SlideShare a Scribd company logo
1973 - 2003
PNEUMONIA
NOSOKOMIAL
PEDOMAN DIAGNOSIS
&
PENATALAKSANAAN
DI INDONESIA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
2003
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
1
Daftar Isi
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 2
DEFINISI ................................................................................................................................... 2
ETIOLOGI ................................................................................................................................. 2
PATOGENESIS ......................................................................................................................... 3
FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL ........ 4
DIAGNOSIS .............................................................................................................................. 5
TERAPI ANTIBIOTIK ............................................................................................................. 7
LAMA TERAPI ........................................................................................................................ 10
RESPONS TERAPI .................................................................................................................. 10
PROGNOSIS ............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 13
LAMPIRAN I ............................................................................................................................ 14
LAMPIRAN II ........................................................................................................................... 15
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
2
PENDAHULUAN
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat
di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini
berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit.
Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi
lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada
pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan
P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia
yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa
pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan
pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari.
Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang dirawat.
Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan angka
kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar
20 – 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar
dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.
DEFINISI
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di
rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah
pemasangan intubasi endotrakeal.
ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia
nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya
S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR
misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan
Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial
yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.
Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan
antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta
dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi. Data dari RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo
(lihat Lampiran I) hanya menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini
belum dapat dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat tidak dilakukan foto
toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif.
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara
invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi
transtrakea.
PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya
mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia
lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami
pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran
napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat
menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu
(endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di
saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah
bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%.
Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang
penting untuk terjadi pneumonia.
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
3
Gambar 1. Skema patogenesis pneumonia nosokomial
Pasien:
• Umur > 60
tahun
• Penyakit yang
mendasari
• Faktor
kebiasaan
hidup
• Kondisi akut
Intervensi
• Pembedahan
• Prosedur
invasif
• Obat-obatan
Kontrol infeksi
• Kolonisasi
silang
• Desinfeksi
alat tidak
adekuat
• Kontaminasi
air & cairan
Kolonisasi
orofaring
Kolonisasi
Lambung
Aspirasi Inhalasi
Bakteremia Translokasi
Mekanisme
pertahanan paru
(seluler, humoral)
Faktor risiko
endogen
Faktor risiko
eksogen
Trakeobronkitis Pneumonia
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
4
FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA
NOSOKOMIAL
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan
di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi,
umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok
hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu
torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap
Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh,
pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan
saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di
orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.
Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan
meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri
gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung
dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid /
penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
• Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
• Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat
bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
• Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
• Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
• Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
5
DIAGNOSIS
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia
nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
• Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38o
C
- sekret purulen
- leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ
yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari
selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan
biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan ≥
106
colony-forming units/ml dari sputum, ≥ 105
– 106
colony-forming units/ml dari aspirasi
endotrracheal tube, ≥ 104
– 105
colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) ,
≥ 103
colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102
colony-forming
units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang
berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen
pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi
di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur
darah.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan
pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan
cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage
(BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.
Kultur: diambil dari saluran napas bawah
(kuantitatif) dan pemeriksaan
mikroskopis)
Perbaikan klinis pada jam ke-48 – 72
