Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai layanan kateterisasi jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, mencakup pencapaian kinerja unit non rawat inap tahun 2017, fasilitas pelayanan bedah dan diagnostik invasif, layanan cathlab dan layanan unggulan baru 2014-2017 seperti EVAR, TAVI, dan tindakan aritmia. Dokumen ini juga membahas strategi peningkatan layanan rujukan kardiovaskular dan skema pendampingan intervensi
Angiografi koroner perkutan merupakan tindakan kateterisasi dengan menyemprotkan zat kontras ke dalam arteri koroner untuk melihat anatomi arteri koroner sehingga dapat mendeteksi ada atau tidaknya penyempitan (stenosis) yang dimonitor melalui sinar X
Dokumen ini memberikan panduan dasar tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang meliputi tindakan utama pada kondisi henti jantung dan henti nafas, prinsip 3A (Aman Penolong, Aman Pasien, Aman Lingkungan), penilaian kesadaran menggunakan skala RESPON (Respons, Nyeri, Tidak Responsif), pemeriksaan nadi karotis, kompresi dada 30:2, pembukaan saluran napas, dan tindakan selanjut
Dokumen tersebut memberikan panduan dasar tentang bantuan hidup dasar (BLS) menurut pedoman 2015 American Heart Association (AHA) untuk tenaga kesehatan. BLS meliputi usaha mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada orang yang mengalami henti jantung atau henti napas. Urutan tindakan BLS yang disarankan adalah C-A-B, yaitu kompresi dada, pembukaan saluran napas, dan pemberian nafas buatan. Tindak
Dokumen tersebut membahas tentang pengelompokan dan penatalaksanaan gangguan irama jantung atau aritmia. Terdapat tiga kelompok aritmia yaitu minor, mayor dan mengancam jiwa. Aritmia mengancam jiwa seperti ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi tanpa nadi memerlukan resusitasi segera untuk mencegah kematian. Protokol penanganannya meliputi defibrilasi dini, resusitasi jantung paru dini, pember
Angiografi koroner perkutan merupakan tindakan kateterisasi dengan menyemprotkan zat kontras ke dalam arteri koroner untuk melihat anatomi arteri koroner sehingga dapat mendeteksi ada atau tidaknya penyempitan (stenosis) yang dimonitor melalui sinar X
Dokumen ini memberikan panduan dasar tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang meliputi tindakan utama pada kondisi henti jantung dan henti nafas, prinsip 3A (Aman Penolong, Aman Pasien, Aman Lingkungan), penilaian kesadaran menggunakan skala RESPON (Respons, Nyeri, Tidak Responsif), pemeriksaan nadi karotis, kompresi dada 30:2, pembukaan saluran napas, dan tindakan selanjut
Dokumen tersebut memberikan panduan dasar tentang bantuan hidup dasar (BLS) menurut pedoman 2015 American Heart Association (AHA) untuk tenaga kesehatan. BLS meliputi usaha mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada orang yang mengalami henti jantung atau henti napas. Urutan tindakan BLS yang disarankan adalah C-A-B, yaitu kompresi dada, pembukaan saluran napas, dan pemberian nafas buatan. Tindak
Dokumen tersebut membahas tentang pengelompokan dan penatalaksanaan gangguan irama jantung atau aritmia. Terdapat tiga kelompok aritmia yaitu minor, mayor dan mengancam jiwa. Aritmia mengancam jiwa seperti ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi tanpa nadi memerlukan resusitasi segera untuk mencegah kematian. Protokol penanganannya meliputi defibrilasi dini, resusitasi jantung paru dini, pember
Materi ini saya sampaikan untuk pengenalan teknik bantuan hidup dasar pada korban henti jantung untuk orang awam dan paramedis, saya rangkum dari AHA Guidelines 2010 dan beberapa Pustaka lainnya. Semoga Bermanfaat.
