1. PERSAINGAN USAHA
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Perekonomian di Indonesia”
Dosen Pengampu:
Bahrul Huda, M. E. I.
Penyusun:
Moh. Rizal Leviansyah (G94219167)
Zein Alvin H. (G04219083)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
2. Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyeleseikan penulisan makalah sesuai dengan rencana. Shalawat serta salam semoga
tetap terhaturkan kepada Rasulullah Muhammad Saw yang telah membawah umatnya dari kegelapan
menuju jalan ternag benderang beruap agama islam.
Alhamdulillah ALLAH SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan kesempatan sehingga
penyusun dapat menyeleseikan makalah berjudul “Persaingan Usaha”. Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Persaingan Usaha”, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari penyusun dan dari berbagai sumber. Makalah ini berbagai rintangan dan cobak’an.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari ALLAH SWT, Alhamdulillah akhirnya
makalah ini dapat terseleikan.
Penyusub juga mengucapakn terimah kasih kepada Bapak Bahrul Huda, M.E.I. Selaku dosen
pembimbing mata kuliah Perekonomian Indonesia. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini. Baik secara langsung atau tidak secara langsung,mohon maaf sebesar-besarny. Walaupun
makalah ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan krtik dan saran dari
pembaca yang membangun, Terimah kasih.
Surabaya, 05 April 2020
Penulis
3. BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ruang lingkup usaha sangat berhubungan erat dengan persaingan, persaingan usaha
mewujudkan efisiensi yang tinggi, dimana efisiensi berkaitan dengan kombinasi paling efektif
dari faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dasar dan modal nyata pada saat-saat
tertentu. 1 Persaingan merupakan hal yang dinamis dalam perkembangan dunia usaha, karena
para pelaku usaha berlomba-lomba menghasilkan produk yang lebih baik dari pesaing-pesaing
yang lain.
Dampak positif juga muncul dari persaingan itu sendiri, sebab persaingan ini mendorong
para pelaku usaha untuk melakukan inovasi terhadap Produk barang dan jasa yang akan
dihasilkan, dan bagi masyarakat atau konsumen dari persaingan antar pelaku usaha akan
mendapatkan keuntungan antara lain berupa mendapatkan lebih banyak pilihan barang dengan
kualitas serta mutu yang tejamin dan harga barang yang wajar.
Selain dampak positif, persaingan juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti
diperlukannya biaya-biaya yang lebih dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak ada dalam
sistem monopoli, persaingan menimbulkan lebih banyak pengorbanan dengan keuntungan yang
lebih rendah dibanding dengan monopoli, maka dari itu banyak pelaku usaha yang ingin
meniadakan adanya persaingan karena dengan menghilangkan persaingan memungkinkan pelaku
usaha untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Dar dampak negative tersebuat
muncul suatu pemikiran dimana para pengusaha menginginkan adanya persaingan usaha yang
bersifat anti persaingan.
Sehingga pada tahun 1999 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang no 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.2 Namun masih terdapat
1 Knud Hansen, et al,Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
(Jakarta:Katalis,2002),hal 7
2 Arie Siswanto,Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia.(Jakarta:GhaliaIndonesia,2002)
Hal.4.
4. pula hambatan dan kritikan baik dari kalangan akademisi, praktisi maupun komisioner Komisi
Pengawas Persaingan Usaha sendiri akan adanya kelemahan-kelemahan UU No. 5 Tahun 1999
atau Hukum Persaingan Usaha dan peraturan pelaksanaannya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi struktur persaingan usaha?
2. Apa kebijakan pemerintah tentang persaingan dan investasi?
3. Bagaimana persaingan usaha di era otonomi daerah?
4. Bagaimana hukum persaingan usaha dalam sistem hukum nasional?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi struktur persaingan usaha.
2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah tentang persaingan dan investasi.
3. Untuk memahami persaingan usaha di era otonomi daerah.
4. Untuk mengetahui hukum persaingan usaha dalam sistem hukum nasional.
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pasar dan Kondisi Struktur Persaingan Usaha
Pasar adalah tempat pertemuan individu yang meminta faktor maupun barang dan jasa
serta individu yang menawarkan faktor maupun barang dan jasa.3 Pasar sebagai tempat
terjadinya suatu interaksi antar dua maupun lebih individu yang mempunyai kepentingan
berbeda pasti memiliki peranan masing-masing. Pihak yang menawarkan barang atau jasa
berperan dalam usaha memenuhi keinginan dari pihak yang meminta barang dan jasa.
