1. Dioksin Senyawa B3 Penyebab Kanker
Oleh : Thorikul Huda, S.Si, M.Sc.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk maka aktivitas manusia untuk menghasilkan sampah
juga semakin meningkat. Sampah yang diproduksi oleh masyarakat berupa sampah organic
maupun sampah anorganik. Data BPS pada tahun 2000 menunjukkan produksi sampah dari
380 kota di Indonesia sebesar 80.235,87 ton tiap harinya. Dari sampah yang dihasilkan
tersebut 37,6 % atau sekitar 30.168,687 ton di tangani dengan cara di bakar.
Pembakaran sampah yang tidak menggunakan teknologi tinggi dapat berakibat pada
pencemaran lingkungan. Sebab hal ini dapat menghasilkan senyawa kimia berbahaya dan
beracun yang dikenal dengan nama dioksin. Senyawa ini dapat terbentuk pada pembakaran
dengan temperature yang rendah. Bahkan menurut Sunardi (www.migas-indonesia)
pembakaran dengan menggunakan incinerator pada temperatur 400 – 600 0 C merupakan
kondisi yang optimum untuk pembentukan senyawa dioksin.
Apabila proses pembakaran sampah berlangsung sempurna maka tidak akan menghasilkan
dioksin, seperti yang diperlihatkan pada persamaan reaksi (1)
CaHbOcNdSeClf + u (O2 + 3,76 N2) sCO2 + tHCl + xH2O + ySO2 + zN2 (1)
Pada reaksi persamaan reaksi pembakaran (1) diatas memperlihatkan tidak terbentuk
senyawa dioksin apabila reaksi berlangsung secara sempurna (dalam reaksi yang
stabil). Namun dengan beragamnya komposisi yang terdapat pada sampah, maka ketika
sampah dibakar maka dapat menghasilkan dioksin dan furan. Hal ini terjadi karena proses
pembakaran tidak dapat dapat berlangsung secara stabil. Adapun proses pembentukan
dioksin dan furan dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi (2) dibawah ini.
C + H2 + Cl2 + O2 + N2 --> CO2 + CO + HCl + N2 + O2 + PCDD + PCDF (2)
Dimana: PCDD adalah Polly Chlorinated Dibenzo-p-Dioxin
PCDF adalah Polly Chlorinated Dibenzo Furan
Adapun informasi yang mendasari pembentukan dioksin dari hasil pembakaran dapat
ditunjukkan pada table 1 dibawah ini.
Tabel 1. Distribusi unsure pembentuk dioksin dan furan
Unsur Distribusi di dalam produk pembakaran
1. C CO2, CO, dioksin dan furan
2. H2 HCl, H2O, dioksin dan furan (kecuali senyawa oktaklorida)
3. Cl2 HCl, dioksin dan furan
4. O2 CO2, CO, O2, dioksin dan furan
Dioksin sebenarnya tidak hanya dihasilkan dari pembakaran sampah, akan tetapi juga dapat
dihasilkan dari gas emisi kendaraan, kebakaran hutan, asap rokok atau kegiatan
lainnya. Disamping itu proses pada pemutihan bubur kertas juga dapat menghasilkan dioksin
sebagai impurity pada produksi senyawa klorinat organic. Pada industry bubur kertas dioksin
ditemukan pada air limbah (efluen). Pada proses pemutihan bubur kertas menggunakan
2. bahan pemutih yang mengandung klorin dimana kemudian senyawa klorin tersebut bereaksi
dengan senyawa organic membentuk dioksin.
Karakteristik senyawa Dioksin
Senyawa dioksin sendiri adalah senyawa yang tersusun oleh atom karbon, hydrogen, oksigen
dan klor Dioksin sebenarnya istilah yang digunakan untuk menyebutkan sekelompok zat-zat
kimia berbahaya yang termasuk kelompok atau golongan senyawa CDD (Chlorinated
Dibenzo-p-Dioxin), CDF (Chlorinated Dibenzo Furan) atau PCB (Polly Chlorinated Biphenyl).
