Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang untuk kemakmuran rakyat. Dokumen ini menjelaskan pengertian, jenis-jenis, dan peraturan pajak pusat dan daerah seperti PPN, PPh, PBB, Pajak Daerah, dan lainnya.
Undang-undang ini mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai jenis pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, restoran, dan lainnya serta mengatur tentang subjek, objek, dan masa pajak.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang untuk kemakmuran rakyat. Dokumen ini menjelaskan pengertian, jenis-jenis, dan peraturan pajak pusat dan daerah seperti PPN, PPh, PBB, Pajak Daerah, dan lainnya.
Undang-undang ini mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai jenis pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, restoran, dan lainnya serta mengatur tentang subjek, objek, dan masa pajak.
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, antara lain menetapkan besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak sebesar Rp. 8.000.000 untuk setiap wajib pajak dan merubah ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak.
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Perubahan tersebut meliputi pengubahan definisi istilah, objek pajak yang dikenakan dan tidak dikenakan bea, dasar pengenaan pajak, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak, serta saat terutangnya pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hak pengelolaan. Hak pengelolaan adalah hak menguasai tanah dari negara dimana pelaksanaan kewenangannya sebagian diserahkan kepada pemegang hak. Besarnya bea berkisar antara 0-50% tergantung penerima hak pengelolaan. Bea harus dibayar sejak diterbitkannya keputusan pemberian
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat No. 15 tahun 1951 tentang penilaian pendapatan dan kekayaan untuk pemungutan pajak sebagai undang-undang, serta mengubah beberapa pasal dalam Ordonansi Pajak Peralihan 1944.
Pajak Penghasilan dan Subjek Pajak PenghasilanNadia Eva
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian pajak penghasilan dan subjek pajak. Pertama, dijelaskan definisi pajak penghasilan menurut undang-undang terkait dan jenis-jenis pajak. Kedua, dibahas penggolongan subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri beserta kriterianya. Ketiga, dibedakan perbedaan penting antara wajib pajak dalam negeri dan luar neger
Dokumen tersebut membahas tentang pengaturan penghunian rumah, termasuk penghunian oleh pemilik maupun bukan pemilik, serta peraturan yang mengatur penghunian perumahan di DKI Jakarta."
Undang-undang ini menetapkan pemungutan opsenten 50% atas bea masuk selama tahun 1951 untuk meningkatkan pendapatan negara. Beberapa pos tarif dikenakan opsenten lebih tinggi antara 100-400% tergantung jenis barangnya. Undang-undang ini mulai berlaku pada 1 Januari 1951.
Panduan ini membahas aspek perpajakan bagi pemilik rumah indekos. Pemilik rumah indekos wajib membayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan rumah indekos. Kewajiban perpajakannya bergantung pada status penyewa sebagai pemotong pajak atau tidak. Jika bukan pemotong, pemilik rumah indekos harus menyetorkan sendiri pajaknya.
Undang-undang ini menetapkan peraturan pungutan tambahan pajak kekayaan dan perseroan tahun 1951 sebagai undang-undang dengan perubahan tertentu. Pajak kekayaan dikenakan tambahan 100% dan pajak perseroan dikenakan tambahan 300%. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-undang ini menetapkan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang perubahan "Rechtnordonnantie" sebagai undang-undang dengan beberapa perubahan dan tambahan. Perubahan ini bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap pengangkutan dan penyimpanan barang ekspor penting agar dapat mencegah perdagangan gelap.
Undang-undang ini menetapkan pajak bagi warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Pajak dikenakan setiap tiga tahun sekali untuk kepala keluarga asing dan anggota keluarganya. Jumlah pajaknya berkisar antara Rp. 375,- sampai Rp. 1.500,- per tahun untuk masing-masing anggota keluarga. Undang-undang ini juga mengatur tentang pembebasan, prosedur penagihan pajak, sanksi untuk keter
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, antara lain menetapkan besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak sebesar Rp. 8.000.000 untuk setiap wajib pajak dan merubah ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak.