Karena banyaknya permintaan, maka para individu yang menawarkan barang atau jasa pun
beragam. Disamping dari beragamnya barang yang ditawarkan, para individu yang meminta
barang juga mempunyai ketentuan tersendiri agar mendapatkan rasa kepuasan dan
manfaatnya. Tidak jarang para individu meminta sebuah barang yang memiliki harga
terjangkau, berkualitas baik, dapat digunakan dalam jangka panjang, bisa dilihat dari segi
estetika, dan masih banyak lagi. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat para individu
penawar barang atau jasa bersikeras untuk dapat menarik pelanggan dan terciptalah
persaingan antara individu penawar yang satu dengan yang lainnya atau persaingan dalam
usaha.
Kondisi persaingan usaha juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada
dasarnya setiap orang akan punya kesempatan yang sama untuk berusaha dan dengan
demikian hak setiap manusia untuk mengembangkan diri (the right to self-development)
menjadi terjamin. Dengan adanya kebebasan manusia untuk mendapat kesempatan yang
sama dalam berusaha juga dapat lebih meningkatkat etos kerja dalam mencapai target yang
sudah disusun sebelumnya.
3 Sukanto Reksohadiprodjo, Ekonomika Publik. (Yogyakarta: 2001).Hlm. 27.
6. B. Kebijakan Pemerintah Tentang Persaingan dan Investasi
Persaingan usaha dan investasi di berbagai penelitian menunjukkan korelasi yang
cukup positif. Persaingan usaha yang meliputi dua aspek, yakni kebijakan dan hukum
persaingan, akan mengurangi hambatan keluar dan masuk bagi perusahaan baru dan
mencegah praktek anti persaingan, sehingga berakibat pada peningkatan tingkat
persaingan bisnis di pasar dan mengarah kepada meningkatnya jumlah investasi.
Kebijakan persaingan tidak hanya terdiri dari undang-undang larangan praktek
monopoli tetapi juga termasuk deregulasi dan liberalisasi ekonomi. Undang-undang
larangan praktek monopoli bertujuan untuk mengatur perilaku-perilaku perusahaan yang
besifat antipersaingan. Di sinilah pada dasarnya ruang lingkup peran KPPU.
Kebijakan Pemerintah dibuat untuk mempermudah proses perdagangan barang
maupun jasa dalam era MEA, namun kebijakan ini juga dapat mengurangi hambatan -
hambatan yang menjadi kendala bagi pemerintah dan pelaku usaha Indonesia maupun
pelaku usaha asing dalam liberalisasi perdagangan yang berlangsung saat ini.4
1. Kebijakan Pemerintah Tentang Persaingan
Kebijakan Persaingan bertujuan untuk meminimumkan inefesiensi perekonomian
yang diciptakan oleh tingkah laku perusahaan-perusahaan yang bersifat anti-persaingan.
kebijakan pemerintah tentang persaingan usaha diantaranya sebagai berikut;
a. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
b. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
c. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanam
Modal
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pembagian
Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi.
4 Farida Nur Hidayah and Kholis Roisah,‘AnalisisDampak Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Persaingan
Perdagangan Jasa Di BidangKonstruksi DalamRangka MasyarakatEkonomi Asean’, Law Reform, 13.1 (2017), 45
<https://doi.org/10.14710/lr.v13i1.15950>.
7. e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 09/PRT/M/2013 Tentang
Persyaratan Kompetensi Untuk Subkualifikasi Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil
Bidang Jsa Konstruksi, GATS, AFAS.5
2. Kebijakan Pemerintah Tentang Investasi
Indonesia merupakan negara yang dapat menarik para investor karena memiliki 5
aspek utama yang menguntungkan bagi investor, yaitu: (1) letak geografis Indonesia yang
strategis; (2) sumber daya alam yang melimpah; (3) sumber daya manusia yang besar; (4)
potensi pasar domestik yang besar; (5) stabilitas politik dan keamanan; dan (6) stabilitas
makro yang berkesinambungan.
a. Kebijakan investasi atau biasa disebut dengan penanaman modal terdapat dalam UU
No 25 Tahun 2007.
Dalam pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Penanaman modal adalah segala
bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.