Pertimbangkan
penghentian
antibiotik
Kultur (+) Kultur (-)
• Penurunan antibiotik jika
mungkin
• Obati selama 7 – 8 hari dan
dievaluasi ulang
Ya
Cari:
• Patogen lain
• Diagnosis lain
• Infeksi lain
• Komplikasi
Kultur (-) Kultur (+)
• Sesuaikan terapi antibiotik
• Cari: komplikasi
- patogen lain
- diagnosis lain
- Infeksi di tempat lain
Tidak
Hari ke-2 & 3 : pemeriksaan kultur dan
nilai respons klinis (suhu, leukosit,
fototoraks, oksigenasi, sputum,
perubahan hemodinamik dan fungsi
organ)
Mulai terapi antibiotik secara empirik
sesuai algoritma dan data mikrobiologi
lokal kecuali hasil pemeriksaan
mikroskopis negatif dan klinis
pneumonia yang tidak terlalu
mendukung
Suspek HAP, VAP
Gambar 2. Ringkasan penatalaksanaan pasien HAP/VAP
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
6
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
7
TERAPI ANTIBIOTIK
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan
pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis
harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi
saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang
berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons
klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan
uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang
memuaskan.
Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan
semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)
Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan
• Streptocoocus pneumoniae
• Haemophilus influenzae
• Metisilin-sensitif
Staphylocoocus aureus
• Antibiotik sensitif basil Gram
negatif enterik
- Escherichia coli
- Klebsiella pneumoniae
- Enterobacter spp
- Proteus spp
- Serratia marcescens
Betalaktam + antibetalaktamase
(Amoksisilin klavulanat)
atau
Sefalosporin G3 nonpseudomonal
(Seftriakson, sefotaksim)
atau
Kuinolon respirasi (Levofloksasin,
Moksifloksasin)
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
8
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS /
IDSA 2004)
Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi
• Patogen MDR tanpa atau
dengan patogen pada Tabel 1
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumoniae
(ESBL)
Acinetobacter sp
Methicillin resisten
Staphylococcus aureus
(MRSA)
Sefalosporin antipseudomonal
(Sefepim, seftasidim, sefpirom)
atau
Karbapenem antipseudomonal
(Meropenem, imipenem)
atau
β-laktam / penghambat β
laktamase
(Piperasilin – tasobaktam)
ditambah
Fluorokuinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Aminoglikosida
(Amikasin, gentamisin atau
tobramisin)
ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin
Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik
untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada
ATS/IDSA 2004)
Antibiotik Dosis
Sefalosporin antipseudomonal
Sefepim
Seftasidim
Sefpirom
1-2 gr setiap 8 – 12 jam
2 gr setiap 8 jam
1 gr setiap 8 jam
Karbapenem
Meropenem
Imipenem
1 gr setiap 8 jam
500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap 8
jam
βlaktam / penghambat β laktamase
Piperasilin-tasobaktam 4,5 gr setiap 6 jam
Aminoglikosida
Gentamisin
Tobramisin
Amikasin
7 mg/kg BB/hr
7 mg/kg BB/hr
20 mg/kg BB/hr
Kuinolon antipseudomonal
Levofloksasin
Siprofloksasin
750 mg setiap hari
400 mg setiap 8 jam
Vankomisin 15 mg/kg BB/12 jam
Linesolid
Teikoplanin
600 mg setiap 12 jam
400 mg / hari
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
9
Onset lanjut (≥ 5 hari) atau
terdapat faktor risiko untuk MDR
Tidak Ya
Antibiotik spektrum terbatas
(Tabel 1)
Antibiotik spektrum luas
untuk patogen MDR
(Tabel 2)
Suspek HAP, VAP
(semua derajat)
Gambar 3. Skema terapi empirik untuk HAP dan VAP
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
10
LAMA TERAPI
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan
P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka
lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan
Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari.
RESPONS TERAPI
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons klinis
terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik
dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian antibiotik empirik
mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah memuaskan maka penggantian
antibiotik tidak akan mengubah mortaliti tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil
pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan
kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman
(seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain).
Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan sesudah terapi
dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil mikrobiologis dapat berupa: eradikasi
bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau infeksi persisten.
Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis yang
diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik. Pada pasien yang
memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto
toraks memburuk maka kondisi klinis pasien perlu diwaspadai.
Penyebab Perburukan
Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk diantaranya kasus-kasus yang
diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik,
Beberapa penyakit noninfeksi seperti gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru ,
pneumonia aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP.
Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu mekanis yang
lama, gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat paru bilateral, pemakaian antibiotik
sebelumnya dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis
bakteri, resistensi kuman sebelum dan selama terapi terutama P.aeruginosa yang diobati dengan
antibiotik tunggal. Hasil buruk dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau
bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh patogen lain
seperti M.tuberculosis, jamur dan virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan
pada pemberian antibiotik.
Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru dan empiema.
Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang bersamaan seperti sinusitis,
infeksi karena kateter pembuluh darah, enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat
dapat menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ multipel.
Penilaian kasus tidak respons
Organisme yang salah
• Patogen resisten obat
(bakteri,
mikobakterium,
virus, jamur)
• Pengobatan
antibiotik yang tidak
adekuat
Salah diagnosis
• Gagal jantung
• Emboli paru
• ARDS
• Perdarahan
• Neoplasma
Komplikasi
• Empiema atau abses
paru
• Kolitis
• Enfeksi “occult”
• Demam
Gambar 4. Berbagai kemungkinan penyebab tidak terjadi perbaikan
klinis setelah pengobatan antibiotik
Evaluasi Kasus Tidak Respons
Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal perlu dilakukan
evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding dan melakukan pengulangan
pemeriksaan kultur dari bahan saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan
bronkoskopi. Jika hasil kultur terlihat resisten atau terdapat kuman yang jarang ditemukan maka
dilakukan modifikasi terapi. Jika dari kultur tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses
noninfeksi. Pemeriksaan lain adalah foto toraks (lateral dekubitus) USG dan CT scan dan pemeriksaan
imaging lain bila curiga ada infeksi di luar paru seperti sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli
paru dengan infark.
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
