara
Sosial-
ekonomi-
budaya
Kombinasi
umum dan
spesifik
partisipatif Tingkat
ancaman
eksternal
rendah
Jika dikerangkai dalam konsep border governance “hard-soft” Batam dalam prakteknya
cenderung dikelola dengan soft border. Kecenderungan dapat dilihat dari politik keamanan
perbatasannya yang lebih mengggunakan pendekatan aspek ekonomi dengan mengeluarkan beberapa
kebijakan seperti penetapan Batam sebagai kawasan ekonomi khusus dan Batam Free Trade Zone.
Melihat dari indikator tujuan umum dan spesifik, keumumannya dapat dilihat dari tujuan
pengamanan ekonomi nasional melalui Batam. Sedangkan tujuan spesifik yang dilakukan adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kebijakan KEK dan FTZ.
19
Namun indikator yang tersedia dalam soft border tidak sepenuhnya kompatibel pada kasus
Batam. Ada beberapa kondisi yang menjadikan Batam juga berkecenderungan dikelola secara Hard
Border. Kondisi itu dilihat dari segi aktor, Indonesia dibandingkan dengan Singapura memiliki posisi
dibawah dalam segi ekonomi. Kemudian pemberlakuan FTZ juga berimplikasi pada semakin
melemahnya aturan hukum yang dimiliki oleh Indonesia. Indikator hakikat ancaman, Batam
memiliki tingkat ancaman yang tinggi. Tingginya ancaman ini disebabkan karena interaksi
perdagangan bebas mengingat kapabilitas ekonomi Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain. Indikator keterlibatan, masyarakat lokal tidak terlalu di ikutkan dalam kebijakan
ekonomi yang cenderung sentralistis. Pemerintah pusat cenderung mengambil banyak porsi untuk
menentukan pengelolaan Batam sejak jaman orde baru melalui (Otorita Batam, KEK, dan FTZ).
Sehingga tidak bisa dikotomikan secara jelas antara hard border dengan soft border. Logika
pengelolaan Batam awalnya memang menitikberatkan pada soft border, namun dalam perjalanannya
ternyata soft border saja tidak cukup untuk mengelola perbatasan. Pemerintah yang terlalu konsen
dengan kebijakan ekonomi yang menjadikan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan
Kawasan Perdagangan bebas. Namun sebenarnya Batam masih menyimpan masalah-masalah
perbatasan yang mungkin dapat digolongkan dalam ranah konvensional dan non konvensional tidak
hanya berkutat pada masalah ekonomi semata.
Tantangan Pengelolaan Perbatasan Indonesia (Batam) dengan Singapura
1. Tantangan Keamanan Konvensional
a. Perubahan pandangan dan pengaturan wilayah perairan internasional oleh badan dunia
Dalam pergaulan global, dalam beberapa kasus terjadi perubahan-perubahan indikator dalam
penentuan batas negara terutama penentuan batas perairan. Hal tersebut terjadi karena perairan
adalah daerah yang sering berubah secara geografis seperti perubahan kedalaman laut yang bisa
mengakibatkan pergeseran batas negara15
. Maka, jika terjadi perubahan semacam itu Indonesia dan
Singapura perlu menafsirkan ulang batas perairan.
b. Perbatasan perairan yang kabur dan hanya fokus pada perbatasan yang diukur dari darat
Permasalahan ini muncul sebagai akibat dari kurangnya perhatian Belanda pada perbatasan
laut antara negara kolonialnya dengan Singapura yang saat itu dimiliki Inggris ketika era kolonial.
Hal tersebutlah yang meninggalkan lubang persoalan ketika negara kolonial tersebut merdeka16
.
Warisan permasalahan tersebut juga makin diperparah dengan sifat perbatasan perairan yang luas
dan kabur antara Indonesia dan Singapura. Hak kedaulatan kedua negara tersebut kemudian lebih
15
Op-cit, hal. 131
16
Ibid, hal. viii
20
banyak ditentukan dari darat khususnya dari garis pantai17
. Penentuan tersebut juga memiliki
kelemahan karena perbedaan dalam standar pengukuran dan perubahan garis pantai akibat abrasi
kemudian masih menyisakan setumpuk pekerjaan rumah bagi pengelolaan perbatasan Indonesia
(Batam) dengan Singapura.
c. Singapura melakukan perluasan wilayah
Singapura mengalami tuntutan perluasan wilayah darat akibat dari pertumbuhan penduduk
dan semakin kompleksnya aktivitas perekonomian milik Singapura. Lahan Singapura yang tidak
dapat dilakukan perluasan alami dan juga menghadapi pengurangan lahan akibat abrasi laut
dibeberapa bagian pantainya mendorong Singapura untuk memperluas wilayah dengan teknologi
buatan. Kemudian, Singapura mengambil langkah untuk mengimpor pasir dari pulau Nipah, pulau
milik Indonesia.
Selain mengimpor dari Pulau Nipah, Singapura juga melakukan pengerukan terus-menerus
disekitar Selat Malaka. Hal itu mengancam keberadaan beberapa pulau terluar Indonesia karena
pulau tersebut terancam tenggelam akibat abrasi. Tindakan tersebut membuat Singapura berhasil
menambah luas negaranya sebanyak 12 kilometer18
. Masalah ini tidak hanya menimbulkan persoalan
legitimasi tetapi juga mengubah garis batas yang sebelumnya telah disepakati. Bila terus dibiarkan
maka batas laut Indonesia akan terus mengecil sedangakan Singapura dengan reklamasi pantainya
meluas.
2. Tantangan Keamanan Non-Konvensional (Social Security)
a. Tumbuhnya lalu lintas kegiatan ilegal
Sebagai wilayah terdepan bangsa Indonesia terhadap Singapura baik aspek budaya, ekonomi,
maupun pertahanan dan juga berada dalam salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia,
menjadikan Batam rawan pada kejahatan transnasional. Illegal fishing, penambangan pasir,
kedatangan pekerja seks komersial asing, perjudian, perdagangan dan transaksi narkoba,
penyelundupan barang dan orang pelintas batas secara illegal (tanpa dokumen terkait) merupakan
persoalan aktual yang kini dihadapi masyarakat Batam.
Batam juga sering dikunjungi oleh warga Singapura pada akhir pekan. Bagi mereka Batam
identik dengan kebebasan karena mereka jarang berhadapan dengan aparat penegak hukum19
.
b. Meningkatnya jumlah pendatang yang baik legal maupun illegal
17
Ibid, hal 130
18
Mustafa Abubakar (2006), Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan dan Sebatik
(Penerbit Buku Kompas: Jakarta) hal. 79
19
Ibid, hal. 122
21
Dalam pengembangan wilayah Batam menjadi wilayah otorita tersendiri ketika Orde Baru
hingga tahun 2007, Batam memang berwenang mengatur tata ruang wilayahnya sendiri. Namun,
kewenangan tersebut mendorong pertumbuhan penduduk yang sebagaian besar illegal. Dari laporan
BNPP tahun 2011, selain melakukan illegal fishing nelayan-nelayan asing juga menimbulkan
masalah sosial. Nelayan asing tersebut juga melanggar undang-undang keimigrasian dengan tinggal
di Batam tanpa dokumen pendukung dan melakukan pernikahan dengan penduduk setempat20
.
Sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki banyak kawasan industri, membuat
Batam didatangi oleh banyak pencari kerja. Ambil contoh, Batamindo yaitu industri yang bergarak di
bidang elektronika ini mampu menyerap 120ribu tenaga kerja yang menurut Dinas Tenaga Kerja
Batam hampir separuh karyawan adalah pendatang21
. Hal tersebut makin menegaskan bahwa
penduduk Batam mengalami kenaikan signifikan akibat banyaknya pendatang tersebut. Pertambahan
penduduk yang sedemikian cepat dapat memicu kerawanan sosial (konflik pendatang dengan
penduduk lokal) dan menganggu stabilitas nasional.
c. Pengaruh Krisis Moneter 1997-1998 dan Krisis Global 2008
Pada masa sebelum terjadi krisis moneter 1997-1998, di kota Batam jarang sekali ditemui
pengemis atau gelandangan22
. Keadaan tersebut berubah cukup banyak ketika Indonesia mengalami
krisis moneter tahun 1997-1998 yang mengakibatkan pada awal dekade 2000-an jumlah
pengangguran meningkat sejalan dengan banyaknya industri dan kantor perwakilan perdagangan
yang ditutup. Hal itu mendorong munculnya gubuk-gubuk liar dan pengemis di pinggir-pinggir
jalan23
. Akibat lain adalah naiknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari.Setelah krismon
banyak yang tutup lalu ditambah ada krisis global tahun 2008 yang membuat banyak yang tutup
juga.
d. Melunturnya identitas ke-Indonesia-an warga negara Indonesia di Batam
Batam yang secara geografis lebih dekat dengan Singapura daripada Jakarta, akhirnya
membuat warga Batam lebih tertarik bepergian ke Singapura daripada Jakarta. Selain karena jarak
yang terlalu jauh dan membutuhkan biaya yang mahal, menurut pengakuan responden yang ditulis
dalam laporan BNPP tahun 2011 mereka lebih senang berlibur ke Singapura karena warga Jakarta
dan kebanyakan warga Indonesia lain juga lebih senang bepergian ke Singapura.
20
BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011-
2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015)
21
Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda,
Depok: Gramata Publishing, hal. 107
22
Laporan Dinas Sosial Batam (2011) (diakses dari http://www.dinsosbatam.go.id/laporan/view/6 tanggal 8 Maret 2015)
23
Ibid
22
Selain itu, mulai dari hal sederhana seperti pilihan tontonan televisi, warga Batam juga lebih
suka menonton tayangan televisi dari Singapura maupun Malaysia daripada siaran televisi nasional24
.
Penerimaan gambar yang kurang baik dan tayangan televisi Indonesia yang kebih banyak memakai
bahasa Indonesia berdialek Betawi dan Jawa membuat masyarakat Batam tidak nyaman karena sukar
dimengerti.
e. Transaksi ekonomi dengan Singapura dianggap lebih menguntungkan
Indonesia dan Singapura sampai saat ini juga belum saling menyetujui perjanjian yang
memperbolehkan warganya melakukan lintas batas. Namun, hubungan ekonomi yang telah
berlangsung sejak lama bahkan sejak zaman kolonial membuat penduduk kedua negara ini sering
mengabaikan prosedur yang harus dilaluinya. Penduduk Singapura banyak yang memerlukan hasil
laut dari Batam. Sementara Batam juga memerlukan kebutuhan seperti gula, alat kosmetik, alat
elektronik, mobil dari Singapura.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika warga Batam lebih banyak menggunakan mata
uang resmi dari Singapura daripada Rupiah. Selain karena desakan kebutuhan, hasil penjualan
komoditi laut juga akan lebih banyak apabila dijual kepada Singapura karena terjadi selisih kurs mata
uang yang cukup besar antara Rupiah dan Dollar Singapura25
.
f. Kesenjangan sosial
Warga lokal yang kurang beruntung, karena tidak berpendidikan maupun tidak memiliki
keahlian dalam bidang industry, banyak yang terlempar dari persaingan kerja dan kebanyakan
bekerja sebagai nelayan tradisional dan pedagang kecil-kecilan. Selain itu, warga lokal yang
beruntung mengenyam pendidikan terkadang kalah saing dengan pendatang yang dianggap lebih
berpendidikan dan lebih berkualitas. Hal ini membuat banyak warga lokal Batam akhirnya kalah
melawan arus tenaga kerja pendatang tersebut.
Termaginalkannya penduduk lokal ini dikhawatirkan dapat memicu konflik di masa
mendatang. Kesenjangan ini bisa jadi terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah pada upaya
permberdayaan masyarakat local. Pemerintah tampaknya hanya memperhitungkan segala sesuatunya
dari segi ekonomis semata
g. Ketidakjelasan peralihan Otorita Batam ke BP Batam
Masalah yang paling krusial yang menjadi mimpi buruk para pimpinan setingkat Kepala,
Deputi, dan Direktur di Otorita Batam adalah akan ditempatkan dimana mereka dan BP Batam
2424
BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011-
2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015)
25
Terhitung 6 Maret 2015, 1 SGD = Rp 9.350,00 (Diakses dari www.bankmandiri.co.id/resource/kurs.asp?row=2
tanggal 8 Maret 2015)
23
mengikuti standar gaji siapa? Saat ini, para pejabat Otorita Batam tersebut masih menikmati fasilitas
gaji dan tunjangan Otorita Batam walaupun nama lembaga dan logo sudah berganti menjadi BP
Kawasan26
. Mereka adalah pejabat eselon yang selevel dengan Sekretaris Daerah Provinsi Kepri.
Berlarut-larutnya proses peralihan ini karena belum ditemui titik temu bagaimana menempatkan para
pejabat tinggi OB dalam struktur BP Kawasan. Apakah mungkin, BP yang merupakan lembaga
daerah tapi pimpinannya digaji dengan standar eselon pejabat pusat?
E. Kesimpulan
Politik keamanan disuatu negara merupakan bentuk sebuah pertahanan diri dari serangan
negara lain. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi yang ada di dalam sebuah negara. Melihat
semakin berkembangnya pemahaman mengenai konsep politik keamanan di suatu negara maka
muncullah pemikiran-pemikiran baru yang menjelaskan keamanan dari sudut pandang non state
actor. Border governance akan identik dengan wilayah perbatasan. Mengapa demikian? Karena
wilayah perbatasan adalah wilayah yang sangat rentan akan urusan-urusan politis dan geografis.
Urusan-urusan seperti hak kepemilikan geografis dan keamanannya menjadi menjadi urusan yang
pokok. Penulis telah melakukan analisis terhadap dua wilayah perbatasan yaitu Indonesia – Timor
Leste dan Batam – Singapura.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan keamanan perbatasan antara kedua
wilayah di atas dapat dilihat melalui kebijakan pengelolaan politik perbatasandari masing-masing
negara. Jika melihat pemaparan mengenai pengelolalaan daerah perbatasan diatas, terlihat bahwa
pemerintah Indonesia memberikan kebijakan pengelolaan perbatasan yang berbeda terutama dalam
kasus Batam (Indonesia) – Singapura dan Belu (Indonesia) – Timor Leste.
Letak daerah serta potensi daerah perbatasan menjadi salah satu faktor yang mendorong
pemerintah melakukan tata kelola berbeda antara perbatasan yang satu dengan perbatasan yang lain.
Letak daerah tersebut secara otomatis akan mempengaruhi ekonomi, sosial, budaya wilayah tersebut
maka tata kelola keamanan perbatasannya pun akan berbeda. Dalam konsep awal, mengatakan
bahwa pemahaman keamanan tidak berarti berdiri sendiri malainkan saling melengkapi. Dengan
kasus diatas, Indonesia – Timor Leste dan Indonesia – Singapura merupakan bentuk politik
keamanan negara yang mengkombinasi dua konsep tersebut yakni konvensional dan non
konvensional. Karena konsep ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga
untuk mewujudkan keamanan yang ideal suatu negara maka negara itu butuh mengkombinasikan
kedua konsep ini. Dilihat dari bentuk rezim keamanan perbatasan, keduanya menggunakan sistem
26
Diakses dari http://politik.kompas.com/read/2015/02/27/165616826/polemik.ftz.batam tanggal 8 Maret 2015
24
yang sama yaitu sama-sama mengkombinasikan antara soft border security dan hard border security.
Akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan seperti otoritas khusus dalam wilayah tersebut.
Daftar Referensi
Buku
Abubakar, Mustafa (2006), Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari Kasus Sipadan,
Ligitan. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
Wulandari, Triana,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu
Selat Dua Nakhoda, Depok: Gramata Publishing.
Ganewati Wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Jurnal
Apriliyanti, Romayanti. Upaya Diplomasi Indonesia Pada Peningkatan Investasi Asing di
Kota Batam.Jurnal Fisip Vol.2 No. 1 Februari 2015
Internet
Batam (2008) Sejarah BP Batam (Diakses dari
http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp tanggal 8 Maret 2014)
Batam Sejak 1968 Hingga Era Otonomi Daerah, Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (2014) (Diakses dari http://www.pu.go.id/isustrategis/view/6 tanggal 8 Maret
2015)
BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari
http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011-2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015)
http://bnpp.go.id/index.php/k-perbatasan diakses tanggal 31 maret 2015 pukul 22.47 wib
25
http://bnpp.go.id/index.php/berita/51-ini-rencana-bnpp-kembangkan-ekonomi-daerah-
perbatasan diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 22.55 wib
http://bnpp.go.id/index.php/berita/235-jokowi-gelontorkan-anggaran-khusus-jalan-
perbatasan-rp-2-5-triliun diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 23.15 wib
http://bnpp.go.id/index.php/berita/183-jalur-tikus-jadi-faktor-sulitnya-amankan-perbatasan-
ntt-timor-leste diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 23.27 wib
Diakses dari http://politik.kompas.com/read/2015/02/27/165616826/polemik.ftz.batam
tanggal 8 Maret 2015
Laporan Dinas Sosial Batam (2011) (diakses dari
http://www.dinsosbatam.go.id/laporan/view/6 tanggal 8 Maret 2015)
Profil Kota Batam (diakses dari
http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89 tanggal 8 Maret
2014)
Terhitung 6 Maret 2015, 1 SGD = Rp 9.350,00 (Diakses dari
www.bankmandiri.co.id/resource/kurs.asp?row=2 tanggal 8 Maret 2015)

