Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
SEJARAH PERTANAHAN DI INDONESIA
1.
2. Dibagi dalam 3 fase, yaitu:
1. Masa Feodalisme.
2. Masa Kolonialisme.
3. Masa Setelah diberlakukannya
UUPA
3. MASA FEODALISME
Feodalisme adalah suatu faham mengenai
cara berekonomi atau sistem ekonomi
dimana raja, keluarganya dan para
bangsawan serta penguasa daerah adalah
tuan dan rakyat adalah abdi.
Alat produksi seperti tanah, adalah milik
raja dan bangsawan sedangkan rakyat
hanya mempunyai hak garap/hak
menggunakan dan tidak berhak untuk
memiliki atau menguasai.
4. Pada masa feodal ada 2 bentuk
pemerasan terhadap petani, yaitu
a.Petani harus menyerahkan
sebagian hasil produksinya.
b.Petani harus bekerja secara
Cuma-Cuma kepada raja atau
bangsawan.
5. Filosof yang tidak menyetujui adanya hak
Milik privat adalah
1. J.J. Reausseau.
Hak milik privat atas tanah menyebabkan
perbedaan dan menimbulkan kejahatan
dan kesengsaraan.
2. Henry George.
Jumlah penduduk semakin bertambah dan
maju. kebutuhan akan tanah semakin
meningkat sehingga penumpukan tanah
atau tuan tanah akan meningkat.
6. Filosof yang menyetujui adanya hak
Milik privat adalah
1. Thomas Van Aquinas.
Setiap orang lebih senang bila sesuatu
itu menjadi hak milik pribadinya
daripada milik bersama/kolektif
2. John Locke.
Berdasarkan “teori Kerja” disebutkan
bahwa hak milik privat muncul dari
hubungan antara manusia dengan alam.
Barangsiapa mengusahakan,
mengerjakan, dan menabur benih maka
dialah yang menjadi pemiliknya.
7. Dua faham yang muncul sebagai
penetralisir adalah:
1. Faham liberal yang bersifat individualistik.
Hak Milik privat atas tanah diakui dan dilindungi,
artinya hak milik tidak dapat diganggu gugat
meskupun untuk kepentingan umum. Sebagai
peneral dimasukkan unsur SOSIAL.
2. Faham sosialis yang bersifat komunalistik.
Tanah adalah milik negara/bersama dasarnya
apbila komunal sejahtera maka individu pasti
sejahtera. Sebagai penetral dimasukkan unsur
INDIVIDUALISTIK.
8. TANAH ULAYAT/BESCHIKKINGSRECHT
DARI VAN VOLLENHOVEN
Hak ulayat adalah
hak dari persekutuan hukum untuk
menggunakan dengan bebas tanah-
tanah yang masih merupakan hutan
belukar dalam wilayahnya, guna
kepentingan persekutuan itu sendiri
dan anggotanya atau untuk
kepentingan orang asing yang telah
mendapat izin dan telah membayar
recognitie (uang pengakuan).
9. Masyarakat Hukum Adat adalah:
Sekelompok orang yang
tersusun secara teratur, yang
bersifat tetap, masing-masing
merasa terikat satu sama lain,
mempunyai
pemerintahan/pemimpin dan
kekayaan sendiri baik material
maupun inmaterial.
10. Hak Ulayat mempunyai kekuatan
berlaku ke dalam dan keluar.
Kekuatan ke dalam
1. Persekutuan dan anggotanya
mempunyai hak untuk menarik
hasil dari tanah dan segala yang
tumbuh dan hidup di atas tanah
itu, mendirikan tempat kediaman,
menggembala ternak,
mengumpulkan bahan makanan,
berburu dan memancing.
11. 2. Masih terkekangnya hak individu
di dalam hak ulayat.
Artinya: hak perseorangan akan
lenyap dan tanah kembali dalam
kekuasaan hak ulayat jika tanah
diterlantarkan sehingga menjadi
belukar/hutan kembali.
3. Persekutuan dapat menetapkan
tanah untuk kepentingan umum,
misalnya kuburan, sarana ibadah,
pasar, sekolah dsb.
12. Kekuatan keluar
Orang luar dilarang memiliki atau
mengambil keuntungan dari tanah
hak ulayat, kecuali telah mendapat
izin dan telah membayar uang
pengakuan (recognitie).
13. MASA KOLONIALISME(PENJAJAHAN)
1. Masa kekuasaan Verenigde on Indische
Compaigne (VOC) tahun 1602.
Kebijakan VOC di bidang pertanahan:
b. Contingenten/Pajak tanah.
Petani harus menyerahkan 1/5 hasil
tanahnya kepada VOC sebagai pajak
tanah
b. Verplichte Leverenten/Serah paksa.
suatu kebijakan dimana petani hanya
boleh menjual tanahnya kepada VOC,
yang harganya ditentukan secara
sepihak oleh VOC, tentunya yang
menguntungkan bagi VOC.
14. 2. Masa gubernur Jenderal Herman Willem
Deandles (1800-1811)
Kebijakan pada masa Deandles:
1. Melanjutkan kebijakan pertanahan pada
masa VOC.