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Perubahan tersebut meliputi pengubahan definisi istilah, objek pajak yang dikenakan dan tidak dikenakan bea, dasar pengenaan pajak, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak, serta saat terutangnya pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hak pengelolaan. Hak pengelolaan adalah hak menguasai tanah dari negara dimana pelaksanaan kewenangannya sebagian diserahkan kepada pemegang hak. Besarnya bea berkisar antara 0-50% tergantung penerima hak pengelolaan. Bea harus dibayar sejak diterbitkannya keputusan pemberian
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat No. 15 tahun 1951 tentang penilaian pendapatan dan kekayaan untuk pemungutan pajak sebagai undang-undang, serta mengubah beberapa pasal dalam Ordonansi Pajak Peralihan 1944.
Pajak Penghasilan dan Subjek Pajak PenghasilanNadia Eva
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian pajak penghasilan dan subjek pajak. Pertama, dijelaskan definisi pajak penghasilan menurut undang-undang terkait dan jenis-jenis pajak. Kedua, dibahas penggolongan subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri beserta kriterianya. Ketiga, dibedakan perbedaan penting antara wajib pajak dalam negeri dan luar neger
Dokumen tersebut membahas tentang pengaturan penghunian rumah, termasuk penghunian oleh pemilik maupun bukan pemilik, serta peraturan yang mengatur penghunian perumahan di DKI Jakarta."
Undang-undang ini menetapkan pemungutan opsenten 50% atas bea masuk selama tahun 1951 untuk meningkatkan pendapatan negara. Beberapa pos tarif dikenakan opsenten lebih tinggi antara 100-400% tergantung jenis barangnya. Undang-undang ini mulai berlaku pada 1 Januari 1951.
Panduan ini membahas aspek perpajakan bagi pemilik rumah indekos. Pemilik rumah indekos wajib membayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan rumah indekos. Kewajiban perpajakannya bergantung pada status penyewa sebagai pemotong pajak atau tidak. Jika bukan pemotong, pemilik rumah indekos harus menyetorkan sendiri pajaknya.
Undang-undang ini menetapkan peraturan pungutan tambahan pajak kekayaan dan perseroan tahun 1951 sebagai undang-undang dengan perubahan tertentu. Pajak kekayaan dikenakan tambahan 100% dan pajak perseroan dikenakan tambahan 300%. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-undang ini menetapkan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang perubahan "Rechtnordonnantie" sebagai undang-undang dengan beberapa perubahan dan tambahan. Perubahan ini bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap pengangkutan dan penyimpanan barang ekspor penting agar dapat mencegah perdagangan gelap.
Undang-undang ini menetapkan pajak bagi warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Pajak dikenakan setiap tiga tahun sekali untuk kepala keluarga asing dan anggota keluarganya. Jumlah pajaknya berkisar antara Rp. 375,- sampai Rp. 1.500,- per tahun untuk masing-masing anggota keluarga. Undang-undang ini juga mengatur tentang pembebasan, prosedur penagihan pajak, sanksi untuk keter
Undang-undang ini mengatur tentang gaji, tunjangan, biaya perjalanan dan penginapan bagi Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua berhak menerima gaji, tunjangan, rumah dinas, mobil dinas dan tunjangan jabatan. Anggota berhak menerima tunjangan, uang duduk, dan penggantian biaya perjalanan dan penginapan. Undang-undang ini juga mengatur tentang tunjangan bagi anggota yang mer
O grupo planeou uma viagem de 4 dias à praia das rocas. Eles se encontrariam na estação do expresso em 7 rios e viajariam de barco ou carro até o destino. Seu plano inclui passar os dias na praia, fazer refeições juntos, sair à noite e desfrutar da companhia uns dos outros antes de retornar para casa no quarto dia.
Icelandic halibut soup is a traditional Icelandic fish soup that is commonly eaten for dinner and sometimes lunch. The soup contains halibut steaks simmered in water with bay leaves and salt before thickening the broth with butter and flour. Prunes are added to the thickened broth and the soup is finished with lemon juice and sugar. While it is an old dish, Icelandic halibut soup remains popular in Iceland and is served in many restaurants throughout the country.
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat No. 22 Tahun 1950 tentang penurunan cukai tembakau sebagai undang-undang, dengan beberapa perubahan dan tambahan pada tarif cukai tembakau. Undang-undang ini mulai berlaku secara surut sejak 1 Juli 1950.