More Related Content

What's hot

Menatap tantangan integrasi nasional
Menatap tantangan integrasi nasionalMenatap tantangan integrasi nasional
Menatap tantangan integrasi nasionalghinahuwaidah
 
Ancaman politik kel 3
Ancaman politik kel 3Ancaman politik kel 3
Ancaman politik kel 3Tasya Nufa
 
Cara penanggulangan ancaman non
Cara penanggulangan ancaman nonCara penanggulangan ancaman non
Cara penanggulangan ancaman nonGubuk Kecil
 
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)Hanifa Rahma
 
PKN- Bentuk bentuk ancaman
PKN- Bentuk bentuk ancamanPKN- Bentuk bentuk ancaman
PKN- Bentuk bentuk ancamanHelvyEffendi
 
Pendidikan kewarganegaraan militer
Pendidikan kewarganegaraan militerPendidikan kewarganegaraan militer
Pendidikan kewarganegaraan militerItha Mandasariie
 
Tugas ppkn kelompok nabila
Tugas ppkn kelompok nabilaTugas ppkn kelompok nabila
Tugas ppkn kelompok nabilamailanbastari1
 
Bab 7 PKN Semester 2
Bab 7 PKN Semester 2Bab 7 PKN Semester 2
Bab 7 PKN Semester 2Cherry Vitrah
 
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...salmaffn
 
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaabd_
 
Ancaman militer dan non militer
Ancaman militer dan non militerAncaman militer dan non militer
Ancaman militer dan non militerFery Hidayat
 
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguan
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguanAncaman, tantangan, hambatan, gangguan
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguanPutri Aisyah
 
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRI
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRIMateri PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRI
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRIMustofa Hidayat
 
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalAncaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalcristianyedogawa
 
Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya
Essay -  Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi RohingyaEssay -  Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya
Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi RohingyaIndira Jauzā
 

What's hot (19)

Menatap tantangan integrasi nasional
Menatap tantangan integrasi nasionalMenatap tantangan integrasi nasional
Menatap tantangan integrasi nasional
 
Ancaman politik kel 3
Ancaman politik kel 3Ancaman politik kel 3
Ancaman politik kel 3
 
Cara penanggulangan ancaman non
Cara penanggulangan ancaman nonCara penanggulangan ancaman non
Cara penanggulangan ancaman non
 
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)
Ancaman non militer (PKN kelas XI Semester 2)
 
Ancaman terhadap nkr1
Ancaman terhadap nkr1Ancaman terhadap nkr1
Ancaman terhadap nkr1
 
Kelompok6
Kelompok6Kelompok6
Kelompok6
 
Pertahanan dan keamanan negara
Pertahanan dan keamanan negaraPertahanan dan keamanan negara
Pertahanan dan keamanan negara
 
Presentasi pkn
Presentasi pknPresentasi pkn
Presentasi pkn
 
PKN- Bentuk bentuk ancaman
PKN- Bentuk bentuk ancamanPKN- Bentuk bentuk ancaman
PKN- Bentuk bentuk ancaman
 
Pendidikan kewarganegaraan militer
Pendidikan kewarganegaraan militerPendidikan kewarganegaraan militer
Pendidikan kewarganegaraan militer
 
Tugas ppkn kelompok nabila
Tugas ppkn kelompok nabilaTugas ppkn kelompok nabila
Tugas ppkn kelompok nabila
 
Bab 7 PKN Semester 2
Bab 7 PKN Semester 2Bab 7 PKN Semester 2
Bab 7 PKN Semester 2
 
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...
Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integ...
 
