Menurut Eisenhardt et al. (1997) konflik merupakan suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Menurut Eisenhardt et al. (1997) konflik merupakan suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sucik Puji Utami, Diskusi khusus2 PERILAKU ORGANISASI, PRINSIP MEMBANGUN KERJASAMA DAN MENYELESAIKAN KONFLIK, UT-AMBON, 2018
1. Forum Diskusi Khusus 2
Sucik Puji Utami (Mahasiswa UT Ambon)
Dr. Amri Darwis (Dosen Pengampu)
DISKUSI KHUSUS 2
Kamis, 4 Oktober 2018, 21:06
ADA 6 PRINSIP DALAM MEMBANGUN KERJA SAMA DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK, JELASKAN!. (LIHAT MATERI TAMBAHAN)
JAWAB:
Konflik merupakan bagian integral dari kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Hal ini
bisa diartikan bahwa konflik adalah suatu keniscayaan. Konflik akan muncul jika satu pihak
“menganggap” orang lain atau pihak lain menghalangi dirinya untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Sehingga konflik terjadi apabila kedua pihak memiki tujuan yang bersifat mutually
exclusive dan interaksi diantara keduanya sengaja dimaksudkan untuk mengalahkan, menekan
atau mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Dalam suatu organisasi konflik bukan hanya terjadi antar individu, antar kelompok, atau dalam
kehidupan kelompok, tetapi juga antar organisasi. Untuk itu seorang manajer yang
bertanggungjawab terhadap pencapaian tujuan organisasi tentunya tidak boleh membiarkan
konflik bergulir liar tanpa arah. Membiarkan konflik berarti membiarkan dirinya terperangkap
dalam konflik. Disinilah peran manajer sangat diperlukan untuk terus-menerus mengelola,
menciptakan konflik fungsional dan menjaga agar tidak terjerumus ke arah konflik disfungsional.
6 Prinsip Membangun Kerjasama Dalam Penyelesaian Konflik:
1. Welcome differences (menerima perbedaan)
2. Dalam sebuah organisasi, perbedaan adalah khasanah yang akan memperkaya pilihan
sikap organisasi dan akan meningkatkan dinamika organisasi, serta mendorong pada
kemajuan organisasi. Munculnya perbedaan pendapat dalam setiap interaksi sosial
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain sifat dasar manusia sebagai individu yang unik
yang tidak pernah sama dengan individu lainnya. Pengalaman masing-masing manusia
dalam kehidupan akan membentuk suatu karakter pribadi yang kemudian menjadi
penegas perbedaan antar individu. Disamping itu, terdapat pula beberapa spektrum
perbedaan yang sifatnya sekunder seperti keyakinan, pendidikan, pendapatan/pekerjaan,
hingga asal daerah. Luasnya spektrum perbedaan ini akan membuat perbedaan pendapat
bisa saja terjadi antara atasan dan bawahan, antar pasangan, bahkan antar anggota dalam
suatu organisasi, dengan kata lain perbedaan menjadi dimensi yang senantiasa hadir
dalam keseharian kita, perbedaan menjadi tidak bisa dilepaskan dari peri kehidupan
manusia.
Perbedaan memang rentan memicu konflik dan permusuhan. Namun perbedaan tidak
selalu harus dihindari, bahkan harus diterima dan dikelola. Bila perbedaan dapat kita
kelola dan disikapi dengan baik justru akan membawa manfaat dan energi yang besar
bagi organisasi. Dengan adanya perbedaan akan dapat menolong kita melihat suatu
masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga kita dapat melihat masalah itu
secara keseluruhan dengan baik. Sehingga dengan menerima perbedaan akan mampu
membangun kerjasama dalam penyelesaian konflik.
2. React positively (bereaksi positif)
Seorang pemimpin tim mendapatkan banyak manfaat dari anggota lain dari tim,
mempengaruhi, membimbing, memberi inspirasi dimana semuanya dapat mempengaruhi
motivasi para anggota tim dalam menggunakan cara-cara positif. Jika pemimpin tidak
dapat membangun kerjasama tim yang baik, otomatis akan menghambat untuk mencapai
tujuan atau bahkan menghasilkan hasil kinerja yang tidak sesuai apa yang diinginkan
bahkan menimbulkan konflik.
Sebagai pemimpin harus mampu memberikan reaksi positif dalam membangun
kerjasama. Beberapa hal yang positif dapat dilakukan antara lain: membangun
kepercayaan dan saling menghormati, memfasilitasi komunikasi antar anggota organisasi,
dan menanamkan sikap saling memiliki (sens of belonging).
3. Offer empathy (tunjukan empati)
Kohut mendefinisikan empati sebagai suatu proses di mana seseorang berpikir mengenai
kondisi orang lain yang seakan-akan dia berada pada posisi orang lain itu. Kohut juga
melakukan penguatan atas definisinya tersebut dengan mengatakan bahwa empati adalah
kemampuan berpikir objektif tentang kehidupan terdalam dari orang lain. Dalam
organisasi, empati ini sangat berpengaruh dalam menyelesaikan konflik. Cara
membangun empati dengan belajar mendengarkan orang lain, bersikap membuka diri,
3. memberikan afeksi secara fisik, memfokuskan perhatian pada kondisi di sekitar, jangan
menilai, memberikan bantuan. Dengan adanya empati yang ditunjukan dalam organisasi
diharapkan mampu membangun kerjasama dan menyelesaikan konflik yang ada.
