SlideShare a Scribd company logo
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NO 22 TAHUN 2001 
TENTANG 
MINYAK DAN GAS BUMI 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA 
ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Menimbang : 
a. Bahwa pembangunan nasional harus 
diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan 
rakyat dengan melakukan reformasi di 
segala bidang kehidupan berbangsa dan 
bernegara berdasarkan Pancasila dan 
Undang-Undang Dasar 1945. 
b. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan 
sumber daya alam strategi tidak terbarukan 
yang dikuasai oleh negara serta merupakan 
komoditi vital yang menguasai hajat hidup 
orang banyak dan mempunyai peranan 
penting dalam perekonomian nasional 
sehingga pengelolanya harus dapat secara 
maksimal memberikan kemakmuran dan 
kesejahteraan rakyat. 
c. Bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi 
mempunyai peranan penting dalam 
memberikan nilai tambah secara nyata 
kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang 
meningkat dan berkelanjutan. 
d. Bahwa Undang-undang Nomor 44 Prp. 
Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak 
dan Gas Bumi, Undang- undang Nomor 15 
Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan 
Pemerintah Pengganti Undang-undang 
Nomor 2 Tahun 1962 tentang kewajiban 
Perusahaan Minyak Memenuhi 
e. Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-undang 
Nomor 8 Tahun 1971 tentang 
Perusahaan Pertambangan Minyak dan gas
Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan 
perkembangan usaha pertambangan minyak 
bumi dan gas bumi. 
f. Bahwa dengan tetap mempertimbangkan 
perkembangan nasional maupun internasional 
dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan 
tentang pertambangan minyak dan 
gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan 
usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, 
andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan 
berwawasan pelestarian lingkungan, serta 
mendorong perkembangan potensi dan 
peranan nasional. 
g. Bahwa berdasarkan pertimbangan 
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf 
b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut diatas 
serta untuk memberikan landasan hukum bagi 
langkah-langkah pembaruan dan penataan atas 
penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas 
bumi, maka perlu membentuk Undang-undang 
tentang Minyak dan Gas Bumi. 
Mengingat : 
1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat 
(4), ayat (5); Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah 
diubah dengan Perubahan Kedua Undang- 
Undang Dasar 1945; 
2. Ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat 
Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 
tentang Penyelenggaraan 
3. Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan 
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang 
Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat 
dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan 
Republik Indonesia.
Dengan persetujuan bersama 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK 
INDONESIA 
MEMUTUSKAN : 
Menetapkan : UNDANG-UNDANG 
TENTANG MINYAK DAN 
GAS BUMI 
BAB 1 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 
1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa 
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan 
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, 
termasuk aspal, lilin mineral atau aatu ozokerit, 
dan bitumen yang diperoleh dari proses 
penambangan, tetapi tidak termasuk batubara 
atau endapan hidrokarbon lain yang terbentuk 
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak 
berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan 
Gas bumi. 
2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa 
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan 
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang 
diperoleh dari proses pertambangan Minyak dan 
Gas Bumi. 
3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan 
Gas Bumi. 
4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang 
berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. 
5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang 
diberikan Negara kepada Pemerintah untuk 
menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan 
Eksploitasi. 
6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang 
meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian 
data yang berhubungan dengan informasi
kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan 
potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di 
luar wilayah kerja. 
7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha 
yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan 
usaha Eksplorasi dan Eksplotasi. 
8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan 
memperoleh informasi mengenai kondisi 
geologi untuk menemukan dan memperoleh 
perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di 
Wilayah Kerja yang ditentukan. 
9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang 
bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas 
Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang 
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, 
pembangunan sarana pengangkutan, 
penyimpanan dan pengolahan untuk pemisahan 
dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di 
lapangan serta kegiatan lain yang 
mendukungnya. 
10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha 
yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan 
usaha Pengolahan, Pengangkutan, 
Penyimpanan, dan/atau Niaga. 
11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan 
memperoleh bagian-bagian, mempertinggi 
12. nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, 
tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. 
13. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan 
Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil 
olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat 
penampungan dan Pengolahan, termasuk 
pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi 
dan distribusi. 
14. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, 
pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran 
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.
15. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, 
ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil 
olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui 
pipa. 
16. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia 
adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan 
landas kontinen Indonesia. 
17. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam 
Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk 
pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. 
18. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk 
badan hukum yang menjalankan jenis usaha 
yang bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan 
sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan 
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik 
Indonesia. 
19. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang 
didirikan dan berbadan hukum diluar wilayah 
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang 
melakukan kegiatan di wilayah Negara 
Kesatuan Republik Indonesia. 
20. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil 
atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam 
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih 
menguntungkan Negara dan hasilnya 
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran 
rakyat. 
21. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada 
Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, 
Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga 
dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau 
laba. 
22. Pemerintahan Pusat, selanjutnya disebut 
Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan 
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden 
beserta para Menteri.
23. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah 
beserta Otonomi yang lain sebagai Badan 
Eksekutif Daerah. 
24. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang 
dibentuk untuk melakukan pengendalian 
Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas 
Bumi. 
25. Badan Pengatur adalah suatu badan yang 
dibentuk untuk melakukan pengaturan dan 
pengawasan terhadap penyediaan dan 
pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas 
Bumi serta pengangkutan Gas Bumi melalui 
pipa pada Kegiatan Usaha Hilir. 
26. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan 
tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi. 
BAB II 
ASAS DAN TUJUAN 
Pasal 2 
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas 
Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini 
berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, 
manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataaan, 
kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat 
banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian 
hukum serta berwawasan lingkungan. 
Pasal 3 
Penyelenggaran kegiatan usaha minyak dan Gas 
Bumi bertujuan : 
a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan 
pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan 
Eksploitasi secara berdaya guna, serta 
berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas 
Minyak dan Gas Bumi milik negara yang 
strategis dan tidak terbarukan melalui 
mekanisme yang terbuka dan transparan.
b. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan 
pengendalian usaha Pengolahan, 
Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga 
secara akuntabel yang diselenggarakan 
melalui mekanisme persaingan usaha yang 
wajar, sehat, dan transparan. 
c. Menjamin efisiensi dan efektivitas 
tersedianya Minyak bumi dan Gas Bumi, 
baik sebagai sumber energi maupun sebagai 
bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri. 
d. Mendukung dan menumbuhkembangkan 
kemampuan nasional untuk lebih mampu 
bersaing di tingkat nasional, regional, dan 
internasional. 
e. Meningkatkan pendapatan negara untuk 
memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya 
bagi perekonomian nasional dan 
mengembangkan serta 
f. memperkuat posisi industri dan perdagangan 
Indonesia. 
g. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan 
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang 
adil dan merata, serta tetap menjaga 
kelestarian lingkungan hidup. 
BAB III 
PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN 
Pasal 4 
Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas 
bumi bertujuan : 
a. Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya 
alam strategis tak terbarukan yang 
terkandung di dalam Wilayah Hukum 
Pertambangan Indonesia merupakan 
kekayaan nasional yang dikuasai oleh 
negara.
b. Penguasaan oleh negara sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan 
oleh pemerintah sebagai pemegang Kuasa 
Pertambangan. 
c. Pemerintah sebagai pemegang Kuasa 
Pertambangan membentuk Badan Pelaksana 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 
23. 
Pasal 5 
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas : 
1. Kegiatan Usaha Hulu yang mecakup : 
a. Eksplorasi 
b. Eksploitasi 
2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup : 
a. Pengolahan 
b. Pengangkutan 
c. Penyimpanan 
d. Niaga 
Pasal 6 
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan 
dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama 
sebagimana dimaksud dalam pasal 1 angka 19. 
(2) Kontrak Kerja Sama sebagimana dimaksud 
dalam ayat (1) paling sedikit memuat 
persyaratan : 
a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di 
tangan Pemerintah sampai pada titik 
penyerahan. 
b. Pengendalian manajemen operasi berada 
pada Badan Pelaksana. 
c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. 
Pasal 7 
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 5 angka 2 dilaksanakan dengan
Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam 
pasal 1 angka 20. 
(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 5 angka 2 diselenggarakan 
melalui mekanisme persaingan usaha yang 
wajar, sehat, dan transparan. 
Pasal 8 
(1) Pemerintah memberikan prioritas terhadap 
pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam 
negeri dan bertugas menyediakan cadangan 
strategis Minyak Bumi guna mendukung 
penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri 
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah. 
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan 
kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak 
yang merupakan komoditas vital dan menguasai 
hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah 
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
(3) Kegiatan usaha Pengakutan Gas Bumi melalui 
pipa yang menyangkut kepentingan umum, 
pengusahaanya diatur agar pemanfaatannya 
terbuka bagi semua pemakai. 
(4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan 
dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang 
pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur. 
Pasal 9 
(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 
dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh : 
a. Badan usaha milik negara. 
b. Badan usaha milik daerah 
c. Koperasi; usaha kecil; 
d. Badan usaha swasta. 
(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan 
Kegiatan Usaha Hulu.
Pasal 10 
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang 
melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang 
melakukan Kegiatan Usaha Hilir. 
(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha 
Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha 
Hulu. 
BAB IV 
KEGIATAN USAHA HULU 
Pasal 11 
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap 
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan 
Badan Pelaksana. 
(2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah 
ditandatangani harus diberitahukan secara 
tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat 
Republik Indonesia. 
(3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit 
ketentuan-ketentuan pokok yaitu : 
a. penerimaan negara 
b. wilayah kerja dan pengembaliannya 
c. kewajiban pengeluaran dana 
d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas 
Minyak dan Gas Bumi. 
e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan 
kontrak 
f. Penyelesaian perselisihan. 
g. Kewajiban pemasokan Minyak Bumi 
dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam 
negeri. 
h. Berakhirnya kontrak. 
i. Kewajiban pascaoperasi pertambangan. 
j. Keselamatan dan kesehatan kerja. 
k. Pengelolaan lingkungan hidup. 
l. Pengalihan hak dan kewajiban. 
m. Pelaporan yang diperlukan.
n. Rencana pengembangan lapangan. 
o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa 
dalam negeri. 
p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan 
jaminan hak-hak masyarakat adat. 
q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja 
Indonesia. 
Pasal 12 
(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap 
ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi 
dengan pemerintahan Daerah. 
(2) Penawaran Wilayah Kerja sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Menteri. 
(3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk 
Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan 
kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada 
Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (2). 
Pasal 13 
(1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha 
Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja. 
(2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha 
Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja, 
harus dibentuk adan hukum yang terpisah untuk 
setiap Wilayah Kerja. 
Pasal 14 
(1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) 
dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) 
tahun. 
(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat 
mengajukan perpanjangan jangka waktu 
Kontrak Kerja Sama sebagaimana
(3) dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua 
puluh) tahun. 
Pasal 15 
(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas jangka 
waktu Eksplorasi dan jangka waktu 
Eksploitasi. 
(2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan 6 
(enam) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 
(satu) kali periode yang dilaksanakan paling 
lama 4 (empat) tahun. 
Pasal 16 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib 
mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara 
bertahap atau seluruhnya kepada menteri. 
Pasal 17 
Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap 
yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan 
lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja 
tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka 
waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya 
jangka waktu Eksplorasi wajib mengembalikan 
seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. 
Pasal 18 
Pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai 
Kontrak Kerja Sama, penetapan dan penawaran 
Wilayah Kerja, perubahan dan perpanjangan 
Kontrak Kerja Sama, serta pengembalian Wilayah 
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 
12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 
Pasal 19 
(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja 
sebagimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1),
dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan 
oleh atau dengan izin Pemerintahan. 
(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei 
Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintahan. 
Pasal 20 
(1) Data yang diperoleh dari Survei Umum 
dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah 
milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. 
(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk 
Usaha Tetap di Wilayah Kerjanya dapat 
digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk 
Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu 
Kontrak Kerja Sama. 
(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan 
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib 
menyerahkan seluruh data yang diperoleh 
selama masa kontrak kerja sama kepada 
Menteri melalui Badan Pelaksana. 
(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha 
atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja 
berlaku selama jangka waktu yang ditentukan. 
(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan 
memanfaatkan data sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan 
penyiapan pembukaan Wilayah Kerja. 
(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, 
jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, 
pengelolaan, dan pemanfaatan data 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), 
ayat (3), ayat(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut 
dengan peraturan Pemerintah. 
Pasal 21
(1) Rencana pengembangan lapangan yang 
pertama kali akan diproduksikan dalam suatu 
Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan 
Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan 
Pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan 
Pemerintah Daerah Provinsi yang 
bersangkutan. 
(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi 
lapangan Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha 
atau Bentuk Usaha Tetap wajib melakukan 
optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan 
kaidah keteknikan yang baik. 
(3) Ketentuan mengenai pengembangan lapangan, 
pemroduksian cadangan Minyak dan Gas 
Bumi, dan ketentuan kaidah keteknikan 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat 
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah. 
Pasal 22 
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib 
menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh 
lima persen) bagiannya dari hasil produksi 
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk 
memenuhi kebutuhan dalam negeri. 
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dalam ayat 
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah. 
BAB V 
KEGIATAN USAHA HILIR 
Pasal 23 
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud 
dalam pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh 
Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari 
pemerintahan. 
(2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan 
usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha
Gas Bumi sebagaimana dimaksud dala ayat (1) 
dibedakan atas : 
a. Izin Usaha Pengolahan; 
b. Izin Usaha Pengangkutan; 
c. Izin Usaha Penyimpanan; 
d. Izin Usaha Niaga; 
(3) Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 
(satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku. 
Pasal 24 
(1) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
23 paling sedikit memuat : 
a. nama penyelenggara; 
b. jenis usaha yang diberikan; 
c. kewajiban dalam penyelenggaraan 
pengusahaan; 
d. syarat-syarat teknis. 
(2) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya 
dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. 
Pasal 25 
(1) Pemerintah dapat menyampaikan teguran 
tertulis menangguhkan kegiatan, membekukan 
kegiatan, atau mencabut Izin Usaha 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 
berdasarkan : 
a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan 
yang tercantum dalam Izin Usaha; 
b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan 
Izin Usaha; 
c. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan 
berdasarkan Undang-undang ini. 
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
pemerintah terlebih dahulu memberikan 
kesempatan selama jangka waktu tertentu 
kepada Badan Usaha untuk meniadakan
pelanggaran yang telah dilakukan atau 
pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. 
Pasal 26 
Terhadap kegiatan Pengolahan lapangan, 
Pengangkutan, Penyimpanan, dan penjualan hasil 
produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi 
dan Eksploitasi yang dilakukan Badan Usaha atau 
Bentuk Usaha Tetap tidak diperlukan Izin Usaha 
tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. 
Pasal 27 
(1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan 
transmisi dan distribusi Gas Bumi Nasional. 
(2) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha 
Pengangkutan Gas Bumi melalui jaringan pipa 
hanya dapat diberikan ruas Pengangkutan 
tertentu. 
(3) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha 
Niaga Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya 
dapat diberikan wilayah Niaga tertentu. 
Pasal 28 
(1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu 
yang dipasarkan di dalam negeri untuk 
memenuhi kebutuhan masyarakat wajib 
memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan 
oleh Pemerintah. 
(2) Harga Bahan Minyak dan harga Gas Bumi 
diserahkan pada mekanisme persaingan usaha 
yang sehat dan wajar. 
(3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi 
tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap 
golongan masyarakat tertentu. 
Pasal 29
(1) Pada wilayah yang mengalami kelangkaan 
Bahan Bakar Minyak dan pada daerah-daerah 
terpencil, fasilitas Pengangkutan dan 
Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya, 
dapat dimanfaatkan bersama pihak lain. 
(2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Badan 
Pengatur dengan tetap mempertimbangkan 
aspek teknis dan ekonomis. 
Pasal 30 
Ketentuan mengenai usaha Pengolahan, 
Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, 
Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
BAB VI 
PENERIMAAN NEGARA 
Pasal 31 
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang 
melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) 
wajib membayar penerimaan negara yang 
berupa pajak dan penerimaan Negara Bukan 
Pajak. 
(2) Penerimaan negara yang berupa pajak 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri 
atas : 
a. pajak-pajak; 
b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor 
dan cukai; 
c. pajak daerah dan retribusi daerah. 
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas : 
a. bagian negara; 
b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan 
iuran Eksplorasi dan Eksploitasi; 
c. bonus-bonus.
(4) Dalam Kontrak Kerja sama ditentukan bahwa 
kewajiban membayar pajak sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan 
sesuai dengan : 
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di 
bidang yang berlaku pada saat Kontrak 
Kerja Sama ditandatangani; atau 
b. ketentuan peraturan perundang-undangan 
dibidang perpajakan yang berlaku. 
(5) Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian 
negara, pungutan negara, dan bonus 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), serta 
tata cara. 
(6) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (3) merupakan 
penerimaan Pemerintah Pusat dan 
Pemerintahan Daerah, yang pembagiannya 
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 
Pasal 32 
Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha 
hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib 
membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas 
impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, 
serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan 
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
BAB VII 
HUBUNGAN KEGIATAN USAHA DAN GAS 
BUMI DENGAN HAK ATAS TANAH 
Pasal 33 
(1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 
dilaksanakan di dalam Wilayah hukum 
Pertambangan Indonesia. 
(2) Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas 
tanah permukaan bumi.
(3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak 
dapat dilaksanakan pada : 
a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap 
suci, tempat umum, sarana dan prasarana 
umum, cagar alam, cagar budaya, serta 
tanah masyarakat adat; 
b. lapangan dan bangunan pertahanan negara 
serta tanah di sekitarnya; 
c. bangunan bersejarah dan simbol-simbol 
negara; 
d. bagunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta 
tanah pekarangan sekitarnya; 
Kecuali dengan izin dari instansi pemerintah, 
persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang 
berkaitan dengan hal tersebut. 
Pasal 34 
(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha 
Tetap akan menggunakan bidang-bidang tanah 
hak atau tanah negara di dalam Wilayah 
Kerjanya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha 
Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu 
mengadakan penyelesaian dengan pemegang 
hak atau pemakai tanah di atas tanah negara, 
sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku. 
(2) Penyelesaian sebagaiman dimaksud dalam ayat 
(1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat 
dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi 
yang layak, pengakuan atau bentuk 
penggantian lain kepada pemegang hak atau 
pemakai tanah diatas tanah negara. 
Pasal 35 
Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengizinkan 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk 
melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas 
tanah yang bersangkutan, apabila : 
a. sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu 
memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau 
salinannya yang sah, serta memberitahukan
maksud dan tempat kegiatan yang akan 
dilakukan; 
b. dilakukan terlebih dahulu penyelesaian atau 
jaminan penyelesaian yang disetujui oleh 
pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di 
atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam 
pasal 34. 
Pasal 36 
(1) Dalam hal badan Usaha atau Bentuk usaha 
Tetap telah diberikan Wilayah Kerja, maka 
terhadap bidang-bidang tanah yang 
dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha 
minyak dan gas bumi dan areal pengamannya, 
diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan 
peraturan perundang- undangan yang berlaku 
dan wajib memelihara serta menjaga bidang 
tanah tersebut. 
(2) Dalam hal pemberian Wilayah Kerja 
sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) meliputi 
areal yang luas di atas tabah negara, maka 
bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk 
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dapat 
diberikan kepada pihak lain oleh menteri yang 
tugas dan tanggung jawabnya meliputi 
bidangnya. 
(3) agraria atau pertahanan dengan mengutamakan 
masyarakat setempat setelah mendapat 
rekomendasi dari Menteri. 
Pasal 37 
Ketentuan Mengenai tata cara penyelesaian 
penggunaan tanah hak atau tanah negara 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 diatur lebih 
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
BAB VIII 
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu 
Pembinaan 
Pasal 38 
Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan 
Gas bumi dilakukan oleh Pemerintah. 
Pasal 39 
(1) Pembinaan sebagimana dimaksud dalam Pasal 
38 meliputi : 
a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di 
Bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas 
Bumi; 
b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan 
usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan 
cadangan dan potensi sumber daya Minyak 
dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan 
produksi, kebutuhan Bahan Bakar minyak 
dan Gas bumi dalam negeri, penguasaan 
teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian 
lingkungan hidup, kemampuan nasional, dan 
kebijakan pembangunan. 
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagimana dimaksud 
dalam ayat (1) dilakukan secara cermat, 
transparan, dan adil terhadap pelaksanaan 
kegiatan usaha Minyak dan gas Bumi. 
Pasal 40 
(1) Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap 
menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku serta menerapkan 
kaidah keteknikan yang baik. 
(2) Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap 
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja 
serta pengelolaan lingkungan hidup dan 
menaati ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi. 
(3) Pengelolaan lingkungan hidup sebaimana 
dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban 
untuk melakukan pencegahan dan 
penanggulangan pencemaran serta pemulihan 
atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, 
termasuk kewajiban pascaopersasi 
pertambangan. 
(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap yang 
melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas 
bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 
harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja 
setempat, barang, jasa,serta kemampuan 
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri 
secara transparan dan bersaing. 
(5) Badan Usaha atau bentuk Usaha Tetap yang 
melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas 
bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ikut 
bertanggung jawab dalam mengembangkan 
lingkungan dan masyarakat setempat. 
(6) Ketentuan mengenai keselamatan dan 
kesehatan kerja serta pengeloaan lingkungan 
hidup sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan 
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah. 
Bagian Kedua 
Pengawasan 
Pasal 41 
(1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas 
pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha 
minyak dan gas bumi terhadap ditaatinya 
ketentuan peraturan perundang-undangan yang 
berlaku berada pada departemen yang bidang 
tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan 
usaha minyak dan Gas Bumi dan departemen 
yang terkait.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha 
Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama 
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. 
(3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha 
Hilir berdasarkanIzin Usaha dilaksanakan oleh 
Badan Pengatur. 
Pasal 42 
Pengawasan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 41 
ayat (1) meliputi : 
a. konversi sumber daya dan cadangan Minyak 
dan Gas Bumi; 
b. Pengeloaan data Minyak dan Gas Bumi; 
c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik; 
d. Jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas 
bumi; 
e. Alokasi dan distribusi Bahan Bakar minyak dan 
bahan baku; 
f. Keselamatan dan kesehatan kerja; 
g. Pengelolaan lingkungan hidup; 
h. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan 
kemapuan rekayasa dan rancang bangun dalam 
negeri; 
i. Penggunaan tenaga kerja asing; 
j. Pengembangan tenaga kerja iIndonesia; 
k. Pengembangan lingkungan dan masyarakat 
setempat; 
l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan 
teknologi Minyak dan Gas Bumi; 
m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi; 
Pasal 43 
Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan 
sebagaiman dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, 
Pasal 41, dan Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Pemerintah. 
BAB IX 
BADAN PELAKSANA DAN BADAN 
PENGATUR
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak 
kerja Sama Kegiatan Usaha hulu sebagaiman 
dimaksdu dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanaka 
oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud 
didalam Pasal 4 ayat (3). 
(2) Fungsi Badan Pelaksana sebagiamana dimaksud 
dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap 
Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan 
sumberdaya alam Minyak dan Gas Bumi milik 
negara dapat memberikan manfaat dan 
penerimaan yang maksimal bagi negara untuk 
sebesar-besar kemakmuran rakyat. 
(3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) adalah : 
a. memberikan pertimbangan kepada Menteri 
atas kebiksanaanya dalam hal penyiapan dan 
penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak 
Kerja Sama; 
b. melaksanakan penandatanganan Kontrak 
Kerja Sama; 
c. mengkaji dan menyampaikan rencana 
pengembangan lapangan yang pertama kali 
akan diproduksikan dalam suatu Wilayah 
Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan 
persetujuan; 
d. memberikan persetujuan rencana 
pengembangan lapangan selain sebagaimana 
dimaksud dalam huruf c; 
e. memberikan persetujuan rencana Kerja dan 
anggaran; 
f. melaksanakan monitoring dan melaporkan 
kepada Menteri mengenai pelaksanaan 
Kontrak Kerja Sama; 
g. menunjuk penjual minyak Bumi dan/atau 
Gas bumi bagian negara yang dapat 
memberikan keuntungan sebesar-besarnya 
bagi negara. 
Pasal 45 
(1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum milik 
negara.
(2) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, 
tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga 
administratif. 
(3) Kepala Badan pelaksana diangkat dan 
diberhentikan oleh Presiden setelah 
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan 
Rakyat Republik Indonesia dan dalam 
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab 
kepada Presiden. 
Pasal 46 
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan 
penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar 
Minyak dilakukan oleh Badan Pengatur 
sebagaiman dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). 
(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaiman 
dimaksud dalam ayat (1) melakukan 
pengaturan agar ketersediaan dan distribusi 
Bahan Bakar Minyak dan Gasa Bumi yang 
ditetapkan Pemeritah dapat terjamin di 
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik 
indonesia serta meningkatkan pemanfaatan 
Gas Bumi di dalam Negeri. 
(3) Tugas badan Pengatur sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan 
dan penetapan mengenai; 
a. ketersediaan dan distribusi Bahan bakar 
minyak; 
b. cadangan Bahan Minyak Nasional; 
c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan 
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak; 
d. tarif Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; 
e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan 
pelanggan kecil; 
f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas 
Bumi. 
(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga 
tugas pengawasan dalam bidang-bidang 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 47 
(1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas 
komite dan bidang. 
(2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap 
anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang 
berasal dari tenaga profesioanal. 
(3) Ketua dan anggota komite Badan pengatur 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat 
dan diberhentikan oleh Presiden setelah 
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan 
Rakyat Republik Indonesia. 
(4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada 
Presiden. 
(5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) ditetapkan 
dengan Keputusan Presiden. 
Pasal 48 
(1) Anggaran biaya operasional Badan Pelaksana 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 
didasarkan pada imbalan (fee) dari 
Permerintah sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 
(2) Anggaran biaya operasional Badan Pengatur 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 
didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan 
Belanja Negara dan iuran dari Badan Usaha 
yang diaturnya sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 
Pasal 49 
Ketentuan mengenai struktur organisasi, status, 
fungsi, tugas, personalia, wewenang dan tanggung 
jawab serta mekanisme kerja Badan Pelaksana dan
Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, 
Pasal 47, Pasal 48 diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Pemerintah. 
BAB X 
PENYIDIKAN 
Pasal 50 
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik 
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu 
dilingkungan departemen yang lingkup tugas 
dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus 
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam 
undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang 
Hukum Acara pidana untuk melakukan 
penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi. 
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) berwenang : 
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran 
laporan atau keterangan yang diterima 
berkenaan dengan tidak pidana dalam 