Dokumen tersebut merupakan presentasi tentang bantuan hidup dasar (BHD) yang mencakup pengantar anatomi dan fisiologi sistem pernapasan dan kardiorespirasi, siklus BHD, penggunaan alat bantu pernapasan seperti masker oksigen, airway adjuncts, elektrokardiografi, dan farmakoterapi dalam bantuan hidup lanjut. Presentasi ini juga membahas teknik CPR berkualitas tinggi, evaluasi berkala pasien, dan beberapa kes
Ini adalah kuliah saya untuk keperawatan gawat darurat di Akademi Keperawatan Panti Rapih. Kuliah ini memuat sindrom koroner akut, henti jantung, dan syok kardiogenik.
Update:
Tanggal 15 Oktober 2015, American Heart Association menerbitkan panduan baru untuk Cardiopulmonary Resuscitation & Emergency Cardiac Care. Panduan baru tersebut dapat diunduh di http://circ.ahajournals.org/content/132/18_suppl_2.toc
This document provides guidelines for cardiopulmonary resuscitation (CPR) and emergency cardiovascular care that are current until October 2020. After this date, an updated document should be requested from the listed organization. It also contains information on diagnosing and treating tachycardia, including appropriate doses of medications like adenosine and cardioversion procedures. Recommendations are provided for evaluating and managing stable or unstable rhythms based on factors like heart rate, blood pressure, pulse, and mental status.
Dokumen tersebut membahas sejarah dan perkembangan resusitasi jantung paru (RJP) sejak abad ke-18 hingga saat ini. RJP diperkenalkan pada 1950an dengan penambahan nafas buatan dan kompresi dada. Tujuan RJP adalah mencegah berhentinya sirkulasi darah dan pernafasan. Keterlambatan pemberian RJP dapat menurunkan peluang keberhasilan penyelamatan nyawa korban.
Dokumen tersebut membahas tentang triase, yaitu proses memilah pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya untuk menentukan prioritas perawatan. Metode triase yang dijelaskan adalah START (Simple Triage And Rapid Treatment) untuk dewasa dan Jump START untuk anak-anak, yang meliputi penilaian nafas, sirkulasi, dan kesadaran untuk menentukan kategori imeres, tertunda, minor, atau harapan. Beberapa contoh kasus juga d
Dokumen tersebut membahas tentang trauma thorax yang dapat mengancam nyawa seperti obstruksi airway, open pneumotoraks, tension pneumotoraks, flail chest beserta kontusi paru, hematotoraks masif, dan tamponade jantung. Dokumen ini juga membahas trauma thorax potensial mengancam nyawa seperti fraktur rusuk, pneumotoraks sederhana, hematotoraks nonmasif, serta kontusi paru.
Dokumen tersebut membahas tentang kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi bencana. Rumah sakit harus memiliki rencana tanggap darurat (disaster plan) dan melatih tenaga medisnya untuk penanganan korban bencana secara cepat dan tepat. Dokumen ini juga menjelaskan tentang persiapan sarana prasarana medis, SDM, alur penanganan korban, sistem informasi, dan anggaran yang dibutuhkan rumah sak
Dokumen tersebut membahas tentang teknik ekstraksi, stabilisasi, dan transportasi pasien dengan cedera. Prinsip kunci adalah mencegah penambahan cedera saat memindahkan pasien dengan menggunakan teknik yang tepat seperti posisi tubuh yang benar dan peralatan pendukung seperti tandu atau papan tulang belakang. Transportasi harus dilakukan dengan hati-hati sambil memantau kondisi pasien.
Dokumen tersebut memberikan panduan aktivasi dan prosedur penanganan code blue di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. Code blue diaktifkan oleh petugas jika ditemukan pasien dalam kondisi henti jantung atau napas, dan tim medis akan merespons dalam waktu 5 menit untuk melakukan resusitasi. Prosedur meliputi penilaian awal, aktivasi tim medis, tindakan resusitasi, koordinasi pasca kejadian, serta dokumentasi.