11
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
12
Pencegahan Pneumonia Nosokomial
1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung
• Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya
koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR)
• Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan
topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia
nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien
misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini
masih membutuhkan survailans mikrobiologi
• Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat melindungi
tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan risiko pneumonia
nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan.
• Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya metoklopramid
dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung.
• Anjuran untuk berhenti merokok
• Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza
2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
• Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O
) tinggi untuk mencegah aspirasi isi
lambung
• Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
• Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal
• Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran
napas bawah
• Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang
makanan ke usus halus
3. Pencegahan inokulasi eksogen
• Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk
menghindari infeksi silang
• Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya
alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
• Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur
• Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi
• Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang
makanan , jarum infus dll
4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
• Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
• Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
• Mobilisasi sedini mungkin
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
13
PROGNOSIS
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp.
atau MRSA)
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan usus
DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with community-acquired
pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J
Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54
2. American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults : Diagnosis, assessment of
severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med 1995;
153 : 1711-25
3. American Thoracic Society. Official Consensus Statement (1995): Hospital Acquired Pneumonia
in adults : Diagnosis, assesment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive
strategies. Am J Respir Crit Care Med. 153 : 1711-25.
4. Bartlett JG (2001) : Hospital acquired pneumonia, in Management of Respiratory Tract
Infections. Ed Bartlett JG, Lippincott Williams & Wilkins, 3rd
, pp 71-8.
5. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108: 1S-16S
6. Craven De, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
7. Cunha BA 2001. Nosocomial Pneumonia : Diagnostic and therapeutic considerations. The
Medical Clinics of North America 2001: 79 – 114.
8. Dal Nogare AR (1996) : Nosocomial Pneumonia Outside The Intensive Care Unit. In :
Respiratory Infections. Ed : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. WB Saunders. pp. 139 – 46.
9. Fein A, Grossman R, Ost D, Farber B, Cassiere H (1999) : Diagnosis and Management of
Pneumonia and Other Respiratory Infections. 1st
edit. Professional Communication Inc. pp 133-
50.
10. Fiel S. Guidelines and critical pathways for severe Hospital-acquired Pneumonia. Chest 2001;
119 : 412S-8S.
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
14
11. Guidelines for the management of hospitalized adults patients with pneumonia in the Asia Pacific
region. 2nd
Consensus Workshop. Phuket, Thailand 1998
12. Niederman MS. Hospital aquired pneumonia in and on out off the intensive care unit. In :
Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J ed. Respiratory Infections 2 nd ed. Philadelphia ;
Lippincott Williams & Wilkins , 2001:197-214
13. Read RC, Morrissey I, Ambler JE. Clinician’s manual on Respiratory tract infections and
fluoroquinolones. Science Press 2000. pp 25-27, 45-7.
14. Sprunt K, Redman W. Evidence suggesting the importance of bacterial inhibition in maintaining
the balance of normal flora. Ann Intern Med. 2000; 68 : 579-90.
15. American Thoracic Society . Guideline for the Managerment of Adults with Hospital-aquired,
Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005;
171: 388-416
LAMPIRAN I
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat
intensif RS Persahabatan tahun 2004
Nama kuman Jumlah Persen
Klebsiella
Pseudomonas
Acinetobacter
Klebsiella spp
Psedomonas spp
Acinetobacter spp
Staphylococcus auresus
E.coli
Pseudomonas aeruginosa
Streptococcus spp
Enterobacter spp
40
37
21
18
10
10
9
9
5
3
1
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif
RS Dr. Soetomo tahun 2002
Nama mikroba Jumlah Persen
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella spp
Pseudomonas spp
Escherichia coli
Enterobacter aerogenes
Staphylococcus aureus
Candida
20
8
5
3
2
2
1
48.78
19.51
12.2
7.32
4.89
4.89
2.44
Jumlah 41
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
15
LAMPIRAN II
Pembagian pneumonia nosokomial menurut The Japanese Respiratory Society (2004)
1. Kel I : Pasien pneumonia ringan atau sedang tetapi tanpa faktor risiko
2. Kel II : Pasien pneumonia ringan dengan 1 atau lebih faktor risiko
3. Kel III : Pasien pneumonia sedang atau berat dengan 1 atau lebih faktor risiko dan pasien
pneumonia berat dengan atau tanpa faktor risiko
4. Kel IV : Pasien dengan kondisi spesifik
a. Netropenia
b. Immunosupresi seluler
c. Immunosupresi humoral
Keterangan :
Faktor risiko :
1. CVD
2. Penyakit saluran napas kronik
3. Gagal jantung
4. Diabetes, gagal ginjal, penyakit hati kronik
5. Pemakaian penghambat H2 atau antasid
6. Pemakaian antibiotik jangka lama
7. Umur ≥65 tahun
8. Keganasan
Pembagian kriteria pneumonia ringan-sedang-berat menurut
The Japanese Respiratory Society (2004)
No Parameter Ringan Sedang Berat
1. Infiltrat < 1 paru Tidak ringan
maupun berat
> 2/3 parah
1 paru
2. Suhu tubuh < 37,50
C Tidak ringan
maupun berat
> 38,60
C
3. Nadi < 100/m Tidak ringan
maupun berat
> 130/m
4. Pernapasan < 20/m Tidak ringan
maupun berat
> 30/m
5. Dehidrasi Tidak ada Ada / tidak Ada
6. Leukosit < 10.000/mm3
Tidak ringan
maupun berat
> 20.000/mm3
< 4000/m3
________________________________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
16
7. CRP < 10./mg/dl Tidak ringan
maupun berat
> 20mg/dl
8. PaO2 > 70 torr Tidak ringan
maupun berat
< 60 torr SpO2
< 90%
Pengobatan empirik pneumonia nosokomial menurut the Japanese Respiratory Society (2004)
Kelompok Antibiotik
I Pneumonia ringan-
sedang tanpa faktor
risiko
1. Sefalosporin 2G,3G tanpa
aktiviti pseudomonal
2. Fluorokuinolon oral atau iv
3. Klindamisin + monobaktam
II Pneumonia ringan
dengan faktor risiko
1. Sefalosporin 3G, 4G dengan
aktiviti pseudomonal
2. Karbapenem → untuk
pneumonia aspirasi
III Pneumonia sedang
dengan faktor risiko
berat atau pneumonia
1. Sefalosporin 4G dengan
aktiviti antipseudomonal dan
karbapenem + fluorokuinolon
atau aminoglikosid
2. Fluorokuinolon iv +
karbapenem
3. Bila MRSA Vankomisin atau
teikoplanin

