->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Apa itu Skripsi? Pengertian, Jenis, dan Unsur-unsurnya – Bagi kalian para mahasiswa, tentu sudah tidak asing dengan kata ini. Menurut KBBI, skripsi adalah karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya. Lebih tepatnya kalau di Indonesia, skripsi menjadi syarat untuk lulus dari jenjang sarjana atau S-1 (Strata 1). Biasanya, juga disebut Tugas Akhir atau TA.
Sebenarnya, karangan ilmiah yang disebut ini sudah tidak asing bagi kalian. Pernah diberi tugas bikin makalah yang isinya ada Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, dll. pas sekolah? Nah, kurang lebih sama seperti itu.
Sebuah hasil penelitian yang dituangkan dalam tulisan ilmiah. Hanya saja, biasanya waktu sekolah, kita cenderung “Ngasal” dalam membuatnya — tidak benar-benar penelitian. Biasanya kalian hanya membuka wikipedia, copy paste, daftar pustaka seabreg tapi 90% blogspot, dan lain-lain.b. Skripsi Kualitatif
Adalah skripsi yang metode pengambilan data dan penelitiannya menggunakan metode wawancara dan observasi lapangan secara mendalam. Pengerjaan karya ilmiah jenis ini memerlukan waktu yang lebih lama karena memerlukan analisis secara detail dan mendalam, sehingga hasil yang didapatkan akurat.
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern BanjarbaruAfwan Alkarimy
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pusat perbelanjaan modern atau yang sering disebut dengan mall adalah fenomena yang dapat ditemui baik dikota kecil maupun dikota besar di Indonesia, keberadaan dari pusat perbelanjaan dapat memberikan dampak tertentu terhadap perkembangan suatu kota. Pusat perbelanjaan modern memilikikaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat kota dan telah menjadi gaya hidup masyarakat kota, saat ini mall tidak hanya berfungsi sebagai bertransaksinya penjual dan pembeli namun juga telah menjadi ruang publik tempak masyarakat berinteraksi sosial dan sebagian ada yang menjadikannya sebagai tempat rekreasi.
Q – mall adalah salah satu pusat perbelanjaan modern berlantai 3 dan 1 lantai basement milik H. Nurhin yang ada dikalimantan selatan tepatnya dikota banjarbaru Jl. A. Yani Km 38,6 yang resmi dibuka pada awal tahun 2013 dengan luas 30.000m2. Selain masyarakat dapan berbelanja dengan nyaman, Qmall dianggap memberikan dampak positif bagi kota, terutama jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, sebut saja penyerapan tenaga kerja dan sumbangan pajak, selain itu keberadaan Qmall juga dianggap berkontribusi terhadap perkembangan kota Banjarbaru.Selain dampak positif yang diberikan, kami ingin menganalisis dampak negatif yang mungkin saja terjadi karena operasional kegiatan dari Qmall tersebut. Dalam makalah ini kami menganalisa limbah cair dari operasional kegiatan di pusat perbelanjaan Qmall kota Banjarbaru dan pengaruhnya terhadap mikroorganisme disekitar lokasi yang sesuai dengan disiplin ilmu ekotoksikologi.
Laporan Praktikum Proses Produksi 2020 Mhd. Brian Awiruddin NIM 21050118130075BrianAwiruddin
Laporan Praktikum Proses Produksi 2020. Mahasiswa Teknik Mesin Undip pada semester 4 melakukan praktikum Proses Produksi makan dibuatlah laporan praktikumnya.
1. i
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDY TEKNIK SIPIL
SEMESTER V KELAS B
TUGAS BESAR
REKAYASA IRIGASI II
DOSEN PENGAMPU : Zainuri, S.T.,M.T.
DISUSUN OLEH :
RENDI FAHREZA
13.222.01.005
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN AKADEMI
2015 / 2016
i
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDY TEKNIK SIPIL
SEMESTER V KELAS B
TUGAS BESAR
REKAYASA IRIGASI II
DOSEN PENGAMPU : Zainuri, S.T.,M.T.
DISUSUN OLEH :
RENDI FAHREZA
13.222.01.005
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN AKADEMI
2015 / 2016
i
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDY TEKNIK SIPIL
SEMESTER V KELAS B
TUGAS BESAR
REKAYASA IRIGASI II
DOSEN PENGAMPU : Zainuri, S.T.,M.T.
DISUSUN OLEH :
RENDI FAHREZA
13.222.01.005
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN AKADEMI
2015 / 2016
3. iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Tugas Besar Mata Kuliah Irigasi II ini dengan judul “ Perencanaan Jaringan
dan Saluran Irigasi ” dengan baik. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini,
penyusun banyak menerima bimbingan, bantuan dan dorongan yang sangat berarti
dari berbagai pihak khususnya Bapak Zainuri, S.T, M.T. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Rekayasa Irigasi II.
Laporan ini ditulis dan disusun sebagai pelengkap nilai tugas semester
genap. Dengan adanya laporan ini diharapkan mahasiswa dapat lebih mudah
memahami proses atau tahapan dalam perencanaan jaringan serta saluran irigasi.
Besar harapan penyusun,semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk penyusun
dan pembaca lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu penulis memohon ,kritik dan saran maupun
masukan yang membawa kearah perbaikan dan bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan mahasiswa yang lain.
Pekanbaru, 15 Desember 2015
Penulis
4. iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
LEMBAR ASSISTANSI ....................................................................................ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1. Latar Belakang ................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat ........................................................................2
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ...........................................................3
2.1. Umum...............................................................................................3
2.2 Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi.................................3
2.3 Kebutuhan Air Irigasi.......................................................................10
2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman ..........10
2.3.2. Kebutuhan Air Tanaman........................................................11
2.3.3. Efisiensi Irigasi.......................................................................18
2.4 Pola Tanam.......................................................................................19
2.5 Kebutuhan Air..................................................................................20
2.5.1. Penyiapan Lahan ....................................................................20
2.5.2. Penggunaan Konsumtif ..........................................................23
2.5.3. Perkolasi.................................................................................24
2.5.4. Penggantian Lapisan Air........................................................25
2.6 Debit Andalan ..................................................................................25
2.6.1. Debit yang dibutuhkan ...........................................................26
2.6.2. Debit Saluran..........................................................................26
2.7 Perencanaan Pintu Sorong................................................................27
2.8 Perencanaan Jaringan Irigasi............................................................28
2.8.1. Data yang diperlukan .............................................................28
2.8.2. Perencanaan Jaringan Tersier.................................................28
2.8.3. Perencanaan Jaringan Utama .................................................29
2.8.4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Perencanaan.................................30
2.9 Dimensi Saluran ...............................................................................30
5. v
BAB III. DATA DAN PERENCANAAN.........................................................33
3.1. Data Hidrologi.................................................................................33
3.2. Data Klimatologi.............................................................................33
3.3. Temperatur......................................................................................33
3.4. Penyinaran Matahari .......................................................................40
3.5. Kelembaban Udara..........................................................................42
3.6. Kecepatan Angin.............................................................................48
3.7. Data Curah Hujan............................................................................48
3.8. Peta Topografi.................................................................................52
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN .....................................................53
4.1 Analisa Hidrologi..............................................................................53
4.1.1. Perhitungan Evapotranspirasi.................................................53
4.2 Perhitungan Curah Hujan Efektif Pada Tanaman .............................58
4.3 Perhitungan Debit Andalan...............................................................69
4.4 Perhitungan Kebutuhan Air ..............................................................70
4.5 Perhitungan Debit Saluran ................................................................76
4.6 Perhitungan Dimensi Saluran............................................................79
4.7 Perhitungan Pintu Sorong .................................................................85
BAB V. PENUTUP............................................................................................95
5.1. Kesimpulan .....................................................................................95
5.2. Saran................................................................................................95
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................96
LAMPIRAN
6. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar tiap makhluk hidup. Baik manusia, hewan
maupun tumbuhan sangat membutuhkan air. Bagi manusia, air tidak hanya
berfungsi sebagai pemuas dahaga. Kegunaan air lainnya adalah untuk
mencuci, mandi, irigasi untuk pertanian, bahkan sebagai pembangkit tenaga
listrik. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan air menjadi
semakin tinggi. Sementara itu, keberadaan air cenderung semakin langka. Untuk
itu, penggunaan air harus dilakukan secara efektif dan seefisien mungkin.
Sebagai negara agraris, kebutuhan air bagi Indonesia sangat tinggi demi
mendukung sektor pertanian. Ketersediaan air di sektor pertanian tentunya dapat
menunjang kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat. Namun, ada saatnya air
yang tersedia cukup melimpah dan ada saatnya ketersediaan air sangat minim
tergantung pada musim. Selain itu, lahan yang jauh dari sumber air akan
mengalami kesulitan dalam penyediaan air untuk pertanian. Dengan demikian
keberadaan bangunan air dan irigasi sangat diperlukan untuk menjamin
ketersediaan dan distribusi air bagi lahan baik dekat maupun jauh dari sumber
mata air.
Untuk merencanakan suatu jaringan irigasi diperlukan perencanaan dan
perhitungan yang cermat agar dapat memenuhi persyaratan teknis dan dapat di
pergunakan selama bertahun – tahun tanpa adanya kekeringan air di sawah.
Dengan demikian, tugas desain irigasi ini akan menjelaskan secara sistematis dan
rinci perencanaan jaringan irigasi yang memenuhi persyaratan teknis tersebut.
Desain irigasi ini di prioritaskan pada masyarakat yang pada umum nya petani
padi, palawija dan lain lain yang sangat membutuhkan air sebagai asupan
makanan kebun nya agar tetap terjaga dan bisa memberikan hasil panen yang
sangat banyak tentu nya dengan mutu yang sangat bagus.
7. 2
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diambil suatu rumusan masalah yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana cara merencanakan daripada jaringan irigasi.
2. Bagaimana cara memenuhi kebutuhan air di sawah agar sawah sewaktu-
waktu mengalami gagal panen yang di sebabkan oleh kekeringan air.
3. Bagaimana cara meningkatkan kualitas hasil panen petani dan membuat hasil
panen menjadi meningkat dari musim ke musim.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penyusunan tugas besar ini adalah :
1. Memahami perancangan daerah irigasi yang meliputi perencanaan petak,
saluran beserta dimensi saluran, ketersediaan air, dan kebutuhan air.
2. Sebagai upaya manusia untuk meningkatkan faktor yang menguntungkan dan
memperkecil atau menghilangkan faktor yang merugikan dari suatu sumber
daya air terhadap kehidupan manusia.
3. Upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari
sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis
dan sistematis.
Adapun manfaat dari penyusunan tugas besar ini adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah
yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah agar
daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau
maupun pada musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur
penyubur.
8. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peniggalan sejarah, baik sejarah baik
sejarah nasional maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan
oleh adanya kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam
sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari
persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit.
Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui
saluran-saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan
irigasi, dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang
cukup memadai. Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas
yang dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu
alam, ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda
cair. Semua ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.
2.2. Sistem Iriasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi
Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Irigasi Sistem Gravitasi
Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan
diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air
diambil dari air yang ada dipermukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan
danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke
petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.
b. Irigasi Sistem Pompa
Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila
pengambilan secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi
9. 4
maupun teknik. Cara ini membutuhkab modal kecil, namun memerlukan
biaya ekspoitasi yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk
keperluan irigasi dapat diambil dari sungai, misalnya stasiun pompa
Gambarsari dan Pesanggrahan (sebelum ada bendung Gerak Serayu), atau
dari air tanah, seperti pompa air suplesi di DI. Simo, Kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta.
c. Irigasi Pasang Surut
Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang surut adalah suatu tipe
irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa
pasang surut air laut. Areal yang direncanakanuntuk tipe irigasi ini adalah
areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut.