Tatalaksana Gagal Jantung Akut ( Acute Heart Failure Update)Isman Firdaus
Dr. Isman Firdaus memiliki berbagai spesialisasi kardiologi dan pengalaman kerja sebagai konsultan kardiologi intensif di beberapa rumah sakit. Dokumen ini membahas tentang gagal jantung akut, meliputi definisi, patofisiologi, faktor pemicu, gejala klinis, penilaian profil hemodinamik, dan algoritme penatalaksanaan cepat.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dengan mempercepat waktu penanganan korban dan menurunkan angka kematian. SPGDT terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, penanganan korban darurat, dan transportasi darurat yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center/PSC). PSC bekerja
Dokumen tersebut membahas tentang indikasi pasien masuk dan keluar ICU. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa pasien akan dimasukkan ke ICU jika memenuhi kriteria kebutuhan terapi intensif atau pemantauan, dengan memprioritaskan pasien yang membutuhkan terapi intensif. Sedangkan pasien akan dikeluarkan dari ICU jika kondisinya membaik dan tidak lagi membutuhkan terapi intensif. Kepala ICU bertanggung jawab menent
Materi ini saya sampaikan untuk pengenalan teknik bantuan hidup dasar pada korban henti jantung untuk orang awam dan paramedis, saya rangkum dari AHA Guidelines 2010 dan beberapa Pustaka lainnya. Semoga Bermanfaat.
Dokumen tersebut merupakan presentasi tentang bantuan hidup dasar (BHD) yang mencakup pengantar anatomi dan fisiologi sistem pernapasan dan kardiorespirasi, siklus BHD, penggunaan alat bantu pernapasan seperti masker oksigen, airway adjuncts, elektrokardiografi, dan farmakoterapi dalam bantuan hidup lanjut. Presentasi ini juga membahas teknik CPR berkualitas tinggi, evaluasi berkala pasien, dan beberapa kes
Ini adalah kuliah saya untuk keperawatan gawat darurat di Akademi Keperawatan Panti Rapih. Kuliah ini memuat sindrom koroner akut, henti jantung, dan syok kardiogenik.
Update:
Tanggal 15 Oktober 2015, American Heart Association menerbitkan panduan baru untuk Cardiopulmonary Resuscitation & Emergency Cardiac Care. Panduan baru tersebut dapat diunduh di http://circ.ahajournals.org/content/132/18_suppl_2.toc
This document provides guidelines for cardiopulmonary resuscitation (CPR) and emergency cardiovascular care that are current until October 2020. After this date, an updated document should be requested from the listed organization. It also contains information on diagnosing and treating tachycardia, including appropriate doses of medications like adenosine and cardioversion procedures. Recommendations are provided for evaluating and managing stable or unstable rhythms based on factors like heart rate, blood pressure, pulse, and mental status.
Dokumen tersebut membahas sejarah dan perkembangan resusitasi jantung paru (RJP) sejak abad ke-18 hingga saat ini. RJP diperkenalkan pada 1950an dengan penambahan nafas buatan dan kompresi dada. Tujuan RJP adalah mencegah berhentinya sirkulasi darah dan pernafasan. Keterlambatan pemberian RJP dapat menurunkan peluang keberhasilan penyelamatan nyawa korban.
Dokumen tersebut membahas tentang triase, yaitu proses memilah pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya untuk menentukan prioritas perawatan. Metode triase yang dijelaskan adalah START (Simple Triage And Rapid Treatment) untuk dewasa dan Jump START untuk anak-anak, yang meliputi penilaian nafas, sirkulasi, dan kesadaran untuk menentukan kategori imeres, tertunda, minor, atau harapan. Beberapa contoh kasus juga d
Dokumen tersebut membahas tentang trauma thorax yang dapat mengancam nyawa seperti obstruksi airway, open pneumotoraks, tension pneumotoraks, flail chest beserta kontusi paru, hematotoraks masif, dan tamponade jantung. Dokumen ini juga membahas trauma thorax potensial mengancam nyawa seperti fraktur rusuk, pneumotoraks sederhana, hematotoraks nonmasif, serta kontusi paru.
Dokumen tersebut membahas tentang kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi bencana. Rumah sakit harus memiliki rencana tanggap darurat (disaster plan) dan melatih tenaga medisnya untuk penanganan korban bencana secara cepat dan tepat. Dokumen ini juga menjelaskan tentang persiapan sarana prasarana medis, SDM, alur penanganan korban, sistem informasi, dan anggaran yang dibutuhkan rumah sak
Dokumen tersebut membahas tentang teknik ekstraksi, stabilisasi, dan transportasi pasien dengan cedera. Prinsip kunci adalah mencegah penambahan cedera saat memindahkan pasien dengan menggunakan teknik yang tepat seperti posisi tubuh yang benar dan peralatan pendukung seperti tandu atau papan tulang belakang. Transportasi harus dilakukan dengan hati-hati sambil memantau kondisi pasien.
