SlideShare a Scribd company logo
MEREFORMASI PEMERINTAHAN DESA
DEMI MENGURUS KEBUTUHAN RAKYAT DESA1
Prof. Dr. Hanif Nurcholis, M.Si2
A. PENGANTAR
Desa sudah ada sejak masa kerajaan Majapahit, Demak, dan Mataram Islam.
Akan tetapi, desa hanya sebuah tempat yang ditempati komunitas kecil
dengan ekonomi subsisten dan lembaganya sederhana, hanya untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi yang sederhana ini. Pada awal abad
ke-17, VOC menundukkan sultan-sultan/raja-raja Nusantara. VOC tidak
menyentuh desa karena ia hanya berhubungan dengan sultan/raja. Desa
tetap di bawah pengaruh sultan/raja Nusantara.
Desa mulai diatur oleh pemerintah di atasnya ketika Daendels membentuk
pemerintahan modern di Indonesi pada 1808. Daendels menjadikan kepala
desa sebagai tussenpersoon (mediator) antara pemerintah resmi dengan
rakyat desa. Intervensi desa terus berlanjut oleh penguasa berikutnya.
Puncaknya ketika diundangkan IGO 1906 dengan peraturan
pelaksanaannnya (PP No. 83/1906 tentang Rumah Tangga Desa dan PP No.
212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). Di bawah ordonansi ini desa
ditetapkan sebagai badan hukum (rechtsperoon) tapi bukan badan hukum
publik sebagai bagian dari binnenlands bestuur (pemerintahan dalam negeri).
Fungsinya hanya sebagai tussenpersoon, bukan penyelenggara
pemerintahan yang menyampaikan barang publik dan jasa publik kepada
rakyat desa. Tugasnya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi
pemerintah atasan. Ketika Jepang mengusir Belanda lalu ganti menjajah
bangsa Indonesia desa dipoisikan sama dengan pengaturan di bawah IGO
1906 ditambah sebagai instrumen mobilisasi penduduk untuk
memenangkan perang Asia Timur Raya.
Setelah merdeka Yamin dan Soepomo dalam sidang BPUPK mengusulkan
agar desa dijadikan daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena
mempunyai susunan asli. Usulan mereka lalu dibuat norma pada Pasal 18
1
Makalah disampaikan pada Webinar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia 4 Agustus 2021
2
Guru Besar bidang pemerintahan daerah pada Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka
- 2 -
UUD 1945. Hatta dan Soetardjo Kartohadikoesoemo pun sepakat dengan
konversi ini. Konsepsi ini lalu dituangkan dalam UU No. 22/1948, UU No.
1/1957, UU No. 18/1965, dan UU No. 19/1965. Akan tetapi, ketika Orde
Baru berkuasa, konsepsi Yamin, Soepomo, Hatta, dan Soetardjo tersebut
dicampakkan dengan membatalkan UU No. 18/1965 dan UU No. 19/1965.
Dua UU ini diganti dengan UU No. 5/1974 dan UU No. 5/1979. UU No.
5/1974 dan UU No. 5/1979 mengembalikan lagi Desa sebagai badan hukum
komunitas sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kebijakan ini
dilanjutkan sampai sekrang di bawah UU No. 6/2014. Akibatnya rakyat desa
sejak zaman penjajahan Belanda sampai sekarang tidak mendapatkan
barang publik dan jasa publik karena pemerintah desa model IGO 1906
hanya difungsikan sebagai tussenperson (mediator). Tugas utamanya adalah
pelaksana kebijakan politik dan ekonomi pemerintah atasan. Demi
memberikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa, pemerintah
desa tidak bisa dipertahankan terus sebagai badan hukum komunitas
dengan fungsi tussenpersoon ini. Pemerintah desa perlu dikonversi menjadi
daerah otonom kecil sebagaimana konsepsi Yamin, Soepomo, Hatta, dan
Soetardjo dan norma Pasal 18 UUD 1945. Tugas utamanya adalah
memberikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa.
.
B. POLITIK DESA ZAMAN KESULTANAN-KESULTANAN/KERAJAAN-
KERAJAAN NUSANTARA
Breman (2014) menulis bahwa desa-desa sudah ada sebelum
kedatangan VOC. Desa-desa merupakan kumpulan beberapa
cacah/keluarga (antara 10-50 cacah) yang membangun pemukiman di tepi
sungai. Kumpulan beberapa keluarga ini membentuk komunitas yang
dipimpin oleh kepala komunitas dengan sebutan lurah atau sebutan lain dan
dibantu oleh beberapa pembantu. Komunitas ini belum mempunyai
struktrur organisasi sebagaimana kita kenal sekarang. Lembaganya sangat
sederhana yaitu hanya terdiri atas kepala komuitas dan dua atau tiga orang
yang membantunya terutama untuk menyelesaikan masalah komunitas.
Komunitas tersebut independent dalam arti tidak terkait dengan otoriras
politik/kekuasaan di luarnya. Ia mandiri secara politik dan ekonomi. Ia
hidup dalam ekonomi subsisten, bukan ekonomi pasar. Ia menghidupi
dirinya dengan mengolah tanah yang ditempati. Hasilnya digunakan untuk
mencukupi kebutuhannnya sendiri, tidak dijualbelikan. Jadi, komunitas ini
- 3 -
mempunyai otonomi asli. Ia mengembangkan lembaga, mekanisme kerja,
dan tata cara sendiri. Ia juga mengembangkan sistem ekonominya sendiri.
Tidak ada penguasa di luar dirinya yang mengatur dan mengintervensi.
Akan tetapi, sejalan dengan perluasan kekuasaan raja yang lebih
besar dan kuat, raja lalu menundukkan komunitas tersebut. Akhirnya
kepala komunitas di bawah kontrol raja. Raja lalu minta upeti kepada
komunitas tersebut melalui kepalanya. Komunitas kemudian dimasukkan ke
dalam pengaruh kerajaan. Setelah dimasukkaan dalam pengaruh kerajaan,
komunitas ini diberi kewajiban membela kerajaan. Sewaktu-waktu raja
berperang dengan raja lain anggota komunitas dewasa wajib menjadi prajurit
kerajaan dengan tugas memenangkan perang rajanya.
C. POLITIK DESA ZAMAN VOC
VOC datang untuk berdagang. Akan tetapi, kemudian VOC
menundukkan 276 sultan-sultan/raja-raja Nusantara. Sulan-sultan/raja-
raja Nusantara dipaksa membuat perjanjian yang menguntungkan VOC.
VOC tidak membentuk pemerintahan sendiri. Pemerintahan sehari-
hari tetap diselenggarakan oleh sultan-sultan/raja-raja Nusantara
berdasarkan hukum kesultanan/kerajaan masing-masing.
VOC tidak bersentuhan dengan desa. VOC hanya berhubungan
dengan sultan-sultan/raja-raja. Desa tetap di bawah pengaruh kesultanan-
kesultanan pribumi. Dengan demikian, desa tetap menjalankan otonomi
aslinya dengan kewajiban memberi upeti kepada otoritas yang
menundukkan dan menyiapkan tenaga untuk perang membela rajanya.
Muthinghe pada 1814 memberi laporan kepada Raffles bahwa ia
menemukan desa-desa di daerah Kendal Jawa Tengah. Desa-desa ini
mempunyai struktur organisasi cukup lengkap: mempunyai kepala desa dan
pembantu-pembantu kepala desa. Desa yang ditemukan Muthinghe tersebut
sudah di bawah pengaruh kerajaan Mataram Islam dan VOC. Desa ini
otonomi aslinya sudah banyak tergerus.
D. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA DAENDELS DAN
RAFFLES
Pada 1799 VOC dinyatakan bangkrut. Pada tahun ini negara Belanda
dijajah Prancis. Koloni VOC di Hindia Belanda juga diambil alih oleh
pemerintah Belanda-Prancis. Raja Prancis yang berkuasa di Belanda (Louis
Bonaparte) mengirim Jendral Daendels ke Hindia Belanda. Daendels lalu
- 4 -
menyusun pemerintahan modern sabagaimana yang kita kenal sekarang.
Struktur pemerintahanya sebagai berikut.
1. Pemerintah Pusat (Gubernur Jendral)
2. Prefectur (Prefect/Landrost)
3. Regentschap (Regent/Bupati)
Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi
Struktur Kepala Struktur Kepala
Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - -
Prefecture Prefect/Landrost - -
Regentschap Regent/Bupati
Gambar 1: Pemerintahan Prefekturat Buatan Daendels
Bupati yang pada masa VOC dipertahankan sebagai bawahan
sultan/raja pribumi mulai zaman Daendels dijadikan pejabat pemerintah
pusat di bawah Prefect/Landrost. Bupati menjadi tangan panjang gubernur
jenderal dengan tugas utama mengontrol rakyat di daerahnya.
Pada saat ini Desa mulai diintervensi pemerintah Hindia Belanda.
Daendels mengatur lurah dijadikan tussenpersoon (perantara/
mediator/calo), bukan pejabat pemerintah (official government) sebagaimana
regent/bupati. Fungsinya hanya sebagai jembatan antara pejabat
pemerintah resmi yaitu regent/bupati dengan rakyat. Pemerintah ketika
berhubungan dengan rakyat desa harus melalui lurah sebagai
perantara/calonya. Begitu juga rakyat yang berhubungan dengan
pemerintah harus melalui perantara/calo yaitu lurahnya. Tugas utama lurah
sebagai tussenpersoon adalah mengerahkan tenaga rakyatnya untuk
mengerjakan proyek negara. Salah satunya membuat jalan raya 1000 km
Anyer-Panarukan.
Daendels menghapus sistem upeti zaman VOC. Sebagai gantinya
rakyat desa diwajibkan kerja wajib untuk negara yang disebut
heerendiensten. Denys Lombart (2000) menjelaskan bahwa hakekat
heerendiensten adalah kerja rodi tapi oleh bangsa Indonesia dirubah
maknanya menjadi kerja bakti untuk negara. Heerendiensten diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah positip: gugur gunung, kenang
gawe, gotong royong, rereyongan sarumpi, dan lain-lain. Dengan menswit
konsep heerendiensten (kerja rodi) menjadi gotong royong untuk negara,
- 5 -
kerja rodi diterima dengan senang hati oleh rakyat. Bahkan rakyat Indonesia
malah berbahagia ketika disuruh kerja rodi.
Pada 1811 Hindia Belanda-Prancis dikalahkan Inggris. Akhirnya pada
1811-1816 Indonesia dijajah Inggris di bawah Raffles. Inggris makin
mengintervensi Desa. Melalui Revenue Instruction 1814 Raffles membuat
kebijakan pajak bumi (land rent). Ternyata kebijakan ini sulit
diimplementasikan di desa karena lurah desa tidak paham caranya. Hal ini
terjadi karena lurah sudah terbiasa selama ratusan tahun menjalankan
model upeti. Untuk mengatasi masalah ini Raffles mengganti lurah lama
dengan cara pemilihan langsung oleh penggarap tanah setiap tahun pajak
(per tahun). Jadi, pemilihan kepala desa secara langsung itu kebijakan
Raffles, bukan lembaga asli desa. Para aktivis desa yang buta literasi
dikatakan bahwa pemilihan kepada desa secara langsung adalah praktik
demokrasi asli desa.
Di bawah Daendels dan Raffles lurah desa bertugas:
1. Pengerah kerja rodi (heerendiensten); dan
2. Penarik pajak bumi (land rent).
Pada 1816 Prancis kalah perang sehingga harus menyerahkan negara
Belanda kepada rajanya. Sesuai dengan perjanjian London, Inggris juga
harus menyerahkan Hindia Belanda kepada Raja Belanda.
E. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA TANAM PAKSA
Pada 1830 Gubernur Jenderal Van Den Bosch membuat kebijakan
tanam paksa (cultuur stelsel). Desa makin diintervensi. Tanah milik orang
desa (tanah yasan) dirubah menjadi tanah komunal/milik bersama
(commuunal bezits). Sebagian tanah desa (20%) harus diserahkan kepada
pemerintah untuk ditanami tanaman ekspor. Kepala desa dijadikan mandor
kebun . Pada zaman tanam paksa inilah tanah bengkok dilembagakan.
Tanah bengkok adalah tanah komunual yang dijadikan semacam tanah
apanage/tanah lungguh (tanah upah karena menduduki jabatan kepala
desa atau perangkat desa). Tanah bengkok diambil dari tanah komunal
bekas tanah yasan tersebut.
Pada 1848 diundangkan HIR (Heriens Inlandsche Reglement). Kepala
desa diberi tugas baru yaitu sebagai aparat keamanan pemerintah yang
membantu polisi dan menjadi hakim desa.
Di bawah Daendels, Raffles, Van Den Bosch, dan HIR 1848 lurah
desa bertugas:
- 6 -
1. Pengerah kerja rodi (heerendiensten);
2. Penarik pajak bumi (land rent).
3. Mandor kebun tanaman ekspor yang ditanam pemerintah;
4. Membantu polisi untuk mengamankan desa.
F. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA RR 1854
Pada 1854 dibuat semacam UUD Hindia Belanda. Struktur
pemerintahan disempurnakan. Pemerintahan terdiri atas pemerintahan
langsung (direct bestuur) dan pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur).
Pemerintahan langsung yaitu pemerintahan yang langsung memerintah
rakyat melalui pejabat birokrasi resmi mulai gubernur jenderal sampai
onder-district hoofd (asisten wedana/camat). Pemerintahan ini disebut
pemerintahan dalam negeri (binnenlands bestuur/BB). Pejabatnya disebut
binnenlands bestuur ambtenaar. Frasa binnenlands bestuur ambtenaar
sebelum merdeka diterjemahkan menjadi “pangreh praja”. Setelah merdeka
ia diterjemahkan menjadi “pamong praja”. Saat ini (2021) frasa pamong praja
tidak jelas apa maksudnya.
Adapun pemerintahan tidak langsung adalah pemerintahan yang
tidak langsung memerintah rakyat. Dalam pemeintahan tidak langsung
Pemerintah resmi cukup memegang rajanya dan kepala komunitasnya. Ada
dua bentuk pemerintahan tidak langsung: (1) zelfbestuur yaitu kesultanan-
kesultanan pribumi dan (2) inlandsche gemeente yaitu desa, nagari,
gampong, marga, dan sejenisnya. Terkait dengan zelfbestuur pemerintah
membuat kontrak politik sedangkan terkait dengan inlandsche gemeente
pemerintah mengontrol melalui pejabat terendahnya yaitu onder-district
hoofd (asisten wedana/camat).
Desa diatur dalam pasal 71 RR 1854 dengan sebutan inlandsche
gemeenten. Pengaturan ini hanya memperkuat regulasi sebelumnya. Dalam
pengaturan ini Desa tidak dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan resmi.
Kepala Desa tidak dijadikan bagian dari pejabat pemerintahan dalam negeri
(binnenlands bestuur ambtenaar). Desa diatur dalam model pemerintahan
tidak langsung (indirect bestuur) sebagaimana zelfbestuur
(kesultanan/kerajaan pribumi/daerah swapraja). Bedanya
zelfbestuur/daerah swapraja diatur dalam kontrak politik sedangkan desa
hanya dikontrol oleh residen saja.
- 7 -
Struktur organisasi pemerintahan langsung yang disebut binnenlands
bestuur (pemerintahan dalam negeri) adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah pusat (Gubernur Jendral)
2. Gewest (resident)
3. Afdeeling (Asisten Resident)
4. Regent (Regent) dan Onder Afdeling (Controleur)
5. District (District Hoofd dan Aspirant Controleur)
6. Onder District (Onder District Hoofd).
Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi
Struktur Kepala Struktur Kepala
Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - -
Gewest Resident - -
Afdeeling Asisten Resident - -
Onder Afdeling Controleur Regentschap Regent
- Aspirant Controleur District District Hoofd
- - Onder District Onder District Hoofd
Gambar 2: Pemerintahan Binnenlands Bestuur/BB
Adapun struktur organisasi pemerintahan tidak langsung adalah
Residen mengontrol:
1. Sultan/Raja.
2. Inlandsche Gemeente Hoofd (lurah, penghulu andiko, keucik, dll.).
Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi
Struktur Kepala Struktur Kepala
Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - -
Gewest Resident Zelfbestuur Sultan
Gambar 3: Hubungan Pemerintah Binnenlands Bestuur dengan Zelfbestuur
Keterangan:
Zelfbestuur adalah satuan pemerintahan mandiri di bawah sultan/raja pribumi. Ia
bukan bagian binnenlands bestuur.
- 8 -
Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi
Struktur Kepala Struktur Kepala
Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - -
Gewest Resident - -
- -
Regentschap Regent
District District Hoofd
Onder District Onder District Hoofd
Inlandsche Gemeente
Inlandsche Gemeente
Hoofd
Gambar 4: Hubungan Pemerintah Binnenlands Bestuur dengan Inlandsche
Gemeente
Keterangan:
Inlandsche gemeente adalah komunitas pedalaman/pribumi (inheems/inlandsche) yang
kepalanya dijadikan tussenpersoon (mediator) di bawah kontrol onder district hoofd dan
resident. Ia bukan bagian binnenlands bestuur.
G. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA DECENTALITIE WET
1903 DAN IGO 1906
Pada 1903 atas tuntutan komunitas Belanda-Eropa yang terbentuk di
kota-kota dibentuk satuan pemerintahan lokal yang diberi hak otonomi
model Eropa. Gewest yang aslinya adalah wilayah jabatan residen yang
disebut wilayah administasi gewest di dalamnya dibentuk locale raad (dewan
lokal). Sebagai akibat dibentuknya dewan lokal pada gewest maka
terbentuklah daerah otonom dengan nomenklatur plaatselijke. Dengan
demikian, status gewest menjadi ganda: satu sisi tetap sebagai wilayah
administrasi dan pada saat yang bersamaan sebagai daerah otonom. Bagian
gewest setingkat afdeeling juga dibentuk dewan lokal. Akibatnya terbentuk
daerah otonom dengan nomenklatur groepsgemeenschap. Bagian gewest
setingkat onder-afdeeling juga dibentuk dewan lokal. Akibatnya terbentuk
daerah otonom dengan nomenklatur gemeente. Oleh karena itu, sejak 1904
terbentuklah daerah otonom besar yaitu plaatselijke, daerah otonom sedang
yaitu groepsgemeenschap, dan daerah otonom kecil yaitu gemeente.
- 9 -
Pemerintahan yang Dikepalai orang Eropa Pemerintahan yang Dikepalai
orang Pribumi
Locale Bestuur Binnenlands Bestuur
Gewest
Susunan Kepala Struktur
dan Kepala
Struktur Kepala
Daerah Otonom
Setingkat
Gewest
(Plaatselijke)
Resident Gewest
(Resident)
- -
Daerah Otonom
Setingkat
Afdeeling
(Groupsgemeens
chap)
Voorziter Afdeeling
(Asistent
Resident)
- -
Daerah Otonom
Setingkat Onder
Afdeeling
(Gemeente)
Burgemee
ster
Onder
Afdeeling
(Controleur)
Kabupaten Bupati
Aspirant
Controleur
Kawedanan Wedana
Onder
District
Kecamatan Asisten
Wedana/Camat
Gambar 5: Daerah Otonom dan Binnenlands Bestuur Pribumi (IBB)
Pada 1906 diundangkan IGO 1906 tentang Inlandsche
Gemeente/Gemente Pribumi (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya)
dan peraturan pelaksanannya (PP No. 83/1906 tentang Rumah Tangga Desa
dan PP No. 212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). Kebijakan ini
mengakui (erkend/recognized) inlandsche gemeenteen yang diatur dalam
Pasal 71 RR 1854 sebagai inhems/inlandsche rechtsgemeenschap (komunitas
asli/pribumi sebagai badan hukum). Gemente pribumi (desa, nagari,
gampong, marga, dan sejenisnya) sejak saat ini diakui dalam hukum Hindia
Belanda sebagai rechtspersoon (badan hukum/subyek hukum). Akan tetapi,
posisinya tetap di luar pemerintahan dalam negeri (binnenlands bestuur)
dengan status sebagai pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur).
- 10 -
Pemerintahan yang Dikepalai Orang Eropa Pemerintahan yang Dikepalai
Orang Pribumi
Locale Bestuur Binnenlands Bestuur
Gewest
Susunan Kepala Struktur
dan Kepala
Struktur Kepala
Daerah Otonom
Setingkat
Gewest
(Plaatselijke)
Resident Gewest
(Resident)
- -
Daerah Otonom
Setingkat
Afdeeling
(Groupsgemeens
chap)
Voorziter Afedeling
(Asistent
Resident)
- -
Daerah Otonom
Setingkat Onder
Afdeeling
(Gemeente)
Burgemee
ster
Onder
Afdeeling
(Controleur)
Kabupaten Bupati
Aspirant
Controleur
Kawedanan Wedana
Onder
District
Kecamatan Asisten
Wedana/Camat
-
Gemente
Pribumi
(Desa, dll.)
Lurah, dll.
Gambar 6: Daerah Otonom, Binnenlands Bestuur dan Inlandsche Gemeente
Keterangan:
Inlandsche gemeente meskipun diakui sebagai badan hukum tapi tidak
dimasukkan ke dalam binnenlands bestuur. Ia dilelakkakn di luarnya di bawah
kontrol onder district hoofd.
Gondokoesoemo (1922), Lucian Adam (1924), A.D.A de Kat Angelino
(1931), dan Jan Breman (1982) menjelaskan bahwa dengan diaturnya desa,
nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dengan ordonansi tersebut maka
otonomi asli desa diganti dengan otonomi model Eropa. Di bawah IGO 1906
dan peraruran pelaksanaannya, struktur organisasi, isi rumah tangga desa,
dan sistem pemilihan kepala desa sudah sepenuhnya diatur dengan hukum
Eropa, bukan diatur dengan hukum adat lagi. Anehnya, penyusun UU No.
6/2014 tentang Desa percaya bahwa desa, nagari, gampong, marga dan
sejenisnya masih mempunyai otonomi asli: mempunyai hak asal-usul dan
hak-hak tradisional.
H. DISERTASI GONDOKOESOEMO (1922), LUCIEN ADAM (1924), DAN
TULISAN YANDO ZAKARIA (2000) TENTANG OTONOMI DESA
- 11 -
Gondokoesoemo (1922) memperoleh gelar doktor dalam ilmu hukum
pada Universitas Kerajaan di Leiden, atas perkenan Rektor Prof. Dr. Cornelis
Snouck Hurgronje, guru besar di Fakultas Ilmu Hukum. Ia mempertahankan
dipertahankan pada Kamis 29 Juni 1922 dengan judul “Vernietiging van
