International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families memberikan perlindungan hak-hak pekerja migran dan keluarganya. Indonesia meratifikasi konvensi ini pada 2012 untuk melindungi lebih dari 2 juta TKI yang rentan kekerasan, meskipun masih berupaya meningkatkan perlindungan mereka. Konvensi ini mensyaratkan laporan berkala mengenai implementasinya di negara anggota."
1. INAS MUFIDATUL INSYIROH
KEPATUHAN INDONESIA DALAM INTERNATIONAL CONVENTION ON THE
PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF
THEIR FAMILIES: STUDI KASUS USAHA INDONESIA DALAM MELINDUNGI TKI
Add a little bit of body text
2. Pembukaan
International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant
Workers and Members of Their Families: Brief Explanation
Keadaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Alasan di Balik Ratifikasi Indonesia
Analisis
Penutup
OUTLINE
3. LATAR BELAKANG
01
Indonesia sebagai negara yang seringkali mengirim tenaga kerja ke
negara lain. Sebut saja Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan
negara-negara lain di kawasan Asia Timur atau Timur Tengah
02
Banyaknya tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri tak disertai dengan
perlindungan hukum yang kuat. Menurut data dari Tirto.id, jumlah TKI
bermasalah di luar negeri diestimasikan ada sekitar 1,8 juta orang
03
International Convention on the Protection of the Rights of All
Migrant Workers and Members of Their Families yang dibentuk pada
18 Desember 1990, dan entry into force pada 1 Juli 2003, sedangkan
Indonesia sendiri menandatanganinya pada 22 September 2004 namun
baru meratifikasinya 8 tahun kemudian yakni pada 31 Mei 2012
5. MANAGING COMPLIANCE
(Chayes & Chayes)
Menurut Chayes & Chayes, ada 3 hal yang
melatarbelakangi kepatuhan sebuah negara dalam
suatu rezim perjanjian internasional (propensity
to comply). Yakni yang pertama ialah alasan
efisiensi, alasan efisiensi ini berhubungan dengan
pertimbangan cost dan benefit. Alasan yang
kedua ialah berkaitan dengan kepentingan,
sebuah negara mau patuh terhadap perjanjian
internasional jika perjanjian internasional
tersebut sesuai dengan kepentingan yang ia
miliki, jika kepentingan yang ia miliki sudah
tidak sama lagi dengan perjanjian internasional
tersebut, maka bisa saja ia melakukan defect.
Alasan yang terakhir ialah terkait dengan norma,
suatu negara mau patuh terhadap perjanjian
internasional karena isi perjanjian tersebut sama
dengan norma yang dimiliki negara terkait.
LANDASAN
KONSEPTUAL
Selain itu, penulis juga mengemukakan
mengenai mekanisme laporan yang
menjadi cara untuk mengukur tingkat
kepatuhan setiap negara dalam perjanjian
internasional. Mekanisme pelaporan
tersebut dapat melalui beberapa cara yakni:
self assessment report, peer report,
problem report dan institutional report.
Dikemukakan juga bagaimana cara
mengatur compliance sebuah negara, yakni
dengan memastikan transparansi,
menyediakan mekanisme penyelesaian
masalah, mengadakan capacity building,
serta penggunaan cara-cara persuasif.
Add a little bit of body text
6. Mengacu pada 3 motif mengapa negara
mau patuh terhadap perjanjian
internasional yang dikemukakan oleh
Chayes & Chayes, penulis berpendapat
bahwa Indonesia meratifikasi konvensi
internasional perlindungan hak pekerja
migran dan keluarga mereka
dilatarbelakangi karena motif
kepentingan. Di mana, Indonesia
memiliki kepentingan untuk menjamin
perlindungan, keamanan, dan hak pekerja
migran mereka di negara lain. Dengan
meratifikasi konvensi ini, harapannya
Indonesia dapat secara komprehensif
melakukan perlindungan terhadap TKI
nya karena adanya jaminan internasional.