Dokumen tersebut memberikan panduan aktivasi dan prosedur penanganan code blue di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. Code blue diaktifkan oleh petugas jika ditemukan pasien dalam kondisi henti jantung atau napas, dan tim medis akan merespons dalam waktu 5 menit untuk melakukan resusitasi. Prosedur meliputi penilaian awal, aktivasi tim medis, tindakan resusitasi, koordinasi pasca kejadian, serta dokumentasi.
Tatalaksana Gagal Jantung Akut ( Acute Heart Failure Update)Isman Firdaus
Dr. Isman Firdaus memiliki berbagai spesialisasi kardiologi dan pengalaman kerja sebagai konsultan kardiologi intensif di beberapa rumah sakit. Dokumen ini membahas tentang gagal jantung akut, meliputi definisi, patofisiologi, faktor pemicu, gejala klinis, penilaian profil hemodinamik, dan algoritme penatalaksanaan cepat.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dengan mempercepat waktu penanganan korban dan menurunkan angka kematian. SPGDT terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, penanganan korban darurat, dan transportasi darurat yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center/PSC). PSC bekerja
Dokumen tersebut membahas tentang indikasi pasien masuk dan keluar ICU. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa pasien akan dimasukkan ke ICU jika memenuhi kriteria kebutuhan terapi intensif atau pemantauan, dengan memprioritaskan pasien yang membutuhkan terapi intensif. Sedangkan pasien akan dikeluarkan dari ICU jika kondisinya membaik dan tidak lagi membutuhkan terapi intensif. Kepala ICU bertanggung jawab menent
1. Dokumen tersebut membahas 7 indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terkait dengan kepatuhan proses klinis, keselamatan pasien, dan kepuasan pelanggan. Indikator-indikator tersebut digunakan untuk mengukur kualitas layanan dan memastikan pelayanan sesuai standar.
1. Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai 7 indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mencakup kepatuhan penggunaan clinical pathway, kelengkapan assessment keperawatan, angka penundaan operasi elektif, kepatuhan waktu visite dokter spesialis, kepuasan pasien dan keluarga, angka kejadian pasien jatuh, serta angka kejadian infeksi luka operasi.
Dokumen tersebut membahas tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM RS) yang mencakup dasar hukum, latar belakang, pengertian, manfaat, jenis pelayanan, indikator, dan peranan Dinas Kesehatan dalam penyusunan dan pencapaian SPM RS.
Dokumen tersebut membahas sejarah dan tujuan dari clinical pathways. Ia menjelaskan bahwa clinical pathways dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan merangkum langkah-langkah standar pelayanan untuk suatu kondisi klinis tertentu. Dokumen tersebut juga membahas kompleksitas pelayanan kesehatan dan pentingnya clinical pathways untuk mengendalikan biaya serta memastikan mutu pelayanan.
Dokumen ini memberikan panduan untuk mengendalikan pemeriksaan kesihatan (medical check-up) di klinik. Ia menjelaskan prosedur medical check-up mulai pendaftaran hingga penyerahan laporan dan pembayaran. Dokumen ini juga menyenaraikan jenis-jenis medical check-up, borang yang digunakan dan perkhidmatan lain di klinik.
Dokumen ini memberikan panduan untuk mengendalikan pemeriksaan kesihatan (medical check-up) di klinik. Ia menjelaskan prosedur medical check-up mulai pendaftaran hingga penyerahan laporan dan pembayaran. Dokumen ini juga menyenaraikan jenis-jenis medical check-up, borang yang digunakan dan perkhidmatan lain yang boleh dirujuk.
Dokumen tersebut membahas tentang Instrumen Penilaian KARS untuk Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang mencakup dua standar yaitu identifikasi pasien dan komunikasi antar tenaga medis. Dokumen tersebut menjelaskan tujuan, elemen penilaian, dan contoh bukti untuk masing-masing standar beserta cara penilaiannya.
