SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1969
TENTANG
PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pada saat ini pembuatan isotop radioaktip telah dapat
dilakukan di Indonesia;
b. bahwa isotop radioaktif dapat dipergunakan di berbagai
lapangan seperti lapangan kedokteran, pertanian, industri,
pendidikan, penelitian dan sebagainya.
c. bahwa isotop radioaktip mempunyai sifat bahaya yang dapat
merusak segala makhluk hidup;
d. bahwa oleh karenanya untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan manusia terhadap bahaya radiasi, maka perlu untuk
mengatur dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkutan
dengan pemakaian isotop radioaktip dan radiasi.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Tenaga Atom;
3. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1965 tentang Dewan. Tenaga
Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Pemakaian Isotop
Radioaktip dan Radiasi.
BAB I.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 1.
Yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
a. Pemakaian: ialah setiap perbuatan yang meliputi penguasaan,
penggunaan, peredaran, penyerahan, pengangkutan dan lain-
lain perbuatan yang bersangkutan dengan pemakaian isotop
radioaktip dan radiasi;
b. Isotop radioaktip: ialah bahan-bahan yang memancarkan
radiasi, baik radioaktip alam maupun buatan, yang selanjutnya
disebut dengan isotop;
c. Radiasi: ialah sinar alpha, sinar beta, sinar gamma, sinar x
dan sinar-sinar yang menimbulkan radiasi meng-ion;
d. Instansi yang berwenang: ialah Badan Tenaga Atom Nasional;
e. Lembaga: ialah badan yang menyelenggarakan suatu usaha untuk
kepentingan umum;
f. Untuk istilah-istilah lain berlaku ketentuan istilah dalam
Undang-undang No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Tenaga Atom.
Pasal 2.
Setiap pemakaian isotop dan radiasi hanya dapat dilakukan
setelah mendapat ijin dari instansi yang berwenang.
Pasal 3.
Setiap perbuatan yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan para
petugas dan masyarakat sekitarnya.
Pasal 4.
Yang dibebaskan dari keharusan mendapat ijin, sebagai
tersebut dalam pasal 2 ialah:
a. Badan yang bekerja di bawah instansi yang berwenang;
b. Badan/instansi baik Pemerintah maupun swasta yang bekerjasama
dengan instansi yang berwenang, jika perbuatan itu sesuai
dengan maksud dan tujuan kerjasama tersebut.
BAB II.
SYARAT, CARA MEMPEROLEH DAN BERAKHIRNYA IJIN
Pasal 5.
Ijin dapat diberikan kepada:
a. Lembaga-lembaga penelitian dan/atau pendidikan, rumah sakit,
instansi-instansi, perusahaan-perusahaan baik swasta maupun
Pemerintah;
b. Para Dokter yang mempergunakan isotop dan radiasi untuk
tujuan diagnose dan/atau pengobatan;
c. Para Apoteker yang mempergunakan isotop dan radiasi untuk
pembuatan obat-obatan.
Pasal 6.
Setiap badan atau orang yang tersebut dalam pasal 5, dapat
memperoleh ijin jika:
a. mempunyai fasilitas instalasi atom untuk melakukan pemakaian
isotop dan radiasi;
b. mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk melakukan
penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan
terhadap radiasi;
c. mempunyai tenaga-tenaga yang cakap dan terlatih baik, untuk
bekerja dengan isotop dan radiasi;
d. mempunyai perlengkapan proteksi radiasi.
Pasal 7.
(1) Permohonan untuk mendapat ijin dilakukan kepada
instansi yang berwenang.
(2) Kepada setiap pemohon akan diberitahukan secara
tertulis tentang penerimaan atau penolakan atas
permohonannya.
(3) Ijin yang dikabulkan atas dasar permohonan, hanya dapat
dipergunakan oleh pemohon, dan untuk jangka waktu yang
telah ditentukan.
Pasal 8.
Dalam hal pemegang ijin tidak lagi memenuhi syarat dan/atau
kewajiban yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka
instansi yang berwenang dapat:
a. memberikan peringatan kepada pemegang ijin;
b. membekukan ijin untuk suatu jangka waktu tertentu;
c. mencabut ijin tersebut.
Pasal 9.
Ijin berakhir dengan:
a. Lewatnya jangka waktu yang ditentukan;
b. Meninggalnya pemegang ijin;
c. Dicabut oleh instansi yang berwenang karena alasan yang
tertentu.
Pasal 10.
Ijin yang berakhir karena lewatnya jangka waktu yang
ditentukan, dapat dimohonkan pembaharuan.
Pasal 11.
Yang dimaksud dengan alasan yang tertentu dalam pasal 9 sub
c ialah:
a.terlibat langsung maupun tidak langsung dengan suatu gerakan
melawan Pemerintah;
b.ketentuan yang dimaksud dalam pasal 8.
BAB III.
KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMEGANG IJIN
Pasal 12.
Pemegang ijin berkewajiban:
a. Memberi kesempatan terhadap pemeriksaan yang sewaktu-waktu
akan diadakan oleh instansi yang berwenang terhadap
Instalasi Atom di mana isotop dan radiasi dipergunakan dan
tempat penyimpanannya.
b. Memberi kesempatan terhadap pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja oleh ahli-ahli dari instansi yang berwenang atau