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. 
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau 
badan yang diduga melakukan tindak pidana 
dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas 
Bumi; 
c. Memanggil orang untuk didengar dan 
diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam 
perkara tindak pidana kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi; 
d. Menggeladah tempat dan/atau sarana yang 
diduga digunakan untuk melakukan tindak 
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan 
Gas Bumi;
e. Melakukan pemeriksaan sarana dan 
prasarana kegiatan usaha Minyak dan Gas 
Bumi dan menghentikan penggunaan 
peralatan yang diduga digunakan untuk 
melakukan tindak pidana; 
f. Menyegel dan/atau menyita alat kegiatan 
usaha Minyak dan Gas bumi yang 
digunakan untuk melakukan tindak pidana 
sebagai alat bukti; 
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan 
dalam hubungannya dengan pemeriksaan 
perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi; 
h. Menghentikan penyidikan perkara tindak 
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan 
Gas Bumi; 
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan 
dimulainya penyidikan perkara pidana kepada 
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai 
dengan ketentuan perundang-undangan yang 
berlaku. 
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
wajib menghentikan penyidikannya dalam hal 
peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) 
huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau 
peristiwanya bukan merupakan tindak pidana. 
(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku. 
BAB XI 
KETENTUAN PIDANA 
Pasal 51 
(1) Setiap orang yang melakukan Survei umum 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) 
tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan 
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling 
tinggi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar 
rupiah).
(2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan 
atau memindahtangankan data sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam 
bentuk apapun dipidana dengan pidana 
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda 
paling tinggi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh 
muliar rupiah). 
Pasal 52 
Setiap orang yamg melakukan Eksplorasi dan/atau 
Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) 
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 
(enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 
60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). 
Pasal 53 
Setiap orang yang melakukan : 
a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) 
tahun dan denda paling tinggi Rp 
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); 
b. Pengangkutan sebagimana dimaksud dalam 
Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan 
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 
(empat) tahun dan denda paling tinggi Rp 
40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah); 
c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan 
dipidana dengan pidana penjara palin lama 3 
(tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 
30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); 
d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 
tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana 
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda 
paling tinggi Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh 
miliar rupiah); 
Pasal 54
Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan 
Bakar minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) 
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 
(enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 
60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). 
Pasal 55 
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan 
dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi 
Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling 
lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 
60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). 
Pasal 56 
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud 
dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama 
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan 
dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha 
atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya. 
(2) Dalam hal ini tidak pidana dilakukan oleh 
Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap, pidana 
yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau 
Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana 
denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana 
denda ditambah sepertiganya. 
Pasal 57 
(1) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 51 adalah pelanggaran. 
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 adalah 
kejahatan. 
Pasal 58 
Selain ketentuan pidana sebagiamana dimaksud 
dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan adalah 
pencabutan hak atau perampasan barang yang 
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas 
Bumi. 
BAB XII 
KETENTUAN PERALIHAN 
Pasal 59 
Pada saat Undang-undang ini berlaku : 
a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun 
dibentuk Badan Pelaksana; 
b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun 
dibentuk Badan Pengatur. 
Pasal 60 
Pada saat Undang-undang ini berlaku : 
a. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, 
Pertamina dialihkan bentuknya menjadi 
Perusahaan Perseroan (Persero) dengan 
Peraturan Pemerintah; 
b. Selama Persero sebagaimana dimaksud dalam 
huruf a belum terbentuk, Pertamina yang 
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 
tahun 1971 (Lembaran Negara tahun 1971 
Nomor 76, Tambahan Lembaran negara nomor 
2971) wajib melaksanakan kegiatan usaha 
Minyak dan Gas Bumi serta mengatur dan 
mengelola kekayaan, pegawai dan hal penting 
lainnya yang diperlukan; 
c. Saat terbentuknya Persero yang baru, kewajiban 
Pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf 
b, dialihkan kepada Persero yang bersangkutan. 
Pasal 61 
Pada saat Undang-undang ini berlaku : 
a. Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi 
pembinaan dan pengawasan pengusahaan 
kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk 
Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai 
terbentuknya Badan Pelaksana; 
b. Pada saat terbentuknya Persero sebagai 
pengganti Pertamina, badan usaha milik negara 
tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama
dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan 
Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah 
Kuasa Pertambangan Pertamina dan dianggap 
telah mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk 
usaha Pengolahan, Pengangkutan, 
Penyimpanan, dan Niaga. 
Pasal 62 
Pada saat Undang-undang ini berlaku Pertamina 
tetap melaksanakan tugas penyediaan dan 
pelayanan Bahan Bakar minyak untuk keperluan 
dalam negeri sampai jangka waktu paling lama 4 
(empat) tahun. 
Pasal 63 
Pada saat Undang-undang ini berlaku : 
a. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua 
pihak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari 
Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing 
Contract) antara Pertamina dan pihak lain 
beralih kepada Badan Pelaksana; 
b. dengan terbentuknaya Badan Pelaksana, 
kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak 
sebagaimana tersebut pada huruf a antara 
Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan 
Pelaksana; 
c. semua kontrak sebagaimana dimaksud pada 
huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku 
sampai dengan berakhirnya kontrak yang 
bersangkutan; 
d. hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari 
kontrak, perjanjian atau perikatan selain 
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf 
b tetap dilaksanakan oleh Pertamina sampai 
dengan terbentuknya Persero yang didirikan 
untuk itu dan beralih kepada Persero tersebut; 
e. pelaksanaan perundingan atau negoisasi antara 
Pertamina dan pihak lain dalam rangka kerja 
sama Eksplorasi dan Eksploitasi beralih 
pelaksanaanya kepada Menteri. 
Pasal 64 
Pada saat Undang-undang ini berlaku :
a. badan usaha milik negara, selain Pertamina, 
yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan 
Gas Bumi dianggap telah mendapatkan Izin 
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; 
b. Pelaksanaan pembangunan yang pada saat 
Undang-undang ini berlaku sedang dilakukan 
badanusaha milik negara sebagaimana dimaksud 
pada huruf a tetap dilaksanakan oleh badan 
usaha milik negara yang bersangkutan; 
c. Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun 
badan usaha milik negara sebagaimana 
dimaksud pada huruf a wajib membentuk Badan 
Usaha yang didirikan untuk kegiatan usahanya 
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; 
d. Kontrak atau perjanjian antara badan usaha 
milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf 
a dan pihak lain tetap berlaku sampai 
berakhirnya jangka waktu kontrak atau 
perjanjian yang bersangkutan. 
BAB XIII 
KETENTUAN LAIN 
Pasal 65 
Kegiatan usaha atas minyak atau gas selain yang 
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 
sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang 
lain, diberlakukan ketentuan Undang-undang 
ini. 
BAB XIV 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 66 
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, 
dinyatakan tidak berlaku : 
a. Undang- Undang Nomor 44 Prp. Tahun 
1960 tentang Pertambangan Minyak dan 
Gas bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 
nomor 133, Tambahan Lembaran Negara 
Nomor 2070); 
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 
tentang Penetapan Peraturan Pemeritah
Pengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 
1962 tentang Kewajiban Perusahan Minyak 
Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri 
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 80, 
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2505); 
c. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1971 
tentang Perusahaan pertambangan Minyak 
dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara 
tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran 
negara Nomor 2971)berikut segala 
perubahannya, terakhir diubah dengan 
Undang-undang Nomor 10 tahun 1974 
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 
3045). 
(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang- 
Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang 
Pertambangan Minyak dan Gas bumi 
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, 
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) 
dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1971 
tentang perusahaan Pertambangan Minyak dan 
Gas bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 
1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara 
Nomor 2971) dinyatakan tetap berlaku 
sepanjang tidak bertentangan atau belum 
diganti dengan peraturan baru berdasarkan 
Undang-undang ini. 
Pasal 67 
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 
diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan 
pengundangan Undang-undang ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik 
Indonesia. 
Disahkan di Jakarta 
Pada tanggal 23 Nopember 2001 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Ttd 
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta 
Pada tanggal 23 Nopember 2001 
SEKRETARIS NEGARA 
REPUBLIK INDONESIA, 
Ttd 
BAMBANG KESOWO 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
TAHUN 2001 NOMOR 136 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK 
INDONESIA 
NOMOR 35 TAHUN 2004 
TENTANG 
KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS 
BUMI 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : 
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, 
Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (6), Pasal 
21 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), Pasal 31 ayat (5), 
Pasal 37, dan Pasal 43 Undang-Undang nomor 22 
tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, perlu 
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan 
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 
Mengingat : 
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 
sebagai mana telah diubah dengan Perubahan 
Keempat undang-Undang Dasar 1945; 
2. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang 
minyak dan Gas bumi (Lembaran negara 
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, 
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152); 
3. Peraturan Pemerintah nomor 42 Tahun 2002 
tentang Badan Pelaksana Kegiatan usaha Hulu 
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, 
Tambahan Lembaran Negara nomor 4216); 
4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 
tentang Pengalihan Bentuk Perusahan
Pertambangan Minyak dan gas Bumi Negara 
(Pertamina) Menjadi PerusahaanPerseroan 
(Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 2003 Nomor 69); 
MEMUTUSKAN : 
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH 
TENTANG KEGIATAN USAHA HULU 
MINYAK DAN GAS BUMI. 
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam Peraturan pemerintah ini yang dimaksud 
dengan : 
1. Minyak bumi, gas Bumi, Minyak dan Gas bumi, 
Kuasa pertambangan, Survey Umum, kegiatan 
Usaha hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah 
Hukum Pertambangan Indonesia, Wilayah kerja, 
Badan Usaha, Bentuk usaha Tetap, Kontrak 
Kerja Sama, Pemerintah Pusat selanjutnya 
disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan 
Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana 
dimaksud dalam Undang-Undang nomor 22 
Tahun 2001 tentang minyak dan Gas Bumi. 
2. Gas metana batubara (Coalbed Methane) adalah 
Gas bumi (hidro-karbon) dimana Gas metana 
merupakan komponen utamanya yang terjadi 
secara alamiah dalam proses pembentukan 
batubara (coalification)dalam kondisi 
terperangkap dan terserap (terabsorbsi) didalam 
batubara dan/atau lapisan batubara. 
3. Wilayah terbuka adalah bagian dari Wilayah 
hukum Pertambangan Indonesia yang belum 
ditetapkan sebagai Wilayah Kerja. 
4. Kontrak Bagi Hasil adalah bentuk Kontrak 
Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha hulu 
berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi. 
5. Kontrak Jasa adalah suatu bentuk Kontrak Kerja 
Sama untuk pelaksanaan Eksploitasi Minyak
dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pemberian 
imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan. 
6. Kontraktor adalah Badan usaha atau Bentuk 
usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk 
melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada 
suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja 
Sama dengan Badan Pelaksana. 
7. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan 
informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), 
angka (digital), gambar (analog), media 
magnetik, dokumen, perconto batuan, fluida, 
dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survey 
Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan 
Gas Bumi. 
8. Departemen adalah departemen yang bidang 
tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan 
usaha Minyak dan Gas Bumi. 
9. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan 
Minyak dan gas Bumi Negara yang dibentuk 
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 
1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak 
dan Gas Bumi Negara juncto Undang-Undang 
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas 
Bumi. 
10. PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan 
perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan 
Peraturan Pemerintah No mor 31 Tahun 2003 
tentang Pengalihan Bentuk perusahaan 
pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara 
(PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan 
(Persero). 
BAB II 
WILAYAH KERJA 
Pasal 2 
(1) Kegiatan Usaha hulu dilaksanakan pada suatu 
Wilayah Kerja. 
(2) Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (1) direncanakan dan disiapkan oleh 
Menteri dengan memperhatikan pertimbangan 
dari Badan Pelaksana. 
Pasal 3
(1) Menteri menetapkan dan mengumumkan 
Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada 
Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap. 
(2) Dalam penetapan Wilayah kerja sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) Menteri 
berkonsultasi dengan Gubernur yang wilayah 
administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang 
akan ditawarkan. 
(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(2) dimaksudkan untuk memberikan 
penjelasan dan memperoleh informasi 
mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah 
tertentu yang dianggap potensial mengandung 
sumber daya Minyak dan gas bumi menjadi 
Wilayah Kerja. 
Pasal 4 
(1) Menteri menetapkan kebijakan penawaran 
Wilayah Kerja berdasarkan pertimbangan 
teknis, ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan 
berazaskan keterbukaan, keadilan, 
akuntabilitas dan persaingan. 
(2) Kebijakan penawaran Wilayah Kerja 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat 
berupa penawaran melalui lelang atau 
penawaran langsung. 
Pasal 5 
(1) Penawaran Wilayah kerja kepada Badan Usaha 
atau Bnetuk usaha Tetap dilakukan oleh 
menteri. 
(2) Dalam pelaksanaan penawaran Wilayah kerja 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri 
melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana. 
(3) Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap dapat 
mengajukan permohonan kepada menteri untuk 
mendaptkan Wilayah Kerja. 
(4) Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan 
permohaonan kepada Menteri untuk 
mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, 
Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut 
dengan mempertimbangkan program kerja, 
kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina 
(Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina
(Persero) 100%(seratus per seratus)dimiliki oleh 
Negara. 
(5) PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan 
permohonan untuk Wilayah Kerja yang telah 
ditawarkan. 
Pasal 6 
(1) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk 
Usaha Tetap sebagai Kontraktor yang diberi 
wewenang melakukan Kegiatan Usaha Hulu 
pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 2 ayat (1). 
(2) Dalam pelaksanaan penetapan Badan usaha atau 
Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) , Menteri melakukan koordinasi 
dengan Badan Pelaksana. 
(3) Untuk setiap Badan Usaha atau Bentuk Ttap 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya 
diberikan satu Wilayah Kerja. 
Pasal 7 
(1) Kontraktor wajib mengembalikan sebagian 
Wilayah Kerjanya secara bertahap atau 
seluruhnya kepada Menteri melalui Badan 
Pelaksana, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. 
(2) Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
kontraktor dapat mengembalikan sebagian atau 
seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri 
melalui Badan Pelaksana sebelum jangka 
waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. 
(3) Kontraktor wajib mengembalikan seluruh 
Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan 
Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja 
Sama berakhir. 
Pasal 8 
Dalam hal Kontraktor mengembalikan seluruh 
Wilayah Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), terlebih dahulu wajib memenuhi 
seluruh komitmen pasti Eksplorasi dan kewajiban 
lain berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 9 
Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan 
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 menjadi Wilayah Terbuka. 
Pasal 10 
Terhadap bagian Wilayah Kerja yang tidak 
dimanfaatkan oleh Kontraktor, Menteri dapat 
meminta bagian Wilayah kerja tersebut dan 
menetapkan kebijakan pengusahaanya berdasarkan 
pertimbangan optimasi pemanfaatan sumber daya 
Minyak dan Gas bumi setelah mendapat 
Pertimbangan dari Badan Pelaksana. 
BAB III 
SURVEY UMUM DAN DATA MINYAK DAN 
GAS BUMI 
Pasal 11 
(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja, 
menteri melakukan kegiatan Survey Umum. 
(2) Kegiatan Survey Umum sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada 
Wilayah Terbuka di dalam Wilayah Hukum 
Pertambangan. 
(3) Kegiatan Survey Umum antara lain meliputi 
survey geologi, survey geofisika, dan survey 
geokimia. 
Pasal 12 
Selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 ayat 
(2), Survey Umum dapat dilaksanakan melintasi 
Wilayah Kerja setelah terlebih dahulu melakukan 
koordinasi dengan Badan Pelaksana untuk 
pemberitahuan kepada Kontraktor yang 
bersangkutan. 
Pasal 13 
(1) Dalam rangka pelaksanaan Survey Umum 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11,
Menteri dapat memberikan izin kepada Badan 
Usah sebagai pelaksana Survey Umum. 
(2) Pelaksanaan Survey umum oleh Badan Usaha 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
dilaksanakan atas biaya dan risiko sendiri. 
(3) Sebelum melaksanakan Survey Umum Badan 
Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada 
Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan 
Survey Umum. 
Pasal 14 
Badan Usaha yang melakukan Survey Umum 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) 
dapat menyimpan dan memanfaatkan Data hasil 
Survey Umum sampai dengan berakhirnya izin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). 
Pasal 15 
(1) Data yang diperoleh dari Survey Umum dan 
Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara 
yang dikuasai oleh pemerintah. 
(2) Menteri menetapkan pengaturan pengelolaan 
dan pemanfaatan Data yang diperoleh dari 
Survey Umum dari Survey Umum dan 
Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1). 
Pasal 16 
Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 15 meliputi perolehan, pengadministrasian, 
pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, 
dan pemusnahan Data. 
Pasal 17 
(1) Pengiriman, penyerahan dan atau 
pemindahtanganan Data sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 15 wajib 
mendapatkan izin dari Menteri. 
(2) Menteri menetapkan jenis-jenis Data yang 
wajib mendapatkan izin sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 18 
(1) Kontraktor dapat mengelola Data hasil kegiatan 
Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerjanya 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 selama 
jangka waktu Kontrak Kerja sama, kecuali 
pemusnahan Data. 
(2) Apabila kontraktor dalam pengelolaan Data 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
menunjuk pihak lain, wajib mendapatkan 
persetujuan Menteri. 
(3) Pihak lain yang ditunjuk untuk mengelola Data 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus 
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 
(4) Kontraktor wajib menyimpan Data yang 
dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (1) di Wilayah Hukum Pertambangan 
Indonesia. 
(5) Kontraktor dapat menyimpan salinan Data di 
luar Wilayah hukum Pertambangan indonesia, 
setelah mendapat izin Menteri. 
Pasal 19 
(1) Badan usaha yang melakukan Survey umum 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib 
menyerahkan seluruh Data yang diperoleh 
kepada Menteri setelah berakhirnya izin yang 
diberikan. 
(2) Apabila Kontrak kerja Sama berakhir 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3), 
kontraktor wajib menyerahkan seluruh Data 
yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan 
Eksploitasi kepada Menteri melalui Badan 
pelaksana. 
(3) Kontraktor melalui badan Pelaksana wajib 
menyerahkan kepada Menteri seluruh Data 
yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan 
Eksploitasi di Wilayah Kerjanya apabila 
Wilayah Kerja tersebut dikembalikan 
sebagaimana dimaksud dalamm Pasal 7. 
(4) Kontraktor yang Kontrak kerja Samanya telah 
berakhir atau yang mengalihkan semua 
interesnya kepada Badan Usaha atau Bentuk 
usaha Tetap lain, dapat mengajukan
permohonan izin kepada Menteri untuk 
menyimpan dan menggunakan salinan data dari 
wilayah kerjanya. 
(5) Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) 
tidak boleh dialihkan pada pihak lain tanpa izin 
Menteri. 
Pasal 20 
Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib 
menyerahkan Data hasil Eksplorassi dan Eksploitasi 
kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak 
berakhirnya perolehan, pengolahan dan interpretasi 
data. 
Pasal 21 
Pertukaran Data antar kontraktor di dalam negeri 
atau antar Kontraktor dalam negeri dengan pihak 
lain di luar negeri dapat dilakukan setelah 
mendapatkan izin Menteri. 
Pasal 22 
Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan 
sebagai berikut : 
a. data Umum; merupakan Data mengenai 
idetifikasi dan letak geografis potensi, 
cadangan dan sumur Minyak dan Gas Bumi 
serta produksi minyak dan gas bumi. 
b. Data Dasar; merupakan deskripsi atau besaran 
dari hasil rekaman atau pencatatan dari 
penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, 
kegiatan pemboran dan produksi. 
c. Data olahan; merupakan Data yang diperoleh 
dari hasil analisis dan evaluasi Data dasar. 
d. Data Interpretasi; merupakan Data yang 
diperoleh dari hasil interpretasi data dasar 
dan/atau Data olahan. 
Pasal 23
(1) Data dasar, data olahan dan data Interpretasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bersifat 
rahasia untuk jangka waktu tertentu. 
(2) Masa kerahsiaan Data sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) adalah : 
a. Data Dasar, ditetepkan 4 (empat) tahun. 
b. Data olahan, ditetapkan 6 (enam) tahun. 
c. Data Interpretasi, ditetapkan 8 (delapan) 
tahun. 
(3) Apabila suatu Wilayah Kerja dikembalikan 
kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7, maka seluruh Data dari Wilayah 
kerja yang bersangkutan tidak lagi 
diklafikasikan sebagai Data yang bersifat 
rahasia. 
BAB IV 
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA HULU 
Pasal 24 
(1) Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh Badan 
usaha atau Bentuk usaha Tetap berdasarkan 
kontrak Kerja Sama dengan badan Pelaksana. 
(2) Kontrak kerja Sama sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) paling sedikit memuat 
persyaratan : 
a. kepemilikan sumber daya Minyak dan Gas 
bumi tetap di tangan Pemerintah; 
b. Pengendalian manajemen atas operasi yang 
dilaksanakan oleh Kontraktor berada pada 
Badan Pelaksana; 
c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung 
oleh Kontraktor. 
Pasal 25 
(1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan 
pokok Kontrak Kerja Sama yang 
akan diberlakukan untuk Wilayah Kerja 
tertentu dengan mempertimbangkan tingkat 
risiko dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
negara serta ketentuan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku. 
(2) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan 
pokok Kontrak Kerja Sama 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah 
mendapat pertimbangan dari Kepala Badan 
Pelaksana. 
Pasal 26 
Kontrak Kerja Sama wajib memuat paling sedikit 
ketentuan-ketentuan pokok yaitu : 
a. penerimaan negara; 
b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya; 
c. Kewajiban pengeluaran dana; 
d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas 
Minyak dan Gas Bumi; 
e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan 
Kontrak; 
f. Penyelesaian perselisihan; 
g. Kewajiban pemasokan Minyak Bumi 
dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam 
negeri; 
h. Berakhirnya Kontrak; 
i. Kewajiban pasca operasi pertambangan; 
j. Keselamatan dan kesehatan kerja; 
k. Pengelolaan lingkungan hidup; 
l. Pengalihan hak dan kewajiban 
m. Pelaporan yang diperlukan; 
n. Rencana pengembangan lapangan; 
o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa 
dalam negeri; 
p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan 
jaminan hak-hak masyarakat adat; 
q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja 
Indonesia; 
Pasal 27 
(1) Jangka waktu kontrak Kerja Sama sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 24 paling lama 30 (tiga 
puluh) tahun. 
(2) Jangka Waktu kontrak Kerja Sama sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas jangka 
waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.
(3) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (2) adalah 6 (enam) tahun, dan dapat 
diperpanjang hanya 1(satu) kali paling lama 4 
(empat) tahun berdasarkan permintaan dari 
Kontraktor selama Kontraktor telah memenuhi 
kewajiban minimum menurut Kontrak Kerja 
Sama yang persetujuannya dilakukan oleh 
Badan Pelaksana. 
(4) Apabila dalam jangka waktu Eksplorasi 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) 
Kontraktor tidak menemukan cadangan Minyak 
dan/atau Gas bumi yang dapat diproduksikan 
secara komersial maka Kontraktor wajib 
mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya. 
Pasal 28 
(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dapat 
diperpanjang dengan jangka waktu 
perpanjangan paling lama 20 (dua puluh) 
tahun untuk setiap kali perpanjangan. 
(2) Ketentuan-ketentuan atau bentuk kontrak 
Kerja Sama dalam perpanjangan Kontrak 
kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (1), harus tetap menguntungkan bagi 
negara. 
(3) Kontraktor melalui Badan Pelaksana 
mengajukan permohonan perpanjangan 
Kontrak Kerja Sama sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri. 
(4) Badan Pelaksana melakukan evaluasi 
terhadap permohonan perpanjangan 
Kontrak Kerja Sama sebagai bahan 
pertimbangan Menteri, dalam memberikan 
persetujuan atau penolakan permohonan 
Kontraktor. 
(5) Permohonan perpanjangan Kontrak Kerja 
Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(3), dapat disampaikanpaling cepat 10 
(sepuluh) tahun dan paling lambat 2 (dua) 
tahun sebelum Kontrak Kerja Sama 
berakhir. 
(6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana 
ditetapkan dalam ayat(5), dalam hal 
Kontraktor telah terikat dengan kesepakatan
jual beli Gas Bumi, Kontraktor dapat 
mengajukan perpanjangan Kontrak Kerja 
Samalebih cepat dari batas waktu 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5). 
(7) Dalam memberikan persetujuan 
perpanjangan Kontrak Kerja Sama 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
Menteri mempertimbangkan faktor-faktor 
antara lain potensi cadangan Minyak 
dan/atau Gas Bumi dari Wilayah kerja yang 
bersangkutan, potensi atau kepastian 
Pasar/kebutuhan, dan kelayakan 
teknis/ekonomis. 
(8) Berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan 
ayat (7) Menteri dapat menolak atau 
menyetujui permohonan perpanjangan 
Kontrak Kerja Sama sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) untuk jangka 
waktu, bentuk dan ketentuan Kontrak kerja 
Sama tertentu. 
(9) PT Pertamina (Persero)dapat mengajukan 
permohonan kepada Menteri untuk Wilayah 
Kerja yang habis jangka waktu 
Kontraknya. 
(10)Menteri dapat menyetujui pemohonan 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (9), 
dengan mempertimbangkan program kerja, 
kemampuan teknis dan keuangan PT 
Pertamina (Persero) sepanjang saham PT 
Pertamina (Persero) 100% (seratus per 
seratus) dimiliki oleh negara dan hal-hal 
lain yang berkaitan dengan Kontrak kerja 
Sama yang bersangkutan. 
Pasal 29 
(1) Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat 
mengusulkan kepada Menteri perubahan 
(amademen) ketentuan dan persyaratan 
Kontrak Kerja Sama. 
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak usulan 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana 
dan manfaat yang optimal bagi negara.
Pasal 30 
(1) Dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus 
delapan puluh) hari setelah tanggal efektif 
berlakunya Kontrak Kerja Sama, Kontraktor 
wajib memulai kegiatannya. 
(2) Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan 
kewajibannya sebagai mana dimaksud dalam 
ayat (1), Badan Pelaksana dapat mengusulkan 
kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan 
mengenai pengakhiran Kontrak Kerja Sama. 
Pasal 31 
(1) Selama 3 (tiga) tahun pertama pada jangka 
waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 27 ayat (3), Kontraktor wajib melakukan 
program kerja pasti denagn perkiraan jumlah 
pengeluaran yang ditetapkan dalam Kontrak 
Kerja Sama. 
(2) Apabila dalam pelaksanaan program kerja pasti 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara 
teknis dan ekonomis tidak memungkinkan 
untuk dilaksanakan, Kontraktor melalui Badan 
Pelaksana dapat mengusulkan perubahan 
kepada Menteri untuk mendapatkan 
persetujuan. 
(3) Menteri dapat menyetujui atau menolak usul 
program kerja pasti sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (2) berdasarkan pertimbangan 
Badan Pelaksana. 
(4) Dalam hal Kontraktor mengakhiri Kontrak 
Kerja Sama dan tidak dapat melaksanakan 
sebagian atau seluruh program kerja pasti 
sebagai mana dimaksud dalam ayat (2), 
kontraktor wajib membayar kepada pemerintah 
melalui Badan Pelaksana senilai jumlah 
pengeluaran yang terkait dengan kerja pasti 
yang belum dapat dilaksanakan. 
Pasal 32 
Dalam hal kontraktor tidak dapat melaksanakn 
Kewajiban-kewajibannyasesuai dengan Kontrak 
Kerja Samanya dan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku, Badan Pelaksana dapat mengusulkan
kepada Menteri untuk mengakhiri Kontrak Kerja 
Sama. 
Pasal 33 
(1) Kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, 
dan memindahtangankan sebagian atau seluruh 
hak dan kewajibannya (participating interest) 
kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan 
Menteri berdasarkan pertimbangan Badan 
pelaksana. 
(2) Dalam hal pengalihan, penyerahan, dan 
pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak 
dan kewajiban Kontraktor sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) kepada perusahaan 
non afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra 
kerja dalam wilayah kerja yang sama, Menteri 
dapat meminta Kontraktor untuk menawarkan 
terlebih dahulukepada perusahan nasional. 
(3) Pembukaan (disclose) Data dalam rangka 
pengalihan, Penyerahan, dan pemindahtanganan 
sebagian atau seluruh hak dan kewajiban 
Kontraktor kepada pihak lain sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapatkan 
izin dari Menteri melalui Badan Pelaksan. 
(4) Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian 
hak dan kewajibannya secara mayoritas kepada 
pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka 
waktu 3 (tiga) tahun pertama masa Eksplorasi. 
Pasal 34 
Sejak disetujuinya rencana pengemabangan 
lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari 
suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan 
participating interest 10% (sepuluh per seratus) 
kepada Badan Usaha Milik Daerah. 
Pasal 35 
(1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk 
mengambil participating interest sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh 
Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka 
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak 
tanggal penawaran dari kontraktor.
(2) Dalam hal Badan Usaha Milik daerah tidak 
memberikan pernyataan kesanggupan dalam 
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (1), kontraktor wajib menawarkan kepada 
perusahaan nasional 
(3) Dalam hal perusahaan nasional tidak 
memberikan pernyataan minat dan 
kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 
60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran 
dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, 
maka penawaran dinyataiakan tertutup. 
Pasal 36 
(1) Kontraktor wajob mengalokasikan dana untuk 
kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu. 
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(1), dilakukan sejak dimulainya masa 
Eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana 
kerja dan anggaran. 
(3) Penempatan alokasi dana sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) dan (2), disepakati 
Kontraktor dan Badan Pelaksana dan berfungsi 
sebagai dana cadangan khusus Kegiatan Usaha 
Hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan. 
(4) Tata cara penggunaan dana cadangan khusu 
untuk pasca operasi sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (3) ditetapkan dalam Kontrak Kerja 
Sama. 
Pasal 37 
(1) Kontrak Kerja Sama dibuat dalam bahasa 
Indonesia dan/atau bahasa Inggris. 
(2) Apabila Kontrak Kerja Sama dibuat dalam 
bahasa Indonesia dan bahasa inggris, dalam hal 
ini terjadi perbedaan penafsiran maka yang 
dipergunakan adalah penafsiran dalam bahasa 
Indonesia atau bahasa Inggris sesuai 
kesepakatan para pihak. 
Pasal 38 
Terhadap Kontrak Kerja Sama tunduk dan berlaku 
hukum Indonesia.
Pasal 39 
(1) Kontraktor wajib melaporkan penemuan dan 
hasil sertifikasi cadangan Minyak dan/atau Gas 
Bumi kepada Menteri melalui Badan Pelaksana. 
(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi 
lapangan Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor 
wajib melakukan konservasi dan 
melaksanakannya sesuai dengan Kaidah 
Keteknikan yang baik. 
(3) Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(2) dilaksanakan melalui upaya optimasi 
Eksploitasi dan efisiensi pemanfaatan Minyak 
dan gas Bumi. 
(4) Kaidah Keteknikan yang baik sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) meliputi : 
a. memenuhi ketentuan keselamatan dan 
kesehatan kerja serta pengelolaan 
lingkungan hidup; 
b. memproduksikan Minyak dan Gas bumi 
sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar 
(Reservoir Management) yang baik; 
c. memproduksikan sumur Minyak dan Gas 
bumi dengan cara yang tepat; 
d. menggunakan teknologi perolan minyak 
tingkat lanjut/EOR yang tepat; 
e. meningkatkan usaha peningkatan 
kemampuan reservoar untuk mengalirkan 
fluida dengan teknik yang tepat; 
f. memenuhi ketentuan standar peralatan yang 
dipersyaratkan. 
Pasal 40 
Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib 
melaporkan kepada Menteri apabila diketemukan 
dan memperoleh bukti adanya pelamparan reservoar 
Minyak dan/atau Gas bumi yang memasuki 
Wilayah Kerja Kontraktor lainnya, Wilayah 
Terbuka atau wilayah/landas kontinen negara lain.
Uu migas   pp 35-2004
Uu migas   pp 35-2004