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Ancaman militer dan non militer
Ancaman militer dan non militerAncaman militer dan non militer
Ancaman militer dan non militer
 
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguan
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguanAncaman, tantangan, hambatan, gangguan
Ancaman, tantangan, hambatan, gangguan
 
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRI
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRIMateri PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRI
Materi PPKN Kelas XI SMA Bab Ancaman terhadap NKRI
 
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasionalAncaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
Ancaman dan tantangan dalam membangun integritas nasional
 
Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya
Essay -  Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi RohingyaEssay -  Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya
Essay - Posisi Luar Negeri Indonesia dalam Kasus Pengungsi Rohingya
 

Similar to Kapita selekta revised

ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdf
ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdfancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdf
ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdfShasyaGatot
 
Presentasi Ketahanan Nasional
Presentasi Ketahanan NasionalPresentasi Ketahanan Nasional
Presentasi Ketahanan NasionalErma Marlita
 
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptx
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptxBab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptx
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptxHikiroKurou
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiWarnet Raha
 
Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...
Makalah geopolitik   perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...Makalah geopolitik   perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...
Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...Bernadette Aderi Puspaningrum
 
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunan
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunanKetahanan nasional dibidang politik dan pembangunan
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunannatal kristiono
 
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategi
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategiAncaman integrasi nasional di bidang politik dan strategi
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategiWarnet Raha
 
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptx
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptxPresentasi kelompok 2 (PPKN).pptx
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptxHalomoan123
 
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1eli priyatna laidan
 
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan BangsaStrategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan BangsaNadila Embun Sari
 
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianHubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianfiro HAR
 
MAKALAH PPKN KEL 2.docx
MAKALAH PPKN KEL 2.docxMAKALAH PPKN KEL 2.docx
MAKALAH PPKN KEL 2.docxMutiaraShafiah
 
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docx
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docxANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docx
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docxJRskuadGames
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiSeptian Muna Barakati
 
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3Leonardus Munanto
 
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global KontemporerKOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global KontemporerDiana Amelia Bagti
 

Similar to Kapita selekta revised (20)

ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdf
ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdfancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdf
ancamanterhadapnegaradalambingkaibhinekatunggalika-170330141516.pdf
 
Presentasi Ketahanan Nasional
Presentasi Ketahanan NasionalPresentasi Ketahanan Nasional
Presentasi Ketahanan Nasional
 
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptx
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptxBab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptx
Bab_5_Mewaspadai_Ancaman_Terhadap_Kedudu.pptx
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
 
Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...
Makalah geopolitik   perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...Makalah geopolitik   perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...
Makalah geopolitik perbandingan geopolitik china dan jepang terkait fenomen...
 
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunan
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunanKetahanan nasional dibidang politik dan pembangunan
Ketahanan nasional dibidang politik dan pembangunan
 
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategi
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategiAncaman integrasi nasional di bidang politik dan strategi
Ancaman integrasi nasional di bidang politik dan strategi
 
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptx
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptxPresentasi kelompok 2 (PPKN).pptx
Presentasi kelompok 2 (PPKN).pptx
 
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 7 pertemuan 1
 
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan BangsaStrategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Strategi Indonesia dalam Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa
 
Resep ym25
Resep  ym25Resep  ym25
Resep ym25
 
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajianHubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
Hubungan antarabangsa sebagai bidang kajian
 
MAKALAH PPKN KEL 2.docx
MAKALAH PPKN KEL 2.docxMAKALAH PPKN KEL 2.docx
MAKALAH PPKN KEL 2.docx
 
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docx
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docxANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docx
ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.docx
 
Geostrategi.pptx
Geostrategi.pptxGeostrategi.pptx
Geostrategi.pptx
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
 
Presentasi pkn
Presentasi pknPresentasi pkn
Presentasi pkn
 
Teori geopolitik
Teori geopolitikTeori geopolitik
Teori geopolitik
 
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3
X ppkn kd 3.6_final_ bagian 3
 
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global KontemporerKOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
 

Recently uploaded

Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxSitiRukmanah5
 
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxFisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxPutriAriatna
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxSDN1Wayhalom
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 

Recently uploaded (12)

Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
 
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxFisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 