Hukum pajak adalah aturan yang mengatur kewenangan pemerintah untuk memungut pajak dari masyarakat dan menyerahkannya kembali melalui kas negara. Hukum pajak terkait erat dengan hukum perdata dan pidana, dengan hukum perdata sebagai acuan peristiwa yang dikenai pajak dan hukum pidana mengatur sanksi pelanggaran perpajakan. Penafsiran hukum pajak dilakukan untuk memberikan pemahaman yang t
Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara umum. PBB adalah pajak yang dikenakan kepada pemilik tanah dan/atau bangunan. PBB dibedakan menjadi PBB-P3 untuk perkebunan, kehutanan dan pertambangan, serta PBB-P2 untuk perdesaan dan perkotaan. Objek pajaknya adalah tanah dan/atau bangunan, sedangkan subjek pajak dan wajib p
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi
UU Nomor 4 Tahun 1959 menetapkan pengaturan pos di Indonesia. Dinas Pos diselenggarakan oleh Jawatan Pos, Telegraf dan Telepon secara monopoli. UU ini mengatur pengangkutan, hak milik, tanggung jawab, biaya, larangan, dan sanksi pelanggaran terkait layanan pos.
Undang-undang ini menyatukan pajak yang berlaku pada tahun 1953 dan meningkatkan jumlah pajak untuk alkohol dalam negeri, bir, serta meningkatkan bea masuk untuk bir. Dokumen ini menjelaskan latar belakang kenaikan pajak dan bea masuk tersebut untuk menyesuaikan dengan tingkat harga yang meningkat.
Undang-undang ini menetapkan peraturan darurat tahun 1952 tentang tambahan pajak impor (opsenten) yang sebelumnya telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Peraturan darurat ini memperpanjang penerapan tambahan pajak impor 10% yang sebelumnya berlaku pada tahun 1951 ke tahun 1952. Undang-undang ini mulai berlaku secara surut sejak 1 Januari 1952.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian kebakaran hutan, faktor penyebabnya, bentuk-bentuk kebakaran hutan, kebijakan pemerintah dalam pengelolaan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup dan kehutanan. Dokumen juga menjelaskan struktur organisasi penanggulangan kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir.
Dokumen tersebut merupakan perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tanggal 10 Agustus 2002. Perubahan ini mencakup pengubahan dan penambahan beberapa pasal serta bab dalam Undang-Undang Dasar terkait sistem pemerintahan, kepresidenan, pendidikan, ekonomi, dan proses perubahan Undang-Undang Dasar.
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 menetapkan pengelolaan kawasan lindung untuk melindungi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dokumen ini mengatur tentang ruang lingkup, tujuan, dan pokok-pokok kebijakan kawasan lindung yang mencakup kawasan hutan lindung, bergambut, resapan air, sempadan pantai dan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, serta kawasan suaka alam dan cagar budaya.
Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1950 menetapkan pembentukan jabatan Gubernur Militer Ibu Kota untuk menjamin keamanan di Jakarta dan sekitarnya. Gubernur Militer ini merangkap sebagai Komandan Territorial militer dan memegang kekuasaan pemerintahan, polisi, dan militer di wilayah tersebut selama masih dalam keadaan darurat.
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara sebagai Undang-Undang Federal dan memberlakukan perubahan-perubahan tertentu pada aturan hukum acara pidana militer.
Undang-undang ini mengatur tentang susunan, kekuasaan, dan jalur pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Mahkamah Agung berfungsi sebagai pengadilan tertinggi dan memiliki peran mengawasi pengadilan lain serta memutus perkara tingkat pertama dan terakhir dalam berbagai kasus. Undang-undang ini juga mengatur tentang proses pengangkatan hakim, kewenangan Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan dan pengadilan
Undang-undang No. 4 Tahun 1950 mengatur tentang penggantian kerugian bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat. Undang-undang ini menetapkan tunjangan, gaji, dan fasilitas perjalanan dinas bagi Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan anggota dewan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat sepenuhnya ber
Dokumen tersebut merupakan undang-undang tentang grasi di Indonesia yang mengatur tentang prosedur permohonan grasi bagi mereka yang dihukum oleh putusan pengadilan. Undang-undang ini mengatur tentang instansi yang dapat diajukan permohonan grasi, tenggang waktu pengajuan, dan tata cara penyelesaian permohonan grasi hingga keputusan Presiden.