ARGUMEN UTAMA
8. International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers
and Members of Their Families
Konvensi ini sendiri diadopsi pada tanggal 18 Desember 1990 dan entry into force
pada 1 Juli 2003
Konvensi ini bertujuan untuk melakukan standarisasi dan harmonisasi terhadap
bagaimana seharusnya negara memperlakukan para pekerja migran yang
termanifestasikan dalam norma
Konsekuensi: harus ada badan yang memonitoring berjalannya konvensi ini, yakni
Committee on Migrant Workers
Konvensi ini dibentuk dengan mempertimbangkan norma-norma yang berlaku secara
internasional, yakni berlandaskan hak asasi manusia
Konvensi ini sendiri muncul karena adanya relita bahwa pekerja migran, utamanya
yang bekerja di sektor informal rentan mengalami tindak kekerasan
Pengawasan dilakukan dengan mekanisme mewajibkan setiap negara mengirimkan
laporan berkala mengenai implementasi konvensi ini di negaranya. Laporan pertama
diserahkan setelah satu tahun terimplementasi, dan selanjutnya secara rutin 5 tahun
sekali. Selanjutnya, komite ini akan memberikan rekomendasi kepada negara terkait
Komite ini juga terbuka terhadap laporan secara individual
9. Keadaan TKI di Luar Negeri dan Respon Pemerintah Terhadap Kasus Kekerasan
yang Terjadi
Menurut data dari International Organization for Migration Indonesia (IOM) yang
dilansir dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pada tahun 2006 sendiri
ada total 2.7 juta TKI legal yang bekerja di luar negeri, jumlah mereka terhitung 2.8%
dari jumlah populasi total penduduk Indonesia, dengan jenis kelamin terbanyak ialah
perempuan
Kebanyakan dari TKI tersebut bekerja di sektor domestik atau jasa, dengan rata-rata
persebaran ke kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, dan Timur Tengah
Penyebab banyaknya TKI yang bekerja di luar negeri secara umum ada 2: (1) Adanya
faktor ekonomi di mana di Indonesia lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan
angkatan kerja, (2) Kebutuhan akan TKI yang besar dari beberapa negara di luar
negeri
Pada tahun 2009, jumlah kasus yang ditangani oleh Kementerian mencapai 4.800
kasus, namun pada tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi 4.532 kasus, di mana dari
kasus sebanyak itu, yang sudah selesai ditangani mencapai 59 persen, yakni sebanyak
2.716 kasus, sisanya masih dalam proses
10. Keadaan TKI di Luar Negeri dan Respon Pemerintah Terhadap Kasus Kekerasan
yang Terjadi (2)
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk melindungi TKI sendiri dilakukan melalui
dua jalan, yakni pembentukan aturan berupa undang-undang serta pembentukan
kebijakan.
Dalam permasalahan TKI ini, Indonesia memiliki undang-undang nomor 39 tahun
2004 yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Dari segi kebijakan, Indonesia sempat melakukan moratorium dalam 2 tahap, yakni
moratorium trbatas ke Arab Saudi tahun 2012-2015, serta moratorium meluas ke 19
negara di Timur Tengah pada 2015-2017
Namun sayangnya, moratorium tersebut justru menuai protes dari para TKI. Dan
efeknya ialah banyak TKI yang tetap nekat ke luar negeri dengan jalan ilegal
Dilansir dari data imigrasi, selama masa moratorium, rata-rata setiap bulan sekitar
2.600 TKI berangkat secara ilegal ke Timur Tengah dan terjadi permasalahan dari
jumlah satu persen TKI ilegal di Timur Tengah setiap bulannya
11. Alasan Pemerintah Meratifikasi International Convention on the Protection of
the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families
Alasan pertama ialah konvensi ini dapat memperkuat dan mendukung peraturan yang ada
di Indonesia tentang pekerja migran.
Selain itu, Indonesia juga mendorong negara lain untuk meratifikasinya agar bargaining
position isu ini di dunia internasional jadi signifikan, dengan begitu ketika ada kasus
kekerasan yang menimpa pekerja migran dari Indonesia lagi, Indonesia dapat menggalang
dukungan global terhadap kasus tersebut.
Konvensi ini menyediakan kerangka perlindungan minimum yang harus diberikan kepada
pekerja migran, sehingga akan tercipta harmonisasi atas standar perlindungan yang harus
diberikan kepada pekerja migran antar negara di dunia.
Upaya ratifikasi ini juga sebagai deklarasi dari komitmen Indonesia untuk melindungi
pekerja migrannya. Mengingat Indonesia banyak mengirim pekerja migran di beberapa
negara yang sangat butuh perlindungan. Oleh karena itulah penting kiranya bagi Indonesia
untuk meratifikasi konvensi ini.