Dorpsbeluiten in Indié” (Pencabutan Keputusan Desa di Indonsia). Temuan
penelitian ini adalah kepala desa yang membuat keputusan berdasarkan
hukum adat dibatalkan oleh pemerintah atasannya (bupati, residen, dan
gubernur jenderal).
Lucien Adam pada 1924 mempertahankan disertasinya di depan para
professor penguji di Universiteit Leiden dengan judul “De Autonomie van Het
Indonesish Dorp” atau Otonomi Desa Indonesia. Adam menjelaskan bahwa
sebelum diatur oleh Daendels dan Raffles, inlandsche gemeente (desa, nagari,
gampong, marga, dan sejenisnya) mempunyai otonomi asli. Akan tetapi,
sejak diatur oleh Daendels dan Raffles otonomi asli mulai terkikis. Otonomi
asli benar-benar hilang ketika gemente pribumi diatur IGO 1906 dan
peraturan pelaksanannya (PP No. 83/1906 tentang rumah tangga desa dan
PP No. 212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). IGO 1906 dan peraturan
pelaksanannya merubah otonomi asli desa menjadi otonomi ala municipal
Eropa.
Yando Zakaria (2000) dalam bukunya “Abih Tandeh: Masyarakat Desa
di bawah Rejim Orde Baru” menemukan data bahwa pemerintahan desa asli
sudah habislah sudah (abih tandeh) diganti dengan birokrasi modern Barat
sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1979. Dampaknya adalah masyarakat
desa juga berubah: dari masyarakat desa yang terikat dan mematuhi hukum
adat menjadi masyarakat yang terpaksa mematuhi hukum positif buatan
negara. Terjadi negaranisasi pada masyarakat desa asli.
Jadi, berdasarkan riset ilmiah tersebut otonomi desa asli sudah
hilang. Akan tetapi, anehnya para penyusun UU No. 6/2014 masih meyakini
bahwa desa mempunyai otonomi asli dengan istilah hak asal-usul dan hak-
hak tradisional. Mereka adalah orang-orang yang mengklaim diri sebagai
pakar desa tapi literasinya tentang desa tidak memadai.
I. PENGATURAN DESA MENURUT FOUNDING FATHERS (YAMIN,
SOEPOMO, HATTA, DAN SOETARDJO KARTOHADIKOESOEMO)
Dalam sidang BPUPK Mei 1945 Yamin mengusulkan desa, nagari,
gampong, dan sejenisnya dijadikan pemerintahan kaki (terbawah) sebagai
daerah otonom dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah.
- 12 -
Dalam sidang BPUPK Mei 1945 Soepomo mengusulkan zelfbesturende
lanschappen (kesultanan-kesultanan) dan volksgemeenschappen atau
inheems rechtsgemeenschappen (desa, nagari, gampong, dan sejenisnya)
dirubah menjadi daerah otonom istimewa karena mempunyai susunan asli
dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah.
Mei 1946 Hatta mengusulkan desa, nagari, gampong, dan sejenisnya
dirubah menjadi daerah otonom kecil dan merupakan bagian resmi dari
pemerintahan daerah.
Soetardjo Kartohadikoesoemo (1953) mengusulkan desa, nagari,
gampong, dan sejenisnya dirubah menjadi daerah otonom kecil dan
merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah.
J. PENGATURAN DESA MENURUT UUD 1945 (SEBELUM AMANDEMEN)
Gagasan Yamin dan Soepomo dinormakan dalam Pasal 18 UUD 1945.
Pasal ini mengatur pemerintahan daerah terdiri atas daerah besar dan
daerah kecil. Kemudian bekas zelfbesturende landschappen (kesultanan-
kesultanan) dikonversi menjadi daerah otonom besar yang bersifat istimewa
karena mempunyai susunan asli. Volksgemeenschappen atau inheems
rechtsgemeenschappen (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) juga
dikonversi menjadi daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena
mempunyai susunan asli.
Jadi jelas, berdasar pasal 18 UUD 1945 bekas zelfbesturende
landschappen (kesultanan-kesultanan) yang diatur dalam zelfbesturregeling
1938 dirubah menjadi daerah otonom besar yang bersifat istimewa karena
mempunyai susunan asli dan volksgemeenschappen yang diatur dengan IGO
1906 dan peraturan pelaksaannya (PP No. 83/1906 dan PP No. 212/1907)
dirubah menjadi daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena
mempunyai susunan asli.
K. POLITIK DESA DI BAWAH UU NO. 22/1948, UU NO. 1/1957, UU NO.
18/1965, UU NO. 19/1965
Di bawah UU No. 22/1948 Desa dan sejenisnya dijadikan daerah
otonom kecil yang bersifat istimewa. Desa tidak ditaruh di luar sistem
pemerintahan resmi (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya di bawah
IGO 1906 tapi dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi.
Susunan daerah otonomnya adalah sebagai berikut.
1. Provinsi dan kota raya sebagai daerah otonom besar tingkat I.
- 13 -
2. Kabupaten dan kota besar sebagai daerah otonom sedang tingkat II.
3. Desa dan kota kecil sebagai daerah otonom kecil tingkat III.
Ukuran Nama Susunan
Nomenklatur
Campuran
(rural and urban)
Perkotaan
(urban)
Besar Daerah Tingkat I Propinsi Kota Raya
Sedang Daerah Tingkat II Kabupaten Kota Besar
Kecil Daerah Tingkat III Desa, Nagari,
Gampong, Marga, dll.
Kota Kecil
Gambar 7: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 22/1948
Keterangan:
Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dimasukkan
ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom kecil.
Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan
struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan
(district), dan kecamatan (onder district) dihapus.
Jadi, berdasarkan UU No. 22/1948 kepala desa adalah kepala daerah
otonom kecil.
Di bawah UU No. 1/1957 Desa dan sejenisnya dijadikan daerah
otonom kecil. Desa tidak ditaruh di luar sistem pemerintahan tapi
dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi.Provinsi dan kota
raya sebagai daerah otonom (daerah swatantra) besar tingkat I.
1. Kabupaten dan kota besar sebagai daerah otonom (daerah swatantra)
sedang tingkat II.
2. Desa dan kota kecil sebagai daerah otonom (daerah swatantra) kecil
tingkat III.
Ukuran Nama Susunan
Nomenklatur
Campuran
(rural and urban)
Perkotaan
(urban)
Besar Daswati I Propinsi Kota Raya
Sedang Daswati II Kabupaten Kota Besar
Kecil Daswati III Desa, Nagari,
Gampong, Marga,
dll.
Kota Kecil
Gambar 8: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 1/1957
Keterangan:
Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya)
dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom
kecil. Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan
struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan
(district), dan kecamatan (onder district) dihapus.
- 14 -
Jadi, berdasarkan UU No. 1/1957 kepala desa adalah kepala daerah
otonom kecil.
Di bawah UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 Desa dan sejenisnya
dijadikan daerah otonom kecil. Desa tidak ditaruh di luar sistem
pemerintahan tapi dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi.
Susunan daerah otonomnya adalah sebagai berikut.
1. Provinsi dan kota raya sebagai daerah otonom besar tingkat I.
2. Kabupaten dan kotamadya sebagai daerah otonom sedang tingkat II.
3. Desapraja, kecamatan, dan kotapraja sebagai daerah otonom kecil tingkat
III.
Ukuran Nama
Susunan
Nomenklatur
Perdesaan
(rural)
Campuran
(rural and
urban)
Perkotaan (urban)
Besar Daerah
Tingkat I
- Propinsi Kota Raya
Sedang Daerah
Tingkat II
- Kabupaten Kotamadya
Kecil Daerah
Tingkat III
Desapraja Kecamatan Kotapraja
Gambar 9: Susunan Daerah Otonom
Berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965
Keterangan:
Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya)
dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom
kecil. Nomenklaturnya yang bersifat perdesaan disebut Desapraja, yang bersifat
campuran (rural and urban) disebut kecamatan, dan yang bersifat perkotaan
(urban) disebut kotapraja. Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh
praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie),
kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (onder district)
dihapus.
Jadi, berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 kepala
desa adalah kepala daerah otonom kecil.
L. POLITIK DESA DI BAWAH UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO.
32/2004, DAN UU NO. 6/2014
UU No. 5/1979 membatalkan Desa menjadi daerah otonom kecil. Desa
dikembalikan lagi sebagai komunitas badan hukum yang ditaruh di luar
sistem pemerintahan resmi (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya di
bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala badan hukum
komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana pengaturanya
- 15 -
di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No. 18/1965 jo. UU No.
19/1965.
Ukuran Susunan
Daot
Struktur
binnenlands bestuur
(Wilayah
Administrasi)
Nomenklatur
Besar Daerah
Tingkat I
Propinsi Campuran
(rural and urban)
Perkotaan
(urban
- - Pembantu Gubernur - -
Sedang Daerah
Tingkat II
Kabupaten/
Kotamadya
Kabupaten Kotamadya
Kecil
Kota Administratip - Kotip
Pembantu Pembantu - -
Kecamatan Kecamatan -
Kelurahan - Kelurahan
Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Desa, Nagari, Gampong, Marga,
dll.
Gambar 10: Struktur Wilayah Administrasi,
Susunan Daerah Otonom, dan Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No.
4/1974 1965 juncto UU No. 5/1979
Keterangan:
Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dikeluarkan dari susunan daerah
otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi). Ia diletakkan di
luar susunan pemerintahan daerah dan struktur pemerintahan binnenlands
bestuur. Pemerintahan binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh
praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie),
kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (district hoofd)
dihidupkan lagi. Dalam UU No. 4/1974 wilayah kerja pembantu gubernur dan
pembantu bupati tidak ada tapi secara de facto diadakan dengan Keputusan
Gubernur. UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 membentuk satuan
pemerintahan baru yaitu “kota administratip” dan “kelurahan” yang tidak dikenal
sebelumnya baik pada zaman penjajahan maupun kemerdekaan.
Jadi, berdasarkan UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 kepala desa
adalah kepala badan hukum komunitas sama dengan pengaturannya di
bawah IGO 1906.
Di bawah UU No. 22/1999 Desa diatur sama dengan pengaturan UU
No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan
hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi (indirect bestuur)
sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali
menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil
sebagaimana pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo.
UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965.
- 16 -
Ukuran Susunan
Daot
Struktur
binnenlands bestuur
(Wilayah
Administrasi)
Nomenklatur
Campuran
(rural and urban)
Perkotaan
(urban
Besar Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi
Sedang Kabupaten/
Kota
- Kabupaten Kota
Kecil Kecamatan - - -
Kelurahan - - Kelurahan
Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll.
Desa, Nagari,
Gampong, Marga,
dll.
-
Gambar 11: Struktur Wilayah Administrasi, Susunan Daerah Otonom, dan
Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 22/1999
Keterangan:
Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dikeluarkan dari susunan daerah
otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi). Ia diletakkan di
luar susunan pemerintahan daerah dan struktur pemerintahan binnenlands
bestuur. Pemerintahan binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh
praja/pamong praja/wilayah administrasi) dengan struktur hirarkis propinsi,
wilayah kerja pembantu gubernur, kabupaten/kotamadya, kota administratip,
wilayah kerja pembantu bupati, dan kecamatan dihapus kecuali provinsi.
Status kecamatan dan kelurahan dibuat aneh dalam arti bukan sebagai wilayah
administrasi sebagaimana RR 1854 juncto UU No. 4/1974 juga bukan sebagai
daerah otonom sebagaimana di bawah UU No. 18/1965. Kecamatan dan
kelurahan dirubah menjadi organisasi perangkat daerah kabupaten/kota tapi
difungsikan sebagai wilayah adminstrasi sebagaimana di bawah UU No. 5/1974.
Jadi, berdasarkan UU No. 22/1999 kepala desa adalah kepala badan
hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto
UU No. 5/1979.
Di bawah UU No. 32/2004 Desa diatur sama dengan pengaturan UU
No. 22/1999 jo. UU No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai
komunitas badan hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi
sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali
menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil
sebagaimana pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo.
UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965.
Jadi, berdasarkan UU No. 32/2004 kepala desa adalah kepala badan
hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto
UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999.
- 17 -
Di bawah UU No. 6/2014 Desa diatur sama dengan pengaturan UU
No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan
hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi sebagaimana
pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala
badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana
pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No.
18/1965 jo. UU No. 19/1965.
Ukuran Susunan
Daot
Struktur
binnenlands bestuur
(Wilayah
Administrasi)
Nomenklatur
Campuran
(rural and urban)
Perkotaan
(urban
Besar Propinsi Propinsi
Sedang Kabupaten/
Kota
Kabupaten/Kota Kabupaten Kota
Kecil Kecamatan - - -
Kelurahan - - Kelurahan
Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll.
Desa, Nagari,
Gampong, Marga,
dll.
-
Gambar 12: Struktur Wilayah Administrasi, Susunan Daerah Otonom, dan
Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 6/2014
Keterangan:
Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya tetap dikeluarkan dari susunan
daerah otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi).
Statusnya sama dengan status di bawah UU No. 32/2004. UU 23/2014 juga
merubah status kabupaten/kota. Di bawah UU No. 22/1999 juncto UU No.
32/2004 status kabupaten/kota berubah. Di bawah UU No. 32/2004
kabupaten/kota adalah daerah otonom murni tapi di bawah UU No. 23/2014
dirubah menjadi daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi, sama
dengan status provinsi.
Status kecamaan dan kelurahan tetap dibuat aneh sebagaimana pengaturannya
di bawah UU No. 32/2004 dan UU No. 22/1999.
Jadi, berdasarkan UU No. 6/2014 kepala desa adalah kepala badan
hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto
UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004.
M. PENGATURAN DESA MENURUT UUD NRI 1945 (SESUDAH
AMANDEMEN)
Pasal 18 UUD 1945 diamandemen menjadi Pasal 18, 18A, 18B. Pasal
18, 18A, 18B tidak mengatur desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya.
Pasal 18 dan 18A hanya mengatur daerah otonom provinsi dan
kabupaten/kota.
- 18 -
Pasal 18B ayat (1) mengatur daerah khusus dan daerah istimewa.
Secara faktual daerah khusus adalah daerah Aceh, daerah Papua, daerah
Papua Barat, dan DKI Jakarta. Adapun daerah istimewa adalah daerah
Yogyakarta. Sebenarnya berdasarkan Penjelasan Pasal 18 UUD 1945, desa,
nagari, gampong, marga, dan sejenisnya masuk ke dalam daerah istimewa
ini tapi secara faktual tidak dibuat kebijakan politiknya.
Pasal 18B ayat (2) mengatur, Negara mengakui dan menghormati
terhadap kesatuan masyarakat hukum adat. Menurut C. van Vollenhoven
(1901) dan Ter Haar (2013) kesatuan masyarakat hukum adat adalah
komunitas organik yang terikat dan mematuhi hukum adat. Ciri-cirinya
sebagai berikut.
1. Komunitas organik yang peri kehidupannya terikat dan mematuhi hukum
adat;
2. Mempunyai pemerintahan adat sebagai instrumen melaksanakan hukum
adat;
3. Mempunyai tanah pusaka sebagai tempat penghidupannya
(beschikkingrech);
4. Mempunyai batas-batas yang jelas atas keberlakukan hukum adat pada
komunitasnya (adatrecht kringen/adatrech gouw);
5. Mempunyai benda-benda materiil dan benda-benda magic yang
dikeramatkan;
6. Komunitasnya tertutup bagi komunitas luar; dan
7. Menolak semua regulasi dari negara.
Berdasarkan tujuh ciri tersebut, Desa yang diatur oleh IGO 1906 jo.
UU No. 5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004, dan UU No. 6/2014
jelas bukan kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud C.
van Vollenhoven dan Ter Haar.
Sebagaimana hasil penelitian Gondokoesoemo (1922) dan Lucian
Adam (1924) Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sudah hilang
karena sudah diatur dengan undang-undang (hukum positif, bukan hukum
adat) sehingga masyarakat di dalamnya sudah tidak lagi terikat dan
mematuhi hukum adat. Desa saat ini sudah berubah menjadi kesatuan
masyarakat hukum modern karena masyarakatnya sudah terikat dan
mematuhi hukum positif modern.
- 19 -
N. STATUS PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH UU NO. 22/1999 JO. UU
NO. 32/2004 JO. UU 6/2014 MENURUT PAKAR HUKUM, GURU
BESAR ILMU PEMERINTAHAN, DAN PAKAR POLITIK INTERNASIONAL
Pakar hukum tata negara dari UNPAD (Rosyidi Ranggawidjaja, 2013)
menyebut pemerintah desa sebagai pemerintahan bayang-bayang. Disebut
demikian karena pemerintahan desa adalah satuan pemerintahan yang tidak
jelas statusnya: bukan pemerintahan formal, mirip organisasi
kemasyarakatan tapi diberi tugas melaksanakan tugas pemerintahan.
Pemerintahan ini membayangi keberadaan pemerintahan resmi (provinsi dan
kabupaten/kota).
Prof Dr Sadu Wasistiono (2017) guru besar ilmu pemerintahan dari
IPDN menyebut pemerintah desa sebagai kuasi daerah otonom. Disebut
demikian karena pemerintahan desa didesain mirip daerah otonom (ada
lembaga mirip DPRD yaitu BPD dan ada lembaga mirip kepala daerah yaitu
kepala desa, diberi anggaran dari APBN mirip dengan DAU, dan diberi tugas
melaksanakan sebagian tugas negara) tapi pemerintahan desa bukan daerah
otonom.
Prof Dr Hanif Nurcholis (2019) guru besar pemerintahan daerah dari
Universitas Terbuka menyebut pemerintah desa sebagai pseudo
government (pemerintahan semu/palsu). Disebut demikian karena
pemerintahan desa bukan jenis pemerintahan apapun sebagaimana dikenal
dalam disiplin local government. Perlu diketahui bahwa jenis-jenis
pemerintahan dalam disiplin administrasi negara adalah pemerintah pusat,
negara bagian (state), dan daerah otonom (local self government). Pemerintah
pusat terdiri atas pemerintah pusat di pusat (presiden dan kabinet),
pemerintah pusat di daerah (local state government) yang di Indonesia
disebut wilayah administrasi, dan pemerintah pusat berupa administrasi
lapangan (field administration) dari kementerian dan kantor-kantor
bawahannya (agent of field government) yang di Indonesia disebut instansi
vertikal. Negara bagian adalah negara merdeka dan berdaulat lalu membuat
perserikatan dengan negara-negara lain menjadi satu negara. Daerah
otonom (local self-government) adalah badan hukum komunitas
(rechtsgemeenschap) sebagai bagian dari sistem administrasi negara formal
yang diberi hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
sendiri. Di Indonesia daerah otonom terdiri atas provinsi dan
kabupaten/kota. Daerah otonom terdiri atas mayor (kepala daerah) dan
council (DPRD). Ia mempunyai departemen (department of local self-
- 20 -
government) yang di Indonesia disebut organisasi perangkat daerah otonom
(OPD). Nah, pemerintah desa bukan pemerintah pusat di pusat, bukan
pemerintah pusat di daerah (local state government), bukan instansi vertikal,
bukan negara bagian (state), bukan daerah otonom (local self-government),
dan bukan OPD.
Phillippe Schmitter pakar ilmu politik dari AS memasukkan
pemerintahan desa ke dalam kelompok state corporatism (korporatisme
negara). State corporatism adalah organisasi sipil buatan negara yang