Undang-undang ini menetapkan peraturan tentang penerbitan Lembaran Negara dan Berita Negara serta pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah. Ditetapkan pula tata cara penerbitan, penomoran, dan pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah agar diketahui masyarakat.
Perpu ini mengatur tentang pelaksanaan hak memilih dan menolak kewarganegaraan Indonesia bagi orang yang berada di bawah kekuasaan Belanda menjelang penyerahan kedaulatan. Orang tersebut dapat menyatakan pilihan kewarganegaraannya kepada pejabat yang berwenang seperti hakim atau bupati, dan pilihan itu akan dicatat dan dilaporkan kepada pemerintah.
1. www.hukumonline.com
PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951
(Undang-Undang Darurat Nomor 14 Tahun 1951 Tanggal 10 September 1951)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan diadakan aturan-aturan istimewa tentang
Pajak Verponding dari tahun 1947 hingga serta 1950 (Staatsblad 1947 No. 132,
Staatsblad 1948 No. 148 dan 430, Staatsblad 1946 No. 436) kini masih berlangsung
dengan tiada kurang sedikitpun;
b. bahwa untuk pemungutan Pajak Verponding atas tahun 1951, dengan menunggu
peninjauan kembali Ordonansi Verponding 1928 untuk seluruhnya, harus pula diadakan
peraturan sementara;
c. bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, peraturan tersebut perlu segera
diadakan;
Mengingat :
Pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN ;
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING
ATAS TAHUN 1951.
Pasal I
Dengan nama quot;Verponding 1951 quot;dipungut suatu pajak atas tahun takwim 1951 dari
barang tersebut dalam pasal 3 quot;Ordonansi Verponding 1928quot;.
Pasal II
Terhadap pajak yang dimaksudkan dalam pasal I berlaku semua peraturan Ordonansi
Verponding 1928, kecuali hal-hal yang berikut:
ke- 1. Permulaan masa, atas mana ketetapan pajak harus dikenakan, adalah juga saat, yang
menentukan ketetapan pajak.
ke- 2. Arti masak-pajak yalah tahun takwim 1951.
ke- 3. Tidak jalankan :
a. pasal-pasal I ke 2 dan 15 ayat 1 dan 2;
b. dari pasal 15 ayat 3 kata-kata :
quot;ketetapan-pajak , dikenakan untuk sekian banyak tahun yang belum liwat dari
masa-pajak danquot;
c. dari pasal 15a ayat 1 : seluruh kalimat kedua;
d. dari pasal 32;
www.hukumonline.com 1
2. www.hukumonline.com
(1) dalam ayat 1 kata-kata :
quot;atau dalam tahun, yang mendahului langsung masa-pajakquot;;
(2) dalam ayat 2 kata-kata :
quot;atau, kalau yang terakhir ini terjadi dalam tahun yang mendahului masa-pajak ituquot;.
ke- 4. Pasal 6 ayat 3 dibaca dengan tiada ada kata-kata quot;yang terletak berdekatanquot;.
ke- 5. Dalam menjalankan pasal 6 ayat 6 maka biaya-perolehan pada saat yang menentukan
ketetapan-pajak, ditetapkan atas dasar biaya untuk mendapat pada 1 Januari 1942.
ke- 6. Dalam pasal 20 ayat 4 kata-kata :
quot;ketiga dan keempatquot; dibaca: quot;kedua dan ketigaquot;.
ke- 7. Pasal 33 dibaca sebagai berikut :
quot;(1) Kalau wajib-pajak dari suatu barang yang harus kena pajak, yang harga-
verpondingnya ditetapkan menurut harga-sewa atau harga-pakai tahunan ataupun
menurut uang-sewa tahunan, menunjukkan, bahwa ditinjau dari permulaan
sesuatu bulan takwim dari masa-pajak harga verponding dihitung menurut
ketentuan dalam ayat kedua, berjumlah kurang daripada tiga perempat h arga-
verponding, yang ketetapan-pajaknya telah ditetapkan, maka harga-verponding
dan ketetapan-pajak dihitung kembali menurut keadaan barang itu pada saat
tersebut di atas dan sesuai dengan itu dikurangkan terhitung mulai pada saat itu.