Kapita selekta revised

  • 1. Kapita Selekta Pemerintahan Kelompok 4 POLITIK KEAMANAN DI PERBATASAN PERBANDINGAN INDONESIA – TIMOR LESTE DAN INDONESIA (BATAM) – SINGAPURA Anggota Kelompok : 1. Amelia 12/328790/SP/25163 2. Monica Ayu Caesar I 12/328807/SP/25180 3. Anisa Nur Nia Rahmah 12/328772/SP/25147 4. Yacinta Stefilla P 12/328774/SP/25149 5. Rizky Oktavianto 12/328770/SP/25145 6. Amalia Krisdianti 12/328772/SP/25146 7. Dwi Rindra Tansriyanarko12/328773/SP/25148 Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada 2014
  • 2. 2 A. Pendahuluan Wilayah perbatasan antar negara merupakan beranda terdepan negara yang berbatasan langsung dengan negara lain. Wilayah perbatasan memiliki kerentanan lebih tinggi dibandingkan wilayah teritori negara lainnya. Wilayah ini rentan terhadap ancaman dari luar negeri berupa ekspansi wilayah. Selain itu, perbedaan keadaan sosial ekonomi di wilayah perbatasan dengan negara tetangga dapat memicu turunnya rasa nasionalisme masyarakat yang bertempat tinggal di perbatasan. Potensi-potensi pelanggaran di wilayah perbatasan juga dapat menjadi kerentanan tersendiri. Di wilayah perbatasan ada potensi terjadi penyelundupan sumberdaya yang dapat merugikan negara, terjadi investasi ilegal, kesenjangan sosial ekonomi. Jika masalah-masalah tersebut terjadi di perbatasan, rasa nasionalisme masyarakat dapat menurun hingga pada tingkat apatis terhadap negara. Wilayah perbatasan juga merupakan manifestasi utama suatu negara dalam menunjukkan kedaulatannya. Bagaimana pengelolaan wilayah perbatasan menentukan eksistensi negara tersebut dalam mempertahankan wilayahnya. Wilayah perbatasan tidak dapat dipandang remeh karena wilayah perbatasan adalah pintu keluar-masuk dari dalam dan ke luar negara berbagai kekuatan dan sumberdaya. Kesalahan strategi dalam mengelola wilayah perbatasan dapat berpotensi pada kerentanan wilayah perbatasan dieksploitasi negara tetangga. Berbagai potensi-potensi permasalahan yang dapat muncul di wilayah perbatasan tersebut mendorong pemerintah agar tepat dalam memilih strategi pendekatan yang dipilih untuk mengelola wilayah perbatasan. Dalam memilih strategi pengelolaan, pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek dan tujuan dari pengelolaan tersebut. Sebagai contoh, pengelolaan perbatasan di Eropa dilakukan dengan sangat terbuka dari wilayah negara lain dengan alasan ekonomi terbuka yang diterapkan di banyak negara-negara Eropa. Contoh lain pengeloaan perbatasan Korea Utara dengan Korea Selatan. Untuk mencegah terjadinya migrasi penduduk ke Korea Selatan, perbatasan dikelola secara ketat. Secara umum, wilayah perbatasan dikelola dengan memperhatikan kepentingan kedaulatan negara dan kepentingan masyarakat yang bertempat tinggal di perbatasan. Dalam makalah ini, kasus yang akan dijadikan untuk fokus pembahasan adalah pengelolaan politik keamanan di perbatasan Indonesia – Timor Leste dan Indonesia – Singapura. Kedua wilayah ini berbatasan dengan dua negara yang berbeda, berbeda tingkat perekonomian, konflik nasionalisme, hingga riwayat sejarah dengan Indonesia. Perbedaan-perbedaan tersebut mendorong Pemerintah Indonesia untuk memberlakukan peraturan yang juga berbeda untuk kedua wilayah perbatasan ini. Pembahasan ini menarik untuk memperdalam kajian mengenai strategi-strategi pemerintah dalam pengelolaan wilayah perbatasan sesuai dengan karakteristik perbatasan hingga negara yang berbatasan langsung. Pembedaan ini dimaksudkan untuk merespon masalah-masalah yang ada di
  • 3. 3 wilayah perbatasan agar kebijakan yang diambil tidak salah yang justru dapat memunculkan masalah-masalah lain seperti hilangnya rasa nasionalisme yang dapat berujung pada ekspansi negara tetangga atau gerakan sparatisme. B. Rumusan Masalah Bagaimana perbandingan pengelolaan politik keamanan di daerah perbatasan dalam kasus Indonesia – Timor Leste dengan Indonesia (Batam) – Singapura? C. Konsep Politik Keamanan Konteks keamanan dapat dipahami sebagai cara atau kemampuan untuk mempertahankan diri (survival) dalam menghadapi ancaman yang nyata (existensial threat).1 Konsep terkait keamanan, dalam dekade terakhir ini, mengalami gesekan yang sangat kuat sehingga terjadi perubahan kondisi keamanan internasional yang mana muncul konsep-konsep baru dalam berbagai literatur mengenai keamanan. Selama ini, terkait kajian keamanan, orang hanya melihat keamanan dari segi pengendalian kapabilitas militer dalam menghadapi ancaman dari serangan negara lain sehingga, dengan konsep tersebut, isu yang berkembang hanya segelintir, terkait konflik antar negara dan perang bersenjata. Untuk kondisi saat sekarang ini, konsep awal tersebut mengalami perkembangan, dimana isu-isu yang ada merupakan isu yang sangat kompleks dan multidimensi, karena meliputi isu konvensional dan non-konvensional. Perubahan ini terjadi disebabkan oleh ancaman masa kini yang semakin rumit, misalnya isu yang berkembang terkait aspek politik, ekonomi, lingkungan serta hak asasi manusia. Dengan isu yang semakin beragam, muncullah pemikiran baru terkait keamanan politik di daerah perbatasan sehingga keamanan tidak hanya dalam aspek militer namun juga dalam masalah keamanan ekonomi, masalah keamanan sosial, keamanan lingkungan hidup, keamanan kesehatan maupun keamanan lainnya. Munculnya isu-isu baru ini mengakibatkan dampak yang cukup serius dalam hal instrumen keamanan sehingga negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam setiap penyeleseaian masalah melainkan terdapatnya aktor non-negara seperti individu dan lembaga swadaya masyarakat. Penjelasan terkait isu konvensional dan non-konvensional, ini sebenarnya terdapat perbedaan mendasar. Dalam konteksnya, konvensional diartikan State Security dalam artian negara sangat 1 Barry, Ole Weaver and Jaap de Wilde, Scurity : A new framework for Analysis, Colorado Lynne Rienner Publishers, Inc, 1998. Diambil dalam buku Ganewati wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)
  • 4. 4 berpengaruh terhadap keamanan. Menurut Michael Mann, unsur negara yang harus dilindungi terdiri dari empat hal penting2 , yaitu: 1. Ideologi, yaitu bagaimana mengupayakan perlindungan terhadap ideologi negara dari infiltrasi ideologi negara, 2. Ekonomi, yaitu bagaimana menjaga kelangsungan aktivitas ekonomi didalam wilayah suatu negara agar tidak terganggu oleh kekuatan-kekuatan (eksternal maupun internal yang nantinya bisa merusak perekonomian nasional, 3. Militer, yaitu bagaimana mempertahankan kedaulatan dan integritas negara dari berbagai ancaman, 4. Politik, yaitu bagaimana mempertahankan identitas politik dan kesatuan negara dari berbagai ancaman eksternal maupun internal. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa, pada dasarnya, keamanan adalah aspek yang menyangkut upaya untuk menjaga kekuatan negara yang terdiri keempat poin tersebut. Dengan demikian, ketika berbicara tentang konsep keamanan secara konvensional, maka keamanan yang dimaksud adalah keamanan bagi negara. Sedangkan keamanan non-konvensional mengacu pada ancaman yang mengganggu individu atau sekelompok masyarakat di wilayah tertentu sehingga bisa disebut sebagai human security. Menurut Xu Jian dalam bukunya yang berjudul “New Challenges, New approaches : Unconventinal Security and International Security Cooperation, menyebutkan bahwa keamanan dalam konteks konvensional cenderung melihat isu-isu yang sifatnya “high politics” seperti pertahanan keamanan, perselisihan wilayah, kedaulatan, postur militer negara. Sedangkan non-konvensional melihat isu yang bersifat “low politics” seperti, lingkungan, ekonomi, teroris, polusi, kejahatan lintas negara, kepadatan penduduk, AIDS dan sebagainya.3 Dengan penjelasan di atas, pandangan terhadap keamanan negara, untuk saat sekarang, sangat kompleks, sehingga yang dibutuhkan tidak hanya aktor dari negara, melainkan penduduk maupun swadaya masyarakat. 2 Ganewati wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar). hlm31 3 Ibid. Hlm 33
  • 5. 5 Perbedaan konsep keamanan konvensional dan non-konvensional4 : Konvensional Non-konvensional Isu Politik tingkat tinggi (High politics): pertahanan nasional, sengketa teritorial, antar negara postur militer. Masalah ini berkaitan dengan kelangsungan hidup nasional, negara atau rezim Politik tingkat rendah(Low Politics): keamanan ekonomi, aksi terorisme, eksploitasi popullation, perdagangan narkoba, kejahatan trans-nasional, AIDS. Masalah ini sering melampaui keprihatinan keamanan konvensional di masa lalu Aktor dan sumber Aktor dan sumber keduanya relatif jelas dalam arti bahwa mereka sering hasil dari konflik dalam kepentingan nasional dan perselisihan akibat antara negara atau pemerintah. Lebih rumit. Kebanyakan ancaman keamanan non- konvensional adalah hasil dari aktor- aktor non negara (individu, kelompok sosial) daripada hasil langsung dari tindakan negara-bangsa Management - Lebih sulit, mengambil proses yang panjang dan comprehendsiveness mengenai manajemen Sosialisasi, transnational, globalisasi. kurang jelas Lebih jelas. Dengan pembesaran area aksi kelompok-kelompok sosial tertentu, masalah keamanan non- konvensional banyak dengan mudah melampaui berbagai jenis keterbatasan politik, geografi dan budaya dan mulai tumpah dari satu negara atau wilayah lain, dengan hasil bahwa masalah- masalah individu tertentu negara berkembang menjadi isu global 4 Ibid. Hlm 34
  • 6. 6 Rezim Keamanan Perbatasan Bagaimana sebuah negara mengelola keamanan perbatasan pada dasarnya bergantung pada kondisi negara itu sendiri. Dilihat dari sudut pandang keamanan, terdapat dua sistem yang lazim diterapkan, yaitu hard border regime dan soft border regime. Hard border regime adalah dimana pengelolaan keamanan perbatasan menganut sistem yang sangat ketat dengan menempatkan pasukan bersenjata lengkap di setiap pos-pos perbatasan. Negara yang menganut sistem ini biasanya menutup rapat-rapat perbatasannya untuk mencegah keluar masuknya pelintas batas demi alasan keamanan nasional. Contohnya, Amerika Serikat yang menerapkan sistem ini pada perbatasan daratnya dengan Mexico dan perbatasan lautnya dengan Kuba. Contoh lain adalah Korea Utara yang menerapkan sistem ketat untuk mencegah warganya agar tidak bermigrasi ke Korea Selatan, yang notabene secara ekonomi lebih maju. Sistem yang kedua adalah soft border regime. Sistem ini pada dasarnya memberlakukan pengamanan perbatasan tidak terlalu ketat. Negara dengan sistem ini tidak terlalu membatasi pelintas batas negara. Mereka menganggap kelonggaran ini tidak mendatangkan ancaman bagi keamanan nasional. Negara yang menerapkan sistem ini biasanya negara-negara yang menggunakan prinsip hidup berdampingan secara damai, contohnya adalah Uni Eropa. Mereka tidak melakukan perbatasan ketat bagi penduduk sesama negara anggota kelompok ekonomi regional tersebut. Dalam hal keamanan, Jean March Blanchard menyatakan bahwa kondisi internal suatu negara ikut menentukan tata kelola keamanan perbatasan macam apa yang akan diterapkan, yaitu negara yang memiliki masalah internal seperti ketidakstabilan politik, krisis identitas nasional, ketidakmampuan dalam mengimplementasikan kebijakan, lemahnya kapasitas pertahanan dan keamanan, dan krisis legitimasi, yang kemudian oleh Blanchard disebut low state. Low state biasanya memprioritaskan diri dalam penanganan masalah internal daripada melibatkan diri dalam pengelolaan rezim keamanan perbatasan yang menuntut komitmen politik dan militer. Selain faktor keamanan, perbatasan juga mengandung “konteks lokal” yang meliputi aspek sosial, ekonomi, agama, linguistik, etnisitas, dan budaya masyarakat setempatnya. Seperti yang diungkapkan Brunet-Jailly bahwa perbatasan seharusnya tidak hanya dilihat dari perspektif keamanan tetapi juga aspek historis, etnis, dan kultural penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan. Mereka juga mengungkapkan bahwa dalam pengelolaan perbatasan perlu memberikan perhatian empat elemen keamanan perbatasan, yaitu, pertama, kekuatan pasar dan arus perdagangan. Negara yang mengutamakan ekonomi pasar bebas biasanya membuka perbatasan selonggar mungkin untuk mendukung kekuatan pasar dan mendorong arus perdagangan antarnegara. Meskipun demikian,