More Related Content

What's hot

Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
Eri Yanuar Akhmad B Sunaryo
 
Metode Berfikir Kritis
Metode Berfikir KritisMetode Berfikir Kritis
Metode Berfikir Kritis
Andry Sartika, S.Kep.,Ners.,M.Kep
 
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docxSTUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
ameetria
 
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.AminullahPenggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
dki amin
 
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptxPELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
vidyanti2
 
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumoniaAsuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
kristanto djuwahir
 
Askep trauma dada lia & ian
Askep trauma dada lia &  ianAskep trauma dada lia &  ian
Askep trauma dada lia & ian
Operator Warnet Vast Raha
 
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4   kegawatdaruratan non traumaM4 kb4   kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
ppghybrid4
 
Algoritma acls
Algoritma aclsAlgoritma acls
Algoritma acls
ssuser974f38
 
Asma ppt (2)
Asma ppt (2)Asma ppt (2)
Asma ppt (2)
dwikasari25
 
Power point asma bronkial
Power point asma  bronkialPower point asma  bronkial
Power point asma bronkialyeliani
 
2 alur pelayanan depo rawat inap
2 alur pelayanan depo rawat inap2 alur pelayanan depo rawat inap
2 alur pelayanan depo rawat inap
Sisca Yoliza
 
Santi askep dm
Santi askep dmSanti askep dm
Soal semester ganjil farmakologi kelas xi
Soal semester ganjil farmakologi kelas xiSoal semester ganjil farmakologi kelas xi
Soal semester ganjil farmakologi kelas xi
apotek agam farma
 
Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO)
saninuraeni
 
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdfTayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
anditriweningtyas2
 

What's hot (20)

Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
Lembar Early Warning Score HIPERCCI 2017
 
Metode Berfikir Kritis
Metode Berfikir KritisMetode Berfikir Kritis
Metode Berfikir Kritis
 
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docxSTUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
STUDI KELAYAKAN APOTEK MENTARI.docx
 
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.AminullahPenggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
Penggunaan Obat Live Saving UGD oleh dr.Aminullah
 
Leaflet asma
Leaflet asmaLeaflet asma
Leaflet asma
 
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptxPELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
PELAYANAN DISPENSING STERIL.pptx
 
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumoniaAsuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
 
Askep trauma dada lia & ian
Askep trauma dada lia &  ianAskep trauma dada lia &  ian
Askep trauma dada lia & ian
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4   kegawatdaruratan non traumaM4 kb4   kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
 
Initial assesment
Initial assesmentInitial assesment
Initial assesment
 
Tes Potensi Akademik Bahasa Inggris
Tes Potensi Akademik Bahasa InggrisTes Potensi Akademik Bahasa Inggris
Tes Potensi Akademik Bahasa Inggris
 
