Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Di dalam ini akan dijelaskan (1) pengendalian OPT secara kimiawi, (2) macam-macam pestisida, (3) peranan pestisida, (4) kelebihan, kekurangan, dan pengendalian pestisida, (5) klasifikasi pestisida, (6) formulasi pestisida, dan (7) cara menggunakan pestisida.
Maaf :-
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Di dalam ini akan dijelaskan (1) pengendalian OPT secara kimiawi, (2) macam-macam pestisida, (3) peranan pestisida, (4) kelebihan, kekurangan, dan pengendalian pestisida, (5) klasifikasi pestisida, (6) formulasi pestisida, dan (7) cara menggunakan pestisida.
Maaf :-
1. Bagaimana struktur benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
2. Apa saja tipe perkecambahan benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
Tanaman ubi kayu
1. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
1
TANAMAN UBI KAYU/SINGKONG (Manihot esculenta)
Disusun oleh Nurhaida (201410200311047)
Jurusan Agroteknologi/Agronomi
Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
I. PENDAHULUAN
Ubi Kayu atau biasa disebut singkong banyak digemari oleh masyarakat Indonesia baik
sebagai tanaman pangan, tanaman pakan untuk ternak maupun bahan dasar industri. Hampir
seluruh bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan seperti umbi ubi kayu, pucuk (daun)
ubi kayu, batang ubi kayu, ubi kayu afkir, dan onggok (omblong). Namun tidak banyak dari
masyarakat yang memanfaatkan tanaman tersebut secara maksimal.
Semakin meningkatnya produksi ubi kayu dari tahun ke tahun semakin penting pula
perlunya masyarakat mengetahui teknik budidaya Tanaman Ubi Kayu. Disamping itu,
masyarakat perlu memiliki pengetahuan tentang syarat tumbuh dan penyakit yang menyerang
Tanaman Ubi Kayu agar mendapatkan produksi ubi kayu yang maksimal. Oleh sebab itu
penulis membuat paper mengenai Tanaman Ubi Kayu agar menjadi pedoman referensi yang
berguna dalam budidaya Tanaman Ubi Kayu dan dalam memanfaatkan tenaman tersebut secara
maksimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu dengan nama latin Manihot esculenta, pertama kali dikenal di Amerika
Selatan kemudian dikembangkan pada masa prasejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk
modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil
Selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar banyak, semua kultivar Manihot esculenta dapat
dibudidayakan (Arifin dkk., 2012).
Ubi kayu ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda)
pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke
Nusantara dari Brasil. Namun ubi kayu baru bermasyarakat pada tahun 1952. Penyebaran
pertama kali ubi kayu terjadi, antara lain ke Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok dan beberapa
negara yang terkenal daerah pertaniannya. Dalam perkembangan selanjutnya, ubi kayu
menyebar ke berbagai negara di dunia yang terletak pada posisi 300 Lintang Utara dan 300
Lintang Selatan (Arifin dkk., 2012). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan ubi
kayu di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta
Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia
setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada
industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati. Selama ini produksi ubi kayu yang
berlimpah sebagian besar digunakan sebagai bahan baku industri tapioka. Industri tapioka
2. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
2
merupakan industri skala besar yang paling berkembang di Lampung. Jumlah perusahaan
tapioka yang didaftar pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan
dengan kapasitas 56.927,08 ton (Anonimous, 2007).
Produksi ubi kayu dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2008. Sebagian
besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan
Kepulauan Karibia (BPS Indonesia, 2013).
Produksi ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam lima
tahun terakhir ini dari sebesar 19.321.183 ton pada tahun 2005 menjadi 21.786.691 pada tahun
2009, atau mengalami peningkatan sebesar 11,32% (Departemen Pertanian, 2009).