difungsikan sebagai pelaksana kebijakan politik dan ekonominya.
Sebenarnya pembentukan organisasi sipil dalam sistem demokrasi adalah
wewenang masyarakat sipil. Akan tetapi, negara otoriter (penjajah Jepang
dan Orde Baru lalu diteruskan sempai sekarang) membentuk organisasi
sipil. Karena organisasinya dibentuk negara maka masyarakat sipil yang
diwadahi dalam organisasi ini dikooptasi dan dikendalikan Negara untuk
digerakkan mencapai tujuan politik dan ekonomi. Di Indonesia state
corporatism pertama kali dibentuk pada zaman penjajahan Jepang yaitu
tonarigumi (RT), aza (RW), ku (desa), fujingkai (PKK), heiho (Hanra), keibodan
(Hansip), dan seinendan (karang taruna). Orde Baru sangat banyak
membentuk organisasi sipil sebagai state corporatism: golongan karya, HKTI,
KONI, KNPI, Kadin, Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A), dan lain-lain.
O. PENGATURAN DESA BERDASARKAN TAP MPR NO. IV TAHUN 2000
MPR membuat rekomendasi untuk memberikan otonomi kepada:
a. Provinsi (sebagai daerah otonom besar).
b. Kabupaten/kota (sebagai daerah otonom sedang/madya).
c. Desa, nagari, marga, dan sebagainya (sebagai daerah otonom kecil).
P. PEMERINTAH DESA DI BAWAH IGO 1906, UU NO. 5/1979, UU NO.
22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 TIDAK DIDESAIN
SEBAGAI INSTRUMEN NEGARA UNTUK MEMBERIKAN BARANG PUBLIK
DAN JASA PUBLIK (PUBLIC SERVICE) KEPADA RAKYAT DESA
IGO 1906 jo. UU No. 5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004
jo. UU 6/2014 tidak membentuk pemerintahan desa sebagai satuan
pemerintahan resmi/formal. Di depan sudah dijelaskan bahwa
pemerintahan resmi dalam disiplin administrasi negara terdiri atas
pemerintah pusat, negara bagian (state), dan daerah otonom. Pemerintah
pusat terdiri atas tiga bentuk: (1) pemerintah pusat di pusat yaitu presiden
- 21 -
dan kabinet; (2) pemerintah pusat di daerah yang disebut wilayah
administrasi (local state government); dan (3) pemerintah pusat di daerah
milik kementerian/lembaga yang disebut instansi vertikal (field
administration). Negara bagian adalah negara yang berdaulat lalu bersama
dengan beberapa lain bersepakat membentuk satau negara perserikatan.
Negara pembentuk perserikatan ini lalu menjadi negara bagian. Daerah
otonom (local self government) adalah kesatuan masyarakat hukum
(rechtsgemeenschap) yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan rumah tangganya sendiri. Misalnya provinsi dan kabupaten/kota.
Daerah otonom (local self government) mempunyai organisasi perangkat
daerah atau OPD (departemen of local government). IGO 1906 jo. UU No.
5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004 jo. UU 6/2014 tidak
membentuk pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan resmi
sebagaimana dijelaskan tersebut. Semua regulasi tersebut hanya
membentuk pemerintah desa sebagai badan hukum sosial politik bentukan
negara yang oleh para pakar disebut pemerintahan bayang-bayang, setengah
daerah otonom, pemerintahan semu/palsu, atau korporarisme negara.
Meskipun demikian, dalam praktik sehari-hari pemerintahan desa
dianggap sebagai pemerintahan resmi. Oleh karena itu, banyak orang yang
protes keras atas tulisan saya di jurnal dan di buku yang menyebut
pemerintahan desa adalah pemerintahan palsu. Pada kesempatan ini, agar
pembaca memahami kesimpulan saya tersebut di bawah ini saya jelaskan
dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami.
Kalau ada orang bukan tentara tapi memakai seragam tentara dengan
atribut dan pangkat tentara maka orang ini disebut "tentara palsu".
Pemerintah desa jelas bukan bagian dari pemerintahan sebagaimana saya
jelaskan di atas tapi papan nama di depan kantor desa dan kop suratnya
tertulis PEMERINTAHAN DESA. Oleh karena itu, saya menyebutnya sebagai
pemerintahan palsu sebagaimana orang yang bukan tentara tapi memakai
atribut dan tanda pangkat tentara.
Kepala desanya disuruh memakai pakaian pejabat negara seperti
camat dan bupati. Padahal dia bukan pejabat negara. Perangkat desanya
juga disuruh memakai pakaian ASN padahal bukan ASN. Nah, fakta ini sama
dengan seseorang yang bukan tentara yang memakai pakain tentara tadi.
Analog dengan ini maka kepala desa yang memakai pakaian pejabat negara
adalah pejabat negara palsu. Demikian juga, perangkat desa yang memakai
pakaian ASN adalah ASN palsu.
- 22 -
Kemudian BPD bukan council (DPRD) tapi disuruh melaksanakan
fungsi DPRD. Fakta ini bisa dianalogkan dengan bank titil di desa-desa. Bank
titil bukan bank tapi melaksanakan fungsi bank (meminjami uang). Orang
kampung saya menyebutnya “bank palsu”. Analog dengan bank titil, karena
BPD itu bukan council tapi melaksanakan fungsi council maka saya
menyebut sebagai council palsu. Council palsu tersebut bisa membuat
Peraturan Desa. Peraturan Desa ini tidak ada dalam UU No. 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jadi, Peraturan Desa itu
juga saya sebut peraturan perundang-undangan palsu.
Lalu yang aneh bin ajaib lagi adalah pemerintah desa tidak
mempunyai organisasi perangkat desa (OPDes) sebagaimana kabupaten
yang mempunyai OPD (organisasi perangkat daerah). Di kabupaten
kebijakan daerah yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah dilaksanakan
oleh OPD. Sementara pemerintah desa tidak mempunyai OPDes untuk
melaksanakan kebijakan yang dibuat BPD dan Kepala Desa. Karena
Pemerintah Desa tidak mempunyai OPDes maka Pemerintah membuat
Peraturan Menteri yang mengatur bahwa pelaksana kebijakan desa adalah
lembaga kemasyarakatan desa (LKDes): RT, RW, Karang Taruna, PKK,
LPMDes, Linmas, P3A, dan lembaga adat. Jadi, LKDes disamakan dengan
OPD kabupaten. Padahal LKDes bukan bagian dari struktur organisasi
pemerintah desa. Konstruk berpikir ini illogis (dungu pikir alias pandir).
Kalau OPD Kabupaten melaksanakan kebijakan kabupaten sangat benar
karena OPD adalah departemen dalam struktur organisasi pemerintah
kabupaten dengan fungsi melaksanakan kebijakan pemerintah kabupaten.
Akan tetapi, kalau LKDes yang bukan bagian dari struktur organisasi
pemerintah desa difungsikan sebagai pelaksana kebijakan Pemdes kan aneh
sekali. Karena LKDes disamakan dengan OPD Kabupaten maka saya
menyebut LKDes sebagai OPDes palsu.
Gambar di bawah adalah bagan pemerintahan desa sebagaimana
diatur dalam UU 6/2014. Gambar ini memperlihatkan pemerintah desa
adalah “pemerintahan” tanpa institusi birokrasi (organisasi perangkat desa)
dan birokrat (perangkat desa) profesional. Ia tidak mempunyai institusi
birokrasi formal dan profesonal. LKDes yang berada di luar struktur
organisasi pemerintah desa dijadikan institusi birokrasinya. Perangkat
desanya bukan aparatur birokrasi profesional. Struktur organisasinya
seperti Panitia Peringatan HUT Kemerdekaan 17 Agustus yang hanya terdiri
- 23 -
atas ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi. Ia tidak mempunyai
departemen-departemen pelaksana.
Gambar 13: Strukur Organisasi Pemerintah Desa di bawah UU No. 6/2014
Mekanisme kerjanya sama dan sebangun dengan pemerintah ku
zaman pendudukan militer Jepang yaitu memobilisasi LKDes. Aiko
Kurasawa (2015) dalam disertasinya “Kuasa di Jawa Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa” menemukan data bahwa waktu menjajah Indonesia
pemerintah Jepang membentuk lembaga kemasyarakatan desa yaitu
tonarigumi (RT), Aza (RW), heiho dan keibodan (Linmas), fujingkai (PKK), dan
seinendan (Karang Taruna) untuk dimobilisasi menyukseskan kebijakan
politik dan ekonominya. Mekanisme kerja pemerintah desa di bawah UU No.
6/2014 sama dan sebangun dengan mekanisme kerja pemerintah desa
zaman Jepang ini: memobilisasi LKDes untuk menyukseskan kebijakan
politik dan ekonomi pemerintah desa dan pemerintah atasannya.
Karena pemerintah desa tidak mempunyai institusi birokrasi
(organisasi perangkat desa) formal dan birokrat (perangkat desa) profesional
maka fungsi dan tugasnya sama dengan fungsi dan tugas pemerintah
- 24 -
gemente pribumi (inlandsche gemeente) zaman Belanda, ku zaman Jepang,
dan pemerintahan desa zaman Orde Baru. Fungsinya adalah tussenpersoon
(mediator/calo) antara pemerintah resmi dengan rakyat dan sebaliknya.
Tugasnya adalah pelaksana kebijakan politik dan ekonomi pemerintah
atasan. Dengan demikian, pemerintah desa sebagaimana diatur dalam UU
No. 6/2014 tidak didesain sebagai instrumen negara untuk memberikan
barang publik dan jasa publik (public services) kepada rakyat desa.
Hal tersebut bisa dibuktikan dengan kewenangan yang diatur dalam
UU No. 6/2014 dan peraturan pelaksanaannya. Pemerintah desa diberi
kewenangan mengatur dan mengurus urusan-urusan berikut.
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul:
a. Sistem organisasi perangkat desa;
b. Sistem organisasi masyarakat adat;
c. Pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. Pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. Pengelolaan tanah kas desa;
f. Pengelolaan tanah desa atau tanah hak milik desa yang
menggunakan sebutan setempat;
g. Pengelolaan tanah bengkok;
h. Pengelolaan tanah pecatu;
i. Pengelolaan tanah titisara; dan
j. Pengembangan peran masyarakat desa.
2. Kewenangan lokal berskala Desa:
a. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat;
b. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan
hanya di dalam wilayah dan masyarakat desa yang mempunyai
dampak internal desa;
c. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan
sehari-hari masyarakat desa;
d. Kegiatan yang telah dijalankan oleh desa atas dasar prakarsa
desa;
e. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah
diserahkan dan dikelola oleh desa; dan
f. Kewenangan lokal berskala desa yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan
- 25 -
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota.
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semua kewenangan pemerintah desa tersebut tidak ada kaitannya
dengan pemberian barang publik dan jasa publik yang diperlukan rakyat
desa. Hal tersebut sangat jauh berbeda dengan tulisan Soetardjo
Kartohadikoesoemo (1953, 1984) dalam bukunya berjudul “DESA”. Ia
menulis bahwa pemerintah desa harus memberikan barang publik dan jasa
publik yang diperlukan rakyat desa. Barang publik dan jasa publik tersebut
diberikan oleh pemerintah desa kepada rakyat desa melalui kantor-kantor
desa (institusi birokrasi desa formal yang dijabat oleh birokrat profesional)
sebagai berikut.
1. KANTOR PELAYANAN UMUM
a. Membuat peraturan perundang-undangan tingkat Desa,
melaksanakan, dan mengawasi;
b. Malaksanakan tata usaha desa;
c. Mengurus keuangan;
d. Mengurus Dewan Perwakilan Desa;
e. Mengurus pegawai;
f. Mengurus tanah Desa;
g. Mengurus penerangan;
h. Mengurus pengadilan adat, upacara adat, dan lembaga adat.
2. KANTOR PELAKSANA URUSAN KEAMANAN
a. Mengurus kejahatan dan pelanggaran umum;
b. Mengurus keamanan bidang politik;
c. Mengurus keamanan bidang ekonomi;
d. Mengurus keamaan sosial;
e. Melindungai kaum Wanita;
f. Melindungi anak-anak dan pemuda;
g. Menjaga bahaya dan keamanan umum.
3. KANTOR PELAKSANA URUSAN KEMAKMURAN
a. Mengurus pertanian;
b. Mengurus perhewanan;
- 26 -
c. Mengurus perikanan;
d. Mengurus pelayaran;
e. Mengurus perindustrian kecil dan menengah;
f. Mengurus perdagangan kecil dan menengah;
g. Mengurus transportasi umum perdesaan;
h. Mengurus pasar dan ekonomi rakyat desa;
i. Mengurus bank desa;
j. Mengurus makanan dan pakaian rakyat.
4. KANTOR PELAKSANA URUSAN KESEJAHTERAAN
a. Mengurus sekolah dan kursus-kursus;
b. Mengurus pendidikan rakyat;
c. Mengurus kebudayaan;
d. Mengurus sekolah keagamaan rakyat desa;
e. Mengurus masjid, langgar, dan gereja.
f. Mengurus legalitas hukum warga negara (KTP, KK, pernikahan,
perceraian, rujuk, dan kematian);
g. Mengurus perawatan orang miskin dan anak piatu;
h. Mengurus perburuhan dan pemberantasan pengangguran;
i. Mengurus kebersihan umum, kebersihan rumah, dan kebersihan
lingkungan;
j. Mengurus olah raga dan keprajuritan bela negara.
5. KANTOR PELAKSANA URUSAN TEKNIK UMUM
a. Mengurus irigasi desa;
b. Mengurus air minum desa.
c. Mengurus jalan umum desa;
d. Mengurus gedung-gedung desa;
e. Mengurus dermaga/tambatan perahu/pelabuhan desa;
f. Mengurus tambang desa;
g. Mengurus kuburan umum desa;
h. Mengurus kesepadanan (rooiwezen) desa;
i. Mengurus tenaga listrik desa;
j. Mengurus “assainering” (mengeringkan tanah untuk membikin sehat
tempat kediaman penduduk desa).
Dalam praktik sehari-hari pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014
hanya melaksanakan proyek kementerian/lembaga di Jakarta terutama
proyek Kemendes melalui Dana Desa: membangun jalan dan jembatan;
- 27 -
membangun embung; memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu-ibu
PKK dan pelaku UMKM; dan lain-lain.
Q. TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH UU NO. 5/1979, UU
NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 SAMA DAN
SEBANGUN DENGAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN KU ZAMAN
JEPANG
Pemerintah desa saat ini di bawah pengaturan UU No. 6/2014 adalah
kelanjutan gemente pribumi di bawah IGO 1906. Konstruk berpikirnya sama
dengan konstruk berpikir IGO 1906 tapi struktur organisasi dan tata
kelolanya sama dengan tata kelola pemerintah ku zaman Jepang. Aiko
Kurasawa (2015) menjelaskan bahwa pemerintah pendudukan Jepang
merubah secara mendasar struktur organisasi dan tata kelola gemente
pribumi. Ia dirubah menjadi lembaga mirip buraku di negara asalnya. Desa
dijadikan instrumen mobilisasi penduduk untuk tujuan politik dan ekonomi
negara. Dalam konteks ini adalah untuk memenangkan perang melawan
Sekutu. Untuk itu, struktur organisasinya dirubah sebagai berikut.
Kepala desa (kutyoo).
Sekretaris desa (juru tulis).
Perangkat desa:
a. Polisi desa.
b. Amil (pejabat untuk mengurusi agama Islam).
c. Mandor.
Di samping itu, Pemerintah juga membentuk lembaga kemasyarakatan:
a. Aza (RW).
b. Tonarigumi (RT).
c. Heiho (milisi pembantu tentara, HANRA/HANSIP).
d. Keibodan (milisi pembantu polisi, KAMRA, sekarang Linmas).
e. Fujingkai (PKK).
f. Seinendan (Karang Taruna).
Berdasarkan struktur organisasi baru ditambah dengan lembaga
kemasyarakatan tersebut Pemerintah menjadikan ku sebagai instrumen
mobilsasi rakyat desa dengan kontrol ketat gaya militer. Kepala desa
dijadikan semacam komandan tentara. Perangkat desa dijadikan komandan
regu. Perangkat desa lalu memberi instruksi keras kepada ketua Aza (RW),
- 28 -
Tonarigumi (RT), Heiho, Keibodan, Fujingkai, dan Seinendan melaksanakan
kebijakan politik dan ekonomi negara.
Tata kelola pemerintah desa sekarang di bawah UU No. 6/2014 sama
persis dengan tata kelola pemerintah desa zaman Jepang tersebut. Negara
tidak membentuk organisasi pelaksana (departemen atau kantor dinas desa)
dalam struktur organisasi pemerintah desa. Negara hanya memformalkan
lembaga kemasyarakatan desa bentukan Jepang tersebut (aza, tonarigumi,
heiho, keibodan, fujingkai, dan seinendan) lalu dimobilisasi oleh kepala desa
untuk melaksanakan kebijakan pemerintah desa dan melaksanakan proyek
pemerintah atasan.
R. PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH IGO 1909, OSAMU SEIREI NO.
27/1942, UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU
NO. 6/2014 DISESIAN SEBAGAI INSTRUMEN PELAKSANA KEBIJAKAN
POLITIK DAN EKONOMI PEMERINTAH ATASAN
Di bawah IGO 1906 Pemerintah Desa hanya melaksanakan
kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat.
1. Melaksanakan otonomi desa berdasarkan PP No. 83 tahun 1906.
2. Melaksanakan pemilihan kepala desa langsung berdasarkan PP No. 83
tahun 1906.
3. Mencari anak desa supaya bersekolah di volks school.
4. Mengelola lumbung padi.
5. Membantu mantri pertanian mengatur irigasi tersier.
6. Mengerjakan adminstrasi desa dan keuangan desa berdasarkan
peraturan yang ditetapkan pemerintah.
7. Memberantas penyakit cacar dan kolera.
8. Mengawasi mobilitas penduduk desa.
9. Menjaga keamanan desa melalui sistem ronda malam wajib.
10. Mengerahkan penduduk desa untuk kerja wajib (heerendiensten).
Pemerintah desa di bawah Osamu Seirei No. 27/1942 jo. Osamu Seirei
No. 27/1944 Pemerintah Desa hanya melaksanakan kebijakan politik dan
ekonomi pemerintah pusat.
1. Memobilisasi rakyat ikut membantu perang Asia Timur Raya dalam
bentuk kerja rodi dan pengiriman tenaga paksa (romusha).
2. Menyita padi penduduk yang dinilai berlebih.
3. Menyita semua bentuk logam yang dimiliki rakyat desa.
- 29 -
4. Menyiapkan milisi sipil membantu tentara untuk mobilisasi umum
(heiho).
5. Melatih pemuda untuk membantu keamanan (keibodan).
6. Menyiapkan pemuda untuk membantu pekerjaan pemerintahan
(seindendan).
7. Membagi sembako (catu beras).
8. Memaksa petani menanam padi sesuai jenis padi yang ditentukan dan
dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
Pemerintah desa di bawah Orde Lama (masih menggunakan IGO
1906 dan Osamu Seirei No. 1942) hanya melaksanakan kebijakan politik
dan ekonomi pemerintah pusat.
1. Menyukseskan proyek Manifesto Politik USDEK (UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia);
2. Memobilisasi rakyat untuk membela negara yang sedang berperang
melawan pemberontak melalui OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat);
3. Memobilisasi rakyat untuk menjadi sukarelawan dalam politik Tri Kora
(pembebasan Irian Barat) dan Dwi Kora (penggagalan pembentukan
federasi Malaysia);
4. Memobilisasi rakyat untuk ikut menjadi relawan membasmi penyakit
malaria dan pandemi busung lapar atau hongorodem (HO).
Pemerintah desa di bawah Orde Baru sejak 1966 lalu diteruskan di
bawah UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 hanya melaksanakan kebijakan
politik dan ekonomi pemerintah pusat.
1. Membersihkan sisa-sisa pendukung G30S/PKI;
2. Memobilisasi rakyat untuk mengamankan Soeharto sebagai presiden
terus menerus dengan mengGolkarkan rakyat desa;
3. Memobilisasi rakyat untuk menyukseskan proyek pembangunan lima
tahun (Pelita);
4. Melakukan indoktrinasi Pancasila dan Kepemimpinan Nasional melalui
proyek penataran P4;
5. Menyukseskan proyek revolusi hijau melalui program Bimas, Inmas,
Insus, penanaman varitas padi unggul (PB 5, PB 7, IR, dan lain-lain);
6. Menyukseskan proyek swasembada pangan nasional;
7. Menyukseskan gerakan bebas aksara;
- 30 -
8. Menyukseskan proyek keluarga berencana (KB);
9. Menyukseskan proyek ABRI masuk desa.
Pemerintah desa di bawah UU No. 22/1999 hanya melaksanakan
kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat.
1. Menyukseskan program jaring pengaman sosial (JPS);
2. Menyukseskan proyek padat karya tunai;
3. Meneruskan program-program Orde Baru.
Pemerintah desa di bawah UU No. 32/2004 hanya melaksanakan
kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat dan kabupaten.
1. Menyukseskan program PNPM Mandiri perdesaan;
2. Menyalurkan BLT;
3. Melaksanakan program kabupaten melalui ADD (Alokasi Dana Desa);
4. Melaksanakan proyek beras miskin (raskin);
5. Menyukseskan proyek konversi minyak tanah ke LPG;
6. Menyukseskan program sekolah SD gratis; dan
7. Menyukseskan proyek padat karya tunai.
Pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 hanya melaksanakan
proyek kementerian/lembaga di Jakarta.
1. Proyek Kemendes melalui Dana Desa:
a. Membangun jalan dan jembatan;
b. Membangun embung;
c. Memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu-ibu PKK dan
pelaku UMKM;
d. Melaksanakan padat karya tunai;
e. Membantu masyarakat agar teringankan akibat Covid berupa
