SlideShare a Scribd company logo
2
MODUL PENDIDIKAN PEMILIH CERDAS
Disusun Oleh:
1. Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP., M.Si
2. Moch Edward Trias Pahlevi, S.IP
3. Azka Abdi Amrurobbi, S.IP
4. Eky Prasetya Aryudhi, S.IP
5. Preti Epira, S.IP
6. Fairuz Arta Abhipraya
7. Muhammad Iqbal Khatami
8. Nanang Pranata, S.IP
KOMUNITAS INDEPENDEN SADAR PEMILU
(KISP)
3
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENYUSUN MODUL .........................................................................5
BAB I DEMOKRASI ....................................................................................................6
Pengertian Demokrasi ..................................................................................................9
Sejarah Demokrasi .......................................................................................................11
Demokrasi Sebagai Norma Hidup Bersama ................................................................14
Macam-Macam Demokrasi ..........................................................................................15
Nilai Demokrasi ...........................................................................................................17
Perilaku Budaya Demokrasi ........................................................................................18
Tinjauan Hukum Kehidupan Terhadap Kebebasan Warga Negara dan Demokrasi.....21
BAB II PEMILIHAN UMUM .......................................................................................24
Pengertian Pemilu ........................................................................................................28
Manfaat Pemilu ............................................................................................................28
Sistem Pemilu ..............................................................................................................29
Prinsip Pemilu Bebas Adil ...........................................................................................31
Sejarah Pemilu .............................................................................................................37
BAB III POLITIK UANG DAN PATRONASE ...........................................................56
Politik Uang .................................................................................................................59
Patronase ......................................................................................................................62
Perbedaan Politik uang dan Dana Politik .....................................................................65
BAB IV CIVIL SOCIETY DALAM DEMOKRASI ....................................................66
Posisi Civil Society (Masyarakat) ................................................................................71
Partisipasi Masyarakat .................................................................................................73
Civil Society dalam Pemilu .........................................................................................80
Hubungan Civil Society dan Partai Politik ..................................................................82
Model Relasi Partai Politik dan Civil Society .............................................................84
Membangun Relasi yang Konstruktif ..........................................................................86
4
BAB V PERAN BAWASLU DAN KPU TERHADAP POLITIK UANG ..................89
Peran KPU dalam Menangani Politik Uang ................................................................91
Peran Bawaslu dalam Menangani Politik Uang ...........................................................95
BAB VI PENDIDIKAN PEMILIH ...............................................................................103
Pengertian Pendidikan Pemilih ....................................................................................108
Tujuan Pendidikan Pemilih ..........................................................................................109
Prinsip-Prinsip Pendidikan Pemilih .............................................................................110
Kelompok Sasaran .......................................................................................................112
Strategi Pendidikan Pemilih .........................................................................................113
Materi-Materi ...............................................................................................................114
5
PENGANTAR PENYUSUN MODUL
Tujuan modul ini adalah sebagai panduan bagi pemilih untuk mengidentifikasi dan
memahami bagaimana proses Pemilu dilaksanakan serta bagaimana sejarah kepemiluan di
indonesia dari awal dilaksanakanya pemilu tahun 1955 hingga pemilu yang akan mendatang
pada tahun 2019. Modul ini berisi bahan informasi bagi pemilih (Voters Information) yang
sangat penting diketahui oleh masyarakat, seperti mengapa Pemilu dilaksanakan, manfaat
Pemilu, sasaran yang ingin dicapai serta hal hal apa saja yang menjadi penyakit dalam pemilu
ini.
Sebagai buku panduan, modul ini dapat digunakan oleh para pemilih pemula, fasilitator
pelatihan, serta anggota masyarakat pada umumnya. Modul ini merupakan satu kesatuan yang
diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada pemilih dalam rangka peningkatan
partisipasi pemilih dalam Pemilu, yang juga dapat dipergunakan untuk fasilitator pemula dan
masyarakat pada umumnya.
Modul ini disusun untuk keperluan masyarakat luas khususnya yang perlu diperhatikan
adalah pemilih pemula pada golongan Generasi Milenial, mengapa Generasi Milenial? Karena
sebanyak kurang lebih 40% masyarakat indonesia yang sudah memiliki hak pilih adalah dari
kalangan Generasi Milenial yang artinya hampir setengah dari masyarakat indonesia adalah
dari kalangan Generasi Milenial, maka suara mereka akan benar benar berpengaruh di ajang
pertarungan electoral ini.
Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus melalui pemberian informasi yang akurat
dan pengetahuan yang memadai. Modul ini disusun dengan sederhana agar mudah dipahami
dan dibaca baik oleh pemilih pemula khususnya Generasi Milenial maupun anggota
masyarakat luas. Tema-tema yang terangkum dalam materi modul ini diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat pemilih dalam Pemilu, sehingga aspirasi masyarakat
dapat menjadi sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis untuk terwujudnya sebuah
pemerintahan yang berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
Yogyakarta, 19 Desember 2018
Tim Penyusun
6
BAB I
DEMOKRASI
(120 Menit)
Pengantar :
Demokrasi merupakan salah satu sistem pemerintahan di dunia dimana semua warga negara
memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Kata kunci:
Demokrasi
Tujuan :
Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pengertian dan pentingnya demokrasi.
Tujuan Khusus :
Pada akhir sesi peserta diharapkan:
 Memahami pengertian demokrasi.
 Memahami sejarah demokrasi, demokrasi sebagai norma hidup bersama, macam-
macam demokrasi, nilai demokrasi, perilaku budaya demokrasi, tinjauan hukum
kehidupan terhadap kebebasan warga negara dan demokrasi di Indonesia
 Dapat menerapkan prinsip-prinsip demokrasi.
Pokok Bahasan : Demokrasi
7
Metode Pembelajaran :
1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian dan pentingnya demokrasi yang mereka
pahami.
2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide
yang sama dikelompokkan dalam satu bagian.
3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta
melihat kembali daftar jawaban.
Catatan :
 Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian demokrasi.
 Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan pengertian menurut
beberapa ahli.
 Alokasi waktu 5 menit
1. Fasilitator menayangkan power point presentation yang berisi tentang poin-poin penting
demokrasi.
2. Pada setiap penjelasan demokrasi merujuk pada pernyataan dari peserta yang sesuai yang
sudah dicatat di kertas plano.
3. Peserta mengidentifikasi jika ada penjelasan demokrasi yang belum dimunculkan dalam
diskusi awal lalu menambahkannya menjadi poin tambahan dalam kertas plano, sebagai
hasil belajar bersama.
4. Fasilitator bertanya ke peserta: berdasarkan pengalaman apa yang dimaksud dengan
demokrasi
5. Alokasi Waktu Maksimal 20 Menit
Catatan :
Sebagai bahan bacaan tambahan, fasilitator membagikan kepada peserta fotokopi
materi terkait dengan demokrasi.
8
1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan
hitungan angka 1, 2, 3 dan 4 . Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Peserta
dengan angka yang sama berkelompok menjadi satu.
2. Fasilitator membagikan materi tentang demokrasi.
3. Masing-masing kelompok membahas materi sebagai berikut : Kelompok 1: membahas
pengertian demokrasi dan sejarah demokrasi, kelompok 2: demokrasi sebagai norma hidup
bersama dan macam-macam demokrasi; Kelompok 3 : Nilai demokrasi dan prilaku budaya
demokrasi; Kelompok 4 : tinjauan hukum kehidupan terhadap kebebasan warga negara dan
demokrasi di indonesia.
4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:
 Mengidentifikasi dan membahas setiap tema yang telah dibagikan.
5. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok
presentasi selama 5 menit.
6. Menutup sesi ini, fasilitator perlu menarik kesimpulan terkait dengan demokrasi.
7. Alokasi waktu maksimal 40 menit.
Materi dan Alat Pembelajaran yang dibutuhkan:
1. Spidol warna-warni.
2. Kertas plano (20 lembar)
3. Fotokopi materi tentang demokrasi
4. Power Point Presentation tentang demokrasi
9
MATERI BAB 1.
DEMOKRASI
A. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi sering digunakan dalam sistem pemerintahan. Negara yang menganut
sistem demokrasi merupakan negara yang meletakan kekuasaan tertinggi di tangan rakyatnya.
Rakyat dilibatkan dalam menentukan setiap kebijakan dalam pemerintahan. Dalam arti
harfiahnya, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratia
yang artinya kekuasaan. (Ghofur, 2002)
Menurut Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. (Ghofur, 2002)
Terdapat pengertian mengenai demokrasi yang dianggap paling populer, yaitu
pengertian demokrasi menurut Abraham Lincoln (Ghofur, 2002) yang menyatakan bahwa
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the
people, by the people, and for the people). Oleh sebab itu, Demokrasi juga sering dikatakan
sebagai “rule by the people” yang berarti sistem pemerintahan atau kekuasaan oleh rakyat, baik
demokrasi yang bersifat langsung (direct democracy) atau demokrasi dengan sistem
keterwakilan (representative democracy).
Pengertian pemerintahan dari rakyat, suatu pemerintahan yang sah adalah pemerintahan
yang mendapatkan pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui demokrasi, yaitu
melalui pemilihan umum. Pengertian pemerintahan oleh rakyat yaitu pemerintahan
menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan berdasarkan pribadi. Roda pemerintahan
berada pada pengawasan rakyat baik secara langsung maupun perwakilan. Pengertian
pemerintahan untuk rakyat adalah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah
harus dijalankan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan yang menjamin hak untuk membuat keputusan politik diselenggarakan oleh
rakyat melalui wakil yang terpilih dan bertanggungjawab kepada rakyat melalui sebuah
mekanisme yaitu Pemilihan Umum.
10
Rumusan Demokrasi sebagaiamana disebutkan sebelumnya, kemudian oleh sejumlah
ilmuwan politik dirumuskan parameter atau indikator-indikator terlaksananya Demokrasi oleh
sebuah negara, jika memenuhi unsur-unsur atarara lain sebagai berikut (Wardani, 2007)
1. Akuntabilitas
Dalam sebuah pemerintahan demokrasi, setiap pemegang jabatan yang
dipimpin oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang
hendak dan telah ditempuhnya. Selain itu ia juga harus dapat mempertanggung
jawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan akan dijalaninya.
Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya sendiri tetapi juga
menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu perilaku anak dan istrinya, juga
sanak keluarganya, terutama yang berkaitan dengan jabatannya. Dalam konteks ini
si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut “Public Scrutiny”,
terutama yang dialkukan oleh media masa yang ada.
2. Rotasi Kekuasaan
Dalam Demokrasi, peluang akan terjadi rotasi kekuasaan harus ada dan
dilakukan secara teratur dan damai. Jadi tidak hanya satu orang yang selalu
memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya
partai-partai politik yang menang pada suatu pemilihan umum akan diberikan
kesempatan untuk membentuk eksekutif yang akan mengendalikan pemerintahan
sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat Demokrasinya
masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya rendah pula. Bahkan peluang untuk
terjadinya rotasi tersebut cenderung terbatas. Kalaupun ada hal itu hanya akan
dilakukan dalam lingkungan yang terbatas dikalangan elit politik saja.
3. Rekruitmen Politik yang terbuka
Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu system
rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk
mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang
sama dalam melakukan kompetensi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara
yang tidak Demokratis rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup.
Artintya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa gelintir
orang saja.
11
4. Pemilihan Umum
Dalam suatu negara Demokrasi pemilihan umum biasanya dilaksanakan secara
teratur dan berkesinambungan. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai
hak untuk memilih dan dipilih serta mempunyai kebebasan untuk menggunakan
haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam hal ini mereka
mempunyai kebebasan untuk menentukan partai dan atau calon mana yang akan
didukungnya tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Para pemilih juga
bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan umum, seperti kegiatan
kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
5. Menikmati Hak-hak Dasar
Dalam suatu negara Demokrasi setiap individu mendapatkan jaminan terhadap
hak-hak dasar. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk menyatakan pendapat,
hak untuk berserikatdan berkumpul, dan hak 19 untuk menikmati persyang bebas.
Dalam hal ini contoh implementasinya adalah, hak untuk menyampaikan
pendapatnya, juga yang menyangkut suatu permasalahan suatu permasalahan yang
menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Sedangkan hak berkumpul dan
berserikat ditandai dengan kebebasan untuk menentukan lembaga atau oraganisasi
mana yang ingin dibentuk atau dipilih.
B. Sejarah Demokrasi
Pada tahun 508 SM Chleisthenes mengadakan beberapa pembaruan dalam sistem
pemerintahan di Athena. Bentuk pemerintahan baru tersebut kemudian dinamakan demokratia
yang berarti pemerintahan oleh rakyat Asal-usul demokrasi sebagai sesuatu sistem politik dapat
ditelusuri sampai pada sekitar lima abad sebelum masehi, ketiaka orang-orang Yunani yang
membentuk polis (negara-kota) mencoba menjawab pertanyaan bagaimana suatu sistem politik
dapat diorganisasikan agar dapat memenuhi kepentingan dan kesejahteraan bersama
masyarakat. Demokrasi Yunani kuno di Athena merupakan demokrasi langsung yang
dipraktekan dalam satu negara-kota kecil. Para warga negara-kota walaupun tidak seluruhnya,
membuat keputusan-keputusan politik secara langsung. Menurut Amien Rais, demokrasi yang
dipraktekan di Athena tersebut dapat dianggap sebagai suatu working model demokrasi murni.
Namun Amien menambahkan bahwa model demokrasi yang diterapkan di Athena
mengandung berbagai kelemahan-kelemahan. (Rais, 1986)
12
Selain Chleisthenes yang dikenal sebagai bapak demokrasi Athena, tokoh-tokoh
demokrasi Yunani Kuno lain yaitu Solon (638-558 SM) tokoh pembuat Hukum, Pericles (440-
429 SM) Jenderal negarawan, dan Demosthenes (385-322 SM) negarawan-orator. Masing-
masing dengan kemampuannya membela demokrasi sebagai suatu sustem yang terbaik.
Sedangkan pada masa itu, kritik-kritik keras terhadap demokrasi dilontarkan oleh tokoh-tokoh
pemikir seperti Plato dan Aristoteles.
Plato dan Aristoteles menganggap bahwa sistem demokrasi merupakan sistem
pemerintahan yang buruk dan tidak praktis. Plato sendiri menginginkan suatu aristokrasi yang
dipimpin oleh raja-filosof yakni penguasanya arif dan mempertahankan nasib rakyat. Serta
mempercayai bahwa pemerintahan berdasarkan pilihan rakyat (demokrasi) dapat dipengaruhi
oleh para damagog (perusak) yang akhirnya menjadi kediktatoran. Sedangkan Aristoteles
menerimanya dengan format negara politea, yakni demokrasi dengan Undang-Undang Dasar
atau demokrasi yang bersifat moderat. (Zada & Muzayyad, 1999)
Dua puluh tiga abad setelah eksperimen demokrasi di Athena, dunia merasakan
perubahan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan yang mendominasi adalah monarchi,
kesultanan, dan negara-negara teokratik. Sementara demokrasi dapat dikatakan sudah
tenggelam dalam sejarah atau dianggap sudah banyak yang tidak menggunakan sistem
demokrasi.
Pada pertengahan (600-1400 M) gagasan demokrasi Yunani dapat dikatakan hilang dari
dunia barat saat bangsa Romawi yang sedikit banyak masih mengenal kebudayaan Yunani,
dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat. Dimana masyarakat abad pertengahan dirikan oleh
struktur sosial yang feodal, yang kehidupan sosial spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-
pejabat agama. Serta kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para
bangsawan satu dengan lainnya. Akan tetapi dilihat dari sudut perkembangan demokrasi abad
pertengahan menghasilkan sebuah dokumen penting yaitu Magna Charta (Piagam Agung) pada
tahun 1215 M.
Pada akhir abad ke 15 dan abad ke 16, sebagai awal dari zaman Renaissance, di Eropa
muncul teori yang mulai memperatanyakan segi-segi manusia dalam hubungannya antara
penguasa dan rakyat, serta kedudukan agama dalam masalah-masalah publik. Tokoh-tokoh
pemikir seperti Nicollo Machiavelli (1469-1527) dari Italy dengan ide sekularismenya, Jean
Bodin dari Perancis dan Thomas Hobbes (1588-1679) dari Inggris dengan ide negara
kontraknya, mulai menguak dimensi-dimensi moralitas sekuler dan hakekat hukum politik.
13
Dan barulah pada zaman pencerahan (enlightment) di abad ke 17 dan ke 18 yang dikenal
sebagai zaman “Aufklarung” (1650-1800) pemikiran-pemikiran demokratik mulai
bermunculan lagi. John Locke (1632) dengan idenya tentang konstitusi negara dan liberalisme,
serta pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga federal. Ide ini selanjutnya
disempurnakan oleh Baron de Montequieu (1689-1755) dengan idenya tentang pemisahan
kekuasaan menjadi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ditambah dengan ide-ide
tentang kedulatan rakyat dan kontrol sosial yang diperkenalkan oleh Jean Jacques Rousseau
(1712-1778).
Pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkret
sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan
mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan individu, kesamaan hak (the equal of right)
serta hak pilih untuk semua warga negara.
Praktek demokrasi dapat diidentifikasi telah terjadi kedalam beberapa tahapan
transformasi. Robert A. Dahl membagi perjalanan sejarah praktik demokrasi kedalam tiga
tahap transformasi. Transformasi demokrasi pertama adalah demokrasi yang kecil ruang
lingkupnya, berbentuk demokrasi langsung. Tahap ini terjadi dalam praktik politik Yunani dan
Athena. Transformasi demokrasi kedua diwujudkan dengan diperkenalkannya praktik
republikanisme, perwakilan dan logika persamaan. (Zainuddin, 1992)
Tranformasi demokrasi ketiga dialami oleh kehidupan politik modern saat ini. Tahap
ini dicirikan dengan belum adanya kepastian apakah kita akan kembali ke masyarakat kecil
seperti di Yunani kuno dan Athena. Tahap-tahap ini bagaimanapun membaha Dahl pada
penegasan bahwa yang akan dicapai di masa depan adalah bentuk demokrasi yang lebih maju.
(Fatah, 1994)
Sementara itu, P. Huntington memaparkan sejarah demokrasi yang berbeda.
Huntington membagi sejarah demokrasi kedalam tiga gelombang (Huntington, 1997).
Gelombang pertama berakar pada Revolusi Amerika dan Perancis dan ditandai dengan
munculnya institusi-institusi nasional yang demokratis sebagai sebuah fenomena abad ke-19.
Gelombang kedua dimulai pada perang Dunia II, yang ditandai dengan perimbangan
barudalam konstelasi antar bangsa akibat perang serta bermunculannya negara-negara
pascakolonial. Gelombang ketiga dimulai pada tahun 1974 ditandai oleh berakhirnya
kediktatoran Portugal dan terus berlanjut dengan gelombang besar demokratisasi di seluruh
bagian dunia secara spektakuler hingga tahun 1990.
14
C. Demokrasi Sebagai Norma Hidup Bersama
Demokrasi merupakan proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran, dan
penghayatan. Demokrasi merupakan bentuk pembiasaan sosial yang berkaitan dengan
hubungan manusia untuk membentuk demokrasi yang ideal seperti pendapat John Dewey
terdapat dua elemen dalam demokrasi yang ideal, (1) tidak hanya berkaitan dengan kepentingan
umum tetapi mengandalkan pada pengakuan kepentingan bersama, (2) tidak hanya interaksi
kelompok- kelompok sosial tetapi perubahan dan pembiasaan sosial. (Dewey, 1964)
Untuk mencapai kehidupan demokrasi yang ideal dukungan sosial dan lingkungan
adalah mutlak dibutuhkan. Menurut Azra ada enam (6) norma atau unsur pokok yang
dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah sebagai
berikut. (Azra, 2008)
Pertama, kesadaran akan pluralisme. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus
diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan
dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban warga negara dan negara
untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui keberadaannya.
Kedua, musyawarah. Makna dan semangat musyawarah adalah mengharuskan adanya
keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk
melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas
dalam setiap keputusan bersama.
Ketiga, cara haruslah sejalan dengan tujuan. Demokrasi pada hakikatnya tidak hanya
sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu, suksesi, kepemimpinan, dan aturan
mainnya) tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab.
Keempat, norma kejujuran dalam pemufakatan. Suasana masyarakat demokratis
dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni pemusyawaratan yang jujur dan sehat untuk
mencapai kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak.
Kelima, demokrasi sebagai kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk
mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republik dan
kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga
Keenam, kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban bagi semua (freedom of
conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianisme) merupakan norma
15
demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad baik orang dan
kelompok lain.