4. Use positive feedback (gunakan umpan balik yang positif)
Umpan balik (feedback) adalah salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan
kinerja karyawan di perusahaan. Umpan balik positif (positive feedback) akan fokus pada
identifikasi dan perilaku karyawan untuk meningkatkan kinerja.Sedangkan umpan balik
konstruktif (constructive feedback) mengarah pada identifikasi perilaku yang mengurangi
kinerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Meskipun memberikan umpan balik
merupakan hal yang bagus, namun masih banyak manajer yang tidak nyaman melakukan
hal ini, khususnya jika diharuskan menyampaikan hal yang negatif.
Menurut survei yang dilakukan, para manajer atau pimpinan perusahaan khawatir bahwa
mereka tidak akan lagi disukai. Cara memberikan umpan balik dalam kemasan positif
kepada karyawan dengan langkah : mengontrol emosi, dilakukan secara tertutup, fokus
pada perilaku pekerja bukan pada pribadi karyawan, harus spesifik, tepat waktu, tetap
tenang, menegaskan harapan perusahaan, memberikan kesempatan karyawan untuk
merespon, buat kesepakatan rencana yang dapat diterima, dan tetapkan waktu untuk
follow up. Dengan umpan balik positif ini diharapkan akan dapat membangun kerjasama
dan menyelesaikan konflik.
5. Face Problems
Manajer dan anak buahnya seringkali terbentur pada kemampuan dalam memecahkan
permasalahan sehingga mengakibatkan perusahaan menemui jalan buntu dan tidak dapat
beroperasi sebagaimana mestinya. Sangat mudah menemukan individu-individu pembuat
masalah, namun individu pemecah masalah, itu tidak mudah dicari. Kalapun dapat
individu pemecah masalah, hukum pasar akan berlaku. Maka kita butuh langkah
pemecahan masalah efektif dalam sebuah organisasi.
Masalah memiliki banyak kemungkinan penyebab dan akar permasalahannya. Pakar
Pengembangan Organisasi, Edgar Schein bersama dengan rekan-rekannya manyarankan
bahwa proses pemecahan masalah yang dilakukan secara kolektif akan merujuk pada
hasil yang lebih optimal. Pendekatan Schein ditampilkan dalam model yang berupaya
untuk menginvestigasi definisi masalah, brainstorming, pengambilan keputusan kolektif,
pengembangan ide, pembuatan rencana tindakan dan penilaian. Dengan menemukan
sumber masalah dan memecahkan permasalahan tersebut maka akam membangun
kerjasama dan menyelesaikan konflik.
4. 6. Negotiate solutions together (negosiasikan solusi bersama)
Negosiasi sering didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dengan cara saling
menerima dan memberi (take- and – give) antara pihak-pihak yang saling bergantung,
tetapi masing-masing pihak memiliki preferesni berbeda. Negosiasi lebih luas dari
resolusi konflik. Secara tradisional, terdapat dua tipe negisiasi yaitu:
a. Distributif, adalah mekanisme tawar-menawar pengambilan keputusan dalam
negosiasi yang tujuannya memenangkan tawar-menawar. Dalam hal ini, salah satu
pihak berusaha memenagkan tawar-menawar tanpa memperdulikan apakah pihak
lawan merasa menang atau kalah. Oleh karena itu tidak jarang negosiator bersikukuh
pada pendirian awal dan bergeming terhadap alternatif penyelesaian. Akibatnya
proses negosiasi biasanya tidak bertele-tele dan pihak lain dipaksa untuk kalah (win-
lose) atau jika pihak lain persikukuh pada pendiriannya, bukan tidak mungkin terjadi
situasi keduanya kalah (lose-lose ) atau tidak terjadi kesepakatan.
b. Integratif, dalam tipe ini negosiator berusaha secara optimal untuk mecapai
kesepakatan. Untuk itu tidak jarang kedua pihak berkolaborasi untuk mencapai
kesepakatan yang sesungguhnya bukan kesepakatan yang semu. Dengan kata lain
tipe ini merupakan tipikal negosiasi saat kedua belah pihak merasa menag (win-win)
Dari dua tipe negosiasi diatas, tipe integratif yang mampu membangun kerjasama dalam
penyelesaian konflik. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang negosiator dituntut untuk
memiliki skill sebagai berikut: bisa menetapkan tujuan yang tidak biasa (superordinate
goals), memisahkan orang dari persoalan, fokus pada pokok persoalan bukan pada posisi
masing- masing, menemukan opsi pilihan untuk keuntungan bersama, dan menggunakan
kriteria yang objektif.
REFERENSI
Sobirin, Achmad (2016). Perilaku Organisasi. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
https://www.muhammadihwan.net/blog/perbedaan-pendapat-itu-pembelajaran
https://www.kompasiana.com/taniaprtw/5b5709386ddcae0cac448b12/cara-membangun-
kerjasama-tim-dalam-organisasi
http://ciputrauceo.net/blog/2016/1/25/cara-membangun-empati-untuk-menjalin-relasi
https://www.karyaone.co.id/blog/cara-memberikan-umpan-balik/
https://www.mditack.co.id/2017/01/16/langkah-pemecahan-masalah-efektif-dalam-organisasi/