BLT, bantuan masker, biaya isolasi mandiri, biaya ke rumah
sakti, dan lain-lain;
f. Bimbingan teknik kepala desa dan sekretaris desa;
g. Pelatihan perangkat desa;
h. Pembangunan gedung PAUD;
i. Pembuatan taman desa;
j. Memperbaiki saluran kampung;
k. Membuat sarana olah raga;
l. Membangun proyek jamban;
m. Mendirikan BUMDes.
2. Proyek Kemendagri melalui dana internal:
- 31 -
a. Pelatihan kepala desa;
b. Pelatihan perangkat desa.
3. Proyek Kemensos melalui dana internal:
a. Program keluarga harapan (PKH);
b. Bantuan pangan non tunai (dulu raskin);
c. Jaminan sosial usia lanjut (JSUL); dan
d. Bantuan sosial tunai (BST).
4. Proyek Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melalui
dana lintas sektoral kementerian di bawah koordinasinya:
a. Program simpanan keluarga sejahtera;
b. Program Indonesia pintar (PIP);
c. Program Indonesia sehat; dan
5. Proyek BPS melalui dana internal:
a. Sensus Penduduk; dan
b. Susenas.
6. Proyek KPU melalui dana internal:
a. Panitia pendaftar pemilih;
b. Pilpres, pilkada, pileg.
7. Proyek Kemenaker melalui dana internal:
a. Pelatihan kerja pemuda desa.
b. Program desa migran produktif.
c. Program sanitasi air bersih dan MCK;
d. Program padat karya sanitasi.
e. Program jaring pengaman sosial (JPS).
8. Proyek Kemendikbudristek melalui dana internal:
a. Desa mandiri;
b. Merdeka belajar;
c. Perguruan Tinggi mengajar.
S. MEREFORMASI PEMERINTAHAN DESA YANG MENGURUS KEBUTUHAN
RAKYAT DESA
Di atas sudah dijelaskan bahwa pemerintah desa di bawah UU No.
6/2014 tidak didesain untuk memberikan barang publik dan jasa publik
kepada rakyat desa. Pemerintah desa hanya dijadikan instrumen
melaksanakan proyek pemerintah atasan. Oleh karena itu, pemerintah desa
jangan terus menerus dipelihara dan dipertahankan sebagai organisasi
sosial politik buatan negara dan ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi
- 32 -
dalam model pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur) sebagaimana
pengaturannya dalam Revenue Instruction 1814 juncto RR 1857 juncto
Decentralizatie Wet 1903 juncto IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU
No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No. 6/2014.
Desa juga jangan dikembalikan lagi sebagai desa masa lampau sebagai
komunitas suku pedalaman (tribe/imheemse/indigeous). Desa masa lampau
sekarang sudah berubah total sebagimana hasil riset Lucian Adam (1924)
dan Yando Zakaria (2000). Desa juga jangan terus menerus dipelihara dan
dipertahankan sebagai pemerintahan bayang-bayang, kuasi daerah otonom,
pemerintahan semu/palsu, atau korporatisme negara sebagaimana
pengaturannya dalam Revenue Instruction 1814 juncto RR 1857 juncto
Decentralizatie Wet 1903 juncto IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU
No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No. 6/2014.
Kepala desa jangan terus menerus difungsikan sebagai:
1. Tussenpersoon (perantara) antara rakyat dengan pemerintah atasan.
2. Penarik pajak bumi dan bangunan (pbb).
3. Penanggung jawab keamanan.
4. Kepala badan hukum komunitas (rechtsgemeenschap hoofd).
5. Pelaksana proyek politik dan ekonomi pemerintah.
Pemerintah desa perlu direformasi sesuai dengan prinsip-prinsip
pemerintahan lokal modern. Untuk mereformasinya dilakukan kebijakan politik
sebagai berikut.
1. Desa yang masyarakatnya masih terikat dan mematuhi hukum adat seperti
Desa Kanekes di Kabupaten Lebak, Banten diakui (erkend/recognized)
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat (indigenous people) sebagaimana
diatur Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang sejalan dengan ILO Convention
No. 69/1989 juncto United Nations Declaration on the Rights of Indigenous
Poeples 2007. Desa seperti ini sudah sulit ditemukan.
2. Desa yang sudah dimodernisir dan dibirokratisasi melalui IGO 1906 juncto
UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No.
6/2014 dan masih lekat dengan institusi aslinya dikonversi menjadi daerah
otonom kecil yang bersifat istimewa karena memiliki susunan asli. Hal ini
sesuai dengan usulan Yamin, Soepomo, dan norma Pasal 18 UUD 1945 dan
Penjelasannya juncto pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945.
3. Desa yang sudah dimodernisir dan dibirokratisasi melalui IGO 1906 juncto
UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No.
- 33 -
6/2014 tapi institusi aslinya hanya tinggal nama, warganya tidak paham
karena sudah menjadi sejarah masa lalu atau desa baru yang
masyarakatnya sudah terputus dengan institusi asli masa lalu dijadikan
daerah otonom kecil biasa. Hal ini sesuai dengan usulan Hatta, Soetardjo
Kartohadikoesoemo, dan TAP MPR NO. IV MPR 2000.
4. Desa yang sudah urban dan menyatu dengan pemerintah kota dihapus lalu
dimasukkan ke dalam daerah otonom kota.
Desa yang sudah direformasi sebagaimana pada angka 2 dan 3 di atas
harus disesuaikan dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya. Untuk itu,
wilayah dan jumlah penduduk untuk pemerintah Desa baru adalah wilayah
kecamatan. Konsekuensinya kecamatan yang merupakan bekas onder-district
zaman kolonial dihapus. Perlu diketahui bahwa sejak kita merdeka pakar
pemerintahan dan pakar hukum tata negara juga para pemimpin negara
sepakat membentuk pemerintahan lokal otonom (pasal 18 UUD 1945) dan
menghapus pemerintahan binnenlands bestuur/pamong praja yang terstruktur
dari atas ke bawah:
Struktur Kepala
Pemerintah Pusat Presiden
Propinsi (provincie) Gubernur
Karesidenan (residentie) Residen
Kabupaten (regentschap) Bupati
Kawedanan (district) Wedana
Kecamatan (onder-district). Asisten Wedana/Camat
Gambar 14: Struktur pemerintahan binnenlands bestuur/pamong praja
berdasarkan RR 1854 juncto IS 1925.
Pada 1950 karesidenan dihapus sejalan dengan pembentukan daerah
otonom propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pada 1963 melalui
Perpres No. 22 tahun 1963 kawedanan dihapus. Kecamatan tidak dihapus
karena dipersiapkan menjadi daerah otonom kecil. Perlu diketahui bahwa UU
No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965 mengatur daerah otonom sebagai berikut.
- 34 -
Ukuran Nama
Susunan
Nomenklatur
Perdesaan
(rural)
Campuran
(rural and
urban)
Perkotaan (urban)
Besar Daerah
Tingkat I
- Propinsi Kota Raya
Sedang Daerah
Tingkat II
- Kabupaten Kotamadya
Kecil Daerah
Tingkat III
Desapraja Kecamatan Kotapraja
Gambar 15: Susunan Daerah Otonom
Berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965
Pengaturan daerah otonom berdasarkan UU No. 18/1965 jo. UU No.
19/1965 mengikuti model pemerintahan lokal universal seluruh dunia yaitu
bahwa pemerintahan lokal terdiri atas pemerintahan lokal yang bersifat
perkotaan dan yang bersifat perdesaan. Menurut UU No. 18/1965 jo. UU No.
19/1965 daerah otonom besar campuran (perdesaan dan perkotaan) disebut
propinsi sedangkan daerah otonom besar perkotaan disebut kota raya
(metropolis). Daerah otonom sedang campuran (perdesaan dan perkotaan)
disebut kabupaten sedangkan daerah otonom sedang perkotaan disebut
kotamadya (municipal). Daerah otonom kecil perdesaan disebut desapraja,
daerah otonom kecil campuran disebut kecamatan, sedangkan daerah otonom
kecil perkotaan disebut kotapraja (city).
Jadi, mereformasi pemerintah desa adalah penataan kembali susunan
pemerintahan daerah sesuai model pemerintahan lokal sebagaimana dibentuk
oleh negara-negara lain di seluruh dunia. Daerah otonom ada yang besar, ada
yang sedang, dan ada yang kecil. Masing-masing ada yang berifat perdesaan
(rural), ada yang bersifat campuran (rural and urban), dan ada yang bersifat
perkotaan (urban).
Desa yang ada sekarang ditata ulang untuk dijadikan daerah otonom kecil
yang bersifat perdesaan. Luas wilayahnya kira-kira sama dengan luas wilayah
kecamatan dengan jumlah penduduk 20.000–50.000. Kecamatan yang
berstatus OPD kabupaten/kota dihapus karena secara saintifik kecamatan ini
aneh. Anehnya di mana? Kecamatan adalah OPD tapi difungsikan seperti onder-
district zaman kolonial dan wilayah adminstrasi zaman Orde Baru. Dalam
disiplin local government, OPD adalah pelaksana kebijakan desentralisasi dan
tugas pembantuan.
Karena pemerintah desa adalah daerah otonom kecil maka struktur
organisasinya jangan dibuat seperti Panitia Peringatan HUT Kemerdekaan yang
- 35 -
hanya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi, tidak
mempunyai departemen-departemen. Struktur organisasinya harus lengkap
sebagai daerah otonom kecil. Sebagai daerah otonom kecil pemerintah desa
fokus mengatur dan mengurus kebutuhan rakyat desa. Kebutuhan rakyat desa
diberikan oleh organisasi/departemen yang diselenggarakan oleh birokrat
profesional. Organisasi/departemen ini memberikan barang publik dan jasa
publik sebagai berikut.
1. Kantor Pelayanan Umum
a. Menyusun peraturan perundang-undangan tingkat Desa,
melaksanakan, dan mengevaluasi;
b. Malaksanakan tata usaha desa;
c. Mengurus keuangan;
d. Mengurus Dewan Desa (village council);
e. Mengurus pegawai;
f. Mengurus tanah Desa;
g. Mengurus penerangan;
h. Mengurus perdamaian adat, upacara adat, dan lembaga adat.
2. Kantor Pelaksana Urusan Keamanan
a. Mengurus kejahatan dan pelanggaran umum;
b. Mengurus keamanan bidang politik;
c. Mengurus keamanan bidang ekonomi;
d. Mengurus keamaan sosial;
e. Melindungai kaum Wanita;
f. Melindungi anak-anak dan pemuda;
g. Menjaga bahaya dan keamanan umum.
3. Kantor Pelaksana Urusan Kemakmuran
a. Mengurus pertanian;
b. Mengurus perhewanan;
c. Mengurus perikanan;
d. Mengurus pelayaran;
e. Mengurus perindustrian kecil dan menengah;
f. Mengurus perdagangan kecil dan menengah;
g. Mengurus transportasi umum perdesaan;
h. Mengurus pasar dan ekonomi rakyat desa;
i. Mengurus bank desa;
j. Mengurus makanan dan pakaian rakyat.
4. Kantor Pelaksana Urusan Kesejahteraan
- 36 -
a. Mengurus sekolah dan kursus-kursus;
b. Mengurus pendidikan rakyat;
c. Mengurus kebudayaan;
d. Mengurus sekolah keagamaan rakyat desa;
e. Mengurus masjid, langgar, dan gereja.
f. Mengurus legalitas hukum warga negara (KTP, KK, pernikahan,
perceraian, rujuk, dan kematian);
g. Mengurus perawatan orang miskin dan anak piatu;
h. Mengurus perburuhan dan pemberantasan pengangguran;
i. Mengurus kebersihan umum, kebersihan rumah, dan kebersihan
lingkungan;
j. Mengurus olah raga dan keprajuritan bela negara.
5. Kantor Pelaksana Urusan Teknik Umum
a. Mengurus irigasi desa;
b. Mengurus air minum rakyat desa.
c. Mengurus jalan umum desa;
d. Mengurus gedung-gedung desa;
e. Mengurus dermaga/tambatan perahu/pelabuhan desa;
f. Mengurus tambang desa;
g. Mengurus kuburan umum desa;
h. Mengurus kesepadanan (rooiwezen) desa;
i. Mengurus tenaga listrik desa;
j. Mengurus “assainering” (mengeringkan tanah untuk membikin sehat
tempat kediaman penduduk desa).
- 37 -
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Lucien. (1924). De Autonomie Van Het Indonesische Dorp. Leiden: S.W. Melchior,
Amersfoort
Angelino, A.D.A De Kat. (1931). Colonial Policy. Volume II. Netherlands: The Hague Martinus
Nijhoof.
Aziz, M.A. (1955). Japan’s Colonialism and Indonesia, Holland: Martinus Nijhoft, The Hague.
Ball, John. (1982). Indonesia Legal History 1602-1884. Sydney: Oughtereshaw Press
Breman, Jan. (1982). The Village on Java and the Early-Colonial State, The Journal of Peasant
Studies, page 189-240, London: Taylor & Francis.
__________. (1983). Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja. Jawa di Masa Kolonial. Jakarta:
LP3ES
__________. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa, Sistem Priangan Dari Tanam
Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Day, Clive. (1904). The Policy and Administration of The Dutch in Java. London: Macmillan
Furnivall, J.S. (1916). Netherlands India A Study of Plural Economy, Amsterdam: B.M. Israel
BV.
__________. (1956). Colonial Policy and Practice. A Comparative Study of Burma and
Netherlands India. USA: New York University Press.
Gondokoesoemo. (1922). Vernietiging van Dorpsbeluiten in Indié, Leiden: S.W.
Melchior, Amersfoort
Haar, Ter, B. et al. (2011). Asas-Asas dan Tatanan Hukum Adat. Bandung: Mandar Maju
Haar, Ter. (2013). Asas-asas dan Susunan Hukum Adat (Diterjemahkan dari Begenselen Stelsel
van Het Adatrecht oleh K. Ng. Soebakti Pesponoto). Jakarta: Balai Pustaka.
Hatta, Muhammad. (2014). Kedaulatan Rakyat, Otonomi dan Demokrasi. Bantul: Kreasi
Wacana
Holleman, J.F. ed. (1981). Van Vollenhoven on Indonesian Adat Law. Netherlands: The Hague-
Martinus Nijhoff
Hüskan, Frans. (1998). Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial
di Jawa 1830-1980. Jakarta: Grasindo
ILO. (2003). ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples, 1989 (No. 169): Geneva: ILO
Press.
Joeniarto. (1967). Pemerintahan Lokal (Asas Negara Kesatuan Dengan Otonomi Yang Seluas-
luasnya dan Perkembangan Serta Pokok-Pokok Pemerintahan Lokal).
Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada Yogyakarta.
Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, Djoko. (1991). Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial
Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media
Kemal, Iskandar. (2009). Pemerintahan Nagari Minangkabau & Perkembangannya. Tinjauan
tentang Kerapatan Adat Nagari. Yogyakarta: Graha Ilmu
King, D. Y. (1982) Indonesia’s New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime,
or Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference Does it Make? In
Anderson, B & Kahin, A. (eds) Interpreting Indonesian Politics: Thirteen
Contributions to the Debate, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project
- 38 -
Klaveren, J.J. van. (1977). Sistem Kolonial Belanda di Indonesia (Terjemahan dari The Dutch
Colonial System in The East Indies). Jakarta: Badan Pendidikan dan Latihan
Departemen Dalam Negeri.
Koentjaraningrat (ed). (1960). Village in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press
Kurasawa, Aiko. (1993). Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan
Jawa 1942-1945. Jakarta: Grasindo
_____________. (2015). Kuasa Jepang di Jawa. Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945.
Depok: Komunitas Bambu
Kusuma, RM. A.B. (2009). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Edisi Revisi. Jakarta:
Penerbit Fakulas Hukum Universitas Indonesia.
Lombard, Denys. (2000). Nusa Jawa: Silang Budaya. Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris.
Jilid 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
MacIntyre, Andrew. (1994). Organising Interests: Corporatism in Indonesian Politics. Working
Paper No.43 August 1994. Perth Western Australia: Asia Research Centre,
Murdoch University
Manan, Bagir. (1994). Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
___________ (2004). Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi
Hukum UII
Maschab, Mashuri. (2013). Politik Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov
Moertono, Soemarsaid. (2009). State and Statecraft in Old Java. A Study of the Later Mataram
Period, 16th to 19th Century. Jakarta-Kuala Lumpur: Equinox Publising.
Money, J.W.B. (1985). Java or How to Manage a Colony. Singapore: Oxford University Press.
Muttalib, A.A dan Khan, Akbar Ali. (1983). Theory of Local Goverment. New Delhi: Starling
Publisher Private Limited
Norton, Alan. (1997). International Handbook of Local and Regional Government. UK: Edward
Elgar.
Nurcholis, Hanif. (2017a). Pemerintah Desa: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem
Pemerintahan NKRI. Jakarta: Bee Media.
--------------------. (2017b). Pelayanan Publik di Desa. Jurnal Asosiasi Ilmuwan Administrasi
Negara. Volume 5, No. 2 Tahun 2017.
--------------------. (2019). Pemerintah Desa, Nagari, Gampong, Marga, dan Sejenisnya
Pemerinahan Tidak Langsung Warisan Kolonial yang Inkonstitusional. Tangerang
Selatan: Penerbit Universitas Terbuka.
Ranggawidjaja, Rosjidi. (2013). "Pasal 18B ayat (2)”, dalam Abdurahman, Ali et al (ed), Satu
Dasawarsa Perubahan UUD 1945. Bandung: Fakultas Hukum Unpad-PSKN FH
Unpad.
Ranawidjaja, Usep. (1955). Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, Jakarta: Djambatan
Schmitter, Philippe C. (1974). “Still the Century of Corporatism?" The Review of Politics, Vol.
36, No. 1, The New Corporatism: Social and Political Structures in the Iberian
World (Jan., 1974), pp. 85-131. UK: Cambridge University Press for the
University of Notre Dame du lac
Sekretariat Negara RI. (1995). Risalah Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei - 22 Agustus
1945, Jakarta: Setneg.
Soepomo, R. (2013). Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Balai Pustaka.
- 39 -
Suroyo, A.M. Djuliati. (2000). Eksploitasi Kolonial Abad XIX. Yogyakarta: Yayasan untuk
Indonesia
Unang Soenardjo. (1984). Tinjauan Singkat: Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Bandung:
Tarsito.
Vollenhoven, Cornelis van. (1907). Law Areas (June, 1907) dalam Holleman, J.F. ed (1981). Het
Adatrecht van Nederlandsch-Indie (Van Vollehhoven on Indonesian Adat Law).
Netherlands: The Hague-Martinus Nijhoff
---------------------------------. (1981). Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia. Jakarta:
Djambatan dan Inkultra Foundation Inc.
---------------------------------. (1917). Central and East Java, With Madura (October, 1917) dalam
Holleman, J.F. ed (1981). Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie (Van
Vollehhoven on Indonesian Adat Law). Netherlands: The Hague-Martinus Nijhoff
---------------------------------. (1981). Orientasi dalam Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Djambatan
--------------------------------. (2013). Orang Indonesia dan Tanahnya. Bogor: Sajogyo Institute,
STPN Press
Wasistiono, Sadu dan Polyando, Petrus. (2017). Politik Desentralisasi di Indonesia. Bandung:
IPDN Press
Yamin, Muhammad. (1971). Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid 1. Jakarta:
Siguntang.
Zakaria, Yando R. (2000). Abih Tandeh: Masyarakat Desa di Bawah Rejim Orde Baru.
Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
PERATURAN PERUNDANGAN:
Undang-Undang Dasar 1945 (Sebelum Amandemen)
Undang-Undang Dasar 1945 (Sesudah Amandemen)
Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Penyerahan Tugas-tugas Pemerintahan Pusat
dalam Bidang Pemerintahan Umum, Perbantuan Pegawai Negeri dan Penyerahan
Keuangannya, Kepada Pemerintah Daerah
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 Tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-
Undang Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- 40 -
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Undang-Undang Nomor Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
TAP MPR RI No. IV Tahun 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Zelfbestuursregelen 1938
Inlandsche Gemeente Ordonnantie 1906
Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten 1938
Lembaran Negara 1906 No. 83 sebagaimana diubah dan diperbaharui dengan Lembaran Negara
1910 No. 1913, No. 235, 1919, No. 217, dan 1933, No. 485 tentang Peraturan
Penguasaan, Keperluan Rumah Tangga, dan Sebagainya di Jawa dan Madura.
Lembaran Negara 1907 No. 212 sebagaimana diubah dan diperbaharui dengan Lembaran Negara
1912 No. 67 dan 1913 No. 712 tentang Memilih dan Memberhentikan untuk
Sementara, Melepas Kepala Desa di Jawa dan Madura.
Osamu Seirei No. 7 Tahun 1944 tentang Pemilihan dan Pemecatan Kuco.
Hierens Inlandsche Reglement (Reglemen Bumi Putera Yang Dibarui) 1848, 1926, 1941
Putusan MK No. 31/PUU-V/2007