Untuk daerah kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30-50
km memanjang pantai dan 10-15 km masuk ke darat. Air genangan yang
berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah
sufat asam dan akan dibuang pada saat air aut surut.
Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara
pengukuran aliran air dan fasilitasnya,dbedakan atas tiga tingkatan, yaitu :
a. Jaringa Irigasi Sederhana
Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau
diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air
biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk
pembagian air. (Lihat Gambar 2.1).
Jaringan irigasi ini Walaupun mudah diorganisir namun memiliki
kelemahan-kelemahan serius yakni :
1) Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah
rendah yang subur.
2) Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya
dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan
sendiri-sendiri.
10. 5
3) Karena bangunan penangkap air buka bangunan tetap/permanen, maka
umurnya pendek.
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak
disungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan penghukur di
bagian hilirnya. Beberapan bangunan permanen biasanya juga sudah
dibangun di jaringan saluran. Beberapa bangunan permanen biasanya juga
sudah di bangun di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa
dengan jaringan sederhana ( lihat gambar 2.2.). Bangunan pengambilan
dipakai untuk melayani /mengairi daerah yeng lebih luas daripada daerah
layanan jaringan sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pemutus. Ini berarti bahwa
baik saluran pembawa maupun pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi kesawah-sawah
dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke
saluran pembuang. ( lihat gambar 2.3 ). Petak tersier menduduki fungsi
sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari
sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50-
100 ha kadang-kadang sampai 150 ha.
Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.
Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuang tersier
dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan
kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip diatas
adalah cara pengambilan air yang paling efisien dengan mempertimbangkan
waktu-waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan petani. Jaringan
irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian
air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya
memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan utama, hal ini akan
memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit disaluran primer,
ekspoitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah. Kesalahan
11. 6
dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi
pembagian air dijaringan utama.
Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
15. 10
2.3. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah voleme air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapontranspirasi. Kehilangan air, kebutuhan air
untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam
melalui hujan dan kontribusi air tanah.
Kebutuhan air sawah padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
a) Penyiapan lahan
b) Penggunaan konsumtif
c) Perkolasi dan rembesan
d) Pergantian lapisan air
e) Curah hujan efektif
Kebutuhan air disawah dinyatakan dalam mm/hari datau lt/dt/ha. Kebutuhan
air belum termasuk efisiensi dijaringan tersier dan utama. Efisiensi dihitung
dalam kebutuhan pengambilan air sungai.
2.3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air pada tanaman adalah
sebagai berikut :
1) Topografi
Keadaan topografi mempengaruhi kebutuha air tanaman. Untuk lahan
yang miring membutuhkan air yanglebih banyak dari lahan yang datar.
Karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya
sedikit yang mengalami infiltrasi. Dengan kata lain kehilangan air di lahan
miring akan lebih besar.
2) Hidrologi
Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air makin banyak curah
hujan nya, maka makin sedikit kebutuhan air tanaman. Hal ini dikarenakan
hujan efektif akan menjadi besar.
3) Klimatologi
Keadaan cuaca adalah salah satu syarat yang penting untuk
pengelolaan pertanian. Tanaman tidak dapat bertahan dalam keadaan cuaca
buruk. Dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya,
16. 11
maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode
yang tepat dan sungai dengan keadaan tanah. Cuaca dapt digunakan untuk
rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan evapotranspirasi, hal ini sangat
begantung pada jumlah jam penyinaran matahari dan radiasi matahari.
Untuk penentuan tahun/periode dasar bagi rancangan irigasi harus
dikumpulkan data curah hujan dengan jangka waktu yang sepanjang
mungkin. Disamping data curah hujan diperlukan juga penyelidikan
evapotranspirasi, kecepatan angin, arah angin, suhu udara, jumlah jam
penyinaran matahari, dan kelembaban.
4) Tekstur Tanah
Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan tempat untuk
tumbuh, yang dalam teknik irigasi dinamakan tanah. Tanah yang baik untuk
usaha pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan bersifat produktif
serta subur. Tanah yang baik tersebut memberi kesempatan pada akar
tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara
serta baik pada zona perakaran dan secara relatif memiliki persediaan hara
dan kelembaban tanah yang cukup.
Tanaman membutuhkan air. Oleh karena itu, pada zone perakaran
perlu tersedia lengas tanah yang cukup. Tetapi walaupun kelembaban tanah
perlu dipelihara, air yang diberikan tidak boleh berlebih. Pemberian air
harus sesuai dengan kebutuhan dan sifat tanah serta tanaman.
2.3.2. Kebutah air tanaman
Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi,
transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi.
1) Evaporasi
Evaporasi adalah suatu peristiwa peubahan air menjadi uap. Dalam
proses penguapan air berubah menjadi uap dengan adanya energi panas
matahari. Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lamanya penyinaran
matahari, udara yang bertiup (angin), kelembaban udara, dan lain-lain.
Terdapat beberapa metodeuntuk menghitung besarnya evaporasi,
17. 12
diantaranya adalah metode Penman. Rumus evaporasi dengan metode
Penman adalah :
100
135,0 2U
PuPaEo
Dengan :
Eo = Penguapan dalam mm/hari
Pa = Tekanan uap jenuh pada suhu rata harian dalam mmHg
Pu = Tekanan uap sebenarnya dalam mmHg
U2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam mile/hari, sehingga
bentuk U2 dalam m/dt masih harus dikalikan dengan 24 x 60 x 60 x
1600
2) Transpirasi
Transpirasi adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan
tubuh tanaman dan memasuki atmosfir. Fakta iklim yang mempengaruhi
laju transpirasi adalah intensitas penyinaran matahari, tekanan uap air di
udara, suhu, kecepatan angin.
3) Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap ke
udara bergerak dari permukaan tanah, permukaan air dan penguapan melaui
tanaman. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka
evapotranspirasi itu disebut Evapotranspirasi Potensial.
Evapotranspirasi sering disebut sebagai kebutuhan konsumtif tanaman yang
merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman
dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi
adalah suhu air, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, tekanan
udara dan sinar matahari yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
Rumus Penmann dalam bentuknya yang dimodifikasi yang menunjukkan
evapotranspirasi potensial adalah seperti berikut:
Eto = C(W. Rn + (1 – W). f(U). (ea-ed)
Dengan :
ea = Tekanan uap jenuh (mbar), lihat tabel lampiran
18. 13
t = Tempratur berdasarkan data dari stasiun pengamatan
ed = Tekanan uap nyata, dimata :
ed = RH . ea
RH = Kelembaban udara relatif berdasarkan data dari stasiun pengamatan
F(U) = Fungsi angin, dimana :
F(U) = 0,27 x (1 + U2/100)
U2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m, dimana :
1-W = Faktor pembobot
W = Lihat tabel lampiran
Rn = Rns – Rnl
Rns = Radiasi sinar matahari (mm/hari), dimana :
Rns = (1-r) x Rs
Rs = Radiasi ekstra tereksterial / nilai angot (lihat lampiran)
n/N = Perbandingan penyinaran matahari dalam 1 hari yang dinyatakan
dalam persen
r = Koefisien pemantulan / koefisien albedo
Rn1 = Radiasi gelombang panjang netto (mm/hari), dimana :
Rn1 = f(T) x f(ed) x f(n/N)
F(T) = Fungsi tempratur, dimana :
F(T) = 4
σ.T
T = (t + 273O
K)
= (117,4 x 10-9
) gcal/cm2
/hari
f(ed) = Fungsi tekanan uap nyata, dimana :
f(ed) = 0,34 – 0,044 ed0,5
f(n/N) = Fungsi perbandingan penyinaran matahari dalam 1 hari
f(n/N) = 0,1 + 0,9 (n/N)
c = Koefisien bulanan untuk rumus Penman (lihat tabel lampiran)
23. 18
Tabel 2.11 Parameter Untuk Perhitungan
Kemiringan Saluran (n)
Sumber : KP 03 Perencanaan Irigasi
2.3.3. Efisiensi Irigasi
Air yang diambil dari sumber air atau sungai yang dialirkan ke areal irigasi
tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi tejadi
kehilangan air. Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan disaluran irigasi,
rembesan dari saluran atau untuk keperluan lain ( rumah tangga ).
1) Efisiensi Pengaliran
Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi
mengalami kehilangan air selama pengalirannya. Kehilangan air ini
menentukan besarnya efisiensi pengaliran.
EPNG = (Asa/Adb) x 100%
Dengan :
EPNG = Efisiensi pengaliran
Asa = Air yang sampai di irigasi
Adb = Air yang diambil dari bangunan sadap
24. 19
2) Efisiensi Pemakaian
Efisiensi pemakaian adalah perbandingan antara air yang dapat
ditahan pada zone perakaran dalam periode pemberian air, dengan air yang
diberikan pada areal irigasi.
EPMK = (Adzp/Asa) x 100%
Dengan :
EPMK = Efisiensi pemakai
Adzp = Air yang dapat ditahan pada zone perakaran
Asa = Air yang diberikan ( sampai ) diareal irigasi
3) Efisiensi Penyimpanan
Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk
mengisi lengas tanah pada zone perakaran adalah Asp (air tersimpan penuh)
dan air yang diberikan adalah Adk maka efisiensi penyimpanan adalah
EPNY = (Adk/Asp) x 100%
Dengan :
EPNY = Efisiensi penyimpanan
Asp = Air yang tersimpan
Adk = Air yang diberikan
Sesungguhnya jenis efisiensi tidak terbatas seperti tertulis diatas
karena nilai efisiensi dapat pula terjadi pada saluran primer, bangunan bagi,
saluran sekunder dan sebagainya. Secara prinsip nilai efisiensi adalah :
100%xAdbkAhlAbdkEF
Dengan :
EF = Efisiensi
Adbk = Air yang diberikan
Ahl = Air yang hilang
2.4. Pola Tanam dan Sistem Golongan
1) Pola Tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Pola tanam adalah suatu sistem
dalam menentukan jenis-jenis tanaman atau pergiliran tanaman produksi pada
25. 20
suatu daerah tertentu yang disesuaikan dengan persediaan air yang ada pada
periode musim hujan dan musim kemarau.
Tabel 2.12. Tabel Pola Tanam
2) Sistem Golongan
Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna
mencapai produktifitas yang tinggi, maka penanaman harus memperhatikan
pembagian air secara merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan, sehingga
harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia dapat
digunakan secara merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang tertinggi untuk
suatu petak tersier adalah Qmax, yang didapat sewaktu merencanakan seluruh
sistem irigasi. Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap, bergantung pada
sumber dan luas tanaman yang harus diairi. Pada saat-saat dimana air tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan pengaliran menerus, maka
pemberian air tanaman dilakukan secara bergilir. Dalam musim kemarau dimana
keadaan air mengalami kritis, maka pemberian air tanaman akan
diberikan/diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan.
2.5. Kebutuhan Air
2.5.1. Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untukpenyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air
irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
26. 21
Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah :
a. Tersedianyan tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah
b. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu
untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
1) Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan
dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah sawah.
Rumus berikut dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air untuk lahan
FLPd
dNSbSa
PWR
1000
.
Dimana :
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = Porositas tanah dalam (%) pada harga rata-rata untuk kedalaman
tanah
d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
FL = Kehilangan air sawah selama 1 hari (mm)
Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk
penyiapan lahan diambil 200 mm, ini termasuk air untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah.