dengan kerjasama dengan instansi-instansi Pemerintah yang
lain untuk evaluasi efek-efek dari isotop dan radiasi
terhadap kepada kesehatan.
c. Menyelenggarakan dokumentasi mengenai segala sesuatu yang
bersangkutan dengan isotop dan radiasi.
d. Mentaati peraturan, pedoman kerja dan lain-lain ketentuan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan instansi yang
berwenang.
e. Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau
memperkecil bahaya yang timbul akibat pemakaian isotop dan
radiasi tersebut, terhadap kesehatan dan keselamatan para
petugas, penduduk serta kerusakan harta benda sekitarnya.
f. Melakukan tindakan perlindungan bagi pekerjaan sehingga
tidak mendapat penyinaran lebih dari 0,l rem setiap minggu,
atau tidak lebih dari 5 rem setahun.
Pasal 13.
Pemegang ijin bertanggungjawab atas segala kerugian yang
timbul sebagai akibat pemakaian isotop dan radiasi, baik atas
diri orang atau harta-benda.
BAB IV.
PENYIMPANAN
Pasal 14.
Isotop harus disimpan dalam suatu tempat yang dibuat
tertutup sehingga penyinaran pada permukaan tidak lebih dari 7
rem per jam.
Pasal 15.
Setiap pemegang ijin yang memakai isotop dan radiasi dan
sementara tidak bekerja dengan isotop harus:
a.Menyimpan isotop dalam wadah yang khusus dan tahan korosi
radiasi dan suhu tinggi sesuai dengan tingkat keracunan dari
isotop yang bersangkutan.
b.Meletakkan wadah yang berisi isotop dalam suatu wadah luar yang
cukup menahan isi wadah dalam, kecuali sudah tidak ada
kemungkinan lagi bahwa wadah dalam akan bocor.
c.Menempelkan pada setiap wadah yang berisi isotop, suatu tanda
bahaya radiasi (trefoil), dengan keterangan:
1.macam dan jumlah isotop dalam wadah;
2.tanggal pengukuran terakhir dilakukan dan aktivitasnya;
3.nama orang atau badan yang menguasai isotop.
Pasal 16.
Wadah luar harus dibuat dari bahan-bahan yang ditentukan oleh
instansi yang berwenang.
BAB V.
PENGANGKUTAN
Pasal 17.
Dalam peraturan ini isotop dibagi dalam 4 (empat) golongan:
Golongan I, isotop dengan tingkat radio-toksisita sangat tinggi.
Golongan II, isotop dengan tingkat radio-toksisita tinggi.
Golongan III, isotop dengan tingkat radio-toksisita sedang.
Golongan IV, isotop dengan tingkat radio-toksisita rendah.
Isotop-isotop mana yang termasuk dalam golongan-golongan
yang tersebut dalam ayat 1, terdapat dalam Lampiran I peraturan
ini.
Pasal 18.
Isotop dari semua golongan yang akan diangkut baik melalui
darat, laut maupun udara harus dibungkus, diberi penahan radiasi
dan tanda yang jelas meliputi tanda bahaya radioaktip, jenis
isotop radioaktip dan besarnya radioaktivita sesuai dengan
Lampiran II peraturan ini.
Selain itu harus diterangkan juga besarnya radioaktivita
pada permukaan luar bungkusan, jarak aman, besarnya dosis pada
jarak satu meter serta disebutkan nama dan alamat penerima.
Pasal 19.
1.Isotop yang akan diangkut harus dibungkus dalam suatu wadah
dalam yang dilapisi dengan kertas serap yang dimasukkan lagi
dalam wadah luar serta diberi penahan radiasi.
2.Bahan dan ukuran dari wadah luar ditentukan oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan golongan dari isotop.
Pasal 20.
Besarnya radiasi dari isotop pada jarak satu meter dari
setiap titik dari permukaan bungkusan luar selama pengangkutan
tidak boleh melebihi:
a.10 mr/jam untuk sinar gamma dan sinar X;
b.setara dengan 10 mr/jam untuk sinar beta.
Pasal 21.
Kecuali dengan ijin dari instansi yang berwenang,
pengangkutan isotop tidak boleh melebihi 2000 milli curie dalam
satu wadah.
Pasal 22.
Hal-hal yang belum diatur dalam bab ini, diatur dalam
peraturan pengangkutan yang akan ditentukan oleh Pemerintah.
BAB VI.
PENGURUSAN SAMPAH RADIOAKTIP
Pasal 23.
Sampah radioaktip harus dikumpulkan, disimpan dan dibuang,
pada tempat dan dengan cara sebagai ditentukan dalam peraturan
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
BAB VII.
KETENTUAN PIDANA.
Pasal 24.
Pelanggaran atas ketentuan pasal 2, 12, 14, 18, 19, 20, 23
dan 25 yang merugikan kepentingan umum, diancam dengan hukuman
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) atau
kurungan pengganti selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
BAB VII.
KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 25.
Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, setiap orang atau badan, yang memakai
isotop dan radiasi harus melaporkan pada instansi yang berwenang.
Pasal 26.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari
diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 1969.
Presiden Republik Indonesia,
SOEHARTO
Jenderal TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 1969.
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
ALAMSJAH.