More Related Content

What's hot

Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkatPerdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
Pemdes Seboro Sadang
 
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...www.tipfakultesi. org
 
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
Pemdes Wonoyoso
 
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siriPerdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
ari saridjo
 
Prins Laurent, rebel met een reden
Prins Laurent, rebel met een redenPrins Laurent, rebel met een reden
Prins Laurent, rebel met een reden
Thierry Debels
 
Sk. lembaga adat desa
Sk. lembaga adat desaSk. lembaga adat desa
Sk. lembaga adat desa
Pemdes Wonoyoso
 

What's hot (6)

Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkatPerdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
Perdes 7 kedudukan dan keu kades perangkat
 
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...
Yeni doğan sepsisinde tanı ve tedavideki zorluklar(fazlası için www.tipfakult...
 
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA WONOYOSO KECAMATAN KUWARASAN TAHUN 2022
 
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siriPerdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
Perdes no. 08 th 2014 ttg nikah siri
 
Prins Laurent, rebel met een reden
Prins Laurent, rebel met een redenPrins Laurent, rebel met een reden
Prins Laurent, rebel met een reden
 
Sk. lembaga adat desa
Sk. lembaga adat desaSk. lembaga adat desa
Sk. lembaga adat desa
 

Similar to Mereformasi pemerintahan desa Prof. Hanif Nurchloish

Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-voc
Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-vocBab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-voc
Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-vockucingi
 
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptxPPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
JuliBriana2
 
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)RezhaMiftahulHuda
 
Kolonialisme inggris
Kolonialisme inggrisKolonialisme inggris
Kolonialisme inggrisRiinii Riinii
 
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptxPPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
JuliBriana2
 
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesiarangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
Arini Dina Hanifa
 
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
Rodhiyah N. Zulaikhoh
 
PEMDA OTDA 3.pptx
PEMDA OTDA 3.pptxPEMDA OTDA 3.pptx
PEMDA OTDA 3.pptx
Reisdro
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
fendramuzaki
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
alwi abizar
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
Rizki Ramadhan
 
Sejarah indonesia
Sejarah indonesiaSejarah indonesia
Sejarah indonesia
Titianchy Thinshe
 
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptxPenjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
SlowBers
 
Kebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
Kebijakan Daendled & Kebijakan RafflesKebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
Kebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
Winda Luthfia
 
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
SMA Negeri 9 KERINCI
 
Daendels
DaendelsDaendels
Daendels
nova147
 
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di IndonesiaPPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
yasintaeriyanti
 
Penjajahan Hindia Belanda
Penjajahan Hindia BelandaPenjajahan Hindia Belanda
Penjajahan Hindia Belanda
Rus Mala
 
IPS Kelas 8 Bab 2
IPS Kelas 8 Bab 2IPS Kelas 8 Bab 2
IPS Kelas 8 Bab 2
Rifqi Bagja
 
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptxDampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
DivaputriDamayanti
 

Similar to Mereformasi pemerintahan desa Prof. Hanif Nurchloish (20)

Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-voc
Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-vocBab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-voc
Bab 1-perkembangan-kolonialisme-bangsa-barat-pasca-voc
 
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptxPPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
 
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)
Kebijakan pemerintah kolonial inggris dan pelaksanaan tanam paksa :)
 
Kolonialisme inggris
Kolonialisme inggrisKolonialisme inggris
Kolonialisme inggris
 
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptxPPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
PPT MATERI PENJAJAHAN BELANDA.pptx
 
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesiarangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
rangkuman IPS kelas 8 masa kolonialisme Barat diIndonesia
 
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
Masa pemerintahan hindia belanda I di indonesia. kel 3
 
PEMDA OTDA 3.pptx
PEMDA OTDA 3.pptxPEMDA OTDA 3.pptx
PEMDA OTDA 3.pptx
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
 
Kerja rodi
Kerja rodiKerja rodi
Kerja rodi
 
Sejarah indonesia
Sejarah indonesiaSejarah indonesia
Sejarah indonesia
 
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptxPenjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
Penjajahan_Kolonial_Belanda_di_Indonesia.pptx
 
Kebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
Kebijakan Daendled & Kebijakan RafflesKebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
Kebijakan Daendled & Kebijakan Raffles
 
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
11. akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di indonesia.
 
Daendels
DaendelsDaendels
Daendels
 
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di IndonesiaPPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
PPT BAB 1 Sejarah XI.pdf Materi sejarah kelas xi Kolonialisme Barat di Indonesia
 
Penjajahan Hindia Belanda
Penjajahan Hindia BelandaPenjajahan Hindia Belanda
Penjajahan Hindia Belanda
 
IPS Kelas 8 Bab 2
IPS Kelas 8 Bab 2IPS Kelas 8 Bab 2
IPS Kelas 8 Bab 2
 
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptxDampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
Dampak Kolonialisasi di Bidang SosBud.pptx
 

More from Sumardi Arahbani

Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Sumardi Arahbani
 
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdfAlokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa AdatNA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
Sumardi Arahbani
 
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah KabupatenRIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
Sumardi Arahbani
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Sumardi Arahbani
 
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan DaerahPP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Sumardi Arahbani
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkokPengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
Sumardi Arahbani
 
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
Sumardi Arahbani
 
Rpjmdes
RpjmdesRpjmdes
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpidBahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
Sumardi Arahbani
 
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiJual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiSumardi Arahbani
 
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasiPotensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
Sumardi Arahbani
 
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Sumardi Arahbani
 
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
Sumardi Arahbani
 
Analisis kelayakan usaha
Analisis kelayakan usahaAnalisis kelayakan usaha
Analisis kelayakan usaha
Sumardi Arahbani
 
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
Sumardi Arahbani
 

More from Sumardi Arahbani (17)

Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
 
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdfAlokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
Alokasi 42% APBD Untuk Infrastukur; amanah UU HKPD.pdf
 
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa AdatNA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
NA-Desa Adat Bali, Desa Dinas dan Desa Adat
 
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah KabupatenRIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
RIngkasan RKPD 2024 Pemerintah Daerah Kabupaten
 
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBDPermendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
Permendagri No 15 Tahun 2023 Pedoman Penyusunan APBD
 
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan DaerahPP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkokPengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
Pengelolaan aset desa tanah kas desa - tanah bengkok
 
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
01 pengelolaan-tanah kas desa-tanah bengkok
 
Rpjmdes
RpjmdesRpjmdes
Rpjmdes
 
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpidBahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
Bahan tayang pid ta 2019, rakor tpid
 
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiJual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
 
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasiPotensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
Potensi penyalahgunaan dana desa dan rekomendasi
 
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
 
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
Kwee, h.k. how strangers became kings. javanese dutch relations in java 1600-...
 
Analisis kelayakan usaha
Analisis kelayakan usahaAnalisis kelayakan usaha
Analisis kelayakan usaha
 
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
Loss, emergence, and retribalization, the politics of lumad ethnicity in nort...
 

Recently uploaded

MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
muhammadarsyad77
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Pelita9
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
NinaRahayuBelia
 
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HarrySusanto18
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
SardiPasaribu
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
CI kumparan
 

Recently uploaded (6)

MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
 
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
 

Mereformasi pemerintahan desa Prof. Hanif Nurchloish

  • 1. MEREFORMASI PEMERINTAHAN DESA DEMI MENGURUS KEBUTUHAN RAKYAT DESA1 Prof. Dr. Hanif Nurcholis, M.Si2 A. PENGANTAR Desa sudah ada sejak masa kerajaan Majapahit, Demak, dan Mataram Islam. Akan tetapi, desa hanya sebuah tempat yang ditempati komunitas kecil dengan ekonomi subsisten dan lembaganya sederhana, hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi yang sederhana ini. Pada awal abad ke-17, VOC menundukkan sultan-sultan/raja-raja Nusantara. VOC tidak menyentuh desa karena ia hanya berhubungan dengan sultan/raja. Desa tetap di bawah pengaruh sultan/raja Nusantara. Desa mulai diatur oleh pemerintah di atasnya ketika Daendels membentuk pemerintahan modern di Indonesi pada 1808. Daendels menjadikan kepala desa sebagai tussenpersoon (mediator) antara pemerintah resmi dengan rakyat desa. Intervensi desa terus berlanjut oleh penguasa berikutnya. Puncaknya ketika diundangkan IGO 1906 dengan peraturan pelaksanaannnya (PP No. 83/1906 tentang Rumah Tangga Desa dan PP No. 212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). Di bawah ordonansi ini desa ditetapkan sebagai badan hukum (rechtsperoon) tapi bukan badan hukum publik sebagai bagian dari binnenlands bestuur (pemerintahan dalam negeri). Fungsinya hanya sebagai tussenpersoon, bukan penyelenggara pemerintahan yang menyampaikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa. Tugasnya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah atasan. Ketika Jepang mengusir Belanda lalu ganti menjajah bangsa Indonesia desa dipoisikan sama dengan pengaturan di bawah IGO 1906 ditambah sebagai instrumen mobilisasi penduduk untuk memenangkan perang Asia Timur Raya. Setelah merdeka Yamin dan Soepomo dalam sidang BPUPK mengusulkan agar desa dijadikan daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena mempunyai susunan asli. Usulan mereka lalu dibuat norma pada Pasal 18 1 Makalah disampaikan pada Webinar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia 4 Agustus 2021 2 Guru Besar bidang pemerintahan daerah pada Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka
  • 2. - 2 - UUD 1945. Hatta dan Soetardjo Kartohadikoesoemo pun sepakat dengan konversi ini. Konsepsi ini lalu dituangkan dalam UU No. 22/1948, UU No. 1/1957, UU No. 18/1965, dan UU No. 19/1965. Akan tetapi, ketika Orde Baru berkuasa, konsepsi Yamin, Soepomo, Hatta, dan Soetardjo tersebut dicampakkan dengan membatalkan UU No. 18/1965 dan UU No. 19/1965. Dua UU ini diganti dengan UU No. 5/1974 dan UU No. 5/1979. UU No. 5/1974 dan UU No. 5/1979 mengembalikan lagi Desa sebagai badan hukum komunitas sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kebijakan ini dilanjutkan sampai sekrang di bawah UU No. 6/2014. Akibatnya rakyat desa sejak zaman penjajahan Belanda sampai sekarang tidak mendapatkan barang publik dan jasa publik karena pemerintah desa model IGO 1906 hanya difungsikan sebagai tussenperson (mediator). Tugas utamanya adalah pelaksana kebijakan politik dan ekonomi pemerintah atasan. Demi memberikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa, pemerintah desa tidak bisa dipertahankan terus sebagai badan hukum komunitas dengan fungsi tussenpersoon ini. Pemerintah desa perlu dikonversi menjadi daerah otonom kecil sebagaimana konsepsi Yamin, Soepomo, Hatta, dan Soetardjo dan norma Pasal 18 UUD 1945. Tugas utamanya adalah memberikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa. . B. POLITIK DESA ZAMAN KESULTANAN-KESULTANAN/KERAJAAN- KERAJAAN NUSANTARA Breman (2014) menulis bahwa desa-desa sudah ada sebelum kedatangan VOC. Desa-desa merupakan kumpulan beberapa cacah/keluarga (antara 10-50 cacah) yang membangun pemukiman di tepi sungai. Kumpulan beberapa keluarga ini membentuk komunitas yang dipimpin oleh kepala komunitas dengan sebutan lurah atau sebutan lain dan dibantu oleh beberapa pembantu. Komunitas ini belum mempunyai struktrur organisasi sebagaimana kita kenal sekarang. Lembaganya sangat sederhana yaitu hanya terdiri atas kepala komuitas dan dua atau tiga orang yang membantunya terutama untuk menyelesaikan masalah komunitas. Komunitas tersebut independent dalam arti tidak terkait dengan otoriras politik/kekuasaan di luarnya. Ia mandiri secara politik dan ekonomi. Ia hidup dalam ekonomi subsisten, bukan ekonomi pasar. Ia menghidupi dirinya dengan mengolah tanah yang ditempati. Hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhannnya sendiri, tidak dijualbelikan. Jadi, komunitas ini
  • 3. - 3 - mempunyai otonomi asli. Ia mengembangkan lembaga, mekanisme kerja, dan tata cara sendiri. Ia juga mengembangkan sistem ekonominya sendiri. Tidak ada penguasa di luar dirinya yang mengatur dan mengintervensi. Akan tetapi, sejalan dengan perluasan kekuasaan raja yang lebih besar dan kuat, raja lalu menundukkan komunitas tersebut. Akhirnya kepala komunitas di bawah kontrol raja. Raja lalu minta upeti kepada komunitas tersebut melalui kepalanya. Komunitas kemudian dimasukkan ke dalam pengaruh kerajaan. Setelah dimasukkaan dalam pengaruh kerajaan, komunitas ini diberi kewajiban membela kerajaan. Sewaktu-waktu raja berperang dengan raja lain anggota komunitas dewasa wajib menjadi prajurit kerajaan dengan tugas memenangkan perang rajanya. C. POLITIK DESA ZAMAN VOC VOC datang untuk berdagang. Akan tetapi, kemudian VOC menundukkan 276 sultan-sultan/raja-raja Nusantara. Sulan-sultan/raja- raja Nusantara dipaksa membuat perjanjian yang menguntungkan VOC. VOC tidak membentuk pemerintahan sendiri. Pemerintahan sehari- hari tetap diselenggarakan oleh sultan-sultan/raja-raja Nusantara berdasarkan hukum kesultanan/kerajaan masing-masing. VOC tidak bersentuhan dengan desa. VOC hanya berhubungan dengan sultan-sultan/raja-raja. Desa tetap di bawah pengaruh kesultanan- kesultanan pribumi. Dengan demikian, desa tetap menjalankan otonomi aslinya dengan kewajiban memberi upeti kepada otoritas yang menundukkan dan menyiapkan tenaga untuk perang membela rajanya. Muthinghe pada 1814 memberi laporan kepada Raffles bahwa ia menemukan desa-desa di daerah Kendal Jawa Tengah. Desa-desa ini mempunyai struktur organisasi cukup lengkap: mempunyai kepala desa dan pembantu-pembantu kepala desa. Desa yang ditemukan Muthinghe tersebut sudah di bawah pengaruh kerajaan Mataram Islam dan VOC. Desa ini otonomi aslinya sudah banyak tergerus. D. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA DAENDELS DAN RAFFLES Pada 1799 VOC dinyatakan bangkrut. Pada tahun ini negara Belanda dijajah Prancis. Koloni VOC di Hindia Belanda juga diambil alih oleh pemerintah Belanda-Prancis. Raja Prancis yang berkuasa di Belanda (Louis Bonaparte) mengirim Jendral Daendels ke Hindia Belanda. Daendels lalu
  • 4. - 4 - menyusun pemerintahan modern sabagaimana yang kita kenal sekarang. Struktur pemerintahanya sebagai berikut. 1. Pemerintah Pusat (Gubernur Jendral) 2. Prefectur (Prefect/Landrost) 3. Regentschap (Regent/Bupati) Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi Struktur Kepala Struktur Kepala Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - - Prefecture Prefect/Landrost - - Regentschap Regent/Bupati Gambar 1: Pemerintahan Prefekturat Buatan Daendels Bupati yang pada masa VOC dipertahankan sebagai bawahan sultan/raja pribumi mulai zaman Daendels dijadikan pejabat pemerintah pusat di bawah Prefect/Landrost. Bupati menjadi tangan panjang gubernur jenderal dengan tugas utama mengontrol rakyat di daerahnya. Pada saat ini Desa mulai diintervensi pemerintah Hindia Belanda. Daendels mengatur lurah dijadikan tussenpersoon (perantara/ mediator/calo), bukan pejabat pemerintah (official government) sebagaimana regent/bupati. Fungsinya hanya sebagai jembatan antara pejabat pemerintah resmi yaitu regent/bupati dengan rakyat. Pemerintah ketika berhubungan dengan rakyat desa harus melalui lurah sebagai perantara/calonya. Begitu juga rakyat yang berhubungan dengan pemerintah harus melalui perantara/calo yaitu lurahnya. Tugas utama lurah sebagai tussenpersoon adalah mengerahkan tenaga rakyatnya untuk mengerjakan proyek negara. Salah satunya membuat jalan raya 1000 km Anyer-Panarukan. Daendels menghapus sistem upeti zaman VOC. Sebagai gantinya rakyat desa diwajibkan kerja wajib untuk negara yang disebut heerendiensten. Denys Lombart (2000) menjelaskan bahwa hakekat heerendiensten adalah kerja rodi tapi oleh bangsa Indonesia dirubah maknanya menjadi kerja bakti untuk negara. Heerendiensten diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah positip: gugur gunung, kenang gawe, gotong royong, rereyongan sarumpi, dan lain-lain. Dengan menswit konsep heerendiensten (kerja rodi) menjadi gotong royong untuk negara,
  • 5. - 5 - kerja rodi diterima dengan senang hati oleh rakyat. Bahkan rakyat Indonesia malah berbahagia ketika disuruh kerja rodi. Pada 1811 Hindia Belanda-Prancis dikalahkan Inggris. Akhirnya pada 1811-1816 Indonesia dijajah Inggris di bawah Raffles. Inggris makin mengintervensi Desa. Melalui Revenue Instruction 1814 Raffles membuat kebijakan pajak bumi (land rent). Ternyata kebijakan ini sulit diimplementasikan di desa karena lurah desa tidak paham caranya. Hal ini terjadi karena lurah sudah terbiasa selama ratusan tahun menjalankan model upeti. Untuk mengatasi masalah ini Raffles mengganti lurah lama dengan cara pemilihan langsung oleh penggarap tanah setiap tahun pajak (per tahun). Jadi, pemilihan kepala desa secara langsung itu kebijakan Raffles, bukan lembaga asli desa. Para aktivis desa yang buta literasi dikatakan bahwa pemilihan kepada desa secara langsung adalah praktik demokrasi asli desa. Di bawah Daendels dan Raffles lurah desa bertugas: 1. Pengerah kerja rodi (heerendiensten); dan 2. Penarik pajak bumi (land rent). Pada 1816 Prancis kalah perang sehingga harus menyerahkan negara Belanda kepada rajanya. Sesuai dengan perjanjian London, Inggris juga harus menyerahkan Hindia Belanda kepada Raja Belanda. E. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA TANAM PAKSA Pada 1830 Gubernur Jenderal Van Den Bosch membuat kebijakan tanam paksa (cultuur stelsel). Desa makin diintervensi. Tanah milik orang desa (tanah yasan) dirubah menjadi tanah komunal/milik bersama (commuunal bezits). Sebagian tanah desa (20%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk ditanami tanaman ekspor. Kepala desa dijadikan mandor kebun . Pada zaman tanam paksa inilah tanah bengkok dilembagakan. Tanah bengkok adalah tanah komunual yang dijadikan semacam tanah apanage/tanah lungguh (tanah upah karena menduduki jabatan kepala desa atau perangkat desa). Tanah bengkok diambil dari tanah komunal bekas tanah yasan tersebut. Pada 1848 diundangkan HIR (Heriens Inlandsche Reglement). Kepala desa diberi tugas baru yaitu sebagai aparat keamanan pemerintah yang membantu polisi dan menjadi hakim desa. Di bawah Daendels, Raffles, Van Den Bosch, dan HIR 1848 lurah desa bertugas:
  • 6. - 6 - 1. Pengerah kerja rodi (heerendiensten); 2. Penarik pajak bumi (land rent). 3. Mandor kebun tanaman ekspor yang ditanam pemerintah; 4. Membantu polisi untuk mengamankan desa. F. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA RR 1854 Pada 1854 dibuat semacam UUD Hindia Belanda. Struktur pemerintahan disempurnakan. Pemerintahan terdiri atas pemerintahan langsung (direct bestuur) dan pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur). Pemerintahan langsung yaitu pemerintahan yang langsung memerintah rakyat melalui pejabat birokrasi resmi mulai gubernur jenderal sampai onder-district hoofd (asisten wedana/camat). Pemerintahan ini disebut pemerintahan dalam negeri (binnenlands bestuur/BB). Pejabatnya disebut binnenlands bestuur ambtenaar. Frasa binnenlands bestuur ambtenaar sebelum merdeka diterjemahkan menjadi “pangreh praja”. Setelah merdeka ia diterjemahkan menjadi “pamong praja”. Saat ini (2021) frasa pamong praja tidak jelas apa maksudnya. Adapun pemerintahan tidak langsung adalah pemerintahan yang tidak langsung memerintah rakyat. Dalam pemeintahan tidak langsung Pemerintah resmi cukup memegang rajanya dan kepala komunitasnya. Ada dua bentuk pemerintahan tidak langsung: (1) zelfbestuur yaitu kesultanan- kesultanan pribumi dan (2) inlandsche gemeente yaitu desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya. Terkait dengan zelfbestuur pemerintah membuat kontrak politik sedangkan terkait dengan inlandsche gemeente pemerintah mengontrol melalui pejabat terendahnya yaitu onder-district hoofd (asisten wedana/camat). Desa diatur dalam pasal 71 RR 1854 dengan sebutan inlandsche gemeenten. Pengaturan ini hanya memperkuat regulasi sebelumnya. Dalam pengaturan ini Desa tidak dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan resmi. Kepala Desa tidak dijadikan bagian dari pejabat pemerintahan dalam negeri (binnenlands bestuur ambtenaar). Desa diatur dalam model pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur) sebagaimana zelfbestuur (kesultanan/kerajaan pribumi/daerah swapraja). Bedanya zelfbestuur/daerah swapraja diatur dalam kontrak politik sedangkan desa hanya dikontrol oleh residen saja.
  • 7. - 7 - Struktur organisasi pemerintahan langsung yang disebut binnenlands bestuur (pemerintahan dalam negeri) adalah sebagai berikut. 1. Pemerintah pusat (Gubernur Jendral) 2. Gewest (resident) 3. Afdeeling (Asisten Resident) 4. Regent (Regent) dan Onder Afdeling (Controleur) 5. District (District Hoofd dan Aspirant Controleur) 6. Onder District (Onder District Hoofd). Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi Struktur Kepala Struktur Kepala Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - - Gewest Resident - - Afdeeling Asisten Resident - - Onder Afdeling Controleur Regentschap Regent - Aspirant Controleur District District Hoofd - - Onder District Onder District Hoofd Gambar 2: Pemerintahan Binnenlands Bestuur/BB Adapun struktur organisasi pemerintahan tidak langsung adalah Residen mengontrol: 1. Sultan/Raja. 2. Inlandsche Gemeente Hoofd (lurah, penghulu andiko, keucik, dll.). Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi Struktur Kepala Struktur Kepala Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - - Gewest Resident Zelfbestuur Sultan Gambar 3: Hubungan Pemerintah Binnenlands Bestuur dengan Zelfbestuur Keterangan: Zelfbestuur adalah satuan pemerintahan mandiri di bawah sultan/raja pribumi. Ia bukan bagian binnenlands bestuur.
  • 8. - 8 - Pemerintahan yang Dipimpin orang Eropa Pemerintahan yang Dipimpin orang Pribumi Struktur Kepala Struktur Kepala Pemerintah Pusat Gubernur Jendral - - Gewest Resident - - - - Regentschap Regent District District Hoofd Onder District Onder District Hoofd Inlandsche Gemeente Inlandsche Gemeente Hoofd Gambar 4: Hubungan Pemerintah Binnenlands Bestuur dengan Inlandsche Gemeente Keterangan: Inlandsche gemeente adalah komunitas pedalaman/pribumi (inheems/inlandsche) yang kepalanya dijadikan tussenpersoon (mediator) di bawah kontrol onder district hoofd dan resident. Ia bukan bagian binnenlands bestuur. G. POLITIK DESA ZAMAN HINDIA BELANDA MASA DECENTALITIE WET 1903 DAN IGO 1906 Pada 1903 atas tuntutan komunitas Belanda-Eropa yang terbentuk di kota-kota dibentuk satuan pemerintahan lokal yang diberi hak otonomi model Eropa. Gewest yang aslinya adalah wilayah jabatan residen yang disebut wilayah administasi gewest di dalamnya dibentuk locale raad (dewan lokal). Sebagai akibat dibentuknya dewan lokal pada gewest maka terbentuklah daerah otonom dengan nomenklatur plaatselijke. Dengan demikian, status gewest menjadi ganda: satu sisi tetap sebagai wilayah administrasi dan pada saat yang bersamaan sebagai daerah otonom. Bagian gewest setingkat afdeeling juga dibentuk dewan lokal. Akibatnya terbentuk daerah otonom dengan nomenklatur groepsgemeenschap. Bagian gewest setingkat onder-afdeeling juga dibentuk dewan lokal. Akibatnya terbentuk daerah otonom dengan nomenklatur gemeente. Oleh karena itu, sejak 1904 terbentuklah daerah otonom besar yaitu plaatselijke, daerah otonom sedang yaitu groepsgemeenschap, dan daerah otonom kecil yaitu gemeente.
  • 9. - 9 - Pemerintahan yang Dikepalai orang Eropa Pemerintahan yang Dikepalai orang Pribumi Locale Bestuur Binnenlands Bestuur Gewest Susunan Kepala Struktur dan Kepala Struktur Kepala Daerah Otonom Setingkat Gewest (Plaatselijke) Resident Gewest (Resident) - - Daerah Otonom Setingkat Afdeeling (Groupsgemeens chap) Voorziter Afdeeling (Asistent Resident) - - Daerah Otonom Setingkat Onder Afdeeling (Gemeente) Burgemee ster Onder Afdeeling (Controleur) Kabupaten Bupati Aspirant Controleur Kawedanan Wedana Onder District Kecamatan Asisten Wedana/Camat Gambar 5: Daerah Otonom dan Binnenlands Bestuur Pribumi (IBB) Pada 1906 diundangkan IGO 1906 tentang Inlandsche Gemeente/Gemente Pribumi (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) dan peraturan pelaksanannya (PP No. 83/1906 tentang Rumah Tangga Desa dan PP No. 212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). Kebijakan ini mengakui (erkend/recognized) inlandsche gemeenteen yang diatur dalam Pasal 71 RR 1854 sebagai inhems/inlandsche rechtsgemeenschap (komunitas asli/pribumi sebagai badan hukum). Gemente pribumi (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) sejak saat ini diakui dalam hukum Hindia Belanda sebagai rechtspersoon (badan hukum/subyek hukum). Akan tetapi, posisinya tetap di luar pemerintahan dalam negeri (binnenlands bestuur) dengan status sebagai pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur).
  • 10. - 10 - Pemerintahan yang Dikepalai Orang Eropa Pemerintahan yang Dikepalai Orang Pribumi Locale Bestuur Binnenlands Bestuur Gewest Susunan Kepala Struktur dan Kepala Struktur Kepala Daerah Otonom Setingkat Gewest (Plaatselijke) Resident Gewest (Resident) - - Daerah Otonom Setingkat Afdeeling (Groupsgemeens chap) Voorziter Afedeling (Asistent Resident) - - Daerah Otonom Setingkat Onder Afdeeling (Gemeente) Burgemee ster Onder Afdeeling (Controleur) Kabupaten Bupati Aspirant Controleur Kawedanan Wedana Onder District Kecamatan Asisten Wedana/Camat - Gemente Pribumi (Desa, dll.) Lurah, dll. Gambar 6: Daerah Otonom, Binnenlands Bestuur dan Inlandsche Gemeente Keterangan: Inlandsche gemeente meskipun diakui sebagai badan hukum tapi tidak dimasukkan ke dalam binnenlands bestuur. Ia dilelakkakn di luarnya di bawah kontrol onder district hoofd. Gondokoesoemo (1922), Lucian Adam (1924), A.D.A de Kat Angelino (1931), dan Jan Breman (1982) menjelaskan bahwa dengan diaturnya desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dengan ordonansi tersebut maka otonomi asli desa diganti dengan otonomi model Eropa. Di bawah IGO 1906 dan peraruran pelaksanaannya, struktur organisasi, isi rumah tangga desa, dan sistem pemilihan kepala desa sudah sepenuhnya diatur dengan hukum Eropa, bukan diatur dengan hukum adat lagi. Anehnya, penyusun UU No. 6/2014 tentang Desa percaya bahwa desa, nagari, gampong, marga dan sejenisnya masih mempunyai otonomi asli: mempunyai hak asal-usul dan hak-hak tradisional. H. DISERTASI GONDOKOESOEMO (1922), LUCIEN ADAM (1924), DAN TULISAN YANDO ZAKARIA (2000) TENTANG OTONOMI DESA
  • 11. - 11 - Gondokoesoemo (1922) memperoleh gelar doktor dalam ilmu hukum pada Universitas Kerajaan di Leiden, atas perkenan Rektor Prof. Dr. Cornelis Snouck Hurgronje, guru besar di Fakultas Ilmu Hukum. Ia mempertahankan dipertahankan pada Kamis 29 Juni 1922 dengan judul “Vernietiging van Dorpsbeluiten in Indié” (Pencabutan Keputusan Desa di Indonsia). Temuan penelitian ini adalah kepala desa yang membuat keputusan berdasarkan hukum adat dibatalkan oleh pemerintah atasannya (bupati, residen, dan gubernur jenderal). Lucien Adam pada 1924 mempertahankan disertasinya di depan para professor penguji di Universiteit Leiden dengan judul “De Autonomie van Het Indonesish Dorp” atau Otonomi Desa Indonesia. Adam menjelaskan bahwa sebelum diatur oleh Daendels dan Raffles, inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) mempunyai otonomi asli. Akan tetapi, sejak diatur oleh Daendels dan Raffles otonomi asli mulai terkikis. Otonomi asli benar-benar hilang ketika gemente pribumi diatur IGO 1906 dan peraturan pelaksanannya (PP No. 83/1906 tentang rumah tangga desa dan PP No. 212/1907 tentang Pemilihan Kepala Desa). IGO 1906 dan peraturan pelaksanannya merubah otonomi asli desa menjadi otonomi ala municipal Eropa. Yando Zakaria (2000) dalam bukunya “Abih Tandeh: Masyarakat Desa di bawah Rejim Orde Baru” menemukan data bahwa pemerintahan desa asli sudah habislah sudah (abih tandeh) diganti dengan birokrasi modern Barat sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1979. Dampaknya adalah masyarakat desa juga berubah: dari masyarakat desa yang terikat dan mematuhi hukum adat menjadi masyarakat yang terpaksa mematuhi hukum positif buatan negara. Terjadi negaranisasi pada masyarakat desa asli. Jadi, berdasarkan riset ilmiah tersebut otonomi desa asli sudah hilang. Akan tetapi, anehnya para penyusun UU No. 6/2014 masih meyakini bahwa desa mempunyai otonomi asli dengan istilah hak asal-usul dan hak- hak tradisional. Mereka adalah orang-orang yang mengklaim diri sebagai pakar desa tapi literasinya tentang desa tidak memadai. I. PENGATURAN DESA MENURUT FOUNDING FATHERS (YAMIN, SOEPOMO, HATTA, DAN SOETARDJO KARTOHADIKOESOEMO) Dalam sidang BPUPK Mei 1945 Yamin mengusulkan desa, nagari, gampong, dan sejenisnya dijadikan pemerintahan kaki (terbawah) sebagai daerah otonom dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah.
  • 12. - 12 - Dalam sidang BPUPK Mei 1945 Soepomo mengusulkan zelfbesturende lanschappen (kesultanan-kesultanan) dan volksgemeenschappen atau inheems rechtsgemeenschappen (desa, nagari, gampong, dan sejenisnya) dirubah menjadi daerah otonom istimewa karena mempunyai susunan asli dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah. Mei 1946 Hatta mengusulkan desa, nagari, gampong, dan sejenisnya dirubah menjadi daerah otonom kecil dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah. Soetardjo Kartohadikoesoemo (1953) mengusulkan desa, nagari, gampong, dan sejenisnya dirubah menjadi daerah otonom kecil dan merupakan bagian resmi dari pemerintahan daerah. J. PENGATURAN DESA MENURUT UUD 1945 (SEBELUM AMANDEMEN) Gagasan Yamin dan Soepomo dinormakan dalam Pasal 18 UUD 1945. Pasal ini mengatur pemerintahan daerah terdiri atas daerah besar dan daerah kecil. Kemudian bekas zelfbesturende landschappen (kesultanan- kesultanan) dikonversi menjadi daerah otonom besar yang bersifat istimewa karena mempunyai susunan asli. Volksgemeenschappen atau inheems rechtsgemeenschappen (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) juga dikonversi menjadi daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena mempunyai susunan asli. Jadi jelas, berdasar pasal 18 UUD 1945 bekas zelfbesturende landschappen (kesultanan-kesultanan) yang diatur dalam zelfbesturregeling 1938 dirubah menjadi daerah otonom besar yang bersifat istimewa karena mempunyai susunan asli dan volksgemeenschappen yang diatur dengan IGO 1906 dan peraturan pelaksaannya (PP No. 83/1906 dan PP No. 212/1907) dirubah menjadi daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena mempunyai susunan asli. K. POLITIK DESA DI BAWAH UU NO. 22/1948, UU NO. 1/1957, UU NO. 18/1965, UU NO. 19/1965 Di bawah UU No. 22/1948 Desa dan sejenisnya dijadikan daerah otonom kecil yang bersifat istimewa. Desa tidak ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906 tapi dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi. Susunan daerah otonomnya adalah sebagai berikut. 1. Provinsi dan kota raya sebagai daerah otonom besar tingkat I.
  • 13. - 13 - 2. Kabupaten dan kota besar sebagai daerah otonom sedang tingkat II. 3. Desa dan kota kecil sebagai daerah otonom kecil tingkat III. Ukuran Nama Susunan Nomenklatur Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban) Besar Daerah Tingkat I Propinsi Kota Raya Sedang Daerah Tingkat II Kabupaten Kota Besar Kecil Daerah Tingkat III Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Kota Kecil Gambar 7: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 22/1948 Keterangan: Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom kecil. Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (onder district) dihapus. Jadi, berdasarkan UU No. 22/1948 kepala desa adalah kepala daerah otonom kecil. Di bawah UU No. 1/1957 Desa dan sejenisnya dijadikan daerah otonom kecil. Desa tidak ditaruh di luar sistem pemerintahan tapi dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi.Provinsi dan kota raya sebagai daerah otonom (daerah swatantra) besar tingkat I. 1. Kabupaten dan kota besar sebagai daerah otonom (daerah swatantra) sedang tingkat II. 2. Desa dan kota kecil sebagai daerah otonom (daerah swatantra) kecil tingkat III. Ukuran Nama Susunan Nomenklatur Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban) Besar Daswati I Propinsi Kota Raya Sedang Daswati II Kabupaten Kota Besar Kecil Daswati III Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Kota Kecil Gambar 8: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 1/1957 Keterangan: Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom kecil. Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (onder district) dihapus.