Algoritma acls
Algoritma aclsAlgoritma acls
Algoritma acls
 
Asma ppt (2)
Asma ppt (2)Asma ppt (2)
Asma ppt (2)
 
Power point asma bronkial
Power point asma  bronkialPower point asma  bronkial
Power point asma bronkial
 
2 alur pelayanan depo rawat inap
2 alur pelayanan depo rawat inap2 alur pelayanan depo rawat inap
2 alur pelayanan depo rawat inap
 
Santi askep dm
Santi askep dmSanti askep dm
Santi askep dm
 
Soal semester ganjil farmakologi kelas xi
Soal semester ganjil farmakologi kelas xiSoal semester ganjil farmakologi kelas xi
Soal semester ganjil farmakologi kelas xi
 
Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO)
 
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdfTayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
Tayang_Ketentuan_Khusus_pilih_Wahana_Angkatan_I_2022.pdf
 

Similar to Pnenosokomial

Pneu
PneuPneu
PPT HIAs.ppt
PPT HIAs.pptPPT HIAs.ppt
PPT HIAs.ppt
jokosusanto58
 
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs) Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
pjj_kemenkes
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
Bab 1Bab 1
Konsep penularan infeksi
Konsep  penularan infeksiKonsep  penularan infeksi
Konsep penularan infeksi
IstiKhomariah
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
AndinaPutri3
 
Buku juknis pmdt 2013
Buku juknis pmdt 2013Buku juknis pmdt 2013
Buku juknis pmdt 2013
suhodosuhodo
 
Infeksi_Nosokomial.ppt
Infeksi_Nosokomial.pptInfeksi_Nosokomial.ppt
Infeksi_Nosokomial.ppt
TYASLARASATI
 
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdfLAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
srihumaerah
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
fikri asyura
 
Pneumococcus
PneumococcusPneumococcus
5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt
muhammadimron53
 
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptxKELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
kharisma74
 
Workshop PPI Untuk Calon Surveyor
Workshop PPI Untuk Calon SurveyorWorkshop PPI Untuk Calon Surveyor
Workshop PPI Untuk Calon Surveyor
PatenPisan1
 
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpnBab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Nurleli Kurniati
 
Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2
Photo Setudio Planet solo grand mall
 
pnemoni 10.ppt
pnemoni 10.pptpnemoni 10.ppt
pnemoni 10.ppt
wisnukuncoro11
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
Afrilyakurniarezki
 
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
soroylardo2
 

Similar to Pnenosokomial (20)

Pneu
PneuPneu
Pneu
 
PPT HIAs.ppt
PPT HIAs.pptPPT HIAs.ppt
PPT HIAs.ppt
 
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs) Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
Infeksi Nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs)
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Konsep penularan infeksi
Konsep  penularan infeksiKonsep  penularan infeksi
Konsep penularan infeksi
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
 
Buku juknis pmdt 2013
Buku juknis pmdt 2013Buku juknis pmdt 2013
Buku juknis pmdt 2013
 
Infeksi_Nosokomial.ppt
Infeksi_Nosokomial.pptInfeksi_Nosokomial.ppt
Infeksi_Nosokomial.ppt
 
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdfLAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumococcus
PneumococcusPneumococcus
Pneumococcus
 
5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt5_Infeksi_nosokomial.ppt
5_Infeksi_nosokomial.ppt
 
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptxKELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
KELOMPOK 4_INFEKSI NOSOKOMIAL.pptx
 
Workshop PPI Untuk Calon Surveyor
Workshop PPI Untuk Calon SurveyorWorkshop PPI Untuk Calon Surveyor
Workshop PPI Untuk Calon Surveyor
 
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpnBab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
 
Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2
 
pnemoni 10.ppt
pnemoni 10.pptpnemoni 10.ppt
pnemoni 10.ppt
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
 
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
 

Recently uploaded

v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
EmohAsJohn
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
adwinhadipurnadi
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
sulastri822782
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternakPowerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
adevindhamebrina
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 

Recently uploaded (20)

v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternakPowerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 