LAPORAN KASUS INDIVIDU ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI minggu ke 2 (1).docxsalmanalfarisi637456
Laporan kasus ini membahas asuhan keperawatan anestesi pada pasien laki-laki berusia 67 tahun dengan diagnosa pyelum renal dextra yang menjalani tindakan pyelolitotomi renal dextra. Laporan ini mencakup pengkajian pre-anestesi, persiapan pasien dan peralatan, tahap intra anestesi serta observasi tanda vital selama operasi.
Rumah sakit menerapkan berbagai proses untuk meningkatkan keselamatan pasien, termasuk mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi antar tenaga medis, dan meningkatkan keamanan penggunaan obat-obatan tertentu.
Autophagy and Apoptosis in Myoacardial Infarction, wecoc 2021.pptxIsman Firdaus
This document discusses cell death processes in myocardial infarction. It describes necrosis, apoptosis and autophagy as the main types of cell death that occur. Necrosis is unprogrammed cell death due to loss of membrane integrity. Apoptosis is programmed cell death involving caspases and Bcl-2 proteins. Autophagy is the self-digestion of cellular components and can be protective at early stages but excessive autophagy can lead to cell injury. Studies in rat models of myocardial infarction show increases in autophagy and apoptosis markers at different time points following coronary artery ligation. The conclusion is that autophagy and apoptosis both play important roles in cardiac response to ischemia.
Fluid management and Fluid Responsiveness in ICCU / ICU at ASMIHA workshop 2018Isman Firdaus
It is very important for cardiologist or intensivist to determined fluid overload vs loss fluid. Misconception of hypervolemic and hypovolemic state was very important.
Workshop of Low Cardiac Output Management, 2018Isman Firdaus
Low cardiac output or shock or circulatory failure was the terminal state of any disease including cardiovascular problem. It is consist distributive, volume, obstructive and cardiogenic circulatory failure leading multi organ failure and mortality. Hemodynamic monitoring is important evaluation to guide the medication and treatment.
This document discusses strategies for crossing chronic total occlusions (CTOs) during percutaneous coronary interventions, including single wire manipulation with escalation, parallel wiring, seesaw wiring, balloon anchoring, and intravascular ultrasound guided wiring. It emphasizes that while technology can make the process faster and more effective, operators must also remain flexible to deal with imperfections and adapt to different situations.
1. The patient presented with shortness of breath due to heart failure and developed lactic acidosis from low cardiac output and hypoxia. Analysis using base excess and Stewart method showed an unmeasured anion effect of -35 mEq/L, indicating acidosis from lactic acid.
2. A second patient arrested and developed lactic and ketoacidosis. Analysis again showed an unmeasured anion effect of -34 mEq/L, reflecting acidosis from lactic acid and ketones as well as respiratory acidosis.
3. A third patient on lasix developed alkalosis with hypokalemia. Analysis showed an alkalinizing effect of -18 mEq/L, consistent with
New Update NSTEMI Guideline 2018, PERKIIsman Firdaus
This document provides new guidelines for managing patients with non-ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI) in 2018. It recommends using high-sensitivity troponin assays for diagnosis and simplifying risk stratification to determine invasive management strategies. It also suggests using intensive/intermediate cardiac care units for NSTEMI patients and considering radial versus femoral approaches when using invasive strategies. The guidelines outline dual antiplatelet therapy algorithms for patients with or without oral anticoagulants, bleeding management during dual antiplatelet therapy, and switching between dual antiplatelet therapies.
Cost Effectiveness Procedures in cathlab: Tips and TricksIsman Firdaus
1) The document discusses strategies for improving cost effectiveness in cardiac catheterization labs in Indonesia under the country's universal health coverage program. It analyzes costs based on procedures, devices, hospitalization, and remuneration.
2) Several strategies are proposed, including standardizing devices and implants for UHC patients, clinical pathways to standardize length of stays, and using national formularies. Teamwork, physician champions, and data-driven management are emphasized.
