1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang menyerang berbagai organ tubuh dan ditandai dengan inflamasi tersebar.
2. Penyakit ini lebih sering menyerang wanita muda antara usia 15-40 tahun dengan gejala yang bervariasi seperti nyeri sendi, ruam kulit, dan gangguan ginjal.
3. Etiologi LES belum jelas tetapi dipengaruhi faktor genetik, lingkungan, dan
pengetahuan dasar lupus diagnostik dan tatalaksana serta rujukan bagi dokter umum. Bermanfaat juga bagi profesi kesehatan lain seperti perawat, nurse, lab, mahasiswa dan masyarakat umum yang tertarik untuk mengetahui selintas mengenai lupus
Penyakit autoimun terjadi ketika respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh.
pengetahuan dasar lupus diagnostik dan tatalaksana serta rujukan bagi dokter umum. Bermanfaat juga bagi profesi kesehatan lain seperti perawat, nurse, lab, mahasiswa dan masyarakat umum yang tertarik untuk mengetahui selintas mengenai lupus
Penyakit autoimun terjadi ketika respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh.
Beberapa kondisi klini yang harus membuat para praktisi klinis mulai mencurigai adanya penyakit autoimmune. Dijelaskan dengan beberapa contoh autoimmune dseases
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratEldi Mardiansyah
Di dalamnya mencakup Presentasi tentang Pendampingan Individu 2 Pendidikan Guru Penggerak Aangkatan ke 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2024 yang bertemakan Visi dan Prakarsa Perubahan pada SMP Negeri 4 Ciemas. Penulis adalah seorang Calon Guru Penggerak bernama Eldi Mardiansyah, seorang guru bahasa Inggris kelahiran Bogor.
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
Systemic lupus erythematosus
1. • Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang
mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
• Systemic Lupus Erythematosus bisa menyerang multiorgan dengan
gambaran klinik yang sangat bervariasi diantaranya sendi, kulit,
ginjal, paru – paru, jantung, pembuluh darah, system syaraf, otak,
dan mulut serta dapat menyebabkan kematian.
• Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden puncak usia
15-40 tahun selama masa reproduktif dengan ratio wanita dan pria
5:1.
• Etiopatogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas,
dimana terdapat banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat
multifaktoral seperti faktor genetik,faktor lingkungan, dan faktor
hormonal terhadap respons imun.
2. Gejala sistemik meliputi :
•demam
•Kelemahan, lesu,
•Anoreksia,
•Kehilangan berat badan.
•Atralgia (53-95%) adalah keluhan utama dari banyak pasien.
•Butterfly rash pada pipi dan hidung dengan fotosensitif terhadap
sinar matahari (sering pada kulit putih).
•Nyeri pleura (31-57%), dyspnoe, batuk, demam, dan nyeri dada
adalah keluhan jantung dan paru yang penting.
3. a. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
1.Hasil pemeriksaan darah penderita LES menunjukkan adanya :
•anemia hemolitik,
•trombositopenia,
•limfopenia, atau leukopenia;
•erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama penyakit aktif,
•Coombs test mungkin positif,
•level IgG mungkin tinggi,
•ratio albumin-globulin terbalik, dan
•serum globulin meningkat.
2.Hasil pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya :
•proteinuria,
•hematuria,
•peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
•heme granular atau sel darah merah pada urin.
4. • Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ
dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun
di tubuh.
a. Terapi Konservatif
1. Artritis, artralgia dan mialgia : di berikan analgetik atau NSAID, bila
tidak ada respon ganti dengan hidroxykloroquin. Dalam 6 bulan tidak
ada efek yg baik ganti dengan kortikosteroid dosis rendah.
2. Lupus kutaneus : lindungi dari sinar matahari. Obat-obat antimalaria
sangat baik untuk mengatasi lupus kutaneus, baik lupus kutaneus
subakut, maupun lupus diskoid. Antimalaria mempunyai efek
sunsblocking, antiinflamasi dan imunosupresan.Pada penderita yang
resisten terhadap antimalaria, dapat dipertimbangkan pemberikan
glukokortikoid sistemik.
5. b. Pemeriksaan Autoantibodi
Pemeriksaan autoantibodi pada penderita LES (Lupus
Eritematosus Sistemik) meliputi :
•Antinuclear antibodies (ANA)
•Anti – dsDNA
•Anti – Sm
•Anti – RNP
•Anti – Ro (SS-A)
•Anti – La (SS – B)
•Antihistone
•Antiphospholipid
•Antierythrocyte
•Antiplatelet
•Antineuronal
•Antiribosomal P
c. Pemeriksaan Komplemen
•Penurunan kadar C1, C2, C3, C4
6. Kriteria klasifikasi LES, apabila didapatkan 4 kriteria diagnosis LES dapat
ditegakan :
•Ruam malar
•Ruam discoid
•Fotosensitivitas.
•Ulkus di mulut.
•Arthritis non erosif.
•Pleuritis atau perikarditis.
•Gangguan renal, yaitu proteinuria persisten > 0,5gr/ hari, atau silinder
sel dapat berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau
gabungan.
•Gangguan neurologi, yaitu kejang-kejang atau psikosis.
•Gangguan hematologik, yaitu anemia hemolitik dengan retikulosis,
atau leukopenia atau limfopenia atau trombositopenia.
•Gangguan imunologik, yaitu anti DNA posistif, atau anti Sm positif atau
tes serologik untuk sifilis yang positif palsu.
•Antibodi antinuklear (Antinuclear antibody, ANA) positif.
7. 3. Kelelahan : berikan sikap simpatik dalam masalah ini (menambah
jam waktu istirahat), bila keadaan berat dapat dipertimbangkan
pemberian glukokortikoid sistemik.
4. Serositis : sering ditandai dengan nyeri dada dan abdomen,
diberikan analgetik atau NSAID. Keadaan berat diberikan
glukokortikoid sistemik.
b. Terapi Agresif
1. Kortikosteroid : Pada keadaan berat atau mengancam jiwa harus
diberikan glukokortikoid dosis tinggi. Apabila dalam waktu 4
minggu setelah pemberian glukokortikoid dosis tinggi tidak
menunjukkan perbaikan yang nyata, dipertimbangkan untuk
memberikan imunosupresan lain atau terapi agresif lainnya.
2. Siklofosfamid : Indikasi siklofosfamid, salah satunya adalah
penderita LES yang membutuhkan steroid dosis tinggi (steroid
sparing agent).
3. Terapi lain : azatioprin, siklosporin, mofetil mikofenolat,
rituximab dan imunoglobulin G IV
8. • Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana
yang terlibat. Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya
sangat tinggi.
• Perkembangan dalam diagnosis dan pengobatan
meningkatkan angka harapan hidup lebih dari 90% pasien
bertahan hidup lebih dari sepuluh tahun dan banyak yang
relatif tanpa gejala.
• Penyebab kematian yang paling sering adalah infeksi akibat
imunosupresan
• Prognosis normalnya lebih buruk pada pria dan anak-anak
dibandingkan pada wanita. Untungnya, bila gejala timbul
setelah umur 60 tahun, penyakitnya menjadi lebih jinak.