More Related Content

What's hot

Uu 4 2009 minerba
Uu 4 2009   minerbaUu 4 2009   minerba
Uu 4 2009 minerba
Ramadhani2603
 
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Winarso Arso
 
Permen esdm noomor 34 tahun 2017
Permen esdm noomor 34 tahun 2017Permen esdm noomor 34 tahun 2017
Permen esdm noomor 34 tahun 2017
Fahri Januar
 
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumi
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumiUu 27 tahun 2003 tentang panas bumi
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumiwalhiaceh
 
Penanganan PETI di Kabupaten Sragen
Penanganan PETI di Kabupaten SragenPenanganan PETI di Kabupaten Sragen
Penanganan PETI di Kabupaten SragenMaman Surachman
 
Permen esdm nomor 18 tahun 2018
Permen esdm nomor 18 tahun 2018Permen esdm nomor 18 tahun 2018
Permen esdm nomor 18 tahun 2018
ridwannoorfalah
 
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang MinerbaUu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
CIkumparan
 
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
Penataan Ruang
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahDianora Didi
 
Uu tambang dan perburuhan materi 3
Uu tambang dan perburuhan materi 3Uu tambang dan perburuhan materi 3
Uu tambang dan perburuhan materi 3Sylvester Saragih
 
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerbaUu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
Legal Akses
 
Pp1 2014bt
Pp1 2014btPp1 2014bt
Pp1 2014bt
genetixer
 
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
infosanitasi
 
Permen ESDM 20 no. 2013
Permen ESDM 20 no. 2013Permen ESDM 20 no. 2013
Permen ESDM 20 no. 2013Fikri Irsyad
 

What's hot (16)

Uu 4 2009 minerba
Uu 4 2009   minerbaUu 4 2009   minerba
Uu 4 2009 minerba
 
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
Pp no 17 tahun 1974 pengawasan pelaksanaan eksplorasi eksploitasimigaslepaspa...
 
Permen esdm noomor 34 tahun 2017
Permen esdm noomor 34 tahun 2017Permen esdm noomor 34 tahun 2017
Permen esdm noomor 34 tahun 2017
 
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumi
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumiUu 27 tahun 2003 tentang panas bumi
Uu 27 tahun 2003 tentang panas bumi
 
UU No. 11 1967
UU No. 11 1967UU No. 11 1967
UU No. 11 1967
 
Penanganan PETI di Kabupaten Sragen
Penanganan PETI di Kabupaten SragenPenanganan PETI di Kabupaten Sragen
Penanganan PETI di Kabupaten Sragen
 
Permen esdm nomor 18 tahun 2018
Permen esdm nomor 18 tahun 2018Permen esdm nomor 18 tahun 2018
Permen esdm nomor 18 tahun 2018
 
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang MinerbaUu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
 
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
UU No, 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentinga...
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
 
Uu tambang dan perburuhan materi 3
Uu tambang dan perburuhan materi 3Uu tambang dan perburuhan materi 3
Uu tambang dan perburuhan materi 3
 
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerbaUu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
Uu no. 4 tahun 2009 tentang minerba
 
Pp1 2014bt
Pp1 2014btPp1 2014bt
Pp1 2014bt
 
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 tentang Tata Cara dan Pers...
 