Keenam, trial and error (percobaan dan salah) dalam demokrasi. Demokrasi bukanlah
sesuatu yang telah selesai dan siap saji, tetapi merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam
kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk
menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi.
D. Macam-Macam Demokrasi
Banyak negara yang menerapkan sistem demokrasi. Masing-masing negara
menerapkan demokrasi dengan pemahaman tersendiri. Keanekaragaman tersebut dapat
dirangkum menjadi 3 tipe yaitu ideologi, cara penyaluran kehendak rakyat, dan titik perhatian.
(Sulisworo, Wahyuningsih, & Arif, 2012)
a. Berdasarkan Ideologi
Berdasarkan sudut pandang ideologi, sistem demokrasi dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu:
1) Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
Ciri khas pemerintahan ini adalah kekuasaan pemerintahannya
terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya. Kekuasaan pemerintah dibatasi
oleh konstitusi.
2) Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat memiliki cita-cita yaitu kehidupan tanpa kelas
sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Pada masa Perang Dingin, sistem
demokrasi rakyat berkembang di negara-negara Eropa Timur, seperti
Cekoslovakia, Polandia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan
Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat disebut juga “demokrasi
proletar” yang berhaluan Marxisme-komunisme.
b. Berdasarkan Cara Penyaluran Kehendak Rakyat
Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, sistem politik demokrasi
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Demokrasi Langsung
Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat secara langsung
mengemukakan kehendak dan pendapatnya didalam rapat yang dihadiri
16
oleh seluruh rakyat. Demokrasi ini dapat dijalankan apabila negara
berpenduduk sedikit dan berwilayah kecil. Sistem ini pernah berlaku di
Negara Athena pada zaman Yunani Kuno (abad IV SM).
2) Demokrasi Perwakilan (Demokrasi Representatif)
Pada saat ini, Demokrasi Perwakilan banyak digunakan dengan
alasan jumlah penduduk terus bertambah dan wilayahnya luas sehingga
tidak mungkin menerapkan sistem demokrasi langsung. Dalam
demokrasi perwakilan, rakyat menyalurkan kehendak dengan memilih
wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan (parlemen).
3) Demokrasi Perwakilan Sistem Referendum
Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan
gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Rakyat
memilih wakil mereka untuk duduk dalam lembaga perwakilan, tetapi
lembaga perwakilan tersebut dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan
sistem referendum dan inisiatif rakyat.
c. Berdasarkan Titik Perhatian
Berdasarkan Titik Perhatian, Demokrasi dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
1) Demokrasi Formal
Demokrasi formal adalah suatu sistem politik demokrasi yang
menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya
untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang
ekonomi. Dalam demokrasi ini, semua masyarakat dianggap memiliki
kedudukan dan hak yang sama.
2) Demokrasi Material
Sistem politik demokrasi yang menitikberatkan pada upaya-
upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan
persamaan bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang-kadang
dihilangkan.
3) Demokrasi Gabungan
Dalam Demokrasi Gabungan, persamaan derajat dan hak setiap
orang diakui, tetapi demi kesejahteraan seluruh aktivitas rakyat dibatasi.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat,
jangan sampai mengabaikan apalagi menghilangkan persamaan derajat
dan hak asasi manusia
17
E. Nilai Demokrasi
Saiful Arif mengatakan bahwa demokrasi tidak sebatas sistem politik maupun aturan-
aturan formal yang terdapat dalam konstitusi saja. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
demokrasi ditentukan oleh sejauh mana nilai-nilai lokal yang sejalan demokrasi itu diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai demokrasi seperti, penghormatan terhadap
sesama, toleransi, penghargaan atas pendapat orang lain dan kesamaan sebagai warga dan
menolak adanya diskriminasi. (Arif, 2007)
Robert. A. Dahl menjelaskan bahwa Demokrasi sebagai suatu gagasan politik di
dalamnya terkandung 5 (lima) kriteria/nilai, yaitu: (Muntoha, 2009)
1. Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat;
2. Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses
pembuatan keputusan secara kolektif;
3. Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk
memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis;
4. Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya keputusan eksklusif bagi masyarakat
untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga
yang mewakili masyarakat;
Menurut Zamroni, nilai-nilai yang terkandung dalam sistem demokrasi, yaitu sebagai
berikut: (Munir, 2009)
1. Toleransi,
2. Kebebasan mengemukakan pendapat,
3. Menghormati perbedaan pendapat,
4. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat,
5. Terbuka dan komunikasi,
6. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan,
7. Percaya diri,
8. Tidak menggantungkan pada orang lain,
9. Saling menghargai,
10. Mampu mengekang diri
11. Kebersamaan dan,
18
12. Keseimbangan,
Sementara itu, menurut Henry B. Mayo menyebutkan nilai-nilai yang terkandung
dalam sistem demokrasi, yaitu: (Ghofur, 2002)
1. Menyelesaikan perkara dengan damai dan sukarela;
2. Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam masyarakat yang selalu berubah;
3. Penggantian penguasa dengan teratur;
4. Penggunaan paksaan sedikit mungkin;
5. Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman;
6. Menegakan keadilan;
7. Memajukan ilmu pengetahuan;
8. Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan.
F. Perilaku Budaya Demokrasi
Menurut Rusli Karim dikatakan bahwa perilaku dan ciri-ciri orang yang memiliki
kepribadian demokratis adalah inisiatif, disposisi, toleransi, cinta akan keterbukaan, komitmen
dan tanggung jawab serta memiliki kerjasama dalam keterhubungan. (Karim, 1991)
Gabriel A. Almond mengajukan pengklasifikasian budaya politik sebagai berikut:
1. Budaya politik parokial, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang
disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Ciri-
ciri lain budaya politik parokial sebagai berikut
a. Frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi penentu budaya
politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali.
b. Tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus.
c. Peran-peran pemimpin masyarakatnya sangat berperan baik dalam
bidang politik, ekonomi dan keagamaan.
d. Partisipasi masyarakat sangat bergantung pada pemimpinnya.
2. Budaya politik kaula atau subyektif, yaitu masyarakat bersangkutan sudah
relatif maju tetapi masih bersifat pasif. Ciri-ciri lain budaya politik kaula atau
subyektif sebagai berikut
a. Frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik
secara umum dan objek output atau pemahaman mengenai penguatan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
19
b. Pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu
diperhatikan.
c. Masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem
politik.
3. Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran
politik sangat tinggi. Ciri-ciri lain budaya politik partisipan sebagai berikut
a. Masyarakat sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai penentu
budaya politik.
b. Masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem
politik secara umum tentang peran pemerintah dalam membuat
kebijakan beserta penguatan.
c. Berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung.
Budaya demokrasi dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga, sekolah serta
masyarakat dan negara. Menurut Rochmadi contoh perilaku yang merupakan perwujudan
budaya demokratis, sebagai berikut. (Rochmadi, 2012)
1. Budaya Demokrasi di Lingkungan Rumah
a. Bersikap terbuka terhadap orang tua dan anggota keluarga yang lain.
b. Menyampaikan pendapat dengan baik dan sopan serta tidak memaksakan
kehendak.
c. Mencoba memahami keadaan kesulitan yang dialami keluarga dengan baik.
d. Menyelesaikan masalah dalam keluarga dengan musyawarah dan secara
kekeluargaan.
2. Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekolah
a. Bersikap saling menghormati dan menghargai dengan sesama warga
disekolah (kepala sekolah, guru, teman dan warga sekolah yang lain).
b. Menyelesaikan setiap persoalan yang ada dilingkungan kelas ataupun
sekolah dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat (misalnya, saat
pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, dan penyusunan kelompok piket).
c. Dapat melaksanakan keputusan yang diambil sebagai kesepakatan bersama
dengan penuh tanggung jawab.
d. Melibatkan semua pihak dalam memecahkan setiap persoalan yang ada di
sekolah.
3. Budaya Demokrasi di Lingkungan Masyarakat dan Negara
20
Bermasyarakat adalah bagian dari berbangsa dan bernegara. Apa yang
diterapkan pada kegiatan bermasyarakat dengan sendirinya mengikuti ketentuan
dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Jika bangsa dan negara sudah
memutuskan demokrasi sebagai sistem yang dianut, maka kegiatan
bermasyarakat harus mengikutinya.
Sebelum masa reformasi, masyarakat Indonesia benarbenar hidup dalam
tekanan yang berat akibat tiadanya demokrasi. Pemerintahan Negara berjalan
secara otoriter. Kebebasan dan hak asasi manusia kurang diakui dan dijamin.
Begitulah yang terjadi jika kehidupan masyarakat jauh dari demokrasi.
Masyarakat atau warga negara yang sesungguhnya pemegang kedaulatan negara
seperti tidak hidup di negeri sendiri. Oleh sebab itu, sangat penting bahwa
demokrasi harus dihadirkan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika hal ini dapat
diwujudkan, kehidupan masyarakat akan menjadi demokratis. Adapun kehidupan
masyarakat yang demokratis akan membawa beberapa keuntungan sebagai
berikut:
a. Masyarakat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia.
b. Masyarakat akan saling bertoleransi, menghargai, dan menghormati
berbagai perbedaan atau asal-usul hidup.
c. Masyarakat dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara lebih
seimbang.
d. Masyarakat akan lebih kritis, aktif, dinamis, dan kreatif karena diberi
kebebasan beraktivitas dan menyampaikan pendapat.
e. Masyarakat lebih dapat menyalurkan aspirasinya kepada pemerintah
baik secara langsung maupun tidak langsung.
f. Masyarakat dapat menentukan pilihannya baik dalam politik (lewat
pemilu) maupun dalam bidang-bidang lain.
g. Masyarakat dapat turut serta dalam pembangunan lewat berbagai
aktivitas dan kreativias.
Berikut bentuk-bentuk demokrasi dilingkungan masyarakat dan negara:
a. Saling menghormati dan menghargai dengan sesama orang lain di
lingkungan masyarakat dan negara.
b. Memecahkan setiap persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat
dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
21
c. Ikut melaksanakan hasil keputusan bersama dengan penuh tanggung
jawab.
d. Bagi pelajar yang telah berusia 17 tahun dapat berperan serta dalam
pemilihan umum yang berlangsung sejak orde lama hingga masa
reformasi. Keikutsertaan dalam pemilu ini harus dilakukan dengan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
G. Tinjauan Hukum Kehidupan Terhadap Kebebasan Warga Negara dan Demokrasi di
Indonesia
Sebuah negara dikatakan demokratis apabila negara tersebut terus berproses menuju ke
masyarakat demokratis. Salah satu indikasi kuat kreteria negara demokratis adalah adanya
pemilihan umum yang jujur dan adil. Seperti diakui oleh pengamat Internasional bahwa sejak
tahun 1999 Indonesia sudah melaksanakan pemilu secara relatif adil dan jujur. Bahkan pada
pemilu tahun 1955 pun diakui sebagai pemilu yang adil.
Masalahnya sekarang kenapa dari pelaksanaan pemilu ataupun pilkada di banyak
daerah selalu diwarnai oleh keributan yang tidak jarang menjadi kerusuhan? Padahal jika kita
menilik nilai-nilai demokrasi sejatinya hal tesebut justru bertentangan dengan demokrasi.
Dalam pengamatan selanjutnya ternyata Indonesia masih dalam tataran melakasanakan
demokrasi pada tingkatan prosedural yaitu sesuai dengan prosedur demokratis seperti adanya
pemilu, adanya lembaga-lembaga perwakilan dan seterusnya.
Sistem demokrasi agaknya masih dinilai lebih baik dari sistem lainnya termasuk di
dalamnya sistem kerajaan, atau system militer yang cenderung fasis atau totaliter. System Islam
yang menunjuk pemipin sebagai raja juga dinilai cenderung oligarki (kekuasaan tidak
berpindah dari kerabatnya) sehngga dinilai merugikan kelompok lain.
Indonesia termasuk memilih system demokrasi. Namun demokrasi yang dimaksud,
agar para pemimpin partai/kelompok dalam mencari uang atau menyumbang ke dalam partai
harus dilakukan secara transparan dan akuntabilitas sehingga uang tersebut bukan dari hasil
keculasan atau korupsi. Itulah sebabnya, ketika UU politik disetujui banyak pihak berkomentar
agar factor modal tidak menjadi factor utama dalam mengembangkan system demokrasi
Indonesia. (Yusuf, 2011)
Mendapat kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, semua bebas berunjuk rasa
mengeluarkan segala aspirasinya. Namun sayang, aksi ini kadang-kadang dilakukan dengan
22
cara-cara yang tidak terpuji bahkan cenderung anarkis. Sejatinya unjuk rasa dilakukan untuk
membela kepentingan rakyat, tetapi yang terjadi justru merugikan rakyat yang lain, karna
banyaknya fasilitas publik yang menjadi rusak atau terganggu.
Di kalangan elit pejabat/politikus, kebebasan dalam dalam mengeluarkan pendapat juga
sangat bebas, sehingga tidak jarang memikirkan tentang etika politik dan bertutur kata yang
baik di muka publik. Hal tersebut tentu saja memberikan dampak yang negative, berupa tingkat
kepercayaan masyarakat menjadi menurun.
Mencermati fenomena yang terjadi sebagaimana tersebut di atas, kedepannya perlu ada
kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk menjamin semua kepentingan banyak
orang(masyarakat pada umumnya).
Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. karena pada kodratnya setiap
individu memiliki perbedaan, termasuk didalamnya adalah tingkat pengetahuan/pendidikan,
pola pikir, cara pandang dari suatu permasalahan pun berbeda.
Untuk dapat menjamin setiap warga negara dalam menjalankan haknya tersebut maka
komunitas/negara membuat aturan aturan agar dalam menjalankan haknya tersebut tidak
berbenturan dengan hak orang lain. sebagaimana tercantum dalam UUD 45 Amandemennya :
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan,
dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
23
References
Arif, S. (2007). Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Program Sekolah Demokrasi.
Azra, A. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Kencana.
Dewey, J. (1964). Democracy and Education. New York: The Macmillan Company.
Fatah, R. E. (1994). Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ghofur, A. (2002). Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Huntington, S. P. (1997). Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Karim, R. (1991). Pemilu Demokratis Kompetitif. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Munir, F. (2009). Konsep Negara Demokrasi. Jakarta: Retika Aditama.
Muntoha. (2009). Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum.
Rais, A. (1986). Demokrasi dan Proses Politik. Jakarta: LP3ES.
Rochmadi. (2012). Menjadikan Budaya Gotong-Royong Sebagai Common Identity dalam Kehidupan
Bertetangga Negara-Negara ASEAN. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sulisworo, D., Wahyuningsih, T., & Arif, D. B. (2012). Demokrasi. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Dahlan.
Wardani, K. D. (2007). Impeachtment Dalam Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Yusuf, T. (2011). Mengembangkan Demokrasi. Warta PUU. Retrieved from Warta.
Zada, K., & Muzayyad, I. (1999). Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Zainuddin, R. (1992). Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
24
BAB 2.
PEMILU DAN PRINSIP PEMILU
Pengantar :
Pemilu atau biasa yang disebut pemilu adalah proses memilih kandidat pemimpi disebuah
negara. Dalam suatu negara Demokrasi setiap individu mendapatkan jaminan terhadap hak-
hak dasar. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk
berserikat dan berkumpul, dan hak untuk menikmati persyang bebas. Dalam hal ini contoh
implementasinya adalah, hak untuk menyampaikan pendapatnya, juga yang menyangkut suatu
permasalahan suatu permasalahan yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya.
Sedangkan hak berkumpul dan berserikat ditandai dengan kebebasan untuk menentukan
lembaga atau oraganisasi mana yang ingin dibentuk atau dipilih dan Prinsip-prinsip universal
tentang penyelenggaraan pemilu yang bebas dan jurdil merupakan tantangan bagi setiap
penyelenggara pemilu. Pemilu bisa dilaksanakan dalam kondisi tidak ada kebebasan dan tidak
jujur serta tidak adil. Tapi legitimasi proses dan hasilnya menjadi persoalan yang berpotensi
menimbulkan kekacauan politik yang tidak mudah diselesaikan. Pemilu sebagai mekanisme
demokratis untuk perebutan kekuasaan bisa dengan mudah tergelincir menjadi konflik,
kerusuhan dan bahkan disintegrasi sosial yang melanda suatu bangsa, manakala
penyelenggaraan pemilu dianggap tidak memenuhi asas-asas universal pemilu yang bebas dan
jurdil (free and fair election). Setiap penyelenggara pemilu sudah seharusnya memahami nilai-
nilai universal yang diterima sebagai standar internasional mengenai pemilu yang bebas dan
jurdil.
Kata kunci:
Pengertian pemilu, Prinsip-prinsip Pemilu, pemilu bebas dan adil
Tujuan : Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pengertian pemilu, sejarah pemilu
dan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil.
25
Tujuan Khusus :
Pada akhir sesi peserta diharapkan:
 Memahami pengertian Pemilu
 Memahami Sejarah Pemilu di Indonesia
 Memahami pengertian pemilu bebas dan adil
 Memahami prinsip-prinsip pemilihan umum bebas dan adil dalam sistem perundang-
undangan tentang pemilihan umum
 Dapat menerapkan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil dalam penyelenggaraan
pemilihan umum.
Pokok Bahasan : Pengertian Pemilu, Prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil
Metode Pembelajaran :
1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian pemilu, sejarah pemilu, pemilu bebas
dan adil (free and fair election ) yang mereka pahami.
2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide
yang sama dikelompokkan dalam satu bagian.
3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta
melihat kembali daftar jawaban.
Catatan :
 Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian pemilu,
sejarah pemilu bebas dan adil.
 Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan Pengertian pemilu dan
Prinsip-prinsip pemilu bebas dan jurdil menurut DECLARATION ON CRITERIA
FOR FREE AND FAIR ELECTIONS the Inter-Parliamentary Council at its 154th
Session (Paris, 26 March 1994)
 Alokasi waktu 5 menit
26
1. Fasilitator menayangkan power point presentation yang berisi tentang poin-poin penting
pengertian pemilu, sejarah pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang bebas dan
adil.
2. Pada setiap pembahasan pengertian pemilu, sejarah pemilu, dan prinsip penyelenggaraan
pemilu bebas dan jurdil fasilitator merujuk pada pernyataan dari peserta yang sesuai yang
sudah dicatat di kertas plano.
3. Peserta mengidentifikasi jika ada pembahasan mengenai pengertian pemilu, sejarah
pemilu dan prinsip-prinsip yang belum dimunculkan dalam diskusi awal lalu
menambahkannya menjadi poin tambahan dalam kertas plano, sebagai hasil belajar
bersama.
4. Fasilitator bertanya ke peserta: berdasarkan pengalaman kepemiluan mereka sebelumnya
prinsip-prinsip apa paling sering dilanggar dan kenapa sering dilanggar, dan siapa paling
sering melanggar
5. Menutup presentasi fasilitator mengajukan pertanyaan langkah-langkah apa yang akan
mereka lakukan untuk memastikan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil tidak dilanggar
oleh penyelenggara, peserta pemilu maupun masyarakat pemilih.
6. Alokasi Waktu Maksimal 20 Menit
Catatan :
Sebagai bahan bacaan tambahan, fasilitator membagikan kepada peserta fotokopi
deklarasi universal hak asasi manusia, dan kovenan internasional hak-hak sipil dan
politik yang menjadi sumber penting pengaturan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil.
1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 5 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan
hitungan angka 1, 2, 3, 4 dan 5 . Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Peserta
dengan angka yang sama berkelompok menjadi satu.
2. Fasilitator membagikan naskah UUD 1945, UU No. 7 tahun 2017, atau Buku Pedoman
Rumah pintar pemilu
3. Masing-masing kelompok membahas materi sebagai berikut : Kelompok 1: membahas
UUD 1945, kelompok 2: UU Nomor 7 tahun 2017 Bagian pengertian pemilu dan
27
Penyelenggara Pemilu; Kelompok 3 : UU Nomor 7 Tahun 2017 Bagian Pemilihan
Presiden; Kelompok 4 : UU Nomor 7 tahun 2017 bagian pemilihan legislatif, kelompok 5
: Buku pedoman pemilu tentang sejarah pemilu
4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:
 Mengidentifikasi pasal-pasal yang mengatur dan menjamin penyelenggaraan
pemilihan umum yang bebas dan adil.
 Menjelaskan pengertian pemilu dalam bernegara
 Mendiskusikan bagaimana praktik Pemilu yang terjadi selama ini terutama
menyangkut prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil.
 Mendiskusikan sejarah pemilu di Negara Indonesia
 Mengidentifikasi apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi selama ini
agar prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil dapat dilaksanakan pada Pemilu
mendatang?
5. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok
presentasi selama 5 menit.
6. Menutup sesi ini, fasilitator perlu menarik kesimpulan tentang pemahaman pengertian
pemilu dan sejarah pemilu serta apakah prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil sudah
terakomodasi dalam kerangka hukum pemilu 2014 dan langkah-langkah strategis apa yang
perlu dilakukan peserta untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut dihormati dan dijaga.
7. Alokasi waktu maksimal 40 menit.
Materi dan Alat Pembelajaran yang dibutuhkan:
1. Spidol warna-warni.
2. Kertas plano (20 lembar)
3. Fotokopi, UUD 1945, UU Nomor 7 tahun 2017, buku pedoman Rumah Pintar Pemilu
4. Power Point Presentation tentang Prinsip-prinsip Pemilu Bebas dan Adil
5. Deklarasi Universal HAM , dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai bahan
bacaan tambahan sebanyak peserta
28
MATERI BAB II
PEMILIHAN UMUM DAN PRINSIP PEMILU
A. Pengertian Pemilu
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih
pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan pemimpin politik disini adalah
wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik ditingkat pusat
maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden,
gubernur, atau bupati/walikota.
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilihan Umum atau Pemilu adalah
sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konsep UU No 7 tahun 2017