Pnenosokomial

  • 1. 1973 - 2003 PNEUMONIA NOSOKOMIAL PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003
  • 2. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 1 Daftar Isi PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 2 DEFINISI ................................................................................................................................... 2 ETIOLOGI ................................................................................................................................. 2 PATOGENESIS ......................................................................................................................... 3 FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL ........ 4 DIAGNOSIS .............................................................................................................................. 5 TERAPI ANTIBIOTIK ............................................................................................................. 7 LAMA TERAPI ........................................................................................................................ 10 RESPONS TERAPI .................................................................................................................. 10 PROGNOSIS ............................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 13 LAMPIRAN I ............................................................................................................................ 14 LAMPIRAN II ........................................................................................................................... 15
  • 3. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 2 PENDAHULUAN Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari. Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang dirawat. Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan angka kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20 – 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil. DEFINISI Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. ETIOLOGI Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi. Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi. Data dari RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo (lihat Lampiran I) hanya menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini belum dapat dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat tidak dilakukan foto toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.
  • 4. PATOGENESIS Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu : 1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia lanjut 2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien 3. Hematogenik 4. Penyebaran langsung Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 3 Gambar 1. Skema patogenesis pneumonia nosokomial Pasien: • Umur > 60 tahun • Penyakit yang mendasari • Faktor kebiasaan hidup • Kondisi akut Intervensi • Pembedahan • Prosedur invasif • Obat-obatan Kontrol infeksi • Kolonisasi silang • Desinfeksi alat tidak adekuat • Kontaminasi air & cairan Kolonisasi orofaring Kolonisasi Lambung Aspirasi Inhalasi Bakteremia Translokasi Mekanisme pertahanan paru (seluler, humoral) Faktor risiko endogen Faktor risiko eksogen Trakeobronkitis Pneumonia
  • 5. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 4 FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: 1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis 2. Faktor eksogen adalah : a. Pembedahan : Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%). b. Penggunaan antibiotik : Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring. c. Peralatan terapi pernapasan Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi. d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0. e. Lingkungan rumah sakit • Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur • Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll • Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004) • Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir • Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari • Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut • Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
  • 6. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 5 DIAGNOSIS Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut : 1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit 2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : • Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif • Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38o C - sekret purulen - leukositosis Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS 1. Dirawat di ruang rawat intensif 2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 % 3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru 4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu : • Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg) • Memerlukan vasopresor > 4 jam • Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam • Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis Pemeriksaan yang diperlukan adalah : 1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan ≥ 106 colony-forming units/ml dari sputum, ≥ 105 – 106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, ≥ 104 – 105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , ≥ 103 colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk. 2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
  • 7. 3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal. Kultur: diambil dari saluran napas bawah (kuantitatif) dan pemeriksaan mikroskopis) Perbaikan klinis pada jam ke-48 – 72 Pertimbangkan penghentian antibiotik Kultur (+) Kultur (-) • Penurunan antibiotik jika mungkin • Obati selama 7 – 8 hari dan dievaluasi ulang Ya Cari: • Patogen lain • Diagnosis lain • Infeksi lain • Komplikasi Kultur (-) Kultur (+) • Sesuaikan terapi antibiotik • Cari: komplikasi - patogen lain - diagnosis lain - Infeksi di tempat lain Tidak Hari ke-2 & 3 : pemeriksaan kultur dan nilai respons klinis (suhu, leukosit, fototoraks, oksigenasi, sputum, perubahan hemodinamik dan fungsi organ) Mulai terapi antibiotik secara empirik sesuai algoritma dan data mikrobiologi lokal kecuali hasil pemeriksaan mikroskopis negatif dan klinis pneumonia yang tidak terlalu mendukung Suspek HAP, VAP Gambar 2. Ringkasan penatalaksanaan pasien HAP/VAP ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 6