  • 7. 7 pengelolaan keamanan perbatasan tidak seharusnya didominasi oleh kepentingan untuk mengeksploitasi fungsi ekonomi perbatasan, tetapi perlu mempertimbangkan faktor lain seperti keamanan, migrasi penduduk, penyelundupan, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan lain sebagainya. Kedua, adalah kebijakan pemerintah negara-negara yang berbatasan langsung. Kebijakan pemerintah dibedakan berdasarkan tujuannya, tujuan umum dan spesifik. Kebijakan dengan tujuan umum dilakukan oleh lembaga-lembaga kementerian seperti kementerian pertahanan, kepolisian, kantor imigrasi dan kantor bea-cukai. Sedangkan kebijakan dengan tujuan spesifik biasanya dilakukan oleh unit khusus seperti patroli perbatasan, pos perbatasan, pengawas pantai, dan lain sebagainya. Ketiga, adalah pengaruh faktor politis masyarakat di wilayah perbatasan, yaitu melihat sejauh mana aktor-aktor lokal mempengaruhi penentuan tata kelola keamanan perbatasan antar negara. Dalam hal ini, “konteks lokal” sangat berperan. Tata kelola masyarakat harus mendengarkan aspirasi dari masyarakat setempat dan organisasi sosial kemasyarakatan yang ada. Hal tersebut bertujuan agar tata kelola perbatasan tidak merusak jaringan sosial yang sudah ada. Keempat, adalah budaya khas masyarakat di wilayah perbatasan. Elemen ini juga masih mengacu pada “konteks lokal”. Perlu diingat bahwa suatu garis perbatasan biasanya memotong secara acak kelompok linguistik, adat, keagamaan, latar belakang sosial ekonomi, identitas budaya, dan latar belakang historis. Dalam pengelolaan perbatasan perlu diperhatikan kepekaan terhadap rasa memiliki masyarakat yang dipisahkan oleh garis “politis” dan “geografis” tersebut. Selain teori di atas, penjelasan mengenai low state yang telah dijelaskan sebelumnya juga memberikan pengaruh yang besar. Negara-negara yang memiliki masalah internal yang dapat dikatakan cukup akut memiliki prioritas dalam pengelolaan perbatasan yaitu memaksimalkan keamanan dalam negeri, mengurangi “pengaruh-pengaruh buruk” dari luar, mencegah warga melarikan diri ke luar negeri. Serta mengoptimalkan perbatasan untuk melindungi pembangunan negara. Dalam hal ini, Timor Leste merupakan negara yang tergolong ke dalam low state. Oleh karena itu, negara ini cenderung mengembangkan pendekatan hard border security. Bagi Indonesia, yang notabene memiliki tingkat kenegaraan yang lebih tinggi dibanding Timor Leste atau dapat dikatakan tidak terlalu rentan terhadap ancaman keamanan eksternal, pilihan yang terbaik adalah mengkombinasikan antara soft border security dengan hard border security. Dua model pendekatan pengelolaan perbatasan tersebut dapat diklasifikasian sebagai berikut. Model pertama, hard border security dimana biasanya dilakukan oleh negara-negara dalam kategori low states. Pengelolaan keamanan dilakukan oleh lembaga tinggi negara (terutama yang bertanggung jawab pada keamanan dan pertahanan). Pendekatannya adalah militer-strategis-politis dimana memberikan pertimbangan
  • 8. 8 pada faktor keamanan dalam negeri, penjagaan identitas nasional, dan pembangunan dalam negeri. Tujuannya adalah tujuan secara umum yaitu menjaga keamanan dalam negeri. Partisipasi masyarakatnya cenderung tidak ada atau diabaikan. Asumsi dasarnya adalah tingginya ancaman eksternal sehingga membutuhkan pengawasan perbatasan ekstra ketat. Soft border security, aktor utamanya adalah strong states (negara yang memiliki tingkat kenegaraan relatif tinggi). Pengelolaannya dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara baik dari level tinggi, menengah, maupun rendah. Model ini menggunakan pendekatan sosial-ekonomi-budaya sehingga cenderung membuka keleluasaan dalam pertukaran barang, jasa, maupun pergerakan penduduknya. Tujuannya adalah tujuan yang mengkombinasikan tujuan umum (yang dilakukan oleh lembaga negara tingkat tinggi) dan tujuan spesifik (yang dilakukan lembaga provinsi, kabupaten, hingga kecamatan). Masyarakat lokal dilibatkan secara partisipatoris. Cenderung bersifat terbuka karena asumsi terhadap ancaman eksternal relatif rendah. Cyber Politics Selain itu, kita juga perlu memperhatikan adanya cyber politics pada era sekarang ini. Kemajuan teknologi membawa kepada kemudahan dalam berkomunikasi. Termasuk berkomunikasi dalam urusan politik keamanan perbatasan. Ketika membahas perihal politik keamanan perbatasan, tidak hanya melibatkan antara negara yang berbatasan langsung atau bertetangga. Era cyber politics inilah yang membuat masalah politik keamanan perbatasan memiliki cakupan yang luas. Seperti kemungkinan adanya pembajakan terhadap negara yang letaknya berjauhan, pembajakan melalui cyber politics inilah yang membuat keamanan perbatasan harus diperhatikan secara menyeluruh (tidak hanya terhadap negara yang berbatasan langsung). Contoh lainnya seperti nuclear technology yang dimiliki oleh Jepang. Tenaga nuklir yang sangat dikuasi Jepang ini tidak hanya mendatangkan dampak positif tetapi juga dampak negatif bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia sendiri. Maka perlu adanya pembatasan negara atau keamanan yang menjamin suatu negara tidak terkena dampak nuklir ini. Pembajakan melalui cyber politics dan efek nuklir adalah bebarapa contoh yang menggambarkan bahwa politik keamanan perbatasan tidak selalu mengenai humanisme dan pencegahan kriminalitas secara langsung, tetapi juga melalui hal-hal yang tak terlihat secara kasat mata. Sehingga hal ini perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam suatu negara.
  • 9. 9 D. Analisis Kasus Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Badan yang berhubungan langsung dan ditugaskan penuh oleh pemerintah guna fokus mengkaji wilayah perbatasan adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Secara umum, BNPP bertugas menangani/mengelola batas wilayah dan mendorong kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan. Tugas ini termasuk dalam bagian intergral manajemen negara. Berawal dari UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk membuat Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah, maka terbitlah Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). BNPP menciptakan kebijakan dan program yang digunakan sebagai senjata untuk memperbaiki kelemahan dan keterbatasan yang telah ada selama ini. Anggota BNPP terdiri dari 18 kementerian/lembaga non- pemerintah serta 12 gubernur di wilayah perbatasan. Ruang lingkup tugas utama BNPP terdapat dalam UU No. 43 Tahun 2008 Pasal 15 dan Pepres No. 12 Tahun 2010 Pasal 3, antara lain:  Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan  Menetapkan rencana kebutuhan anggaran  Mengkoordinasikan pelaksanaan  Melaksanakan evaluasi dan pelaksanaan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Pada tahun 2015 ini BNPP memiliki 187 kecamatan sasaran dengan catatan sebanyak 50 di antaranya menjadi lokasi prioritas (lokpri) program percepatan pembangunan. Pertimbangannya seperti di atas tadi yakni perbatasan membutuhkan perhatian khusus/lebih daripada wilayah lainnya. Perubahan secara total wajah wilayah perbatasan tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga tingkat pembangunan kesejahteraan masyarakat, pengamanan, peningkatan sumberdaya manusia dan infrastrukturnya. Dalam rangka mewujudkan target sasaran 50 lokpri ini, Menko polhukam, TNI, serta Kepolisian juga ditunjuk untuk membangun dermaga, mercusuar, asrama, dan kerjasama dengan kementrian yang terkait dengan kawasan perbatasan negara. Pada akhirnya pembangunan wilayah perbatasan ini akan membuka keterisolasian, meningkatkan pelayanan kegiatan sosial ekonomi budaya, serta penguatan dan pertahanan masyarakat kawasan perbatasan.
  • 10. 10 Keamanan di Perbatasan Indonesia – Timor Leste Pada dasarnya, permasalahan mengenai perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste telah berlangsung sejak lama sebelum kedua negara berdiri dan merdeka, yaitu ketika masa penjajahan. Saat itu, Portugis merupakan negara pertama yang mendarat di Pulau Timor dengan tujuan untuk berburu rempah-rempah, terutama kayu cendana. Selang beberapa tahun kemudian, Belanda juga singgah di Pulau Timor untuk juga ikut mencari kayu cendana. Perebutan wilayah kekuasaan antar kedua belah pihak pun tidak terelakkan dan terus berlangsung hingga tahun 1755. Pada tahun tersebut, baik Portugis maupun Belanda sepakat untuk membagi Pulau Timor menjadi dua yaitu Timor bagian barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda, sedangkan Portugis menguasai Timor bagian Timur yang terpusat di Dili yang ditandai dalam Kontrak atau Perjanjian Paravicini (Wuryandari, 2009). Meskipun telah ada kesepakatan mengenai pembagian wilayah di Pulau Timor, perselisihan antara Belanda dan Portugis tetap saja terjadi selama beberapa tahun kemudian karena pada Perjanjian Paravicini hanya mengatur tentang pembagian wilayah saja tanpa ada pembahasan mengenai batas-batas wilayah. Hingga beberapa tahun setelah itu, kedua negara, beberapa kali, mengadakan pertemuan untuk membahas mengenai batas wilayah seperti konvensi di Lisbon pada tahun 1893, konvensi di Den Haag tahun 1904 serta tahun 1914 di Den Haag melalui Peradilan Arbitrase Internasional (Wuryandari, 2009). Perselisihan antara Belanda dan Portugis, mengenai batas wilayah, baru berakhir ketika Indonesia sudah merdeka dan para penjajah angkat kaki dari Indonesia, terlebih lagi ketika Timor Timur menjadi bagian dari provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak saat itu pula, masyarakat Timor, yang tadinya terbelah antara barat dan timur, menjadi lebih leluasa dalam menjalankan aktifitasnya tanpa harus mempedulikan wilayah mereka berada. Permasalahan batas wilayah di Pulau Timor kembali menjadi isu yang hangat untuk diperbincangkan ketika pada awal tahun 2000-an sebagian besar masyarakat Timor Timur mengadakan referendum dan memutuskan untuk keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memilih mendirikan negara sendiri yaitu Timor Leste. Wilayah perbatasan antar negara menjadi sangat penting karena sering kali dianggap sebagai beranda depan atau pintu masuk dari suatu negara. Selain itu, wilayah perbatasan juga memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi pertahanan-keamanan yang merupakan simbol kedaulatan sebuah negara dalam artian untuk memberikan kejelasan hukum suatu negara mengingat wilayah perbatasan merupakan perlintasan antar-negara baik individu maupun barang dan jasa, serta fungsi kesejahteraan dan lingkungan, yaitu dengan adanya batas negara yang jelas maka diharapkan aktifitas masyarakat dan perekonomian