  • 14. - 14 - Jadi, berdasarkan UU No. 1/1957 kepala desa adalah kepala daerah otonom kecil. Di bawah UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 Desa dan sejenisnya dijadikan daerah otonom kecil. Desa tidak ditaruh di luar sistem pemerintahan tapi dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi. Susunan daerah otonomnya adalah sebagai berikut. 1. Provinsi dan kota raya sebagai daerah otonom besar tingkat I. 2. Kabupaten dan kotamadya sebagai daerah otonom sedang tingkat II. 3. Desapraja, kecamatan, dan kotapraja sebagai daerah otonom kecil tingkat III. Ukuran Nama Susunan Nomenklatur Perdesaan (rural) Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban) Besar Daerah Tingkat I - Propinsi Kota Raya Sedang Daerah Tingkat II - Kabupaten Kotamadya Kecil Daerah Tingkat III Desapraja Kecamatan Kotapraja Gambar 9: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 Keterangan: Inlandsche gemeente (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan daerah resmi sebagai daerah otonom kecil. Nomenklaturnya yang bersifat perdesaan disebut Desapraja, yang bersifat campuran (rural and urban) disebut kecamatan, dan yang bersifat perkotaan (urban) disebut kotapraja. Binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (onder district) dihapus. Jadi, berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 kepala desa adalah kepala daerah otonom kecil. L. POLITIK DESA DI BAWAH UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 UU No. 5/1979 membatalkan Desa menjadi daerah otonom kecil. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana pengaturanya
  • 15. - 15 - di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965. Ukuran Susunan Daot Struktur binnenlands bestuur (Wilayah Administrasi) Nomenklatur Besar Daerah Tingkat I Propinsi Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban - - Pembantu Gubernur - - Sedang Daerah Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya Kabupaten Kotamadya Kecil Kota Administratip - Kotip Pembantu Pembantu - - Kecamatan Kecamatan - Kelurahan - Kelurahan Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Gambar 10: Struktur Wilayah Administrasi, Susunan Daerah Otonom, dan Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 4/1974 1965 juncto UU No. 5/1979 Keterangan: Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dikeluarkan dari susunan daerah otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi). Ia diletakkan di luar susunan pemerintahan daerah dan struktur pemerintahan binnenlands bestuur. Pemerintahan binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja) dengan struktur hirarkis karesidenen (residentie), kabupaten (regentschap), kawedanan (district), dan kecamatan (district hoofd) dihidupkan lagi. Dalam UU No. 4/1974 wilayah kerja pembantu gubernur dan pembantu bupati tidak ada tapi secara de facto diadakan dengan Keputusan Gubernur. UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 membentuk satuan pemerintahan baru yaitu “kota administratip” dan “kelurahan” yang tidak dikenal sebelumnya baik pada zaman penjajahan maupun kemerdekaan. Jadi, berdasarkan UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 kepala desa adalah kepala badan hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906. Di bawah UU No. 22/1999 Desa diatur sama dengan pengaturan UU No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965.
  • 16. - 16 - Ukuran Susunan Daot Struktur binnenlands bestuur (Wilayah Administrasi) Nomenklatur Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban Besar Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi Sedang Kabupaten/ Kota - Kabupaten Kota Kecil Kecamatan - - - Kelurahan - - Kelurahan Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. - Gambar 11: Struktur Wilayah Administrasi, Susunan Daerah Otonom, dan Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 22/1999 Keterangan: Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya dikeluarkan dari susunan daerah otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi). Ia diletakkan di luar susunan pemerintahan daerah dan struktur pemerintahan binnenlands bestuur. Pemerintahan binnenlands bestuur (pemerintahan pangreh praja/pamong praja/wilayah administrasi) dengan struktur hirarkis propinsi, wilayah kerja pembantu gubernur, kabupaten/kotamadya, kota administratip, wilayah kerja pembantu bupati, dan kecamatan dihapus kecuali provinsi. Status kecamatan dan kelurahan dibuat aneh dalam arti bukan sebagai wilayah administrasi sebagaimana RR 1854 juncto UU No. 4/1974 juga bukan sebagai daerah otonom sebagaimana di bawah UU No. 18/1965. Kecamatan dan kelurahan dirubah menjadi organisasi perangkat daerah kabupaten/kota tapi difungsikan sebagai wilayah adminstrasi sebagaimana di bawah UU No. 5/1974. Jadi, berdasarkan UU No. 22/1999 kepala desa adalah kepala badan hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto UU No. 5/1979. Di bawah UU No. 32/2004 Desa diatur sama dengan pengaturan UU No. 22/1999 jo. UU No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965. Jadi, berdasarkan UU No. 32/2004 kepala desa adalah kepala badan hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999.
  • 17. - 17 - Di bawah UU No. 6/2014 Desa diatur sama dengan pengaturan UU No. 5/1979 jo. IGO 1906. Desa dikembalikan lagi sebagai komunitas badan hukum yang ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi sebagaimana pengaturannya di bawah IGO 1906. Kepala desa kembali menjadi kepala badan hukum komunitas, bukan kepala daerah otonom kecil sebagaimana pengaturanya di bawah UU No. 22/1948 jo. UU No. 1/1957 jo. UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965. Ukuran Susunan Daot Struktur binnenlands bestuur (Wilayah Administrasi) Nomenklatur Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban Besar Propinsi Propinsi Sedang Kabupaten/ Kota Kabupaten/Kota Kabupaten Kota Kecil Kecamatan - - - Kelurahan - - Kelurahan Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. Desa, Nagari, Gampong, Marga, dll. - Gambar 12: Struktur Wilayah Administrasi, Susunan Daerah Otonom, dan Status Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 6/2014 Keterangan: Desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya tetap dikeluarkan dari susunan daerah otonom dan struktur binnenlands bestuur (wilayah administrasi). Statusnya sama dengan status di bawah UU No. 32/2004. UU 23/2014 juga merubah status kabupaten/kota. Di bawah UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 status kabupaten/kota berubah. Di bawah UU No. 32/2004 kabupaten/kota adalah daerah otonom murni tapi di bawah UU No. 23/2014 dirubah menjadi daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi, sama dengan status provinsi. Status kecamaan dan kelurahan tetap dibuat aneh sebagaimana pengaturannya di bawah UU No. 32/2004 dan UU No. 22/1999. Jadi, berdasarkan UU No. 6/2014 kepala desa adalah kepala badan hukum komunitas sama dengan pengaturannya di bawah IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004. M. PENGATURAN DESA MENURUT UUD NRI 1945 (SESUDAH AMANDEMEN) Pasal 18 UUD 1945 diamandemen menjadi Pasal 18, 18A, 18B. Pasal 18, 18A, 18B tidak mengatur desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya. Pasal 18 dan 18A hanya mengatur daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota.
  • 18. - 18 - Pasal 18B ayat (1) mengatur daerah khusus dan daerah istimewa. Secara faktual daerah khusus adalah daerah Aceh, daerah Papua, daerah Papua Barat, dan DKI Jakarta. Adapun daerah istimewa adalah daerah Yogyakarta. Sebenarnya berdasarkan Penjelasan Pasal 18 UUD 1945, desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya masuk ke dalam daerah istimewa ini tapi secara faktual tidak dibuat kebijakan politiknya. Pasal 18B ayat (2) mengatur, Negara mengakui dan menghormati terhadap kesatuan masyarakat hukum adat. Menurut C. van Vollenhoven (1901) dan Ter Haar (2013) kesatuan masyarakat hukum adat adalah komunitas organik yang terikat dan mematuhi hukum adat. Ciri-cirinya sebagai berikut. 1. Komunitas organik yang peri kehidupannya terikat dan mematuhi hukum adat; 2. Mempunyai pemerintahan adat sebagai instrumen melaksanakan hukum adat; 3. Mempunyai tanah pusaka sebagai tempat penghidupannya (beschikkingrech); 4. Mempunyai batas-batas yang jelas atas keberlakukan hukum adat pada komunitasnya (adatrecht kringen/adatrech gouw); 5. Mempunyai benda-benda materiil dan benda-benda magic yang dikeramatkan; 6. Komunitasnya tertutup bagi komunitas luar; dan 7. Menolak semua regulasi dari negara. Berdasarkan tujuh ciri tersebut, Desa yang diatur oleh IGO 1906 jo. UU No. 5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004, dan UU No. 6/2014 jelas bukan kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud C. van Vollenhoven dan Ter Haar. Sebagaimana hasil penelitian Gondokoesoemo (1922) dan Lucian Adam (1924) Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sudah hilang karena sudah diatur dengan undang-undang (hukum positif, bukan hukum adat) sehingga masyarakat di dalamnya sudah tidak lagi terikat dan mematuhi hukum adat. Desa saat ini sudah berubah menjadi kesatuan masyarakat hukum modern karena masyarakatnya sudah terikat dan mematuhi hukum positif modern.
  • 19. - 19 - N. STATUS PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH UU NO. 22/1999 JO. UU NO. 32/2004 JO. UU 6/2014 MENURUT PAKAR HUKUM, GURU BESAR ILMU PEMERINTAHAN, DAN PAKAR POLITIK INTERNASIONAL Pakar hukum tata negara dari UNPAD (Rosyidi Ranggawidjaja, 2013) menyebut pemerintah desa sebagai pemerintahan bayang-bayang. Disebut demikian karena pemerintahan desa adalah satuan pemerintahan yang tidak jelas statusnya: bukan pemerintahan formal, mirip organisasi kemasyarakatan tapi diberi tugas melaksanakan tugas pemerintahan. Pemerintahan ini membayangi keberadaan pemerintahan resmi (provinsi dan kabupaten/kota). Prof Dr Sadu Wasistiono (2017) guru besar ilmu pemerintahan dari IPDN menyebut pemerintah desa sebagai kuasi daerah otonom. Disebut demikian karena pemerintahan desa didesain mirip daerah otonom (ada lembaga mirip DPRD yaitu BPD dan ada lembaga mirip kepala daerah yaitu kepala desa, diberi anggaran dari APBN mirip dengan DAU, dan diberi tugas melaksanakan sebagian tugas negara) tapi pemerintahan desa bukan daerah otonom. Prof Dr Hanif Nurcholis (2019) guru besar pemerintahan daerah dari Universitas Terbuka menyebut pemerintah desa sebagai pseudo government (pemerintahan semu/palsu). Disebut demikian karena pemerintahan desa bukan jenis pemerintahan apapun sebagaimana dikenal dalam disiplin local government. Perlu diketahui bahwa jenis-jenis pemerintahan dalam disiplin administrasi negara adalah pemerintah pusat, negara bagian (state), dan daerah otonom (local self government). Pemerintah pusat terdiri atas pemerintah pusat di pusat (presiden dan kabinet), pemerintah pusat di daerah (local state government) yang di Indonesia disebut wilayah administrasi, dan pemerintah pusat berupa administrasi lapangan (field administration) dari kementerian dan kantor-kantor bawahannya (agent of field government) yang di Indonesia disebut instansi vertikal. Negara bagian adalah negara merdeka dan berdaulat lalu membuat perserikatan dengan negara-negara lain menjadi satu negara. Daerah otonom (local self-government) adalah badan hukum komunitas (rechtsgemeenschap) sebagai bagian dari sistem administrasi negara formal yang diberi hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Di Indonesia daerah otonom terdiri atas provinsi dan kabupaten/kota. Daerah otonom terdiri atas mayor (kepala daerah) dan council (DPRD). Ia mempunyai departemen (department of local self-
  • 20. - 20 - government) yang di Indonesia disebut organisasi perangkat daerah otonom (OPD). Nah, pemerintah desa bukan pemerintah pusat di pusat, bukan pemerintah pusat di daerah (local state government), bukan instansi vertikal, bukan negara bagian (state), bukan daerah otonom (local self-government), dan bukan OPD. Phillippe Schmitter pakar ilmu politik dari AS memasukkan pemerintahan desa ke dalam kelompok state corporatism (korporatisme negara). State corporatism adalah organisasi sipil buatan negara yang difungsikan sebagai pelaksana kebijakan politik dan ekonominya. Sebenarnya pembentukan organisasi sipil dalam sistem demokrasi adalah wewenang masyarakat sipil. Akan tetapi, negara otoriter (penjajah Jepang dan Orde Baru lalu diteruskan sempai sekarang) membentuk organisasi sipil. Karena organisasinya dibentuk negara maka masyarakat sipil yang diwadahi dalam organisasi ini dikooptasi dan dikendalikan Negara untuk digerakkan mencapai tujuan politik dan ekonomi. Di Indonesia state corporatism pertama kali dibentuk pada zaman penjajahan Jepang yaitu tonarigumi (RT), aza (RW), ku (desa), fujingkai (PKK), heiho (Hanra), keibodan (Hansip), dan seinendan (karang taruna). Orde Baru sangat banyak membentuk organisasi sipil sebagai state corporatism: golongan karya, HKTI, KONI, KNPI, Kadin, Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A), dan lain-lain. O. PENGATURAN DESA BERDASARKAN TAP MPR NO. IV TAHUN 2000 MPR membuat rekomendasi untuk memberikan otonomi kepada: a. Provinsi (sebagai daerah otonom besar). b. Kabupaten/kota (sebagai daerah otonom sedang/madya). c. Desa, nagari, marga, dan sebagainya (sebagai daerah otonom kecil). P. PEMERINTAH DESA DI BAWAH IGO 1906, UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 TIDAK DIDESAIN SEBAGAI INSTRUMEN NEGARA UNTUK MEMBERIKAN BARANG PUBLIK DAN JASA PUBLIK (PUBLIC SERVICE) KEPADA RAKYAT DESA IGO 1906 jo. UU No. 5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004 jo. UU 6/2014 tidak membentuk pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan resmi/formal. Di depan sudah dijelaskan bahwa pemerintahan resmi dalam disiplin administrasi negara terdiri atas pemerintah pusat, negara bagian (state), dan daerah otonom. Pemerintah pusat terdiri atas tiga bentuk: (1) pemerintah pusat di pusat yaitu presiden
  • 21. - 21 - dan kabinet; (2) pemerintah pusat di daerah yang disebut wilayah administrasi (local state government); dan (3) pemerintah pusat di daerah milik kementerian/lembaga yang disebut instansi vertikal (field administration). Negara bagian adalah negara yang berdaulat lalu bersama dengan beberapa lain bersepakat membentuk satau negara perserikatan. Negara pembentuk perserikatan ini lalu menjadi negara bagian. Daerah otonom (local self government) adalah kesatuan masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Misalnya provinsi dan kabupaten/kota. Daerah otonom (local self government) mempunyai organisasi perangkat daerah atau OPD (departemen of local government). IGO 1906 jo. UU No. 5/1979 jo. UU No. 22/1999 jo. UU No. 32/2004 jo. UU 6/2014 tidak membentuk pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan resmi sebagaimana dijelaskan tersebut. Semua regulasi tersebut hanya membentuk pemerintah desa sebagai badan hukum sosial politik bentukan negara yang oleh para pakar disebut pemerintahan bayang-bayang, setengah daerah otonom, pemerintahan semu/palsu, atau korporarisme negara. Meskipun demikian, dalam praktik sehari-hari pemerintahan desa dianggap sebagai pemerintahan resmi. Oleh karena itu, banyak orang yang protes keras atas tulisan saya di jurnal dan di buku yang menyebut pemerintahan desa adalah pemerintahan palsu. Pada kesempatan ini, agar pembaca memahami kesimpulan saya tersebut di bawah ini saya jelaskan dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami. Kalau ada orang bukan tentara tapi memakai seragam tentara dengan atribut dan pangkat tentara maka orang ini disebut "tentara palsu". Pemerintah desa jelas bukan bagian dari pemerintahan sebagaimana saya jelaskan di atas tapi papan nama di depan kantor desa dan kop suratnya tertulis PEMERINTAHAN DESA. Oleh karena itu, saya menyebutnya sebagai pemerintahan palsu sebagaimana orang yang bukan tentara tapi memakai atribut dan tanda pangkat tentara. Kepala desanya disuruh memakai pakaian pejabat negara seperti camat dan bupati. Padahal dia bukan pejabat negara. Perangkat desanya juga disuruh memakai pakaian ASN padahal bukan ASN. Nah, fakta ini sama dengan seseorang yang bukan tentara yang memakai pakain tentara tadi. Analog dengan ini maka kepala desa yang memakai pakaian pejabat negara adalah pejabat negara palsu. Demikian juga, perangkat desa yang memakai pakaian ASN adalah ASN palsu.
  • 22. - 22 - Kemudian BPD bukan council (DPRD) tapi disuruh melaksanakan fungsi DPRD. Fakta ini bisa dianalogkan dengan bank titil di desa-desa. Bank titil bukan bank tapi melaksanakan fungsi bank (meminjami uang). Orang kampung saya menyebutnya “bank palsu”. Analog dengan bank titil, karena BPD itu bukan council tapi melaksanakan fungsi council maka saya menyebut sebagai council palsu. Council palsu tersebut bisa membuat Peraturan Desa. Peraturan Desa ini tidak ada dalam UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jadi, Peraturan Desa itu juga saya sebut peraturan perundang-undangan palsu. Lalu yang aneh bin ajaib lagi adalah pemerintah desa tidak mempunyai organisasi perangkat desa (OPDes) sebagaimana kabupaten yang mempunyai OPD (organisasi perangkat daerah). Di kabupaten kebijakan daerah yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah dilaksanakan oleh OPD. Sementara pemerintah desa tidak mempunyai OPDes untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat BPD dan Kepala Desa. Karena Pemerintah Desa tidak mempunyai OPDes maka Pemerintah membuat Peraturan Menteri yang mengatur bahwa pelaksana kebijakan desa adalah lembaga kemasyarakatan desa (LKDes): RT, RW, Karang Taruna, PKK, LPMDes, Linmas, P3A, dan lembaga adat. Jadi, LKDes disamakan dengan OPD kabupaten. Padahal LKDes bukan bagian dari struktur organisasi pemerintah desa. Konstruk berpikir ini illogis (dungu pikir alias pandir). Kalau OPD Kabupaten melaksanakan kebijakan kabupaten sangat benar karena OPD adalah departemen dalam struktur organisasi pemerintah kabupaten dengan fungsi melaksanakan kebijakan pemerintah kabupaten. Akan tetapi, kalau LKDes yang bukan bagian dari struktur organisasi pemerintah desa difungsikan sebagai pelaksana kebijakan Pemdes kan aneh sekali. Karena LKDes disamakan dengan OPD Kabupaten maka saya menyebut LKDes sebagai OPDes palsu. Gambar di bawah adalah bagan pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam UU 6/2014. Gambar ini memperlihatkan pemerintah desa adalah “pemerintahan” tanpa institusi birokrasi (organisasi perangkat desa) dan birokrat (perangkat desa) profesional. Ia tidak mempunyai institusi birokrasi formal dan profesonal. LKDes yang berada di luar struktur organisasi pemerintah desa dijadikan institusi birokrasinya. Perangkat desanya bukan aparatur birokrasi profesional. Struktur organisasinya seperti Panitia Peringatan HUT Kemerdekaan 17 Agustus yang hanya terdiri
  • 23. - 23 - atas ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi. Ia tidak mempunyai departemen-departemen pelaksana. Gambar 13: Strukur Organisasi Pemerintah Desa di bawah UU No. 6/2014 Mekanisme kerjanya sama dan sebangun dengan pemerintah ku zaman pendudukan militer Jepang yaitu memobilisasi LKDes. Aiko Kurasawa (2015) dalam disertasinya “Kuasa di Jawa Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa” menemukan data bahwa waktu menjajah Indonesia pemerintah Jepang membentuk lembaga kemasyarakatan desa yaitu tonarigumi (RT), Aza (RW), heiho dan keibodan (Linmas), fujingkai (PKK), dan seinendan (Karang Taruna) untuk dimobilisasi menyukseskan kebijakan politik dan ekonominya. Mekanisme kerja pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 sama dan sebangun dengan mekanisme kerja pemerintah desa zaman Jepang ini: memobilisasi LKDes untuk menyukseskan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah desa dan pemerintah atasannya. Karena pemerintah desa tidak mempunyai institusi birokrasi (organisasi perangkat desa) formal dan birokrat (perangkat desa) profesional maka fungsi dan tugasnya sama dengan fungsi dan tugas pemerintah
  • 24. - 24 - gemente pribumi (inlandsche gemeente) zaman Belanda, ku zaman Jepang, dan pemerintahan desa zaman Orde Baru. Fungsinya adalah tussenpersoon (mediator/calo) antara pemerintah resmi dengan rakyat dan sebaliknya. Tugasnya adalah pelaksana kebijakan politik dan ekonomi pemerintah atasan. Dengan demikian, pemerintah desa sebagaimana diatur dalam UU No. 6/2014 tidak didesain sebagai instrumen negara untuk memberikan barang publik dan jasa publik (public services) kepada rakyat desa. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan kewenangan yang diatur dalam UU No. 6/2014 dan peraturan pelaksanaannya. Pemerintah desa diberi kewenangan mengatur dan mengurus urusan-urusan berikut. 1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul: a. Sistem organisasi perangkat desa; b. Sistem organisasi masyarakat adat; c. Pembinaan kelembagaan masyarakat; d. Pembinaan lembaga dan hukum adat; e. Pengelolaan tanah kas desa; f. Pengelolaan tanah desa atau tanah hak milik desa yang menggunakan sebutan setempat; g. Pengelolaan tanah bengkok; h. Pengelolaan tanah pecatu; i. Pengelolaan tanah titisara; dan j. Pengembangan peran masyarakat desa. 2. Kewenangan lokal berskala Desa: a. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; b. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat desa yang mempunyai dampak internal desa; c. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat desa; d. Kegiatan yang telah dijalankan oleh desa atas dasar prakarsa desa; e. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh desa; dan f. Kewenangan lokal berskala desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan
  • 25. - 25 - pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. 3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kewenangan pemerintah desa tersebut tidak ada kaitannya dengan pemberian barang publik dan jasa publik yang diperlukan rakyat desa. Hal tersebut sangat jauh berbeda dengan tulisan Soetardjo Kartohadikoesoemo (1953, 1984) dalam bukunya berjudul “DESA”. Ia menulis bahwa pemerintah desa harus memberikan barang publik dan jasa publik yang diperlukan rakyat desa. Barang publik dan jasa publik tersebut diberikan oleh pemerintah desa kepada rakyat desa melalui kantor-kantor desa (institusi birokrasi desa formal yang dijabat oleh birokrat profesional) sebagai berikut. 1. KANTOR PELAYANAN UMUM a. Membuat peraturan perundang-undangan tingkat Desa, melaksanakan, dan mengawasi; b. Malaksanakan tata usaha desa; c. Mengurus keuangan; d. Mengurus Dewan Perwakilan Desa; e. Mengurus pegawai; f. Mengurus tanah Desa; g. Mengurus penerangan; h. Mengurus pengadilan adat, upacara adat, dan lembaga adat. 2. KANTOR PELAKSANA URUSAN KEAMANAN a. Mengurus kejahatan dan pelanggaran umum; b. Mengurus keamanan bidang politik; c. Mengurus keamanan bidang ekonomi; d. Mengurus keamaan sosial; e. Melindungai kaum Wanita; f. Melindungi anak-anak dan pemuda; g. Menjaga bahaya dan keamanan umum. 3. KANTOR PELAKSANA URUSAN KEMAKMURAN a. Mengurus pertanian; b. Mengurus perhewanan;
  • 26. - 26 - c. Mengurus perikanan; d. Mengurus pelayaran; e. Mengurus perindustrian kecil dan menengah; f. Mengurus perdagangan kecil dan menengah; g. Mengurus transportasi umum perdesaan; h. Mengurus pasar dan ekonomi rakyat desa; i. Mengurus bank desa; j. Mengurus makanan dan pakaian rakyat. 4. KANTOR PELAKSANA URUSAN KESEJAHTERAAN a. Mengurus sekolah dan kursus-kursus; b. Mengurus pendidikan rakyat; c. Mengurus kebudayaan; d. Mengurus sekolah keagamaan rakyat desa; e. Mengurus masjid, langgar, dan gereja. f. Mengurus legalitas hukum warga negara (KTP, KK, pernikahan, perceraian, rujuk, dan kematian); g. Mengurus perawatan orang miskin dan anak piatu; h. Mengurus perburuhan dan pemberantasan pengangguran; i. Mengurus kebersihan umum, kebersihan rumah, dan kebersihan lingkungan; j. Mengurus olah raga dan keprajuritan bela negara. 5. KANTOR PELAKSANA URUSAN TEKNIK UMUM a. Mengurus irigasi desa; b. Mengurus air minum desa. c. Mengurus jalan umum desa; d. Mengurus gedung-gedung desa; e. Mengurus dermaga/tambatan perahu/pelabuhan desa; f. Mengurus tambang desa; g. Mengurus kuburan umum desa; h. Mengurus kesepadanan (rooiwezen) desa; i. Mengurus tenaga listrik desa; j. Mengurus “assainering” (mengeringkan tanah untuk membikin sehat tempat kediaman penduduk desa). Dalam praktik sehari-hari pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 hanya melaksanakan proyek kementerian/lembaga di Jakarta terutama proyek Kemendes melalui Dana Desa: membangun jalan dan jembatan;