3) Metrics like door-to-balloon times for STEMI patients are discussed as important for monitoring performance and outcomes. Overall the document focuses on balancing clinical needs with budget constraints of Indonesia's universal health coverage.
Isicam, high bleeding risk pci,2016,ismanIsman Firdaus
The document summarizes a case study of a high bleeding risk patient who required urgent PCI prior to orthopedic surgery. The patient had multiple vessel disease including chronic total occlusions. The interventional cardiologist performed complex PCI using dual guidewires and drug-coated stents, which allowed for a shortened dual antiplatelet therapy duration of 1 month prior to surgery. The case highlights the importance of an individualized approach for high bleeding risk PCI patients, including consideration of drug-coated stents to balance risks of bleeding and restenosis.
5. Cios Alpha at Harapan Kita Cardiac Center
up to 4 patients diagnostic coronary angiography a day,
at Emergency Department
Mobile Mini Cathlab Service
20. National Health Coverage Reimbursement
Reimbursement depend on case severity and hospital level of services
Diagnostic Cardiac
Catheterization
(Procedure & Admission)
NCC
Harapan Kita
Type A
Hospital
Type B
Hospital
Type C
Hospital
Minimum (in USD) 746 494 356 277
Maximum (in USD) 2,808 1,858 1,341 1,044
Permenkes 59/2016 on the Healthcare Standard Tariff, Universal Health Coverage/National Health Insurance (JKN)
Percutaneous
Coronary Intervention
(Procedure & Admission)
NCC
Harapan Kita
Type A
Hospital
Type B
Hospital
Type C
Hospital
Minimum (in USD) 1,762 1,327 841 655
Maximum (in USD) 5,551 5,389 3,772 3,029
Acute Myocardial
Infarction
(Procedure & Admission)
NCC
Harapan Kita
Type A
Hospital
Type B
Hospital
Type C
Hospital
Minimum (in USD) 453 453 317 240
Maximum (in USD) 1,630 1,630 1,142 890
26. Cost
Effectiveness
in Cathlab
Device or Implant
Rp….
Drugs and
Hospitalization
Rp…..
Fee or Salary, Rp…
Device or Implant
Rp….
Drugs and
Hospitalization
Rp…..
Fee or Salary, Rp…
Add one more machine
27. STRATEGY
Program Policy
Physician - Remunerasi VS fee for service
- Physician Champion
- Teamwork
Implant and Device for UHC
Standarization / e-Katalog
LoS Standarization in pts Hospitalization CP
Hospital Guidelines and
Clinical Pathways
Every physician should follow CP
Drugs/Formularium for UHC Using National Formularium for UHC pts
Resume of hospitalization Complete and systematic resume list
Identifikasi program
Unggulan /Income
generating/ High Cost Exp
Identifikasi program unggulan yang di inginkan
Managerial Always use data for improvement program
28. Ex/ Sign in every pts for operator Alarm
Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1
Ringan
1 BMS, 1 balon, 1 wire 1 BMS, 1 balon, 1 wire 2 DES, 1 balon, 1 wire
Sedang
2 DES, 1 balon, 1 wire 2 DES, 2 wire, 1 balon 2-3 DES, 2 wire, 2 balon
Berat
1 BMS/1DES 1 BMS/1DES 1 BMS/1 DES
31. Dasar Hukum
1. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 640 tahun 2003 tentang Teknisi
Kardiovaskular.
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 984 tahun 2007 tentang Rumah Sakit
Penerima Bantuan Alat Kesehatan Baloon dan Stent Untuk Pelayanan
Kesehatan Masyarakat.
5. Keputusan Bersama Kepala BATAN dan Menteri Kesehatan
No.171/MENKES/2008 dan 028/KA/II/2008 tentang Pemanfaatan Tenaga
Nuklir untuk kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 854 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1250 tahun 2009 tentang Pedoman
Kendali Mutu (Quality Control) peralatan radiodiagnostik.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1438 tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran.
32. Tujuan Pedoman
UMUM:
• Terwujudnya pelayanan Kateterisasi jantung yang bermutu baik dan
berorientasi pada keselamatan / keamanan pasien di Indonesia.
