WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
Tiwah, Upacara Adat Suku Dayak (Kaharingan)
1. TIWAH, MAAGAH LIAU KAN LEWU TATAU
(Tiwah, mengantar Arwah ke kampung yang abadi)
Masyarakat Dayak Ngaju (udik) adalah salah satu suku Dayak yang berada di pulau
Kalimantan tepatnya di Kalimantan Tengah, yang banyak menempati mendiami Daerah Aliran
Sungai (DAS) sungai Kapuas, sungai Kahayan, sungai Rungan, sungai Barito, dan sungai
Katingan. Kepercayaan yang banyak dianut oleh suku Dayak khususnya Dayak Ngaju adalah
Kaharingan yang artinya adalah tumbuh atau hidup. Maksud dari kepercayaan ini adalah
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ranying Hatalla Langit).
Dalam perkembangan kepercayaan Kaharingan, agama ini dimasukan dalam kategori
agama Hindu, karena adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam
melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi
mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa. Dalam istilah agama
Kaharingan disebut Ranying Hatalla Langit. Orang Dayak Ngaju terkenal dengan kemampuan
spiritual yang luar biasa, dan upacara adat yang sangat kental.
Salah satu upacara adat yang cukup terkenal adalah upacara adat
Tiwah, yaitu upacara yang dilakukan pada orang yang telah meninggal.
Upacara tiwah, yaitu proses mengantarkan arwah (liau) sanak kerabat
atau leluhur yang sudah meninggal ke Lewu Tatau yaitu sebuah tempat
yang kekal atau abadi. Orang Dayak Ngaju meyakini leluhur akan senang
dan bahagia jika arwah mereka sudah diantarkan. Mereka juga meyakini
bahwa sebelum dilaksanakan upacara tiwah, roh leluhur dianggap belum
masuk surga. Upacara Tiwah dipimpin oleh Basir atau Pisur.
Basir atau Pisur
Dalam pelaksanaannya banyak sekali urutan upacara yang harus dilakukan oleh
pelaksana dan para anggota pendukung upacaranya. Upacara ini dapat dikatakan terdapat
unsur-unsur supranatural karena memang upacara ini adalah
mempersatukan roh, oleh sebab itu urutan dalam
pelaksanaannya tidak boleh diubah sekehendak hati namun
harus sesuai dengan aturan upacara yang sudah ada dan
tertulis.Upacara Tiwah pada umumnya dilakukan 5 tahun
sekali, tetapi sesuai dengan kesepakan keluarga yang hendak
melakukan upacara Tiwah. Tiwah harus dilaksanakan karena -
Pencucian Tulang Tengkorak
2. sebagai rasa tanggung jawab keluarga kepada arwah dan bertujuan untuk mengantarkan si
arwah ke Lewu Tatau (surga). Liau (arwah) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Balawang Panjang, contohnya seperti: rambut atau kuku.
2. Karahang Tulang, contohnya: tulang belulang.
3. Liau Haring Kaharingan adalah arwah atau roh yang sebenarnya.
Aktivitas Tiwah memang sangat unik, keluarga menggali
kembali kubur yang telah lama meninggal, membuka kembali petinya
dan mengambil satu persatu tulang belulang. Tulang belulang
tersebut kemudian di cuci dan dibawa ke upacara. Kegiatan upacara
ini memakan waktu yang cukup lama, termasuk ritual mengorbankan
hewan seperti Kerbau, Babi dan Ayam. Mereka meyakini bahwa
hewan yang dikorbankan tersebut akan membantu sang arwah
menuju Surga terakhir. Pada akhirnya tulang belulang tersebut
dimasukkan ke dalam Sandung (Rumah Kecil tempat tulang belulang
di letakkan). Biasanya dalam satu keluarga memiliki satu Sandung
yang disediakan untuk berbagai tulang-belulang yang telah di
tiwahkan.
Sumber :
- http://t1r4.wordpress.com/2009/09/01/tiwah-dari-kisah-ritual-suku-dayak/
- http://id.wikipedia.org
NAMA : OTNIEL APRINDO PURBA
NIM : 022007257
Pembongkaran Kubur