Penanaman modal dalam negeri adalah penanaman modal yang ditujukan
untuk melakukan usaha yang berada di dalam negeri dan dilakukan oleh
penanam atau investor lokal. Sedangkan penanaman modal luar negeri
maksudnya adalah penanaman modal yang ditujukan untuk melakukan usaha
yang berada di dalam negeri dan dilakukan oleh penanam atau investor asing
baik penanaman modal ini dilakukan sepenuhnya oleh orang asing atau secara
patungan.
Undang-undang ini mengatur secara komprehensif berbagai hal mengenai
kegiatan penanaman modal langsung di Indonesia untuk menetapkan iklim
investasi yang kondusif tetapi tetap mengedepankan kepentingan nasional.
Dasar pemikiran UU PM ini adalah bahwa investasi merupakan instrumen
penting pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian
5 Hidayah and Roisah.
8. berusaha bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan
komitmennya berinvestasi di Indonesia.
Beberapa pasal yang ada dalam UU Penanaman Modal, terdapat beberapa hal
yang tidak konsisten, dimana terjadi pertentangan substansi bahkan maksud
dan tujuan dari nilai filosofis Undang-undang tersebut. Di dalam UU
Penanaman Modal ini juga banyak memuat bidang yang sebenarnya telah
memiliki aturan perundangan sendiri, seperti misalnya UUPA, UU Pasar
Modal, UU PT, dan lain sebagainya.
b. Kebijakan Ekonomi I- IV
• Paket Kebijakan Jilid I Memiliki tiga fokus, pertama mendorong daya saing industri
nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian
usaha. Kedua, mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan
berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis
nasional, dan yang ketiga meningkatkan investasi di sektor properti.
• Paket Kebijakan Jilid II Berupa deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk
mempermudah investasi, baik PMDN maupun PMA. Seperti kemudahan lahayan
investasi 3 jam, tax allowance dan tax holiday lebih cepat, pembebasan PPN untuk
alat transportasi, insentif fasilitas di kawasan pusat logistik berikat, insentif
pengurangan pajak bunga deposito, perampingan izin sektor kehutanan.
• Paket Kebijakan Jilid III Isinya melengkapi paket kebijakan I dan II. Namun paket
ini mencakup penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas. Kedua, perluasan
penerima KUR. Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman
modal.
• Paket Kebijakan Jilid IV Mengatur mengenai penetapan formulasi penetapan UMP
yang bertujuan untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan meningkatkan
kesejahteraan pekerja.
c. Kebijakan Ekonomi V- VIII
• Paket Kebijakan Jilid V Berisi mengenai revaluasi aset untuk perusahaan BUMN
serta individu. Selain itu juga menghilangkan pajak berganda untuk REIT. • Paket
9. Kebijakan Jilid VI Memuat soal insentif untuk kawasan ekonomi khusus (KEK),
pengelolaan sumber daya air dan penyederhanaan izin impor bahan baku obat dan
makanan oleh BPOM.
• Paket Kebijakan Jilid VII Mengatur soal kemudahan mendapatkan izin investasi,
keringanan pajak untuk pegawai industri padat karya, dan kemudahan mendapatkan
sertifikat tanah.
• Paket Kebijakan Jilid VIII Mencakup 3 paket, yang pertama one map policy, kedua
mempercepat pembangunan kilang minyak untuk meningkatkan produksi kilang
nasional, yang ketiga adalah pemberian insentif bagi jasa pemeliharaan pesawat.
d. Kebijakan Ekonomi IX- XII
• Paket Kebijakan Jilid IX Mengatur soal percepatan pembangunan infrastruktur
tenaga listrik, stabilisasi harga daging, dan peningkatan sektor logistik desa-kota.
• Paket Kebijakan Jilid X Terdapat 10 poin penting yang diharapkan mampu
memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis Indonesia (EODB). Pertama kemudahan
dalam memulai usaha, kemudahan pendirian bangunan, ketiga pendaftaran properti,
keempat pembayaran pajak, kelima akses perkreditan, keenam penegakan kontrak
dengan mengatur penyelesaian gugatan sederhana, ketujuh penyambungan listrik,
kedelapan perdagangan lintas negara, kesembilan penyelesaian permasalahan
kepailitan, dan 10 perlindungan terhadap investor minoritas.
• Paket Kebijakan Jilid XI Mengatur soal KUR yang diorientasikan ekspor dan dana
investasi real estate, prosedur waktu sandar dan inap barang di pelabuhan (dwelling
time) dan pengembangan industri farmasi serta alat kesehatan.