Banyak dijumpai nama lokal dari ubi kayu antara lain singkong, kaspe, budin, sampen
dan lain-lain. Tanaman ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae dapat tumbuh dengan
mudah hampir di semua jenis tanah dan tahan terhadap serangan hama maupun penyakit. Pada
umumnya, umbi ubi kayu dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (54,2%),
industri tepung tapioka (19,70%), industri pakan ternak (1,80%), industri non pangan lainnya
(8,50%) dan sekitar 15,80% diekspor (Andrizal, 2003).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon yang
panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis
ubi kayu yang ditanam. Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat penting artinya untuk
pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Karakterisasi sifat fisik dan
kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati sebagai komponen utama dari ubi kayu. Ubi kayu tidak
memiliki periode matang yang jelas karena ubinya terus membesar (Rubatzky and Yamaguchi,
1998).
Akibatnya, periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan ubi kayu yang memiliki
sifat fisik dan kimia yang berbeda – beda. Sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran
granula, kandungan amilosa dan kandungan komponen non pati sangat dipengaruhi oleh faktor
genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman (Moorthy, 2002).
Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar
berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk
peruntukannya. Di daerah dimana ubikayu dikonsumsi secara langsung untuk bahan pangan
diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan kandungan HCN rendah. Asam
sianida (HCN) dikelompokkan sebagai senyawa racun. Asam ini merupakan faktor pembatas
dalam pemanfaatan tanaman ubi kayu sebagai pakan karena ternak yang mengkonsumsinya
dapat mengalami keracunan (Antari, dkk, 2009).
Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu manis/tidak pahit,
dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan ubikayu pahit dengan kadar HCN ≥ 50
mg/kg umbi segar. Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia
maupun hewan, sehingga tidak dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape (peuyem)
para pengrajin suka umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna
kekuningan seperti varietas lokal Krentil, Mentega, atau Adira-1. Tetapi untuk industri pangan
yang berbasis tepung atau pati ubikayu, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna putih dan
mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan industri tepung tapioka,
umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun tersebut akan hilang
selama pencucian, pemanasan, dan pengeringan dalam proses menjadi tepung dan pati (Antari,
dkk, 2009).
3. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
3
Tanaman ubi kayu terdiri dari dua bagian pokok yaitu umbi dan tops. Tops adalah
bagian atas tanaman ubi kayu yang meliputi daun, batang dan cabang ubi kayu. Coch et al.
(1973) dalam Abbas et al. (1986). Berikut beberapa organ tanaman ubi kayu :
a. Pucuk (daun) ubi kayu
Pucuk ubi kayu merupakan bagian atas tanaman yang pada umumnya terdiri dari daun
dan tangkai/ ranting-ranting muda; jumlahnya berkisar 7% (daun) dan 12% (ranting).
b. Batang ubi kayu
Batang ubi kayu mempunyai kulit serta lapisan kayu yang berbentuk bulat dan
berongga; terisi oleh lapisan gabus. Pada tanaman yang telah dewasa batang ubi kayu
mendominasi persentase bagian tops selain daun dan ranting yakni 89,1%.
c. Ubi kayu afkir
Pada proses pembuatan gaplek, tepung tapioka maupun bahan olahan ubi kayu yang lain
seperti pembuatan snack, tape dan lain-lain; penyiapan bahan baku menyisakan kulit dan
bonggol ubi kayu yaitu ubi kayu bagian pangkal yang biasanya keras. Bonggol ubi kayu serta
ubi kayu kualitas rendah yang tidak layak diproses inilah yang dikenal dengan istilah ubi kayu
afkir. Dapat diberikan kepada ternak dalam keadaan segar maupun kering.
d. Kulit ubi kayu
Dihasilkan pada proses pengolahan ubi kayu menjadi produk olahan misalnya pada
pembuatan gaplek, tapioka maupun aneka bahan pangan asal ubi kayu (snack). Kulit ubi kayu
ini merupakan bagian yang cepat terdegradasi di dalam rumen.