  • 11. 11 dapat berlangsung secara legal dan kerjasama antar pemerintah menjadi jelas (Wuryandari, 2009). Namun sayangnya, wilayah perbatasan, yang katanya, adalah beranda depan sebuah negara justru menjadi salah satu wilayah yang tertinggal. Kebutuhan layanan dasar masyarakat sulit terpenuhi, harga kebutuhan pokok yang terlampau mahal, minimnya sarana prasarana infrastuktur merupakan gambaran yang ada di wilayah perbatasan. Dalam kasus wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, kami berusaha untuk memetakan ke dalam dua ancaman yang biasanya sering terjadi. Ancaman tersebut dapat berupa ancaman konvensional dan ancaman non-konvensional. Ancaman konvensional merupakan ancaman yang menyangkut tentang wilayah, ideologi, kedaulatan, serta identitas suatu negara. Jika dilihat dari pengertian diatas, ancaman yang timbul di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste adalah garis demarkasi atau garis batas darat antar kedua negara yang belum jelas, pengaturan rezim yang berkuasa atas keamanan perbatasan, konflik internal di Timor Leste, keberadaan gengster di Timor Leste, keberadaan eks-pengungsi atau eks-milisi, serta kehadiran pasukan asing (Wuryandari, 2009). Kejelasan akan garis demarkasi menjadi hal yang sangat penting karena selain untuk mempertegas batas wilayah kedua negara juga untuk memudahkan kontrol aparat keamanan terhadap aktifitas ekonomi, lalu lalang barang dan jasa serta masyarakat di sekitar daerah perbatasan. Jika keberadaan garis demarkasi tidak diperjelas, dikhawatirkan, akan menimbulkan klaim wilayah atas sebuah negara, masuknya kelompok radikal ke sebuah negara serta adanya aktifitas ilegal antar negara, seperti penyelundupan barang. Oleh karena itu, agar hal tersebut tidak terjadi di pintu perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste didirikan dua jenis pos pengamanan yaitu Tempat Pengelolaan Imigrasi atau pos imigrasi dan pos perbatasan (Wuryandari, 2009). Tempat pengelolaan imigrasi ini dijaga oleh petugas dari TNI/POLRI, imigrasi, bea-cukai dan karantina. Pos ini berfungsi sebagai pintu keluar masuk barang dan jasa, serta lalu lalang masyarakat antar kedua negara, sedangkan pos perbatasaan dijaga oleh aparat dari TNI/POLRI yang berfungsi untuk menjaga daerah perbatasan dari aktifitas ilegal dan menjaga keamanan masyarakat di perbatasan Indonesia dan Timor Leste (Wuryandari, 2009). Selanjutnya, pengaturan rezim yang berkuasa dapat menjadi ancaman bagi wilayah perbatasan karena menyangkut sikap atau cara pandang sebuah negara terhadap negara tetangga atau yang langsung berbatasan dengan wilayahnya. Apabila suatu negara menganggap negara tetangganya berpotensi menimbulkan gangguan dalam negeri, tentunya negara tersebut akan memberlakukan peraturan yang ketat di perlintasan perbatasan. Begitu juga sebaliknya, apabila negara tetangga dianggap tidak menimbulkan bahaya dalam negeri, pengamanan di perbatasan tentunya tidak terlalu ketat. Dalam kasus perbatasan negara Indonesia dengan Timor Leste, kedua negara mengambil langkah tengah yaitu tidak terlalu ketat pengawasannya tetapi tetap waspada.
  • 12. 12 Kondisi keamanan dalam negeri Timor Leste juga dapat menjadi ancaman. Apabila konflik tersebut tidak segara diatasi oleh pemerintah Timor Leste, dikhawatirkan, konflik tersebut bakal meluas hingga melibatkan masyarakat kedua negara serta mengganggu keamanan di wilayah perbatasan. Keberadaan eks-pengungsi atau milisi yang pro-Indonesia juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Jika terjadi kecemburuan sosial dan ketimpangan ekonomi antara penduduk asli dan eks-pengungsi, akan menimbulkan konflik atau gesekan di masyarakat. Konflik sosial tersebut muncul karena penduduk asli jelas telah memiliki penghasilan yang jelas, sedangkan warga eks-pengungsi masih menggantungkan diri pada penduduk asli maupun pemerintah Indonesia. Keberadaan gengster di Timor Leste juga dapat menjadi ancaman di wilayah perbatasan karena kelompok tersebut bisa saja berubah menjadi gerakan radikal yang mencoba memanfaatkan segala keterbatasan yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah perbatasan untuk melakukan perlawanan terhadap negara. Kehadiran negara asing jelas menjadi ancaman bagi kedaulatan kedua negara karena dikhawatirkan akan mengintervensi kesepakatan yang terjalin antara Indonesia dan Timor Leste. Ancaman non-konvensional adalah ancaman yang lebih fokus pada kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat, lingkungan masyarakat di wilayah perbatasan kedua negara. Pendekatan non- konvensional memposisikan warga negara sebagai subyek dalam permasalahan keamanan di perbatasan (Wuryandari, 2009). Potensi yang muncul dalam ancaman non-konvensional di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste berupa penanganan eks-pengungsi Timor Timor dan kegiatan ekonomi ilegal yang terjadi di wilayah perbatasan (Wuryandari, 2009). Sepintas kedua hal tersebut sama dengan ancaman konvensional yang telah dijelaskan di atas. Hal yang membedakan keduanya adalah, dalam ancaman konvensional, masyarakat menjadi obyek yang harus dilindungi dari ancaman tetapi dalam ancaman non-konvensional masyarakat diposisikan sebagai pelaku. Sementara itu, menurut pendapat dari tokoh masyarakat Kabupaten Belu, penyebab permasalahan yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste adalah masalah sosial budaya dan sejarah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, kesiapan mental masyarakat Indonesia dan Timor Leste, penerapan Pas Lintas Batas atau PLB bagi penduduk lokal dan yang pembagian kekuasaan mengenai siapa yang berhak mengelola wilayah perbatasan antara TNI, POLRI, balai karantina, bea-cukai, dan imigrasi (Wuryandari, 2009). Jika dilihat dari sejarahnya masyarakat di kedua negara, pada awalnya, merupakan satu suku, agama, adat dan bahkan saling memiliki hubungan kekerabatan yang harus terpisah sebagai akibat dari adanya referendum di awal tahun 2000-an. Mereka tidak terlalu menginginkan penggunaan dokumen atau persyaratan yang terlalu ketat untuk keluar masuk, seperti yang terjadi di wilayah Amfoang – Kupang maupun Oecussi – Timor Leste, dimana untuk keluar masuk wilayah kedua negara masyarakat sekitar hanya
  • 13. 13 menggunakan surat keterangan dari kepala desa atau pemerintah setempat untuk diserahkan ke petugas pos perbatasan tanpa harus menggunakan paspor (Wuryandari, 2009). Disamping itu, masyarakat juga tidak terlalu membutuhkan personil aparat keamanan dalam jumlah yang banyak dan pengamanan secara ketat karena dapat menimbulkan persepsi bahwa daerah tersebut rawan dan tidak aman. Ancaman berikutnya datang akibat dari ketertinggalan, ketimpangan, dan kesenjangan perekonomian serta buruknya infrastuktur di wilayah perbatasan menyebabkan munculnya jalur-jalur perdagangan ilegal di sepanjang garis perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Meskipun telah terdapat pos pengamanan perbatasan, masyarakat di kedua negara tetap saja berusaha mencari jalan tikus untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kasus yang sering terjadi adalah penyelundupan bahan pokok dari Indonesia ke Timor Leste dengan cara penduduk Timor Leste menghubungi kerabat, teman, saudara mereka yang berada di wilayah Indonesia untuk mencarikan bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan di Timor Leste. Hal itu dilakukan untuk menghindari pemeriksaan ketat di wilayah perbatasan dan juga untuk menghindari pengenaan biaya keluar masuk barang di pos perbatasan yang menyebabkan harga bahan pokok menjadi lebih mahal. Di sinilah yang menjadi dilema, dimana masyarakat menginginkan jumlah personil keamanan yang sedikit dan tidak terlalu ketat tetapi disisi lain negara juga ingin memastikan tidak ada pelanggaran hukum di antara kedua negara yang berpotensi mengganggu kedaulatan sebuah negara. Wilayah perbatasan di wilayah Indonesia memang sering kali dianggap sebagai “halaman belakang” yang tidak perlu di urus dan perhatikan. Hal ini terlihat dari buruknya infrastruktur yang tersedia, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tidak memadai, keterbelakangan, minimnya akses terhadap layanan dasar dan kebutuhan pokok serta tingginya harga-harga kebutuhan pokok. Kondisi semacam itu juga berlaku untuk wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Meskipun tingkat perekonomian Indonesia bisa dikatakan lebih baik daripada Timor Lester, Pemerintah dalam negeri Timor Leste sangat serius memperhatikan kondisi wilayah perbatasan mereka baik dari segi infrastruktur maupun sarana prasarana pendukung lainnya. Oleh karena itu, saat ini, Pemerintah mencoba menghapus pandangan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang salah satunya adalah dengan cara membangun infrastruktur jalan. Berdasarkan data yang diperoleh dari laman web Badan Nasional Pengelola Perbatasan atau BNPP, Pemerintahan Presiden Jokowi menggelontorkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembangunan dan perbaikan jalan di wilayah perbatasan baik di Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua (bnpp.go.id). Selain itu, BNPP selaku institusi yang berwenang untuk mengurusi wilayah perbatasan juga akan meningkatkan perekonomian di wilayah perbatasan Indonesia dengan cara mengembangkan sistem koperasi di pelosok-pelosok desa (bnpp.go.id). Disamping itu, BNPP juga telah membuat lokasi prioritas di wilayah yang langsung
  • 14. 14 berbatasan dengan Timor Leste seperti di Kabupaten Belu, Kabupaten Rote Ndao, dan Kabupaten Alor (bnpp.go.id). Dengan adanya pembuatan lokasi prioritas di wilayah perbatasan, permasalahan yang ada di wilayah tersebut segara diatasi seperti menutup jalur-jalur tikus, memperbaiki sarana prasana pos perbatasan, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perbatasan. Politik Keamanan Perbatasan: Indonesia (Batam) – Singapura (Otorita Batam: Kawasan Ekonomi Khusus dan Zona Perdagangan Bebas) Batam, menjadi salah satu konsen Pemerintah guna mengelola daerah perbatasan yang sangat strategis. Pemerintah dalam mengelola Batam menempatkan Batam sebagai beranda depan dalam politik keamanan perbatasan. Sifat batam yang sangat strategis, yang berada pada jalur tesibuk di Asia Tenggara inilah yang kemudian pemerintah memiliki konsen yang sangat tinggi. Pengelolaan sebagai beranda depan yang sejatinya harus ditata semenarik mungkin agar banyak orang bertandang ke Indonesia. Batam yang dikelola dengan logika beranda depan Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru bahkan sampai sekarang. Dalam dalam rencana induk tahun 2011-2014 Badan Nasioanal Pengelolaan Daerah Batam ditempatkan sebagai lokasi perbatasan yang diprioritaskan untuk dibenahi arah pmbangunan perbatasannya. Wilayah tersebut antara lain Belakang Padang, Bulang dan Batam.5 Adanya mekanismeeini semakin mengaskan bahwa Batam adalah daerah yang di perhitungkan dalam beranda depan di Indonesia. Pengelolaan daerah perbatasan ini adalah dengan menggunakan skema kebijakan ekonomi. Semenjak tahun 70-an Batam menjadi pulau primadona bagi Indonesia untuk menyaingi Singapura, pun sampai hari ini masih tetap sama. Skema kebijakan ekonomi dianggap pemerintah akan mampu menyelesaikan masalah kesejahteraan bagi Batam khususnya. Namun, tidak hanya Batam, yang akan terkena dampak positif dari kebijakan ekonomi melainkan juga Negara Indonesia umumnya, mengingat posisi strategis Batam. Namun, pengelolaan perbatasan yang ekonomi sentris ini juga masih menyimpan berbagai masalah. 5 http://bnpp.go.id/index.php/k-perbatasan diakss paa tanggal 31 Maret 2015 Pukul 22:07.
  • 15. 15 Kondisi Geografis Posisi Batam secara geografis sangat strategis karena adanya jalur pelayaran internasional melewati wilayah ini. Batam juga hanya berjarak kurang dari 12,5 mil (±20 km) dari Singapura. Wilayah ini berbatasan dengan Malaysia dan Singapura disebelah utara, kecamatan Moro di sebelah selatan, kecamatan Karimun dan laut internasional di sebelah barat, kecamatan Bintan Utara dan Bintan Selatan6 . Batam memiliki 8 kecamatan dan 51 kelurahan serta memiliki wilayah sebesar 1.648,2 km2 namun hanya 600 km2 yang berupa wilayah daratan. Pulau-pulau yang masuk dalam wilayah Batam adalah 186 buah pulau dan hanya 80 pulau yang berpenghuni. Kondisi Sosial Masalah garis wilayah perbatasan yang kerap muncul antara Indonesia dengan negara tetangga memang (masih) belum selesai ditangani oleh pemerintah masing-masing. Hal ini disebabkan oleh begitu kompleksnya permasalahan. Permasalahan perbatasan cenderung bersifat multidimensi, tidak hanya menyangkut perbatasan secara politik antarnegara tetapi juga terkait dengan persoalan budaya dan sosial warga yang menetap di wilayah perbatasan. Konteks budaya dan sosial yang mirip atau serumpun tersebut tentu akan sulit dipisahkan oleh keputusan politik masing- masing negara. Masalah perbatasan secara politik dan budaya ini pula dapat dirasakan di Batam, Indonesia, yang berbatasan dengan Singapura. Kawasan Singapura dan Kepulauan Riau khususnya Batam terletak pada wilayah strategis di jalur perdagangan Selat Malaka yang secara sosial historis merupakan bagian dari sejarah panjang Melayu7 . Hingga kini pun kedua wilayah tersebut masih 6 Profil Kota Batam (diakses dari http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89 tanggal 8 Maret 2014) 7 Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda, Depok: Gramata Publishing, hal. 123
