2. Hakim dapat diartikan dalam dua penjelasan
1. adalah sebagai pembuat hukum, yang
menetapkan, memunculkan sumber hukum
2. adalah yang menemukan, menjelaskan,
memperkenalkan dan menyingkapkan.
3. Dari pengertian yang pertama tentang hakim,
dapat diketahui bahwa hakim adalah Allah Swt.
Dialah pembuat hukum dan satu-satunya
sumber hukum yang dititahkan kepada seluruh
mukallaf. Dalam islam tidak ada syariat kecualai
dari Allah Swt. Baik yang berkaitan dengan
hukum taklifi maupun yang berkaitan dengan
hukum wadhi.
4. Dalam menyikapi pengertian tersebut para
ulama ushul Fiqh menetapkan suatu kaidah
اآلهلل الحكم
“Tidak ada hukum kecuali bersumber dari Allah”
5. Dari pemahaman kaidah tersebut para ulama ushul fiqh
mendefinisikan hukum sebagai titah Allah SWT yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf (taklifi/wadhi). Di
antara alsan para ulama untuk mendukung pernyataan
diatas dengan mempelajari surat al-an’am ayat 57, al
maidah ayat 44, 45, 49. an nisa ayat 59, 65
6. Dari pengertian yang kedua pengertian hakim, ulama
Ushul fiqh membedakan sebagai berikut:
1. sebelum Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul
2. setelah diangkatnya Muhammad sebagai Rasul dan
Menyebarnya dakwah Islam
7. Dalam memahami pengertian yang kedua pengertian
hakim ini dimasa sebelum Muhammad SAW diangkat
sebagai Rasul dalam pandangan ahli sunnah
waljamaah berpendapat bahwa pada saat itu tidak ada
hakim dan hukum syara’, sementara akal juga tidak
mampu mencapainya. Dan hakim pada saat itu adalah
ALLAHSWT dan yang menyingkap hukum dari hakim itu
adalah syara’. Namin syara’ belum ada.
8. Sementara gologan mu’tazilah berpendapat bahwa
yang menjadi hakim pada saat Nabi Muammad belum
diangkat menjadi Rasul adalah Allah SWT. Namun
akalpun sudah mampu menemukan hukum-hukum
Allah SWT. Dan menyikap serta menjelaskan sebelum
datangnya syara’. Maka permasalahan ini dikalangan
ulama ushul fiqh adalah persoalan yang sangat rumit
sehingga permasalahan ini dekenal dengan “AL tahsin
wa al-taqbih” yaitu pernyataan baik atau buruk
9. Dalam memahami pengertian yang kedua pengertian
hakim ini dimasa setelah diangkatnya Muhammad
sebagai Rasul dan Menyebarnya dakwah Islam adalah
para ulama ushul fiqh sepakat bahwa hakim adalah
syari’at yang turun dari Allah SWT yang dibawa oleh
Rasul SAW. Apa yang dihalalkan oleh Allah adalah halal
dan apa yang diharamkan Allah adalah haram. Juga
disepakati bahwa yang halal itu hasan(baik) didalamnya
terdapat kemuslihatan bagi manusia. Sedangkan yang
diharamkan oleh Allah SWT adalah hukumnya haram
dan disebut qabih (buruk) yang didalamnya terdapat
kemudharatan.
10. Ada banyak pengertian yang dikemukaakan oleh ulama shul fiqh tentang
hasan dan qabih.
a. Al husnu adalah segala perbuatan yang dianggap sesua
dengan tabiat manusia, sedangkan qabih adalah sesuatu yang
tidak sesuai dengan tabiat manusia.
b. Al husnu, diartikan sebagi sifat yang sempurna
misalnya kemuliaan dan pengetahuan
sedangkan qabih siartikan sebagai sifat jelek. Seperti bodoh
c. Al husnu adalah sesuatu yang boleh dikerjakan oleh manusia
sedangkan qabih adalah sesuatu yang tidak boleh dikerjakan
oleh manusia
d. Al husnu adalah pekerjaan bila dikerjakan akan mendapat
pujian di dunia dan fahala dari Allah AWT kelak di akhirat.
Sebaliknya qabih adalah perbuatan yang akan mendapatkan
cercaan dari manusia bila dikerjakan (mencuri dll)
11. Pengertian yang diperselisihkan oleh para ulama adalah
nomor tiga dan empat, nyakni mungkin tidaknya
dicapai oleh akal. Menurut asy-’ariyah pengertian
nomor tiga dan nomor empat hanya bisa ditentukan
oleh syara’. Baik dan buruknya dalah bukan terdapat
pada zatnya, tetapi pada sifat yang nisbi (relatif).
Pendapat tersebut bertentangan dengan golongan
mu’tazilah yang menyatakan bahwa hasan dan qabih
dapat diketahui dan ditentukan oleh akal, tanpa
memerlukan pemberitahuan dari syara’. Menurut
mereka sebagian yang baik atau yang buruk itu terletak
pada zatnya, dan sebagian yang lainnya terdapat
diantara manfaat, mudharat, baik dan buruk