• Paket Kebijakan Jilid XII Mengatur soal mendorong pertumbuhan UKM dengan
memberikan kemudahan memulai usaha.
e. Kebijakan Ekonomi XIII – XVI
• Paket Kebijakan Jilid XIII Menitik beratkan pada mempercepat penyediaan rumah
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan harga yang terjangkau. Caranya
dengan menyederhanakan sekaligus mengurangi regulasi dan biaya pengembangan
untuk membangun rumah.
10. • Paket Kebijakan XIV Mengenai peta jalan (roadmap) mengenai perdagangan
berbasis elektronik (e-commerce). Roadmap ini diterbitkan guna mencapai tujuan
sebagai negara digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara di 2020. Ada delapan aspek
pengaturan mengenai roadmap e-commerce meliputi pendanaan, perpajakan,
perlindungan konsumen, pendidikan dan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi,
kemanan siber dan pembentukan manajemen pelaksana.
• Paket Kebijakan XV Pemberian Kesempatan Meningkatkan Peran dan Skala Usaha,
dengan kebijakan yang memberikan peluang bisnis untuk angkutan dan asuransi
nasional dalam mengangkut barang ekspor impor, serta meningkatkan usaha galangan
kapal/pemeliharaan kapal di dalam negeri. Kemudahan Berusaha dan Pengurangan
Beban Biaya bagi Usaha Penyedia Jasa Logistik Nasional, dengan kebijakan antara
lain mengurangi biaya operasional jasa transportasi, menghilangkan persyaratan
perizinan angkutan barang, meringankan biaya investasi usaha kepelabuhanan,
standarisasi dokumen arus barang dalam negeri, mengembangkan pusat distribusi
regional, kemudahan pengadaan kapal tertentu dan mekanisme pengembalian biaya
jaminan peti kemas.
• Paket Kebijakan Ekonomi XVI Ada tiga poin dalam paket terbaru ini, yakni
memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday), relaksasi
daftar negatif investasi, dan memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian
insentif perpajakan.
f. Daftar Negatif Investasi
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan salah satu alat kebijakan pemerintah
yang berfungsi untuk mengatur investasi di Indonesia. Pada intinya, DNI memuat
bidang usaha (sektor bisnis) mana saja yang tertutup sepenuhnya bagi investasi atau
terbuka sebagian, yakni berinvestasi dengan persyaratan tertentu. Bidang usaha
(sektor bisnis) dan persyaratan dimaksud tercantum dalam Peraturan Presiden tentang
Daftar Negatif Investasi yang direvisi secara berkala sesuai kebutuhan dan
kepentingan pembangunan nasional. Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah
dalam menyusun DNI adalah negative approach, dimana bidang usaha (sektor bisnis)
yang dikecualikan dari daftar ini berarti terbuka sepenuhnya bagi asing untuk
11. berinvestasi. Pengaturan seperti ini lazim dipergunakan oleh pemerintah di berbagai
negara untuk mengatur investasinya.
Beberapa negara yang memiliki pengaturan serupadiantaranya: Executive Order
184 on 10thForeign Investment Negative List (Philippina), List of Businesses
Prohibited for Foreign Investment (Saudi Arabian General Investment Authority –
SAGIA), Special Administrative Measures (Negative List) on Foreign Investment
Access in Shanghai Pilot Free Trade Zone (Shanghai Municipal Government).
Pengalaman best practicedari beberapa negara menunjukan bahwa semakin maju
tingkat pembangunan ekonomi suatu negara maka semakin terbuka terhadap investasi
asing. Dengan demikian, daftar bidang usaha yang masuk dalamnegative list bagi
investasi asing otomatis juga akan semakinpendek, atausemakin mudah
persyaratannya.Pengaturan terhadap investasi asing di negara-negara seperti ini relatif
hampir sama dengan pengaturan terhadap investasi domestiknya. Beberapa negara
maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang bahkan tidak lagi menerapkan aturan
seperti DNI.
Pemerintah akan berupaya maksimal untuk membuka peluang investasi seluas-
luasnya, terutama bagi investasi asing khususnya di bidang-bidang usaha penting
namun belum mampu dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga akan memberikan
kontribusi berupa perbaikan level kemampuan teknologi (technology upgrading)
melalui transfer teknologi (spillover), perbaikan keahliandan pengetahuan (improved
skill and knowledge) tenaga kerja maupun memperluas jaringan usaha (business
network expansion), menciptakan lapangan pekerjaan baru, berpotensi menambah
pendapatan negara. Pada prakteknya manfaat tsb belum terjadi secara optimal di
lapangan. Oleh karena itu, aturan dan regulasi pendukung yang berkaitandengan hal-
hal tersebut perlu dibuat dan dilaksanakan secara tegas dan konsisten.