2) Kebutuhan Air selama Penyiapan Lahan
Untuk perhitungan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut
didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama periode penyiapan lahan
dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR= Mek
/(ek
- 1)
27. 22
Dengan :
IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P (mm/hari)
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1:1 Eto selama penyiapan lahan
(mm/hari)
P = Perkolasi
k = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm, yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan
diatas.
e = Eksponensial
Waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan tergantung pada
kondisi di lapangan, biasanya antara 30 – 45 hari. Untuk daerah proyek
baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daerah sekitarnya. Sebagai pedoman, diambil jangka waktu
penyiapan lahan 45 hari untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh
petak tersier.
Untuk penjenuhan dan pengolahan tanah diperlukan lapisan air setebal
200 mm ditambah 50 mm lapisan air awal setelah transplantasi selesai,
secara keseluruhan lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm. Bila lahan
telah dibiarkan selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih) maka
lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm.
Berdasarkan perhitungan di atas, besarnya kebutuhan air untuk penyiapan
lahan dapat dilihat pada tabel berikut.
28. 23
Tabel 2.13 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Eo + P
mm /
hari
S = 250
mm
S = 300
mm
S = 250
mm
S = 300
mm
5 12,7 8,4 9,5
5,5 11,1 13 8,8 9,8
6 11,4 13,3 9,1 10,1
6,5 11,7 13,6 9,4 10,4
7 12 13,9 9,8 10,8
7,5 12,3 14,2 10,1 11,1
8 12,6 14,5 10,5 11,4
8,5 13 14,8 10,8 11,8
9 13,3 15,2 11,2 12,1
9,5 13,6 15,5 11,6 12,5
10 14 15,8 12 12,9
10,5 14,3 16,2 12,4 13,2
11 14,7 16,5 12,8 13,6
15
T = 30 hari T = 45 hari
Sumber : KP – 01, tahun 1986
2.5.2. Penggunaan Konsumtif
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk
proses fotosintesis dati tanaman tersebut, penggunaan konsumtif dihitung dengan
rumus berikut :
Etc = Kc . Eto
Dengan :
Etc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman
Besarnya koefisien tanaman padi dan palawija menurut Prosida dan FAO dapat
dilihat pada tabel berikut.
29. 24
Tabel 2.14 Koefisien Tanaman (Kc)
Periode
Tengah
Bulanan
Padi
Nedeco / Prosida
FAO
Kedelai
Varietas
Biasa
Varietas
Unggul
Varietas
Biasa
Varietas
Unggul
1
2
3
4
5
6
7
8
1.20
1.20
1.30
1.40
1.35
1.24
1.12
0.00
1.20
1.27
1.33
1.30
1.30
0.00
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
1.05
0.95
0.00
1.10
1.10
1.05
1.05
0.95
0.00
0.50
0.75
1.00
1.00
0.82
0.45
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985
2.5.3. Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak
di antara permukaan sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Karena belum
ada pengukuran secara langsung di lapangan, maka besarnya perkolasi yang
terjadi pada masing-masing lokasi daerah irigasi adalah berbeda. Besarnya
perkolasi masing-masing daerah itu diambil berdasarkan jenis tanah di daerah
tersebut.
Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lau perkolasi bisa lebih
tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan,
besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah
tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat
meresapnya air melalui tanggul sawah.
30. 25
2.5.4. Penggantian Lapisan Air
Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Penggantian lapisan
air dilakukan menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu,
lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari
selama 1/2 bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
2.6. Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi
yang dapat dipakai untuk irigasi. Tabel 2.11 berikut menyajikan ringkasan metode
perhitungan debit andalan.
Tabel 2.15 Debit Andalan
No. Catatan Debit Metode Parameter
Perencanaan
1 a. Data Cukup
(20 tahun atau
lebih)
Analisis Frekuensi Distribusi
Frekuensi Normal
Debit rata-
rata tengah
bulanan
dengan
kemungkinan
tak terpenuhi
20%
b. Data terbatas Analisis frekuensi. Rangkaian
debit dihubungkan dengan
rangkaian curah hujan yang
mencakup waktu lebih lama
Seperti pada
1.a dengan
ketelitian
kurang dari
itu.
2 Data minimal
atau tidak ada
a. Metode Simulasi Perimbangan
Air dari DR. Mock atau metode
serupa lainnya. Curah hujan di
daerah aliran sungai,
evapotranspirasi, vegetasi, tanah
dan karakteristik geologis daerah
aliran sebagai data masukan.
b. Perbandingan dengan daerah
aliran sungai di dekatnya.
Seperti pada
1.b dengan
ketelitian
kurang dari
itu.
3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran. Aliran
rendah dihitung dari muka air
rendah, potongan melintang
sungai & kemiringan yang sudah
diketahui. Metode tidak tepat,
hanya sebagai cek.
Seperti pada
1,b dengan
ketelitian
kurang dari
itu.
31. 26
Debit Andalan merupakan debit dari suatu sumber air ( misalnya sungai )
yang diharapkan dapat disadap untuk keperluan irigasi. Debit Andalan yang
digunakan dalam perencanaan Jaringan Irigasi ini menggunakan persamaan
metode rational sebagai berikut :
Q = k.C.I.A
Dimana :
Q = Debit andalan (m3
/dt)
k = 0,278
C = Runoff coefficient (0,08 untuk tanah pertanian)
I = Intensitas curah hujan / R80 (mm/hari)
A = Luas daerah yang dialiri (km2
)
2.6.1. Debit yang Dibutuhkan
Dari hasil perhitungan kebutuhan air setiap bulannya maka dapat diperoleh
debit yang dibutuhkan pada setiap pola tanam:
Q =
Eff
NFRA
Dimana :
Q = Debit yang dibutuhkan (m3
/ dt)
A = Luas daerah yang dialiri (ha)
NFR = Kebutuhan air tanaman di sawah (lt / dt / ha)
Eff = Efisiensi irigasi
2.6.2. Debit Saluran
Untuk menghitung debit saluran digunakan rumus:
a. Saluran Primer
Q =
tersierEffxsekunderEffxprimerEff
NFRA x
b. Saluran Sekunder
Q =
tersierEffxsekunderEff
NFRA x
32. 27
c. Saluran Tersier
Q =
tersierEff
NFRA x
Dimana :
Q = Debit saluran (m3
/ dt)
A = Luas daerah yang dialiri (ha)
NFR = Kebutuhan air tanaman di sawah (lt / dt / ha)
Eff = Efisiensi irigasi
2.7. Perencanaan Pintu Sorong
Muka air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas
tertentu oleh bangunan pengatur. Pada desain irigasi ini bangunan bagi dan sadap
direncanakan menggunakan pintu sorong sebagai pintu pengatur untuk
mengendalikan tinggi muka air pada saluran. Rumus debit untuk pintu sorong
adalah:
Q = K . μ . a . b. 12.g.h
Dimana :
Q = Debit (m3
/ dt)
K = Faktor aliran tenggelam
μ = Koefisien debit
a = Bukaan pintu (m)
b = Lebar pintu (m)
g = Percepatan grafitasi (m2
/ dt)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)
Gambar 2.4 Aliran dibawah Pintu Sorong Dengan Dasar Horizontal
27
c. Saluran Tersier
Q =
tersierEff
NFRA x
Dimana :
Q = Debit saluran (m3
/ dt)
A = Luas daerah yang dialiri (ha)
NFR = Kebutuhan air tanaman di sawah (lt / dt / ha)
Eff = Efisiensi irigasi
2.7. Perencanaan Pintu Sorong
Muka air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas
tertentu oleh bangunan pengatur. Pada desain irigasi ini bangunan bagi dan sadap
direncanakan menggunakan pintu sorong sebagai pintu pengatur untuk
mengendalikan tinggi muka air pada saluran. Rumus debit untuk pintu sorong
adalah:
Q = K . μ . a . b. 12.g.h
Dimana :
Q = Debit (m3
/ dt)
K = Faktor aliran tenggelam
μ = Koefisien debit
a = Bukaan pintu (m)
b = Lebar pintu (m)
g = Percepatan grafitasi (m2
/ dt)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)
Gambar 2.4 Aliran dibawah Pintu Sorong Dengan Dasar Horizontal
27
c. Saluran Tersier
Q =
tersierEff
NFRA x
Dimana :
Q = Debit saluran (m3
/ dt)
A = Luas daerah yang dialiri (ha)
NFR = Kebutuhan air tanaman di sawah (lt / dt / ha)
Eff = Efisiensi irigasi
2.7. Perencanaan Pintu Sorong
Muka air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas
tertentu oleh bangunan pengatur. Pada desain irigasi ini bangunan bagi dan sadap
direncanakan menggunakan pintu sorong sebagai pintu pengatur untuk
mengendalikan tinggi muka air pada saluran. Rumus debit untuk pintu sorong
adalah:
Q = K . μ . a . b. 12.g.h
Dimana :
Q = Debit (m3
/ dt)
K = Faktor aliran tenggelam
μ = Koefisien debit
a = Bukaan pintu (m)
b = Lebar pintu (m)
g = Percepatan grafitasi (m2
/ dt)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)
Gambar 2.4 Aliran dibawah Pintu Sorong Dengan Dasar Horizontal
33. 28
2.8. Perencanaan Jaringan Irigasi
2.8.1. Data yang Diperlukan
Perencanaan yang sesungguhnya dimulai dengan pengumpulan data-data
yang diperlukan. Adapun data-data tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2
bagian, yaitu:
1. Data Non-Teknis
Data non-teknis yaitu dapat berupa :
a. Keadaan sosial ekonomi penduduk
b. Keadaan lingkungan daerah setempat
c. Tata guna lahan
2. Data Teknis
Data teknis yaitu dapat berupa :
a. Data hidrologi
b. Peta tofopografi
c. Peta situasi
2.8.2. Perencanaan Jaringan Tersier
Perencanaan jaringan tersier dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Perencanaan no-teknis
a. Memberikan pengertian kepada penduduk bahwa jaringan irigasi yang
direncanakan akan bermanfaat bagi penduduk setempat.
b. Melibatkan penduduk untuk ikut serta membuat jaringan tersebut,
sehingga penduduk mempunyai rasa memiliki.
c. Memberikan pengertian tentang pengolahan petak tersier.
2. Perencanaan teknis
a. Berdasarkan data, tanaman apa saja yang akan ditanam pada sebagian
petak tersier, sehingga dapat diperkirakan luasnya.
b. Tiap-tiap petak harus direncanakan dengan petak yang jelas. Sangat
dianjurkan adanya penggunaan batas-batas yang sudah ada misalnya
jalan, bukit, lembah, sungai dan sebagainya.
c. Luas petak sedemikian sehingga memudahkan dalam pengelolaan. Luas
petak diambil kira-kira sebagai berikut:
34. 29
Daerah datar : 200 – 300 Ha
Daerah agak miring : 100 – 200 Ha
Daerah berbukit : 50 – 100 Ha
d. Bentuk petak diusahakan bujur sangkar atau mendekati dengan
perbandingan antara lebar dan panjangnya berkisar antara 1:1,5.
e. Letak petak diusahakan sedekat mungkin dengan saluran pembawa.
f. Setiap bidang dari satu petak harus dapat menggunakan air dan
membuang kelebihan air secara baik, untuk itu maka bangunan bagi
ditempatkan pada bagian yang lebih rendah.
2.8.3. Perancanaan Jaringan Utama
Perencanaan jaringan utama terdiri dari:
1. Menentukan letak bangunan utama
Menentukan letak bangunan sadap sebaiknya direncanakan pada bagian
sungai yang lurus, pada tanah yang kuat.
2. Merencanakan saluran primer
Saluran primer dibuat mengikuti arah garis trase dan dimulai dari bangunan
penyadap. Hal ini dimaksudkan agar tinggi hilang kecil, sehingga tidak
diperlukan bangunan pemecah energi, juga dimaksudkan agar saluran dapat
mengairi daerah seluas mungkin.