Mayor Jenderal TNI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1969
TENTANG
PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI.
PENJELASAN UMUM:
1.Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penggunaan
isotop radioaktip dan radiasi dibanyak lapangan penghidupan
di Indonesia, seperti bidang pertanian, kedokteran, biologi,
pendidikan, penelitian, industri dan lain-lain, makin lama
makin meluas. Misalnya saja dibidang pertanian, dengan
mempergunakan isotop radioaktip pada butir-butir padi kita
sekarang dapat memperbesar hasil dan mempertinggi mutu padi
tersebut.
Di bidang kedokteran isotop radioaktip dapat dipergunakan sebagai
"tracer" pada diagnose suatu penyakit, atau pengobatan
(therapi) penyakit kanker.
Di dalam industri mutu suatu barang dapat diperbaiki, umpama:
pada industri plastik. Dengan mempergunakan radiasi, zat
plastik dapat dibuat tahan panas, sehingga dapat dipakai
untuk keperluan hidup sehari-hari secara lebih luas. Ini
adalah sekedar contoh saja untuk menjelaskan kemampuan
isotop dan radiasi diberbagai bidang.
2.Di samping manfaat yang serba guna itu, pemakaianya membawa
akibat bahaya radiasi. Manusia telah lama kenal pada radiasi
alam, akan tetapi radiasi dari reaksi atom atau partikel-
partikel yang padat baru diketahui dengan mulainya
penggunaan tenaga atom.
Seperti diketahui, ada beberapa bentuk utama dari radiasi, yang
digunakan: alpha, beta, gamma dan sinar X.
Partikel alpha yang terdiri dari 2 proton dan 2 neutron tidak
dapat terpencar jauh, sehingga dengan beberapa lembar kertas
saja daya tembusnya telah dapat dicegah, partikel beta yang
terdiri dari elektron-elektron yang keluar dari inti atom
radioaktip dapat terpencar lebih jauh lagi, sehingga daya
tembusnya sudah bisa dicegah dengan suatu lembar alumunium
yang tipis.
Yang paling berbahaya adalah sinar gamma dan sinar X, karena
sinar-sinar tersebut dapat menembus baik kertas maupun
aluminium, sehingga untuk mencegah daya tembusnya diperlukan
timbal atau beton yang tebal untuk menahan sinar-sinar
tersebut. Dalam hal ini bahayanya terletak pada kemamuan
untuk menimbulkan ionisasi pada zat-zat yang dilaluinya.
Jika radiasi itu menembus tubuh manusia dalam dosis yang
besar, maka radiasi itu akan merusak sel-sel tubuh manusia
dedemikian rupa sehingga kerusakan itu lebih besar/banyak
jika dibandingkan dengan pergantian sel-sel baru yang bisa
dilakukan.
Untuk mencegah bahaya ini, maka kepada para petugas dalam
instalasi atom diwajibkan untuk bekerja dengan cermat dan
mentaati cara-cara kerja yang semestinya. Pada waktu ini
pengetahuan tentang sifat-sifat radiasi, effek biologi yang
ditimbulkannya, konsentrasi-konsentrasi batas dari zat
radioaktip dalam udara, air dan tubuh manusia yang masih
dapat diterima, sudah sedemikian rupa sehingga adalah perlu
bagi Pemerintah untuk menetapkan norma-norma bagi cara kerja
yang aman. Dengan adanya pengawasan oleh Pemerintah dengan
cara registrasi dan lisensi, para pemakai isotop radoktip
dan radiasi diharuskan untuk mentaati norma-norma bagi cara
bekerja yang cermat dan aman tersebut. Dengan kata lain,
ujuan pengawasan bagi Pemerintah tidak lain ditunjuk kepada
perlindungan atas kesehatan dan keselamatan bagi para
petugas dan penduduk sekitarnya.
3.Sehingga persoalannya adalah bagaimanakah caranya mengusahakan
agar dosis yang diterima oleh petugas atau masyarakat
sekitarnya untuk semua macam radiasi meng-ion menjadi
serendah mungkin, karena ini adalah masalah kepentingan umum
terhadap kesehatan dan keselamatannya. Soal kepentingan
tersebut di atas adalah tugas Pemerintah untuk menjamin dan
mengawasinya, dalam hal ini Badan Tenaga Atom Nasional
ditetapkan sebagai Instansi yang tertinggi dalam soal tenaga
atom (Pasal 6 Undang-undang Nomor 31 tahun 1964).
4.Oleh karena itu dalam hal isotop radioaktip dan radiasi ini
ditentukan bahwa setiap pemakain isotop dan radiasi yang
meliputi perbuatan penguasaan, penggunaan, peredaran,
penyerahan, pengangkutan dan lain-lain perbuatan yang
bersangkutan dengan isotop dan radiasi, hanya dapat
dilakukan setelah mendapat izin dari Instansi yang
berwenang. Akan tetapi sebelum memberi ijin dipertimbangkan
terlebih dahulu apakah permohonan sudah memenuhi syarat-
syarat sebagai yang disebutkan dalam pasal 6.
Dengan demikian dapat diadakan pengawasan terhadap setiap
pemakaian isotop dan radiasi.
5.Pencantuman ketentuan pidana dalam peraturan ini dimaksudkan
untuk benar-benar mengejar effektivitas dalam mengejar
tujuan ini, yaitu perlindungan bagi petugas radiasi dan
masyarakat sekitarnya terhadap bahaya radiasi.
PASAL DEMI PASAL:
Pasal 1.
Di dalam peraturan ini juga termasuk isotop radioaktip alam
seperti: uranium, thorium dan lain-lain isotop yang perlu untuk
bahan bakar reaktor atom.
Penyebutan perbuatan-perbuatan apa yang dimaksudkan dalam