e. Onggok (gamblong)
Merupakan hasil ikutan padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati ubi
kayu yang mengandung banyak karbohidrat, onggok dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
2.2 Potensi Produksi dan Nilai Nutrisi Limbah Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan bahan pakan yang sangat potensial dan mudah diperoleh hampir
di setiap wilayah. Potensi produksi tanaman ubi kayu yang terus meningkat secara otomatis
juga meningkatkan limbah ubi kayu dan agroindustrinya sehingga memungkinkan
pemanfaatannya sebagai pakan ternak semakin luas. Ubi kayu mengandung protein yang
rendah, oleh karena itu, banyak penelitian dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisinya agar
dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Ruminansia dapat memanfaatkan
tidak hanya umbi ubi kayu tetapi juga batang, daun, kulit serta residu dari pengolahan tapioka
seperti gamblong/onggok, karena ruminansia punya toleransi yang cukup baik terhadap pakan
kualitas rendah.
Kandungan nutrisi beberapa limbah dari ubi kayu antara lain daun, kulit dan onggok.
Umbi ubi kayu sangat tinggi kandungan energi namun minimal dalam kandungan protein,
sebaliknya bagian daun mengandung protein yang cukup tinggi. Secara umum, semua bagian
dari tanaman ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Bagian daun dapat dijadikan sebagai
sumber protein, pemberiannya dalam bentuk kering atau silase. Batang dapat dicampurkan
dengan daun sebagai ingredien dalam pakan penguat. Umbi dapat diubah bentuknya menjadi
pelet, sedangkan bagian kulit umbi dan onggok dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum
digunakan atau dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi protein sel tunggal (single cell
protein).
4. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
4
Unsur mineral sangat penting bagi ternak, mineral mempunyai fungsi fisiologis yang
tersifat, namun secara umum mineral mempunyai fungsi yang lebih beragam antara lain
sebagai: pembentuk tulang dan gigi, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa
dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam-basa, sebagai aktivator sistem enzim tertentu,
sebagai komponen dari sistem enzim, serta mempunyai sifat yang karakteristik terhadap
kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1998)
2.3 Syarat Tumbuh
Tanaman ubi kayu banyak diusahakan di lahan kering dengan berbagai jenis tanah
terutama Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol. Provinsi Lampung merupakan sentral produksi ubi
kayu utama di Indonesia. Di Provinsi Lampung ubi kayu sebagian besar ditanam di lahan
Ultisol bersifat masam, Al-dd tinggi dan kandungan hara relatif miskin. Ubi kayu dapat tumbuh
dengan baik pada tanah ultisol dengan pH 6,1. Klon yang umum ditanam petani adalah klon
unggul UJ-5. Ubi kayu merupakan tanaman tropis. Wilayah pengembangan ubi kayu berada
pada 30˚ LU dan 30˚ LS. Namun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi,
tanaman ubi kayu menghendaki persyaratan iklim tertentu (Tim Prima Tani, 2006).
a. Suhu
Tanaman ubi kayu menghendaki suhu antara 18˚-35˚C. Pada suhu di bawah 10˚C
pertumbuhan tanaman ubi kayu akan terhambat. Kelembaban udara yang dibutuhkan ubi kayu
adalah 65% (Suharno et al., 1999). Namun demikian, untuk berproduksi secara maksimum
tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi tertentu, yaitu pada dataran rendah tropis, dengan
ketinggian 150 m di atas permukaan laut (dpl), dengan suhu rata-rata antara 25˚-27˚C, tetapi
beberapa varietas dapat tumbuh pada ketinggian di atas 1500 m dpl (Anonim, 2003).
c. Curah hujan
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan cukup, tetapi tanaman
ini juga dapat tumbuh pada curah hujan rendah (< 500 mm), ataupun tinggi (5000 mm). Curah
hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara 760- 1015 mm per tahun. Curah hujan terlalu
tinggi mengakibatkan terjadinya serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi
apabila drainase kurang baik (Anonim, 2003, Suharno et al., 1999). Waktu tanam ubi kayu yang
baik untuk lahan tegalan adalah pada awal musim penghujan (MH I), sedangkan pada lahan
sawah tadah hujan adalah setelah panen padi (MH II), karena selama pertumbuhan vegetatif
aktif (3-4 bulan pertama) ubi kayu membutuhkan air. Untuk pertumbuhan selanjutnya ubi kayu
tidak terlalu banyak membutuhkan air.