3. Merencanakan saluran sekunder
Saluran sekunder hendaknya direncanakan sebagai saluran punggung dan
dibuat tegak lurus arah trase. Hal ini dimaksudkan agar saluran sekunder
dapat mengairi daerah yang ada di kanan dan kirinya.
4. Perencanaan bangunan pelengkap
Bangunan pelengkap yang direncanakan sesuai dengan kondisi lapangan
yang ada dan kebutuhan dalam usaha memenuhi penyediaan air di tingkat
persawahan.
35. 30
2.8.4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Perencanaan
Tahap-tahap pelaksanaan perencanaan yaitu:
1. Merencanakan tata letak dan pemberian nama saluran dan petak.
Adapun cara pemberian nama adalah sebagai berikut:
a. Bendung diberi nama sesuai dengan nama desa terpenting yang dekat
dengan tempat pengambilan airnya.
b. Saluran induk diberi nama sesuai dengan nama desa yang mendapat
layanan air irigasi dari saluran induk tersebut.
c. Saluran sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang mendapat
layanan air irigasi dari saluan tersebut.
d. Bangunan bagi/sadap di sebelah hulunya ditambah indeks 1, 2, 3, dan
seterusnya.
e. Bangunan persilangan seperti gorong-gorong, talang, bangunan terjun
dan sebagainya diberi nama sesuai dengan nama ruas saluran di mana
bangunan itu terletak dan ditambah dengan indeks a, b, c, dan seterusnya.
f. Petak tersier diberi nama sesuai dengan nama bangunan sadap di tempat
air tersebut diambil dan diberi kode kanan, kiri atau tengah.
2. Menghitung luas tiap petak tersier.
Menghitung luas petak tersier dimaksudkan untuk kemudian dapat dihitung
kebutuhan air untuk setiap petak tersier, sehingga dapat ditentukan dimensi
saluran tersier.
3. Menghitung kebutuhan air di petak sekunder.
4. Menghitung debit andalan sungai.
5. Mendimensi saluran.
2.9. Dimensi Saluran
Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan atas saluran alam dan saluran
buatan. Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di
bumi. Sedangkan saluran buatan dibentuk oleh manusia. Penampang saluran
buatan biasanya direncanakan berdasarkan bentuk geometris yang umum. Tabel
2.12 merupakan daftar bentuk geometris yang biasa dipakai.
36. 31
Tabel 2.16 Bentuk-Bentuk Geometris Penampang Saluran
Sumber: Ven Te Chow, Hidrolika Saluran terbuka, 1989
Keterangan tabel:
b = Lebar dasar saluran
h = Tinggi air
m = Kemiringan talud
w = Tinggi jagaan
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium adalah
bentuk penampang saluran yang paling umum dan paling ekonomis digunakan.
Dimensi saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning berikut :
V = (1/ n) x R2/3
x I1/2
No. Penampang
Luas
(A)
Keliling Basah
(P)
Jari-jari Hidrolis
(R)
1.
2.
3.
4.
w
b
M.A.N
1
b . h
(b+m.h)h
m.h2
1/8 (θ-sin
θ)d2
b + 2h
b+2h 2m1
2h 2m1
½.θ.d
2hb
h.b
2m12hb
hm)(b
2m12
h.m
¼ (1- sin θ/ θ)d
w
h
h
w
m
h
h
M.A.N
M.A.N
h
h
θd
h
37. 32
Q = A x V
dengan:
V = Kecepatan aliran (m / dt)
n = Koefisien Manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
I = Kemiringan saluran
Q = Debit saluran (m3
/ dt)
Untuk menentukan tinggi jagaan dipakai standar yang disarankan oleh
Departemen Pekerjaan Umum.
38. 33
BAB III
DATA DAN PERENCANAAN
3.1. Data Hidrologi
1. Data Stasiun Hidrologi : 5o
6’ LS dan 101o
17’BT /
4o
30’ LS dan 104o
35’BT
2. Elevasi Lokal : 13 m
3. Tinggi Pengukura (x) : 60 Mdpl
4. Data Curah Hujan : Tahun 2005 s.d. 2014 (Lihat Lampiran)
5. Perbandingan Usiang/Umalam : 4
6. Masa Penyiapan Lahan : 30 Hari
7. Pola Tanam : Padi-Padi-Palawija
3.2. Data Klimatologi
Data klimatologi yang digunakan meliputi tempratur, penyinaran matahari,
kelembaban udara, dan kecepatan angin.
3.3. Tempratur (t)
Data temperatur udara rata-rata bulanan adalah sebagai berikut :
39. 34
Tabel 3.1. Tabel Temperatur Maksimum Stasiun I
Data : Temperatur Maksimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 31,3 33,6 32,1 33,6 32,5 31,3 32,4 31,8 32,3 32,7 32,4 33,3
2006 31,4 33,7 31,5 32,5 33,1 33,5 32,2 32,4 32,7 31,0 33,2 30,7
2007 31,6 32,9 32,6 32,9 33,9 32,7 33,1 33,2 33,4 32,1 34,1 33,6
2008 32,4 33,1 31,8 31,5 31,2 32,5 33,5 32,5 33,5 32,5 30,6 32,5
2009 33,1 31,2 33,1 31,2 31,6 31,6 30,8 33,6 30,8 31,2 32,1 33,1
2010 33,2 33,2 33,2 32,9 34,0 31,5 31,5 32,9 31,5 32,5 34,0 32,6
2011 32,7 32,4 32,7 32,2 32,5 32,6 33,4 31,2 33,4 33,1 32,5 34,0
2012 31,6 31,6 32,8 33,3 33,6 32,8 33,6 30,9 33,6 32,6 33,6 31,2
2013 31,2 33,2 31,2 34,1 31,9 32,0 33,3 32,1 33,3 30,9 31,8 32,8
2014 32,4 32,8 33,2 31,2 30,4 31,1 31,2 33,8 31,2 31,2 30,1 32,7
Min 31,2 31,2 31,2 31,2 30,4 31,1 30,8 30,9 30,8 30,9 30,1 30,7
Max 33,2 33,7 33,2 34,1 34,0 33,5 33,6 33,8 33,6 33,1 34,1 34,0
Rata-rata 32,09 32,77 32,42 32,54 32,47 32,16 32,50 32,44 32,57 31,98 32,44 32,65
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI RIAU
DATA KLIMATOLOGI
Temperatur Maksimum
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
40. 35
Tabel 3.2. Tabel Temperatur Minimum Stasiun I
Data : Temperatur Minimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 22,3 20,1 21,7 21,5 20,3 24,0 23,1 23,6 23,6 23,0 22,5 21,5
2006 22,6 21,9 23,6 23,9 20,6 21,3 22,6 21,5 22,5 22,6 21,9 20,4
2007 21,3 22,5 20,5 20,8 21,6 23,6 23,9 20,5 22,9 20,9 21,8 21,6
2008 23,9 22,1 23,6 23,8 20,5 20,5 20,8 21,6 21,3 20,1 22,7 20,4
2009 23,0 22,3 20,3 24,0 23,6 23,6 23,8 20,5 22,5 22,3 23,8 21,6
2010 21,9 22,5 20,9 26,1 24,3 21,5 23,6 22,9 23,9 21,8 20,1 20,5
2011 20,3 20,3 20,4 23,8 22,5 20,1 20,3 21,3 22,5 22,6 22,0 23,6
2012 25,1 20,0 20,2 20,6 21,3 21,5 23,6 22,9 23,9 21,8 20,1 22,9
2013 20,5 22,4 20,1 23,9 20,5 20,1 20,4 21,3 22,5 22,6 22,0 24,9
2014 23,6 20,5 23,4 24,1 22,0 22,0 20,9 22,5 22,4 23,9 21,9 23,6
Min 20,3 20,0 20,1 20,6 20,3 20,1 20,3 20,5 21,3 20,1 20,1 20,4
Max 25,1 22,5 23,6 26,1 24,3 24,0 23,9 23,6 23,9 23,9 23,8 24,9
Rata-rata 22,45 21,46 21,47 23,25 21,72 21,82 22,30 21,86 22,80 22,16 21,88 22,10
Temperatur Minimum
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
41. 36
Tabel 3.3. Temperatur Udara Rata-Rata Tiap Bulan Stasiun I
Data : Perhitungan Temperatur Rata-rata
Bulan Temperatur Rata-rata
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Min 20,30 20,00 20,10 20,60 20,30 20,10 20,30 20,50 21,30 20,10 20,10 20,40
Max 33,20 33,70 33,20 34,10 34,00 33,50 33,60 33,80 33,60 33,10 34,10 34,00
Rerata 26,75 26,85 26,65 27,35 27,15 26,80 26,95 27,15 27,45 26,60 27,10 27,20
Temperature udara rata-rata tiap bulan (to
C)
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
t
o
C 26,75 26,85 26,65 27,35 27,15 26,80 26,95 27,15 27,45 26,60 27,10 27,20
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
42. 37
Tabel 3.4. Tabel Temperatur Maksimum Stasiun II
Data : Temperatur Maksimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 31,3 33,6 32,1 33,6 32,5 31,3 32,4 31,8 32,3 32,7 32,4 33,3
2006 33,2 31,6 33,2 33,2 33,4 32,6 32,6 32,6 31,2 31,0 33,2 30,7
2007 32,9 32,7 32,9 33,9 33,6 33,1 33,0 33,1 33,0 32,1 34,1 33,6
2008 31,6 31,6 31,5 31,2 32,5 33,5 32,5 33,5 32,5 32,5 30,6 32,5
2009 31,2 33,1 30,1 31,6 31,6 30,8 33,6 30,8 31,2 31,2 32,1 33,1
2010 33,2 33,2 32,9 34,0 31,5 31,5 32,9 31,5 32,5 32,5 34,0 32,6
2011 32,4 32,9 32,2 32,5 32,6 33,4 31,2 33,4 33,1 33,1 32,5 34,0
2012 31,6 31,6 33,6 33,6 32,8 33,6 30,9 33,6 32,6 32,6 33,6 31,2
2013 32,7 30,3 34,0 31,9 32,0 33,3 32,1 33,3 30,5 30,9 31,8 32,8
2014 32,4 32,8 33,2 31,2 30,4 31,1 31,2 33,8 31,2 31,2 30,1 32,7
Min 31,2 30,3 30,1 31,2 30,4 30,8 30,9 30,8 30,5 30,9 30,1 30,7
Max 33,2 33,6 34,0 34,0 33,6 33,6 33,6 33,8 33,1 33,1 34,1 34,0
Rata-rata 32,25 32,34 32,57 32,67 32,29 32,42 32,24 32,74 32,01 31,98 32,44 32,65
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
Temperatur Maksimum
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
43. 38
Tabel 3.5. Tabel Temperatur Manimum Stasiun II