pengertian pemakaian itu, bukanlah limitatip, artinya lain-lain
perbuatan yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi, juga
termasuk, seperti perbuatan import dan export.
Pasal 2.
Cukup jelas.
Pasal 3.
Cukup jelas.
Pasal 4.
Yang dimaksud dengan badan yang bekerja di bawah Instansi
yang berwenang ialah badan yang secara hierarchis bekerja dan
pertanggung-jawab pada Instansi yang berwenang.
Sedangkan pembebasan yang berdsarkan kerjasama dengan
Instansi yang berwenang hanya diberikan sepanjang perbuatan itu
tidak menyimpang dari tujuan kerjasama. Selain dari pada itu
pemakaian isotop-radiasi hanya dapat dilakukan sesuai dengan
ketentuan pasal 2.
Pasal 5.
Pada hakekatnya pemegang ijin isotop dan radiasi, mungkin
merupakan badan, seperti: lembaga-lembaga penelitian dan/atau
pendidikan, rumah sakit, Instansi-instansi perusahaan, baik
swasta maupun Pemerintah, atau perseorangan, seperti Dokter dan
Apotheker.
Pasal 6.
Dengan instalasi atom dimaksudkan tempat, bangunan atau
kompleks dimana terdapat segala atau sesuatu kegiatan dalam
lapangan tenaga atom. Pengertian instalasi atom di sini dengan
tidak menyimpang dari pengertian tersebut dalam Undang-undang
Pokok Tenaga Atom adalah tempat, bangunan atau kompleks dimana
terdapat segala atau sesuatu kegiatan pemakaian isotop dan
radiasi. Jadi meliputi laboratorium isotop, tempat-tempat pesawat
sinar X untuk keperluan diagnose atau therapi, dan sebagainya.
Termasuk dalam perlengkapan proteksi radiasi adalah pakaian
penahan radiasi, seperti: pakaian laboratorium, rubber gloves dan
sebagainya, dan alat-alat pengukur radiasi, seperti film badge,
pocket dosimeter dan sebagainya.
Pasal 7.
Untuk menghindarkan penyalahgunaan ijin yang diberikan maka
ditentukan dalam ayat terakhir bahwa ijin hanya dapat
dipergunakan sendiri oleh Pemegangnya.
Pasal 8.
Jika pemegang ijin tidak lagi memenuhi syarat-syarat
dan/atau kewajiban-kewajiban sebagai yang ditentukan dalam
peraturan ini maka kepadanya masih diberi kesempatan untuk
memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban tersebut dengan
memberikan peringatan atau pembekuan ijin untuk waktu yang
ditentukan, sebelum dilakukan tindakan pencabutan.
Pasal 9.
Cukup jelas.
Pasal 10.
Cukup jelas.
Pasal 11.
Cukup jelas.
Pasal 12.
Penegasan kewajiban-kewajiban ini perlu agar supaya
pemakaian isotop tetap berada dalam keadaan aman cara kerjanya
dengan tidak membahayakan pekerjanya sendiri, penduduk sekitarnya
maupun harta-benda. Oleh karena itu antara lain, ada kewajiban
untuk menerima Inspeksi Ahli-hali dari instansi yang berwenang.
Kepada tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau
memperkecil bahaya yang timbul akibat pemakaian isotop dan
radiasi tersebut termasuk pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
sebelum kerja atau periodis, pengukuran kwalitatif dan
kwantitatif kontaminasi lingkungan kerja atau umum oleh bahan-
bahan radio-isotop, monitoring dan lain-lain.
Pasal 13.
Ketentuan ini diperlukan untuk pentingan pihak yang
dirugikan
[Catatan Penyunting: Didalam dokumen ini terdapat format gambar.
Untuk dapat menampilkan format gambar tersebut, tekanlah TAB
dan kemudian tekan ENTER]
Pasal 20.
Antara setiap titik pada permukaan bungkusan sampai sejauh 1
(satu) meter, tidak boleh ada benda lain yang berada diantaranya.
Pasal 21.
Cukup jelas.
Pasal 22.
Peraturan tentang pengangkutan bahan-bahan radioaktip yang
lebih lengkap ditentukan kemudian. Sebelumnya peraturan tersebut
di atas dikeluarkan oleh Pemerintah, maka keterangan-keterangan
teknis tentang pengangkutan bahan-bahan radioaktip dapat
diperoleh pada instansi yang berwenang.
Pasal 23.
Cukup jelas.
Pasal 24.
Cukup jelas.
Pasal 25.
Cukup jelas.
--------------------------------
CATATAN
Di dalam dokumen ini terdapat lampiran dalam format gambar.
Lampiran-lampiran ini terdiri dari beberapa halaman yang
ditampilkan sebagai satu berkas. Dari daftar berikut ini,
pilihlah salah satu butir untuk menampilkan lampiran dengan
menekan TAB dan kemudian tekanlah ENTER.
Halaman 1-25
LAMPIRAN I
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969
tentang
PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI.
Penggolongan radionuklida-radionuklida untuk maksud-maksud
pengangkutan.
Keterangan:
1.Keaktipan jenis dimaksudkan untuk bahan-bahan yang terdiri dari
nuklida-nuklida yang tertera dalam daftar.
2.Tanda (*) menunjukkan bahwa radionuklida tersebut telah di
tempatkan pada suatu golongan dalam tabel pada penjelasan
pasal 17.
(a):Tidak ditekan berarti pada tekanan tidak melampaui satu
atmosfir absolut pada 0°C daripada permukaan air
laut.
Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1969
YANG TELAH DICETAK ULANG
Sumber:LN 1969/18; TLN NO. 2892