mengamanatkan pemilihan umum 2019 secara serentak memili5 5 surat suara meliputi
Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinisi, DPRD Kab/kota.
B. Tujuan pemilu (UU NO 7 tahun 2017)
1. memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis;
2. mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas;
3. menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu;
4. memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengahrran pemilu; dan
5. meurujudkan pemilu yang efektif dan efisien
C. Asas dan prinsip (UU NO 7 Tahun 2017)
Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Prinsip pemilu adalah mandiri, jujur, adil,berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional,
profesional, akuntabel, efektif dan efisien
D. Manfaat Pemilu
Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan
karena:
29
1. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
2. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
kontitusional.
3. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
4. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
E. Sistem Pemilu
Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar pada
prinsip pokok, antara lain:
1. Sistem Distrik
Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga
yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada
intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi
menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah
wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan
demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang
memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih,
sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan
diperhitungkan atau dianggap hilang sekecil apapun selisih perolehan suara yang
ada sehingga dikenal istilah the winner-takes-all. Kelebihan sistem distrik antara
lain:
a. Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada
hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik
tersebut. Kandidat mengenal masyarakat serta kepentingan yang mereka
butuhkan.
b. Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan penyeleksian
yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan diajukan untuk
menjadi kandidat dalam pemilihan.
c. Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka
secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem
dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan dengan
lebih stabil.
Kekurangan Sistem Distrik Antara Lain:
30
a. Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang kalah
tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap hilang.
b. Partai-partai kecil atau golongan/kelompok minoritas/termarjinalkan yang
memperoleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak memiliki
wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, kaum
perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bersaing mengingat
terbatasnya kursi yang diperebutkan.
c. Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan kepentingan
rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrik-distrik yang lain.
2. Sistem Proporsional
Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik.
Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi
atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah
pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu
daerah pemilihan, begitupun sebaliknya. Sistem proporsional juga mengatur
tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk
kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut.
Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia
dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang
menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik
dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang
diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu. Kelebihan sistem proporsional
antara lain:
a. Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang
lebih kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga
sedikit suara yang hilang.
b. Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau dukungan yang
lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen karena suara mereka tidak
otomatis hilang atau tetap diperhitungkan.
c. Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang diperebutkan
dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu.
Kekurangan sistem proporsional antara lain:
31
a. Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat
mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil.
b. Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara
emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan kandidat juga
tidak mengenal karakteristik daerah pemilihannya, masyarakat pemilih dan
aspirasi serta kepentingan mereka. Kandidat lebih memiliki keterikatan
dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada
akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan
dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan
emosional tadi.
3. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).
a. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)
b. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan
setengahnya lagi dipilih melalui proporsional.
c. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.
F. Prinsip-prinsip Pemilu Bebas dan Adil
Sumber-sumber utama dari standar internasional yang diterapkan dalam
penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil adalah ;
 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948;
 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1960;
 Konvensi Eropa tahun 1950 (bersama protokolnya) untuk Perlindungan Hak
Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi;
 Dokumen Pertemuan Copenhagen tahun 1990 dari Konferensi Dimensi
Manusia pada Konferensi untuk Keamanan dan Kerja sama Eropa (CSCE);
 Deklarasi Amerika tahun 1948 tentang Hak dan kewajiban Manusia;
 Konvensi Amerika tahun 1969 tentang Hak Asasi Manusia dan
 Piagam Afrika tahun 1981 tentang Hak Manusia dan Masyarakat.
Sementara itu prinsip-prinsip pemilu yang bebas dan adil dapat ditemukan
dalam dokumen Declaration On Criteria For Free and Fair Elections, yang merupakan
hasil pertemuan The Inter-Parliamentary Council pada pertemuan ke 154 di Paris
tanggal 26 Maret 1994.
32
Prinsip-prinsip pemilu yang bebas dan adil dimaksudkan sebagai standar
internasional yang dijadikan pedoman semua negara anggota Majelis Parlemen
Internasional dalam menyelenggarakan pemilihan umum, karena itu negara anggota
wajib mengadopsi dalam ketentuan perundang-undangan nasional mereka, berikut
adalah inti dari deklarasi tersebut;
1. Pemilihan yang Bebas dan Adil
Berdasarkan deklarasi tersebut pengertian pemilu yang bebas dan adil
setidaknya harus memenuhi syarat bahwa pemilu tersebut mencerminkan
kehendak rakyat yang genuine, yang asli dan bonafid, yang bebas dari
intimidasi, dan diselenggarakan secara adil. Keteraturan pelaksanaan pemilu
juga menjadi prinsip yang penting, sama pentingnya dengan hak politik
universal yaitu hak untuk memilih dan dipilih, serta kerahasiaan pilihan untuk
menjamin pemilih bebas dari intimidasi politik karena pilihan-pilihan
politiknya.
Pemilu yang mencerminkan kehendak rakyat yang genuine, yang asli dan
bonafid adalah pemilu yang mensyaratkan adanya proses pemilihan umum yang
menjamin tidak adanya distorsi terhadap kehendak rakyat. Distorsi terhadap
kehendak rakyat dapat terjadi karena adanya intimidasi, pemaksaan kepada
rakyat berupa ancaman sehingga rakyat tidak lagi punya kehendak bebas untuk
menentukan pilihannya dalam pemilihan umum. Tapi distorsi terhadap
kehendak rakyat ini juga dapat terjadi melalui kecurangan dalam
penyelenggaraan pemilihan umum, sehingga pilihan rakyat dapat dialihkan
melalui berbagai macam cara kepada pihak-pihak tertentu, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan pada rakyat. Memindahkan suara dari satu partai
kepada partai lain atau dari satu kandidat kepada kandidat yang lain merupakan
bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip kehendak rakyat yang asli atau yang
genuine ini. Negara dan Penyelenggara Pemilu serta Peserta Pemilu harus
memastikan distorsi baik berupa intimidasi maupun kecurangan dapat dicegah
dan diberi sanksi yang tegas. Dalam beberapa hal distorsi terhadap kehendak
rakyat yang genuine ini dapat terjadi karena bujuk rayu termasuk dengan
menggunakan suap politik (money politic).
2. Hak Memilih
Hak warga negara untuk memberikan suara dan berkampanye demi
kedudukan publik adalah hal umum bagi negara-negara demokratis. Umumnya
33
hak- hak ini tunduk pada syarat-syarat tertentu seperti kewarganegaraan, usia,
dan kediaman. Pengakuan konstitusional terhadap hak untuk memilih dan
dipilih ini merupakan hak asasi yang penting dalam pemilihan umum.
Dimasa yang lalu pembatasan terhadap hak memilih dan dipilih ini pernah
dilakukan atas dasar pertimbangan politik. Warga negara yang pernah dihukum
secara politik (dianggap terlibat G 30 S/PKI) kehilangan hak memberikan suara.
Begitu juga terhadap para pemimpin oposisi yang dihukum oleh pengadilan
bermuatan politik, berakibat hilangnya hak-hak politik mereka. Pembatasan
politik seperti ini menjadi perlu dipertanyakan, karena menghilangkan hak suara
secara universal.
Para penyelenggara pemilu dituntut memahami pentingnya hak memilih
dan dipilih ini, dan dituntut menghargai hasil perjuangan penting era reformasi
yang menghilangkan hambatan-hambatan politik untuk berpartisipasi dalam
pemilihan umum. Sebagai hasil perjuangan penting dalam reformasi politik, hak
politik warga negara saat ini praktis tidak ada hambatan yang berarti. Undang-
undang hanya mengatur bahwa sepanjang warga negara sudah mencapai usia 17
tahun atau sudah pernah kawin, dan terdaftar dalam daftar pemilih, seorang
warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih. Bahkan Mahkamah
Konstitusi meringankan syarat tersebut, dengan cukup memiliki kartu tanda
penduduk atau identitas lainnya, seorang warga negara dapat menggunakan hak
pilihnya jika yang bersangkutan tidak terdaftar dalam daftar pemilih.
3. Badan Penyelenggara Pemilu yang Independen dan tidak berpihak
Negara demokrasi baru mempunyai kecenderungan membentuk badan
penyelenggara pemilu independen. Hal ini antara lain disebabkan oleh lemahnya
tradisi ketidakberpihakan yang lazim ditemukan di negara demokrasi baru.
Salah satu sebab yang patut diperhitungkan adalah kuatnya kesan
ketidaknetralan badan penyelenggara dimasa lalu yang didominasi aparat
pemerintah. Karena itu, lembaga penyelenggara independen merupakan cikal
bakal penting untuk membangun tradisi ketidakberpihakan dalam pemilihan
umum.
Pemilu yang demokratis mengharuskan penyelenggara pemilu tidak
berpihak dan independen dari pemerintah atau pengaruh lainnya. Hal ini penting
karena penyelenggara pemilu membuat dan melaksanakan keputusan yang
dapat mempengaruhi hasil pemilihan umum.
34
Tugas dan fungsi badan penyelenggara pemilu paling tidak meliputi :
 Memastikan bahwa para pejabat pemilu dan staf yang bertanggung jawab
atas penyelenggaraan pemilu dilatih dengan baik dan bertindak adil dan
independen dari setiap kepentingan politik;
 Memastikan bahwa prosedur pemberian suara yang jelas telah dibuat dan
disosialisasikan kepada masyarakat pemilih;
 Memastikan bahwa para pemilih diberitahu dan dididik tentang proses
pemilihan, partai politik yang bertarung, dan calon-calonnya;
 Memastikan pendaftaran para pemilih dan memperbarui daftar pemilih;
 Memastikan kerahasiaan pemilih;
 Memastikan integritas kertas suara melalui langkah-langkah yang sesuai
untuk mencegah pemberian suara secara tidak sah dan curang;
 Memastikan integritas proses penghitungan yang transparan, membuat
tabulasi, dan menjumlahkan suara.
 Mengesahkan hasil akhir pemilu;
 Menetapkan batasan-batasan pemilu;
 Memantau dan mengawasi pembiayaan dan pengeluaran kampanye pemilu;
 Meneliti, memberikan saran kepada pemerintah dan/atau DPR, serta badan
penghubung internasional.
Unsur-unsur penting dari pemilu yang bebas dan adil pada badan
penyelenggara pemilu mencakup yaitu independen dan ketidakberpihakan.
Maksudnya adalah badan penyelenggara pemilu tidak boleh tunduk pada arahan
pihak mana pun, pihak berwenang ataupun partai politik.
4. KAMPANYE PEMILU YANG BEBAS DAN DEMOKRATIS
Kampanye adalah cara parpol dan kandidat mendekati pemilih dengan
menawarkan program dan pemecahan masalah yang mereka tawarkan secara
bebas kepada para pemilih. Karena itu kampanye yang bebas dan demokratis
adalah prasyarat penting bagi pemilu yang bebas dan adil.
Dalam kampanye yang bebas dan demokratis harus ada jaminan sebagai
berikut:
 Jaminan atas kebebasan berbicara dan kebebasan mengeluarkan
pendapat, dan batasan apa pun yang terkait hak ini harus masuk akal dan
ditetapkan dalam Undang-undang;
35
 Adanya akses yang adil terhadap media, terutama media elektronik,
yang diberikan kepada semua peserta pemilu dan kandidat;
 Adanya akses yang adil terhadap sumber daya untuk melakukan
kampanye pemilu yang dipercaya, termasuk dana negara dan swasta jika
diizinkan dalam Undang-undang;
 Tidak ada partai dan kandidat (terutama dari partai yang sedang
berkuasa) yang diutamakan dalam hal keuangan atau sebaliknya,
terutama melalui pemanfaatan terhadap sumber daya negara dibanding
partai-partai yang lain, sehingga semua pihak terkait dengan pemilu
mempunyai peluang keberhasilan yang sama.
 Jaminan tidak digunakannya ancaman kekerasan terhadap partai atau
kandidat, atau hasutan untuk menggunakan kekerasan untuk
menghambat kandidat lain dalam melakukan kampanye;
 Adanya jeda waktu satu atau dua hari sebelum pemungutan suara untuk
memberikan kesempatan para pemilih mempertimbangkan opsi dan
melaksanakan hak memberikan suara dengan bebas tanpa tekanan yang
tidak wajar.
Pengaturan kampanye dalam pemilu harus bisa menjamin tidak terjadinya
tindak kekerasan dan ancaman penggunaan kekerasan yang dapat mencederai
kebebasan pemilih.
Kampanye yang bebas dan demokratis juga harus menjamin tidak adanya
kegiatan yang mengganggu, merusak, atau menghalang-halangi upaya
kampanye dari setiap partai lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat
dikategorikan mengganggu, merusak dan menghalangi upaya kampanye partai
lain adalah sebagai berikut :
 Menghambat pendistribusian pamflet, brosur, maupun poster dari partai
dan kandidat lainnya;
 Merusak atau menghancurkan poster dari partai dan kandidat lainnya;
 Merusak harta pribadi atau milik pemerintah atau gedung-gedung
publik dengan menulis slogan, menempelkan poster dll.;
 Menghambat partai lain mana pun untuk melakukan rapat umum,
pertemuan, baris-berbaris, atau demonstrasi;
36
 Berupaya mencegah setiap orang untuk menghadiri rapat umum partai
politik dari partai lainnya;
 Memperkenankan para pendukungnya untuk melakukan sesuatu yang
dilarang oleh kode etik
5. Surat Suara Yang Rahasia
Standar pemilu demokratis mengharuskan adanya jaminan tempat
pemungutan suara dapat diakses, terdapat pencatatan yang akurat terhadap
kertas suara, dan yang paling penting jaminan kerahasiaan surat suara. Pemilu
dapat menggunakan surat suara yang rahasia atau prosedur lain yang setara,
bebas, dan rahasia. Prinsip kebebasan dan dan kerahasiaan pilihan harus
dikedepankan, meskipun prosedur pemberian suara dapat saja diganti dengan
menggunakan e-voting.
Kerahasiaan surat suara adalah metode yang efektif untuk melawan
pembelian suara (vote buying), intimidasi terhadap pemilih, dan pengaruh-
pengaruh lain yang tidak seharusnya. Anggota panitia pemungutan suara dan
pihak lain mana pun dilarang melihat surat suara yang sudah ditandai oleh
pemilih, kecuali pada saat penghitungan suara. Pengecualian dapat diberikan
kepada pihak yang diberikan wewenang membantu pemilih yang tunanetra, atau
pemilih yang mempunyai kelemahan fisik atau buta huruf. Namun petugas yang
berwenang tidak boleh menguasai surat suara yang sudah ditandai oleh pemilih
sampai dimasukkan ke dalam kotak suara.
6. Kehadiran Pemantau Pemilu
Pemantau pemilihan umum baik nasional maupun internasional sangat
membantu meningkatkan kredibilitas proses dan hasil pemilihan umum. Proses
pemilu yang transparan merupakan bagian dari prinsip penyelenggaraan pemilu
yang bebas dan adil. Pemantauan juga berguna untuk menekan kecurangan di
hari pemungutan suara.
Saat ini ada kecenderungan meningkat jumlah pemantau pemilu dari
organisasi-organisasi civil society. Keterlibatan pemantau merupakan bagian
penting dari partisipasi masyarakat sipil dalam pemilihan umum, karena itu
peraturan perundang-undangan harus mengatur hak dan kewajiban mereka
sebagai pemantau pemilu.
37
Penyelenggara pemilu harus mengatur hal-hal yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan status akreditasi sebagai pemantau dan keadaan-keadaan di mana
status pemantau dapat dicabut. Penyelenggara juga harus menjamin hak-hak
pemantau seperti memeriksa dokumen, menghadiri rapat, memantau kegiatan-
kegiatan pemilu pada semua tingkatan dan setiap saat, serta mendapatkan
salinan resmi hasil penghitungan, tabulasi dan dokumen-dokumen pada semua
tingkatan. Di samping itu penyelenggara juga harus menetapkan apa yang tidak
boleh dilakukan pemantau.
G. Sejarah Pemilihan Umum
1. Pemilu 1955 (Masa Parlementer).
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan dalam sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru berusia 10 (sepuluh) tahun. Pemilu 1955
dilaksanakan pada masa Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin
Harahap. Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) kali, yaitu untuk memilih anggota
DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante pada
15 Desember 1955.
b. Dasar Hukum Penyelenggaraan
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang pemilihan Anggota Konstituante
dan Anggota DPR sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 1953.
 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954 tentang Menyelenggarakan
Undang-Undang Pemilu.
 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1954 tentang Cara Pencalonan
Keanggotaan DPR/Konstituante oleh Anggota Angkatan Perang dan
Pernyataan Non Aktif/Pemberhentian berdasarkan penerimaan keanggotaan
pencalonan keanggotaan tersebut, maupun larangan mengadakan Kampanye
Pemilu terhadap Anggota Angkatan Perang.
c. Badan Penyelenggara Pemilu
Untuk menyelenggarakan Pemilu dibentuk badan penyelenggara pemilihan,
dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4
Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953, yaitu:
 Panitia Pemilihan Indonesia (PPI): mempersiapkan dan menyelenggarakan
pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR. Keanggotaan PPI
38
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan)
orang, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.
 Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk di setiap daerah pemilihan untuk membantu
persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota
DPR. Susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota, dengan masa kerja 4 (empat)
tahun.
 Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh
Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu panitia pemilihan
mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan
anggota DPR.
 Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk di setiap kecamatan oleh Menteri
Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan
pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan
pemungutan suara. Keanggotaan PPS sekurang-kurangnya 5 (lima) orang
anggota dan Camat karena jabatannya menjadi ketua PPS merangkap anggota.
Wakil ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas nama
Menteri Dalam Negeri.
d. Peserta Pemilu 1955
Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34
organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota
Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi
kemasyarakatan, dan 29 perorangan. Partai politik tersebut antara lain :
 Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh
Moh.Yusuf Sarjono
 Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr. Sukirman
Wirjosardjono
 Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Nyono
 Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Sutan Dewanis
 Partai Kristen Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh DS.
Probowinoto
 Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh Mr. Amir
Syarifudin.
39
 Partai Rakyat Sosialis, berdiri 20 Nopember 1945 diketuai oleh Sutan Syahrir
 Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember 1945, diketuai
oleh J. Kasimo
 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB. Assa
 Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis, menjadi Partai
Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh Sutan Syahrir, Amir
Syarifudin dan Oei Hwee Goat
 Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan Serikat Rakyat
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946, diketuai
oleh Sidik Joyosuharto.
2. Pemilu 1971-1997 (Masa Orde Baru)
i. Pemilu 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia.
Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah
pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini
diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam
DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih
memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia
(LUBER).
 Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut
hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
 Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
 Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya
menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari
siapapun dan dengan cara apapun.
40
 Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak
akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa
yang dipilihnya.
c. Dasar Hukum
 TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
 TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
 UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan
Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat 4) UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
 UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor
3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya
terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan
Badan Perbekalan dan Perhubungan.
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI), di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di
kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan
disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan di desa/kelurahan disebut Panitia
Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan
penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Bagi warga negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN),
Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu 1971
 Partai Nahdlatul Ulama
 Partai Muslim Indonesia
 Partai Serikat Islam Indonesia
 Persatuan Tarbiyah Islamiiah
 Partai Nasionalis Indonesia
 Partai Kristen Indonesia
41
 Partai Katholik
 Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
 Partai Murba
 Sekber Golongan Karya
ii. Pemilu 1977
a. Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2
Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan
sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.
 Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
 Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
 Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
 Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
 Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang memiliki
struktur yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu PPI ditingkat
pusat, PPD I di provinsi, PPD II di kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan,
Pantarlih di desa/kelurahan, dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia di luar negeri
dibentuk PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu
Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971
sehingga Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu : 1) Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi/penggabungan dari: NU, Parmusi, Perti,
dan PSII. 2) Golongan Karya (GOLKAR). 3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
merupakan fusi/penggabungan dari: PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan
Partai Murba.
42
iii. Pemilu 1982
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada
pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982.
Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu
1971 dan Pemilu 1977, yaitu masih menggunakan sistem perwakilan berimbang
(proporsional).
b. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia.
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur
organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS,
Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1982
 Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
 Golongan Karya (Golkar).
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
iv. Pemilu 1987
a. Sistem Pemilu
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 23
April 1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan
sistem yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan
berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
43
c. Dasar Hukum
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.
 UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2
Tahun 1980.
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1982, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan
KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1987
 Partai Persatuan Pembangunan.
 Golongan Karya
 Partai Demokrasi Indonesia.
v. Pemilu1992
a. Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni
1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim
yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu Pemilu 1992
Dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1988 tentang Pemilu.
 UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2
Tahun 1980.
 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.
 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985
44
 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990 d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih
dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
d. Peserta Pemilu 1992.
 Partai Persatuan Pembangunan.
 Golongan Karya.
 Partai Demokrasi Indonesia.
vi. Pemilu 1997
a. Sistem Pemilu
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29
Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan
sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan
berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR
Nomor III/ MPR/1993 tentang Pemilu.
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.
 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih
dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1997.
 Partai Persatuan Pembangunan.
 Golongan Karya.
45
 Partai Demokrasi Indonesia.
3. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi)
i. Pemilu 1999
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan
suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah
Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan
berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Dasar Hukum.
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari unsur partai politik dan
5 orang wakil pemerintah. Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU juga dibantu
oleh Sekretariat Umum KPU. Penyelenggara pemilu tingkat pusat dilaksanakan
oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur anggotanya sama
dengan KPU. Untuk penyelenggaraan di tingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I,
PPD II, PPK, PPS, dan KPPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan
oleh PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil
parpol peserta Pemilu ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-
tokoh masyarakat.
46
e. Peserta Pemilu 1999.
Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik, yaitu :
ii. Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih
langsung wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD, dan DPRD serta memilih langsung
presiden dan wakil presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada
tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta
Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia
periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk
1. Partai Indonesia Baru.
2. Partai Kristen Nasional Indonesia.
3. Partai Nasional Indonesia.
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia.
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia.
6. Partai Ummat Islam.
7. Partai Kebangkitan Umat.
8. Partai Masyumi Baru.
9. Partai Persatuan Pembangunan.
10. Partai Syarikat Islam Indonesia.
11. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.
12. Partai Abul Yatama.
13. Partai Kebangsaan Merdeka.
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa.
15. Partai Amanat Nasional.
16. Partai Rakyat Demokratik.
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905.
18. Partai Katholik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat.
20. Partai Rakyat Indoneia.
21. Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi.
22. Partai Bulan Bintang.
23. Partai Solidaritas Pekerja.
24. Partai Keadilan.
25. Partai Nahdlatul Umat
26. PNI-Front Marhaenis.
27. Partai Ikatan Pend.Kmd. Indonesia
28. Partai Republik.
29. Partai Islam Demokrat.
30. PNI-Massa Marhaen.
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak.
32. Partai Demokrasi Indonesia.
33. Partai Golongan Karya.
34. Partai Persatuan.
35. Partai Kebangkitan Bangsa.
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia.
37. Partai Buruh Nasional.
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan
Gotong Royong (MKGR).
39. Partai Daulat Rakyat.
40. Partai Cinta Damai.
41. Partai Keadilan dan Persatuan.
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh
Indonesia.
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia.
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika.
45. Partai Solidaritas Uni Nasional
Indonesia.
46. Partai Nasional Demokrat.
47. Partai Umat Muslimin Indonesia.
48. Partai Perkerja Indonesia.
47
masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20
September 2004 (putaran II).
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu
sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk
didalamnya DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dilaksanakan dengan
sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka.
Partai politik akan mendapatkan kursi sejumlah suara sah yang diperolehnya.
Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai
BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan
nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
c. Dasar Hukum.
 Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
 Undang-undang No. 12 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD dan DPRD.
 Undang Undang Nomor 23 tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan
Wakil Presiden.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Penyelenggaraan Pemilu 2004 dilakukan oleh KPU. Penyelenggaraan
ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/kota
oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat
juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia
Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat
desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di
TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar
Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri
(KPPSLN).
48
e. Peserta Pemilu 2004.
 Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2004 diikuti oleh 24 partai,
yaitu :
 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004
Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama)
sebanyak 5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut:
NO Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran I
1 H. Wiranto, SH. dan Ir. H.Salahuddin Wahid
2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi
3 Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
4 H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
5 Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc.
Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh
1. Partai Nasional Indonesia
Marhaenisme (PNI Marhaenisme).
2. Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD).
3. Partai Bulan Bintang (PBB).
4. Partai Merdeka.
5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
6. Partai Persatuan Demokrasi
Kebangsaan (PDK).
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru
(PIB).
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
(PNBK).
9. Partai Demokrat.
10. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia (PKP Indonesia).
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
(PPDI).
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah
Indonesia (PPNUI).
13. Partai Amanat Nasional (PAN).
14. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).
15. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
16. Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
17. Partai Bintang Reformasi (PBR).
18. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP).
19. Partai Damai Sejahtera.
20. Partai Golongan Karya (Partai
Golkar).
21. Partai Patriot Pancasila.
22. Partai Sarikat Indonesia.
23. Partai Persatuan Daerah (PPD).
24. Partai Pelopor.
49
suara lebih dari 50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
putaran II (kedua), dengan peserta dua pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang memperoleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua,
yaitu :
NO Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran II
1 Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi
2 H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
iii. Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132
Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih
presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada
tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran).
a. Sistem Pemilu
Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik
mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem
ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya
yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang
memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan
sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap
provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.
b. Asas Pemilu
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Dasar Hukum
 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum;
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD;
50
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara
pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan
oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu
yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan
di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
e. Peserta Pemilu
 Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai, 38
partai merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal Aceh.
Partai-partai tersebut adalah
1. Partai Hati Nurani Rakyat
2. Partai Karya Peduli Bangsa
3. Partai Pengusaha dan Pekerja
Indonesia
4. Partai Peduli Rakyat Nasional
5. Partai Gerakan Indonesia Raya
6. Partai Barisan Nasional
7. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Amanat Nasional
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah
13. Partai Kebangkitan Bangsa
14. Partai Pemuda Indonesia
15. Partai Nasional Indonesia
Marhaenisme
16. Partai Demokrasi Pembaruan
17. Partai Karya Perjuangan
18. Partai Matahari Bangsa
51
 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon,
yaitu :
1) Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Prabowo Subianto (didukung oleh
PDIP, Partai Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan,
Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PSI, PPNUI)
2) Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. Dr. Boediono (didukung oleh
Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR,
PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai RepublikaN, Partai Patriot, PNBKI,
PMB, PPI, Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB, Partai PDI)
3) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan H. Wiranto, S.IP (didukung oleh
Partai Golkar, dan Partai Hanura)
iv. Pemilu 2014
Pemilu 2014 merupakan pemilu ke-empat pada masa reformasi yang
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2014 untuk memilih 560
Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun
DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019. Sedangkan untuk memilih
presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 20014-2019 diselenggarakan pada
tanggal 9 Juli 2014 (satu putaran).
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republika Nusantara
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya
24. Partai Persatuan Pembangunan
25. Partai Damai Sejahtera
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan
Indonesia.
27. Partai Bulan Bintang
28. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.
29. Partai Bintang Reformasi
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia
33. Partai Indonesia Sejahtera.
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama
35. Partai Aceh Aman Seujahtra (Partai
Lokal)
36. Partai Daulat Aceh (Partai Lokal)
37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh
(Partai Lokal)
38. Partai Rakyat Aceh (Partai Lokal)
39. Partai Aceh (Partai Lokal)
40. Partai Bersatu Aceh (Partai Lokal)
41. Partai Merdeka
42. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah
Indonesia
43. Partai Sarikat Indonesia
44. Partai Buruh
52
a. Sistem Pemilu
Pemilu 2014 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik
mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem
ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya
yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang
memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan
sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap
provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Dasar Hukum.
 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum;
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD;
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara
pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan
oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu
yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan
di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
53
e. Peserta Pemilu
 Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 diikuti oleh 15 partai, 12
partai merupakan partai nasional dan 3 partai merupakan partai lokal Aceh.
Partai-partai tersebut adalah :
 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon,
yaitu :
1) Ir. H. Joko Widodo dan Dr.(H.C.) Drs. H. Jusuf Kalla yang diusung oleh
PDIP, Nasdem, PKB, Hanura
2) Letnan Jenderal (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Ir.
M. Hatta Rajasa yang diusung oleh Gerindra, PKS, PAN, PPP, PBB dan
Partai Golkar
v. Pemilu 2019
Pemilu 2014 merupakan pemilu ke-empat pada masa reformasi yang
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 17 April 2019 untuk memilih 575
Anggota DPR, 136 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun
DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2019-2024. Sedangkan untuk memilih
presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 20019-2024 diselenggarakan pada
tanggal 17 April 2019 (satu putaran). Ini adalah kali pertama indonesia melaksanakan
pemilu secara serentak pada 17 april 2019, aka nada 5 jenis surat suara yang diterima
saat pemilih datang kke TPS, antara lain : Kelimanya adalah surat suara DPR RI,
DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD RI, dan surat suara pilpres.
1. Partai NasDem
2. Partai Kebangkitan Bangsa
3. Partai Keadilan Sejahtera
4. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
5. Partai Golongan Karya
6. Partai Gerakan Indonesia Raya
7. Partai Demokrat
8. Partai Amanat Nasional
9. Partai Persatuan Pembangunan
10. Partai Hati Nurani Rakyat
11. Partai Bulan Bintang
12. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia
13. Partai Damai Aceh
14. Partai Nasional Aceh
15. Partai Aceh
54
a. Sistem Pemilu.
Pemilu 2019 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik
mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem
ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya
yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang
memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan
sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap
provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Dasar Hukum.
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Meliputi Penyelenggara hingga peserta
pemilu
d. Badan Penyelenggara Pemilu
UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara
pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan
oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu
yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan
di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
55
e. Peserta Pemilu
 Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2019 diikuti oleh 20 partai, 16
partai merupakan partai nasional dan 4 partai merupakan partai lokal Aceh.
Partai-partai tersebut adalah :
 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon,
yaitu :
1) Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin yang diusung oleh
PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, PPP, PKPI, Golkar,
2) Letnan Jenderal (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan H.
Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A yang diusung oleh Gerindra,
PAN, Demokrat dan PKS
1. Partai Kebangkitan Bangsa
2. Partai Gerakan Indonesia Raya
3. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
4. Partai Golongan Karya
5. Partai Nasdem
6. Partai Gerakan Perubahan Indonesia
7. Partai Berkarya
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Persatuan Indonesia
10. Partai Persatuan Pembangunan
11. Partai Solidaritas Indonesia
12. Partai Amanat Nasional
13. Partai Hati Nurani Rakyat
14. Partai Demokrat
15. Partai Bulan Bintang
16. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia
17. Partai Aceh
18. Partai Suara Independen Rakyat Aceh
19. Partai Daerah Aceh
20. Partai Nanggroe Aceh
56
BAB III
POLITIK UANG (Money Politic) dan PATRONASE
Pengantar :
Money politic atau yang sering disebut dengan politik uang merupakan pertukaran uang
dengan sebuah kebijakan atau keputusan politik yang mengatasnamakan kepenting rakyat
tetapi sesungguhnya membawa kepentingan partai/ kelompok/ pribadi. bahwa politik uang
menggambarkan praktik yang lebih merujuk pada distribusi uang dalam bentuk tunai
maupun barang dari kandidat di saat pemilu . Hal tersebut ia artikan dengan melihat
fenomena perkembangan zaman yang mulai mengartikan politik uang ke dalam konteks
yang lebih sempit. Patronase sebagai sebuah pembagian keuntungan di antara politisi
untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau
pengiat kampanye, dalam rangka mendapatkan keuntungan politik dari mereka. Patronase
merupakan pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti
pekerjaan atau kontrak proyek) yang didistribusikan oleh politisi, termasuk keuntungan
yang ditujukan untuk individu ( misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada
kelompok/ komunitas( misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok/
komunitas ( misalnya,lapangan sepak bola baru untuk para pemuda di sebuah kampung).
Patronase juga bisa berupa uang tunai atau barang yang didistribusikan kepada pemilih
yang berasal dari dana pribadi. Cost Politik’ atau dana politik adalah dana wajib yang harus
dianggarkan PelakuPolitik yang digunakan untuk membeli spanduk, poster, baju
kampanya, bendera kampanye dan bahkan untuk mebuat iklan di media massa atau TV
sekalipun serta biaya akomodasi,transportasi
Kata kunci:
Politik uang (Money politic) dan Patronase
Tujuan :
 Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai Politik uang dan Patronase
 Memberikan pemahaman kepada peserta perbedaan politik uang dan dana politik
57
Tujuan Khusus :
Pada akhir sesi peserta diharapkan:
 Memahami pengertian politik uang dan patronase
 Memahami Tipe-tipe politik uang dan patronase
 Memahami Dampak Buruk Politik uang dan Patronase
 Memahami Perbedaan Politik uand dan dana politik
Pokok Bahasan : Politik uang, Patronase, dan Dana politik
Metode Pembelajaran :
CARA PERTAMA
1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian Politik uang , Patronase dan dana politik
2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide
yang sama dikelompokkan dalam satu bagian.
3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta
melihat kembali daftar jawaban
Catatan :
 Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian Politik uang ,
Patronase dan Dana Politik
 Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan Salah satu referensi Buku
Politik Uang DI Indonesia Karya Edward Aspinall dan Mada Sukamajati
 Alokasi waktu 5 menit
CARA KEDUA
1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan hitungan
angka 1,2,3,dan 4. Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Perserta dengan angka
yang sama berkelompok menjadi satu
2. Fasilitator membagikan materi mengenai politik uang,patronase dan dana politik
3. Masing-masing Kelompok membahas materi sebagai berikut Kelompok 1 : membahas
Pengertian Politik uang dan dampak politik uang, Kelompok 2 : Membahas kasus-kasus atau
praktik yang terjadi mengenai politik uang disekitar lingkungan anda, Kelompok 3 :
menjelaskan pengertian Patronase dan varian patronase
4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:
 Mengidentifikasi dampak politik uang dan pengertiannya
 Mendiskusikan bagaimana praktik politik uang terjadi
5. Mengidentifikasi apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi selama ini agar peserta
tidak melakukan praktik politik uang
6. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok presentasi
selama 5 menit.
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf
MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf

More Related Content

Similar to MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf

RPP 2 Presentasi.docx
RPP 2 Presentasi.docxRPP 2 Presentasi.docx
RPP 2 Presentasi.docx
smkypksumedang
 
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
eli priyatna laidan
 
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1Tugas pendidikan kewarganegaraan 1
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1Fherdie Deck
 
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi newBab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
eli priyatna laidan
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaMuhamad Yogi
 
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdfMODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
RahmatAntasari2
 
Modul pkn kelas 12 sma pers
Modul pkn kelas 12 sma persModul pkn kelas 12 sma pers
Modul pkn kelas 12 sma pers
akhdi romli
 
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase EKegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
rikaefirianti1
 
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdfTUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
HendroGunawan8
 
Buku guru pkn sma xi
Buku guru pkn sma xi Buku guru pkn sma xi
Buku guru pkn sma xi
ahmad akhyar
 
Perkembangan Demokrasi diIndonesia
Perkembangan Demokrasi diIndonesiaPerkembangan Demokrasi diIndonesia
Perkembangan Demokrasi diIndonesia
WahyuElfina
 
Pkn (klmpk 3)
Pkn (klmpk 3)Pkn (klmpk 3)
Pkn (klmpk 3)
Santy Aethelwine
 
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptxPRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
RednaAmbar
 
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F EPembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
JokoPramono46
 
Tanggung Jawab
Tanggung JawabTanggung Jawab
Tanggung Jawab
SMA Negeri 9 KERINCI
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
norma 28
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
Bab 1Bab 1
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
DankSably1
 

Similar to MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf (20)

RPP 2 Presentasi.docx
RPP 2 Presentasi.docxRPP 2 Presentasi.docx
RPP 2 Presentasi.docx
 
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
 
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1Tugas pendidikan kewarganegaraan 1
Tugas pendidikan kewarganegaraan 1
 
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi newBab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
Bab 3 rpp ppkn sma kls xi menelusuri dinamika demokrasi new
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
 
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdfMODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
MODUL P5 - SUARA DEMOKRASI.pdf
 
Modul pkn kelas 12 sma pers
Modul pkn kelas 12 sma persModul pkn kelas 12 sma pers
Modul pkn kelas 12 sma pers
 
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase EKegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
Kegiatan 5-8 tema Suara Demokrasi Fase E
 
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdfTUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
TUGA2_PKn_HENDRO GUNAWAN_NIM 200401072103_ KELAS IT-301.pdf
 
Buku guru pkn sma xi
Buku guru pkn sma xi Buku guru pkn sma xi
Buku guru pkn sma xi
 
Perkembangan Demokrasi diIndonesia
Perkembangan Demokrasi diIndonesiaPerkembangan Demokrasi diIndonesia
Perkembangan Demokrasi diIndonesia
 
Pkn (klmpk 3)
Pkn (klmpk 3)Pkn (klmpk 3)
Pkn (klmpk 3)
 
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptxPRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
PRESENTASI SUARA DEMOKRASI.pptx
 
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F EPembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
Pembelajaran tentang Suara Demokrasi F E
 
Tanggung Jawab
Tanggung JawabTanggung Jawab
Tanggung Jawab
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
Modul Ajar Modul projek - Suara Demokrasi - Mari Berdemokrasi dengan Santun d...
 
aaaa
aaaaaaaa
aaaa
 

More from MahmudahLubis1

fileupload_1553225220.pdf
fileupload_1553225220.pdffileupload_1553225220.pdf
fileupload_1553225220.pdf
MahmudahLubis1
 
modul_1c.pdf
modul_1c.pdfmodul_1c.pdf
modul_1c.pdf
MahmudahLubis1
 
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptxEDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
MahmudahLubis1
 
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptxPrioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
MahmudahLubis1
 
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdfPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
MahmudahLubis1
 
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdfGambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
MahmudahLubis1
 
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdf
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdfProgram Pencegahan KPK - New_AM.pdf
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdf
MahmudahLubis1
 
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdfMateri_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
MahmudahLubis1
 
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).pptRencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
MahmudahLubis1
 
PRESENTASI PMPZI.pptx
PRESENTASI PMPZI.pptxPRESENTASI PMPZI.pptx
PRESENTASI PMPZI.pptx
MahmudahLubis1
 

More from MahmudahLubis1 (10)

fileupload_1553225220.pdf
fileupload_1553225220.pdffileupload_1553225220.pdf
fileupload_1553225220.pdf
 
modul_1c.pdf
modul_1c.pdfmodul_1c.pdf
modul_1c.pdf
 
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptxEDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
EDIT COACHING CLINIC PENGHAPUSAN.pptx
 
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptxPrioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
Prioritas Pembangunan Nasional 2020 (3).pptx
 
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdfPERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH.pdf
 
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdfGambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Daerah-BPKP.pdf
 
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdf
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdfProgram Pencegahan KPK - New_AM.pdf
Program Pencegahan KPK - New_AM.pdf
 
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdfMateri_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
Materi_Upaya KPK dalam monitoring PC-PEN_28920.pdf
 
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).pptRencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
Rencana Kebutuhan Dosen (BZ).ppt
 
PRESENTASI PMPZI.pptx
PRESENTASI PMPZI.pptxPRESENTASI PMPZI.pptx
PRESENTASI PMPZI.pptx
 

Recently uploaded

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Muh Saleh
 
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta KerjaPengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
teraspky798
 
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docxNotulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
PemerintahanNagariKu1
 
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptxMATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
rtkwbc
 
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARUPAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
LtcLatif
 
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Muh Saleh
 
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptxKesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
gustin17
 
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptxTATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TariHappie
 
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
gabatgibut09
 

Recently uploaded (9)

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
 
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta KerjaPengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
 
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docxNotulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
 
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptxMATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
MATERI KODE ETIK Pegawai Negeri Sipil 2023.pptx
 
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARUPAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
 
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
 
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptxKesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
Kesejahteraan hewan (KESRAWAN) dalam pemotongan hewan kurban.pptx
 
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptxTATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
 
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
 

MODUL-KISP-DAN-METODE-PENYAMPAIAN-FIX.pdf

  • 1.
  • 2. 2 MODUL PENDIDIKAN PEMILIH CERDAS Disusun Oleh: 1. Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP., M.Si 2. Moch Edward Trias Pahlevi, S.IP 3. Azka Abdi Amrurobbi, S.IP 4. Eky Prasetya Aryudhi, S.IP 5. Preti Epira, S.IP 6. Fairuz Arta Abhipraya 7. Muhammad Iqbal Khatami 8. Nanang Pranata, S.IP KOMUNITAS INDEPENDEN SADAR PEMILU (KISP)
  • 3. 3 DAFTAR ISI PENGANTAR PENYUSUN MODUL .........................................................................5 BAB I DEMOKRASI ....................................................................................................6 Pengertian Demokrasi ..................................................................................................9 Sejarah Demokrasi .......................................................................................................11 Demokrasi Sebagai Norma Hidup Bersama ................................................................14 Macam-Macam Demokrasi ..........................................................................................15 Nilai Demokrasi ...........................................................................................................17 Perilaku Budaya Demokrasi ........................................................................................18 Tinjauan Hukum Kehidupan Terhadap Kebebasan Warga Negara dan Demokrasi.....21 BAB II PEMILIHAN UMUM .......................................................................................24 Pengertian Pemilu ........................................................................................................28 Manfaat Pemilu ............................................................................................................28 Sistem Pemilu ..............................................................................................................29 Prinsip Pemilu Bebas Adil ...........................................................................................31 Sejarah Pemilu .............................................................................................................37 BAB III POLITIK UANG DAN PATRONASE ...........................................................56 Politik Uang .................................................................................................................59 Patronase ......................................................................................................................62 Perbedaan Politik uang dan Dana Politik .....................................................................65 BAB IV CIVIL SOCIETY DALAM DEMOKRASI ....................................................66 Posisi Civil Society (Masyarakat) ................................................................................71 Partisipasi Masyarakat .................................................................................................73 Civil Society dalam Pemilu .........................................................................................80 Hubungan Civil Society dan Partai Politik ..................................................................82 Model Relasi Partai Politik dan Civil Society .............................................................84 Membangun Relasi yang Konstruktif ..........................................................................86
  • 4. 4 BAB V PERAN BAWASLU DAN KPU TERHADAP POLITIK UANG ..................89 Peran KPU dalam Menangani Politik Uang ................................................................91 Peran Bawaslu dalam Menangani Politik Uang ...........................................................95 BAB VI PENDIDIKAN PEMILIH ...............................................................................103 Pengertian Pendidikan Pemilih ....................................................................................108 Tujuan Pendidikan Pemilih ..........................................................................................109 Prinsip-Prinsip Pendidikan Pemilih .............................................................................110 Kelompok Sasaran .......................................................................................................112 Strategi Pendidikan Pemilih .........................................................................................113 Materi-Materi ...............................................................................................................114
  • 5. 5 PENGANTAR PENYUSUN MODUL Tujuan modul ini adalah sebagai panduan bagi pemilih untuk mengidentifikasi dan memahami bagaimana proses Pemilu dilaksanakan serta bagaimana sejarah kepemiluan di indonesia dari awal dilaksanakanya pemilu tahun 1955 hingga pemilu yang akan mendatang pada tahun 2019. Modul ini berisi bahan informasi bagi pemilih (Voters Information) yang sangat penting diketahui oleh masyarakat, seperti mengapa Pemilu dilaksanakan, manfaat Pemilu, sasaran yang ingin dicapai serta hal hal apa saja yang menjadi penyakit dalam pemilu ini. Sebagai buku panduan, modul ini dapat digunakan oleh para pemilih pemula, fasilitator pelatihan, serta anggota masyarakat pada umumnya. Modul ini merupakan satu kesatuan yang diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih dalam Pemilu, yang juga dapat dipergunakan untuk fasilitator pemula dan masyarakat pada umumnya. Modul ini disusun untuk keperluan masyarakat luas khususnya yang perlu diperhatikan adalah pemilih pemula pada golongan Generasi Milenial, mengapa Generasi Milenial? Karena sebanyak kurang lebih 40% masyarakat indonesia yang sudah memiliki hak pilih adalah dari kalangan Generasi Milenial yang artinya hampir setengah dari masyarakat indonesia adalah dari kalangan Generasi Milenial, maka suara mereka akan benar benar berpengaruh di ajang pertarungan electoral ini. Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus melalui pemberian informasi yang akurat dan pengetahuan yang memadai. Modul ini disusun dengan sederhana agar mudah dipahami dan dibaca baik oleh pemilih pemula khususnya Generasi Milenial maupun anggota masyarakat luas. Tema-tema yang terangkum dalam materi modul ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat pemilih dalam Pemilu, sehingga aspirasi masyarakat dapat menjadi sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis untuk terwujudnya sebuah pemerintahan yang berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Yogyakarta, 19 Desember 2018 Tim Penyusun
  • 6. 6 BAB I DEMOKRASI (120 Menit) Pengantar : Demokrasi merupakan salah satu sistem pemerintahan di dunia dimana semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Kata kunci: Demokrasi Tujuan : Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pengertian dan pentingnya demokrasi. Tujuan Khusus : Pada akhir sesi peserta diharapkan:  Memahami pengertian demokrasi.  Memahami sejarah demokrasi, demokrasi sebagai norma hidup bersama, macam- macam demokrasi, nilai demokrasi, perilaku budaya demokrasi, tinjauan hukum kehidupan terhadap kebebasan warga negara dan demokrasi di Indonesia  Dapat menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Pokok Bahasan : Demokrasi
  • 7. 7 Metode Pembelajaran : 1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian dan pentingnya demokrasi yang mereka pahami. 2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide yang sama dikelompokkan dalam satu bagian. 3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta melihat kembali daftar jawaban. Catatan :  Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian demokrasi.  Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan pengertian menurut beberapa ahli.  Alokasi waktu 5 menit 1. Fasilitator menayangkan power point presentation yang berisi tentang poin-poin penting demokrasi. 2. Pada setiap penjelasan demokrasi merujuk pada pernyataan dari peserta yang sesuai yang sudah dicatat di kertas plano. 3. Peserta mengidentifikasi jika ada penjelasan demokrasi yang belum dimunculkan dalam diskusi awal lalu menambahkannya menjadi poin tambahan dalam kertas plano, sebagai hasil belajar bersama. 4. Fasilitator bertanya ke peserta: berdasarkan pengalaman apa yang dimaksud dengan demokrasi 5. Alokasi Waktu Maksimal 20 Menit Catatan : Sebagai bahan bacaan tambahan, fasilitator membagikan kepada peserta fotokopi materi terkait dengan demokrasi.
  • 8. 8 1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan hitungan angka 1, 2, 3 dan 4 . Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Peserta dengan angka yang sama berkelompok menjadi satu. 2. Fasilitator membagikan materi tentang demokrasi. 3. Masing-masing kelompok membahas materi sebagai berikut : Kelompok 1: membahas pengertian demokrasi dan sejarah demokrasi, kelompok 2: demokrasi sebagai norma hidup bersama dan macam-macam demokrasi; Kelompok 3 : Nilai demokrasi dan prilaku budaya demokrasi; Kelompok 4 : tinjauan hukum kehidupan terhadap kebebasan warga negara dan demokrasi di indonesia. 4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:  Mengidentifikasi dan membahas setiap tema yang telah dibagikan. 5. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok presentasi selama 5 menit. 6. Menutup sesi ini, fasilitator perlu menarik kesimpulan terkait dengan demokrasi. 7. Alokasi waktu maksimal 40 menit. Materi dan Alat Pembelajaran yang dibutuhkan: 1. Spidol warna-warni. 2. Kertas plano (20 lembar) 3. Fotokopi materi tentang demokrasi 4. Power Point Presentation tentang demokrasi
  • 9. 9 MATERI BAB 1. DEMOKRASI A. Pengertian Demokrasi Istilah demokrasi sering digunakan dalam sistem pemerintahan. Negara yang menganut sistem demokrasi merupakan negara yang meletakan kekuasaan tertinggi di tangan rakyatnya. Rakyat dilibatkan dalam menentukan setiap kebijakan dalam pemerintahan. Dalam arti harfiahnya, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratia yang artinya kekuasaan. (Ghofur, 2002) Menurut Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan- keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. (Ghofur, 2002) Terdapat pengertian mengenai demokrasi yang dianggap paling populer, yaitu pengertian demokrasi menurut Abraham Lincoln (Ghofur, 2002) yang menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people). Oleh sebab itu, Demokrasi juga sering dikatakan sebagai “rule by the people” yang berarti sistem pemerintahan atau kekuasaan oleh rakyat, baik demokrasi yang bersifat langsung (direct democracy) atau demokrasi dengan sistem keterwakilan (representative democracy). Pengertian pemerintahan dari rakyat, suatu pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang mendapatkan pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui demokrasi, yaitu melalui pemilihan umum. Pengertian pemerintahan oleh rakyat yaitu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan berdasarkan pribadi. Roda pemerintahan berada pada pengawasan rakyat baik secara langsung maupun perwakilan. Pengertian pemerintahan untuk rakyat adalah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang menjamin hak untuk membuat keputusan politik diselenggarakan oleh rakyat melalui wakil yang terpilih dan bertanggungjawab kepada rakyat melalui sebuah mekanisme yaitu Pemilihan Umum.
  • 10. 10 Rumusan Demokrasi sebagaiamana disebutkan sebelumnya, kemudian oleh sejumlah ilmuwan politik dirumuskan parameter atau indikator-indikator terlaksananya Demokrasi oleh sebuah negara, jika memenuhi unsur-unsur atarara lain sebagai berikut (Wardani, 2007) 1. Akuntabilitas Dalam sebuah pemerintahan demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipimpin oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Selain itu ia juga harus dapat mempertanggung jawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya sendiri tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu perilaku anak dan istrinya, juga sanak keluarganya, terutama yang berkaitan dengan jabatannya. Dalam konteks ini si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut “Public Scrutiny”, terutama yang dialkukan oleh media masa yang ada. 2. Rotasi Kekuasaan Dalam Demokrasi, peluang akan terjadi rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya partai-partai politik yang menang pada suatu pemilihan umum akan diberikan kesempatan untuk membentuk eksekutif yang akan mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat Demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya rendah pula. Bahkan peluang untuk terjadinya rotasi tersebut cenderung terbatas. Kalaupun ada hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas dikalangan elit politik saja. 3. Rekruitmen Politik yang terbuka Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu system rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetensi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak Demokratis rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artintya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja.
  • 11. 11 4. Pemilihan Umum Dalam suatu negara Demokrasi pemilihan umum biasanya dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta mempunyai kebebasan untuk menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam hal ini mereka mempunyai kebebasan untuk menentukan partai dan atau calon mana yang akan didukungnya tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Para pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan umum, seperti kegiatan kampanye dan menyaksikan penghitungan suara. 5. Menikmati Hak-hak Dasar Dalam suatu negara Demokrasi setiap individu mendapatkan jaminan terhadap hak-hak dasar. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berserikatdan berkumpul, dan hak 19 untuk menikmati persyang bebas. Dalam hal ini contoh implementasinya adalah, hak untuk menyampaikan pendapatnya, juga yang menyangkut suatu permasalahan suatu permasalahan yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Sedangkan hak berkumpul dan berserikat ditandai dengan kebebasan untuk menentukan lembaga atau oraganisasi mana yang ingin dibentuk atau dipilih. B. Sejarah Demokrasi Pada tahun 508 SM Chleisthenes mengadakan beberapa pembaruan dalam sistem pemerintahan di Athena. Bentuk pemerintahan baru tersebut kemudian dinamakan demokratia yang berarti pemerintahan oleh rakyat Asal-usul demokrasi sebagai sesuatu sistem politik dapat ditelusuri sampai pada sekitar lima abad sebelum masehi, ketiaka orang-orang Yunani yang membentuk polis (negara-kota) mencoba menjawab pertanyaan bagaimana suatu sistem politik dapat diorganisasikan agar dapat memenuhi kepentingan dan kesejahteraan bersama masyarakat. Demokrasi Yunani kuno di Athena merupakan demokrasi langsung yang dipraktekan dalam satu negara-kota kecil. Para warga negara-kota walaupun tidak seluruhnya, membuat keputusan-keputusan politik secara langsung. Menurut Amien Rais, demokrasi yang dipraktekan di Athena tersebut dapat dianggap sebagai suatu working model demokrasi murni. Namun Amien menambahkan bahwa model demokrasi yang diterapkan di Athena mengandung berbagai kelemahan-kelemahan. (Rais, 1986)
  • 12. 12 Selain Chleisthenes yang dikenal sebagai bapak demokrasi Athena, tokoh-tokoh demokrasi Yunani Kuno lain yaitu Solon (638-558 SM) tokoh pembuat Hukum, Pericles (440- 429 SM) Jenderal negarawan, dan Demosthenes (385-322 SM) negarawan-orator. Masing- masing dengan kemampuannya membela demokrasi sebagai suatu sustem yang terbaik. Sedangkan pada masa itu, kritik-kritik keras terhadap demokrasi dilontarkan oleh tokoh-tokoh pemikir seperti Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoteles menganggap bahwa sistem demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang buruk dan tidak praktis. Plato sendiri menginginkan suatu aristokrasi yang dipimpin oleh raja-filosof yakni penguasanya arif dan mempertahankan nasib rakyat. Serta mempercayai bahwa pemerintahan berdasarkan pilihan rakyat (demokrasi) dapat dipengaruhi oleh para damagog (perusak) yang akhirnya menjadi kediktatoran. Sedangkan Aristoteles menerimanya dengan format negara politea, yakni demokrasi dengan Undang-Undang Dasar atau demokrasi yang bersifat moderat. (Zada & Muzayyad, 1999) Dua puluh tiga abad setelah eksperimen demokrasi di Athena, dunia merasakan perubahan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan yang mendominasi adalah monarchi, kesultanan, dan negara-negara teokratik. Sementara demokrasi dapat dikatakan sudah tenggelam dalam sejarah atau dianggap sudah banyak yang tidak menggunakan sistem demokrasi. Pada pertengahan (600-1400 M) gagasan demokrasi Yunani dapat dikatakan hilang dari dunia barat saat bangsa Romawi yang sedikit banyak masih mengenal kebudayaan Yunani, dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat. Dimana masyarakat abad pertengahan dirikan oleh struktur sosial yang feodal, yang kehidupan sosial spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat- pejabat agama. Serta kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu dengan lainnya. Akan tetapi dilihat dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan sebuah dokumen penting yaitu Magna Charta (Piagam Agung) pada tahun 1215 M. Pada akhir abad ke 15 dan abad ke 16, sebagai awal dari zaman Renaissance, di Eropa muncul teori yang mulai memperatanyakan segi-segi manusia dalam hubungannya antara penguasa dan rakyat, serta kedudukan agama dalam masalah-masalah publik. Tokoh-tokoh pemikir seperti Nicollo Machiavelli (1469-1527) dari Italy dengan ide sekularismenya, Jean Bodin dari Perancis dan Thomas Hobbes (1588-1679) dari Inggris dengan ide negara kontraknya, mulai menguak dimensi-dimensi moralitas sekuler dan hakekat hukum politik.
  • 13. 13 Dan barulah pada zaman pencerahan (enlightment) di abad ke 17 dan ke 18 yang dikenal sebagai zaman “Aufklarung” (1650-1800) pemikiran-pemikiran demokratik mulai bermunculan lagi. John Locke (1632) dengan idenya tentang konstitusi negara dan liberalisme, serta pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga federal. Ide ini selanjutnya disempurnakan oleh Baron de Montequieu (1689-1755) dengan idenya tentang pemisahan kekuasaan menjadi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ditambah dengan ide-ide tentang kedulatan rakyat dan kontrol sosial yang diperkenalkan oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkret sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan individu, kesamaan hak (the equal of right) serta hak pilih untuk semua warga negara. Praktek demokrasi dapat diidentifikasi telah terjadi kedalam beberapa tahapan transformasi. Robert A. Dahl membagi perjalanan sejarah praktik demokrasi kedalam tiga tahap transformasi. Transformasi demokrasi pertama adalah demokrasi yang kecil ruang lingkupnya, berbentuk demokrasi langsung. Tahap ini terjadi dalam praktik politik Yunani dan Athena. Transformasi demokrasi kedua diwujudkan dengan diperkenalkannya praktik republikanisme, perwakilan dan logika persamaan. (Zainuddin, 1992) Tranformasi demokrasi ketiga dialami oleh kehidupan politik modern saat ini. Tahap ini dicirikan dengan belum adanya kepastian apakah kita akan kembali ke masyarakat kecil seperti di Yunani kuno dan Athena. Tahap-tahap ini bagaimanapun membaha Dahl pada penegasan bahwa yang akan dicapai di masa depan adalah bentuk demokrasi yang lebih maju. (Fatah, 1994) Sementara itu, P. Huntington memaparkan sejarah demokrasi yang berbeda. Huntington membagi sejarah demokrasi kedalam tiga gelombang (Huntington, 1997). Gelombang pertama berakar pada Revolusi Amerika dan Perancis dan ditandai dengan munculnya institusi-institusi nasional yang demokratis sebagai sebuah fenomena abad ke-19. Gelombang kedua dimulai pada perang Dunia II, yang ditandai dengan perimbangan barudalam konstelasi antar bangsa akibat perang serta bermunculannya negara-negara pascakolonial. Gelombang ketiga dimulai pada tahun 1974 ditandai oleh berakhirnya kediktatoran Portugal dan terus berlanjut dengan gelombang besar demokratisasi di seluruh bagian dunia secara spektakuler hingga tahun 1990.
  • 14. 14 C. Demokrasi Sebagai Norma Hidup Bersama Demokrasi merupakan proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran, dan penghayatan. Demokrasi merupakan bentuk pembiasaan sosial yang berkaitan dengan hubungan manusia untuk membentuk demokrasi yang ideal seperti pendapat John Dewey terdapat dua elemen dalam demokrasi yang ideal, (1) tidak hanya berkaitan dengan kepentingan umum tetapi mengandalkan pada pengakuan kepentingan bersama, (2) tidak hanya interaksi kelompok- kelompok sosial tetapi perubahan dan pembiasaan sosial. (Dewey, 1964) Untuk mencapai kehidupan demokrasi yang ideal dukungan sosial dan lingkungan adalah mutlak dibutuhkan. Menurut Azra ada enam (6) norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah sebagai berikut. (Azra, 2008) Pertama, kesadaran akan pluralisme. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui keberadaannya. Kedua, musyawarah. Makna dan semangat musyawarah adalah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap keputusan bersama. Ketiga, cara haruslah sejalan dengan tujuan. Demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu, suksesi, kepemimpinan, dan aturan mainnya) tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab. Keempat, norma kejujuran dalam pemufakatan. Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni pemusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Kelima, demokrasi sebagai kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republik dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga Keenam, kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban bagi semua (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianisme) merupakan norma
  • 15. 15 demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain. Keenam, trial and error (percobaan dan salah) dalam demokrasi. Demokrasi bukanlah sesuatu yang telah selesai dan siap saji, tetapi merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi. D. Macam-Macam Demokrasi Banyak negara yang menerapkan sistem demokrasi. Masing-masing negara menerapkan demokrasi dengan pemahaman tersendiri. Keanekaragaman tersebut dapat dirangkum menjadi 3 tipe yaitu ideologi, cara penyaluran kehendak rakyat, dan titik perhatian. (Sulisworo, Wahyuningsih, & Arif, 2012) a. Berdasarkan Ideologi Berdasarkan sudut pandang ideologi, sistem demokrasi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: 1) Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal) Ciri khas pemerintahan ini adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi. 2) Demokrasi Rakyat Demokrasi rakyat memiliki cita-cita yaitu kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Pada masa Perang Dingin, sistem demokrasi rakyat berkembang di negara-negara Eropa Timur, seperti Cekoslovakia, Polandia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat disebut juga “demokrasi proletar” yang berhaluan Marxisme-komunisme. b. Berdasarkan Cara Penyaluran Kehendak Rakyat Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, sistem politik demokrasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Demokrasi Langsung Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat secara langsung mengemukakan kehendak dan pendapatnya didalam rapat yang dihadiri
  • 16. 16 oleh seluruh rakyat. Demokrasi ini dapat dijalankan apabila negara berpenduduk sedikit dan berwilayah kecil. Sistem ini pernah berlaku di Negara Athena pada zaman Yunani Kuno (abad IV SM). 2) Demokrasi Perwakilan (Demokrasi Representatif) Pada saat ini, Demokrasi Perwakilan banyak digunakan dengan alasan jumlah penduduk terus bertambah dan wilayahnya luas sehingga tidak mungkin menerapkan sistem demokrasi langsung. Dalam demokrasi perwakilan, rakyat menyalurkan kehendak dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan (parlemen). 3) Demokrasi Perwakilan Sistem Referendum Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakil mereka untuk duduk dalam lembaga perwakilan, tetapi lembaga perwakilan tersebut dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat. c. Berdasarkan Titik Perhatian Berdasarkan Titik Perhatian, Demokrasi dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: 1) Demokrasi Formal Demokrasi formal adalah suatu sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Dalam demokrasi ini, semua masyarakat dianggap memiliki kedudukan dan hak yang sama. 2) Demokrasi Material Sistem politik demokrasi yang menitikberatkan pada upaya- upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang-kadang dihilangkan. 3) Demokrasi Gabungan Dalam Demokrasi Gabungan, persamaan derajat dan hak setiap orang diakui, tetapi demi kesejahteraan seluruh aktivitas rakyat dibatasi. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat, jangan sampai mengabaikan apalagi menghilangkan persamaan derajat dan hak asasi manusia
  • 17. 17 E. Nilai Demokrasi Saiful Arif mengatakan bahwa demokrasi tidak sebatas sistem politik maupun aturan- aturan formal yang terdapat dalam konstitusi saja. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan demokrasi ditentukan oleh sejauh mana nilai-nilai lokal yang sejalan demokrasi itu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai demokrasi seperti, penghormatan terhadap sesama, toleransi, penghargaan atas pendapat orang lain dan kesamaan sebagai warga dan menolak adanya diskriminasi. (Arif, 2007) Robert. A. Dahl menjelaskan bahwa Demokrasi sebagai suatu gagasan politik di dalamnya terkandung 5 (lima) kriteria/nilai, yaitu: (Muntoha, 2009) 1. Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat; 2. Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; 3. Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis; 4. Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya keputusan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat; Menurut Zamroni, nilai-nilai yang terkandung dalam sistem demokrasi, yaitu sebagai berikut: (Munir, 2009) 1. Toleransi, 2. Kebebasan mengemukakan pendapat, 3. Menghormati perbedaan pendapat, 4. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat, 5. Terbuka dan komunikasi, 6. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, 7. Percaya diri, 8. Tidak menggantungkan pada orang lain, 9. Saling menghargai, 10. Mampu mengekang diri 11. Kebersamaan dan,
  • 18. 18 12. Keseimbangan, Sementara itu, menurut Henry B. Mayo menyebutkan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem demokrasi, yaitu: (Ghofur, 2002) 1. Menyelesaikan perkara dengan damai dan sukarela; 2. Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam masyarakat yang selalu berubah; 3. Penggantian penguasa dengan teratur; 4. Penggunaan paksaan sedikit mungkin; 5. Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman; 6. Menegakan keadilan; 7. Memajukan ilmu pengetahuan; 8. Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan. F. Perilaku Budaya Demokrasi Menurut Rusli Karim dikatakan bahwa perilaku dan ciri-ciri orang yang memiliki kepribadian demokratis adalah inisiatif, disposisi, toleransi, cinta akan keterbukaan, komitmen dan tanggung jawab serta memiliki kerjasama dalam keterhubungan. (Karim, 1991) Gabriel A. Almond mengajukan pengklasifikasian budaya politik sebagai berikut: 1. Budaya politik parokial, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Ciri- ciri lain budaya politik parokial sebagai berikut a. Frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali. b. Tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus. c. Peran-peran pemimpin masyarakatnya sangat berperan baik dalam bidang politik, ekonomi dan keagamaan. d. Partisipasi masyarakat sangat bergantung pada pemimpinnya. 2. Budaya politik kaula atau subyektif, yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju tetapi masih bersifat pasif. Ciri-ciri lain budaya politik kaula atau subyektif sebagai berikut a. Frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
  • 19. 19 b. Pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. c. Masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem politik. 3. Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Ciri-ciri lain budaya politik partisipan sebagai berikut a. Masyarakat sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai penentu budaya politik. b. Masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan. c. Berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Budaya demokrasi dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga, sekolah serta masyarakat dan negara. Menurut Rochmadi contoh perilaku yang merupakan perwujudan budaya demokratis, sebagai berikut. (Rochmadi, 2012) 1. Budaya Demokrasi di Lingkungan Rumah a. Bersikap terbuka terhadap orang tua dan anggota keluarga yang lain. b. Menyampaikan pendapat dengan baik dan sopan serta tidak memaksakan kehendak. c. Mencoba memahami keadaan kesulitan yang dialami keluarga dengan baik. d. Menyelesaikan masalah dalam keluarga dengan musyawarah dan secara kekeluargaan. 2. Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekolah a. Bersikap saling menghormati dan menghargai dengan sesama warga disekolah (kepala sekolah, guru, teman dan warga sekolah yang lain). b. Menyelesaikan setiap persoalan yang ada dilingkungan kelas ataupun sekolah dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat (misalnya, saat pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, dan penyusunan kelompok piket). c. Dapat melaksanakan keputusan yang diambil sebagai kesepakatan bersama dengan penuh tanggung jawab. d. Melibatkan semua pihak dalam memecahkan setiap persoalan yang ada di sekolah. 3. Budaya Demokrasi di Lingkungan Masyarakat dan Negara
  • 20. 20 Bermasyarakat adalah bagian dari berbangsa dan bernegara. Apa yang diterapkan pada kegiatan bermasyarakat dengan sendirinya mengikuti ketentuan dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Jika bangsa dan negara sudah memutuskan demokrasi sebagai sistem yang dianut, maka kegiatan bermasyarakat harus mengikutinya. Sebelum masa reformasi, masyarakat Indonesia benarbenar hidup dalam tekanan yang berat akibat tiadanya demokrasi. Pemerintahan Negara berjalan secara otoriter. Kebebasan dan hak asasi manusia kurang diakui dan dijamin. Begitulah yang terjadi jika kehidupan masyarakat jauh dari demokrasi. Masyarakat atau warga negara yang sesungguhnya pemegang kedaulatan negara seperti tidak hidup di negeri sendiri. Oleh sebab itu, sangat penting bahwa demokrasi harus dihadirkan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika hal ini dapat diwujudkan, kehidupan masyarakat akan menjadi demokratis. Adapun kehidupan masyarakat yang demokratis akan membawa beberapa keuntungan sebagai berikut: a. Masyarakat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. b. Masyarakat akan saling bertoleransi, menghargai, dan menghormati berbagai perbedaan atau asal-usul hidup. c. Masyarakat dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara lebih seimbang. d. Masyarakat akan lebih kritis, aktif, dinamis, dan kreatif karena diberi kebebasan beraktivitas dan menyampaikan pendapat. e. Masyarakat lebih dapat menyalurkan aspirasinya kepada pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. f. Masyarakat dapat menentukan pilihannya baik dalam politik (lewat pemilu) maupun dalam bidang-bidang lain. g. Masyarakat dapat turut serta dalam pembangunan lewat berbagai aktivitas dan kreativias. Berikut bentuk-bentuk demokrasi dilingkungan masyarakat dan negara: a. Saling menghormati dan menghargai dengan sesama orang lain di lingkungan masyarakat dan negara. b. Memecahkan setiap persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
  • 21. 21 c. Ikut melaksanakan hasil keputusan bersama dengan penuh tanggung jawab. d. Bagi pelajar yang telah berusia 17 tahun dapat berperan serta dalam pemilihan umum yang berlangsung sejak orde lama hingga masa reformasi. Keikutsertaan dalam pemilu ini harus dilakukan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. G. Tinjauan Hukum Kehidupan Terhadap Kebebasan Warga Negara dan Demokrasi di Indonesia Sebuah negara dikatakan demokratis apabila negara tersebut terus berproses menuju ke masyarakat demokratis. Salah satu indikasi kuat kreteria negara demokratis adalah adanya pemilihan umum yang jujur dan adil. Seperti diakui oleh pengamat Internasional bahwa sejak tahun 1999 Indonesia sudah melaksanakan pemilu secara relatif adil dan jujur. Bahkan pada pemilu tahun 1955 pun diakui sebagai pemilu yang adil. Masalahnya sekarang kenapa dari pelaksanaan pemilu ataupun pilkada di banyak daerah selalu diwarnai oleh keributan yang tidak jarang menjadi kerusuhan? Padahal jika kita menilik nilai-nilai demokrasi sejatinya hal tesebut justru bertentangan dengan demokrasi. Dalam pengamatan selanjutnya ternyata Indonesia masih dalam tataran melakasanakan demokrasi pada tingkatan prosedural yaitu sesuai dengan prosedur demokratis seperti adanya pemilu, adanya lembaga-lembaga perwakilan dan seterusnya. Sistem demokrasi agaknya masih dinilai lebih baik dari sistem lainnya termasuk di dalamnya sistem kerajaan, atau system militer yang cenderung fasis atau totaliter. System Islam yang menunjuk pemipin sebagai raja juga dinilai cenderung oligarki (kekuasaan tidak berpindah dari kerabatnya) sehngga dinilai merugikan kelompok lain. Indonesia termasuk memilih system demokrasi. Namun demokrasi yang dimaksud, agar para pemimpin partai/kelompok dalam mencari uang atau menyumbang ke dalam partai harus dilakukan secara transparan dan akuntabilitas sehingga uang tersebut bukan dari hasil keculasan atau korupsi. Itulah sebabnya, ketika UU politik disetujui banyak pihak berkomentar agar factor modal tidak menjadi factor utama dalam mengembangkan system demokrasi Indonesia. (Yusuf, 2011) Mendapat kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, semua bebas berunjuk rasa mengeluarkan segala aspirasinya. Namun sayang, aksi ini kadang-kadang dilakukan dengan
  • 22. 22 cara-cara yang tidak terpuji bahkan cenderung anarkis. Sejatinya unjuk rasa dilakukan untuk membela kepentingan rakyat, tetapi yang terjadi justru merugikan rakyat yang lain, karna banyaknya fasilitas publik yang menjadi rusak atau terganggu. Di kalangan elit pejabat/politikus, kebebasan dalam dalam mengeluarkan pendapat juga sangat bebas, sehingga tidak jarang memikirkan tentang etika politik dan bertutur kata yang baik di muka publik. Hal tersebut tentu saja memberikan dampak yang negative, berupa tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun. Mencermati fenomena yang terjadi sebagaimana tersebut di atas, kedepannya perlu ada kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk menjamin semua kepentingan banyak orang(masyarakat pada umumnya). Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. karena pada kodratnya setiap individu memiliki perbedaan, termasuk didalamnya adalah tingkat pengetahuan/pendidikan, pola pikir, cara pandang dari suatu permasalahan pun berbeda. Untuk dapat menjamin setiap warga negara dalam menjalankan haknya tersebut maka komunitas/negara membuat aturan aturan agar dalam menjalankan haknya tersebut tidak berbenturan dengan hak orang lain. sebagaimana tercantum dalam UUD 45 Amandemennya : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
  • 23. 23 References Arif, S. (2007). Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Program Sekolah Demokrasi. Azra, A. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana. Dewey, J. (1964). Democracy and Education. New York: The Macmillan Company. Fatah, R. E. (1994). Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ghofur, A. (2002). Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Huntington, S. P. (1997). Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Karim, R. (1991). Pemilu Demokratis Kompetitif. Yogyakarta: Tiara Wacana. Munir, F. (2009). Konsep Negara Demokrasi. Jakarta: Retika Aditama. Muntoha. (2009). Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum. Rais, A. (1986). Demokrasi dan Proses Politik. Jakarta: LP3ES. Rochmadi. (2012). Menjadikan Budaya Gotong-Royong Sebagai Common Identity dalam Kehidupan Bertetangga Negara-Negara ASEAN. Malang: Universitas Negeri Malang. Sulisworo, D., Wahyuningsih, T., & Arif, D. B. (2012). Demokrasi. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Wardani, K. D. (2007). Impeachtment Dalam Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Yusuf, T. (2011). Mengembangkan Demokrasi. Warta PUU. Retrieved from Warta. Zada, K., & Muzayyad, I. (1999). Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia. Jakarta: Pustaka Pelajar. Zainuddin, R. (1992). Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  • 24. 24 BAB 2. PEMILU DAN PRINSIP PEMILU Pengantar : Pemilu atau biasa yang disebut pemilu adalah proses memilih kandidat pemimpi disebuah negara. Dalam suatu negara Demokrasi setiap individu mendapatkan jaminan terhadap hak- hak dasar. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berserikat dan berkumpul, dan hak untuk menikmati persyang bebas. Dalam hal ini contoh implementasinya adalah, hak untuk menyampaikan pendapatnya, juga yang menyangkut suatu permasalahan suatu permasalahan yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Sedangkan hak berkumpul dan berserikat ditandai dengan kebebasan untuk menentukan lembaga atau oraganisasi mana yang ingin dibentuk atau dipilih dan Prinsip-prinsip universal tentang penyelenggaraan pemilu yang bebas dan jurdil merupakan tantangan bagi setiap penyelenggara pemilu. Pemilu bisa dilaksanakan dalam kondisi tidak ada kebebasan dan tidak jujur serta tidak adil. Tapi legitimasi proses dan hasilnya menjadi persoalan yang berpotensi menimbulkan kekacauan politik yang tidak mudah diselesaikan. Pemilu sebagai mekanisme demokratis untuk perebutan kekuasaan bisa dengan mudah tergelincir menjadi konflik, kerusuhan dan bahkan disintegrasi sosial yang melanda suatu bangsa, manakala penyelenggaraan pemilu dianggap tidak memenuhi asas-asas universal pemilu yang bebas dan jurdil (free and fair election). Setiap penyelenggara pemilu sudah seharusnya memahami nilai- nilai universal yang diterima sebagai standar internasional mengenai pemilu yang bebas dan jurdil. Kata kunci: Pengertian pemilu, Prinsip-prinsip Pemilu, pemilu bebas dan adil Tujuan : Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pengertian pemilu, sejarah pemilu dan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil.
  • 25. 25 Tujuan Khusus : Pada akhir sesi peserta diharapkan:  Memahami pengertian Pemilu  Memahami Sejarah Pemilu di Indonesia  Memahami pengertian pemilu bebas dan adil  Memahami prinsip-prinsip pemilihan umum bebas dan adil dalam sistem perundang- undangan tentang pemilihan umum  Dapat menerapkan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Pokok Bahasan : Pengertian Pemilu, Prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil Metode Pembelajaran : 1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian pemilu, sejarah pemilu, pemilu bebas dan adil (free and fair election ) yang mereka pahami. 2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide yang sama dikelompokkan dalam satu bagian. 3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta melihat kembali daftar jawaban. Catatan :  Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian pemilu, sejarah pemilu bebas dan adil.  Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan Pengertian pemilu dan Prinsip-prinsip pemilu bebas dan jurdil menurut DECLARATION ON CRITERIA FOR FREE AND FAIR ELECTIONS the Inter-Parliamentary Council at its 154th Session (Paris, 26 March 1994)  Alokasi waktu 5 menit
  • 26. 26 1. Fasilitator menayangkan power point presentation yang berisi tentang poin-poin penting pengertian pemilu, sejarah pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil. 2. Pada setiap pembahasan pengertian pemilu, sejarah pemilu, dan prinsip penyelenggaraan pemilu bebas dan jurdil fasilitator merujuk pada pernyataan dari peserta yang sesuai yang sudah dicatat di kertas plano. 3. Peserta mengidentifikasi jika ada pembahasan mengenai pengertian pemilu, sejarah pemilu dan prinsip-prinsip yang belum dimunculkan dalam diskusi awal lalu menambahkannya menjadi poin tambahan dalam kertas plano, sebagai hasil belajar bersama. 4. Fasilitator bertanya ke peserta: berdasarkan pengalaman kepemiluan mereka sebelumnya prinsip-prinsip apa paling sering dilanggar dan kenapa sering dilanggar, dan siapa paling sering melanggar 5. Menutup presentasi fasilitator mengajukan pertanyaan langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan untuk memastikan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil tidak dilanggar oleh penyelenggara, peserta pemilu maupun masyarakat pemilih. 6. Alokasi Waktu Maksimal 20 Menit Catatan : Sebagai bahan bacaan tambahan, fasilitator membagikan kepada peserta fotokopi deklarasi universal hak asasi manusia, dan kovenan internasional hak-hak sipil dan politik yang menjadi sumber penting pengaturan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil. 1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 5 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan hitungan angka 1, 2, 3, 4 dan 5 . Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Peserta dengan angka yang sama berkelompok menjadi satu. 2. Fasilitator membagikan naskah UUD 1945, UU No. 7 tahun 2017, atau Buku Pedoman Rumah pintar pemilu 3. Masing-masing kelompok membahas materi sebagai berikut : Kelompok 1: membahas UUD 1945, kelompok 2: UU Nomor 7 tahun 2017 Bagian pengertian pemilu dan
  • 27. 27 Penyelenggara Pemilu; Kelompok 3 : UU Nomor 7 Tahun 2017 Bagian Pemilihan Presiden; Kelompok 4 : UU Nomor 7 tahun 2017 bagian pemilihan legislatif, kelompok 5 : Buku pedoman pemilu tentang sejarah pemilu 4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:  Mengidentifikasi pasal-pasal yang mengatur dan menjamin penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil.  Menjelaskan pengertian pemilu dalam bernegara  Mendiskusikan bagaimana praktik Pemilu yang terjadi selama ini terutama menyangkut prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil.  Mendiskusikan sejarah pemilu di Negara Indonesia  Mengidentifikasi apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi selama ini agar prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil dapat dilaksanakan pada Pemilu mendatang? 5. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok presentasi selama 5 menit. 6. Menutup sesi ini, fasilitator perlu menarik kesimpulan tentang pemahaman pengertian pemilu dan sejarah pemilu serta apakah prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil sudah terakomodasi dalam kerangka hukum pemilu 2014 dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan peserta untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut dihormati dan dijaga. 7. Alokasi waktu maksimal 40 menit. Materi dan Alat Pembelajaran yang dibutuhkan: 1. Spidol warna-warni. 2. Kertas plano (20 lembar) 3. Fotokopi, UUD 1945, UU Nomor 7 tahun 2017, buku pedoman Rumah Pintar Pemilu 4. Power Point Presentation tentang Prinsip-prinsip Pemilu Bebas dan Adil 5. Deklarasi Universal HAM , dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai bahan bacaan tambahan sebanyak peserta
  • 28. 28 MATERI BAB II PEMILIHAN UMUM DAN PRINSIP PEMILU A. Pengertian Pemilu Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik ditingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilihan Umum atau Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konsep UU No 7 tahun 2017 mengamanatkan pemilihan umum 2019 secara serentak memili5 5 surat suara meliputi Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinisi, DPRD Kab/kota. B. Tujuan pemilu (UU NO 7 tahun 2017) 1. memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis; 2. mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas; 3. menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu; 4. memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengahrran pemilu; dan 5. meurujudkan pemilu yang efektif dan efisien C. Asas dan prinsip (UU NO 7 Tahun 2017) Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip pemilu adalah mandiri, jujur, adil,berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien D. Manfaat Pemilu Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena:
  • 29. 29 1. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. 2. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara kontitusional. 3. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. 4. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik. E. Sistem Pemilu Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok, antara lain: 1. Sistem Distrik Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih, sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan diperhitungkan atau dianggap hilang sekecil apapun selisih perolehan suara yang ada sehingga dikenal istilah the winner-takes-all. Kelebihan sistem distrik antara lain: a. Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik tersebut. Kandidat mengenal masyarakat serta kepentingan yang mereka butuhkan. b. Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan. c. Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan dengan lebih stabil. Kekurangan Sistem Distrik Antara Lain:
  • 30. 30 a. Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap hilang. b. Partai-partai kecil atau golongan/kelompok minoritas/termarjinalkan yang memperoleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak memiliki wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, kaum perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bersaing mengingat terbatasnya kursi yang diperebutkan. c. Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan kepentingan rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrik-distrik yang lain. 2. Sistem Proporsional Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitupun sebaliknya. Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu. Kelebihan sistem proporsional antara lain: a. Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang lebih kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga sedikit suara yang hilang. b. Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau dukungan yang lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen karena suara mereka tidak otomatis hilang atau tetap diperhitungkan. c. Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang diperebutkan dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu. Kekurangan sistem proporsional antara lain:
  • 31. 31 a. Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil. b. Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan kandidat juga tidak mengenal karakteristik daerah pemilihannya, masyarakat pemilih dan aspirasi serta kepentingan mereka. Kandidat lebih memiliki keterikatan dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan emosional tadi. 3. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional). a. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional) b. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih melalui proporsional. c. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis. F. Prinsip-prinsip Pemilu Bebas dan Adil Sumber-sumber utama dari standar internasional yang diterapkan dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil adalah ;  Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948;  Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1960;  Konvensi Eropa tahun 1950 (bersama protokolnya) untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi;  Dokumen Pertemuan Copenhagen tahun 1990 dari Konferensi Dimensi Manusia pada Konferensi untuk Keamanan dan Kerja sama Eropa (CSCE);  Deklarasi Amerika tahun 1948 tentang Hak dan kewajiban Manusia;  Konvensi Amerika tahun 1969 tentang Hak Asasi Manusia dan  Piagam Afrika tahun 1981 tentang Hak Manusia dan Masyarakat. Sementara itu prinsip-prinsip pemilu yang bebas dan adil dapat ditemukan dalam dokumen Declaration On Criteria For Free and Fair Elections, yang merupakan hasil pertemuan The Inter-Parliamentary Council pada pertemuan ke 154 di Paris tanggal 26 Maret 1994.
  • 32. 32 Prinsip-prinsip pemilu yang bebas dan adil dimaksudkan sebagai standar internasional yang dijadikan pedoman semua negara anggota Majelis Parlemen Internasional dalam menyelenggarakan pemilihan umum, karena itu negara anggota wajib mengadopsi dalam ketentuan perundang-undangan nasional mereka, berikut adalah inti dari deklarasi tersebut; 1. Pemilihan yang Bebas dan Adil Berdasarkan deklarasi tersebut pengertian pemilu yang bebas dan adil setidaknya harus memenuhi syarat bahwa pemilu tersebut mencerminkan kehendak rakyat yang genuine, yang asli dan bonafid, yang bebas dari intimidasi, dan diselenggarakan secara adil. Keteraturan pelaksanaan pemilu juga menjadi prinsip yang penting, sama pentingnya dengan hak politik universal yaitu hak untuk memilih dan dipilih, serta kerahasiaan pilihan untuk menjamin pemilih bebas dari intimidasi politik karena pilihan-pilihan politiknya. Pemilu yang mencerminkan kehendak rakyat yang genuine, yang asli dan bonafid adalah pemilu yang mensyaratkan adanya proses pemilihan umum yang menjamin tidak adanya distorsi terhadap kehendak rakyat. Distorsi terhadap kehendak rakyat dapat terjadi karena adanya intimidasi, pemaksaan kepada rakyat berupa ancaman sehingga rakyat tidak lagi punya kehendak bebas untuk menentukan pilihannya dalam pemilihan umum. Tapi distorsi terhadap kehendak rakyat ini juga dapat terjadi melalui kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum, sehingga pilihan rakyat dapat dialihkan melalui berbagai macam cara kepada pihak-pihak tertentu, sehingga menimbulkan ketidakpuasan pada rakyat. Memindahkan suara dari satu partai kepada partai lain atau dari satu kandidat kepada kandidat yang lain merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip kehendak rakyat yang asli atau yang genuine ini. Negara dan Penyelenggara Pemilu serta Peserta Pemilu harus memastikan distorsi baik berupa intimidasi maupun kecurangan dapat dicegah dan diberi sanksi yang tegas. Dalam beberapa hal distorsi terhadap kehendak rakyat yang genuine ini dapat terjadi karena bujuk rayu termasuk dengan menggunakan suap politik (money politic). 2. Hak Memilih Hak warga negara untuk memberikan suara dan berkampanye demi kedudukan publik adalah hal umum bagi negara-negara demokratis. Umumnya
  • 33. 33 hak- hak ini tunduk pada syarat-syarat tertentu seperti kewarganegaraan, usia, dan kediaman. Pengakuan konstitusional terhadap hak untuk memilih dan dipilih ini merupakan hak asasi yang penting dalam pemilihan umum. Dimasa yang lalu pembatasan terhadap hak memilih dan dipilih ini pernah dilakukan atas dasar pertimbangan politik. Warga negara yang pernah dihukum secara politik (dianggap terlibat G 30 S/PKI) kehilangan hak memberikan suara. Begitu juga terhadap para pemimpin oposisi yang dihukum oleh pengadilan bermuatan politik, berakibat hilangnya hak-hak politik mereka. Pembatasan politik seperti ini menjadi perlu dipertanyakan, karena menghilangkan hak suara secara universal. Para penyelenggara pemilu dituntut memahami pentingnya hak memilih dan dipilih ini, dan dituntut menghargai hasil perjuangan penting era reformasi yang menghilangkan hambatan-hambatan politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Sebagai hasil perjuangan penting dalam reformasi politik, hak politik warga negara saat ini praktis tidak ada hambatan yang berarti. Undang- undang hanya mengatur bahwa sepanjang warga negara sudah mencapai usia 17 tahun atau sudah pernah kawin, dan terdaftar dalam daftar pemilih, seorang warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih. Bahkan Mahkamah Konstitusi meringankan syarat tersebut, dengan cukup memiliki kartu tanda penduduk atau identitas lainnya, seorang warga negara dapat menggunakan hak pilihnya jika yang bersangkutan tidak terdaftar dalam daftar pemilih. 3. Badan Penyelenggara Pemilu yang Independen dan tidak berpihak Negara demokrasi baru mempunyai kecenderungan membentuk badan penyelenggara pemilu independen. Hal ini antara lain disebabkan oleh lemahnya tradisi ketidakberpihakan yang lazim ditemukan di negara demokrasi baru. Salah satu sebab yang patut diperhitungkan adalah kuatnya kesan ketidaknetralan badan penyelenggara dimasa lalu yang didominasi aparat pemerintah. Karena itu, lembaga penyelenggara independen merupakan cikal bakal penting untuk membangun tradisi ketidakberpihakan dalam pemilihan umum. Pemilu yang demokratis mengharuskan penyelenggara pemilu tidak berpihak dan independen dari pemerintah atau pengaruh lainnya. Hal ini penting karena penyelenggara pemilu membuat dan melaksanakan keputusan yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan umum.
  • 34. 34 Tugas dan fungsi badan penyelenggara pemilu paling tidak meliputi :  Memastikan bahwa para pejabat pemilu dan staf yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu dilatih dengan baik dan bertindak adil dan independen dari setiap kepentingan politik;  Memastikan bahwa prosedur pemberian suara yang jelas telah dibuat dan disosialisasikan kepada masyarakat pemilih;  Memastikan bahwa para pemilih diberitahu dan dididik tentang proses pemilihan, partai politik yang bertarung, dan calon-calonnya;  Memastikan pendaftaran para pemilih dan memperbarui daftar pemilih;  Memastikan kerahasiaan pemilih;  Memastikan integritas kertas suara melalui langkah-langkah yang sesuai untuk mencegah pemberian suara secara tidak sah dan curang;  Memastikan integritas proses penghitungan yang transparan, membuat tabulasi, dan menjumlahkan suara.  Mengesahkan hasil akhir pemilu;  Menetapkan batasan-batasan pemilu;  Memantau dan mengawasi pembiayaan dan pengeluaran kampanye pemilu;  Meneliti, memberikan saran kepada pemerintah dan/atau DPR, serta badan penghubung internasional. Unsur-unsur penting dari pemilu yang bebas dan adil pada badan penyelenggara pemilu mencakup yaitu independen dan ketidakberpihakan. Maksudnya adalah badan penyelenggara pemilu tidak boleh tunduk pada arahan pihak mana pun, pihak berwenang ataupun partai politik. 4. KAMPANYE PEMILU YANG BEBAS DAN DEMOKRATIS Kampanye adalah cara parpol dan kandidat mendekati pemilih dengan menawarkan program dan pemecahan masalah yang mereka tawarkan secara bebas kepada para pemilih. Karena itu kampanye yang bebas dan demokratis adalah prasyarat penting bagi pemilu yang bebas dan adil. Dalam kampanye yang bebas dan demokratis harus ada jaminan sebagai berikut:  Jaminan atas kebebasan berbicara dan kebebasan mengeluarkan pendapat, dan batasan apa pun yang terkait hak ini harus masuk akal dan ditetapkan dalam Undang-undang;
  • 35. 35  Adanya akses yang adil terhadap media, terutama media elektronik, yang diberikan kepada semua peserta pemilu dan kandidat;  Adanya akses yang adil terhadap sumber daya untuk melakukan kampanye pemilu yang dipercaya, termasuk dana negara dan swasta jika diizinkan dalam Undang-undang;  Tidak ada partai dan kandidat (terutama dari partai yang sedang berkuasa) yang diutamakan dalam hal keuangan atau sebaliknya, terutama melalui pemanfaatan terhadap sumber daya negara dibanding partai-partai yang lain, sehingga semua pihak terkait dengan pemilu mempunyai peluang keberhasilan yang sama.  Jaminan tidak digunakannya ancaman kekerasan terhadap partai atau kandidat, atau hasutan untuk menggunakan kekerasan untuk menghambat kandidat lain dalam melakukan kampanye;  Adanya jeda waktu satu atau dua hari sebelum pemungutan suara untuk memberikan kesempatan para pemilih mempertimbangkan opsi dan melaksanakan hak memberikan suara dengan bebas tanpa tekanan yang tidak wajar. Pengaturan kampanye dalam pemilu harus bisa menjamin tidak terjadinya tindak kekerasan dan ancaman penggunaan kekerasan yang dapat mencederai kebebasan pemilih. Kampanye yang bebas dan demokratis juga harus menjamin tidak adanya kegiatan yang mengganggu, merusak, atau menghalang-halangi upaya kampanye dari setiap partai lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dikategorikan mengganggu, merusak dan menghalangi upaya kampanye partai lain adalah sebagai berikut :  Menghambat pendistribusian pamflet, brosur, maupun poster dari partai dan kandidat lainnya;  Merusak atau menghancurkan poster dari partai dan kandidat lainnya;  Merusak harta pribadi atau milik pemerintah atau gedung-gedung publik dengan menulis slogan, menempelkan poster dll.;  Menghambat partai lain mana pun untuk melakukan rapat umum, pertemuan, baris-berbaris, atau demonstrasi;
  • 36. 36  Berupaya mencegah setiap orang untuk menghadiri rapat umum partai politik dari partai lainnya;  Memperkenankan para pendukungnya untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh kode etik 5. Surat Suara Yang Rahasia Standar pemilu demokratis mengharuskan adanya jaminan tempat pemungutan suara dapat diakses, terdapat pencatatan yang akurat terhadap kertas suara, dan yang paling penting jaminan kerahasiaan surat suara. Pemilu dapat menggunakan surat suara yang rahasia atau prosedur lain yang setara, bebas, dan rahasia. Prinsip kebebasan dan dan kerahasiaan pilihan harus dikedepankan, meskipun prosedur pemberian suara dapat saja diganti dengan menggunakan e-voting. Kerahasiaan surat suara adalah metode yang efektif untuk melawan pembelian suara (vote buying), intimidasi terhadap pemilih, dan pengaruh- pengaruh lain yang tidak seharusnya. Anggota panitia pemungutan suara dan pihak lain mana pun dilarang melihat surat suara yang sudah ditandai oleh pemilih, kecuali pada saat penghitungan suara. Pengecualian dapat diberikan kepada pihak yang diberikan wewenang membantu pemilih yang tunanetra, atau pemilih yang mempunyai kelemahan fisik atau buta huruf. Namun petugas yang berwenang tidak boleh menguasai surat suara yang sudah ditandai oleh pemilih sampai dimasukkan ke dalam kotak suara. 6. Kehadiran Pemantau Pemilu Pemantau pemilihan umum baik nasional maupun internasional sangat membantu meningkatkan kredibilitas proses dan hasil pemilihan umum. Proses pemilu yang transparan merupakan bagian dari prinsip penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil. Pemantauan juga berguna untuk menekan kecurangan di hari pemungutan suara. Saat ini ada kecenderungan meningkat jumlah pemantau pemilu dari organisasi-organisasi civil society. Keterlibatan pemantau merupakan bagian penting dari partisipasi masyarakat sipil dalam pemilihan umum, karena itu peraturan perundang-undangan harus mengatur hak dan kewajiban mereka sebagai pemantau pemilu.
  • 37. 37 Penyelenggara pemilu harus mengatur hal-hal yang harus dipenuhi untuk mendapatkan status akreditasi sebagai pemantau dan keadaan-keadaan di mana status pemantau dapat dicabut. Penyelenggara juga harus menjamin hak-hak pemantau seperti memeriksa dokumen, menghadiri rapat, memantau kegiatan- kegiatan pemilu pada semua tingkatan dan setiap saat, serta mendapatkan salinan resmi hasil penghitungan, tabulasi dan dokumen-dokumen pada semua tingkatan. Di samping itu penyelenggara juga harus menetapkan apa yang tidak boleh dilakukan pemantau. G. Sejarah Pemilihan Umum 1. Pemilu 1955 (Masa Parlementer). a. Sistem Pemilu Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru berusia 10 (sepuluh) tahun. Pemilu 1955 dilaksanakan pada masa Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin Harahap. Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) kali, yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955. b. Dasar Hukum Penyelenggaraan  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 1953.  Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954 tentang Menyelenggarakan Undang-Undang Pemilu.  Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1954 tentang Cara Pencalonan Keanggotaan DPR/Konstituante oleh Anggota Angkatan Perang dan Pernyataan Non Aktif/Pemberhentian berdasarkan penerimaan keanggotaan pencalonan keanggotaan tersebut, maupun larangan mengadakan Kampanye Pemilu terhadap Anggota Angkatan Perang. c. Badan Penyelenggara Pemilu Untuk menyelenggarakan Pemilu dibentuk badan penyelenggara pemilihan, dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4 Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953, yaitu:  Panitia Pemilihan Indonesia (PPI): mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR. Keanggotaan PPI
  • 38. 38 sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.  Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk di setiap daerah pemilihan untuk membantu persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR. Susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota, dengan masa kerja 4 (empat) tahun.  Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh Menteri Dalam Negeri yang bertugas membantu panitia pemilihan mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR.  Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk di setiap kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan pemungutan suara. Keanggotaan PPS sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dan Camat karena jabatannya menjadi ketua PPS merangkap anggota. Wakil ketua dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas nama Menteri Dalam Negeri. d. Peserta Pemilu 1955 Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan. Partai politik tersebut antara lain :  Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh Moh.Yusuf Sarjono  Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr. Sukirman Wirjosardjono  Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Nyono  Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh Sutan Dewanis  Partai Kristen Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh DS. Probowinoto  Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh Mr. Amir Syarifudin.
  • 39. 39  Partai Rakyat Sosialis, berdiri 20 Nopember 1945 diketuai oleh Sutan Syahrir  Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember 1945, diketuai oleh J. Kasimo  Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB. Assa  Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis, menjadi Partai Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifudin dan Oei Hwee Goat  Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan Serikat Rakyat Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946, diketuai oleh Sidik Joyosuharto. 2. Pemilu 1971-1997 (Masa Orde Baru) i. Pemilu 1971 a. Sistem Pemilu Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR. Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu. b. Asas Pemilu Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER).  Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.  Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.  Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
  • 40. 40  Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya. c. Dasar Hukum  TAP MPRS No. XI/MPRS/1966  TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966  UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat 4) UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.  UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. d. Badan Penyelenggara Pemilu Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan. Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan di desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (adhoc). e. Peserta Pemilu 1971  Partai Nahdlatul Ulama  Partai Muslim Indonesia  Partai Serikat Islam Indonesia  Persatuan Tarbiyah Islamiiah  Partai Nasionalis Indonesia  Partai Kristen Indonesia
  • 41. 41  Partai Katholik  Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia  Partai Murba  Sekber Golongan Karya ii. Pemilu 1977 a. Sistem Pemilu Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. b. Asas Pemilu Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia. c. Dasar Hukum  Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.  Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.  Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.  Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.  Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.  Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. d. Badan Penyelenggara Pemilu Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang memiliki struktur yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I di provinsi, PPD II di kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih di desa/kelurahan, dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia di luar negeri dibentuk PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc). e. Peserta Pemilu Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 sehingga Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu : 1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi/penggabungan dari: NU, Parmusi, Perti, dan PSII. 2) Golongan Karya (GOLKAR). 3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/penggabungan dari: PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba.
  • 42. 42 iii. Pemilu 1982 a. Sistem Pemilu Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, yaitu masih menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional). b. Asas Pemilu Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. c. Dasar Hukum  Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.  Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976. d. Badan Penyelenggara Pemilu Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. e. Peserta Pemilu 1982  Partai Persatuan Pembangunan (PPP).  Golongan Karya (Golkar).  Partai Demokrasi Indonesia (PDI). iv. Pemilu 1987 a. Sistem Pemilu Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. b. Asas Pemilu Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
  • 43. 43 c. Dasar Hukum  Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.  UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976. d. Badan Penyelenggara Pemilu. Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. e. Peserta Pemilu 1987  Partai Persatuan Pembangunan.  Golongan Karya  Partai Demokrasi Indonesia. v. Pemilu1992 a. Sistem Pemilu Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. b. Asas Pemilu Pemilu 1992 Dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia. c. Dasar Hukum.  Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1988 tentang Pemilu.  UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.  Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985
  • 44. 44  Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990 d. Badan Penyelenggara Pemilu. Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. d. Peserta Pemilu 1992.  Partai Persatuan Pembangunan.  Golongan Karya.  Partai Demokrasi Indonesia. vi. Pemilu 1997 a. Sistem Pemilu Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. b. Asas Pemilu Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia. c. Dasar Hukum.  Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/1993 tentang Pemilu.  Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.  Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 d. Badan Penyelenggara Pemilu Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN. e. Peserta Pemilu 1997.  Partai Persatuan Pembangunan.  Golongan Karya.
  • 45. 45  Partai Demokrasi Indonesia. 3. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi) i. Pemilu 1999 a. Sistem Pemilu. Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. b. Asas Pemilu. Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. c. Dasar Hukum.  Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.  Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.  Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. d. Badan Penyelenggara Pemilu. Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari unsur partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU juga dibantu oleh Sekretariat Umum KPU. Penyelenggara pemilu tingkat pusat dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur anggotanya sama dengan KPU. Untuk penyelenggaraan di tingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, PPK, PPS, dan KPPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan oleh PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil parpol peserta Pemilu ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh- tokoh masyarakat.
  • 46. 46 e. Peserta Pemilu 1999. Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik, yaitu : ii. Pemilu 2004 Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan rakyat memilih langsung wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD, dan DPRD serta memilih langsung presiden dan wakil presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk 1. Partai Indonesia Baru. 2. Partai Kristen Nasional Indonesia. 3. Partai Nasional Indonesia. 4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia. 5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia. 6. Partai Ummat Islam. 7. Partai Kebangkitan Umat. 8. Partai Masyumi Baru. 9. Partai Persatuan Pembangunan. 10. Partai Syarikat Islam Indonesia. 11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 12. Partai Abul Yatama. 13. Partai Kebangsaan Merdeka. 14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa. 15. Partai Amanat Nasional. 16. Partai Rakyat Demokratik. 17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905. 18. Partai Katholik Demokrat 19. Partai Pilihan Rakyat. 20. Partai Rakyat Indoneia. 21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. 22. Partai Bulan Bintang. 23. Partai Solidaritas Pekerja. 24. Partai Keadilan. 25. Partai Nahdlatul Umat 26. PNI-Front Marhaenis. 27. Partai Ikatan Pend.Kmd. Indonesia 28. Partai Republik. 29. Partai Islam Demokrat. 30. PNI-Massa Marhaen. 31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak. 32. Partai Demokrasi Indonesia. 33. Partai Golongan Karya. 34. Partai Persatuan. 35. Partai Kebangkitan Bangsa. 36. Partai Uni Demokrasi Indonesia. 37. Partai Buruh Nasional. 38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). 39. Partai Daulat Rakyat. 40. Partai Cinta Damai. 41. Partai Keadilan dan Persatuan. 42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia. 43. Partai Nasional Bangsa Indonesia. 44. Partai Bhinneka Tunggal Ika. 45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia. 46. Partai Nasional Demokrat. 47. Partai Umat Muslimin Indonesia. 48. Partai Perkerja Indonesia.
  • 47. 47 masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II). a. Sistem Pemilu. Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk didalamnya DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Partai politik akan mendapatkan kursi sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. b. Asas Pemilu. Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. c. Dasar Hukum.  Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.  Undang-undang No. 12 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.  Undang Undang Nomor 23 tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. d. Badan Penyelenggara Pemilu Penyelenggaraan Pemilu 2004 dilakukan oleh KPU. Penyelenggaraan ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/kota oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
  • 48. 48 e. Peserta Pemilu 2004.  Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2004 diikuti oleh 24 partai, yaitu :  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama) sebanyak 5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut: NO Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran I 1 H. Wiranto, SH. dan Ir. H.Salahuddin Wahid 2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi 3 Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo 4 H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla 5 Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh 1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme). 2. Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD). 3. Partai Bulan Bintang (PBB). 4. Partai Merdeka. 5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK). 7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB). 8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). 9. Partai Demokrat. 10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia). 11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI). 12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI). 13. Partai Amanat Nasional (PAN). 14. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). 15. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 16. Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 17. Partai Bintang Reformasi (PBR). 18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 19. Partai Damai Sejahtera. 20. Partai Golongan Karya (Partai Golkar). 21. Partai Patriot Pancasila. 22. Partai Sarikat Indonesia. 23. Partai Persatuan Daerah (PPD). 24. Partai Pelopor.
  • 49. 49 suara lebih dari 50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran II (kedua), dengan peserta dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua, yaitu : NO Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Putaran II 1 Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi 2 H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla iii. Pemilu 2009 Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran). a. Sistem Pemilu Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan. b. Asas Pemilu Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. c. Dasar Hukum  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
  • 50. 50  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. d. Badan Penyelenggara Pemilu UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). e. Peserta Pemilu  Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai, 38 partai merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal Aceh. Partai-partai tersebut adalah 1. Partai Hati Nurani Rakyat 2. Partai Karya Peduli Bangsa 3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia 4. Partai Peduli Rakyat Nasional 5. Partai Gerakan Indonesia Raya 6. Partai Barisan Nasional 7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 8. Partai Keadilan Sejahtera 9. Partai Amanat Nasional 10. Partai Perjuangan Indonesia Baru 11. Partai Kedaulatan 12. Partai Persatuan Daerah 13. Partai Kebangkitan Bangsa 14. Partai Pemuda Indonesia 15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme 16. Partai Demokrasi Pembaruan 17. Partai Karya Perjuangan 18. Partai Matahari Bangsa
  • 51. 51  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon, yaitu : 1) Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Prabowo Subianto (didukung oleh PDIP, Partai Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan, Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PSI, PPNUI) 2) Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. Dr. Boediono (didukung oleh Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai RepublikaN, Partai Patriot, PNBKI, PMB, PPI, Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB, Partai PDI) 3) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan H. Wiranto, S.IP (didukung oleh Partai Golkar, dan Partai Hanura) iv. Pemilu 2014 Pemilu 2014 merupakan pemilu ke-empat pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2014 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 20014-2019 diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014 (satu putaran). 19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia 20. Partai Demokrasi Kebangsaan 21. Partai Republika Nusantara 22. Partai Pelopor 23. Partai Golongan Karya 24. Partai Persatuan Pembangunan 25. Partai Damai Sejahtera 26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia. 27. Partai Bulan Bintang 28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 29. Partai Bintang Reformasi 30. Partai Patriot 31. Partai Demokrat 32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia 33. Partai Indonesia Sejahtera. 34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama 35. Partai Aceh Aman Seujahtra (Partai Lokal) 36. Partai Daulat Aceh (Partai Lokal) 37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai Lokal) 38. Partai Rakyat Aceh (Partai Lokal) 39. Partai Aceh (Partai Lokal) 40. Partai Bersatu Aceh (Partai Lokal) 41. Partai Merdeka 42. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 43. Partai Sarikat Indonesia 44. Partai Buruh
  • 52. 52 a. Sistem Pemilu Pemilu 2014 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan. b. Asas Pemilu. Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. c. Dasar Hukum.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD;  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. d. Badan Penyelenggara Pemilu UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
  • 53. 53 e. Peserta Pemilu  Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 diikuti oleh 15 partai, 12 partai merupakan partai nasional dan 3 partai merupakan partai lokal Aceh. Partai-partai tersebut adalah :  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon, yaitu : 1) Ir. H. Joko Widodo dan Dr.(H.C.) Drs. H. Jusuf Kalla yang diusung oleh PDIP, Nasdem, PKB, Hanura 2) Letnan Jenderal (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Ir. M. Hatta Rajasa yang diusung oleh Gerindra, PKS, PAN, PPP, PBB dan Partai Golkar v. Pemilu 2019 Pemilu 2014 merupakan pemilu ke-empat pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 17 April 2019 untuk memilih 575 Anggota DPR, 136 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2019-2024. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 20019-2024 diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 (satu putaran). Ini adalah kali pertama indonesia melaksanakan pemilu secara serentak pada 17 april 2019, aka nada 5 jenis surat suara yang diterima saat pemilih datang kke TPS, antara lain : Kelimanya adalah surat suara DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD RI, dan surat suara pilpres. 1. Partai NasDem 2. Partai Kebangkitan Bangsa 3. Partai Keadilan Sejahtera 4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 5. Partai Golongan Karya 6. Partai Gerakan Indonesia Raya 7. Partai Demokrat 8. Partai Amanat Nasional 9. Partai Persatuan Pembangunan 10. Partai Hati Nurani Rakyat 11. Partai Bulan Bintang 12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 13. Partai Damai Aceh 14. Partai Nasional Aceh 15. Partai Aceh
  • 54. 54 a. Sistem Pemilu. Pemilu 2019 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar kepada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk di lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan. b. Asas Pemilu. Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. c. Dasar Hukum.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Meliputi Penyelenggara hingga peserta pemilu d. Badan Penyelenggara Pemilu UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU, ditingkat provinsi dilaksanakan oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
  • 55. 55 e. Peserta Pemilu  Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2019 diikuti oleh 20 partai, 16 partai merupakan partai nasional dan 4 partai merupakan partai lokal Aceh. Partai-partai tersebut adalah :  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon, yaitu : 1) Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin yang diusung oleh PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, PPP, PKPI, Golkar, 2) Letnan Jenderal (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A yang diusung oleh Gerindra, PAN, Demokrat dan PKS 1. Partai Kebangkitan Bangsa 2. Partai Gerakan Indonesia Raya 3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 4. Partai Golongan Karya 5. Partai Nasdem 6. Partai Gerakan Perubahan Indonesia 7. Partai Berkarya 8. Partai Keadilan Sejahtera 9. Partai Persatuan Indonesia 10. Partai Persatuan Pembangunan 11. Partai Solidaritas Indonesia 12. Partai Amanat Nasional 13. Partai Hati Nurani Rakyat 14. Partai Demokrat 15. Partai Bulan Bintang 16. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 17. Partai Aceh 18. Partai Suara Independen Rakyat Aceh 19. Partai Daerah Aceh 20. Partai Nanggroe Aceh
  • 56. 56 BAB III POLITIK UANG (Money Politic) dan PATRONASE Pengantar : Money politic atau yang sering disebut dengan politik uang merupakan pertukaran uang dengan sebuah kebijakan atau keputusan politik yang mengatasnamakan kepenting rakyat tetapi sesungguhnya membawa kepentingan partai/ kelompok/ pribadi. bahwa politik uang menggambarkan praktik yang lebih merujuk pada distribusi uang dalam bentuk tunai maupun barang dari kandidat di saat pemilu . Hal tersebut ia artikan dengan melihat fenomena perkembangan zaman yang mulai mengartikan politik uang ke dalam konteks yang lebih sempit. Patronase sebagai sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pengiat kampanye, dalam rangka mendapatkan keuntungan politik dari mereka. Patronase merupakan pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti pekerjaan atau kontrak proyek) yang didistribusikan oleh politisi, termasuk keuntungan yang ditujukan untuk individu ( misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok/ komunitas( misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok/ komunitas ( misalnya,lapangan sepak bola baru untuk para pemuda di sebuah kampung). Patronase juga bisa berupa uang tunai atau barang yang didistribusikan kepada pemilih yang berasal dari dana pribadi. Cost Politik’ atau dana politik adalah dana wajib yang harus dianggarkan PelakuPolitik yang digunakan untuk membeli spanduk, poster, baju kampanya, bendera kampanye dan bahkan untuk mebuat iklan di media massa atau TV sekalipun serta biaya akomodasi,transportasi Kata kunci: Politik uang (Money politic) dan Patronase Tujuan :  Memberikan pemahaman kepada peserta mengenai Politik uang dan Patronase  Memberikan pemahaman kepada peserta perbedaan politik uang dan dana politik
  • 57. 57 Tujuan Khusus : Pada akhir sesi peserta diharapkan:  Memahami pengertian politik uang dan patronase  Memahami Tipe-tipe politik uang dan patronase  Memahami Dampak Buruk Politik uang dan Patronase  Memahami Perbedaan Politik uand dan dana politik Pokok Bahasan : Politik uang, Patronase, dan Dana politik Metode Pembelajaran : CARA PERTAMA 1. Fasilitator menanyakan kepada peserta pengertian Politik uang , Patronase dan dana politik 2. Fasilitator mencatatnya pada kertas flipchart/plano. Jawaban yang sama atau memiliki ide yang sama dikelompokkan dalam satu bagian. 3. Bila tidak ada lagi jawaban baru atau ide baru fasilitator menutup dengan mengajak peserta melihat kembali daftar jawaban Catatan :  Fasilitator diharapkan menggali pemahaman peserta terhadap pengertian Politik uang , Patronase dan Dana Politik  Jawaban yang dimunculkan peserta akan dibandingkan dengan Salah satu referensi Buku Politik Uang DI Indonesia Karya Edward Aspinall dan Mada Sukamajati  Alokasi waktu 5 menit CARA KEDUA 1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan hitungan angka 1,2,3,dan 4. Secara bergiliran peserta menyebut angka tersebut. Perserta dengan angka yang sama berkelompok menjadi satu 2. Fasilitator membagikan materi mengenai politik uang,patronase dan dana politik 3. Masing-masing Kelompok membahas materi sebagai berikut Kelompok 1 : membahas Pengertian Politik uang dan dampak politik uang, Kelompok 2 : Membahas kasus-kasus atau praktik yang terjadi mengenai politik uang disekitar lingkungan anda, Kelompok 3 : menjelaskan pengertian Patronase dan varian patronase 4. Tugas dalam diskusi kelompok adalah:  Mengidentifikasi dampak politik uang dan pengertiannya  Mendiskusikan bagaimana praktik politik uang terjadi 5. Mengidentifikasi apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi selama ini agar peserta tidak melakukan praktik politik uang 6. Peserta diberikan waktu berdiskusi selama 15 menit. Kemudian, setiap kelompok presentasi selama 5 menit.