Data : Temperatur Minimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 22,3 20,1 21,7 21,5 20,3 24,0 23,1 23,6 23,6 23,0 22,5 21,5
2006 22,3 20,1 21,9 22,6 20,3 24,0 22,6 21,5 22,5 22,6 21,9 20,4
2007 22,6 21,3 21,5 20,3 21,6 21,3 23,9 20,3 22,9 20,9 21,8 21,6
2008 21,3 21,5 21,6 20,1 21,9 23,6 20,1 21,6 21,3 20,1 22,7 20,4
2009 24,3 21,9 22,5 22,0 22,5 20,5 23,8 20,5 22,5 22,3 23,8 21,6
2010 20,3 23,0 23,1 21,9 22,1 23,6 24,0 23,6 23,9 21,8 20,1 20,5
2011 20,1 21,9 22,6 20,3 22,3 20,3 20,5 21,5 22,5 22,6 22,0 23,6
2012 21,3 21,5 20,3 21,6 22,5 20,9 23,6 22,9 23,9 21,8 20,1 22,9
2013 21,5 21,6 20,1 20,1 20,3 21,5 20,4 21,3 22,5 22,6 22,0 24,9
2014 23,6 20,5 23,4 24,1 22,0 22,0 20,9 22,5 22,4 23,9 21,9 23,6
Min 20,1 20,1 20,1 20,1 20,3 20,3 20,1 20,3 21,3 20,1 20,1 20,4
Max 24,3 23,0 23,4 24,1 22,5 24,0 24,0 23,6 23,9 23,9 23,8 24,9
Rata-rata 21,96 21,34 21,87 21,45 21,58 22,17 22,29 21,93 22,80 22,16 21,88 22,10
Temperatur Minimum
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
44. 39
Tabel 3.6. Temperatur Udara Rata-Rata Tiap Bulan Stasiun II
Data : Perhitungan Temperatur Rata-rata
Bulan Temperatur Rata-rata
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Min 20,10 20,10 20,10 20,10 20,30 20,30 20,10 20,30 21,30 20,10 20,10 20,40
Max 33,20 33,60 34,00 34,00 33,60 33,60 33,60 33,80 33,10 33,10 34,10 34,00
Rerata 26,65 26,85 27,05 27,05 26,95 26,95 26,85 27,05 27,20 26,60 27,10 27,20
Tabel 3.1 Temperature udara rata-rata tiap bulan (to
C)
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
t
o
C 26,65 26,85 27,05 27,05 26,95 26,95 26,85 27,05 27,20 26,60 27,10 27,20
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
45. 40
3.4. Penyinaran Matahari (n/N)
Data penyinaran matahari rata-rata bulanan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.7. Penyinaran Matahari Rata-Rata Bulanan Stasiun I
Data : Rata-rata Penyinaran Matahari (%)
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 32,2 36,5 36,5 45,6 32,5 48,9 31,5 48,2 31,2 45,3 24,7 35,2
2006 45,6 41,3 45,2 45,2 30,9 36,7 30,9 36,7 30,0 48,6 26,8 43,2
2007 47,3 32,1 41,3 41,3 30,9 36,7 30,0 48,6 48,6 26,8 23,9 35,6
2008 43,0 39,0 39,5 40,6 42,3 29,8 31,9 26,5 26,5 23,9 26,7 43,2
2009 47,3 32,1 41,3 41,3 41,7 25,1 34,5 23,9 23,9 26,7 23,9 23,8
2010 43,0 39,0 39,5 40,6 42,3 29,8 31,9 26,5 26,5 23,9 26,7 23,8
2011 42,0 32,5 36,2 38,9 41,7 25,1 34,5 23,9 23,9 26,7 35,2 27,8
2012 42,0 32,5 36,2 38,9 46,3 26,9 32,7 24,8 24,8 35,2 35,2 29,3
2013 32,9 8,0 31,2 48,0 46,3 26,9 32,7 24,8 24,8 35,2 38,7 27,8
2014 25,9 40,6 36,9 26,5 30,0 26,4 42,9 40,0 40,2 42,3 31,6 29,3
Min 25,9 8,0 31,2 26,5 30,0 25,1 30,0 23,9 23,9 23,9 23,9 23,8
Max 47,3 41,3 45,2 48,0 46,3 48,9 42,9 48,6 48,6 48,6 38,7 43,2
Rata-rata 40,12 33,36 38,38 40,69 38,49 31,23 33,35 32,39 30,04 33,46 29,34 31,90
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
Rata-rata Penyinaran Matahari (% )
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
47. 42
3.5. Kelembaban Udara (RH)
Data kelembaban udara rata-rata bulanan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9. Kelembaban Udara Maksimum Bulanan Stasiun I
Data : Kelembaban Maksimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 93 89 96 84 86 89 93 92 93 98 93 95
2006 98 94 86 92 82 87 89 95 89 97 91 92
2007 98 94 86 93 85 81 85 89 97 91 94 94
2008 97 93 89 97 86 80 82 85 94 94 97 86
2009 91 97 85 94 87 91 80 86 85 97 92 95
2010 90 98 81 97 86 80 82 87 86 92 97 86
2011 89 97 85 94 87 91 80 86 85 97 92 95
2012 86 98 81 88 81 94 87 87 86 92 85 82
2013 89 82 87 88 81 94 87 88 81 85 85 82
2014 86 82 87 89 93 96 85 87 80 87 86 95
Min 86 82 81 84 81 80 80 85 80 85 85 82
Max 98 98 96 97 93 96 93 95 97 98 97 95
Rata-rata 91,70 92,40 86,30 91,60 85,40 88,30 85,00 88,20 87,60 93,00 91,20 90,20
Kelembaban Maksimum
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
48. 43
Tabel 3.10. Kelembaban Udara Minimum Bulanan Stasiun I
Data : Kelembaban Minimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 71 67 56 65 59 63 54 56 61 58 65 62
2006 52 65 59 63 54 56 65 60 56 54 56 63
2007 53 68 54 60 56 56 53 61 52 61 53 65
2008 67 70 62 56 50 52 50 52 52 61 53 65
2009 53 63 63 54 52 59 52 59 53 62 52 60
2010 67 70 62 56 50 52 50 52 52 61 53 65
2011 64 63 63 54 52 59 52 59 53 62 52 60
2012 64 56 56 58 58 58 58 58 58 54 50 52
2013 57 56 56 58 58 58 58 58 58 5 50 52
2014 64 59 59 59 53 57 53 57 54 62 60 53
Max 71 70 63 65 59 63 65 61 61 62 65 65
Min 52 56 54 54 50 52 50 52 52 5 50 52
Rata-rata 61,20 63,70 59,00 58,30 54,20 57,00 54,50 57,20 54,90 54,00 54,40 59,70
Kelembaban Minimum
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
49. 44
Tabel 3.11. Kelembaban Rata-Rata Tiap Bulan Stasiun I
Perhitungan Kelembaban Relatif (%)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
RH%
Min 52,00 53,00 52,00 56,00 54,00 54,00 50,00 52,00 50,00 5,00 50,00 52,00
Max 98,00 98,00 96,00 97,00 93,00 96,00 93,00 95,00 97,00 98,00 97,00 95,00
Rerata 75,00 75,50 74,00 76,50 73,50 75,00 71,50 73,50 73,50 51,50 73,50 73,50
Kelembaban Relatif (%)
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
50. 45
Tabel 3.12. Kelembaban Udara Maksimum Bulanan Stasiun I
Data : Kelembaban Maksimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 93 89 96 84 86 89 93 92 93 98 93 95
2006 93 89 93 85 81 85 93 85 94 94 91 92
2007 97 85 96 87 80 82 97 86 85 97 94 94
2008 98 81 94 90 91 80 94 87 86 92 97 86
2009 97 85 96 87 80 82 97 86 85 97 92 95
2010 98 81 94 90 91 80 94 87 86 92 97 86
2011 82 87 90 94 94 87 88 81 85 85 92 95
2012 82 87 90 94 94 87 88 81 85 85 85 82
2013 89 82 87 88 81 94 87 88 81 85 85 82
2014 86 82 87 89 93 96 85 87 80 87 86 95
Min 82,0 81,0 87,0 84,0 80,0 80,0 85,0 81,0 80,0 85,0 85,0 82,0
Max 98,0 89,0 96,0 94,0 94,0 96,0 97,0 92,0 94,0 98,0 97,0 95,0
Rata-rata 91,50 84,80 92,30 88,80 87,10 86,20 91,60 86,00 86,00 91,20 91,20 90,20
Kelembaban Maksimum
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
51. 46
Tabel 3.13. Kelembaban Udara Minimum Bulanan Stasiun II
Data : Kelembaban Minimum
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 71 67 56 65 59 63 54 56 61 58 65 62
2006 61 70 62 56 50 52 52 61 56 54 56 63
2007 60 63 61 70 62 56 50 52 52 61 53 65
2008 61 70 60 63 63 54 52 59 53 62 52 60
2009 60 63 61 70 62 56 50 52 52 61 53 65
2010 56 56 60 63 63 54 52 59 53 62 52 60
2011 56 56 56 56 56 58 58 58 58 54 50 52
2012 57 59 56 56 56 58 58 58 58 5 50 52
2013 57 68 57 59 59 59 53 57 54 62 60 53
2014 64 62 52 62 62 64 57 61 50 63 52 54
Max 56,0 56,0 52,0 56,0 50,0 52,0 50,0 52,0 50,0 5,0 50,0 52,0
Min 71,0 70,0 62,0 70,0 63,0 64,0 58,0 61,0 61,0 63,0 65,0 65,0
Rata-rata 60,30 63,40 58,10 62,00 59,20 57,40 53,60 57,30 54,70 54,20 54,30 58,60
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
Kelembaban Minimum
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
52. 47
Tabel 3.14. Kelembaban Rata-Rata Tiap Bulan Stasiun II
Tabel 3.2 Perhitungan Kelembaban Relatif (%)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
RH %
Min 71,00 70,00 62,00 70,00 63,00 64,00 58,00 61,00 61,00 63,00 65,00 65,00
Max 98,00 89,00 96,00 94,00 94,00 96,00 97,00 92,00 94,00 98,00 97,00 95,00
Rerata 84,50 79,50 79,00 82,00 78,50 80,00 77,50 76,50 77,50 80,50 81,00 80,00
Kelembaban Relatif (% )
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
53. 48
3.6. Kecepatan Angin (U)
Data kecepatan angin rata-rata bulanan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.15. Kecepatan Angin Bulanan Stasiun I
Data : Rata-rata Kecepatan Angin (Km/Jam)
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 2,3 11,2 13,6 12,3 4,9 5,4 14,5 2,3 11,2 10,3 8,5 10,3
2006 8,2 10,3 14,5 9,5 11,2 6,7 13,5 3,2 10,3 12,4 6,1 9,5