  • 27. - 27 - membangun embung; memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu-ibu PKK dan pelaku UMKM; dan lain-lain. Q. TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 SAMA DAN SEBANGUN DENGAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN KU ZAMAN JEPANG Pemerintah desa saat ini di bawah pengaturan UU No. 6/2014 adalah kelanjutan gemente pribumi di bawah IGO 1906. Konstruk berpikirnya sama dengan konstruk berpikir IGO 1906 tapi struktur organisasi dan tata kelolanya sama dengan tata kelola pemerintah ku zaman Jepang. Aiko Kurasawa (2015) menjelaskan bahwa pemerintah pendudukan Jepang merubah secara mendasar struktur organisasi dan tata kelola gemente pribumi. Ia dirubah menjadi lembaga mirip buraku di negara asalnya. Desa dijadikan instrumen mobilisasi penduduk untuk tujuan politik dan ekonomi negara. Dalam konteks ini adalah untuk memenangkan perang melawan Sekutu. Untuk itu, struktur organisasinya dirubah sebagai berikut. Kepala desa (kutyoo). Sekretaris desa (juru tulis). Perangkat desa: a. Polisi desa. b. Amil (pejabat untuk mengurusi agama Islam). c. Mandor. Di samping itu, Pemerintah juga membentuk lembaga kemasyarakatan: a. Aza (RW). b. Tonarigumi (RT). c. Heiho (milisi pembantu tentara, HANRA/HANSIP). d. Keibodan (milisi pembantu polisi, KAMRA, sekarang Linmas). e. Fujingkai (PKK). f. Seinendan (Karang Taruna). Berdasarkan struktur organisasi baru ditambah dengan lembaga kemasyarakatan tersebut Pemerintah menjadikan ku sebagai instrumen mobilsasi rakyat desa dengan kontrol ketat gaya militer. Kepala desa dijadikan semacam komandan tentara. Perangkat desa dijadikan komandan regu. Perangkat desa lalu memberi instruksi keras kepada ketua Aza (RW),
  • 28. - 28 - Tonarigumi (RT), Heiho, Keibodan, Fujingkai, dan Seinendan melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi negara. Tata kelola pemerintah desa sekarang di bawah UU No. 6/2014 sama persis dengan tata kelola pemerintah desa zaman Jepang tersebut. Negara tidak membentuk organisasi pelaksana (departemen atau kantor dinas desa) dalam struktur organisasi pemerintah desa. Negara hanya memformalkan lembaga kemasyarakatan desa bentukan Jepang tersebut (aza, tonarigumi, heiho, keibodan, fujingkai, dan seinendan) lalu dimobilisasi oleh kepala desa untuk melaksanakan kebijakan pemerintah desa dan melaksanakan proyek pemerintah atasan. R. PEMERINTAHAN DESA DI BAWAH IGO 1909, OSAMU SEIREI NO. 27/1942, UU NO. 5/1979, UU NO. 22/1999, UU NO. 32/2004, DAN UU NO. 6/2014 DISESIAN SEBAGAI INSTRUMEN PELAKSANA KEBIJAKAN POLITIK DAN EKONOMI PEMERINTAH ATASAN Di bawah IGO 1906 Pemerintah Desa hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat. 1. Melaksanakan otonomi desa berdasarkan PP No. 83 tahun 1906. 2. Melaksanakan pemilihan kepala desa langsung berdasarkan PP No. 83 tahun 1906. 3. Mencari anak desa supaya bersekolah di volks school. 4. Mengelola lumbung padi. 5. Membantu mantri pertanian mengatur irigasi tersier. 6. Mengerjakan adminstrasi desa dan keuangan desa berdasarkan peraturan yang ditetapkan pemerintah. 7. Memberantas penyakit cacar dan kolera. 8. Mengawasi mobilitas penduduk desa. 9. Menjaga keamanan desa melalui sistem ronda malam wajib. 10. Mengerahkan penduduk desa untuk kerja wajib (heerendiensten). Pemerintah desa di bawah Osamu Seirei No. 27/1942 jo. Osamu Seirei No. 27/1944 Pemerintah Desa hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat. 1. Memobilisasi rakyat ikut membantu perang Asia Timur Raya dalam bentuk kerja rodi dan pengiriman tenaga paksa (romusha). 2. Menyita padi penduduk yang dinilai berlebih. 3. Menyita semua bentuk logam yang dimiliki rakyat desa.
  • 29. - 29 - 4. Menyiapkan milisi sipil membantu tentara untuk mobilisasi umum (heiho). 5. Melatih pemuda untuk membantu keamanan (keibodan). 6. Menyiapkan pemuda untuk membantu pekerjaan pemerintahan (seindendan). 7. Membagi sembako (catu beras). 8. Memaksa petani menanam padi sesuai jenis padi yang ditentukan dan dengan aturan yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah desa di bawah Orde Lama (masih menggunakan IGO 1906 dan Osamu Seirei No. 1942) hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat. 1. Menyukseskan proyek Manifesto Politik USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia); 2. Memobilisasi rakyat untuk membela negara yang sedang berperang melawan pemberontak melalui OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat); 3. Memobilisasi rakyat untuk menjadi sukarelawan dalam politik Tri Kora (pembebasan Irian Barat) dan Dwi Kora (penggagalan pembentukan federasi Malaysia); 4. Memobilisasi rakyat untuk ikut menjadi relawan membasmi penyakit malaria dan pandemi busung lapar atau hongorodem (HO). Pemerintah desa di bawah Orde Baru sejak 1966 lalu diteruskan di bawah UU No. 5/1974 juncto UU No. 5/1979 hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat. 1. Membersihkan sisa-sisa pendukung G30S/PKI; 2. Memobilisasi rakyat untuk mengamankan Soeharto sebagai presiden terus menerus dengan mengGolkarkan rakyat desa; 3. Memobilisasi rakyat untuk menyukseskan proyek pembangunan lima tahun (Pelita); 4. Melakukan indoktrinasi Pancasila dan Kepemimpinan Nasional melalui proyek penataran P4; 5. Menyukseskan proyek revolusi hijau melalui program Bimas, Inmas, Insus, penanaman varitas padi unggul (PB 5, PB 7, IR, dan lain-lain); 6. Menyukseskan proyek swasembada pangan nasional; 7. Menyukseskan gerakan bebas aksara;
  • 30. - 30 - 8. Menyukseskan proyek keluarga berencana (KB); 9. Menyukseskan proyek ABRI masuk desa. Pemerintah desa di bawah UU No. 22/1999 hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat. 1. Menyukseskan program jaring pengaman sosial (JPS); 2. Menyukseskan proyek padat karya tunai; 3. Meneruskan program-program Orde Baru. Pemerintah desa di bawah UU No. 32/2004 hanya melaksanakan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat dan kabupaten. 1. Menyukseskan program PNPM Mandiri perdesaan; 2. Menyalurkan BLT; 3. Melaksanakan program kabupaten melalui ADD (Alokasi Dana Desa); 4. Melaksanakan proyek beras miskin (raskin); 5. Menyukseskan proyek konversi minyak tanah ke LPG; 6. Menyukseskan program sekolah SD gratis; dan 7. Menyukseskan proyek padat karya tunai. Pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 hanya melaksanakan proyek kementerian/lembaga di Jakarta. 1. Proyek Kemendes melalui Dana Desa: a. Membangun jalan dan jembatan; b. Membangun embung; c. Memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu-ibu PKK dan pelaku UMKM; d. Melaksanakan padat karya tunai; e. Membantu masyarakat agar teringankan akibat Covid berupa BLT, bantuan masker, biaya isolasi mandiri, biaya ke rumah sakti, dan lain-lain; f. Bimbingan teknik kepala desa dan sekretaris desa; g. Pelatihan perangkat desa; h. Pembangunan gedung PAUD; i. Pembuatan taman desa; j. Memperbaiki saluran kampung; k. Membuat sarana olah raga; l. Membangun proyek jamban; m. Mendirikan BUMDes. 2. Proyek Kemendagri melalui dana internal:
  • 31. - 31 - a. Pelatihan kepala desa; b. Pelatihan perangkat desa. 3. Proyek Kemensos melalui dana internal: a. Program keluarga harapan (PKH); b. Bantuan pangan non tunai (dulu raskin); c. Jaminan sosial usia lanjut (JSUL); dan d. Bantuan sosial tunai (BST). 4. Proyek Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melalui dana lintas sektoral kementerian di bawah koordinasinya: a. Program simpanan keluarga sejahtera; b. Program Indonesia pintar (PIP); c. Program Indonesia sehat; dan 5. Proyek BPS melalui dana internal: a. Sensus Penduduk; dan b. Susenas. 6. Proyek KPU melalui dana internal: a. Panitia pendaftar pemilih; b. Pilpres, pilkada, pileg. 7. Proyek Kemenaker melalui dana internal: a. Pelatihan kerja pemuda desa. b. Program desa migran produktif. c. Program sanitasi air bersih dan MCK; d. Program padat karya sanitasi. e. Program jaring pengaman sosial (JPS). 8. Proyek Kemendikbudristek melalui dana internal: a. Desa mandiri; b. Merdeka belajar; c. Perguruan Tinggi mengajar. S. MEREFORMASI PEMERINTAHAN DESA YANG MENGURUS KEBUTUHAN RAKYAT DESA Di atas sudah dijelaskan bahwa pemerintah desa di bawah UU No. 6/2014 tidak didesain untuk memberikan barang publik dan jasa publik kepada rakyat desa. Pemerintah desa hanya dijadikan instrumen melaksanakan proyek pemerintah atasan. Oleh karena itu, pemerintah desa jangan terus menerus dipelihara dan dipertahankan sebagai organisasi sosial politik buatan negara dan ditaruh di luar sistem pemerintahan resmi
  • 32. - 32 - dalam model pemerintahan tidak langsung (indirect bestuur) sebagaimana pengaturannya dalam Revenue Instruction 1814 juncto RR 1857 juncto Decentralizatie Wet 1903 juncto IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No. 6/2014. Desa juga jangan dikembalikan lagi sebagai desa masa lampau sebagai komunitas suku pedalaman (tribe/imheemse/indigeous). Desa masa lampau sekarang sudah berubah total sebagimana hasil riset Lucian Adam (1924) dan Yando Zakaria (2000). Desa juga jangan terus menerus dipelihara dan dipertahankan sebagai pemerintahan bayang-bayang, kuasi daerah otonom, pemerintahan semu/palsu, atau korporatisme negara sebagaimana pengaturannya dalam Revenue Instruction 1814 juncto RR 1857 juncto Decentralizatie Wet 1903 juncto IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No. 6/2014. Kepala desa jangan terus menerus difungsikan sebagai: 1. Tussenpersoon (perantara) antara rakyat dengan pemerintah atasan. 2. Penarik pajak bumi dan bangunan (pbb). 3. Penanggung jawab keamanan. 4. Kepala badan hukum komunitas (rechtsgemeenschap hoofd). 5. Pelaksana proyek politik dan ekonomi pemerintah. Pemerintah desa perlu direformasi sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan lokal modern. Untuk mereformasinya dilakukan kebijakan politik sebagai berikut. 1. Desa yang masyarakatnya masih terikat dan mematuhi hukum adat seperti Desa Kanekes di Kabupaten Lebak, Banten diakui (erkend/recognized) sebagai kesatuan masyarakat hukum adat (indigenous people) sebagaimana diatur Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang sejalan dengan ILO Convention No. 69/1989 juncto United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Poeples 2007. Desa seperti ini sudah sulit ditemukan. 2. Desa yang sudah dimodernisir dan dibirokratisasi melalui IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No. 6/2014 dan masih lekat dengan institusi aslinya dikonversi menjadi daerah otonom kecil yang bersifat istimewa karena memiliki susunan asli. Hal ini sesuai dengan usulan Yamin, Soepomo, dan norma Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasannya juncto pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945. 3. Desa yang sudah dimodernisir dan dibirokratisasi melalui IGO 1906 juncto UU No. 5/1979 juncto UU No. 22/1999 juncto UU No. 32/2004 juncto UU No.
  • 33. - 33 - 6/2014 tapi institusi aslinya hanya tinggal nama, warganya tidak paham karena sudah menjadi sejarah masa lalu atau desa baru yang masyarakatnya sudah terputus dengan institusi asli masa lalu dijadikan daerah otonom kecil biasa. Hal ini sesuai dengan usulan Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo, dan TAP MPR NO. IV MPR 2000. 4. Desa yang sudah urban dan menyatu dengan pemerintah kota dihapus lalu dimasukkan ke dalam daerah otonom kota. Desa yang sudah direformasi sebagaimana pada angka 2 dan 3 di atas harus disesuaikan dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya. Untuk itu, wilayah dan jumlah penduduk untuk pemerintah Desa baru adalah wilayah kecamatan. Konsekuensinya kecamatan yang merupakan bekas onder-district zaman kolonial dihapus. Perlu diketahui bahwa sejak kita merdeka pakar pemerintahan dan pakar hukum tata negara juga para pemimpin negara sepakat membentuk pemerintahan lokal otonom (pasal 18 UUD 1945) dan menghapus pemerintahan binnenlands bestuur/pamong praja yang terstruktur dari atas ke bawah: Struktur Kepala Pemerintah Pusat Presiden Propinsi (provincie) Gubernur Karesidenan (residentie) Residen Kabupaten (regentschap) Bupati Kawedanan (district) Wedana Kecamatan (onder-district). Asisten Wedana/Camat Gambar 14: Struktur pemerintahan binnenlands bestuur/pamong praja berdasarkan RR 1854 juncto IS 1925. Pada 1950 karesidenan dihapus sejalan dengan pembentukan daerah otonom propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pada 1963 melalui Perpres No. 22 tahun 1963 kawedanan dihapus. Kecamatan tidak dihapus karena dipersiapkan menjadi daerah otonom kecil. Perlu diketahui bahwa UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965 mengatur daerah otonom sebagai berikut.
  • 34. - 34 - Ukuran Nama Susunan Nomenklatur Perdesaan (rural) Campuran (rural and urban) Perkotaan (urban) Besar Daerah Tingkat I - Propinsi Kota Raya Sedang Daerah Tingkat II - Kabupaten Kotamadya Kecil Daerah Tingkat III Desapraja Kecamatan Kotapraja Gambar 15: Susunan Daerah Otonom Berdasarkan UU No. 18/1965 juncto UU No. 19/1965 Pengaturan daerah otonom berdasarkan UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965 mengikuti model pemerintahan lokal universal seluruh dunia yaitu bahwa pemerintahan lokal terdiri atas pemerintahan lokal yang bersifat perkotaan dan yang bersifat perdesaan. Menurut UU No. 18/1965 jo. UU No. 19/1965 daerah otonom besar campuran (perdesaan dan perkotaan) disebut propinsi sedangkan daerah otonom besar perkotaan disebut kota raya (metropolis). Daerah otonom sedang campuran (perdesaan dan perkotaan) disebut kabupaten sedangkan daerah otonom sedang perkotaan disebut kotamadya (municipal). Daerah otonom kecil perdesaan disebut desapraja, daerah otonom kecil campuran disebut kecamatan, sedangkan daerah otonom kecil perkotaan disebut kotapraja (city). Jadi, mereformasi pemerintah desa adalah penataan kembali susunan pemerintahan daerah sesuai model pemerintahan lokal sebagaimana dibentuk oleh negara-negara lain di seluruh dunia. Daerah otonom ada yang besar, ada yang sedang, dan ada yang kecil. Masing-masing ada yang berifat perdesaan (rural), ada yang bersifat campuran (rural and urban), dan ada yang bersifat perkotaan (urban). Desa yang ada sekarang ditata ulang untuk dijadikan daerah otonom kecil yang bersifat perdesaan. Luas wilayahnya kira-kira sama dengan luas wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk 20.000–50.000. Kecamatan yang berstatus OPD kabupaten/kota dihapus karena secara saintifik kecamatan ini aneh. Anehnya di mana? Kecamatan adalah OPD tapi difungsikan seperti onder- district zaman kolonial dan wilayah adminstrasi zaman Orde Baru. Dalam disiplin local government, OPD adalah pelaksana kebijakan desentralisasi dan tugas pembantuan. Karena pemerintah desa adalah daerah otonom kecil maka struktur organisasinya jangan dibuat seperti Panitia Peringatan HUT Kemerdekaan yang
  • 35. - 35 - hanya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi, tidak mempunyai departemen-departemen. Struktur organisasinya harus lengkap sebagai daerah otonom kecil. Sebagai daerah otonom kecil pemerintah desa fokus mengatur dan mengurus kebutuhan rakyat desa. Kebutuhan rakyat desa diberikan oleh organisasi/departemen yang diselenggarakan oleh birokrat profesional. Organisasi/departemen ini memberikan barang publik dan jasa publik sebagai berikut. 1. Kantor Pelayanan Umum a. Menyusun peraturan perundang-undangan tingkat Desa, melaksanakan, dan mengevaluasi; b. Malaksanakan tata usaha desa; c. Mengurus keuangan; d. Mengurus Dewan Desa (village council); e. Mengurus pegawai; f. Mengurus tanah Desa; g. Mengurus penerangan; h. Mengurus perdamaian adat, upacara adat, dan lembaga adat. 2. Kantor Pelaksana Urusan Keamanan a. Mengurus kejahatan dan pelanggaran umum; b. Mengurus keamanan bidang politik; c. Mengurus keamanan bidang ekonomi; d. Mengurus keamaan sosial; e. Melindungai kaum Wanita; f. Melindungi anak-anak dan pemuda; g. Menjaga bahaya dan keamanan umum. 3. Kantor Pelaksana Urusan Kemakmuran a. Mengurus pertanian; b. Mengurus perhewanan; c. Mengurus perikanan; d. Mengurus pelayaran; e. Mengurus perindustrian kecil dan menengah; f. Mengurus perdagangan kecil dan menengah; g. Mengurus transportasi umum perdesaan; h. Mengurus pasar dan ekonomi rakyat desa; i. Mengurus bank desa; j. Mengurus makanan dan pakaian rakyat. 4. Kantor Pelaksana Urusan Kesejahteraan
  • 36. - 36 - a. Mengurus sekolah dan kursus-kursus; b. Mengurus pendidikan rakyat; c. Mengurus kebudayaan; d. Mengurus sekolah keagamaan rakyat desa; e. Mengurus masjid, langgar, dan gereja. f. Mengurus legalitas hukum warga negara (KTP, KK, pernikahan, perceraian, rujuk, dan kematian); g. Mengurus perawatan orang miskin dan anak piatu; h. Mengurus perburuhan dan pemberantasan pengangguran; i. Mengurus kebersihan umum, kebersihan rumah, dan kebersihan lingkungan; j. Mengurus olah raga dan keprajuritan bela negara. 5. Kantor Pelaksana Urusan Teknik Umum a. Mengurus irigasi desa; b. Mengurus air minum rakyat desa. c. Mengurus jalan umum desa; d. Mengurus gedung-gedung desa; e. Mengurus dermaga/tambatan perahu/pelabuhan desa; f. Mengurus tambang desa; g. Mengurus kuburan umum desa; h. Mengurus kesepadanan (rooiwezen) desa; i. Mengurus tenaga listrik desa; j. Mengurus “assainering” (mengeringkan tanah untuk membikin sehat tempat kediaman penduduk desa).
  • 37. - 37 - DAFTAR PUSTAKA Adam, Lucien. (1924). De Autonomie Van Het Indonesische Dorp. Leiden: S.W. Melchior, Amersfoort Angelino, A.D.A De Kat. (1931). Colonial Policy. Volume II. Netherlands: The Hague Martinus Nijhoof. Aziz, M.A. (1955). Japan’s Colonialism and Indonesia, Holland: Martinus Nijhoft, The Hague. Ball, John. (1982). Indonesia Legal History 1602-1884. Sydney: Oughtereshaw Press Breman, Jan. (1982). The Village on Java and the Early-Colonial State, The Journal of Peasant Studies, page 189-240, London: Taylor & Francis. __________. (1983). Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja. Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES __________. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa, Sistem Priangan Dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Day, Clive. (1904). The Policy and Administration of The Dutch in Java. London: Macmillan Furnivall, J.S. (1916). Netherlands India A Study of Plural Economy, Amsterdam: B.M. Israel BV. __________. (1956). Colonial Policy and Practice. A Comparative Study of Burma and Netherlands India. USA: New York University Press. Gondokoesoemo. (1922). Vernietiging van Dorpsbeluiten in Indié, Leiden: S.W. Melchior, Amersfoort Haar, Ter, B. et al. (2011). Asas-Asas dan Tatanan Hukum Adat. Bandung: Mandar Maju Haar, Ter. (2013). Asas-asas dan Susunan Hukum Adat (Diterjemahkan dari Begenselen Stelsel van Het Adatrecht oleh K. Ng. Soebakti Pesponoto). Jakarta: Balai Pustaka. Hatta, Muhammad. (2014). Kedaulatan Rakyat, Otonomi dan Demokrasi. Bantul: Kreasi Wacana Holleman, J.F. ed. (1981). Van Vollenhoven on Indonesian Adat Law. Netherlands: The Hague- Martinus Nijhoff Hüskan, Frans. (1998). Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980. Jakarta: Grasindo ILO. (2003). ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples, 1989 (No. 169): Geneva: ILO Press. Joeniarto. (1967). Pemerintahan Lokal (Asas Negara Kesatuan Dengan Otonomi Yang Seluas- luasnya dan Perkembangan Serta Pokok-Pokok Pemerintahan Lokal). Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada Yogyakarta. Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, Djoko. (1991). Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media Kemal, Iskandar. (2009). Pemerintahan Nagari Minangkabau & Perkembangannya. Tinjauan tentang Kerapatan Adat Nagari. Yogyakarta: Graha Ilmu King, D. Y. (1982) Indonesia’s New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime, or Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference Does it Make? In Anderson, B & Kahin, A. (eds) Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to the Debate, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project
  • 38. - 38 - Klaveren, J.J. van. (1977). Sistem Kolonial Belanda di Indonesia (Terjemahan dari The Dutch Colonial System in The East Indies). Jakarta: Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri. Koentjaraningrat (ed). (1960). Village in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press Kurasawa, Aiko. (1993). Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Grasindo _____________. (2015). Kuasa Jepang di Jawa. Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu Kusuma, RM. A.B. (2009). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Fakulas Hukum Universitas Indonesia. Lombard, Denys. (2000). Nusa Jawa: Silang Budaya. Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Jilid 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. MacIntyre, Andrew. (1994). Organising Interests: Corporatism in Indonesian Politics. Working Paper No.43 August 1994. Perth Western Australia: Asia Research Centre, Murdoch University Manan, Bagir. (1994). Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan ___________ (2004). Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum UII Maschab, Mashuri. (2013). Politik Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov Moertono, Soemarsaid. (2009). State and Statecraft in Old Java. A Study of the Later Mataram Period, 16th to 19th Century. Jakarta-Kuala Lumpur: Equinox Publising. Money, J.W.B. (1985). Java or How to Manage a Colony. Singapore: Oxford University Press. Muttalib, A.A dan Khan, Akbar Ali. (1983). Theory of Local Goverment. New Delhi: Starling Publisher Private Limited Norton, Alan. (1997). International Handbook of Local and Regional Government. UK: Edward Elgar. Nurcholis, Hanif. (2017a). Pemerintah Desa: Unit Pemerintahan Semu dalam Sistem Pemerintahan NKRI. Jakarta: Bee Media. --------------------. (2017b). Pelayanan Publik di Desa. Jurnal Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara. Volume 5, No. 2 Tahun 2017. --------------------. (2019). Pemerintah Desa, Nagari, Gampong, Marga, dan Sejenisnya Pemerinahan Tidak Langsung Warisan Kolonial yang Inkonstitusional. Tangerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka. Ranggawidjaja, Rosjidi. (2013). "Pasal 18B ayat (2)”, dalam Abdurahman, Ali et al (ed), Satu Dasawarsa Perubahan UUD 1945. Bandung: Fakultas Hukum Unpad-PSKN FH Unpad. Ranawidjaja, Usep. (1955). Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, Jakarta: Djambatan Schmitter, Philippe C. (1974). “Still the Century of Corporatism?" The Review of Politics, Vol. 36, No. 1, The New Corporatism: Social and Political Structures in the Iberian World (Jan., 1974), pp. 85-131. UK: Cambridge University Press for the University of Notre Dame du lac Sekretariat Negara RI. (1995). Risalah Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei - 22 Agustus 1945, Jakarta: Setneg. Soepomo, R. (2013). Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Balai Pustaka.
  • 39. - 39 - Suroyo, A.M. Djuliati. (2000). Eksploitasi Kolonial Abad XIX. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia Unang Soenardjo. (1984). Tinjauan Singkat: Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Bandung: Tarsito. Vollenhoven, Cornelis van. (1907). Law Areas (June, 1907) dalam Holleman, J.F. ed (1981). Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie (Van Vollehhoven on Indonesian Adat Law). Netherlands: The Hague-Martinus Nijhoff ---------------------------------. (1981). Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Djambatan dan Inkultra Foundation Inc. ---------------------------------. (1917). Central and East Java, With Madura (October, 1917) dalam Holleman, J.F. ed (1981). Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie (Van Vollehhoven on Indonesian Adat Law). Netherlands: The Hague-Martinus Nijhoff ---------------------------------. (1981). Orientasi dalam Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Djambatan --------------------------------. (2013). Orang Indonesia dan Tanahnya. Bogor: Sajogyo Institute, STPN Press Wasistiono, Sadu dan Polyando, Petrus. (2017). Politik Desentralisasi di Indonesia. Bandung: IPDN Press Yamin, Muhammad. (1971). Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid 1. Jakarta: Siguntang. Zakaria, Yando R. (2000). Abih Tandeh: Masyarakat Desa di Bawah Rejim Orde Baru. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) PERATURAN PERUNDANGAN: Undang-Undang Dasar 1945 (Sebelum Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 (Sesudah Amandemen) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Penyerahan Tugas-tugas Pemerintahan Pusat dalam Bidang Pemerintahan Umum, Perbantuan Pegawai Negeri dan Penyerahan Keuangannya, Kepada Pemerintah Daerah Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 Tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang- Undang Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • 40. - 40 - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa TAP MPR RI No. IV Tahun 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Zelfbestuursregelen 1938 Inlandsche Gemeente Ordonnantie 1906 Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten 1938 Lembaran Negara 1906 No. 83 sebagaimana diubah dan diperbaharui dengan Lembaran Negara 1910 No. 1913, No. 235, 1919, No. 217, dan 1933, No. 485 tentang Peraturan Penguasaan, Keperluan Rumah Tangga, dan Sebagainya di Jawa dan Madura. Lembaran Negara 1907 No. 212 sebagaimana diubah dan diperbaharui dengan Lembaran Negara 1912 No. 67 dan 1913 No. 712 tentang Memilih dan Memberhentikan untuk Sementara, Melepas Kepala Desa di Jawa dan Madura. Osamu Seirei No. 7 Tahun 1944 tentang Pemilihan dan Pemecatan Kuco. Hierens Inlandsche Reglement (Reglemen Bumi Putera Yang Dibarui) 1848, 1926, 1941 Putusan MK No. 31/PUU-V/2007