More Related Content

Similar to pp no 009 tahun 1969.pdf

REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKREGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKPariJatim1
 
Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008Martindra K
 
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diri
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diriPer no. 8 th 2010 alat pelindung diri
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diriPurwani Handayani
 
Epidemiologi khusus(reguler)
Epidemiologi khusus(reguler)Epidemiologi khusus(reguler)
Epidemiologi khusus(reguler)Daniel Denny
 
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan Winniey Tillich Wahyuni
 
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya RadioisotopMuhamad Imam Khairy
 
Dasar hukum persentasi
Dasar hukum persentasiDasar hukum persentasi
Dasar hukum persentasiTeguh Rusnadi
 
02 peraturan ketenaganukliran
02 peraturan ketenaganukliran02 peraturan ketenaganukliran
02 peraturan ketenaganukliranZaenal Abidin
 
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di Indonesia
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di IndonesiaAspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di Indonesia
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di IndonesiaWahono Diphayana
 
Program proteksi baru rs. hafsah
Program proteksi baru rs. hafsahProgram proteksi baru rs. hafsah
Program proteksi baru rs. hafsahrshapsah
 
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3helmut simamora
 
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsPermenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsErikoRiko
 
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)aldy74
 
2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan2. peraturan perundangan
2. peraturan perundanganWinarso Arso
 
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptx
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptxTransplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptx
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptxMichelleAngelika
 
Pp14 2002
Pp14 2002Pp14 2002
Pp14 2002Zya2009
 

Similar to pp no 009 tahun 1969.pdf (20)

REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKREGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
 
Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008
 
Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008Permenkes no.780 th 2008
Permenkes no.780 th 2008
 
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diri
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diriPer no. 8 th 2010 alat pelindung diri
Per no. 8 th 2010 alat pelindung diri
 
Epidemiologi khusus(reguler)
Epidemiologi khusus(reguler)Epidemiologi khusus(reguler)
Epidemiologi khusus(reguler)
 
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan
Aplikasi radiofarmasi dalam dunia kesehatan
 
Uu 05 1964
Uu 05 1964Uu 05 1964
Uu 05 1964
 
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop
[Presentasi] Penggunaan dan Bahaya Radioisotop
 
Dasar hukum persentasi
Dasar hukum persentasiDasar hukum persentasi
Dasar hukum persentasi
 
02 peraturan ketenaganukliran
02 peraturan ketenaganukliran02 peraturan ketenaganukliran
02 peraturan ketenaganukliran
 
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di Indonesia
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di IndonesiaAspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di Indonesia
Aspek Hukum dan Tindakan Karantina Tumbuhan di Indonesia
 
Undang undang-tahun-2008-09-08
Undang undang-tahun-2008-09-08Undang undang-tahun-2008-09-08
Undang undang-tahun-2008-09-08
 
Program proteksi baru rs. hafsah
Program proteksi baru rs. hafsahProgram proteksi baru rs. hafsah
Program proteksi baru rs. hafsah
 
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3
Pp no.74 th 2001 pengelolaan b3
 
1. kepmenkes1204
1. kepmenkes12041. kepmenkes1204
1. kepmenkes1204
 
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rsPermenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
Permenkes 1204 2004-persyaratan-kes_rs
 
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)
Uu no 10 th 1997 ttg nuklir (bhs indonesia)
 
2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan2. peraturan perundangan
2. peraturan perundangan
 
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptx
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptxTransplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptx
Transplantasi dan Perdagangan Organ Tubuh Manusia.pptx
 
Pp14 2002
Pp14 2002Pp14 2002
Pp14 2002
 

Recently uploaded

PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 

Recently uploaded (20)

PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 

pp no 009 tahun 1969.pdf

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini pembuatan isotop radioaktip telah dapat dilakukan di Indonesia; b. bahwa isotop radioaktif dapat dipergunakan di berbagai lapangan seperti lapangan kedokteran, pertanian, industri, pendidikan, penelitian dan sebagainya. c. bahwa isotop radioaktip mempunyai sifat bahaya yang dapat merusak segala makhluk hidup; d. bahwa oleh karenanya untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia terhadap bahaya radiasi, maka perlu untuk mengatur dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkutan dengan pemakaian isotop radioaktip dan radiasi. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom; 3. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1965 tentang Dewan. Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional. MEMUTUSKAN : Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Pemakaian Isotop Radioaktip dan Radiasi. BAB I. KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan: a. Pemakaian: ialah setiap perbuatan yang meliputi penguasaan, penggunaan, peredaran, penyerahan, pengangkutan dan lain- lain perbuatan yang bersangkutan dengan pemakaian isotop radioaktip dan radiasi; b. Isotop radioaktip: ialah bahan-bahan yang memancarkan radiasi, baik radioaktip alam maupun buatan, yang selanjutnya disebut dengan isotop; c. Radiasi: ialah sinar alpha, sinar beta, sinar gamma, sinar x dan sinar-sinar yang menimbulkan radiasi meng-ion; d. Instansi yang berwenang: ialah Badan Tenaga Atom Nasional; e. Lembaga: ialah badan yang menyelenggarakan suatu usaha untuk kepentingan umum; f. Untuk istilah-istilah lain berlaku ketentuan istilah dalam Undang-undang No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom.
  • 2. Pasal 2. Setiap pemakaian isotop dan radiasi hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari instansi yang berwenang. Pasal 3. Setiap perbuatan yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan para petugas dan masyarakat sekitarnya. Pasal 4. Yang dibebaskan dari keharusan mendapat ijin, sebagai tersebut dalam pasal 2 ialah: a. Badan yang bekerja di bawah instansi yang berwenang; b. Badan/instansi baik Pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan instansi yang berwenang, jika perbuatan itu sesuai dengan maksud dan tujuan kerjasama tersebut. BAB II. SYARAT, CARA MEMPEROLEH DAN BERAKHIRNYA IJIN Pasal 5. Ijin dapat diberikan kepada: a. Lembaga-lembaga penelitian dan/atau pendidikan, rumah sakit, instansi-instansi, perusahaan-perusahaan baik swasta maupun Pemerintah; b. Para Dokter yang mempergunakan isotop dan radiasi untuk tujuan diagnose dan/atau pengobatan; c. Para Apoteker yang mempergunakan isotop dan radiasi untuk pembuatan obat-obatan. Pasal 6. Setiap badan atau orang yang tersebut dalam pasal 5, dapat memperoleh ijin jika: a. mempunyai fasilitas instalasi atom untuk melakukan pemakaian isotop dan radiasi; b. mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk melakukan penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi; c. mempunyai tenaga-tenaga yang cakap dan terlatih baik, untuk bekerja dengan isotop dan radiasi; d. mempunyai perlengkapan proteksi radiasi. Pasal 7. (1) Permohonan untuk mendapat ijin dilakukan kepada instansi yang berwenang. (2) Kepada setiap pemohon akan diberitahukan secara tertulis tentang penerimaan atau penolakan atas
  • 3. permohonannya. (3) Ijin yang dikabulkan atas dasar permohonan, hanya dapat dipergunakan oleh pemohon, dan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Pasal 8. Dalam hal pemegang ijin tidak lagi memenuhi syarat dan/atau kewajiban yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka instansi yang berwenang dapat: a. memberikan peringatan kepada pemegang ijin; b. membekukan ijin untuk suatu jangka waktu tertentu; c. mencabut ijin tersebut. Pasal 9. Ijin berakhir dengan: a. Lewatnya jangka waktu yang ditentukan; b. Meninggalnya pemegang ijin; c. Dicabut oleh instansi yang berwenang karena alasan yang tertentu. Pasal 10. Ijin yang berakhir karena lewatnya jangka waktu yang ditentukan, dapat dimohonkan pembaharuan. Pasal 11. Yang dimaksud dengan alasan yang tertentu dalam pasal 9 sub c ialah: a.terlibat langsung maupun tidak langsung dengan suatu gerakan melawan Pemerintah; b.ketentuan yang dimaksud dalam pasal 8. BAB III. KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMEGANG IJIN Pasal 12. Pemegang ijin berkewajiban: a. Memberi kesempatan terhadap pemeriksaan yang sewaktu-waktu akan diadakan oleh instansi yang berwenang terhadap Instalasi Atom di mana isotop dan radiasi dipergunakan dan tempat penyimpanannya. b. Memberi kesempatan terhadap pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh ahli-ahli dari instansi yang berwenang atau dengan kerjasama dengan instansi-instansi Pemerintah yang lain untuk evaluasi efek-efek dari isotop dan radiasi terhadap kepada kesehatan. c. Menyelenggarakan dokumentasi mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi. d. Mentaati peraturan, pedoman kerja dan lain-lain ketentuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan instansi yang
  • 4. berwenang. e. Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil bahaya yang timbul akibat pemakaian isotop dan radiasi tersebut, terhadap kesehatan dan keselamatan para petugas, penduduk serta kerusakan harta benda sekitarnya. f. Melakukan tindakan perlindungan bagi pekerjaan sehingga tidak mendapat penyinaran lebih dari 0,l rem setiap minggu, atau tidak lebih dari 5 rem setahun. Pasal 13. Pemegang ijin bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul sebagai akibat pemakaian isotop dan radiasi, baik atas diri orang atau harta-benda. BAB IV. PENYIMPANAN Pasal 14. Isotop harus disimpan dalam suatu tempat yang dibuat tertutup sehingga penyinaran pada permukaan tidak lebih dari 7 rem per jam. Pasal 15. Setiap pemegang ijin yang memakai isotop dan radiasi dan sementara tidak bekerja dengan isotop harus: a.Menyimpan isotop dalam wadah yang khusus dan tahan korosi radiasi dan suhu tinggi sesuai dengan tingkat keracunan dari isotop yang bersangkutan. b.Meletakkan wadah yang berisi isotop dalam suatu wadah luar yang cukup menahan isi wadah dalam, kecuali sudah tidak ada kemungkinan lagi bahwa wadah dalam akan bocor. c.Menempelkan pada setiap wadah yang berisi isotop, suatu tanda bahaya radiasi (trefoil), dengan keterangan: 1.macam dan jumlah isotop dalam wadah; 2.tanggal pengukuran terakhir dilakukan dan aktivitasnya; 3.nama orang atau badan yang menguasai isotop. Pasal 16. Wadah luar harus dibuat dari bahan-bahan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. BAB V. PENGANGKUTAN Pasal 17. Dalam peraturan ini isotop dibagi dalam 4 (empat) golongan: Golongan I, isotop dengan tingkat radio-toksisita sangat tinggi. Golongan II, isotop dengan tingkat radio-toksisita tinggi.