Permen ESDM 20 no. 2013
Permen ESDM 20 no. 2013Permen ESDM 20 no. 2013
Permen ESDM 20 no. 2013
 
Pp 55 tahun 2010
Pp 55 tahun 2010Pp 55 tahun 2010
Pp 55 tahun 2010
 

Viewers also liked

Keracunan
KeracunanKeracunan
Keracunan
Winarso Arso
 
Portable fire extinguisher
Portable fire extinguisherPortable fire extinguisher
Portable fire extinguisher
Winarso Arso
 
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk329 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
Winarso Arso
 
Uu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigasUu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigas
Winarso Arso
 
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerjaUu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
Winarso Arso
 
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambanganPp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
Winarso Arso
 
Electrical edit
Electrical editElectrical edit
Electrical edit
Winarso Arso
 
2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan
Winarso Arso
 
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak bum
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak  bumPp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak  bum
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak bum
Winarso Arso
 
Luka tusuk
Luka tusukLuka tusuk
Luka tusuk
Winarso Arso
 
Luka gigitan
Luka gigitanLuka gigitan
Luka gigitan
Winarso Arso
 
Penanganan pertama pada kecelakaan
Penanganan pertama pada kecelakaanPenanganan pertama pada kecelakaan
Penanganan pertama pada kecelakaan
Winarso Arso
 
13. smk 3 & p2 k3
13. smk 3 & p2 k313. smk 3 & p2 k3
13. smk 3 & p2 k3
Winarso Arso
 
Luka bakar
Luka bakarLuka bakar
Luka bakar
Winarso Arso
 
Cara pemakaian scba
Cara pemakaian scbaCara pemakaian scba
Cara pemakaian scba
Winarso Arso
 
4. gas detektor
4. gas detektor4. gas detektor
4. gas detektor
Winarso Arso
 
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar danPertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
Dessy Adeliana
 
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]Winarso Arso
 
6. alat pelindung pernafasan
6. alat pelindung pernafasan6. alat pelindung pernafasan
6. alat pelindung pernafasan
Winarso Arso
 
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
Winarso Arso
 

Viewers also liked (20)

Keracunan
KeracunanKeracunan
Keracunan
 
Portable fire extinguisher
Portable fire extinguisherPortable fire extinguisher
Portable fire extinguisher
 
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk329 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
 
Uu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigasUu no 2 th. 2001 miigas
Uu no 2 th. 2001 miigas
 
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerjaUu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
Uu no 1 th. 1970 keselamatan kerja
 
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambanganPp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
Pp no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan pertambangan
 
Electrical edit
Electrical editElectrical edit
Electrical edit
 
2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan
 
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak bum
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak  bumPp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak  bum
Pp no 11 thn 1979 keselamatan kerja pemurnian gas minyak bum
 
Luka tusuk
Luka tusukLuka tusuk
Luka tusuk
 
Luka gigitan
Luka gigitanLuka gigitan
Luka gigitan
 
Penanganan pertama pada kecelakaan
Penanganan pertama pada kecelakaanPenanganan pertama pada kecelakaan
Penanganan pertama pada kecelakaan
 
13. smk 3 & p2 k3
13. smk 3 & p2 k313. smk 3 & p2 k3
13. smk 3 & p2 k3
 
Luka bakar
Luka bakarLuka bakar
Luka bakar
 
Cara pemakaian scba
Cara pemakaian scbaCara pemakaian scba
Cara pemakaian scba
 
4. gas detektor
4. gas detektor4. gas detektor
4. gas detektor
 
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar danPertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
Pertolongan pertama pada keracunan, luka bakar dan
 
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]
7. pertolongan pertama pada kecelakaan [p3 k]
 
6. alat pelindung pernafasan
6. alat pelindung pernafasan6. alat pelindung pernafasan
6. alat pelindung pernafasan
 
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
7. kimia api & dasar pemadaman kebakaran
 

Similar to Uu migas pp 35-2004

Profil peraturan 47
Profil peraturan 47Profil peraturan 47
Profil peraturan 47
dewa sukro
 
Uu 22-2001
Uu 22-2001Uu 22-2001
Uu 22-2001abdus138
 
UU No 22 Tahun 2001
UU No 22 Tahun 2001UU No 22 Tahun 2001
UU No 22 Tahun 2001
Novianita Novianita
 
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gasUu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
tamihakim
 
140_PMK.06_2020Per.pdf
140_PMK.06_2020Per.pdf140_PMK.06_2020Per.pdf
140_PMK.06_2020Per.pdf
IvonnyDesilva
 
ISI 2.pdf
ISI 2.pdfISI 2.pdf
ISI 2.pdf
AndreFerdito1
 
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
Dpc Pkb Aceh Tamiang
 
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdfPermen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
tamihakim
 
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdfSalinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
AnangMontgomery
 
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)Fikri Irsyad
 
UU NO 4 tahun 2009
UU NO 4 tahun 2009UU NO 4 tahun 2009
UU NO 4 tahun 2009
Mario Yuven
 
9 pp no 93 th 1999 jasa tirta i
9   pp no 93 th 1999 jasa tirta i9   pp no 93 th 1999 jasa tirta i
9 pp no 93 th 1999 jasa tirta iinfosanitasi
 
PMK No.135/PMK.06/2009
PMK No.135/PMK.06/2009 PMK No.135/PMK.06/2009
PMK No.135/PMK.06/2009
izaupdate
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
CI kumparan
 
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Penataan Ruang
 
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Penataan Ruang
 
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
Roko Subagya
 

Similar to Uu migas pp 35-2004 (20)

Profil peraturan 47
Profil peraturan 47Profil peraturan 47
Profil peraturan 47
 
Uu 22-2001
Uu 22-2001Uu 22-2001
Uu 22-2001
 
UU No 22 Tahun 2001
UU No 22 Tahun 2001UU No 22 Tahun 2001
UU No 22 Tahun 2001
 
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gasUu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
Uu 22-tahun-2001-tentang-minyak-dan-gas
 
140_PMK.06_2020Per.pdf
140_PMK.06_2020Per.pdf140_PMK.06_2020Per.pdf
140_PMK.06_2020Per.pdf
 
Uu 27 2003
Uu 27 2003Uu 27 2003
Uu 27 2003
 
ISI 2.pdf
ISI 2.pdfISI 2.pdf
ISI 2.pdf
 
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
Instruksi menteri-negara-agraria-kepala-badan-pertanahan-nasional-nomor-77-ke...
 
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdfPermen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
Permen ESDM No 52 2018 ttg Perubahan Perizinan Migas.pdf
 
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdfSalinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
Salinan Kepmen ESDM Nomor 301 RPMBN 2022 sd 2027.pdf
 
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
UU 4 tahun 2009 (UU Minerba)
 
UU NO 4 tahun 2009
UU NO 4 tahun 2009UU NO 4 tahun 2009
UU NO 4 tahun 2009
 
Perda 20 2011
Perda 20 2011Perda 20 2011
Perda 20 2011
 
9 pp no 93 th 1999 jasa tirta i
9   pp no 93 th 1999 jasa tirta i9   pp no 93 th 1999 jasa tirta i
9 pp no 93 th 1999 jasa tirta i
 
UU 12 th 1994
UU 12 th 1994UU 12 th 1994
UU 12 th 1994
 
PMK No.135/PMK.06/2009
PMK No.135/PMK.06/2009 PMK No.135/PMK.06/2009
PMK No.135/PMK.06/2009
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
 
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
 
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap  Bangun dan Lingk...
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingk...
 
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
:::PER ::::: 20/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Lainnya
 

More from Winarso Arso

05 daftar isi-baik
05 daftar isi-baik05 daftar isi-baik
05 daftar isi-baikWinarso Arso
 
Tubuh kita
Tubuh kitaTubuh kita
Tubuh kita
Winarso Arso
 
Mengagumkan
MengagumkanMengagumkan
Mengagumkan
Winarso Arso
 
Marikitabelajartentangislam
MarikitabelajartentangislamMarikitabelajartentangislam
Marikitabelajartentangislam
Winarso Arso
 
Islam budha
Islam budhaIslam budha
Islam budha
Winarso Arso
 
Desain di alam[1]
Desain di alam[1]Desain di alam[1]
Desain di alam[1]
Winarso Arso
 
Al quran dan_sains[1]
Al quran dan_sains[1]Al quran dan_sains[1]
Al quran dan_sains[1]
Winarso Arso
 
11. slips, trips & falls bahasa
11. slips, trips & falls bahasa 11. slips, trips & falls bahasa
11. slips, trips & falls bahasa
Winarso Arso
 
17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industriWinarso Arso
 
15 teknik pemadaman kebakaran
15 teknik pemadaman kebakaran15 teknik pemadaman kebakaran
15 teknik pemadaman kebakaranWinarso Arso
 
13. smk3 dan p2 k3
13. smk3 dan p2 k313. smk3 dan p2 k3
13. smk3 dan p2 k3Winarso Arso
 

More from Winarso Arso (20)

08 mengapakah
08 mengapakah08 mengapakah
08 mengapakah
 
07 fakta ilmiah
07 fakta ilmiah07 fakta ilmiah
07 fakta ilmiah
 
06 pendahuluan
06 pendahuluan06 pendahuluan
06 pendahuluan
 
05 daftar isi-baik
05 daftar isi-baik05 daftar isi-baik
05 daftar isi-baik
 
04 kt pengantar
04 kt pengantar04 kt pengantar
04 kt pengantar
 
03 ttg pengarang
03 ttg pengarang03 ttg pengarang
03 ttg pengarang
 
01 kdt
01 kdt01 kdt
01 kdt
 
02 kpd pembaca
02 kpd pembaca02 kpd pembaca
02 kpd pembaca
 
Tubuh kita
Tubuh kitaTubuh kita
Tubuh kita
 
Mengagumkan
MengagumkanMengagumkan
Mengagumkan
 
Marikitabelajartentangislam
MarikitabelajartentangislamMarikitabelajartentangislam
Marikitabelajartentangislam
 
Islam budha
Islam budhaIslam budha
Islam budha
 
Desain di alam[1]
Desain di alam[1]Desain di alam[1]
Desain di alam[1]
 
Al quran dan_sains[1]
Al quran dan_sains[1]Al quran dan_sains[1]
Al quran dan_sains[1]
 
11. slips, trips & falls bahasa
11. slips, trips & falls bahasa 11. slips, trips & falls bahasa
11. slips, trips & falls bahasa
 
17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industri
 
16. permit sistem
16. permit sistem16. permit sistem
16. permit sistem
 
15 teknik pemadaman kebakaran
15 teknik pemadaman kebakaran15 teknik pemadaman kebakaran
15 teknik pemadaman kebakaran
 
14. hazops
14. hazops14. hazops
14. hazops
 
13. smk3 dan p2 k3
13. smk3 dan p2 k313. smk3 dan p2 k3
13. smk3 dan p2 k3
 

Recently uploaded

PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
AgusRahmat39
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
lastri261
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
WILDANREYkun
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 

Recently uploaded (20)

PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 

Uu migas pp 35-2004

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategi tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditi vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolanya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. c. Bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan. d. Bahwa Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang- undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi e. Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan gas
  • 2. Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak bumi dan gas bumi. f. Bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional. g. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut diatas serta untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi, maka perlu membentuk Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5); Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang- Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan 3. Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 3. Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau aatu ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang terbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas bumi. 2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses pertambangan Minyak dan Gas Bumi. 3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi. 4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. 5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. 6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi
  • 4. kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar wilayah kerja. 7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksplotasi. 8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan. 9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. 10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. 11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan memperoleh bagian-bagian, mempertinggi 12. nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. 13. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. 14. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.
  • 5. 15. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa. 16. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia. 17. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. 18. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 19. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 20. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 21. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 22. Pemerintahan Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.
  • 6. 23. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Otonomi yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah. 24. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi. 25. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi serta pengangkutan Gas Bumi melalui pipa pada Kegiatan Usaha Hilir. 26. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataaan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan. Pasal 3 Penyelenggaran kegiatan usaha minyak dan Gas Bumi bertujuan : a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.
  • 7. b. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. c. Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak bumi dan Gas Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri. d. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional. e. Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta f. memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia. g. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. BAB III PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 4 Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi bertujuan : a. Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
  • 8. b. Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. c. Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23. Pasal 5 Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas : 1. Kegiatan Usaha Hulu yang mecakup : a. Eksplorasi b. Eksploitasi 2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup : a. Pengolahan b. Pengangkutan c. Penyimpanan d. Niaga Pasal 6 (1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagimana dimaksud dalam pasal 1 angka 19. (2) Kontrak Kerja Sama sebagimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan : a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan. b. Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana. c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Pasal 7 (1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 2 dilaksanakan dengan
  • 9. Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 20. (2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Pasal 8 (1) Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Kegiatan usaha Pengakutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaanya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai. (4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur. Pasal 9 (1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh : a. Badan usaha milik negara. b. Badan usaha milik daerah c. Koperasi; usaha kecil; d. Badan usaha swasta. (2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu.
  • 10. Pasal 10 (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu. BAB IV KEGIATAN USAHA HULU Pasal 11 (1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana. (2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu : a. penerimaan negara b. wilayah kerja dan pengembaliannya c. kewajiban pengeluaran dana d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi. e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak f. Penyelesaian perselisihan. g. Kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri. h. Berakhirnya kontrak. i. Kewajiban pascaoperasi pertambangan. j. Keselamatan dan kesehatan kerja. k. Pengelolaan lingkungan hidup. l. Pengalihan hak dan kewajiban. m. Pelaporan yang diperlukan.
  • 11. n. Rencana pengembangan lapangan. o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri. p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat. q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia. Pasal 12 (1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan pemerintahan Daerah. (2) Penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Menteri. (3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 13 (1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja. (2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja, harus dibentuk adan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja. Pasal 14 (1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun. (2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana
  • 12. (3) dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pasal 15 (1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi. (2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan 6 (enam) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode yang dilaksanakan paling lama 4 (empat) tahun. Pasal 16 Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada menteri. Pasal 17 Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. Pasal 18 Pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai Kontrak Kerja Sama, penetapan dan penawaran Wilayah Kerja, perubahan dan perpanjangan Kontrak Kerja Sama, serta pengembalian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 19 (1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja sebagimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1),
  • 13. dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh atau dengan izin Pemerintahan. (2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintahan. Pasal 20 (1) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. (2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerjanya dapat digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama. (3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa kontrak kerja sama kepada Menteri melalui Badan Pelaksana. (4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan. (5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja. (6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, pengelolaan, dan pemanfaatan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah. Pasal 21
  • 14. (1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan. (2) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik. (3) Ketentuan mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi, dan ketentuan kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 22 (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB V KEGIATAN USAHA HILIR Pasal 23 (1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari pemerintahan. (2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha
  • 15. Gas Bumi sebagaimana dimaksud dala ayat (1) dibedakan atas : a. Izin Usaha Pengolahan; b. Izin Usaha Pengangkutan; c. Izin Usaha Penyimpanan; d. Izin Usaha Niaga; (3) Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 24 (1) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 paling sedikit memuat : a. nama penyelenggara; b. jenis usaha yang diberikan; c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan; d. syarat-syarat teknis. (2) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pasal 25 (1) Pemerintah dapat menyampaikan teguran tertulis menangguhkan kegiatan, membekukan kegiatan, atau mencabut Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berdasarkan : a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin Usaha; b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan Izin Usaha; c. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini. (2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada Badan Usaha untuk meniadakan
  • 16. pelanggaran yang telah dilakukan atau pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Pasal 26 Terhadap kegiatan Pengolahan lapangan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi yang dilakukan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak diperlukan Izin Usaha tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. Pasal 27 (1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi Gas Bumi Nasional. (2) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan ruas Pengangkutan tertentu. (3) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan wilayah Niaga tertentu. Pasal 28 (1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Harga Bahan Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu. Pasal 29
  • 17. (1) Pada wilayah yang mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak dan pada daerah-daerah terpencil, fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain. (2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Badan Pengatur dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. Pasal 30 Ketentuan mengenai usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI PENERIMAAN NEGARA Pasal 31 (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan Negara Bukan Pajak. (2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas : a. pajak-pajak; b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai; c. pajak daerah dan retribusi daerah. (3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas : a. bagian negara; b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi; c. bonus-bonus.
  • 18. (4) Dalam Kontrak Kerja sama ditentukan bahwa kewajiban membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan : a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang yang berlaku pada saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau b. ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang berlaku. (5) Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), serta tata cara. (6) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 32 Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII HUBUNGAN KEGIATAN USAHA DAN GAS BUMI DENGAN HAK ATAS TANAH Pasal 33 (1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dilaksanakan di dalam Wilayah hukum Pertambangan Indonesia. (2) Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
  • 19. (3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan pada : a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah masyarakat adat; b. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya; c. bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara; d. bagunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya; Kecuali dengan izin dari instansi pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Pasal 34 (1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap akan menggunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah negara di dalam Wilayah Kerjanya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penyelesaian sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah diatas tanah negara. Pasal 35 Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengizinkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan, apabila : a. sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinannya yang sah, serta memberitahukan
  • 20. maksud dan tempat kegiatan yang akan dilakukan; b. dilakukan terlebih dahulu penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 34. Pasal 36 (1) Dalam hal badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap telah diberikan Wilayah Kerja, maka terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan areal pengamannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah tersebut. (2) Dalam hal pemberian Wilayah Kerja sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) meliputi areal yang luas di atas tabah negara, maka bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dapat diberikan kepada pihak lain oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidangnya. (3) agraria atau pertahanan dengan mengutamakan masyarakat setempat setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. Pasal 37 Ketentuan Mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah hak atau tanah negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
  • 21. Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 38 Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas bumi dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 39 (1) Pembinaan sebagimana dimaksud dalam Pasal 38 meliputi : a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di Bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan Bahan Bakar minyak dan Gas bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan. (2) Pelaksanaan pembinaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara cermat, transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan gas Bumi. Pasal 40 (1) Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan kaidah keteknikan yang baik. (2) Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundang-
  • 22. undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. (3) Pengelolaan lingkungan hidup sebaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaopersasi pertambangan. (4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa,serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing. (5) Badan Usaha atau bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. (6) Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta pengeloaan lingkungan hidup sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 41 (1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berada pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha minyak dan Gas Bumi dan departemen yang terkait.
  • 23. (2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. (3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkanIzin Usaha dilaksanakan oleh Badan Pengatur. Pasal 42 Pengawasan sebagiamana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) meliputi : a. konversi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi; b. Pengeloaan data Minyak dan Gas Bumi; c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik; d. Jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas bumi; e. Alokasi dan distribusi Bahan Bakar minyak dan bahan baku; f. Keselamatan dan kesehatan kerja; g. Pengelolaan lingkungan hidup; h. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemapuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; i. Penggunaan tenaga kerja asing; j. Pengembangan tenaga kerja iIndonesia; k. Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat; l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi; m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; Pasal 43 Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 41, dan Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX BADAN PELAKSANA DAN BADAN PENGATUR
  • 24. (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak kerja Sama Kegiatan Usaha hulu sebagaiman dimaksdu dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanaka oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (3). (2) Fungsi Badan Pelaksana sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumberdaya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebiksanaanya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama; b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama; c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan; d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e. memberikan persetujuan rencana Kerja dan anggaran; f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; g. menunjuk penjual minyak Bumi dan/atau Gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. Pasal 45 (1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum milik negara.
  • 25. (2) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. (3) Kepala Badan pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 46 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaiman dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). (2) Fungsi Badan Pengatur sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gasa Bumi yang ditetapkan Pemeritah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam Negeri. (3) Tugas badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai; a. ketersediaan dan distribusi Bahan bakar minyak; b. cadangan Bahan Minyak Nasional; c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak; d. tarif Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. (4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
  • 26. Pasal 47 (1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas komite dan bidang. (2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang berasal dari tenaga profesioanal. (3) Ketua dan anggota komite Badan pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada Presiden. (5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 48 (1) Anggaran biaya operasional Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 didasarkan pada imbalan (fee) dari Permerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Anggaran biaya operasional Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan iuran dari Badan Usaha yang diaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 49 Ketentuan mengenai struktur organisasi, status, fungsi, tugas, personalia, wewenang dan tanggung jawab serta mekanisme kerja Badan Pelaksana dan
  • 27. Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB X PENYIDIKAN Pasal 50 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang : a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tidak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; c. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; d. Menggeladah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;
  • 28. e. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; f. Menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha Minyak dan Gas bumi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; h. Menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi; (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana. (5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 51 (1) Setiap orang yang melakukan Survei umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  • 29. (2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahtangankan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apapun dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh muliar rupiah). Pasal 52 Setiap orang yamg melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Pasal 53 Setiap orang yang melakukan : a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); b. Pengangkutan sebagimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp 40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah); c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara palin lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); Pasal 54
  • 30. Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Pasal 55 Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Pasal 56 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya. (2) Dalam hal ini tidak pidana dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap, pidana yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya. Pasal 57 (1) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 adalah pelanggaran. (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 adalah kejahatan. Pasal 58 Selain ketentuan pidana sebagiamana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
  • 31. pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 59 Pada saat Undang-undang ini berlaku : a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pelaksana; b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pengatur. Pasal 60 Pada saat Undang-undang ini berlaku : a. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pertamina dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah; b. Selama Persero sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum terbentuk, Pertamina yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1971 (Lembaran Negara tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran negara nomor 2971) wajib melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi serta mengatur dan mengelola kekayaan, pegawai dan hal penting lainnya yang diperlukan; c. Saat terbentuknya Persero yang baru, kewajiban Pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dialihkan kepada Persero yang bersangkutan. Pasal 61 Pada saat Undang-undang ini berlaku : a. Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai terbentuknya Badan Pelaksana; b. Pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama
  • 32. dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina dan dianggap telah mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga. Pasal 62 Pada saat Undang-undang ini berlaku Pertamina tetap melaksanakan tugas penyediaan dan pelayanan Bahan Bakar minyak untuk keperluan dalam negeri sampai jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun. Pasal 63 Pada saat Undang-undang ini berlaku : a. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua pihak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana; b. dengan terbentuknaya Badan Pelaksana, kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana; c. semua kontrak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan; d. hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian atau perikatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap dilaksanakan oleh Pertamina sampai dengan terbentuknya Persero yang didirikan untuk itu dan beralih kepada Persero tersebut; e. pelaksanaan perundingan atau negoisasi antara Pertamina dan pihak lain dalam rangka kerja sama Eksplorasi dan Eksploitasi beralih pelaksanaanya kepada Menteri. Pasal 64 Pada saat Undang-undang ini berlaku :
  • 33. a. badan usaha milik negara, selain Pertamina, yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dianggap telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; b. Pelaksanaan pembangunan yang pada saat Undang-undang ini berlaku sedang dilakukan badanusaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap dilaksanakan oleh badan usaha milik negara yang bersangkutan; c. Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib membentuk Badan Usaha yang didirikan untuk kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; d. Kontrak atau perjanjian antara badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a dan pihak lain tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu kontrak atau perjanjian yang bersangkutan. BAB XIII KETENTUAN LAIN Pasal 65 Kegiatan usaha atas minyak atau gas selain yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang lain, diberlakukan ketentuan Undang-undang ini. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 (1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku : a. Undang- Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070); b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemeritah
  • 34. Pengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2505); c. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran negara Nomor 2971)berikut segala perubahannya, terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 3045). (2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1971 tentang perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 67 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 23 Nopember 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
  • 35. Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 23 Nopember 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 136 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (6), Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), Pasal 31 ayat (5), Pasal 37, dan Pasal 43 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana telah diubah dengan Perubahan Keempat undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan Gas bumi (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152); 3. Peraturan Pemerintah nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara nomor 4216); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahan
  • 36. Pertambangan Minyak dan gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi PerusahaanPerseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Minyak bumi, gas Bumi, Minyak dan Gas bumi, Kuasa pertambangan, Survey Umum, kegiatan Usaha hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia, Wilayah kerja, Badan Usaha, Bentuk usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan Gas Bumi. 2. Gas metana batubara (Coalbed Methane) adalah Gas bumi (hidro-karbon) dimana Gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification)dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) didalam batubara dan/atau lapisan batubara. 3. Wilayah terbuka adalah bagian dari Wilayah hukum Pertambangan Indonesia yang belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja. 4. Kontrak Bagi Hasil adalah bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi. 5. Kontrak Jasa adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama untuk pelaksanaan Eksploitasi Minyak
  • 37. dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan. 6. Kontraktor adalah Badan usaha atau Bentuk usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana. 7. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka (digital), gambar (analog), media magnetik, dokumen, perconto batuan, fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survey Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi. 8. Departemen adalah departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. 9. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan gas Bumi Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara juncto Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 10. PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No mor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk perusahaan pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). BAB II WILAYAH KERJA Pasal 2 (1) Kegiatan Usaha hulu dilaksanakan pada suatu Wilayah Kerja. (2) Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) direncanakan dan disiapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari Badan Pelaksana. Pasal 3
  • 38. (1) Menteri menetapkan dan mengumumkan Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap. (2) Dalam penetapan Wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri berkonsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. (3) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung sumber daya Minyak dan gas bumi menjadi Wilayah Kerja. Pasal 4 (1) Menteri menetapkan kebijakan penawaran Wilayah Kerja berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berazaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan persaingan. (2) Kebijakan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penawaran melalui lelang atau penawaran langsung. Pasal 5 (1) Penawaran Wilayah kerja kepada Badan Usaha atau Bnetuk usaha Tetap dilakukan oleh menteri. (2) Dalam pelaksanaan penawaran Wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana. (3) Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap dapat mengajukan permohonan kepada menteri untuk mendaptkan Wilayah Kerja. (4) Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohaonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina
  • 39. (Persero) 100%(seratus per seratus)dimiliki oleh Negara. (5) PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan permohonan untuk Wilayah Kerja yang telah ditawarkan. Pasal 6 (1) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai Kontraktor yang diberi wewenang melakukan Kegiatan Usaha Hulu pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Dalam pelaksanaan penetapan Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana. (3) Untuk setiap Badan Usaha atau Bentuk Ttap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya diberikan satu Wilayah Kerja. Pasal 7 (1) Kontraktor wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. (2) Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kontraktor dapat mengembalikan sebagian atau seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. (3) Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Pasal 8 Dalam hal Kontraktor mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), terlebih dahulu wajib memenuhi seluruh komitmen pasti Eksplorasi dan kewajiban lain berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
  • 40. Pasal 9 Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menjadi Wilayah Terbuka. Pasal 10 Terhadap bagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan oleh Kontraktor, Menteri dapat meminta bagian Wilayah kerja tersebut dan menetapkan kebijakan pengusahaanya berdasarkan pertimbangan optimasi pemanfaatan sumber daya Minyak dan Gas bumi setelah mendapat Pertimbangan dari Badan Pelaksana. BAB III SURVEY UMUM DAN DATA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 11 (1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja, menteri melakukan kegiatan Survey Umum. (2) Kegiatan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada Wilayah Terbuka di dalam Wilayah Hukum Pertambangan. (3) Kegiatan Survey Umum antara lain meliputi survey geologi, survey geofisika, dan survey geokimia. Pasal 12 Selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (2), Survey Umum dapat dilaksanakan melintasi Wilayah Kerja setelah terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana untuk pemberitahuan kepada Kontraktor yang bersangkutan. Pasal 13 (1) Dalam rangka pelaksanaan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 11,
  • 41. Menteri dapat memberikan izin kepada Badan Usah sebagai pelaksana Survey Umum. (2) Pelaksanaan Survey umum oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan atas biaya dan risiko sendiri. (3) Sebelum melaksanakan Survey Umum Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan Survey Umum. Pasal 14 Badan Usaha yang melakukan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat menyimpan dan memanfaatkan Data hasil Survey Umum sampai dengan berakhirnya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). Pasal 15 (1) Data yang diperoleh dari Survey Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. (2) Menteri menetapkan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan Data yang diperoleh dari Survey Umum dari Survey Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 16 Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan Data. Pasal 17 (1) Pengiriman, penyerahan dan atau pemindahtanganan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib mendapatkan izin dari Menteri. (2) Menteri menetapkan jenis-jenis Data yang wajib mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  • 42. Pasal 18 (1) Kontraktor dapat mengelola Data hasil kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 selama jangka waktu Kontrak Kerja sama, kecuali pemusnahan Data. (2) Apabila kontraktor dalam pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menunjuk pihak lain, wajib mendapatkan persetujuan Menteri. (3) Pihak lain yang ditunjuk untuk mengelola Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Kontraktor wajib menyimpan Data yang dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia. (5) Kontraktor dapat menyimpan salinan Data di luar Wilayah hukum Pertambangan indonesia, setelah mendapat izin Menteri. Pasal 19 (1) Badan usaha yang melakukan Survey umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib menyerahkan seluruh Data yang diperoleh kepada Menteri setelah berakhirnya izin yang diberikan. (2) Apabila Kontrak kerja Sama berakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3), kontraktor wajib menyerahkan seluruh Data yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan Eksploitasi kepada Menteri melalui Badan pelaksana. (3) Kontraktor melalui badan Pelaksana wajib menyerahkan kepada Menteri seluruh Data yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerjanya apabila Wilayah Kerja tersebut dikembalikan sebagaimana dimaksud dalamm Pasal 7. (4) Kontraktor yang Kontrak kerja Samanya telah berakhir atau yang mengalihkan semua interesnya kepada Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap lain, dapat mengajukan
  • 43. permohonan izin kepada Menteri untuk menyimpan dan menggunakan salinan data dari wilayah kerjanya. (5) Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak boleh dialihkan pada pihak lain tanpa izin Menteri. Pasal 20 Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib menyerahkan Data hasil Eksplorassi dan Eksploitasi kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya perolehan, pengolahan dan interpretasi data. Pasal 21 Pertukaran Data antar kontraktor di dalam negeri atau antar Kontraktor dalam negeri dengan pihak lain di luar negeri dapat dilakukan setelah mendapatkan izin Menteri. Pasal 22 Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan sebagai berikut : a. data Umum; merupakan Data mengenai idetifikasi dan letak geografis potensi, cadangan dan sumur Minyak dan Gas Bumi serta produksi minyak dan gas bumi. b. Data Dasar; merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi. c. Data olahan; merupakan Data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data dasar. d. Data Interpretasi; merupakan Data yang diperoleh dari hasil interpretasi data dasar dan/atau Data olahan. Pasal 23
  • 44. (1) Data dasar, data olahan dan data Interpretasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu. (2) Masa kerahsiaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. Data Dasar, ditetepkan 4 (empat) tahun. b. Data olahan, ditetapkan 6 (enam) tahun. c. Data Interpretasi, ditetapkan 8 (delapan) tahun. (3) Apabila suatu Wilayah Kerja dikembalikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, maka seluruh Data dari Wilayah kerja yang bersangkutan tidak lagi diklafikasikan sebagai Data yang bersifat rahasia. BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA HULU Pasal 24 (1) Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh Badan usaha atau Bentuk usaha Tetap berdasarkan kontrak Kerja Sama dengan badan Pelaksana. (2) Kontrak kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan : a. kepemilikan sumber daya Minyak dan Gas bumi tetap di tangan Pemerintah; b. Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh Kontraktor berada pada Badan Pelaksana; c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor. Pasal 25 (1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama yang akan diberlakukan untuk Wilayah Kerja tertentu dengan mempertimbangkan tingkat risiko dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
  • 45. negara serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Pelaksana. Pasal 26 Kontrak Kerja Sama wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu : a. penerimaan negara; b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya; c. Kewajiban pengeluaran dana; d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi; e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan Kontrak; f. Penyelesaian perselisihan; g. Kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri; h. Berakhirnya Kontrak; i. Kewajiban pasca operasi pertambangan; j. Keselamatan dan kesehatan kerja; k. Pengelolaan lingkungan hidup; l. Pengalihan hak dan kewajiban m. Pelaporan yang diperlukan; n. Rencana pengembangan lapangan; o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri; p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat; q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia; Pasal 27 (1) Jangka waktu kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 paling lama 30 (tiga puluh) tahun. (2) Jangka Waktu kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.
  • 46. (3) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang hanya 1(satu) kali paling lama 4 (empat) tahun berdasarkan permintaan dari Kontraktor selama Kontraktor telah memenuhi kewajiban minimum menurut Kontrak Kerja Sama yang persetujuannya dilakukan oleh Badan Pelaksana. (4) Apabila dalam jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Kontraktor tidak menemukan cadangan Minyak dan/atau Gas bumi yang dapat diproduksikan secara komersial maka Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya. Pasal 28 (1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dapat diperpanjang dengan jangka waktu perpanjangan paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan. (2) Ketentuan-ketentuan atau bentuk kontrak Kerja Sama dalam perpanjangan Kontrak kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus tetap menguntungkan bagi negara. (3) Kontraktor melalui Badan Pelaksana mengajukan permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri. (4) Badan Pelaksana melakukan evaluasi terhadap permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagai bahan pertimbangan Menteri, dalam memberikan persetujuan atau penolakan permohonan Kontraktor. (5) Permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dapat disampaikanpaling cepat 10 (sepuluh) tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum Kontrak Kerja Sama berakhir. (6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam ayat(5), dalam hal Kontraktor telah terikat dengan kesepakatan
  • 47. jual beli Gas Bumi, Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan Kontrak Kerja Samalebih cepat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5). (7) Dalam memberikan persetujuan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri mempertimbangkan faktor-faktor antara lain potensi cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi dari Wilayah kerja yang bersangkutan, potensi atau kepastian Pasar/kebutuhan, dan kelayakan teknis/ekonomis. (8) Berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (7) Menteri dapat menolak atau menyetujui permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk jangka waktu, bentuk dan ketentuan Kontrak kerja Sama tertentu. (9) PT Pertamina (Persero)dapat mengajukan permohonan kepada Menteri untuk Wilayah Kerja yang habis jangka waktu Kontraknya. (10)Menteri dapat menyetujui pemohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9), dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Kontrak kerja Sama yang bersangkutan. Pasal 29 (1) Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri perubahan (amademen) ketentuan dan persyaratan Kontrak Kerja Sama. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana dan manfaat yang optimal bagi negara.
  • 48. Pasal 30 (1) Dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal efektif berlakunya Kontrak Kerja Sama, Kontraktor wajib memulai kegiatannya. (2) Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan mengenai pengakhiran Kontrak Kerja Sama. Pasal 31 (1) Selama 3 (tiga) tahun pertama pada jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Kontraktor wajib melakukan program kerja pasti denagn perkiraan jumlah pengeluaran yang ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama. (2) Apabila dalam pelaksanaan program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara teknis dan ekonomis tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan perubahan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan. (3) Menteri dapat menyetujui atau menolak usul program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana. (4) Dalam hal Kontraktor mengakhiri Kontrak Kerja Sama dan tidak dapat melaksanakan sebagian atau seluruh program kerja pasti sebagai mana dimaksud dalam ayat (2), kontraktor wajib membayar kepada pemerintah melalui Badan Pelaksana senilai jumlah pengeluaran yang terkait dengan kerja pasti yang belum dapat dilaksanakan. Pasal 32 Dalam hal kontraktor tidak dapat melaksanakn Kewajiban-kewajibannyasesuai dengan Kontrak Kerja Samanya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Badan Pelaksana dapat mengusulkan
  • 49. kepada Menteri untuk mengakhiri Kontrak Kerja Sama. Pasal 33 (1) Kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan Badan pelaksana. (2) Dalam hal pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada perusahaan non afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, Menteri dapat meminta Kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulukepada perusahan nasional. (3) Pembukaan (disclose) Data dalam rangka pengalihan, Penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban Kontraktor kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapatkan izin dari Menteri melalui Badan Pelaksan. (4) Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya secara mayoritas kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa Eksplorasi. Pasal 34 Sejak disetujuinya rencana pengemabangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh per seratus) kepada Badan Usaha Milik Daerah. Pasal 35 (1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari kontraktor.
  • 50. (2) Dalam hal Badan Usaha Milik daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional (3) Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyataiakan tertutup. Pasal 36 (1) Kontraktor wajob mengalokasikan dana untuk kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sejak dimulainya masa Eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana kerja dan anggaran. (3) Penempatan alokasi dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), disepakati Kontraktor dan Badan Pelaksana dan berfungsi sebagai dana cadangan khusus Kegiatan Usaha Hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan. (4) Tata cara penggunaan dana cadangan khusu untuk pasca operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama. Pasal 37 (1) Kontrak Kerja Sama dibuat dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris. (2) Apabila Kontrak Kerja Sama dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris, dalam hal ini terjadi perbedaan penafsiran maka yang dipergunakan adalah penafsiran dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kesepakatan para pihak. Pasal 38 Terhadap Kontrak Kerja Sama tunduk dan berlaku hukum Indonesia.
  • 51. Pasal 39 (1) Kontraktor wajib melaporkan penemuan dan hasil sertifikasi cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi kepada Menteri melalui Badan Pelaksana. (2) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor wajib melakukan konservasi dan melaksanakannya sesuai dengan Kaidah Keteknikan yang baik. (3) Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan melalui upaya optimasi Eksploitasi dan efisiensi pemanfaatan Minyak dan gas Bumi. (4) Kaidah Keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup; b. memproduksikan Minyak dan Gas bumi sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar (Reservoir Management) yang baik; c. memproduksikan sumur Minyak dan Gas bumi dengan cara yang tepat; d. menggunakan teknologi perolan minyak tingkat lanjut/EOR yang tepat; e. meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida dengan teknik yang tepat; f. memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan. Pasal 40 Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib melaporkan kepada Menteri apabila diketemukan dan memperoleh bukti adanya pelamparan reservoar Minyak dan/atau Gas bumi yang memasuki Wilayah Kerja Kontraktor lainnya, Wilayah Terbuka atau wilayah/landas kontinen negara lain.