  • 8. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 7 TERAPI ANTIBIOTIK Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah : 1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat 2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik. 3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis. 4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR 5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk 6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan. Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004) Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan • Streptocoocus pneumoniae • Haemophilus influenzae • Metisilin-sensitif Staphylocoocus aureus • Antibiotik sensitif basil Gram negatif enterik - Escherichia coli - Klebsiella pneumoniae - Enterobacter spp - Proteus spp - Serratia marcescens Betalaktam + antibetalaktamase (Amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin G3 nonpseudomonal (Seftriakson, sefotaksim) atau Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin)
  • 9. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 8 Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004) Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi • Patogen MDR tanpa atau dengan patogen pada Tabel 1 Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter sp Methicillin resisten Staphylococcus aureus (MRSA) Sefalosporin antipseudomonal (Sefepim, seftasidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonal (Meropenem, imipenem) atau β-laktam / penghambat β laktamase (Piperasilin – tasobaktam) ditambah Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin atau tobramisin) ditambah Linesolid atau vankomisin atau teikoplanin Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004) Antibiotik Dosis Sefalosporin antipseudomonal Sefepim Seftasidim Sefpirom 1-2 gr setiap 8 – 12 jam 2 gr setiap 8 jam 1 gr setiap 8 jam Karbapenem Meropenem Imipenem 1 gr setiap 8 jam 500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap 8 jam
  • 10. βlaktam / penghambat β laktamase Piperasilin-tasobaktam 4,5 gr setiap 6 jam Aminoglikosida Gentamisin Tobramisin Amikasin 7 mg/kg BB/hr 7 mg/kg BB/hr 20 mg/kg BB/hr Kuinolon antipseudomonal Levofloksasin Siprofloksasin 750 mg setiap hari 400 mg setiap 8 jam Vankomisin 15 mg/kg BB/12 jam Linesolid Teikoplanin 600 mg setiap 12 jam 400 mg / hari ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 9 Onset lanjut (≥ 5 hari) atau terdapat faktor risiko untuk MDR Tidak Ya Antibiotik spektrum terbatas (Tabel 1) Antibiotik spektrum luas untuk patogen MDR (Tabel 2) Suspek HAP, VAP (semua derajat) Gambar 3. Skema terapi empirik untuk HAP dan VAP
  • 11. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 10 LAMA TERAPI Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari. RESPONS TERAPI Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata. Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah mortaliti tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain). Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil mikrobiologis dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau infeksi persisten. Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik. Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks memburuk maka kondisi klinis pasien perlu diwaspadai. Penyebab Perburukan Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk diantaranya kasus-kasus yang diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik, Beberapa penyakit noninfeksi seperti gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru , pneumonia aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP. Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu mekanis yang lama, gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat paru bilateral, pemakaian antibiotik sebelumnya dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakteri, resistensi kuman sebelum dan selama terapi terutama P.aeruginosa yang diobati dengan antibiotik tunggal. Hasil buruk dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh patogen lain seperti M.tuberculosis, jamur dan virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan pada pemberian antibiotik.
  • 12. Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru dan empiema. Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang bersamaan seperti sinusitis, infeksi karena kateter pembuluh darah, enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat dapat menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ multipel. Penilaian kasus tidak respons Organisme yang salah • Patogen resisten obat (bakteri, mikobakterium, virus, jamur) • Pengobatan antibiotik yang tidak adekuat Salah diagnosis • Gagal jantung • Emboli paru • ARDS • Perdarahan • Neoplasma Komplikasi • Empiema atau abses paru • Kolitis • Enfeksi “occult” • Demam Gambar 4. Berbagai kemungkinan penyebab tidak terjadi perbaikan klinis setelah pengobatan antibiotik Evaluasi Kasus Tidak Respons Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal perlu dilakukan evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding dan melakukan pengulangan pemeriksaan kultur dari bahan saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan bronkoskopi. Jika hasil kultur terlihat resisten atau terdapat kuman yang jarang ditemukan maka dilakukan modifikasi terapi. Jika dari kultur tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses noninfeksi. Pemeriksaan lain adalah foto toraks (lateral dekubitus) USG dan CT scan dan pemeriksaan imaging lain bila curiga ada infeksi di luar paru seperti sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli paru dengan infark. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 11