  • 5. Golongan III, isotop dengan tingkat radio-toksisita sedang. Golongan IV, isotop dengan tingkat radio-toksisita rendah. Isotop-isotop mana yang termasuk dalam golongan-golongan yang tersebut dalam ayat 1, terdapat dalam Lampiran I peraturan ini. Pasal 18. Isotop dari semua golongan yang akan diangkut baik melalui darat, laut maupun udara harus dibungkus, diberi penahan radiasi dan tanda yang jelas meliputi tanda bahaya radioaktip, jenis isotop radioaktip dan besarnya radioaktivita sesuai dengan Lampiran II peraturan ini. Selain itu harus diterangkan juga besarnya radioaktivita pada permukaan luar bungkusan, jarak aman, besarnya dosis pada jarak satu meter serta disebutkan nama dan alamat penerima. Pasal 19. 1.Isotop yang akan diangkut harus dibungkus dalam suatu wadah dalam yang dilapisi dengan kertas serap yang dimasukkan lagi dalam wadah luar serta diberi penahan radiasi. 2.Bahan dan ukuran dari wadah luar ditentukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan golongan dari isotop. Pasal 20. Besarnya radiasi dari isotop pada jarak satu meter dari setiap titik dari permukaan bungkusan luar selama pengangkutan tidak boleh melebihi: a.10 mr/jam untuk sinar gamma dan sinar X; b.setara dengan 10 mr/jam untuk sinar beta. Pasal 21. Kecuali dengan ijin dari instansi yang berwenang, pengangkutan isotop tidak boleh melebihi 2000 milli curie dalam satu wadah. Pasal 22. Hal-hal yang belum diatur dalam bab ini, diatur dalam peraturan pengangkutan yang akan ditentukan oleh Pemerintah. BAB VI. PENGURUSAN SAMPAH RADIOAKTIP Pasal 23. Sampah radioaktip harus dikumpulkan, disimpan dan dibuang, pada tempat dan dengan cara sebagai ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. BAB VII.
  • 6. KETENTUAN PIDANA. Pasal 24. Pelanggaran atas ketentuan pasal 2, 12, 14, 18, 19, 20, 23 dan 25 yang merugikan kepentingan umum, diancam dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) atau kurungan pengganti selama-lamanya 3 (tiga) bulan. BAB VII. KETENTUAN PENUTUP. Pasal 25. Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, setiap orang atau badan, yang memakai isotop dan radiasi harus melaporkan pada instansi yang berwenang. Pasal 26. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1969. Presiden Republik Indonesia, SOEHARTO Jenderal TNI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1969. Sekretaris Negara Republik Indonesia, ALAMSJAH. Mayor Jenderal TNI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI. PENJELASAN UMUM: 1.Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penggunaan isotop radioaktip dan radiasi dibanyak lapangan penghidupan
  • 7. di Indonesia, seperti bidang pertanian, kedokteran, biologi, pendidikan, penelitian, industri dan lain-lain, makin lama makin meluas. Misalnya saja dibidang pertanian, dengan mempergunakan isotop radioaktip pada butir-butir padi kita sekarang dapat memperbesar hasil dan mempertinggi mutu padi tersebut. Di bidang kedokteran isotop radioaktip dapat dipergunakan sebagai "tracer" pada diagnose suatu penyakit, atau pengobatan (therapi) penyakit kanker. Di dalam industri mutu suatu barang dapat diperbaiki, umpama: pada industri plastik. Dengan mempergunakan radiasi, zat plastik dapat dibuat tahan panas, sehingga dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari-hari secara lebih luas. Ini adalah sekedar contoh saja untuk menjelaskan kemampuan isotop dan radiasi diberbagai bidang. 2.Di samping manfaat yang serba guna itu, pemakaianya membawa akibat bahaya radiasi. Manusia telah lama kenal pada radiasi alam, akan tetapi radiasi dari reaksi atom atau partikel- partikel yang padat baru diketahui dengan mulainya penggunaan tenaga atom. Seperti diketahui, ada beberapa bentuk utama dari radiasi, yang digunakan: alpha, beta, gamma dan sinar X. Partikel alpha yang terdiri dari 2 proton dan 2 neutron tidak dapat terpencar jauh, sehingga dengan beberapa lembar kertas saja daya tembusnya telah dapat dicegah, partikel beta yang terdiri dari elektron-elektron yang keluar dari inti atom radioaktip dapat terpencar lebih jauh lagi, sehingga daya tembusnya sudah bisa dicegah dengan suatu lembar alumunium yang tipis. Yang paling berbahaya adalah sinar gamma dan sinar X, karena sinar-sinar tersebut dapat menembus baik kertas maupun aluminium, sehingga untuk mencegah daya tembusnya diperlukan timbal atau beton yang tebal untuk menahan sinar-sinar tersebut. Dalam hal ini bahayanya terletak pada kemamuan untuk menimbulkan ionisasi pada zat-zat yang dilaluinya. Jika radiasi itu menembus tubuh manusia dalam dosis yang besar, maka radiasi itu akan merusak sel-sel tubuh manusia dedemikian rupa sehingga kerusakan itu lebih besar/banyak jika dibandingkan dengan pergantian sel-sel baru yang bisa dilakukan. Untuk mencegah bahaya ini, maka kepada para petugas dalam instalasi atom diwajibkan untuk bekerja dengan cermat dan mentaati cara-cara kerja yang semestinya. Pada waktu ini pengetahuan tentang sifat-sifat radiasi, effek biologi yang ditimbulkannya, konsentrasi-konsentrasi batas dari zat radioaktip dalam udara, air dan tubuh manusia yang masih dapat diterima, sudah sedemikian rupa sehingga adalah perlu bagi Pemerintah untuk menetapkan norma-norma bagi cara kerja yang aman. Dengan adanya pengawasan oleh Pemerintah dengan cara registrasi dan lisensi, para pemakai isotop radoktip dan radiasi diharuskan untuk mentaati norma-norma bagi cara bekerja yang cermat dan aman tersebut. Dengan kata lain, ujuan pengawasan bagi Pemerintah tidak lain ditunjuk kepada