2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu
a. Penyiapan Bibit
Sumber bibit ubi kayu berasal dari pembibitan tradisional berupa stek yang diambil dari
tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan dengan kebutuhan bibit untuk sistem budidaya ubi
kayu monokultur adalah 10.000 - 15.000 stek ha-1 (Tim Prima Tani, 2006). Untuk satu batang
ubi kayu hanya diperoleh 10 - 20 stek sehingga luas areal pembibitan minimal 20% dari luas
areal yang akan ditanami ubi kayu. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama
penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan hasil ubi kayu. Bibit yang
dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batang 2-3
cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan.
5. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
5
b. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan berupa pengolahan tanah bertujuan untuk : (1) Memperbaiki struktur
tanah; (2) Menekan pertumbuhan gulma; dan (3) Menerapkan sistem konservasi tanah untuk
memperkecil peluang terjadinya erosi. Tanah yang baik untuk budidaya ubi kayu adalah
memiliki struktur gembur atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan
sampai panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah terutama
pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar optimal dalam penyerapan hara.
Menurut Tim Prima Tani (2006), tanah sebaiknya diolah dengan kedalaman sekitar 25 cm,
kemudian dibuat bedengan dengan lebar bedengan dan jarak antar bedengan disesuaikan jarak
tanam ubi kayu, yaitu 80-130 cm x 60-100 cm. Pada lahan miring atau peka erosi, tanah perlu
dikelola dengan sistem konservasi, yaitu : (1) tanpa olah tanah; (2) olah tanah minimal; dan (3)
olah tanah sempurna sistem guludan kontur. Pengolahan minimal (secara larik atau individual)
efektif mengendalikan erosi tetapi hasil ubi kayu seringkali rendah dan biaya pengendalian
gulma relatif tinggi. Dalam hal ini tanah dibajak (dengan traktor 3-7 singkal piring atau hewan
tradisional) dua kali atau satu kali yang diikuti dengan pembuatan guludan (ridging). Untuk
lahan peka erosi, guludan juga berperan sebagai pengendali erosi sehingga guludan dibuat
searah kontur.
c. Penanaman
Stek ditanam di guludan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm dan dalam
barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur, sedangkan jarak tanam ubi kayu untuk
sistem tumpangsari dengan kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau adalah 200 x 100 cm dan
jarak tanam tanaman sela yang efektif mengendalikan erosi dan produktivitasnya tinggi adalah
40 cm antara barisan dan 10-15 cm dalam barisan.
Penanaman stek ubi kayu disarankan pada saat tanah dalam kondisi gembur dan lembab
atau ketersediaan air pada lapisan olah sekitar 80% dari kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi
tersebut akan dapat menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta meningkatkan aktivitas
mikroba tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat
secara maksimal dan ditranslokasikan ke dalam umbi secara maksimal pula. Posisi stek di tanah
dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubikayu. Stek yang ditanam dengan posisi
vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15 cm memberikan hasil tertinggi baik pada musim
hujan maupun musim kemarau. Penanam stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu
pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi
miring atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi secara merata seperti stek yang
ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah.
d. Pemupukan
Pemupukan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi ubi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara yang hilang terbawa panen untuk setiap ton umbi
segar adalah 6,54 kg N; 2,24 kg P2O5; dan 9,32 K2O ha-1 musim-1, dimana 25% N, 30%
P2O5, dan 26% K2O terdapat di dalam umbi. Berdasarkan perhitungan tersebut, hara yang
terbawa panen ubi kayu pada tingkat hasil 30 ton ha-1 adalah 147,6 kg N; 47,4 kg P2O5; dan
179,4 kg K2O ha-1. Untuk mendapatkan hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan
tanah, hara yang terbawa panen tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa
pemupukan akan terjadi pengurasan hara sehingga tingkat kesuburan tanah menurun.