Proses penyusunan DNI harus sejalan dan konsisten dengan tujuan pembangunan
ekonomi nasional dan kepentingan publik antara lain: pengembangan UMKM dan
Koperasi, pemerataan pembangunan, perlindungan sosial dan kesehatan masyarakat,
pelestarian lingkungan hidup, bidang usaha strategis bagi NKRI dlsb.
12. Dalam rangka mengakomodasi tujuan dan kepentingan dimaksud, daftar bidang usaha
dalam DNI diatur melalui dua cara, yaitu:
(a) bidang usaha yang tertutup penuh untuk investasi (baik domestik
maupun asing), dan
(b) bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.
Adapun persyaratannya mencakup: dicadangkan untuk UMKM dan
Koperasi, besaran kepemilikan modal asing, melalui kemitraan, memerlukan izin
khusus, harus berdiri dilokasi tertentu.
C. Persaingan Usaha di Era Otonomi
Daya saing Negara merupakan cerminan dari daya saing di tingkat daerah. Suatu
daerah akan memiliki reaksi yang berbeda-beda dalam menyikapi dampak dari fenomena
globalisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi posisi tawar masing-masing daerah dalam
kompetisi yang semakin ketat. Ini menunjukkan betapa pentingnya kemampuan daerah
dalam meningkatkan daya saingnya sebagai penentu keberhasilan pembangunan di
daerah tersebut. 6 Pelaksanaan otonomi daerah yang sudah mulai berjalan pada tahun
2000, terdapat kekhawatiran ketika terbitnya berbagai peraturan daerah baru yang bersifat
antipersaing. 7
Dalam kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang
No.22/1998 yang sudah mulai diberlakukan secara efektif sejak 1 Januari 2001, muncul
kekhawatiran membanjirnya berbagai peraturan daerah baru yang bersifat antipersaingan.
Bahkan pada masa Orde Baru jauh sebelum pelaksanaan otonomi daerah, telah ada
berbagai kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang bersifat antipersaingan.
Kebijakan tersebut dapat berupa tariff barriers seperti pungutan pajak ataupun retribusi;
dan non-tariff barriers dalam bentuk tata niaga perdagangan. Misalnya: pemberian hak
monopoli atau monopsoni, penetapan harga dasar atau maksimal, kuota ekspor barang
6 Mudrajad Kuncoro,Ekonomika Indonesia,2009,(Yogyakarta:UPP STIM YKPN), Hal 402
7 Faisal Basri,Perekonomian Indonesia,Jakarta:Erlangga.Hal 337
13. dari suatu daerah, regional allocation market (rayonisasi), atau monopoli oleh
BUMN/D.8
Jika suatu kebijakan menciptakan perilaku antipersaing, maka ini adalah tugas KPPU
untuk menyelesaikannya. Dua tindakan yang bisa dilakukan KPPU adalah membatalkan
peraturan tersebut karena bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 dan menghukum
perusahaan yang melakukan tindakan antipersaingan seperti yang tercantum dalam
undang-undang. 9
8 Gary Goodpaster dan David Ray, “Trade and Citizenship Barries and Decentralization”,Indonesian Quarterly
2000.No.3 (dikutip dalambuku Perekonomia Indonesia,Faisal Basri)
9 Faisal Basri,Perekonomian Indonesia,Jakarta:Erlangga.Hal 339
14. D. Hukum Persaingan Usaha dalam Sistem Hukum Nasional dan Titik Lemah UU No
5 Tahun 1999
Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, hukum persaingan usaha
(competitiion law) merupakan pengembangan dari hukum ekonomi (economic law) yang
memiliki karakteristik tersendiri. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu karakteristik
dari hukum ekonomi bersifat fungsional dengan meniadakan pembedaan antara hukum
publik dan hukum privat yang selama ini dikenal.10 Sri Redjeki Hartono, seorang Guru
Besar di FH Universitas Diponegoro, juga mengemukakan bahwa hukum ekonomi
memiliki dua aspek, yaitu aspek hukum publik dan aspek hukum perdata. Sebelumnya
C.F.G. mengutip dari pendapat Sunaryati Hartono, dalam buku Hukum Acara Persaingan
Usaha di Indonesia, juga mengemukakan bahwa hukum ekonomi itu juga bersifat
interdisipliner dan transnasional. Pendapat lainnya dari Agus Brotosusilo, beliau
menyatakan bahwa pembidangan hukum dalam bidang publik dan perdata seperti
sekarang tidak dapat dipertahankan lagi, karena dalamkenyataannya kini hampir tidak
ada bidang kehidupan yang terlepas dari campur tangan negara. 11
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, maka hukum persaingan usaha sebagai
bagian dari hukum ekonomi yang di dalamnya memuat aspek hukum privat dan hukum
publik, sehingga eksistensi hukum persaingan usaha besifat fungsional yang tidak hanya
beraspek perdata/privat saja, namun sekaligus beraspek publik juga.