  • 8. perlindungan atas kesehatan dan keselamatan bagi para petugas dan penduduk sekitarnya. 3.Sehingga persoalannya adalah bagaimanakah caranya mengusahakan agar dosis yang diterima oleh petugas atau masyarakat sekitarnya untuk semua macam radiasi meng-ion menjadi serendah mungkin, karena ini adalah masalah kepentingan umum terhadap kesehatan dan keselamatannya. Soal kepentingan tersebut di atas adalah tugas Pemerintah untuk menjamin dan mengawasinya, dalam hal ini Badan Tenaga Atom Nasional ditetapkan sebagai Instansi yang tertinggi dalam soal tenaga atom (Pasal 6 Undang-undang Nomor 31 tahun 1964). 4.Oleh karena itu dalam hal isotop radioaktip dan radiasi ini ditentukan bahwa setiap pemakain isotop dan radiasi yang meliputi perbuatan penguasaan, penggunaan, peredaran, penyerahan, pengangkutan dan lain-lain perbuatan yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi, hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Instansi yang berwenang. Akan tetapi sebelum memberi ijin dipertimbangkan terlebih dahulu apakah permohonan sudah memenuhi syarat- syarat sebagai yang disebutkan dalam pasal 6. Dengan demikian dapat diadakan pengawasan terhadap setiap pemakaian isotop dan radiasi. 5.Pencantuman ketentuan pidana dalam peraturan ini dimaksudkan untuk benar-benar mengejar effektivitas dalam mengejar tujuan ini, yaitu perlindungan bagi petugas radiasi dan masyarakat sekitarnya terhadap bahaya radiasi. PASAL DEMI PASAL: Pasal 1. Di dalam peraturan ini juga termasuk isotop radioaktip alam seperti: uranium, thorium dan lain-lain isotop yang perlu untuk bahan bakar reaktor atom. Penyebutan perbuatan-perbuatan apa yang dimaksudkan dalam pengertian pemakaian itu, bukanlah limitatip, artinya lain-lain perbuatan yang bersangkutan dengan isotop dan radiasi, juga termasuk, seperti perbuatan import dan export. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Yang dimaksud dengan badan yang bekerja di bawah Instansi yang berwenang ialah badan yang secara hierarchis bekerja dan
  • 9. pertanggung-jawab pada Instansi yang berwenang. Sedangkan pembebasan yang berdsarkan kerjasama dengan Instansi yang berwenang hanya diberikan sepanjang perbuatan itu tidak menyimpang dari tujuan kerjasama. Selain dari pada itu pemakaian isotop-radiasi hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 2. Pasal 5. Pada hakekatnya pemegang ijin isotop dan radiasi, mungkin merupakan badan, seperti: lembaga-lembaga penelitian dan/atau pendidikan, rumah sakit, Instansi-instansi perusahaan, baik swasta maupun Pemerintah, atau perseorangan, seperti Dokter dan Apotheker. Pasal 6. Dengan instalasi atom dimaksudkan tempat, bangunan atau kompleks dimana terdapat segala atau sesuatu kegiatan dalam lapangan tenaga atom. Pengertian instalasi atom di sini dengan tidak menyimpang dari pengertian tersebut dalam Undang-undang Pokok Tenaga Atom adalah tempat, bangunan atau kompleks dimana terdapat segala atau sesuatu kegiatan pemakaian isotop dan radiasi. Jadi meliputi laboratorium isotop, tempat-tempat pesawat sinar X untuk keperluan diagnose atau therapi, dan sebagainya. Termasuk dalam perlengkapan proteksi radiasi adalah pakaian penahan radiasi, seperti: pakaian laboratorium, rubber gloves dan sebagainya, dan alat-alat pengukur radiasi, seperti film badge, pocket dosimeter dan sebagainya. Pasal 7. Untuk menghindarkan penyalahgunaan ijin yang diberikan maka ditentukan dalam ayat terakhir bahwa ijin hanya dapat dipergunakan sendiri oleh Pemegangnya. Pasal 8. Jika pemegang ijin tidak lagi memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban-kewajiban sebagai yang ditentukan dalam peraturan ini maka kepadanya masih diberi kesempatan untuk memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajiban tersebut dengan memberikan peringatan atau pembekuan ijin untuk waktu yang ditentukan, sebelum dilakukan tindakan pencabutan. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 10. Cukup jelas. Pasal 11.
  • 10. Cukup jelas. Pasal 12. Penegasan kewajiban-kewajiban ini perlu agar supaya pemakaian isotop tetap berada dalam keadaan aman cara kerjanya dengan tidak membahayakan pekerjanya sendiri, penduduk sekitarnya maupun harta-benda. Oleh karena itu antara lain, ada kewajiban untuk menerima Inspeksi Ahli-hali dari instansi yang berwenang. Kepada tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil bahaya yang timbul akibat pemakaian isotop dan radiasi tersebut termasuk pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sebelum kerja atau periodis, pengukuran kwalitatif dan kwantitatif kontaminasi lingkungan kerja atau umum oleh bahan- bahan radio-isotop, monitoring dan lain-lain. Pasal 13. Ketentuan ini diperlukan untuk pentingan pihak yang dirugikan [Catatan Penyunting: Didalam dokumen ini terdapat format gambar. Untuk dapat menampilkan format gambar tersebut, tekanlah TAB dan kemudian tekan ENTER] Pasal 20. Antara setiap titik pada permukaan bungkusan sampai sejauh 1 (satu) meter, tidak boleh ada benda lain yang berada diantaranya. Pasal 21. Cukup jelas. Pasal 22. Peraturan tentang pengangkutan bahan-bahan radioaktip yang lebih lengkap ditentukan kemudian. Sebelumnya peraturan tersebut di atas dikeluarkan oleh Pemerintah, maka keterangan-keterangan teknis tentang pengangkutan bahan-bahan radioaktip dapat diperoleh pada instansi yang berwenang. Pasal 23. Cukup jelas. Pasal 24. Cukup jelas. Pasal 25. Cukup jelas.
  • 11. -------------------------------- CATATAN Di dalam dokumen ini terdapat lampiran dalam format gambar. Lampiran-lampiran ini terdiri dari beberapa halaman yang ditampilkan sebagai satu berkas. Dari daftar berikut ini, pilihlah salah satu butir untuk menampilkan lampiran dengan menekan TAB dan kemudian tekanlah ENTER. Halaman 1-25 LAMPIRAN I ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 tentang PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIP DAN RADIASI. Penggolongan radionuklida-radionuklida untuk maksud-maksud pengangkutan. Keterangan: 1.Keaktipan jenis dimaksudkan untuk bahan-bahan yang terdiri dari nuklida-nuklida yang tertera dalam daftar. 2.Tanda (*) menunjukkan bahwa radionuklida tersebut telah di tempatkan pada suatu golongan dalam tabel pada penjelasan pasal 17. (a):Tidak ditekan berarti pada tekanan tidak melampaui satu atmosfir absolut pada 0°C daripada permukaan air laut. Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1969 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber:LN 1969/18; TLN NO. 2892