(2) Perhitungan-kembali dilakukan menurut aturan-aturan dalam Undang-undang ini
yang diberikan untuk penetapan tiap-tiap ketetapan-pajak, dengan pengecualian,
bahwa bangunan yang belum ada pada saat yang menentukan ketetapan-pajak
semula dan tidak menggantikan bangunan-bangunan yang dahulu ada, dianggap
sebagai tidak adaquot;.
ke- 8. Dalam pasal 38 ayat 1, maka kata : quot;satuquot; dibaca quot;limaquot;.
ke- 9. Pasal 41 ayat 1 dibaca :
quot;Pajak tertagih dalam dua angsuran yang sama, yang hari pembayarannya 30 Juni dan 31
Desember dari masa-pajakquot;.
ke-10. Pasal 41 ayat 2 dibaca :
quot;Kalau penyerahan surat ketetapan-pajak terjadi sesudah hari pembayaran-pertama dari
masa pajak, maka angsuran-angsuran yang telah liwat pada saat penyerahan itu tertagih
pada hari pembayaran kedua. Kalau penyerahan surat ketetapan-pajak terjadi sesudah
masa-pajak, maka pajak yang terhutang itu tertagih pada hari pembayaran yang pertama
sesudah penyerahan itu sebagaimana dimaksudkan dalam ayat pertamaquot;.
Pasal III
Kepala Jawatan Pajak berhak menetapkan aturan-aturan untuk tidak memungut
ketetapan-pajak untuk sebagian atau untuk seluruhnya atas barang, yang hasilnya dalam rupa
apapun juga oleh karena keadaan-keadaan hanya untuk sebagian atau untuk seluruhnya tidak
diperoleh oleh wajib-pajak selama masa, atas nama hal sedemikian itu terjadi.
www.hukumonline.com 2
3. www.hukumonline.com
Pasal IV
Ordonansi Pajak Verponding 1928 dimuat dalam Staatsblad 1928 No. 342, sebagaimana
itu telah diubah dan ditambah terakhir dengan Ordonansi dalam Staatsblad 1937 No. 153, selama
tahun takwim 1951 tidak dijalankan.
Pasal V
(1) Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari sesudah hari pengundangannya dan
mempunyai kekuatan surut hingga 1 Januari 1951.
(2) Undang-undang Darurat ini dapat dinamai sebagai :
quot;Undang-undang Darurat Pajak Verponding 1951quot;.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 1951.
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD HATTA.
MENTERI KEUANGAN,
JUSUF WIBISONO.
Diundangkan
pada tanggal 17 September 1951.
MENTERI KEHAKIMAN a.i.,
M.A. PELLAUPESSY.
LEMBARAN NEGARA NOMOR 86 DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
NOMOR 151 TAHUN 1951 YANG TELAH DICETAK ULANG
www.hukumonline.com 3
4. www.hukumonline.com
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 14 TAHUN 195 1
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951.
BAGIAN UMUM
Keadaan-keadaan istimewa yang terdapat di Indonesia sesudah pendudukan Jepang
menjadi rintangan untuk penyelenggaraan pemungutan pajak Verponding menurut aturan-aturan
Ordonansi Verponding 1928. Penyesuaian dan peninjauan kembali ordonansi itupun juga oleh
karena kurang cukupnya peralatan Kantor Besar Jawatan Pajak tidak dapat diadakan dengan
perobahan-perobahan yang agak mendalam. Agar pemungutan verponding dapat berlangsung
terus, maka untuk tahun-tahun 1947 hingga serta 1950, tiap-tiap kali diadakan aturan sementara
satu kali untuk setahun, dengan mengadakan dalam Ordonansi 1928 hanya perobahan-perobahan
tekhnis yang dianggap sangat perlu (Staatsblad 1947 No. 132, Staatsblad 1948 No. 148 dan 340
dan Staatsblad 1949 No. 436).