KHUSUS:
1. Terbentuk peraturan dan standarisasi mengenai kegiatan pelayanan
Kateterisasi jantung
2. Terbentuk pedoman mengenai administrasi dan proses perijinan
penyelenggaraan pelayanan Kateterisasi jantung
3. Terbentuk pedoman untuk menjamin mutu penyelenggaraan pelayanan
Kateterisasi jantung
4. Terbentuk pola pembiayaan pelayanan Kateterisasi jantung
5. Terbentuk pedoman untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
sistem penyelenggaraan pelayanan Kateterisasi jantung
33. Ruang Lingkup Pelayanan
• Pelayanan medis di Kateterisasi jantung pada Rumah Sakit
Pemerintah maupun Swasta yang hendak/telah memiliki sarana
Kateterisasi jantung, yang meliputi tindakan diagnostik, terapetik,
proses pendidikan, pelatihan dan penelitian.
34. DENAH RUANGAN (1)
Ruangan Luas
minimum
(m2)
Ruang prosedur : Juga tempat Rak/Lemari kateter 30 - 50
Ruang monitor/control 8 - 14
Ruang Maintenance Alat & AC Control 6 – 8
Ruang Pertukaran Pasien : Juga Tempat cuci tangan, kain kotor, apron, tempat
edukasi pasien/keluarga
6 – 14
Ruang ganti staf 3
Tinggi ruangan minimal 3 m dan tinggi ruang pengendali minimal 2,4 m.
Spesifikasi di atas dapat dimodifikasi apabila ada teknologi baru.
1. Ruangan Kateterisasi jantung meliputi:
35.
36. DENAH RUANGAN (2)
2. Lokasi
• Lokasi Kateterisasi jantung berada di dalam RS yang mempunyai akses yang
mudah ke kamar operasi, ICU atau CVCU.
• Desain Kateterisasi jantung memperhatikan sterilitas.
• Ruangan monitor terpisah dengan ruang tindakan kateterisasi.
3. Desain ruangan dan lantai:
• Dinding dan lantai memiliki desain seamless.
• Dinding dan pintu harus memiliki x-ray shield, dengan ketebalan lead standar
0,5 mm.
• Struktur ruangan harus mampu menyangga berat peralatan x-ray.
• Adanya jaringan kabel/saluran di bawah lantai untuk meletakkan kabel dan
selang dari ruang pengendali, meja, dan C-arm.
• Power supply harus memiliki high voltage output.
• Memiliki power supply cadangan.
37. DENAH RUANGAN (3)
4. Desain dan pencahayaan langit-langit:
• Harus memiliki pencahayaan lembut untuk prosedur kateterisasi.
• C-arm dapat berjenis wall-mounted atau floor-mounted yang gerakannya
bebas.
5. Standar ventilasi
• Harus memenuhi standar ruangan operasi dalam hal penggantian udara,
aliran udara laminar di atas meja pasien, kelembaban, dan suhu yang
optimal.
• Harus ber-AC dan memiliki thermostat dan humidistats. Suhu ruangan
harus mengikuti standar suhu masing-masing alat sesuai modulnya.
38. Definisi
Door to balloon time / door-to-device time is the time from the patient entered the
emergency room doors with Acute Coronary Syndrome until Coronary angioplasty is
done for the first time, or thrombus suction first attempt. Door to Balloon Time
targeted by the hospital is <90 minutes.
Numerator The number of ACS patients with Door to Balloon Time < 90 minutes
Denominator The number of ACS patients
86.11%
82.76% 81.25%
85.71%
80%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
Januari Februari Maret April
Door to Balloon Time < 90 Menit
Capaian Target
39.
40.
41.
42.