2007 10,3 9,2 13,5 3,2 10,3 12,4 6,1 9,5 11,2 13,6 11,2 11,3
2008 8,2 10,3 10,2 4,6 10,2 13,6 11,2 8,5 13,2 12,4 6,1 9,5
2009 10,3 9,2 13,5 3,2 10,3 12,4 6,1 9,5 11,2 13,6 11,2 11,3
2010 10,6 8,0 10,2 4,6 10,2 13,6 11,2 8,5 13,2 9,5 10,3 8,6
2011 10,6 8,0 12,8 8,9 10,6 9,5 10,3 12,3 15,6 9,5 10,3 8,6
2012 11,0 12,3 12,8 8,9 10,6 9,5 10,3 12,3 15,6 8,9 5,2 6,5
2013 12,3 11,3 14,9 5,9 9,8 8,9 5,2 7,5 2,3 8,6 6,1 7,3
2014 15,9 2,3 9,8 7,5 2,3 8,6 6,1 10,2 2,6 9,7 3,0 10,9
Min 2,3 2,3 9,8 3,2 2,3 5,4 5,2 2,3 2,3 8,6 3,0 6,5
Max 15,9 12,3 14,9 12,3 11,2 13,6 14,5 12,3 15,6 13,6 11,2 11,3
Rata-rata 9,97 9,21 12,58 6,86 9,04 10,06 9,45 8,38 10,64 10,85 7,80 9,38
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
Rata-rata Kecepatan Angin (Km/jam)
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Metro 2005-2014 Provinsi Lampung )
54. 49
Tabel 3.16. Kecepatan Angin Bulanan Stasiun II
Data : Rata-rata Kecepatan Angin (Km/Jam)
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2005 2,3 11,2 13,6 12,3 4,9 5,4 14,5 2,3 11,2 10,3 8,5 10,3
2006 8,2 10,3 14,5 9,5 11,2 6,7 13,2 12,0 10,2 4,6 10,2 9,5
2007 10,3 14,5 9,5 11,2 6,7 13,5 11,2 6,7 13,5 3,2 10,3 11,3
2008 9,2 12,7 8,5 13,2 12,0 10,2 13,2 12,0 10,2 4,6 10,2 9,5
2009 10,3 14,5 9,5 11,2 6,7 13,5 15,6 11,9 12,8 8,9 10,6 11,3
2010 9,2 12,7 8,5 13,2 12,0 10,2 15,6 11,9 12,8 8,9 10,6 8,6
2011 8,0 10,1 12,3 15,6 11,9 12,8 11,2 13,2 14,9 5,9 9,8 8,6
2012 8,0 10,1 12,3 15,6 11,9 12,8 9,8 14,7 9,8 7,5 2,3 6,5
2013 12,3 9,3 11,5 11,2 13,2 14,9 5,9 9,8 8,9 5,2 6,1 7,3
2014 15,9 2,3 9,8 7,5 2,3 8,6 6,1 10,2 2,6 9,7 3,0 10,9
Min 2,3 2,3 8,5 7,5 2,3 5,4 5,9 2,3 2,6 3,2 2,3 6,5
Max 15,9 14,5 14,5 15,6 13,2 14,9 15,6 14,7 14,9 10,3 10,6 11,3
Rata-rata 9,37 10,77 11,00 12,05 9,28 10,86 11,63 10,47 10,69 6,88 8,16 9,38
Rata-rata Kecepatan Angin (Km/jam)
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
DATA KLIMATOLOGI
(Sumber : Data Klimatologi Stasiun Damraman 2005-2014 Provinsi Lampung )
55. 50
3.7. Data Curah Hujan
Tabel 3.17. Data Curah Hujan Stasiun Metro
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des
2005 53,40 29,30 60,20 180,20 88,00 80,30 36,70 52,30 26,70 48,50 81,50 42,60 779,70 180,20
2006 23,50 53,20 50,00 32,80 79,30 33,50 48,70 21,10 20,00 55,60 54,30 40,00 512,00 79,30
2007 27,00 28,70 78,40 24,10 54,90 29,70 28,20 14,50 30,60 27,20 26,20 20,70 390,20 78,40
2008 36,20 33,00 34,50 33,00 36,00 14,50 11,00 68,70 79,00 49,50 64,50 29,00 488,90 79,00
2009 48,00 60,30 40,00 35,40 42,00 28,00 35,00 32,00 24,00 44,00 39,00 58,00 485,70 60,30
2010 46,00 50,00 60,00 31,00 24,00 44,00 20,00 43,00 56,50 46,00 32,00 89,00 541,50 89,00
2011 37,00 12,00 60,00 13,50 34,00 70,00 50,00 36,00 50,00 38,00 85,00 51,00 536,50 85,00
2012 68,00 60,00 43,00 59,00 39,00 70,00 31,00 54,00 62,00 55,00 42,00 62,00 645,00 70,00
2013 36,00 22,00 91,00 69,00 60,00 10,00 33,00 34,00 26,00 45,00 48,00 41,00 515,00 91,00
2014 60,40 88,90 41,00 65,50 71,30 28,80 43,70 42,20 62,60 102,00 60,20 64,00 730,60 102,00
(Sumber Data Stasiun Metro 2014)
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
Tahun
Bulan dalam setahun Rh
Total (mm)
Rh
Max (mm)
56. 51
Tabel 3.18. Data Curah Hujan Stasiun Damraman
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des
2005 26,50 60,00 54,00 35,00 47,00 56,00 11,00 82,50 47,00 60,00 33,00 30,00 542,000 82,500
2006 45,00 39,00 90,00 34,00 51,00 37,00 118,00 37,00 25,00 44,50 42,00 31,50 594,000 118,000
2007 55,50 25,00 78,00 32,00 55,00 26,00 35,00 16,00 32,00 23,00 44,00 67,00 488,500 78,000
2008 44,00 48,00 54,00 35,00 24,00 15,00 19,50 44,00 23,00 39,50 91,00 35,00 472,000 91,000
2009 47,00 31,00 45,00 37,00 76,00 48,00 38,00 60,00 36,00 41,00 75,00 132,00 666,000 132,000
2010 57,00 71,00 82,00 80,00 83,00 55,00 28,00 27,00 53,00 88,00 63,00 104,00 791,000 104,000
2011 50,00 74,00 68,00 53,00 25,00 59,00 50,00 29,00 51,00 67,00 112,00 129,00 767,000 129,000
2012 10,00 60,30 50,00 35,40 79,30 33,50 48,70 29,50 24,00 55,60 54,30 58,00 538,600 79,300
2013 27,20 11,60 34,50 33,00 46,90 29,70 18,50 68,70 79,00 49,50 64,50 20,70 483,800 79,000
2014 22,10 35,00 28,00 35,00 32,50 18,00 16,00 24,50 5,00 16,00 35,00 23,00 290,100 35,000
(Sumber Data Stasiun Damraman 2014)
BADAN METEROLOGI, KLIMATOLOGI & GEOFISIKA
PROVINSI LAMPUNG
Tahun
Bulan dalam setahun Rh
Total (mm)
Rh
Max (mm)
58. 53
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Hidrologi
4.1.1. Perhitungan Evapotranspirasi
Seperti yang telah dijelaskan untuk menghitung Evapotranspirasi digunakan
rumus Penman modifikasi, yaitu :
Eto = C(W. Rn + (1 – W). f(U). (ea-ed)
Hasil perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial dapat dilihat pada tabel
berikut. Berikut ini adalah contoh perhitungan evapotranspirasi pada bulan
Januari.
Dengan data sbb :
Temperatur (t) = 26,70o
C
Kelembaban Udara (RH) = 79,75 %
Penyinaran Matarahi (n/N) = 36,85 %
Kecepatan Angin (U) = 9,10 km/jam = 218,40 km/hari
Tinggi Pengukuran (x) = 60 Mdpl
Penyelesaian :
Untuk temperatur (t) = 26,70o
C berdasarkan tabel 2.4. diperoleh harga ea, w, (1-
w), dan f(t) dengan cara interpolasi :
ea =
070,3560,3370,35
2627
2670,26
60,33
m.bar
ed = ea x (RH/100)
= 35,070 x (79,75/100)
= 27,968 m.bar
Nilai (w) dicari berdasarkan tabel 2.3. dengan acuan terhadap nilai temperatur dan
nilai ketinggian suatu tempat dari muka air, perhitungan di dapatkan dengan cara
interpolasi sebanyak 3 kali.
a.
761,075,076,0
0500
060
75,0
59. 54
b.
771,078,077,0
0500
060
75,0
c.
764,0761,0771,0
2628
26650,26
761,0
Sehingga didapat nilai (w) adalah = 0,764
(1-w) = (1-0,764)
= 0,236
Nilai Ra untuk bulan januari berdasarkan tabel 2.7. untuk koordinat 5o
6’ maka
nilai Ra adalah :
Konversi nilai 5o
6’ kedalam bentuk desimal stasiun 1
5o
6’ = 5o
+ (6 x 1/60)o
= 5o
+ 0,1o
= 5,1o
Konversi nilai 4o
30’ kedalam bentuk desimal stasiun II
4o
30’ = 4o
+ (30 x 1/60) o
= 4o
+ 0,5o
= 4,5o
Sehingga nilai yang dipakai adalah (5,1 + 4,5)/2 = 4,8o
Untuk nilai Ra menurut tabel 2.7. didapatkan dengan cara interpolasi
Ra =
620,1550,1580,15
46
480,4
50,15
Rs = (0,25 + 0,5 n/N) . Ra
= (0,25 + 0,5 . 36,85%) . 15,620
= 6,783 mm/hari
Untuk tanaman hijau r = 0,2 (dari tabel 2.2.)
Rns = (1-r) . Rs
= (1-0,2) . 6,783
= 5,426 mm/hari
f(ed) = 0,34 – 0,044 ed0,5
= 0,34 – 0,044 (27,698)0,5
= 0,107 mm/hari
f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N
= 0,1 + 0,9 . 36,85 %
= 0,432
60. 55
T = to
C + 273K
= 26,70 + 273
= 299,70
f(t) = 1,99 x 10-9
(T4
)
= 1,99 x 10-9
(299,704
)
= 16,055 mm/hari
Rn1 = f(t) x f(ed) x f(n/N)
= 16,055 x 0,107 x 0,432
= 0,744 mm/hari
Rn = Rns – Rn1
= 5,426 – 0,744
= 4,683 mm/hari
U = 9,10 km/jam
U2 = (U x 1000) : 3600
= (9,10 x 1000) : 3600
= 2,528 m/dtk
f(U) = 0,27 (1 + U/100)
= 0,27 (1 + 218,4/100)
= 0,860
Nilai C berdasarkan 7 kali interpolasi dari tabel 2.6. adalah sebagai berikut :
Interpolasi untuk Rhmax = 60 %
a.
997,098,01
03
0528,2
98,0
b.
101,105,111,1
03
0528,2
05,1
c.
096,1997,0101,1
69
6783,6
997,0
61. 56
Interpolasi untuk Rhmax = 90 %
a.
094,106,110,1
03
0528,2
06,1
b.
243,110,127,1
03
0528,2
10,1
c.
133,1094,1243,1
69
6783,6
094,1
Interpolasi untuk Rhmax = 75 %
a.
096,1024,1133,1
6090
6075,79
024,1
Sehingga nilai C adalah 1,095
Eto = C(W. Rn + (1 – W). f(U). (ea-ed))
= 1,096 . ((0,765 . 4,683) + (0,235 . 0,860 . (35,070 – 27,968)))
= 5,497 mm/hari
Eto Rata-rata perbulan adalah
Eto x jumlah Hari (Masing-Masing dalam bulan)
Eto = 5,497 x 31
= 170,404 mm/bulan
Untuk bulan februari dan seterusnya perhitungan disajikan dalam tabel 4.1.
sebagai berikut :
62. 57
Tabel 4.1 Perhitungan Evapotranspirasi Dengan Metode Penmann Modifikasi
No Uraian Simbol Sumber Satuan Jan. Feb. Mar. Apr. Mei. Jun. Jul. Agust. Sep. Okt. Nop. Des.