Senyawa 2,3,7,8-TCDD murni telah disintesis sejak tahun 1967. Bentuk fisik dari senyawa
murni ini adalah berbentuk serbuk kristal padat (seperti serbuk yang terdapat pada tablet),
tidak larut di dalam air dan sedikit larut pada beberapa pelarut organic.
(www.websorcerer.com).
Bahaya Keracunan Dioksin
Beberapa decade terakhir telah banyak dilakukan kajian dan riset tentang bahaya dioksin
bagi mahluk hidup khususnya manusia. Adapun kasus-kasus yang terjadi sepanjang sejarah
menyangkut efek bahaya dari senyawa dioksin misalnya kasus dari Monsanto plant di Nitro,
West Virginia, tahun 1949. Akibat kecelakaan di pabrik herbisida 2,4,5-T itu, 250 pekerja
terkena penyakit chloracne, penyakit kulit berupa gatal-gatal memerah. Baru tahun 1955, Karl
Schultz (seorang dokter Jerman) mensinyalemen bahwa chloracne adalah akibat racun
dioksin.
Yang paling terkenal adalah kasus meledaknya pabrik kimia Hoffman-LaRoche di Seveso,
Italia, tahun 1976. Akibatnya, sejumlah besar TCDD terlepas sampai ke atmosfer. Di daerah
sekitar pabrik, hewan-hewan mati, terjadi destruksi vegetasi, penduduk mengalami keracunan
akut, kasus-kasus chloracne, abortus, dan kelainan kongenital. Bahkan penelitian yang
dilakukan Bertozzi dkk. pada tahun 1993 menemukan adanya peningkatan kasus kanker.
Penggunaan herbisida Agent Orange dalam Perang Vietnam (1960 – 1970) ternyata juga
menyemburkan dioksin. Agent Orange digunakan untuk merontokkan dedaunan agar hutan-
hutan Vietnam tidak bisa digunakan untuk bersembunyi tentara Vietkong. Tahun 1983, kantor
veteran Chicago mencatat ada 17 ribu lebih veteran yang mengklaim ganti rugi akibat dioksin
sewaktu bertugas di Vietnam.
Terbakarnya kabel PVC di Beverly Hills Supper Club bahkan merenggut nyawa 161 orang.
Kebakaran tahun 1977 itu menimbulkan asap putih. Menurut salah seorang pekerja di situ,
asap pedas yang mengandung gas hidrogen klorida (HCl) itu bisa bereaksi dengan pewarna
kuku. Bahkan hasil reaksi tersebut dapat memakan kuku. Ketika terhirup dan masuk ke
dalam paru-paru bersama udara yang mengandung air, HCl akan berubah menjadi asam
klorida yang korosif. Akibatnya, yang selamat pun mengalami luka parah pada saluran
pernapasannya.
Biaya pemulihan daerah yang tercemar dioksin tidaklah sedikit. Kasus di Time Beach,
3. Missouri, pada tahun 1971 bisa menjadi gambaran. Sebuah perusahaan herbisida
sembarangan saja membuang sampah industri ke tempat pembuangan oli bekas. Lalu oli
bekas tersebut terpakai untuk menyemprot lapangan pacuan kuda, jalanan, serta tempat-
tempat berdebu. Selain gangguan berupa chloracne dan radang kandung kemih yang akut,
penyemprotan itu juga menimbulkan kematian dan penyakit pada ternak. Daerah tersebut
kemudian dibeli oleh EPA (Badan Perlindungan Lingkungan AS) dan biaya yang dikeluarkan
untuk membersihkan dioksin mencapai AS $ 100 juta.
Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi
(bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat
konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi
kedalam lingkungan. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya
terhadap binatang dan manusia. (www1.bpkpenabur.or.id)
Jika dioksin berada diudara maka akan dapat terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam
sistem pernafasan. Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin diterima tetap,
walaupun dalam satuan takaran kecil, dan selanjutnya mengendap dalam tubuh manusia.
Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon, diteruskan dari ibu ke
bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi. Selain mengakibatkan penyakit
tersebut, dioksin dengan demikian juga mempengaruhi kemampuan belajar oleh anak yang
sangat peka terhadap pencemaran udara. (Sinaga, 2006)
Dioksin dalam jumlah kecil juga terdapat dalam asap rokok. Belum banyak pula yang
menyadari bahwa insinerator atau pembakaran sampah di rumah-rumah sakit merupakan
penghasil dioksin yang sangat berbahaya. Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat
stabil dan bersifat lipofilik, yaitu tidak mudah larut dalam air tetapi mudah larut di dalam
lemak. Karena kestabilan strukturnya ini, maka dioksin sangat berbahaya, sebab tidak mudah
rusak atau terurai. Dioksin dapat berada di dalam tanah dan terakumulasi sampai 10-12
tahun. Dioksin bersifat mudah larut dalam lemak sehingga dapat terakumulasi dalam pangan
yang relatif tinggi kadar lemaknya.
Mekanisme transport dioksin dalam sel
Dioksin dikenal sebagai penyebab kanker. Berinteraksi secara langsung dengan DNA
melalui mekanisme berbasis reseptor. Proses interaksi melalui mekanisme berbasis resptor
dapat dijelaskan sebagai berikut, setelah masuk ke dalam tubuh melalui selaput sel, dioksin
bersatu dengan protein dasar reseptor. Maka dioksin pun diizinkan masuk ke dalam inti sel.
Di sini ia berinteraksi dengan DNA dan menyerang gen yang mengontrol banyak reaksi
biokimia seperti sintesa dan metabolisme hormon, enzim, maupun faktor pertumbuhan,
sehingga bisa menimbulkan dampak dari kelainan janin sampai kanker. Gambar dibawah ini
menunjukkan bagaimana dioksin masuk ke dalam sel dan akan menyerang DNA yang
selanjutnya mempengaruhi reaksi metabolisme dalam sel.
4. Pencegahan Peningkatan Dioksin
Untuk dapat menahan laju pertumbuhan senyawa dioksin di udara, khususnya dari
pembakaran sampah di perkotaan, maka perlu dilakukan pengendalian sampah secara
terpadu. Pertama harus memberikan kesadaran pada masyarakat untuk dapat memisahkan
sampah-sampah organic yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme dengan sampah
yang susah terdegradasi seperti plastic. Sampah-sampah plastic yang susah terdegradasi
harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja karena berpotensi untuk menghasilkan
dioksin.
Pemerintah daerah, dimana daerahnya memproduksi sampah dalam jumlah yang sangat
besar maka harus menyediakan incinerator yang mampu melakukan pembakaran sampah
berkisar antara 800 – 1100 0C, sebab dengan incinerator yang mampu membakar sampah
hingga temperature 1000 0C tidak akan menghasilkan dioksin. Terjadinya dioksin dalam
pembakaran sampah, dapat dikendalikan dengan penguraian suhu tinggi dioksin atau
prehormon melalui pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk
mempertahankan suhu tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu
keberadaan yang cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang
belum terbakar dan udara dalam gas pembakaran. Kemudian terhadap pencegahan
pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin,
pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efekti
(Anonim, 2005) . Selain itu, terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan penghisap
debu yang banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan
panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi
khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen, dengan
terus memanaskan debu terbang pada suhu diatas 8000C dioksin dalam debu dari jumlah
totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai teknologi yang dapat menguraikan dioksin
dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym, 2005, “Teknologi Pengolahan Sampah Jepang”, Bahan Seminar Teknologi
Lingkungan, Kawasaki Juko Co. Ltd.
2. Pirajan, J.C.M., Ubaque, C.A.G., Fajardo, R., Giraldo, R., Sapag, K., 2007, “Evaluation of
Dioxin and Furan Formation Thermodynamics in Combustion Proscesses of urban Solid
Wate”s, Ecletice Quimica, Volume 32. Numero 1, Sao Paulo, Brasil
3. Sinaga, E., 2006, “Bahaya Zat Racun Dioksin dari Pembakaran Sampah”,
www.republika.or.id
4. Sumaiku, Y., 2007, “Apa Akibat dari Pembakaran Sampah du Pekarangan Rumah Tangga
dan Pembakaran/Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan”, www1.bpkpenabur.or.id
5. Sunardi, 2007, “Incinerator, Berkah atau Bencana ?”, www.migas-indonesia
6. www.websorcerer.com