43. RS Rujukan Kardiovaskular
• Pusat Jantung Nasional (RS Khusus Jantung kelas A)
• RS Rujukan Nasional (Kelas A, B)
• RS Rujukan Propopinsi (Kelas A, B, dan C)
• RS Rujukan Regional (Kelas A, B, C)
44. STRATEGI
KRITERIA FASILITAS STRATEGI TARGET
MANDIRI Pendampingan kasus khusus intervensi dan bedah Meningkatkan jumlah kasus dan
SDM
SDM BTKV ada, Cathlab Ada,
Bedah belum dikerjakan
Pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana bedah
jantung,pendampingan awal bedah jantung dan
pendampingan kasus khusus intervensi
Memulai dilakukannya operasi
bedah jantung terbuka
Bedah tidak ada, cathlab ada Pengisian SDM bedah, pemenuhan sarana dan
pendampingan kasus khusus intervensi
Meningkatkan kemampuan
tindakan DINB
Bedah tidak ada, cathlab
tidak ada
Pengisian bedah, SpJP intervensi dan persiapan
cathlab
Mempersiapkan Cathlab
SpJP tidak ada Pengisian SDM SpJP dan melengkapi sarpras
kardiovaskular
Mengisi dokter SpJP
46. SKEMA PJT BINAAN INTERVENSI NON BEDAH
TAHUN I
• TW I :
Akan melakukan pendampingan yang diawali dengan kunjungan visitasi ke RS yang akan dibina untuk melihat
sarana dan prasana serta kapasitas SDM
Menentukan kriteria kasus yang akan dilakukan pada tahun pertama yaitu: Kasus intervensi non bedah simple
(severitas I) yang dilakukan selama tahun pertama
Menetukan jumlah tindakan yang harus dilakukan oleh intervensionist selama 1 (satu) tahun pertama sebanyak
minimal 50 tindakan pertahun/intervensionist
Menentukan angka keberhasilan tindakan Intervensi non Bedah sebesar 90%
• TW II - TW III :
Memastikan fasilitas sudah sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku
RS Binaan sudah mulai melakukan tindakan secara mandiri yang simple (kasus Severitas I), yaitu : 1 vessel
disease, bukan lesi bifurcatio medina 1-1-1, tidak ada kalsifikasi berat, tidak ada LM dan tindakan CTO, dengan
didampingi oleh dokter (full time) dari RSJPDHK.
• TW IV:
Evaluasi Angka keberhasilan tindakan
47. TAHUN II
• TW I :
RS Binaan melakukan tindakan (kasus Severitas I) tanpa didampingi oleh dokter (full
time) dari RSJPDHK
• TW II:
Evaluasi Angka keberhasilan tindakan
• TW III :
RS Binaan melakukan pengembangan untuk tindakan dengan kasus yang kompleks
(Severitas II) seperti CTO, 2-3 Vessel diseases, Bifurkasio dan Kalsifikasi didampingi
oleh dokter (full time) dari RSJPDHK
• TW IV:
Evaluasi Angka keberhasilan tindakan
48. Tahun III
• TW I :
RS Binaan melakukan pengembangan untuk tindakan dengan kasus
yang kompleks (Severitas Level II) seperti CTO, 2-3 Vessel diseases,
Bifurkasio dan Kalsifikasi tanpa didampingi oleh dokter (full time) dari
RSJPDHK
• TW II:
• Evaluasi keberhasilan tindakan
• TW III :
• RS Binaan melakukan pengembangan untuk tindakan dengan kasus
yang kompleks (Severitas Level III) seperti CTO, 2-3 Vessel diseases,
IVUS, Rotablator didampingi oleh dokter (full time) dari RSJPDHK
• TW IV :
Evaluasi keberhasilan tindakan
49. Tahun IV
• TW I - II:
• RS Binaan melakukan pengembangan untuk tindakan dengan
kasus yang kompleks (Severitas Level III) seperti CTO, 2-3
Vessel diseases, IVUS, Rotablator didampingi oleh dokter (full
time) dari RSJPDHK
• TW III :
Evaluasi keberhasilan tindakan
• TW IV:
• RS tersebut menjadi PJT Binaan Mandiri
50. Time table program pengampuan
Tahap persiapan
• Sistem
• Sarana prasarana
• Sumber Daya Manusia
• Peran Pem-Prop
• Peran Dinke
• Direksi RSUD
Tahap pelaksanaan
• Tindakan operasi
dengan
pendampingan
• Dokter BTKV
• Dokter SpJP
• Dokter kardiak
anestesi
• Dokter intensivist
• Ners bedah dan
intensivist
Tahap pemantapan
proses penyapihan
RSJHK RSUD
6 bulan 1 tahun 1 tahun