Pemupukan yang tidak rasional dan tidak berimbang juga dapat merusak kesuburan tanah.
Pemupukan harus dilakukan secara efisien sehingga didapatkan produksi tanaman dan
6. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
6
pendapatan yang diharapkan. Umbi ubi kayu adalah tempat menyimpan sementara hasil
fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Dengan demikian,
pertumbuhan vegetatif yang berlebihan akibat dosis pemupukan yang tinggi dapat menurunkan
hasil panen.
Efisiensi pemupukan dipengaruhi oleh jenis pupuk, varietas, jenis tanah, pola tanam,
dan keberadaan unsur lainnya di dalam tanah. Untuk pertanaman ubi kayu sistem monokultur,
disarankan pemberian pupuk anorganik sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl
hektar-1 yang diberikan sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7 - 10 hari diberikan 50 kg Urea,
100 kg SP36, dan 50 kg KCl ha-1, dan tahap II umur 2 - 3 bulan diberikan 75 kg Urea dan 50
kg KCl ha-1, serta tahap III umur 5 bulan diberikan lagi 75 kg Urea ha-1. Pupuk organik
(kotoran ternak) dapat digunakan sebanyak 1 -2 ton ha-1 pada saat tanam.
e. Pemeliharaan Tanaman
Kelemahan ubi kayu pada fase pertumbuhan awal adalah tidak mampu berkompetisi
dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman harus bebas gangguan gulma adalah antara
5 - 10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian gulma tidak dilakukan selama periode kritis
tersebut, produktivitas dapat turun sampai 75% dibandingkan kondisi bebas gulma. Untuk itu,
penyiangan diperlukan hingga tanaman bebas dari gulma sampai berumur sekitar 3 bulan.
Menurut Wargiono dkk. (2006), pada bulan ke-4 kanopi ubi kayu mulai menutup permukaan
tanah sehingga pertumbuhan gulma mulai tertekan karena kecilnya penetrasi sinar matahari di
antara ubi kayu. Oleh karena itu, kondisi bebas gulma atau penyiangan pada bulan ke-4 tidak
diperlukan karena tidak lagi mempengaruhi hasil. Pada saat penyiangan, juga dilakukan
pembumbunan, yaitu umur 2 - 3 bulan. Pemeliharaan selanjutnya yang perlu diperhatikan
adalah pembatasan tunas. Pada saat tanaman berumur 1 bulan dilakukan pemilihan tunas
terbaik, tunas yang jelek dibuang sehingga tersisa dua tunas yang paling baik. Sementara itu,
pengendalian hama dan penyakit tidak perlu dilakukan karena sampai saat ini tanaman ubi kayu
tidak memerlukan pengendalian hama dan penyakit. Bila di lapangan diperlukan pengendalian
hama penyakit, maka tindakan yang dilakukan sbb.:
1. Tungau/kutu merah (Tetranychus bimaculatus) dikendalikan secara mekanik dengan
memetik daun sakit pada pagi hari dan kemudian dibakar. Pengendalian secara kimiawi
menggunakan akarisida.
2. Kutu sisik hitam (Parasaissetia nigra) dan kutu sisik putih (Anoidomytilus
albus) dikendalikan secara mekanis dengan mencabut dan membatasi tanaman sakit
menggunakan bibit sehat. Pengendalian secara kimiawi menggunakan perlakuan stek
insektisida seperti tiodicarb dan oxydemeton methil.
3. Penyakit bakteri B. manihotis dan X. manihotis menyerang daun muda dan P.
solanacearum menyerang bagian akar tanaman sehingga tanaman layu dan mati.
Pengendalian dapat dilakukan menggunakan varietas tahan/agak tahan.
4. Penyakit lain adalah cendawan karat daun (Cercospora sp.), perusak batang (Glomerell
sp.), dan perusak umbi (Fusarium sp.). Pengendalian dianjurkan menggunakan larutan
belerang 5%.