  • 13. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 12 Pencegahan Pneumonia Nosokomial 1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung • Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR) • Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans mikrobiologi • Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan. • Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung. • Anjuran untuk berhenti merokok • Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza 2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah • Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung • Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis • Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal • Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran napas bawah • Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang makanan ke usus halus 3. Pencegahan inokulasi eksogen • Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk menghindari infeksi silang • Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll • Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur • Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi • Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang makanan , jarum infus dll 4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien • Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi • Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya • Mobilisasi sedini mungkin
  • 14. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 13 PROGNOSIS Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu 1. Umur > 60 tahun 2. Koma waktu masuk 3. Perawatan di IPI 4. Syok 5. Pemakaian alat bantu napas yang lama 6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral 7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl 8. Penyakit yang mendasarinya berat 9. Pengobatan awal yang tidak tepat 10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp. atau MRSA) 11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen 12. Gagal multiorgan 13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan usus DAFTAR PUSTAKA 1. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54 2. American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults : Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med 1995; 153 : 1711-25 3. American Thoracic Society. Official Consensus Statement (1995): Hospital Acquired Pneumonia in adults : Diagnosis, assesment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med. 153 : 1711-25. 4. Bartlett JG (2001) : Hospital acquired pneumonia, in Management of Respiratory Tract Infections. Ed Bartlett JG, Lippincott Williams & Wilkins, 3rd , pp 71-8. 5. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108: 1S-16S 6. Craven De, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S 7. Cunha BA 2001. Nosocomial Pneumonia : Diagnostic and therapeutic considerations. The Medical Clinics of North America 2001: 79 – 114. 8. Dal Nogare AR (1996) : Nosocomial Pneumonia Outside The Intensive Care Unit. In : Respiratory Infections. Ed : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. WB Saunders. pp. 139 – 46. 9. Fein A, Grossman R, Ost D, Farber B, Cassiere H (1999) : Diagnosis and Management of Pneumonia and Other Respiratory Infections. 1st edit. Professional Communication Inc. pp 133- 50. 10. Fiel S. Guidelines and critical pathways for severe Hospital-acquired Pneumonia. Chest 2001; 119 : 412S-8S.
  • 15. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 14 11. Guidelines for the management of hospitalized adults patients with pneumonia in the Asia Pacific region. 2nd Consensus Workshop. Phuket, Thailand 1998 12. Niederman MS. Hospital aquired pneumonia in and on out off the intensive care unit. In : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J ed. Respiratory Infections 2 nd ed. Philadelphia ; Lippincott Williams & Wilkins , 2001:197-214 13. Read RC, Morrissey I, Ambler JE. Clinician’s manual on Respiratory tract infections and fluoroquinolones. Science Press 2000. pp 25-27, 45-7. 14. Sprunt K, Redman W. Evidence suggesting the importance of bacterial inhibition in maintaining the balance of normal flora. Ann Intern Med. 2000; 68 : 579-90. 15. American Thoracic Society . Guideline for the Managerment of Adults with Hospital-aquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; 171: 388-416 LAMPIRAN I Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS Persahabatan tahun 2004 Nama kuman Jumlah Persen Klebsiella Pseudomonas Acinetobacter Klebsiella spp Psedomonas spp Acinetobacter spp Staphylococcus auresus E.coli Pseudomonas aeruginosa Streptococcus spp Enterobacter spp 40 37 21 18 10 10 9 9 5 3 1 Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS Dr. Soetomo tahun 2002 Nama mikroba Jumlah Persen Pseudomonas aeruginosa Klebsiella spp Pseudomonas spp Escherichia coli Enterobacter aerogenes Staphylococcus aureus Candida 20 8 5 3 2 2 1 48.78 19.51 12.2 7.32 4.89 4.89 2.44 Jumlah 41
  • 16. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 15 LAMPIRAN II Pembagian pneumonia nosokomial menurut The Japanese Respiratory Society (2004) 1. Kel I : Pasien pneumonia ringan atau sedang tetapi tanpa faktor risiko 2. Kel II : Pasien pneumonia ringan dengan 1 atau lebih faktor risiko 3. Kel III : Pasien pneumonia sedang atau berat dengan 1 atau lebih faktor risiko dan pasien pneumonia berat dengan atau tanpa faktor risiko 4. Kel IV : Pasien dengan kondisi spesifik a. Netropenia b. Immunosupresi seluler c. Immunosupresi humoral Keterangan : Faktor risiko : 1. CVD 2. Penyakit saluran napas kronik 3. Gagal jantung 4. Diabetes, gagal ginjal, penyakit hati kronik 5. Pemakaian penghambat H2 atau antasid 6. Pemakaian antibiotik jangka lama 7. Umur ≥65 tahun 8. Keganasan Pembagian kriteria pneumonia ringan-sedang-berat menurut The Japanese Respiratory Society (2004) No Parameter Ringan Sedang Berat 1. Infiltrat < 1 paru Tidak ringan maupun berat > 2/3 parah 1 paru 2. Suhu tubuh < 37,50 C Tidak ringan maupun berat > 38,60 C 3. Nadi < 100/m Tidak ringan maupun berat > 130/m 4. Pernapasan < 20/m Tidak ringan maupun berat > 30/m 5. Dehidrasi Tidak ada Ada / tidak Ada 6. Leukosit < 10.000/mm3 Tidak ringan maupun berat > 20.000/mm3 < 4000/m3
  • 17. ________________________________________________________________________________ Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia 16 7. CRP < 10./mg/dl Tidak ringan maupun berat > 20mg/dl 8. PaO2 > 70 torr Tidak ringan maupun berat < 60 torr SpO2 < 90% Pengobatan empirik pneumonia nosokomial menurut the Japanese Respiratory Society (2004) Kelompok Antibiotik I Pneumonia ringan- sedang tanpa faktor risiko 1. Sefalosporin 2G,3G tanpa aktiviti pseudomonal 2. Fluorokuinolon oral atau iv 3. Klindamisin + monobaktam II Pneumonia ringan dengan faktor risiko 1. Sefalosporin 3G, 4G dengan aktiviti pseudomonal 2. Karbapenem → untuk pneumonia aspirasi III Pneumonia sedang dengan faktor risiko berat atau pneumonia 1. Sefalosporin 4G dengan aktiviti antipseudomonal dan karbapenem + fluorokuinolon atau aminoglikosid 2. Fluorokuinolon iv + karbapenem 3. Bila MRSA Vankomisin atau teikoplanin