  • 16. 16 dirasa penting bagi jalur perdagangan dunia. Dilihat dari sejarahnya, pada tahun 60-an orang Melayu Batam dapat leluasa berdagang hingga Singapura8 . Ikatan primordial seperti kesamaan suku yaitu suku Melayu membuat orang Melayu Batam lebih senang berdagang di Singapura atau Malaysia karena dikedua tempat itu menetap banyak penduduk yang berasal dari suku Melayu. Hingga saat ini di Singapura, orang Melayu banyak ditemui tinggal di daerah Geylang atau Jurong. Meskipun, wilayah yang serumpun tersebut kini terpisah menjadi tiga negara yakni Singapura, Indonesia dan Malaysia. Walaupun secara politis terpisah, warga Singapura dan Indonesia di Batam masih memiliki sisi emosional yang erat akibat warisan masa lalu. Selain kedekatan emosional karena kesamaan rumpun, mengingat bahwa sejak zaman kemerdekaan hingga awal Orde Baru, wilayah ini tidak memperoleh porsi pembangunan yang memadai. Sebelum tahun 1973, wilayah Batam saat itu masih jauh dari jangkauan pembangunan. Akibatnya, orientasi warga yang tinggal diwilayah ini mengarah pada Singapura. Tidak dapat dipungkiri lagi, baik secara geografis, historis, kultural Batam memang lebih dekat dengan Negeri Singa tersebut. Strategi Politik Keamanan Perbatasan: Batam A. Orde Baru dan Otorita Batam Sebagai garis depan perbatasan dengan Singapura, pulau-pulau dalam kesatuan administratif Batam mengalami kenaikan nilai strategis dari pulau-pulau kosong yang tidak berpotensi menjadi suatu daerah yang wajib dipertahankan dan dipertegas keabsahan kepemilikannya. Hal ini sudah disadari oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1970-an ketika Menristek B.J.Habibie berhasil meyakinkan Presiden Soeharto untuk memberikan perhatian pada pulau terluar seperti Batam dan Bintan dengan segera menyusun rencana jangka panjang bagi pembangunan dan pengembangan pulau-pulau tersebut9 . Selanjutnya keluarlah Keppres nomor 41/1973 yang menetapkan Batam menjadi daerah pengembangan industri di bawah Otorita Daerah Industri Batam (Otorita Batam). Tugas yang diemban Otorita Batam antara lain mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri dan kegiatan alih kapal, merencanakan kebutuhan prasarana dan pengusahaan instalasi dan fasilitas lain, menampung, meneliti permohonan izin usaha dan menjamin kelancaran dan ketertiban tata cara pengurusan izin dalam mendorong arus investasi asing di Batam.Pada masa penugasan Otorita Batam tahun 1979, disusunlah sebuah master plan oleh 8 Ibid., hal. 124 9 BP Batam (2008) Sejarah BP Batam (Diakses dari http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp tanggal 8 Maret 2014)
  • 17. 17 Departemen Pekerjaan Umum yang menetapkan empat fungsi utama pulau Batam yakni sebagai kawasan industri, free trade zone, alih kapal, dan pariwisata10 . Di bawah badan tersebut, wilayah Batam terus berkembang. Pada tahun 1977 atau empat tahun setelah dibentuknya Otorita Batam, Batam saat itu telah berhasil menarik investasi dari investor asing sebesar 2.145juta dollar AS11 .Puncaknya, pada tahun 1980-an perusahaan perwakilan di Batam yang saat itu berjumlah 564 perusahaan bertambah menjadi 2.043 perusahaan internasional yang mendirikan kantor perwakilannya12 . Dalam perjalanannya,Letak Batam yang strategis berada di jalur perdagangan dunia tersebut mendorong pemerintah untuk memfungsikan Batam sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)13 . Batam juga sempat diproyeksikan sebagai daerah perbatasan yang dirancang untuk menyaingi Singapura dalam hal pendirian pelabuhan besar dan pengemasan peti kemas. Hal tersebut mengingat sebanyaj 50.000 kapal-kapal container melintasi Selat Malaka setiap tahunnya dan kapal yang melinat tersebut mengangkut seperempat perdagangan laut dunia. B. Era Reformasi: Kebijakan Special Economic Zone dan Free Trade Zone Pada era reformasi pemerintah pusat memperlakukan Batam secara spesial. Posisi strategis Batam dalam bidang ekonomi perdagangan membuat pemerintah perlu mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatur Batam. Sejak era Orde Baru pun Batam memang didesain untuk menandingi Singapura, sehingga dari dahulu hingga sekarang Batam memerlukan treatment khusus. Sejak Reformasi setidaknya terdapat dua aturan/kebijakan yang menetapkan Batam sebagai kawasan konomi khusus dan sebagai zona perdagangan bebas.Tujuan diberlakukannya KEK adalah sebagai sistem ekonomi yang memiliki keberpihakan kepada masyarakat kecil melalui kesejahteraan ekonomi,sehingga bukan hanya keijakan yang itelurkan hanya untuk kepentingan politis saja. Kepentingan ekonomi yang terermin adalah dengan melalui peningkatan investasi penyerapan tenaga kerja, penerimaan devisa melalui skema ekspor,meningkatkan keunggulan kompetitf produksi ekspor, mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui transfer teknologi14 . 10 Batam Sejak 1968 Hingga Era Otonomi Daerah, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2014) (Diakses dari http://www.pu.go.id/isustrategis/view/6 tanggal 8 Maret 2015) 11 Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda, Depok: Gramata Publishing, hal. 104 12 Ibid 13 BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011- 2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015) 14 Apriliyanti, Romayanti. Jurnal Fisip Vol.2 No. 1 Februari 2015. Upaya Diplomasi Indonesia Pada Peningkatan Investasi Asing di Kota Batam.
  • 18. 18 Sejak diterbitkannya Perppu No. 1 Tahun 2007 yang dilanjutkan dengan UU No. 44 Tahun 2007 tentang FTZ, maka ditegaskan dalam salah satu pasalnya bahwa pengelolaan kawasan bebas akan menjadi tanggung jawab sebuah lembaga bernama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas.Sejalan dengan diterbitkannya PP No. 46/2007 tentang FTZ (Free Trade Zone) Batam, maka otomatis lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan ini adalah Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Batam. Hal tersebut menyatakan bahwa Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam. Undang-undang No. 44 Tahun 2007 tentang FTZ adalah salah satu bentuk legitimasi bagi pulau Batam untuk melanjutkan sebagai daerah industri yang berstandar internasional. Batam oleh pemerintah Indonesia dijadikan batu loncatan untuk dapat bermain dalam kancah perdagangan internasional. Arus gobalisasi yang semakin kuat memaksa indonesia untuk merawat Batam. Lokasi perdagangan yang strategis membuat Batam sebagai pintu untuk mengekspor utamanya dengan momentum pasar bebas. Analisa Politik Keamanan Perbatasan Batam Indikator Pendekatan Aktor Utama Lembaga pelaksana Pendekatan Tujuan Keterlibatan masyarakat Hakikat ancaman Hard Border Security Low state Lembaga tinggi negara Militer- strategis- politis Dominasi tujuan umum Non- partisipatif Tingkat ancaman eksternal tinggi Soft Border Security Strong state Aktor negara dan non-negara Sosial- ekonomi- budaya Kombinasi umum dan spesifik partisipatif Tingkat ancaman eksternal rendah Jika dikerangkai dalam konsep border governance “hard-soft” Batam dalam prakteknya cenderung dikelola dengan soft border. Kecenderungan dapat dilihat dari politik keamanan perbatasannya yang lebih mengggunakan pendekatan aspek ekonomi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan seperti penetapan Batam sebagai kawasan ekonomi khusus dan Batam Free Trade Zone. Melihat dari indikator tujuan umum dan spesifik, keumumannya dapat dilihat dari tujuan pengamanan ekonomi nasional melalui Batam. Sedangkan tujuan spesifik yang dilakukan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kebijakan KEK dan FTZ.
  • 19. 19 Namun indikator yang tersedia dalam soft border tidak sepenuhnya kompatibel pada kasus Batam. Ada beberapa kondisi yang menjadikan Batam juga berkecenderungan dikelola secara Hard Border. Kondisi itu dilihat dari segi aktor, Indonesia dibandingkan dengan Singapura memiliki posisi dibawah dalam segi ekonomi. Kemudian pemberlakuan FTZ juga berimplikasi pada semakin melemahnya aturan hukum yang dimiliki oleh Indonesia. Indikator hakikat ancaman, Batam memiliki tingkat ancaman yang tinggi. Tingginya ancaman ini disebabkan karena interaksi perdagangan bebas mengingat kapabilitas ekonomi Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Indikator keterlibatan, masyarakat lokal tidak terlalu di ikutkan dalam kebijakan ekonomi yang cenderung sentralistis. Pemerintah pusat cenderung mengambil banyak porsi untuk menentukan pengelolaan Batam sejak jaman orde baru melalui (Otorita Batam, KEK, dan FTZ). Sehingga tidak bisa dikotomikan secara jelas antara hard border dengan soft border. Logika pengelolaan Batam awalnya memang menitikberatkan pada soft border, namun dalam perjalanannya ternyata soft border saja tidak cukup untuk mengelola perbatasan. Pemerintah yang terlalu konsen dengan kebijakan ekonomi yang menjadikan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Perdagangan bebas. Namun sebenarnya Batam masih menyimpan masalah-masalah perbatasan yang mungkin dapat digolongkan dalam ranah konvensional dan non konvensional tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi semata. Tantangan Pengelolaan Perbatasan Indonesia (Batam) dengan Singapura 1. Tantangan Keamanan Konvensional a. Perubahan pandangan dan pengaturan wilayah perairan internasional oleh badan dunia Dalam pergaulan global, dalam beberapa kasus terjadi perubahan-perubahan indikator dalam penentuan batas negara terutama penentuan batas perairan. Hal tersebut terjadi karena perairan adalah daerah yang sering berubah secara geografis seperti perubahan kedalaman laut yang bisa mengakibatkan pergeseran batas negara15 . Maka, jika terjadi perubahan semacam itu Indonesia dan Singapura perlu menafsirkan ulang batas perairan. b. Perbatasan perairan yang kabur dan hanya fokus pada perbatasan yang diukur dari darat Permasalahan ini muncul sebagai akibat dari kurangnya perhatian Belanda pada perbatasan laut antara negara kolonialnya dengan Singapura yang saat itu dimiliki Inggris ketika era kolonial. Hal tersebutlah yang meninggalkan lubang persoalan ketika negara kolonial tersebut merdeka16 . Warisan permasalahan tersebut juga makin diperparah dengan sifat perbatasan perairan yang luas dan kabur antara Indonesia dan Singapura. Hak kedaulatan kedua negara tersebut kemudian lebih 15 Op-cit, hal. 131 16 Ibid, hal. viii