5. Penyakit virus mosaik (daun mengerting) belum ada rekomendasi pengendaliannya.
f. Panen
Panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat maksimal.
Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati cenderung
stabil pada umur 7 - 9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa umur panen ubi kayu fleksibel. Tim
7. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
7
Prima Tani (2006) menganjurkan panen pada saat tanaman berumur 8 - 10 bulan dan dapat
ditunda hingga berumur 12 bulan. Fleksibilitas umur panen tersebut memberi peluang petani
melakukan pemanenan pada saat harga jual tinggi. Dalam kurun waktu 5 bulan tersebut (panen
8 - 12 bulan) dapat dilakukan pemanenan bila harga jual ubi kayu naik karena tidak mungkin
melakukan penyimpanan ubi kayu di gudang penyimpanan seperti halnya tanaman pangan
lainnya. Pembeli biasanya akan membeli ubi kayu dalam bentuk segar yang umurnya tidak
lebih dari 2 x 24 jam dari saat panen.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar
berbagai industri. Produksi ubi kayu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
pesat dalam lima tahun terakhir.
b. Ubi kayu merupakan bahan pakan yang sangat potensial dan mudah diperoleh hampir
di setiap wilayah. Ruminansia dapat memanfaatkan tidak hanya umbi ubi kayu tetapi
juga batang, daun, kulit serta residu dari pengolahan tapioka seperti gamblong/onggok,
karena ruminansia punya toleransi yang cukup baik terhadap pakan kualitas rendah.
c. Tanaman Ubi Kayu cocok pada tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol, suhu antara 18˚ -
35˚c, serta curah hujan yang optimal antara 760- 1015 mm per tahun.
d. Teknik budidaya Tanaman Ubi Kayu terdapat beberapa tahap yaitu penyiapan bibit,
penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman, dan panen.
8. Manajemen Produksi Tanaman Serealia, Kacang dan Ubi Dr. Ir. Muhidin, M.Si.
8
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S., A. Halim, A. Ahmad dan S.T. Amidarmo. 1986. Limbah Tanaman Ubi Kayu.
Dalam: Limbah Hasil Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi
Pangan.
Andrizal. 2003. Potensi, tantangan dan kendala pengembangan agroindustri ubi kayu dan
kebijakan industri perdagangan yang diperlukan. Pemberdayaan Agribisnis Ubi Kayu
Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-
umbian.
Anonim, 2003. Tapioca :Nature of cassava.
http://foodmarketexchange.com/datacenter/product/feedstuff/tapioca/detail/dc_pi_ft_tap
ioca_0205.htm#. diakses tgl 24 September 2017.
Anonim. 2007. Pengolahan Tepung Tapioka. Sipuk-Bank Sentral Republik Indonesia.
Arifin, B. 2012. Kebijakan Perdagangan Pangan. Penerbit Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Antari, R. dan U. Umiyasih. 2009. Pemanfaatan Tanaman Ubi Kayu dan Limbahnya secara
Optimal Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa Vol. 19 No. 4
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. Statistik Lahan Pertanian 2014. BPS Provinsi
Lampung.
Departemen Pertanian. 2009. Basis Data Pertanian.
http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom_asp. (30 Maret 2009).
Moorthy, S. N. 2002. Physicochemical and Functional Properties Of Tropical Tuber Starches.
Starch/ Stärke. 54 : 559-592.
Rubatzky, V.E dan Yamaguchi. 1988. Sayuran Dunia; Prinsip. Produksi dan
Gizi Jilid 1. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 163-177.
Suharno et al., 1999. Suharno. Djasmin. Rubiyo. Dasiran. 1999. Budi Daya Ubi Kayu.
Kendari: Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.
Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem
Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hlm.
Wargiono, J. Hasanudin. Suyanto. 2006. Teknologi Produksi Ubi kayu Mendukung
Industri Bioetanol. Jakarta: Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian.