Dokumen tersebut membahas tentang program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, termasuk tujuan dan pelaksanaannya, serta pandangan berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga agama, dan tokoh masyarakat terhadap KB. Dokumen ini juga membandingkan pandangan Islam tentang perencanaan keluarga dengan program KB secara khusus.
Upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul tak boleh padam. Pandemi bukanlah halangan bagi untuk terus berikhtiar mewujudkan generasi SDM yang unggul dan inovatif.
Kondisi pandemi dengan segala dampak di setiap sendi kehidupan ini justru menyadarkan semua pihak betapa penting SDM tangguh yang mampu bergerak dengan cara-cara luar biasa dan beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan.
Salah satu tantangan terbesar adalah stunting alias gagal pertumbuhan pada anak. Ya stunting menjadi momok dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan SDM.
Berdasar data Survei Status Gizi Balita Indonesia Tahun 2019 Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa 27,7% anak Balita Indonesia mengalami stunting. Artinya ada sekitar 6,5 juta balita Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan stunting di masa mendatang.
Sementara untuk jumlah kasus stunting tertinggi berada di Kabupaten Sumba Barat Daya, yakni 30,1%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sekitar 27%.
Kondisi yang tentunya patut dicermati. Itu pula yang kemudian melatari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy melakukan pemantauan langsung ke lapangan. Terutama menyambangi daerah-daerah yang memang secara statistik memiliki angka stunting cukup tinggi.
Presiden Jokowi menargetkan angka stunting turun hingga mencapai 14% pada tahun 2024. Artinya sejak dari sekarang ada waktu sekitar empat tahun untuk mewujudkannya. Sulitkah? tentu tidak ketika semua saling bahu-membahu menekan angka stunting.
Seperti yang disampaikan Menko PMK, persoalan stunting tidak bisa ditangani oleh satu pihak melainkan lintas sektoral. Bukan hanya pemerintah, namun juga para pemangku kepentingan terkait termasuk para tokoh masyarakat dan kepala adat.
Pasalnya, hanya dengan sinergi lintas sektoral negara akan mampu menangani persoalan stunting, terutama untuk mencapai target pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut sebagaimana target dan fokus pemerintah lima tahun ke depan sesuai RPJMN 2020-2024.
Sinergi menjadi kunci bagaimana menekan angka stunting. Tidak mengandalkan pemerintah semata, tapi bagaimana mengkapitalisasi semua potensi yang ada di luar eksekutif untuk mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
Untuk itulah, di edisi penghujung akhir tahun 2020 ini, Brafo PMK mengulas bagaimana perspektif persoalan stunting dari berbagai sektor. Selamat membaca. (*)
Menjiwai Pancasila
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Tak dapat dipungkiri, selama 76 tahun berlalu sejak Indonesia merdeka tahun 1945, ketika pertama kalinya Hari Lahir Pancasila dirumuskan, belum seluruhnya warga negara Indonesia memahami bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. Pancasila masih sebatas ucapan bibir, belum sepenuhnya dijiwai dan diamalkan untuk kemajuan bangsa.
Padahal, seperti yang diucapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, bahwa Pancasila merupakan titik temu terhadap berbagai perbedaan yang ada di Indonesia, mulai dari suku, agama, ras dan kepercayaan.
Sebagai ideologi, Pancasila menjadi simbol keberagaman sebagaimana hasil kesepakatan dari para pendiri bangsa. Pancasila telah menjadi konsensus nasional, dari semua golongan masyarakat di Indonesia.
Karenanya, implementasi dari seluruh nilai Pancasila harus dilakukan dengan tindakan nyata oleh masyarakat, terlebih di tengah bencana pandemi Covid-19 yang saat ini masih kita hadapi.
Sejatinya di tengah situasi sulit ini, momentum Hari Lahir Pancasila bisa menjadi pemantik semangat persatuan bangsa. Mewujudkan Pancasila sebagai pedoman dalam bertindak melalui sikap toleransi, serta gotong royong menuju Indonesia Maju.
Dua tahun lamanya, bangsa ini memikul beban berat di tengah pandemi Covid-19. Segala sektor terpuruk. Namun kita tidak boleh tinggal diam, dan hanya pasrah. Pendidikan harus kembali bangkit, kesehatan harus pulih, dan ekonomi kembali berdaya.
Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk bangkit dan melawan kondisi ketidakpastian ini harus kita dukung. Sebab keberlangsungan bangsa bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga butuh peran optimal dari seluruh masyarakat Indonesia.
Terbaru, pemerintah meluncurkan Program Vaksinasi Gotong Royong yang dimulai 17 Mei 2021. Mengutip Permenkes Nomor 10 Tahun 2021, vaksinasi gotong royong diwujudkan dengan pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pendanaannya dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.
Maka, implementasinya para penerima program vaksinasi gotong royong tidak akan dipungut bayaran atau gratis. Biaya untuk membeli vaksin dari program vaksinasi gotong royong ditanggungkan kepada perusahaan atau badan hukum yang menaungi pekerja.
Bertepatan dengan momentum Hari Lahir Pancasila ini, Majalah BRAFOPMK akan mengulas mengenai Program Vaksinasi Gotong Royong. Mulai dari kebijakan, hingga mekanismenya. Selamat membaca.(*)
REVOLUSI MENTAL SYARAT MUTLAK INDONESIA MAJU
Desember 2016, Presiden Jokowi mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Inpres ini bertujuan untuk memperbaiki dan membangun karakter bangsa yang mengacu pada nilai-nilai integritas, etos kerja dan gotong royong .
Praktek revolusi mental bertujuan untuk mengubah pola pikir menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong. Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan. Itu sebabnya, GNRM menjadi syarat mutlak untuk Indonesia Maju.
Seperti kita ketahui bersama, dalam GNRM terdapat lima gerakan, yaitu Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri dan Gerakan Indonesia Bersatu. GNRM semakin relevan bagi bangsa Indonesia yang saat ini tengah menghadapi problem pandemi Covid-19.
Kampanye patuh terhadap protokol kesehatan yaitu Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak (3M) merupakan wujud nyata Gerakan Indonesia Bersih dan Gerakan Indonesia Tertib dalam GNRM. Revolusi Mental masih terus berjalan, Revolusi Mental belum selesai. Patuh terhadap anjuran pemerintah untuk ikut vaksinasi juga sebagai ikhtiar bangsa
dalam mengentaskan Covid-19. Tak cukup sampai disitu, saat ini Indonesia membutuhkan
Revolusi Mental untuk menghadapi tantangan globalisasi budaya, informasi tidak terkendali atau hoaks, tergerusnya nilai-nilai luhur, ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Revolusi mental diperlukan untuk mengembalikan karakteristik orisinal bangsa, yaitu santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Program perubahan perilaku juga sebagai momentum untuk meraih kemajuan bangsa. Untuk itu, Redaksi Brafo PMK mempersembahkan edisi khusus
“REVOLUSI MENTAL”.
Tahun 2020 menjadi tahun yang paling kelam untuk umat manusia, tak hanya di Tanah Air namun juga dunia. Badai Covid-19 menerjang hampir seluruh negara. Adaptasi kebiasaan baru diterapkan, sektor sosial ekonomi merupakan hal yang paling terpukul akibat Pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.
Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam menanggulangi ‘bencana’ dahsyat ini. Dan mengawali 2021, Presiden Republik Indoneisa Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh kementerian untuk saling bahu membahu hadir di tengah masyarakat yang sedang kesulitan sembari berikhtiar untuk mengentaskan Covid-19. Jokowi juga secara langsung menggelontorkan Bantuan Sosial 2021 untuk membangkitkan perekonomian rakyat yang ‘babak belur’ karena Covid-19.
Tak hanya itu, pemerintah juga fokus pada suksesi vaksinasi secara massal. Meski vaksin telah ditemukan, butuh waktu yang tak sebentar untuk memerangi Covid-19, namun bukan menjadi alasan untuk berdiam diri. Itu sebabnya, BRAFO PMK Kali ini mengangkat tema ‘Optimisme Menyongsong 2021’. (*)
Lebaran Tanpa Mudik, Tak Berarti Memutus Silaturahmi
Menjadi tradisi di Indonesia, mudik diartikan dengan tradisi pulang kampung menjelang hari raya besar keagamaan, terutama Lebaran Idul Fitri. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat yang tersebar di perantauan, selain yang utama silaturahmi dengan orang tua.
Sayang, pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, sehingga mengharuskan masyarakat menahan diri untuk mudik ke kampung halaman pada momen Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi ini. Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021.
Keputusan tersebut diambil untuk mencegah peningkatan angka penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Larangan mudik lebaran ditetapkan sejak tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Tujuannya mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya, yaitu pada momentum beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.
Kebijakan ini tentunya mengundang pro dan kontra, karena banyak pihak yang merasa kecewa tak bisa bertemu keluarga di hari lebaran. Di sisi lain tak sedikit pula yang mendukung kebijakan ini, larangan mudik menjadi keputusan berat yang harus diambil pemerintah demi menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19.
Namun, meski tak bisa tatap muka secara langsung di lebaran tahun ini seluruh masyarakat hingga pejabat negara, masih bisa memanfaatkan teknologi untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat di kampung halaman.
Peniadaan mudik tidak menghalangi masyarakat untuk bersilaturahmi dan merayakan hari kemenangan. Tidak mudik bukan berarti kita kehilangan kesyahduan, kebersamaan, dan silaturahmi dari peristiwa Hari Raya Idulfitri.
Berkenaan dengan momentum hari Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi, Majalah Brafo PMK edisi Mei 2021 ini akan membahas mengenai kebijakan larangan mudik lebaran hingga pemanfaatan teknologi untuk menyambung silaturahmi. Selamat membaca.
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak, masih menjadi sebuah fenomena layaknya gunung es. Kondisi ini semakin parah, dengan stigma sosial bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah aib, sehingga para korban enggan melapor kepada orang tua dan pihak yang berwajib.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus
Sedangkan di tahun 2021, dihimpun dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak hingga 3 Juni, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Tentunya, kondisi ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Orang tua harus bisa lebih peka, dalam mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Upaya-upaya pencegahan juga harus dilakukan semua pihak, mulai dari orang tua, jajaran sekolah, hingga masyarakat luas. Salah satunya dengan memperkuat wawasan mengenai sex edukasi serta pentingnya setiap anak untuk menjaga diri dari pergaulan bebas.
Selain itu, kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang. Terutama berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga mereka dewasa.
Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, maupun otoritas negara.
Pada momentum Hari Anak Nasional yang diperingati tanggal 23 Juli 2021, kita semua berharap agar kasus kekerasan pada anak bisa ditekan, bahkan hilang dari bumi nusantara. Anak-anak Indonesia harus bisa bermain, belajar, dan berkehidupan dengan tenang dan gembira.
Di edisi Juli 2021, Majalah BRAFOPMK akan membahas lebih dalam mengenai kasus kekerasan pada anak, beserta upaya-upaya yang harus dilakukan. Selamat membaca.(*)
Upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul tak boleh padam. Pandemi bukanlah halangan bagi untuk terus berikhtiar mewujudkan generasi SDM yang unggul dan inovatif.
Kondisi pandemi dengan segala dampak di setiap sendi kehidupan ini justru menyadarkan semua pihak betapa penting SDM tangguh yang mampu bergerak dengan cara-cara luar biasa dan beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan.
Salah satu tantangan terbesar adalah stunting alias gagal pertumbuhan pada anak. Ya stunting menjadi momok dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan SDM.
Berdasar data Survei Status Gizi Balita Indonesia Tahun 2019 Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa 27,7% anak Balita Indonesia mengalami stunting. Artinya ada sekitar 6,5 juta balita Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan stunting di masa mendatang.
Sementara untuk jumlah kasus stunting tertinggi berada di Kabupaten Sumba Barat Daya, yakni 30,1%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sekitar 27%.
Kondisi yang tentunya patut dicermati. Itu pula yang kemudian melatari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy melakukan pemantauan langsung ke lapangan. Terutama menyambangi daerah-daerah yang memang secara statistik memiliki angka stunting cukup tinggi.
Presiden Jokowi menargetkan angka stunting turun hingga mencapai 14% pada tahun 2024. Artinya sejak dari sekarang ada waktu sekitar empat tahun untuk mewujudkannya. Sulitkah? tentu tidak ketika semua saling bahu-membahu menekan angka stunting.
Seperti yang disampaikan Menko PMK, persoalan stunting tidak bisa ditangani oleh satu pihak melainkan lintas sektoral. Bukan hanya pemerintah, namun juga para pemangku kepentingan terkait termasuk para tokoh masyarakat dan kepala adat.
Pasalnya, hanya dengan sinergi lintas sektoral negara akan mampu menangani persoalan stunting, terutama untuk mencapai target pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut sebagaimana target dan fokus pemerintah lima tahun ke depan sesuai RPJMN 2020-2024.
Sinergi menjadi kunci bagaimana menekan angka stunting. Tidak mengandalkan pemerintah semata, tapi bagaimana mengkapitalisasi semua potensi yang ada di luar eksekutif untuk mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
Untuk itulah, di edisi penghujung akhir tahun 2020 ini, Brafo PMK mengulas bagaimana perspektif persoalan stunting dari berbagai sektor. Selamat membaca. (*)
Menjiwai Pancasila
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Tak dapat dipungkiri, selama 76 tahun berlalu sejak Indonesia merdeka tahun 1945, ketika pertama kalinya Hari Lahir Pancasila dirumuskan, belum seluruhnya warga negara Indonesia memahami bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. Pancasila masih sebatas ucapan bibir, belum sepenuhnya dijiwai dan diamalkan untuk kemajuan bangsa.
Padahal, seperti yang diucapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, bahwa Pancasila merupakan titik temu terhadap berbagai perbedaan yang ada di Indonesia, mulai dari suku, agama, ras dan kepercayaan.
Sebagai ideologi, Pancasila menjadi simbol keberagaman sebagaimana hasil kesepakatan dari para pendiri bangsa. Pancasila telah menjadi konsensus nasional, dari semua golongan masyarakat di Indonesia.
Karenanya, implementasi dari seluruh nilai Pancasila harus dilakukan dengan tindakan nyata oleh masyarakat, terlebih di tengah bencana pandemi Covid-19 yang saat ini masih kita hadapi.
Sejatinya di tengah situasi sulit ini, momentum Hari Lahir Pancasila bisa menjadi pemantik semangat persatuan bangsa. Mewujudkan Pancasila sebagai pedoman dalam bertindak melalui sikap toleransi, serta gotong royong menuju Indonesia Maju.
Dua tahun lamanya, bangsa ini memikul beban berat di tengah pandemi Covid-19. Segala sektor terpuruk. Namun kita tidak boleh tinggal diam, dan hanya pasrah. Pendidikan harus kembali bangkit, kesehatan harus pulih, dan ekonomi kembali berdaya.
Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk bangkit dan melawan kondisi ketidakpastian ini harus kita dukung. Sebab keberlangsungan bangsa bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga butuh peran optimal dari seluruh masyarakat Indonesia.
Terbaru, pemerintah meluncurkan Program Vaksinasi Gotong Royong yang dimulai 17 Mei 2021. Mengutip Permenkes Nomor 10 Tahun 2021, vaksinasi gotong royong diwujudkan dengan pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pendanaannya dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.
Maka, implementasinya para penerima program vaksinasi gotong royong tidak akan dipungut bayaran atau gratis. Biaya untuk membeli vaksin dari program vaksinasi gotong royong ditanggungkan kepada perusahaan atau badan hukum yang menaungi pekerja.
Bertepatan dengan momentum Hari Lahir Pancasila ini, Majalah BRAFOPMK akan mengulas mengenai Program Vaksinasi Gotong Royong. Mulai dari kebijakan, hingga mekanismenya. Selamat membaca.(*)
REVOLUSI MENTAL SYARAT MUTLAK INDONESIA MAJU
Desember 2016, Presiden Jokowi mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Inpres ini bertujuan untuk memperbaiki dan membangun karakter bangsa yang mengacu pada nilai-nilai integritas, etos kerja dan gotong royong .
Praktek revolusi mental bertujuan untuk mengubah pola pikir menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong. Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan. Itu sebabnya, GNRM menjadi syarat mutlak untuk Indonesia Maju.
Seperti kita ketahui bersama, dalam GNRM terdapat lima gerakan, yaitu Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri dan Gerakan Indonesia Bersatu. GNRM semakin relevan bagi bangsa Indonesia yang saat ini tengah menghadapi problem pandemi Covid-19.
Kampanye patuh terhadap protokol kesehatan yaitu Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak (3M) merupakan wujud nyata Gerakan Indonesia Bersih dan Gerakan Indonesia Tertib dalam GNRM. Revolusi Mental masih terus berjalan, Revolusi Mental belum selesai. Patuh terhadap anjuran pemerintah untuk ikut vaksinasi juga sebagai ikhtiar bangsa
dalam mengentaskan Covid-19. Tak cukup sampai disitu, saat ini Indonesia membutuhkan
Revolusi Mental untuk menghadapi tantangan globalisasi budaya, informasi tidak terkendali atau hoaks, tergerusnya nilai-nilai luhur, ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Revolusi mental diperlukan untuk mengembalikan karakteristik orisinal bangsa, yaitu santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Program perubahan perilaku juga sebagai momentum untuk meraih kemajuan bangsa. Untuk itu, Redaksi Brafo PMK mempersembahkan edisi khusus
“REVOLUSI MENTAL”.
Tahun 2020 menjadi tahun yang paling kelam untuk umat manusia, tak hanya di Tanah Air namun juga dunia. Badai Covid-19 menerjang hampir seluruh negara. Adaptasi kebiasaan baru diterapkan, sektor sosial ekonomi merupakan hal yang paling terpukul akibat Pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.
Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam menanggulangi ‘bencana’ dahsyat ini. Dan mengawali 2021, Presiden Republik Indoneisa Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh kementerian untuk saling bahu membahu hadir di tengah masyarakat yang sedang kesulitan sembari berikhtiar untuk mengentaskan Covid-19. Jokowi juga secara langsung menggelontorkan Bantuan Sosial 2021 untuk membangkitkan perekonomian rakyat yang ‘babak belur’ karena Covid-19.
Tak hanya itu, pemerintah juga fokus pada suksesi vaksinasi secara massal. Meski vaksin telah ditemukan, butuh waktu yang tak sebentar untuk memerangi Covid-19, namun bukan menjadi alasan untuk berdiam diri. Itu sebabnya, BRAFO PMK Kali ini mengangkat tema ‘Optimisme Menyongsong 2021’. (*)
Lebaran Tanpa Mudik, Tak Berarti Memutus Silaturahmi
Menjadi tradisi di Indonesia, mudik diartikan dengan tradisi pulang kampung menjelang hari raya besar keagamaan, terutama Lebaran Idul Fitri. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat yang tersebar di perantauan, selain yang utama silaturahmi dengan orang tua.
Sayang, pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, sehingga mengharuskan masyarakat menahan diri untuk mudik ke kampung halaman pada momen Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi ini. Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021.
Keputusan tersebut diambil untuk mencegah peningkatan angka penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Larangan mudik lebaran ditetapkan sejak tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Tujuannya mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya, yaitu pada momentum beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.
Kebijakan ini tentunya mengundang pro dan kontra, karena banyak pihak yang merasa kecewa tak bisa bertemu keluarga di hari lebaran. Di sisi lain tak sedikit pula yang mendukung kebijakan ini, larangan mudik menjadi keputusan berat yang harus diambil pemerintah demi menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19.
Namun, meski tak bisa tatap muka secara langsung di lebaran tahun ini seluruh masyarakat hingga pejabat negara, masih bisa memanfaatkan teknologi untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat di kampung halaman.
Peniadaan mudik tidak menghalangi masyarakat untuk bersilaturahmi dan merayakan hari kemenangan. Tidak mudik bukan berarti kita kehilangan kesyahduan, kebersamaan, dan silaturahmi dari peristiwa Hari Raya Idulfitri.
Berkenaan dengan momentum hari Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi, Majalah Brafo PMK edisi Mei 2021 ini akan membahas mengenai kebijakan larangan mudik lebaran hingga pemanfaatan teknologi untuk menyambung silaturahmi. Selamat membaca.
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak, masih menjadi sebuah fenomena layaknya gunung es. Kondisi ini semakin parah, dengan stigma sosial bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah aib, sehingga para korban enggan melapor kepada orang tua dan pihak yang berwajib.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus
Sedangkan di tahun 2021, dihimpun dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak hingga 3 Juni, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Tentunya, kondisi ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Orang tua harus bisa lebih peka, dalam mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Upaya-upaya pencegahan juga harus dilakukan semua pihak, mulai dari orang tua, jajaran sekolah, hingga masyarakat luas. Salah satunya dengan memperkuat wawasan mengenai sex edukasi serta pentingnya setiap anak untuk menjaga diri dari pergaulan bebas.
Selain itu, kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang. Terutama berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga mereka dewasa.
Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, maupun otoritas negara.
Pada momentum Hari Anak Nasional yang diperingati tanggal 23 Juli 2021, kita semua berharap agar kasus kekerasan pada anak bisa ditekan, bahkan hilang dari bumi nusantara. Anak-anak Indonesia harus bisa bermain, belajar, dan berkehidupan dengan tenang dan gembira.
Di edisi Juli 2021, Majalah BRAFOPMK akan membahas lebih dalam mengenai kasus kekerasan pada anak, beserta upaya-upaya yang harus dilakukan. Selamat membaca.(*)
Plus Minus Sekolah Daring
BRAFO PMK -Pembelajaran jarak jauh (PPJ) yang populer dengan istilah sekolah daring (dalam jaringan atau online) menjadi pilihan yang ditempuh dalam proses pendidikan di tengah masa pandemi covid-19.
Di awal tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk mengatur penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Pemda diizinkan untuk membuka kembali sekolah-sekolah dengan penerapan protokol kesehatan dan persyaratan lainnya. Tidak lupa juga asalkan komite sekolah dan juga orang tua murid setuju.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyebut, sebanyak 32.400 sekolah atau 15 persen dari seluruh sekolah yang ada di Indonesia sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di awal tahun 2021.
Sedangkan 186.552 sekolah lainnya masih belajar dari daring rumah. Meskipun Mendikbud sudah memberikan otoritas kepada Pemda untuk melakukan pembelajaran tatap muka, tingkat kemauan daerah masih rendah, apalagi di daerah yang cukup besar tingkat penularannya. Sehingga, mau tak mau, sekolah daring tetap dilanjutkan.
Hampir satu tahun berjalan, mekanisme serta praktik sekolah daring masih menemui sejumlah persoalan, sehingga muncul beberapa pro kontra. Dari segi manfaat, dilakukannya sekolah daring telah menjejakkan proses pendidikan di tanah air ke arah digitalisasi.
Namun di sisi lain, hal itu juga menimbulkan beberapa permasalahan.
Bagi daerah yang mengalami kendala akses internet dan ketiadaan gawai karena rendahnya tingkat ekonomi masyarakat, sekolah daring cukup sulit untuk dilakukan.
Selain itu, proses belajar mengajar yang membutuhkan praktik secara langsung juga mengalami kendala.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bahkan meminta agar pengelola instansi pendidikan lebih berani dalam melakukan berbagai terobosan. Di samping menerapkan protokol kesehatan, juga memastikan proses pendidikan berjalan dengan lancar.
Apalagi, kata Muhadjir, sekolah daring masih belum optimal. Terutama menyangkut pendidikan karakter anak yang dianggap banyak sekali kehilangan peluang. Sebab, fasilitas sekolah masih belum merata dan memadai di seluruh Indonesia.
Untuk itu, di edisi Febuari 2021 ini, majalah BRAFO PMK akan mengulas soal kebijakan, mekanisme, hingga kelebihan dan kekurangan sistem pembelajaran daring. Ke depan, diharapkan bisa menjadi evaluasi bagi semua pihak untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang lebih baik di tengah masa pandemi covid-19 maupun di masa yang akan datang. Selamat membaca. (*)
Peran Perempuan di Masa Pandemi
Dua tahun sudah virus Covid-19 menjangkit Indonesia, sejak diumumkan pada awal Maret 2019 lalu. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengusir virus ini dari nusantara. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hingga vaksinasi yang kini masih berlangsung.
Semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi mengalami dampak dari Covid-19. Lalu bagaimana ketahanan keluarga masih bisa terjaga di masa pandemi seperti ini? Jawabannya tentu tak lepas dari peran perempuan tangguh dalam menghadapi kondisi sulit.
Karakter R. A Kartini yang khas dengan sikap berani, optimis, mandiri, dan tekad yang kuat diharapkan dapat diterapkan oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, perempuan di dalam keluarga memiliki peranan yang sangat penting, terlebih sebagai seorang ibu. Dibutuhkan ketangguhan dalam menghadapi perubahan-perubahan perilaku dalam kebiasaan keluarga maupun masyarakat.
Tak hanya dituntut untuk bisa mengendalikan emosinya sendiri, perempuan atau seorang ibu di rumah juga harus bisa menjaga kondusifitas seluruh anggota keluarga. Sebab di masa pandemi, semua anggota keluarga yang biasanya beraktifitas di luar menjadi harus stay at home (di rumah saja).
Berkenaan dengan momentum Hari Kartini, Majalah Brafo PMK edisi April 2021 ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Muai dari peranan di dalam keluarga, hingga kontribusi perempuan di sektor pendidikan hingga ekonomi. Selamat membaca.
Maret 2020, bangsa Indonesia diuji dengan kedatangan ‘tamu’ bernama Covid-19 alias virus Corona. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, tersebut nyaris menyasar seluruh sektor kehidupan. Kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Tiga bulan berlalu, seluruh elemen bangsa ini terus berjuang melewati fase pandemi ini. Pemerintah pusat, daerah, bahu-membahu saling bersinergi membuat kebijakan. Dimulai dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar) hingga sekarang dengan mulai diimplementasikannya ’Adaptasi Kebiasaan Baru’.
Apa yang dilakukan pemerintah sejatinya untuk menegakan kembali sendi-sendi perekonomian yang notabene terdampak Covid-19. Masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah amat merasakan dampak dari virus ini.
Corona memang belum pergi dari Bumi Nusantara. Tapi, semangat untuk terus bekerja, berkarya, harus terus hidup. Untuk itulah, di edisi Juli 2020, BRAFOPMK mengangkat topik ‘Adaptasi Kebiasaan Baru, Tantangan Baru’ sebagai ikhtiar untuk membangun narasi optimisme.
Tak terasa, periode kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin sudah
setahun. Dilantik Oktober 2019 lalu, duet kepemimpinannya terus berbuat untuk bangsa.
Tentu selama setahun ini, ada banyak keberhasilan yang dicapai kementerian-kementerian, termasuk 7 kementerian di bawah Kemenko PMK. Sekalipun memang belum maksimal
lantaran masih baru setahun pemerintahan.
Ditambah lagi kondisi pandemi Covid-19 yang mulai melanda
negeri ini sejak Februari kemarin, yang memang banyak mengubah aspek kehidupan. Termasuk rencana impelentasi program di lingkup kementerian.
Itu pula yang kemudian melatari tema Majalah Brafo PMK di bulan Oktober ini. Tim redaksi mengulik capaian dari salah satu program kementerian di bawah Kemenko PMK, yang dibingkai dalam BRAFOPMK edisi Oktober dengan judul KERJA, KERJA, KERJA.
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi aspek krusial bagi sebuah negarq. Semakin banyak SDM yang unggul, maka proses akselerasi pembangunan di segala sektor makin optimal.
Pun dengan Indonesia. Memasuki usianya yang ke-75, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing. Tantangan tentu tak mudah. Perlu kolaborasi dan sinergi semua pihak buat merealisasikannya.
Di edisi Agustus 2020, Majalah BrafoPMK mengulas secara komprehensif ihwal grand design pembangunan SDM Indonesia. Cakupan bahasan seputar 'Siklus Pembangunan Manusia' yang notabene core program Kemenko PMK, peran pendidikan tinggi, hingga pendidikan Vokasi.
Selain itu, pada edisi kali ini BrafoPMK juga mengulas sosok inspiratif bernama Raeni. Namanya menjadi buah bibir lantaran Raeni, yang ketika wisuda diantar Becak bapaknya, berhasil meraih doktor dari salah satu kampus mentereng di Inggris.
Selain Raeni, ada banyak informasi segar dan informatif seputar keberhasilan desa-desa membangun daerahnya. Kemudian inovasi vaksin, hingga sekelumit peristiwa unik menjelang proklamasi.
GNRM JALAN NYATA BANGUN KARAKTER BANGSA
Penyakit mental, paling berbahaya yang diwariskan semasa
zaman Penjajahan (1600-1945) adalah watak inlander. Mental Inlander, ditandai dengan tidak dimilikinya rasa percaya diri
sebagai sebuah bangsa, memandang bangsa lain jauh lebih
hebat dan maju. Tidak mampu, membaca potensi bangsa
yang begitu besar.
Meskipun, bangsa ini sudah mendeklarasikan kemerdekaan sejak 17 Agustus 1945, namun penyakit inlander tidak serta merta hilang dari Bumi Pertiwi. Baru-baru ini, Presiden Jokowi menyoroti 'Mental Inlander' yang masih bercokol di masyarakat. Orang nomor satu di republik ini tidak ingin mental inferior, mental inlander alias mental terjajah, mendarang daging dalam mentalitas bangsa Indonesia.
Resep menghapuskan mental inlander sejatinya telah disampaikan Presiden Jokowi yakni mengubah cara pikir, tindak dan sikap melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dimotori Kementerian Koordinator Pembangun an Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). GNRM, Pancasila menjadi landasan pembangunan SDM unggul Indonesia.
GNRM, menjadi hal wajib untuk terus dilakukan agar loncatan kualitas SDM hingga daya saing bangsa bisa diraih melalui
etos kerja, gotong royong, serta integritas yang selalu diterapkan dalam GNRM.
Oleh karenanya, diperlukan kesadaran seluruh pihak bahwa
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Mental percaya diri,
dibuktikan dengan menerapkan etos kerja yang tinggi serta
berintegritas. Begitu juga dengan Redaksi Brafo PMK, kami
memiliki tanggung jawab besar memberikan edukasi kepada
pembaca, sebagai salah satu fungsi media (to educate).
Bahwa untuk menuju bangsa yang besar dan maju, harus
mengetahui potensi diri sendiri, percaya diri, untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. GNRM, menjadi jalan nyata untuk
membangun karakter bangsa. (*)
Kesadaran dan kedisiplinan menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19. Ya, hanya dengan itu, tingginya angka orang yang positif bisa ditekan. Sekilas mudah, tapi implementasi di lapangannya begitu sulit.
Beberapa bulan pasca Adaptasi Kebiasaan Baru, kekhawatiran muncul. Masyarakat mulai lupa dengan protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo dan jajaran kementeriannya, tak henti-hentinya mengkampanyekan pentingnya penguatan protokol kesehatan. Pun demikian yang dilakukan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Protokol Kesehatan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Di Edisi September 2020 ini, Majalah BRAFOPMK mengulas bagaimana pemerintah merancang gerakan nasional menggunakan masker menjadi sebuah budaya bagi masyarakat melalui penyelarasan dengan kearifan lokal.
Selain itu, pada edisi kali ini BRAFOPMK juga mengulas sosok guru inspiratif bernama Naharudin. Seorang guru di Desa Teratak, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang gigih mengantarkan pendidikan hingga ke rumah-rumah muridnya, ditengah keterbatasan kondisi pandemi ini.
Tantangan Kesehatan Kabinet Jokowi 02 - KIS adalah BPJS yang Dipercepat 5 Tahun?Suprijanto Rijadi
Program Unggulan Jokowi adalah Kartu Indonesia Sehat KIS, Kalau KIS diberlakukan tahun 2015 yad, maka Program KIS adalah sama dengan Program BPJS yang dipercepat 5 tahun. Mampukah anggaran pemerintah membiayainya, Sanggupkah fasilitas layanan kesehatan di grass root melaksanakannya?
Acungan jempol pantas dialamatkan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Menteri Muhadjir terus bergerilya ke daerah-daerah di pelosok negeri, untuk memantau penanganan Covid-19 sekaligus penyaluran bantuan pemerintah.
Di sisi lain, tak sedikit masyarakat yang ‘terlena’ dalam arti mulai lupa dengan penerapan protokol kesehatan: mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Alasannya beragam, mulai dari jenuh, risih, hingga menganggap Covid-19 sudah hilang. Kondisi ini tentu tak boleh terjadi. Semua harus sadar bahwa menjaga protokol kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.
Itu yang kemudian menjadi salah satu tema sentral Majalah BrafoPMK edisi November 2020. Bulan November yang notabene ’Hari Pahlawan’, menjadi momentum bagi kita semua untuk menjadi ‘Pahlawan di Tengah Pandemi’. Menggelorakan semangat untuk berjuang dalam memberantas Covid-19.
Satu cerita menarik diulas pada rubrik ‘Revolusi Mental’. Sosok Musriah bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Di tengah pandemi, Musriah bersama sejumlah warga setempat melayani masyarakat lewat progrm E-Warong.
Selamat menikmati.
Tabloid Publica Pos Edisi II (Februari 2015)Publica Pos
Tablod Publica Pos - lini cetak dari http://www.publicapos.com
Terbit sejak Januari 2015, Publica Pos hadir sebagai tabloid yang bertekad menjadi rujukan informasi publik terpercaya.
Dalam edisi II (Februari 2015), dimuat rubrik Sorot (Pelemahan KPK dan Pengawasan BPJS), Politik (Suksesi Partai Amanat Nasional), Hukum (Pengadilan untuk Pejabat), Kessos (Kesejahteraan Warga Cina Benteng), Ekonomi (Razia Apel Impor Berbakteri), Megapolitan (Begal Motor), Nusantara (Pengobeng Batik Kali Serayu Purwokerto, Backpacking Keliling Bali), Religi Budaya (Meriam Jagur di Museum Fatahillah), Sosok (Siti Masrifah Dorong Perempuan Cerdas Politik), Lifestyle Teknologi, Olahraga, Dunia (Konflik Ukraina), dan beberapa rubrik lainnya.
Plus Minus Sekolah Daring
BRAFO PMK -Pembelajaran jarak jauh (PPJ) yang populer dengan istilah sekolah daring (dalam jaringan atau online) menjadi pilihan yang ditempuh dalam proses pendidikan di tengah masa pandemi covid-19.
Di awal tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk mengatur penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Pemda diizinkan untuk membuka kembali sekolah-sekolah dengan penerapan protokol kesehatan dan persyaratan lainnya. Tidak lupa juga asalkan komite sekolah dan juga orang tua murid setuju.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyebut, sebanyak 32.400 sekolah atau 15 persen dari seluruh sekolah yang ada di Indonesia sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di awal tahun 2021.
Sedangkan 186.552 sekolah lainnya masih belajar dari daring rumah. Meskipun Mendikbud sudah memberikan otoritas kepada Pemda untuk melakukan pembelajaran tatap muka, tingkat kemauan daerah masih rendah, apalagi di daerah yang cukup besar tingkat penularannya. Sehingga, mau tak mau, sekolah daring tetap dilanjutkan.
Hampir satu tahun berjalan, mekanisme serta praktik sekolah daring masih menemui sejumlah persoalan, sehingga muncul beberapa pro kontra. Dari segi manfaat, dilakukannya sekolah daring telah menjejakkan proses pendidikan di tanah air ke arah digitalisasi.
Namun di sisi lain, hal itu juga menimbulkan beberapa permasalahan.
Bagi daerah yang mengalami kendala akses internet dan ketiadaan gawai karena rendahnya tingkat ekonomi masyarakat, sekolah daring cukup sulit untuk dilakukan.
Selain itu, proses belajar mengajar yang membutuhkan praktik secara langsung juga mengalami kendala.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bahkan meminta agar pengelola instansi pendidikan lebih berani dalam melakukan berbagai terobosan. Di samping menerapkan protokol kesehatan, juga memastikan proses pendidikan berjalan dengan lancar.
Apalagi, kata Muhadjir, sekolah daring masih belum optimal. Terutama menyangkut pendidikan karakter anak yang dianggap banyak sekali kehilangan peluang. Sebab, fasilitas sekolah masih belum merata dan memadai di seluruh Indonesia.
Untuk itu, di edisi Febuari 2021 ini, majalah BRAFO PMK akan mengulas soal kebijakan, mekanisme, hingga kelebihan dan kekurangan sistem pembelajaran daring. Ke depan, diharapkan bisa menjadi evaluasi bagi semua pihak untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang lebih baik di tengah masa pandemi covid-19 maupun di masa yang akan datang. Selamat membaca. (*)
Peran Perempuan di Masa Pandemi
Dua tahun sudah virus Covid-19 menjangkit Indonesia, sejak diumumkan pada awal Maret 2019 lalu. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengusir virus ini dari nusantara. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hingga vaksinasi yang kini masih berlangsung.
Semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi mengalami dampak dari Covid-19. Lalu bagaimana ketahanan keluarga masih bisa terjaga di masa pandemi seperti ini? Jawabannya tentu tak lepas dari peran perempuan tangguh dalam menghadapi kondisi sulit.
Karakter R. A Kartini yang khas dengan sikap berani, optimis, mandiri, dan tekad yang kuat diharapkan dapat diterapkan oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, perempuan di dalam keluarga memiliki peranan yang sangat penting, terlebih sebagai seorang ibu. Dibutuhkan ketangguhan dalam menghadapi perubahan-perubahan perilaku dalam kebiasaan keluarga maupun masyarakat.
Tak hanya dituntut untuk bisa mengendalikan emosinya sendiri, perempuan atau seorang ibu di rumah juga harus bisa menjaga kondusifitas seluruh anggota keluarga. Sebab di masa pandemi, semua anggota keluarga yang biasanya beraktifitas di luar menjadi harus stay at home (di rumah saja).
Berkenaan dengan momentum Hari Kartini, Majalah Brafo PMK edisi April 2021 ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Muai dari peranan di dalam keluarga, hingga kontribusi perempuan di sektor pendidikan hingga ekonomi. Selamat membaca.
Maret 2020, bangsa Indonesia diuji dengan kedatangan ‘tamu’ bernama Covid-19 alias virus Corona. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, tersebut nyaris menyasar seluruh sektor kehidupan. Kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Tiga bulan berlalu, seluruh elemen bangsa ini terus berjuang melewati fase pandemi ini. Pemerintah pusat, daerah, bahu-membahu saling bersinergi membuat kebijakan. Dimulai dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar) hingga sekarang dengan mulai diimplementasikannya ’Adaptasi Kebiasaan Baru’.
Apa yang dilakukan pemerintah sejatinya untuk menegakan kembali sendi-sendi perekonomian yang notabene terdampak Covid-19. Masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah amat merasakan dampak dari virus ini.
Corona memang belum pergi dari Bumi Nusantara. Tapi, semangat untuk terus bekerja, berkarya, harus terus hidup. Untuk itulah, di edisi Juli 2020, BRAFOPMK mengangkat topik ‘Adaptasi Kebiasaan Baru, Tantangan Baru’ sebagai ikhtiar untuk membangun narasi optimisme.
Tak terasa, periode kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin sudah
setahun. Dilantik Oktober 2019 lalu, duet kepemimpinannya terus berbuat untuk bangsa.
Tentu selama setahun ini, ada banyak keberhasilan yang dicapai kementerian-kementerian, termasuk 7 kementerian di bawah Kemenko PMK. Sekalipun memang belum maksimal
lantaran masih baru setahun pemerintahan.
Ditambah lagi kondisi pandemi Covid-19 yang mulai melanda
negeri ini sejak Februari kemarin, yang memang banyak mengubah aspek kehidupan. Termasuk rencana impelentasi program di lingkup kementerian.
Itu pula yang kemudian melatari tema Majalah Brafo PMK di bulan Oktober ini. Tim redaksi mengulik capaian dari salah satu program kementerian di bawah Kemenko PMK, yang dibingkai dalam BRAFOPMK edisi Oktober dengan judul KERJA, KERJA, KERJA.
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi aspek krusial bagi sebuah negarq. Semakin banyak SDM yang unggul, maka proses akselerasi pembangunan di segala sektor makin optimal.
Pun dengan Indonesia. Memasuki usianya yang ke-75, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing. Tantangan tentu tak mudah. Perlu kolaborasi dan sinergi semua pihak buat merealisasikannya.
Di edisi Agustus 2020, Majalah BrafoPMK mengulas secara komprehensif ihwal grand design pembangunan SDM Indonesia. Cakupan bahasan seputar 'Siklus Pembangunan Manusia' yang notabene core program Kemenko PMK, peran pendidikan tinggi, hingga pendidikan Vokasi.
Selain itu, pada edisi kali ini BrafoPMK juga mengulas sosok inspiratif bernama Raeni. Namanya menjadi buah bibir lantaran Raeni, yang ketika wisuda diantar Becak bapaknya, berhasil meraih doktor dari salah satu kampus mentereng di Inggris.
Selain Raeni, ada banyak informasi segar dan informatif seputar keberhasilan desa-desa membangun daerahnya. Kemudian inovasi vaksin, hingga sekelumit peristiwa unik menjelang proklamasi.
GNRM JALAN NYATA BANGUN KARAKTER BANGSA
Penyakit mental, paling berbahaya yang diwariskan semasa
zaman Penjajahan (1600-1945) adalah watak inlander. Mental Inlander, ditandai dengan tidak dimilikinya rasa percaya diri
sebagai sebuah bangsa, memandang bangsa lain jauh lebih
hebat dan maju. Tidak mampu, membaca potensi bangsa
yang begitu besar.
Meskipun, bangsa ini sudah mendeklarasikan kemerdekaan sejak 17 Agustus 1945, namun penyakit inlander tidak serta merta hilang dari Bumi Pertiwi. Baru-baru ini, Presiden Jokowi menyoroti 'Mental Inlander' yang masih bercokol di masyarakat. Orang nomor satu di republik ini tidak ingin mental inferior, mental inlander alias mental terjajah, mendarang daging dalam mentalitas bangsa Indonesia.
Resep menghapuskan mental inlander sejatinya telah disampaikan Presiden Jokowi yakni mengubah cara pikir, tindak dan sikap melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dimotori Kementerian Koordinator Pembangun an Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). GNRM, Pancasila menjadi landasan pembangunan SDM unggul Indonesia.
GNRM, menjadi hal wajib untuk terus dilakukan agar loncatan kualitas SDM hingga daya saing bangsa bisa diraih melalui
etos kerja, gotong royong, serta integritas yang selalu diterapkan dalam GNRM.
Oleh karenanya, diperlukan kesadaran seluruh pihak bahwa
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Mental percaya diri,
dibuktikan dengan menerapkan etos kerja yang tinggi serta
berintegritas. Begitu juga dengan Redaksi Brafo PMK, kami
memiliki tanggung jawab besar memberikan edukasi kepada
pembaca, sebagai salah satu fungsi media (to educate).
Bahwa untuk menuju bangsa yang besar dan maju, harus
mengetahui potensi diri sendiri, percaya diri, untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. GNRM, menjadi jalan nyata untuk
membangun karakter bangsa. (*)
Kesadaran dan kedisiplinan menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19. Ya, hanya dengan itu, tingginya angka orang yang positif bisa ditekan. Sekilas mudah, tapi implementasi di lapangannya begitu sulit.
Beberapa bulan pasca Adaptasi Kebiasaan Baru, kekhawatiran muncul. Masyarakat mulai lupa dengan protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo dan jajaran kementeriannya, tak henti-hentinya mengkampanyekan pentingnya penguatan protokol kesehatan. Pun demikian yang dilakukan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Protokol Kesehatan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Di Edisi September 2020 ini, Majalah BRAFOPMK mengulas bagaimana pemerintah merancang gerakan nasional menggunakan masker menjadi sebuah budaya bagi masyarakat melalui penyelarasan dengan kearifan lokal.
Selain itu, pada edisi kali ini BRAFOPMK juga mengulas sosok guru inspiratif bernama Naharudin. Seorang guru di Desa Teratak, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang gigih mengantarkan pendidikan hingga ke rumah-rumah muridnya, ditengah keterbatasan kondisi pandemi ini.
Tantangan Kesehatan Kabinet Jokowi 02 - KIS adalah BPJS yang Dipercepat 5 Tahun?Suprijanto Rijadi
Program Unggulan Jokowi adalah Kartu Indonesia Sehat KIS, Kalau KIS diberlakukan tahun 2015 yad, maka Program KIS adalah sama dengan Program BPJS yang dipercepat 5 tahun. Mampukah anggaran pemerintah membiayainya, Sanggupkah fasilitas layanan kesehatan di grass root melaksanakannya?
Acungan jempol pantas dialamatkan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Menteri Muhadjir terus bergerilya ke daerah-daerah di pelosok negeri, untuk memantau penanganan Covid-19 sekaligus penyaluran bantuan pemerintah.
Di sisi lain, tak sedikit masyarakat yang ‘terlena’ dalam arti mulai lupa dengan penerapan protokol kesehatan: mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Alasannya beragam, mulai dari jenuh, risih, hingga menganggap Covid-19 sudah hilang. Kondisi ini tentu tak boleh terjadi. Semua harus sadar bahwa menjaga protokol kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.
Itu yang kemudian menjadi salah satu tema sentral Majalah BrafoPMK edisi November 2020. Bulan November yang notabene ’Hari Pahlawan’, menjadi momentum bagi kita semua untuk menjadi ‘Pahlawan di Tengah Pandemi’. Menggelorakan semangat untuk berjuang dalam memberantas Covid-19.
Satu cerita menarik diulas pada rubrik ‘Revolusi Mental’. Sosok Musriah bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Di tengah pandemi, Musriah bersama sejumlah warga setempat melayani masyarakat lewat progrm E-Warong.
Selamat menikmati.
Tabloid Publica Pos Edisi II (Februari 2015)Publica Pos
Tablod Publica Pos - lini cetak dari http://www.publicapos.com
Terbit sejak Januari 2015, Publica Pos hadir sebagai tabloid yang bertekad menjadi rujukan informasi publik terpercaya.
Dalam edisi II (Februari 2015), dimuat rubrik Sorot (Pelemahan KPK dan Pengawasan BPJS), Politik (Suksesi Partai Amanat Nasional), Hukum (Pengadilan untuk Pejabat), Kessos (Kesejahteraan Warga Cina Benteng), Ekonomi (Razia Apel Impor Berbakteri), Megapolitan (Begal Motor), Nusantara (Pengobeng Batik Kali Serayu Purwokerto, Backpacking Keliling Bali), Religi Budaya (Meriam Jagur di Museum Fatahillah), Sosok (Siti Masrifah Dorong Perempuan Cerdas Politik), Lifestyle Teknologi, Olahraga, Dunia (Konflik Ukraina), dan beberapa rubrik lainnya.
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019Anindita Dyah Sekarpuri
Modul pegangan kader dan orangtua dalam fasilitasi kelompok BIna Keluarga Remaja (BKR) sebagai bagian dari materi pengembangan kompetensi kader dan keluarga yang memiliki remaja
1. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
Bagikan 0 Lainnya Blog Berikut» imamajibalfattih@gmail.com Dasbor Keluar
IPB-Engineer of Islamic Civilization
SENIN, 30 APRIL 2012
Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
[Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.]
Muqodimah
Pada pertengahan Maret 2012 ada pemberitaan bahwa laju pertumbuhan penduduk
Kota Bogor tergolong cukup tinggi. Setiap tahunnya, rata-rata pertumbuhan penduduk kota
berjuluk ‘Kota Hujan’ itu mencapai 2,79%. Ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor, Nia Kurniasih, mengatakan sensus penduduk
tahun 2000 mencatat jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 750.819 jiwa. Dengan laju
pertumbuhan di atas 2%, jumlahnya diperkirakan mencapai satu juta jiwa pada 2012. Laju
pertumbuhan penduduk idealnya 0,5%. “Kami harapkan tidak ada lagi keluarga yang tidak
menjadi peserta KB,” kata Nia. Untuk menggencarkan upaya pengendalian penduduk melalui
program KB, pihaknya telah meminta dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tahun ini, dua pihak
tersebut akan menyediakan seluruh kebutuhan alat kontrasepsi dan pendukung lainnya.
Bahkan, tahun ini tidak ada pengadaan dari APBD. Semuanya sudah dipenuhi oleh pemprov
dan BKKBN pusat (republikaonline, 19/03/2012). Hal ini sejalan dengan anggaran untuk
BKKBN tahun 2012 yang meningkat sekitar Rp 100 miliar dibandingkan tahun 2011. Anggaran
2011 Rp 2,4 Triliun, 2012 akan menjadi Rp 2,5 Triliun (okezone.com, 09/12/2011).
ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/04/merencanakan-keluarga-tanpa-keluarga.html#more 1/6
2. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
Keluarga Berencana
Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan
sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga
dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Jumlah anak dalam
sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua (Wikipedia, 20/04/2012).
Tujuan umum KB adalah meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka
mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk. Dan tujuan khusus KB adalah meningkatkan jumlah
penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi, menurunkan jumlah angka kelahiran bayi dan
meningkatkan kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran (Wikipedia,
20/04/2012).
Hingga saat ini, kesuksesan pelaksanaan program KB bukan hanya ditentukan oleh
kedisiplinan pasangan suami istri untuk menjalani program tersebut. Kesuksesan KB juga
tergantung pada media massa. Menurut Hardiyanto, Deputi Advokasi, Penggerakan, dan
Informasi pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), hal ini
karena media sebagai penyedia informasi bagi rakyat memiliki ‘power’ untuk mengajak
masyarakat mengerti hingga akhirnya turut serta dalam menyukseskan program KB
ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/04/merencanakan-keluarga-tanpa-keluarga.html#more 2/6
3. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
(republikaonline, 21/02/2012).
Hardiyanto menjelaskan bahwa sejauh ini pihaknya sangat mengapresiasi peranan
media. Untuk itu, ia mengharapkan media juga menyampaikan informasi pentingnya KB ke
seluruh masyarakat di Tanah Air. Bahkan, pihaknya senantiasa menerima jika dikritik untuk
membangun program yang lebih baik lagi ke depannya. Menurutnya, BKKBN tidak hanya
berperan sebagai motivator penggerak masyarakat untuk bersama mencintai ‘keluarga kecil
bahagia’, namun juga berperan untuk mengurangi jumlah atau angka penduduk di Tanah Air
yang setiap tahunnya terus meningkat signifikan (republikaonline, 21/02/2012).
Keluarga Indonesia, Keluarga Berencana
Bicara rencana keluarga melalui program KB, baru-baru ini pun beredar berita
tentang vasektomi. Vasektomi merupakan salah satu tatacara dalam pelaksanaan program KB
dengan cara memotong saluran sperma yang menghubungkan buah zakar dengan kantong
sperma, sehingga tidak dijumpai lagi bibit dalam ejakulat seorang pria; tubektomi tindakan
sejenis pada perempuan (Wikipedia, 20/04/2012). Berita vasektomi ini dapat dikatakan
bermula dari Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Warga pria di kabupaten tersebut
diusulkan mendapat hadiah Rp 1 juta dari Kepala Daerah, jika bersedia memasang alat
kontrasepsi vasektomi (republikaonline, 13/04/2012).
Berita ini meluas, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Situbondo, Jawa Timur,
mengeluarkan fatwa menghalalkan praktik vasektomi untuk program KB atau menjarangkan
kehamilan. Sugiri Syarief, Kepala BKKBN, menyatakan bahwa vasektomi dulu diharamkan
karena dilakukan dengan cara memutuskan, memotong permanen saluran vas diferens saluran
sperma laki-laki dari buah zakar ke saluran keluarnya. Tapi sekarang, vasektomi hanya
mengikat saluran vas deferens. Jika sewaktu-waktu diinginkan, maka ikatan itu bisa dibuka
kembali (suaramerdeka.com, 17/04/2012). Padahal, meski saluran sperma yang telah
dipotong/diputus bisa disambung kembali (rekanalisasi) dengan cara microsurgery, namun
kembalinya kesuburan tidak bisa seperti semula. Semakin lama seorang pria di-vasektomi
maka kembalinya kesuburan akan berkurang. Contohnya seorang klien yang telah di-
vasektomi selama 3 tahun lalu melakukan rekanalisasi maka kemampuan untuk mempunyai
anak tinggal 50%, lalu setelah 5 tahun akan turun menjadi 20% (doktersehat.com,
01/12/2009).
Syarief juga menyatakan bahwa fatwa MUI Situbondo tersebut telah
dikomunikasikan kepada MUI Jawa Timur, dan terus nanti ke MUI pusat. Dengan dukungan
ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/04/merencanakan-keluarga-tanpa-keluarga.html#more 3/6
4. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
fatwa dari MUI, maka diharapkan peserta pria program Keluarga Berencana (KB) dapat
bertambah pesat. Saat ini peserta KB nasional ada 29 juta lebih orang, dan hanya 1,5% pria.
Mereka menggunakan kondom 0,8% dan vasektomi 0,7%. Di sisi lain, pengendalian
pertumbuhan penduduk yang kembali dimulai awal 2000 sudah berjalan sesuai perencanaan.
Lima tahun terakhir jumlah penduduk Ind onesia sudah lebih terkendali. Syarief menyebutkan
pertumbuhan penduduk Indonesia 2012 ini hanya 1,4%. Penduduk Indonesia saat ini
mencapai 270 juta jiwa. Menurut Syarief, sesungguhnya 95% penduduk Indonesia tahu
tentang program KB. Separo lebih atau 61,4% sudah jadi peserta aktif, dan 9,1% masih ragu-
ragu akan alat kontrasepsi yang dipakai dan biaya untuk mendapatkan pelayanan KB tersebut
(suaramerdeka.com, 17/04/2012). Yang juga menarik, Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono, menyatakan program untuk menekan
angka kelahiran dan kemiskinan tersebut harus dicontohkan oleh para pejabat pemerintah.
Atau dengan kata lain pejabat negara diimbau jangan punya anak banyak (okezone.com,
05/12/2011).
Bahkan, Nahdatul Ulama (NU) menyatakan dukungannya terhadap program KB
yang digalakkan BKKBN. Upaya sosialisasi akan terus ditingkatkan termasuk ke daerah-
daerah di seluruh Indonesia. Arief Mudatsir, Ketua PP Lembaga Kemaslahatan Keluarga
Nahdatul Ulama (LKKNU) dalam Rakornas dengan BKKBN di Jakarta (15/3/2012)
menyatakan, “Mengoptimalkan ulama di berbagai tempat gerakan KB sangat sukses kita
lakukan. Hal ini sudah berjalan sejak 1970-an sampai 2012. Tinggal kita tingkatkan peran dan
optimalisasi. Tidak ada kendala pada program sinergis yang kita susun dengan BKKBN.
Mengenai slogan ‘banyak anak banyak rejeki’, sudah tidak relevan dalam kehidupan modern
saat ini. Inilah yang mau kita ingatkan pada ulama, khususnya tentang konsep banyak anak
banyak rejeki. Agama sendiri mengajarkan untuk memperhatikan keluarga kita untuk
kemaslahatan di hari kemudian. Tidak banyak-banyak (anak), dua-lah.” (okezone.com,
15/03/2012).
Sebaliknya, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan
dalam kajian ulama bahwa vasektomi dan tubektomi adalah ‘pemandulan tetap’. Ia juga
menegaskan, “Fatwa haram terhadap vasektomi dan tubektomi sudah dikeluarkan sejak 2009
karena setelah MUI mendengar pendapat ahli dan kajian dalam perspektif hukum Islam. Kami
sampai pada kesimpulan bahwa alat kontrasepsi itu adalah pemandulan tetap dan terlarang
dalam hukum Islam.” (BBC Indonesia, 17/04/2012).
Bagaimanapun, harus dipahami bersama bahwa KB bukanlah suatu kewajiban
ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/04/merencanakan-keluarga-tanpa-keluarga.html#more 4/6
5. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
dengan konsekuensi dosa jika tidak dilaksanakan. Karena KB memang tidak memiliki status
fardhu (wajib) sebagaimana sholat lima waktu ataupun fardhu yang lain. Jadi tidak perlu takut
berdosa jika tidak menjadi akseptor KB. Meskipun LKKNU berniat membawa wacana fatwa
wajib Keluarga Berencana (KB) ke tengah Konferensi Besar Nahdatul Ulama 2012 di Cirebon,
karena program KB dinilai mampu membawa kemaslahatan umat (republikaonline,
15/03/2012). Dengan demikian, ayat berikut ini harus menjadi pengingat paling awal:
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah [05]: 50).
Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
Merencanakan keluarga tidaklah semata-mata dengan KB. Firman Allah Swt: “Dan
nikahkanlah orang-orang yang masih sendiri (belum menikah) di antara kalian, demikian
pula orang-orang yang shalih dari kalangan budak laki-laki dan budak perempuan
kalian. Bila mereka dalam keadaan fakir maka Allah akan mencukupkan mereka dengan
keutamaan dari-Nya.” (TQS An-Nuur [24]: 32). Dan sabda Rasulullaah saw: “Wahai sekalian
para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya
ia menikah….” (HR. Al-Bukhari, Muslim).
Setiap pernikahan tentu menargetkan regenerasi. Sabda Rasulullaah saw:
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat
nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
(HR. Abu Dawud no. 2050). Dan firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu membunuh anak-
anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan Memberi Rezeki kepada mereka
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
(TQS Al-Israa [17]: 31).
Disamping itu, adalah hal krusial bagi umat Islam untuk menjaga kemaluannya dan
kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram.
Karena Allah Swt memerintahkan: “Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang
beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara
kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang
beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara
kemaluan mereka…’.” (TQS An-Nur [24]: 30-31). Dalam ayat yang lain, Allah Swt memuji
orang-orang beriman yang salah satu sifat mereka adalah menjaga kemaluan mereka kecuali
ipb-engineerofislamiccivilization.blogspot.com/2012/04/merencanakan-keluarga-tanpa-keluarga.html#more 5/6
6. 11/27/12IPB-Engineer of Islamic Civilization: Merencanakan Keluarga tanpa Keluarga Berencana
kepada apa yang dihalalkan: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak perempuan yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (TQS Al-Mu’minun [23]: 05-06).
Khatimah
Berdasarkan uraian di atas, maka telah jelas bahwa vasektomi, bahkan fatwa
penghalalannya, telah terlontar tanpa memperhatikan efek dominonya. Mengingat, zaman
kebebasan seperti saat ini masih sangat potensial membuat para pria lebih mudah tergoda
untuk ‘jajan di luar’ atau berzina. Apalagi tidak ada resiko kehamilan pada perempuan
manapun yang akan bebas dipergaulinya. Padahal zina adalah perbuatan yang dilaknat Allah
Swt, sebagaimana firman-Nya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32).
Wallaahu a’lam bish showab [].
Diposkan oleh Muslimah Ideologis IPB di 8:56 AM
Label: Indonesia, keluarga, muslimah, perempuan, politik, sistem Islam, umat
Islam
4 komentar:
6/6