  • 20. 20 banyak ditentukan dari darat khususnya dari garis pantai17 . Penentuan tersebut juga memiliki kelemahan karena perbedaan dalam standar pengukuran dan perubahan garis pantai akibat abrasi kemudian masih menyisakan setumpuk pekerjaan rumah bagi pengelolaan perbatasan Indonesia (Batam) dengan Singapura. c. Singapura melakukan perluasan wilayah Singapura mengalami tuntutan perluasan wilayah darat akibat dari pertumbuhan penduduk dan semakin kompleksnya aktivitas perekonomian milik Singapura. Lahan Singapura yang tidak dapat dilakukan perluasan alami dan juga menghadapi pengurangan lahan akibat abrasi laut dibeberapa bagian pantainya mendorong Singapura untuk memperluas wilayah dengan teknologi buatan. Kemudian, Singapura mengambil langkah untuk mengimpor pasir dari pulau Nipah, pulau milik Indonesia. Selain mengimpor dari Pulau Nipah, Singapura juga melakukan pengerukan terus-menerus disekitar Selat Malaka. Hal itu mengancam keberadaan beberapa pulau terluar Indonesia karena pulau tersebut terancam tenggelam akibat abrasi. Tindakan tersebut membuat Singapura berhasil menambah luas negaranya sebanyak 12 kilometer18 . Masalah ini tidak hanya menimbulkan persoalan legitimasi tetapi juga mengubah garis batas yang sebelumnya telah disepakati. Bila terus dibiarkan maka batas laut Indonesia akan terus mengecil sedangakan Singapura dengan reklamasi pantainya meluas. 2. Tantangan Keamanan Non-Konvensional (Social Security) a. Tumbuhnya lalu lintas kegiatan ilegal Sebagai wilayah terdepan bangsa Indonesia terhadap Singapura baik aspek budaya, ekonomi, maupun pertahanan dan juga berada dalam salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, menjadikan Batam rawan pada kejahatan transnasional. Illegal fishing, penambangan pasir, kedatangan pekerja seks komersial asing, perjudian, perdagangan dan transaksi narkoba, penyelundupan barang dan orang pelintas batas secara illegal (tanpa dokumen terkait) merupakan persoalan aktual yang kini dihadapi masyarakat Batam. Batam juga sering dikunjungi oleh warga Singapura pada akhir pekan. Bagi mereka Batam identik dengan kebebasan karena mereka jarang berhadapan dengan aparat penegak hukum19 . b. Meningkatnya jumlah pendatang yang baik legal maupun illegal 17 Ibid, hal 130 18 Mustafa Abubakar (2006), Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan dan Sebatik (Penerbit Buku Kompas: Jakarta) hal. 79 19 Ibid, hal. 122
  • 21. 21 Dalam pengembangan wilayah Batam menjadi wilayah otorita tersendiri ketika Orde Baru hingga tahun 2007, Batam memang berwenang mengatur tata ruang wilayahnya sendiri. Namun, kewenangan tersebut mendorong pertumbuhan penduduk yang sebagaian besar illegal. Dari laporan BNPP tahun 2011, selain melakukan illegal fishing nelayan-nelayan asing juga menimbulkan masalah sosial. Nelayan asing tersebut juga melanggar undang-undang keimigrasian dengan tinggal di Batam tanpa dokumen pendukung dan melakukan pernikahan dengan penduduk setempat20 . Sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki banyak kawasan industri, membuat Batam didatangi oleh banyak pencari kerja. Ambil contoh, Batamindo yaitu industri yang bergarak di bidang elektronika ini mampu menyerap 120ribu tenaga kerja yang menurut Dinas Tenaga Kerja Batam hampir separuh karyawan adalah pendatang21 . Hal tersebut makin menegaskan bahwa penduduk Batam mengalami kenaikan signifikan akibat banyaknya pendatang tersebut. Pertambahan penduduk yang sedemikian cepat dapat memicu kerawanan sosial (konflik pendatang dengan penduduk lokal) dan menganggu stabilitas nasional. c. Pengaruh Krisis Moneter 1997-1998 dan Krisis Global 2008 Pada masa sebelum terjadi krisis moneter 1997-1998, di kota Batam jarang sekali ditemui pengemis atau gelandangan22 . Keadaan tersebut berubah cukup banyak ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997-1998 yang mengakibatkan pada awal dekade 2000-an jumlah pengangguran meningkat sejalan dengan banyaknya industri dan kantor perwakilan perdagangan yang ditutup. Hal itu mendorong munculnya gubuk-gubuk liar dan pengemis di pinggir-pinggir jalan23 . Akibat lain adalah naiknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari.Setelah krismon banyak yang tutup lalu ditambah ada krisis global tahun 2008 yang membuat banyak yang tutup juga. d. Melunturnya identitas ke-Indonesia-an warga negara Indonesia di Batam Batam yang secara geografis lebih dekat dengan Singapura daripada Jakarta, akhirnya membuat warga Batam lebih tertarik bepergian ke Singapura daripada Jakarta. Selain karena jarak yang terlalu jauh dan membutuhkan biaya yang mahal, menurut pengakuan responden yang ditulis dalam laporan BNPP tahun 2011 mereka lebih senang berlibur ke Singapura karena warga Jakarta dan kebanyakan warga Indonesia lain juga lebih senang bepergian ke Singapura. 20 BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011- 2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015) 21 Triana Wulandari,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda, Depok: Gramata Publishing, hal. 107 22 Laporan Dinas Sosial Batam (2011) (diakses dari http://www.dinsosbatam.go.id/laporan/view/6 tanggal 8 Maret 2015) 23 Ibid
  • 22. 22 Selain itu, mulai dari hal sederhana seperti pilihan tontonan televisi, warga Batam juga lebih suka menonton tayangan televisi dari Singapura maupun Malaysia daripada siaran televisi nasional24 . Penerimaan gambar yang kurang baik dan tayangan televisi Indonesia yang kebih banyak memakai bahasa Indonesia berdialek Betawi dan Jawa membuat masyarakat Batam tidak nyaman karena sukar dimengerti. e. Transaksi ekonomi dengan Singapura dianggap lebih menguntungkan Indonesia dan Singapura sampai saat ini juga belum saling menyetujui perjanjian yang memperbolehkan warganya melakukan lintas batas. Namun, hubungan ekonomi yang telah berlangsung sejak lama bahkan sejak zaman kolonial membuat penduduk kedua negara ini sering mengabaikan prosedur yang harus dilaluinya. Penduduk Singapura banyak yang memerlukan hasil laut dari Batam. Sementara Batam juga memerlukan kebutuhan seperti gula, alat kosmetik, alat elektronik, mobil dari Singapura. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika warga Batam lebih banyak menggunakan mata uang resmi dari Singapura daripada Rupiah. Selain karena desakan kebutuhan, hasil penjualan komoditi laut juga akan lebih banyak apabila dijual kepada Singapura karena terjadi selisih kurs mata uang yang cukup besar antara Rupiah dan Dollar Singapura25 . f. Kesenjangan sosial Warga lokal yang kurang beruntung, karena tidak berpendidikan maupun tidak memiliki keahlian dalam bidang industry, banyak yang terlempar dari persaingan kerja dan kebanyakan bekerja sebagai nelayan tradisional dan pedagang kecil-kecilan. Selain itu, warga lokal yang beruntung mengenyam pendidikan terkadang kalah saing dengan pendatang yang dianggap lebih berpendidikan dan lebih berkualitas. Hal ini membuat banyak warga lokal Batam akhirnya kalah melawan arus tenaga kerja pendatang tersebut. Termaginalkannya penduduk lokal ini dikhawatirkan dapat memicu konflik di masa mendatang. Kesenjangan ini bisa jadi terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah pada upaya permberdayaan masyarakat local. Pemerintah tampaknya hanya memperhitungkan segala sesuatunya dari segi ekonomis semata g. Ketidakjelasan peralihan Otorita Batam ke BP Batam Masalah yang paling krusial yang menjadi mimpi buruk para pimpinan setingkat Kepala, Deputi, dan Direktur di Otorita Batam adalah akan ditempatkan dimana mereka dan BP Batam 2424 BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011- 2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015) 25 Terhitung 6 Maret 2015, 1 SGD = Rp 9.350,00 (Diakses dari www.bankmandiri.co.id/resource/kurs.asp?row=2 tanggal 8 Maret 2015)
  • 23. 23 mengikuti standar gaji siapa? Saat ini, para pejabat Otorita Batam tersebut masih menikmati fasilitas gaji dan tunjangan Otorita Batam walaupun nama lembaga dan logo sudah berganti menjadi BP Kawasan26 . Mereka adalah pejabat eselon yang selevel dengan Sekretaris Daerah Provinsi Kepri. Berlarut-larutnya proses peralihan ini karena belum ditemui titik temu bagaimana menempatkan para pejabat tinggi OB dalam struktur BP Kawasan. Apakah mungkin, BP yang merupakan lembaga daerah tapi pimpinannya digaji dengan standar eselon pejabat pusat? E. Kesimpulan Politik keamanan disuatu negara merupakan bentuk sebuah pertahanan diri dari serangan negara lain. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi yang ada di dalam sebuah negara. Melihat semakin berkembangnya pemahaman mengenai konsep politik keamanan di suatu negara maka muncullah pemikiran-pemikiran baru yang menjelaskan keamanan dari sudut pandang non state actor. Border governance akan identik dengan wilayah perbatasan. Mengapa demikian? Karena wilayah perbatasan adalah wilayah yang sangat rentan akan urusan-urusan politis dan geografis. Urusan-urusan seperti hak kepemilikan geografis dan keamanannya menjadi menjadi urusan yang pokok. Penulis telah melakukan analisis terhadap dua wilayah perbatasan yaitu Indonesia – Timor Leste dan Batam – Singapura. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan keamanan perbatasan antara kedua wilayah di atas dapat dilihat melalui kebijakan pengelolaan politik perbatasandari masing-masing negara. Jika melihat pemaparan mengenai pengelolalaan daerah perbatasan diatas, terlihat bahwa pemerintah Indonesia memberikan kebijakan pengelolaan perbatasan yang berbeda terutama dalam kasus Batam (Indonesia) – Singapura dan Belu (Indonesia) – Timor Leste. Letak daerah serta potensi daerah perbatasan menjadi salah satu faktor yang mendorong pemerintah melakukan tata kelola berbeda antara perbatasan yang satu dengan perbatasan yang lain. Letak daerah tersebut secara otomatis akan mempengaruhi ekonomi, sosial, budaya wilayah tersebut maka tata kelola keamanan perbatasannya pun akan berbeda. Dalam konsep awal, mengatakan bahwa pemahaman keamanan tidak berarti berdiri sendiri malainkan saling melengkapi. Dengan kasus diatas, Indonesia – Timor Leste dan Indonesia – Singapura merupakan bentuk politik keamanan negara yang mengkombinasi dua konsep tersebut yakni konvensional dan non konvensional. Karena konsep ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga untuk mewujudkan keamanan yang ideal suatu negara maka negara itu butuh mengkombinasikan kedua konsep ini. Dilihat dari bentuk rezim keamanan perbatasan, keduanya menggunakan sistem 26 Diakses dari http://politik.kompas.com/read/2015/02/27/165616826/polemik.ftz.batam tanggal 8 Maret 2015
  • 24. 24 yang sama yaitu sama-sama mengkombinasikan antara soft border security dan hard border security. Akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan seperti otoritas khusus dalam wilayah tersebut. Daftar Referensi Buku Abubakar, Mustafa (2006), Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. Wulandari, Triana,dkk., (2009), Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura 1842-2009; Satu Selat Dua Nakhoda, Depok: Gramata Publishing. Ganewati Wuryandari dkk. 2009. Keamanan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Jurnal Apriliyanti, Romayanti. Upaya Diplomasi Indonesia Pada Peningkatan Investasi Asing di Kota Batam.Jurnal Fisip Vol.2 No. 1 Februari 2015 Internet Batam (2008) Sejarah BP Batam (Diakses dari http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp tanggal 8 Maret 2014) Batam Sejak 1968 Hingga Era Otonomi Daerah, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2014) (Diakses dari http://www.pu.go.id/isustrategis/view/6 tanggal 8 Maret 2015) BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan) Republik Indonesia, (2011) Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2014 (Diakses dari http://bnpp.go.id/images/arsip/ebook/ri_2011-2014/ri_2011-2014.pdf tanggal 6 Maret 2015) http://bnpp.go.id/index.php/k-perbatasan diakses tanggal 31 maret 2015 pukul 22.47 wib
  • 25. 25 http://bnpp.go.id/index.php/berita/51-ini-rencana-bnpp-kembangkan-ekonomi-daerah- perbatasan diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 22.55 wib http://bnpp.go.id/index.php/berita/235-jokowi-gelontorkan-anggaran-khusus-jalan- perbatasan-rp-2-5-triliun diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 23.15 wib http://bnpp.go.id/index.php/berita/183-jalur-tikus-jadi-faktor-sulitnya-amankan-perbatasan- ntt-timor-leste diakses pada tanggal 31 maret 2015 pukul 23.27 wib Diakses dari http://politik.kompas.com/read/2015/02/27/165616826/polemik.ftz.batam tanggal 8 Maret 2015 Laporan Dinas Sosial Batam (2011) (diakses dari http://www.dinsosbatam.go.id/laporan/view/6 tanggal 8 Maret 2015) Profil Kota Batam (diakses dari http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89 tanggal 8 Maret 2014) Terhitung 6 Maret 2015, 1 SGD = Rp 9.350,00 (Diakses dari www.bankmandiri.co.id/resource/kurs.asp?row=2 tanggal 8 Maret 2015)