Untuk masa sekarang, oleh karena kurang cukupnya serta amat banyaknya pekerjaan
pada peralatan fiskal, maka masih pula berlaku pendapat, bahwa belum didapat kesempatan untuk
mengadakan peninjauan kembali Ordonansi Verponding 1928 untuk seluruhnya yang sangat
perlu itu.
Oleh karena itu pada Undang-undang Darurat ini hanya diadakan suatu peraturan untuk
setahun saja yakni untuk tahun 1951 yang sesuai seluruhnya dengan peraturan yang berlaku untuk
1950; berhubung dengan peristiwa bahwa kini telah liwat sebagian dari tahun 1951, maka pada
peraturan tersebut diberikan kekuatan surut hingga 1 Januari 1951.
BAGIAN KHUSUS
Pasal II
ke 1. Syarat untuk penyesuaian yang amat dekat kepada keadaan yang sebenarnya
mengakibatkan penunjukan permulaan masa ketetapan pajak sebagai saat yang
menentukan ketetapan pajak, sebagai pengganti permulaan dari tahun yang mendahului
masa itu.
ke 2. Sebagai pengganti masa pajak yang lima tahun yang tersebut dalam pasal 12 ayat 1 dan 2
dari Ordonansi Verponding 1928 kini diusulkan masa setahun yang bersamaan dengan
tahun takwim 1951.
ke 3. Sebagai akibat dari perobahan-perobahan tersebut di atas, maka aturan-aturan Ordonansi
Verponding 1928 yang tersebut dalam pasal ini harus tidak dijalankan untuk seluruhnya
atau untuk sebagian.
ke 4. Pembacaan pasal 6 ayat 3 dari Ordonansi Verponding 1928 dengan tidak memakai kata-
kata : quot;yang terletak berdekatanquot; melengkapi kebutuhan yang ada; redaksi yang semula
dalam banyak hal merintangi penaksiran harga sewa yang beralasan.
ke 5. Pelakuan pasal 6 ayat 6 Ordonansi Verponding 1928 dengan tiada kecualinya, untuk
bangunan-bangunan yang bersangkutan dalam keadaan sekarang mengakibatkan bahwa
harga verponding tidak berkepatutan tingginya bila dibanding dengan bangunan-
bangunan yang harga verpondingnya dapat dihitung dari harga sewa. Peningkatan sewa
www.hukumonline.com 4
5. www.hukumonline.com
dapat lebih keras dihindari oleh pelbagai aturan-aturan Negara dari pada peningkatan
biaya pendirian bangunan-bangunan disatu fihak dan upah dila in fihak; itu dapat
menempatkan bangunan-bangunan yang bersangkutan pada suatu kedudukan yang
merugikan dengan bangunan-bangunan yang dikenakan pajak atas dasar harga sewa.
Dalam Undang-undang Darurat ini dicari penyesuaian dengan harga-harga yang
dapat dipakai untuk memperoleh obyek-obyek itu pada 1 Januari l942.
ke 6. Perbaikan pembacaan pasal 20 ayat 4 Ordonansi Verponding 1928 diadakan untuk
memperbaiki kesalahan yang dahulu terselip dalam merobah pasal itu.
ke 7.dan ke 9. Peraturan-peraturan ini hanya berisikan perbaikan yang bersifat redaktioneel
yang ternyata perlu atau dianggap perlu berhubung dengan penunjukan umum
pada permulaan pasal 2 pada peraturan-peraturan Ordonansi Verponding 1928;
tidaklah dimaksudkan untuk mengadakan perobahan pada dasar-dasar dan
penyelenggaraan pemungutan pajaknya.
ke 8. Batas yang diberikan dalam pasal 38 ayat 1 Ordonansi Verponding 1928, sebesar R.I,-
dapat ditinggikan dengan tiada keberatan sedikitpun hingga R.5,- dengan tidak
menimbulkan kerugian yang berarti bagi Negara.
ke 10. Peraturan tentang saat tertagihnya pajak yang terutang ini mempunyai pertalian dengan
dipulihkannya masa lima tahun hingga ke masa setahun.
Pasal III
Tidak memerlukan penjelasan yang khusus.
Pasal IV
Tidak memerlukan penjelasan yang khusus.
Pasal V
Tidak memerlukan penjelasan yang khusus.
www.hukumonline.com 5