Data Meteorologi
1 Temperatur Rata-rata T data c 26,700 26,850 26,850 27,200 27,050 26,875 26,900 27,100 27,325 26,600 27,100 27,200
2 Kelembaban Udara rata-rata RHrata-rata data % 79,750 77,500 76,500 79,250 76,000 77,500 74,500 75,000 75,500 66,000 77,250 76,750
3 Kecepatan Angin pada elv 2m U data km/jam 9,100 7,850 11,925 9,650 7,250 9,825 10,300 7,900 8,850 8,925 6,775 8,900
4 Kecepatan Angin pada elv 2m U data m/dt 2,528 2,181 3,313 2,681 2,014 2,729 2,861 2,194 2,458 2,479 1,882 2,472
5 Kecepatan Angin pada elv 2m U2 data km/hari 218,400 188,400 286,200 231,600 174,000 235,800 247,200 189,600 212,400 214,200 162,600 213,600
6 Penyinaran Matahari n/N data % 36,850 24,475 38,725 37,250 38,150 37,325 37,525 36,375 34,375 36,250 31,300 33,500
Perhitungan Evapotranspirasi
1 Tekanan uap jenuh ea tabel m bar 35,070 35,385 35,385 36,120 35,805 35,438 35,490 35,910 36,383 34,860 35,910 36,120
2 ed=ea.RH ed hitung m bar 27,968 27,423 27,070 28,625 27,212 27,464 26,440 26,933 27,469 23,008 27,740 27,722
3 (ea-ed) ea-ed hitung m bar 7,102 7,962 8,315 7,495 8,593 7,973 9,050 8,978 8,914 11,852 8,170 8,398
4
Fungsi kecepatan angin =
0,27(1+(U2/100))
f(U) hitung m/dt 0,860 0,779 1,043 0,895 0,740 0,907 0,937 0,782 0,843 0,848 0,709 0,847
5 Radiasi extra terresterial (tabel) Ra tabel mm/hari 15,620 15,880 15,600 14,820 13,640 13,040 13,280 14,180 15,060 15,640 15,620 15,520
6
Radiasi sinar matahari =
(0,25+0,50*n/N)*Ra
Rs hitung mm/hari 6,783 6,069 7,162 6,686 6,220 5,888 6,011 6,330 6,561 6,972 6,545 6,688
7 Fungsi temperatur (T) f(T) tabel mm/hari 16,055 16,087 16,087 16,162 16,130 16,092 16,098 16,141 16,189 16,033 16,141 16,162
8 f(ed) = 0,34-0,044*ed^0,5 f(ed) hitung mm/hari 0,107 0,110 0,111 0,105 0,110 0,109 0,114 0,112 0,109 0,129 0,108 0,108
9 f(n/N) = 0,1+0,9*n/N f(n/N) hitung mm/hari 0,432 0,320 0,449 0,435 0,443 0,436 0,438 0,427 0,409 0,426 0,382 0,402
10 Faktor Albedo r tabel 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200
11 Radiasi gel.pendek netto = (1-r)*Rs Rns hitung mm/hari 5,426 4,855 5,730 5,349 4,976 4,711 4,809 5,064 5,248 5,577 5,236 5,350
12
Radiasi gel.panjang =
f(T)*f(ed)*f(n/N)
Rnl hitung mm/hari 0,744 0,565 0,801 0,736 0,790 0,768 0,802 0,770 0,725 0,881 0,667 0,703
13 Radiasi netto Rn = (Rns-Rnl) Rn hitung mm/hari 4,683 4,290 4,928 4,613 4,186 3,943 4,007 4,294 4,523 4,696 4,569 4,647
14 Faktor bobot (suhu dan elevasi) W tabel 0,765 0,765 0,765 0,767 0,766 0,766 0,766 0,767 0,768 0,764 0,767 0,767
15 (1-w ) 1-W tabel 0,235 0,235 0,235 0,233 0,234 0,234 0,234 0,233 0,232 0,236 0,233 0,233
16 c(faktor kondisi musim) c tabel 1,096 1,054 1,111 1,084 1,055 1,053 1,058 1,062 1,075 1,105 1,067 1,081
17
Eto = c*((W*Rn)+((1-W)*fu*(ea-
ed)))
Eto hitung mm/hari 5,497 4,996 6,448 5,529 4,953 4,964 5,351 5,236 5,612 6,585 5,178 5,644
18 Evapotranspirasi rata-rata perbulan Eto hitung mm/bulan 170,404 154,878 199,881 171,401 153,544 153,899 165,866 162,304 173,973 204,149 160,510 174,965
19 Eto rata-rata persetengah bulan Eto/2 hitung mm/0,5 85,202 77,439 99,940 85,700 76,772 76,950 82,933 81,152 86,987 102,074 80,255 87,483
63. 58
4.2. Perhitungan Curah Hujan Efektif Pada Tanaman
Perhitungan curah hujan efektif ini diambil dari harga curah hujan bulanan
dari stasiun pencatat hujan yakni BMKG Stasiun Metro dan Stasiun Dmraman
Lampung. Data yang digunakan adalah data hujan selama 10 tahun dari tahun
2005 – 2014.
Langkah perhitungan nya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan tahun dasar perencanaan dari curah hujan diurutkan
dari nilai terkecil sampai nilai yang terbesar. Berikut tabel urutan rangking
jumlah curah hujan bulan Januari.
Tabel 4.2. Rangking Jumlah Curah Hujan Bulanan Pada Bulan Januari
No Tahun Januari
1 2013 36,00
2 2008 44,00
3 2006 45,00
4 2009 48,00
5 2011 50,00
6 2005 53,40
7 2007 55,50
8 2010 57,00
9 2014 60,40
10 2012 68,00
2. Berdasarkan metode R80 dan R50 yang telah dijelaskan sebelum nya, maka :
a. Tanaman Padi, (R80) = 1
5
n
= 1
5
10
= 3
Jadi data yang dipergunakan untuk perhitungan hujan efektif tanaman padi adalah
tahun urutan ke 3 dari tabel 4.2. yakni tahun 2006.
b. Tanaman Palawija, (R50) = 1
2
n
= 1
2
10
= 6
Jadi data yang dipergunakan untuk perhitungan hujan efektif tanaman palawija
adalah tahun urutan ke 6 dari tabel 4.2. yakni tahun 2015.
64. 59
3. Perhitungan curah hujan efektif tanaman padi pada bulan Januari 2006
adalah sebagai berikut :
a) 15 harian I :
R80 = 9+3,3+17+0,8+0,6+10
= 40,60 mm/hari
Re = 1/15 x 70% x R80
= 1/15 x 70% x 40,60
= 1,895 mm/hari
b) 15 harian II :
R80 = 11,8+6,3+23,3+6,9+1+9+13,5
= 71,60 mm/hari
Re = 1/15 x 70% x R80
= 1/15 x 70% x 71,60
= 3,341 mm/hari
4. Perhitungan curah hujan efektif tanaman palawija pada bulan januari 2005
adalah sebagai berikut :
a) 15 harian I :
R50 = 0,4+0,3+7+4,9+3,5+2,1+7,5+13,3
= 38,80 mm/hari
Re = 1/15 x 70% x R50
= 1/15 x 70% x 38,80
=1,811 mm/hari
b) 15 harian II :
R50 = 7+26,7+2+10,3+12,5+2+0,9+2,3
= 63,60 mm/hari
Re = 1/15 x 70% x R50
= 1/15 x 70% x 63,60
= 2,968 mm/hari
Untuk perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk table 4.3. berikut :
72. 67
Tabel 4.20. Perhitungan Curah Hujan Efektif Tanaman Padi Setiap Bulannya
R80 Re Re
(mm / 15 hari) (mm / 15 hari) (mm / hari)
1 2 3 4 5
I 40,600 1,895 0,126
II 71,600 3,341 0,223
I 64,750 3,022 0,201
II 63,900 2,982 0,199
I 93,350 4,356 0,290
II 101,400 4,732 0,315
I 53,450 2,494 0,166
II 83,150 3,880 0,259
I 141,800 6,617 0,441
II 27,000 1,260 0,084
I 41,300 1,927 0,128
II 40,400 1,885 0,126
I 74,250 3,465 0,231
II 37,500 1,750 0,117
I 36,950 1,724 0,115
II 80,350 3,750 0,250
I 74,000 3,453 0,230
II 55,000 2,567 0,171
I 81,350 3,796 0,253
II 132,150 6,167 0,411
I 107,750 5,028 0,335
II 119,050 5,556 0,370
I 110,050 5,136 0,342
II 118,000 5,507 0,367
5 Mei
2 Februari
3 Maret
4 April
No
Bulan 15 Harian
1 Januari
6 Juni
7 Juli
8 Agustus
12 Desember
9 September
10 Oktober
11 Nopember
Sumber : Analisis Perhitungan 2015
Keterangan :
: Bulan yang ditinjau
: 15 harian I dan II
: R80
: Hujan efektif 15 harian
73. 68
Tabel 4.21. Perhitungan Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija Setiap Bulannya
R80 Re Re
(mm / 15 hari) (mm / 15 hari) (mm / hari)
1 2 3 4 5
I 38,800 1,811 0,121
II 63,600 2,968 0,198
I 9,550 0,446 0,030
II 64,400 3,005 0,200
I 128,750 6,008 0,401
II 104,250 4,865 0,324
I 143,650 6,704 0,447
II 53,050 2,476 0,165
I 27,000 1,260 0,084
II 91,000 4,247 0,283
I 20,150 0,940 0,063
II 70,750 3,302 0,220
I 23,000 1,073 0,072
II 82,750 3,862 0,257
I 93,000 4,340 0,289
II 62,950 2,938 0,196
I 89,750 4,188 0,279
II 96,250 4,492 0,299
I 69,200 3,229 0,215
II 59,400 2,772 0,185
I 97,350 4,543 0,303
II 113,000 5,273 0,352
I 67,600 3,155 0,210
II 86,700 4,046 0,270
10 Oktober
11 Nopember
12 Desember
7 Juli
8 Agustus
9 September
4 April
5 Mei
6 Juni
1 Januari
2 Februari
3 Maret
No
Bulan 15 Harian
Sumber : Analisis Perhitungan 2015
Keterangan :
: Bulan yang ditinjau
: 15 harian I dan II
: R50
: Hujan efektif 15 harian
74. 69
4.3. Perhitungan Debit Andalan
Adapun perhitungan besarnya dari pada debit andalan ini dilakukan dengan
menggunakan data curah hujan, contoh perhitungan debit andalan untuk bulan
Januari adalah sebagai berikut :
Data :
k = 0,278 (Ketentuan)
C = 0,800 (Ketentuan)
I = 45 mm/bulan (Dari data R80 Setiap Bulannya)
A = 2826 ha (28,27 km2
)
Q = k x C x I x A
= 0,278 x 0,08 x 45 x 28,27
= 282,91 m3
/dtk
Untuk perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel berikut :
Tabel 4.22. Perhitungan Debit Andalan
Q = K x C x I x A
(m
3
/dt )
1 Januari 0,278 0,80 45,00 28,27 282,91
2 Februari 0,278 0,80 48,00 28,27 301,77
3 Maret 0,278 0,80 50,00 28,27 314,34
4 April 0,278 0,80 35,00 28,27 220,04
5 Mei 0,278 0,80 55,00 28,27 345,78
6 Juni 0,278 0,80 29,70 28,27 186,72
7 Juli 0,278 0,80 33,00 28,27 207,47
8 Agustus 0,278 0,80 37,00 28,27 232,61
9 September 0,278 0,80 36,00 28,27 226,33
10 Oktober 0,278 0,80 49,50 28,27 311,20
11 November 0,278 0,80 54,30 28,27 341,37
12 Desember 0,278 0,80 41,00 28,27 257,76
A ( km
2
)NO BULAN K C I ( mm / hari )
Sumber : Analisis Perhitungan Debit Andalan 2015
Keterangan :
: Bulan yang ditinjau
: 15 harian I dan II
: R80
: Hujan efektif 15 harian
: Hujan Efektif Harian
75. 70
4.4. Perhitungan Kebutuhan Air
Adapun perhitungan kebutuhan air dengan pola tanam padi-padi-palawija
adalah sebagai berikut :
1) Kebutuhan air penyiapan lahan untuk tanaman padi adalah 30 hari
(Bulan September Periode I)
Eto = 5,612 mm/hari
Re = 0,295 mm/hari
T = 30 Hari
S = 300 mm (Dari Tabel)
M = (Eto x 1,1) + P
= (5,612 x 1,1) + 2
= 8,173 mm/hari
k =
S
T
.M
= 8,173 .