2. Mempertahankan wilayah VOC (HB).
3. Membayar utang VOC.
Caranya menjual tanah kepada pemiik
modal khususnya orang asing, berupa hak
eigendom yang bersifat istimewa
(Pertuanan).
15. 3. Masa Pemerintahan Gubernur Jenderal
Thomas Stanford Raffles (1811)
a. Semua kebijakan pada masa Belanda
dihapuskan.
b. Pada masa Raffles, semua tanah yang
berada di bawah kekuasaan pemerintah
dinyatakan sebagai eigendom government.
Dengan dasar ini, setiap tanah dikenakan
pajak atau yang lebih dikenal dengan
kebijakan LANDRENTE, misalnya:
- Sawah: ½, 2/5, atau 1/3 dari hasil panen.
- Tanah kering: ¼ atau ½ dari hasil
16. 4. Masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Johanes Van Den Bosch (1830)
Kebijakan pada masa Bosch adalah:
1. Semua kebijakan pada masa VOC dan
Deandles dihidupkan kembali.
2. Menetapkan sistem cultuur stelsel
(tanam paksa), yaitu suatu kebijakan
dimana petani dipaksa untuk menanami
sebagian luas tanahnya (1/5) dengan
tanaman tertentu yang laku dipasaran
Internasional, sedangkan bagi yang tidak
mempunyai tanah diharuskan kerja paksa
selama 1/5 hari kerja.
17. Pasal 62 RR (Regeringsreglement)
(1)Gubernur Jenderal tidak boleh menjual
tanah.
(2) Dalam larangan di atas tidak termasuk
tanah-tanah yang tidak luas, yang
diperuntukkan bagi perluasan kota dan
desa serta pembangunan kegiatan-
kegiatan usaha kerajinan.
(3)Gubernur Jenderal dapat menyewakan
tanah menurut ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dengan ordonansi. Tidak
termasuk yang boleh disewakan adalah
tanah-tanah kepunyaan orang-orang
pribumi asal pembukaan hutan, demikian
juga tanah-tanah yang berfungsi sebagai
tempat penggembalaan umum atau atas
dasar lain merupakan kepunyaan desa
18. Kelemahan pasal 62 RR adalah:
1.Berdasarkan S.1856 No.64 ditentukan
jangka waktu sewa maks untuk tanaman
berumur panjang mis: kelapa adalah 40
tahun, sedangkan yang berumur pendek,
mis: tebu adalah 20 tahun. Jangka waktu ini
terlalu singkat karena sebelum tanaman
berproduksi, masa sewa telah habis.
2.Berhubung yang disewakan itu biasanya
adalah hutan belukar maka untuk membuka
hutan itu diperlukan modal yang besar.
3.Hak sewa tidak bisa dijadikan jaminan
utang.
19. AGRARISCHE WET (S.1870 No.55)
(1) Menurut ketentuan yang ditetapkan dengan
ordonansi, diberikan tanah dengan hak erfacht
selama waktu tidak lebih dari 75 tahun.
(2) Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai
terjadi pemberian tanah yang melanggar hak-
hak rakyat pribumi.
(3) Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil
tanah-tanah kepunyaan rakyat asal pembukaan
hutan yang digunakan untuk keperluan sendiri,
demikian juga tanah-tanah yang sebagai
tempat penggembalaan umum atau atas dasar
lain merupakan kepunyaan atau untuk
keperluan penanaman tanaman-tanaman yang
diselenggarakan atas perintah penguasa
menurut peraturan-peraturan yang
bersangkutan, semuanya dengan pemberian
ganti kerugian yang layak
20. (4) Tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi
dengan hak pakai pribadi yang turun temurun
(yang dimaksud adalah hak milik adat) atas
permintaan pemiliknya yang sah dapat
diberikan kepadanya dengan hak eigendom
dengan pembatasan-pembatasan yang
diperlukan sebagai yang ditetapkan dengan
ordonansi dan dicantumkan dalam surat
eigendomnya yaitu yang mengenai kewajiban
terhadap negara dan desa yang
bersangkutan. Demikian juga dengan
kewenangannya untuk menjualnya kepada
non-pribumi.
(5) Persewaan atau serahpakai tanah oleh orang-
orang pribumi kepada non-pribumi dilakukan
menurut ketentuan yang diatur dengan
ordonansi.
21. AW merupakan ayat tambahan pada
pasal 62 RR sehingga pasal 62 RR
yang semula terdiri dari 3 ayat,
berubah menjadi 8 ayat. Keseluruhan
pasal 62 RR itu kemudian pada tahun
1925 diubah menjadi pasal 51 IS
(Indische Staatregeling).
22. Aturan pelaksanaan dari AW adalah
Agrarische Besluit (S.1870 No.118).
Dimana pada pasal 1 dimuat suatu
asas yang terkenal yaitu Domein
Verklaring (Pernyataan milik).
Bunyi pasal 1 AB:
Dengan tidak mengurangi
berlakunya ketentuan dalam pasal 2
dan 3 AW, tetap dipertahankan asas,
bahwa semua tanah yang pihak lain
tidak dapat membuktikan sebagai
hak eigendomnya, adalah domein
(milik) negara.