Alasan lainnya adalah, bahwa sebelumnya Indonesia juga telah memiliki aturan mengenai
penempatan pekerja migran yang tertuang dalam UU Nomor 39 tahun 2004, di mana
harapannya ratifikasi terhadap konvensi ini akan memperkuat dan melengkapi peran UU
tersebut dalam mengatur pekerja migran
12. ANALISIS
01
Propensity to Comply (alasan pemerintah Indonesia untuk patuh pada
perjanjian ini ada 2, yakni :
Motif kepentingan: Indonesia meratifikasi konvensi ini dan memilih patuh
pada konvensi ini karena Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki banyak TKI di luar negeri, di mana kebanyakan diantaranya ialah
pekerja informal seperti asisten rumah tangga yang rentan mengalami
kekerasa. Di sisi lain, pemerintah belum bisa menghentikan pengiriman
TKI ke luar negeri karena karena faktor kurangnya lapangan pekerjaan dan
adanya demand dari luar negeri.
Terkait norma: pemerintah Indonesia patuh terhadap konvensi ini karena
adanya kesamaan peraturan yang dibawa oleh konvensi ini dengan
peraturan domestik Indonesia mengenai TKI yang tercantum dalam UU
Nomor 39 tahun 2004. Sehingga dengan meratifikasinya, yang tertuang
dalam UU nomor 6 tahun 2012, harapannya hal-hal yang tidak diatur
dalam UU nomor 39 tahun 2004 menjadi jelas aturannya.
13. ANALISIS
02
Source of noncompliance nya sendiri berasal dari keterbatasan pemerintah
Indonesia yang masih mencari mekanisme yang tepat untuk melindungi
tenaga kerjanya di luar negeri, sehingga UU nomor 6 tahun 2012 masih dalam
tahap perbaikan. Apalagi pemerintah Indonesia juga belum mampu mengatasi
adanya pekerja migran ilegal yang sangat riskan terhadap kekerasan ataupun
perdagangan manusia.
03
Standard of acceptable compliance: dalam mengawasi compliance tiap negara,
komite ini sendiri menggunakan mekanisme self assesment yang
mengharuskan negara memberikan laporan implementasi dari konvensi
tersebut satu tahun setelah ratifikasi, dan selanjutnya memberikan laporan
secara berkala 5 tahun sekali yang menjelaskan bagaimana negaranya
mengimplementasikan konvensi tersebut dalam hukum domestiknya.
14. ANALISIS
04
Untuk memanajemen kepatuhan dari negara ratifikannya, konvensi ini sendiri
mendasarkannya atas norma dan dengan sistem non-sanksi. Adanya sistem
non-sanksi inilah yang kemudian menjadi kekurangan, karena bisa saja ada
negara yang menganggap bahwa ratifikasi hanyalah formalitas tanpa mau
berbuat serius untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja migran, hal
ini kemungkinan besar akan terjadi di negara-negara tujuan pekerja migran.
15. KESIMPULAN
01
Kekerasan yang dialami TKI di luar negeri, utamanya TKI yang bekerja di
sektor informal disebabkan karena di negara tujuan, sektor informal sudah
di luar kewenangan pemerintah, jadi tidak terdapat aturan spesifik terkait
hal tersebut sehingga pemerintah negara tujuan tidak dapat melakukan
monitoring. Selain itu, kurang jelasnya peraturan di Indonesia terkait
perlindungan TKI juga menjadi penyebab lainnya.
02
Gelombang pengiriman TKI ke luar negeri ini sendiri tidak dapat
dihentikan karena (1) Adanya kesenjangan antara pencari kerja dengan
jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia yang mendorong pemerintah dan
masyarakat untuk mencari alternatif lain ke luar negeri, (2) Demand yang
tinggi terhadap TKI utamanya di sektor informal dan domestik.
16. KESIMPULAN
03
Pemerintah Indonesia sendiri mau patuh terhadap konvensi ini karena
adanya motif kepentingan serta norma. Di mana, Indonesia memiliki
banyak sekali TKI yang tersebar di beberapa negara, dan kebanyakan dari
mereka merupakan perempuan yang bekerja di sektor domestik yang rentan
mengalami kekerasan, oleh karena itulah merupakan satu kebutuhan bagi
Indonesia untuk meratifikasi konvensi ini. Selain itu juga ada alasan norma,
di mana UU Nomor 39 tahun 2004 yang mengatur tentang TKI memiliki
poin yang serupa dengan konvensi tersebut.
02
Konvensi ini sendiri mensyaratkan laporan satu tahun setelah ratifikasi dan
laporan sekali dalam 5 tahun secara berkala dari negara ratifikan, di mana
mekanisme ini masuk dalam self assessment. Untuk memanajemen
kepatuhan dari negara ratifikannya, konvensi ini mendasarkannya pada
norma dan dengan sistem non-sanksi.