300
30
= 0,817
Harga IR ini juga dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
IR = M.ek
/ (ek
– 1)
=
)1(
.173,8
817,0
817,0
e
e
= 14,637 mm/bulan
Kebutuhan air irigasi (NFR) untuk penyiapan lahan adalah sebagai berikut :
NFR = IR – Re
= 14,637 – 0,295
= 14,343 mm/hari
Perhitungan kebutuhan air irigasi dipintu pengambilan pada masa penyiapan lahan
adalah sebagai berikut :
Luas daerah irigasi = 2826 ha
Bulan September periode I
DR =
)(8,64
NFR
=
)(8,64
14,343
= 1,660 l/dt/ha
Maka kebutuhan air irigasi dipintu pengambilan untuk area seluas 2826 ha
perbulan nya adalah sebagai berikut :
= 1,660 x 2826 ha = 4692,572 lt/detik
76. 71
2) Kebutuhan air masa tanam untuk tanaman padi (Bulan oktober Periode I)
Eto = 6,585 mm/hari
Re = 0,351 mm/hari
Etc = Eto x Kc
= 6,585 x 1,10
= 7,244 mm/hari
WLR = 1,65
Kebutuhan air irigasi (NFR) untuk penyiapan lahan adalah sebagai berikut :
NFR = Etc + P + WLR – Re
= 7,244 + 2 + 1,65 – 0,351
= 10,543 mm/hari
Perhitungan kebutuhan air irigasi dipintu pengambilan pada masa penyiapan lahan
adalah sebagai berikut :
Luas daerah irigasi = 2826 ha
Bulan September periode I
DR =
)(8,64
NFR
=
)(8,64
10,543
= 1,220 l/dt/ha
Maka kebutuhan air irigasi dipintu pengambilan untuk area seluas 2826 ha
perbulan nya adalah sebagai berikut :
= 1,220 x 2826 ha = 3449,435 lt/detik
Untuk hasil perhitungan kebutuhan air selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
81. 76
4.5. Perhitungan Debit Saluran
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan air disawah dari tabel diperoleh
NFR maksimal adalah 1,660 l/dt.ha, sehingga dari hasil tersebut dapat dihitung
debit saluran primer dan saluran sekunder yang mengalirkan air ke sawah
tersebut, adapun perhitungan itu adalah sebagai berikut :
1) Saluran Sekunder (SKA1)
Q =
tersiersekunder EffxEff
NFRA x
=
0,65x0,75
1,660x293,56
= 999,62 lt/dt
2) Saluran Primer (SP)
Q =
tersiersekunderprimer EffxEffxEff
NFRA x
=
0,65x0,75x0,80
1,660x293,56
= 12032,24 lt/dt
Untuk perhiungan selanjutnya di sajikan dalam bentuk tabel berikut ini :
82. 77
Tabel 4.26. Perhitungan Kapasitas Saluran (Q)
Notasi NFR Kapasitas (Q) Kapasitas (Q)
Saluran No Petak Luas (ha) maks Primer Sekunder Tersier (l/dt) (m
3
/dt)
1 Primer SA 1 2826,81 1,660 0,80 0,75 0,65 12.032,24 12,032
12.032,24 12,032
2 Sekunder SKA1
A1 Ka 165,82 1,660 0,80 0,75 0,65 564,65 0,565
A1 Ki 127,74 1,660 0,80 0,75 0,65 434,98 0,435
999,62 0,9996
SKA2
A2 Ka 133,10 1,660 0,80 0,75 0,65 453,23 0,453
A2 Ki 120,96 1,660 0,80 0,75 0,65 411,89 0,412
865,12 0,8651
SKA3
A3 Ka 150,09 1,660 0,80 0,75 0,65 511,08 0,511
A3 Ki 110,27 1,660 0,80 0,75 0,65 375,49 0,375
886,57 0,8866
SKA4
A4 Ka 107,89 1,660 0,80 0,75 0,65 367,38 0,367
A4 Ki 38,34 1,660 0,80 0,75 0,65 130,55 0,131
497,94 0,4979
3 Sekunder SKB1
B1 Ka 88,14 1,660 0,80 0,75 0,65 300,13 0,300
B1 Ki 154,69 1,660 0,80 0,75 0,65 526,75 0,527
826,88 0,8269
SKB2
B2 Ka 128,22 1,660 0,80 0,75 0,65 436,61 0,437
B2 Ki 116,63 1,660 0,80 0,75 0,65 397,15 0,397
833,76 0,8338
SKB3
B3 Ka 165,58 1,660 0,80 0,75 0,65 563,83 0,564
B3 Ki 166,38 1,660 0,80 0,75 0,65 566,55 0,567
1.130,38 1,1304
SKB4
B4 Ka 111,18 1,660 0,80 0,75 0,65 378,59 0,379
B4 Ki 99,56 1,660 0,80 0,75 0,65 339,02 0,339
717,61 0,7176
4 Sekunder SKC1
C1 Ka 95,80 1,660 0,80 0,75 0,65 326,22 0,326
C1 Ki 114,17 1,660 0,80 0,75 0,65 388,77 0,389
714,99 0,7150
SKC2
C2 Ka 124,74 1,660 0,80 0,75 0,65 424,76 0,425
C2 Ki 96,03 1,660 0,80 0,75 0,65 327,00 0,327
751,76 0,7518
SKC3
C3 Ka 93,39 1,660 0,80 0,75 0,65 318,01 0,318
C3 Ki 119,68 1,660 0,80 0,75 0,65 407,53 0,408
725,54 0,7255
SKC4
C4 Ka 101,46 1,660 0,80 0,75 0,65 345,49 0,345
C4 Ki 96,95 1,660 0,80 0,75 0,65 330,13 0,330
675,62 0,6756
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
Petak yang dialiri
No Saluran
Eff
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
TOTAL
Sumber : Analisi Perhitungan Kapasitas Saluran 2015
83. 78
B e n d u n g
A 1 K I
1 6 5 .8 2 H a 0 .,5 6 5 m 3 /d t
A 1 K A
1 2 7 .7 4 H a 0 .4 5 3 m 3 /d t
B 1 K IB 1 K A
8 8 .1 4 H a 0 .3 0 0 m 3 /d t 1 5 4 .6 9 H a 0 .5 2 7 m 3 /d t
C 1 K IC 1 K A
0 .3 2 6 m 3 /d t 1 1 4 .1 7 H a 0 .3 8 9 m 3 /d t
A 2 K I
1 3 3 .1 0 H a 0 .4 5 3 m 3 /d t
A 2 K A
1 2 0 .9 6 H a 0 .4 1 2 m 3 /d t
B 2 K IB 2 K A
1 2 8 .2 2 H a 0 .4 3 7 m 3 /d t 1 1 6 .6 3 H a 0 .3 9 7 m 3 /d t
C 2 K IC 2 K A
1 2 4 .7 4 H a 0 .4 2 5 m 3 /d t 9 6 .0 3 H a 0 .3 2 7 m 3 /d t
A 3 K I
1 5 0 .0 9 H a 0 .5 1 1 m 3 /d t
A 3 K A
1 1 0 .2 7 H a 0 .3 7 5 m 3 /d t
B 3 K IB 3 K A
1 6 5 .5 8 0 .5 6 4 m 3 /d t 1 6 6 .3 8 H a 0 .5 6 7 m 3 /d t
C 1 3 K IC 3 K A
9 3 .3 9 H a 0 .3 1 8 m 3 /d t 1 1 9 .6 8 H a 0 .4 1 8 m 3 /d t
A 4 K I
1 0 7 .8 9 H a 0 .3 6 7 m 3 /d t
A 4 K A
3 8 .3 4 H a 0 .1 3 1 m 3 /d t
B 4 K IB 4 K A
1 1 1 .1 8 H a 0 .3 7 9 m 3 /d t 9 9 .5 6 H a 0 .3 3 9 m 3 /d t
C 4 K IC 4 K A
1 0 1 .4 6 H a 0 .3 4 5 m 3 /d t 9 6 .9 5 H a 0 .3 3 0 m 3 /d t
S IS T E M J A R IN G A N IR IG A S I (N O M E N K L A T U R )
D A E R A H S U N G A I B U N U T P R O V IN S I L A M P U N G
S K A L A N T S
9 5 .8 0 H a
B B 1 A
B B S 2 A
B B S 3 A
B B S 4 A
B B 1 B
B B S 2 B
B B S 3 B
B B S 4 B
B B 1 C
B B S 2 C
B B S 3 C
B B S 4 C
S P 1 S P 2 S P 3
SS1A
SS2A
SS3A
SS1B
SS2B
SS3B
SS1C
SS2C
SS3C
B B S 1 AB B S 1 BB B S 1 C
84. 79
4.6. Perhitungan Dimensi Saluran
Dimensi saluran yang direncanakan adalah dengan bentuk penampang
trapesium dengan alasan penampang ini paling sering digunakan karena paling
ekonomis dan dari segi bentuk kanstruksinya direncanakan dari beton, hal ini
bertujuan untuk mencegah kehilangan air akibat rembesan, mencegah gerusan
serta erosi. Sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan. Perhitungan untuk
dimensi saluran adalah sebagai berikut :
Diketahui :
Q Sal. Muka A1 ki = 0,453 m3
/dt ( Sal. Sekunder )
Luas A1 ki = 127,74 ha
Dari Tabel 2.8 , 2.9, 2.10 dan 2.11. dapat diketahui nilai n, m, k dan w dengan
parameter debit saluran yang sudah diketahui diatas
Sehingga didapat :
n = 1,50
m = 1,00
k = 35
w = 0,40
s = (n +m)
= (1,50 + 1,00)
= 2,5
Dengan diketahui harga – harga diatas maka dapat kita hitung untuk dimensi
menggunakan rumus trial and error sebagai berikut :
V’ = 0,42 x Q0,182
= 0,42 x 0,4530,182
= 0,361 m/dt
A’ = Q / V’
= 0,435 / 0,361
= 1,205 m2
h' = (A’ / s)0,5
= (1,205 / 2,5)0,5
= 0,964 m
85. 80
b' = h’ x n
= 0,964 x 1,50
= 1,041 m
Lebar saluran (b) adalah nilai pembulatan harga (b’) lebar dasar minimum yang
diizinkan adalah 0,3 m sehingga nilai b = 1,00 m
h = b / n
= 1,00 / 1,50
= 0,67 m
P = b + 2h ( 1+ m2
)1/2
= 1,00 + 2(0,67) ( 1+ 1,002
)1/2
= 2,89 m
A = (b + mh)h
= (1,00 + (1,00x0,67)) x 0,67
= 1,11 m2
R = A / P
= 1,11 / 2,89
= 0,39 m
V = Q / A
= 0,453 / 1,11
= 0,39 m/dt
Hitung nilai kemiringan saluran (I) dengan menggunakan rumus Stickler
V = k x R2/3
x I1/2
I =
2
3
2
Rk x
V
=
2
3
2
0,39x35
0,39
= 0,00045
Sehingga didapat dimensi saluran Muka A1 ki (Sal. Sekunder) sebagai berikut :
Q = 0,453 m3
/dt
V = 0,390 m/dt
86. 81
b = 1,00 m
h = 0,67 m
m = 1,00 m
w = 0,40 m
Berikut adalah gambar Saluran Muka A1 k1 (Sal. Sekunder)
Gambar 4.3 Penampang Saluran Bentuk Trapesium
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel berikut ini :
81
b = 1,00 m
h = 0,67 m
m = 1,00 m
w = 0,40 m
Berikut adalah gambar Saluran Muka A1 k1 (Sal. Sekunder)
Gambar 4.3 Penampang Saluran Bentuk Trapesium
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel berikut ini :
81
b = 1,00 m
h = 0,67 m
m = 1,00 m
w = 0,40 m
Berikut adalah gambar Saluran Muka A1 k1 (Sal. Sekunder)
Gambar 4.3 Penampang Saluran Bentuk Trapesium
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel berikut ini :