Dewasa ini pengaturan hukum persaingan usaha dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, yang disahkan pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Presiden B.J. Habibie
diawal reformasi. Pengesahannya tidak terlepas dari pelaksanaan amanat pada Ketetapan
MPR Nomor X/MPR/1998 dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998. Ketetapan-
ketetapan MPR tersebut mengamanatkan perlunya mewujudkan perekonomian yang lebih
efisien dan kompetitif dengan cara menghilangkan berbagai praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang dapat menghambat kegiatan usaha pelaku usaha
pesaing dalam pasar yang bersangkutan.12
10 Rahmaadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,2013),hlm. 1.
11 Ibid,hlm. 4.
12 Ibid,hlm. 7
15. Secara umum, materi hukum persaingan usaha yang besumber dari Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri dari:
1. perjanjian yang dilarang;
2. kegiatan yang dilarang;
3. posisi dominan;
4. komisi pengawas persaingan usaha;
5. penegakan hukum;
6. ketentuan lain lain.
Di dalam kehidupan bermasyarakat tidaklah terlepas dari suatu masalah yang juga
merupakan masalah bagi negara itu sendiri. Seperti Indonesia yang masih banyak memiliki
masalah di masyarakatnya maupun pemerintah. Sebagai contoh masalah persaingan usaha di
Indonesia. Masih saja ada pihak-pihak tertentu yang melakukan monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Mengutip dari Zainal Asikin dalam buku Hukum Acara Persaingan Usaha di
Indonesia, beberapa fakta yang menunjukkan pemerintah dominan menciptakan monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, yaitu sebagai berikut.
1. Penunjukkan usaha swasta sebagai produsen dan importer tunggal tepung terigu
(Bogasari ditunjuk oleh Bulog).
2. Izin dan dorongan berkembangnya asosiasi produsen yang berfungsi sebagai
kartel/mengatur harga (sebagai contoh: Organda, Apkindo, Asosiasi Produsen Semen,
dan sebagainya).
3. Sengaja membiarkan satu perusahaan menguasai pangsa pasar mie instan 50% lebih
(Indofood).
4. Entry Barier bagi pengusaha atau pemain baru pada industri tertentu (kebijakan Mobil
Nasional).
5. Proteksi pada industri hulu produksi barang tertentu dengan menaikkan bea masuk
terhadap barang yang sama yang diimpor dari luar negeri (PT Candra Asri: Bahan
Kimia).13
13 Ibid,hlm. 9.
16. Dengan adanya dan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas ekonomi nasional. Kemudian, untuk melindungi para pelaku usaha di
Indonesia. Tidak hanya itu, peraturan ini juga untuk melindungi para konsumen (protect
consumen), melindungi para pelaku usaha dari penguasa usaha atau monopoli usaha yang dapat
melakukan usaha dengan sewenang-wenang sesuka hati, untuk mengutamakan kompetisi dalam
usaha dengan baik tanpa adanya praktek kegiatan ekonomi yang tidak sehat, meningkatkan
keefektivan dan efisiensi dalam kegiatan usaha di masyarakat dan yang paling penting adalah
semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Namun dengan demikian, terdapat pula hambatan dan kritikan baik dari kalangan
akademisi, praktisi maupun komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha sendiri akan adanya
kelemahan-kelemahan UU No. 5 Tahun 1999 atau Hukum Persaingan Usaha dan peraturan
pelaksananya tersebut.
Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya mengenai subjek Hukum Persaingan Usaha
Indonesia yang hanya berlaku untuk para pelaku usaha di dalam negeri dan tidak berlaku untuk
pelaku usaha luar negeri yang kemungkinan besar dapat berpengaruh bagi pelaku usaha dalam
negeri dan juga perekonomian dalam negeri yaitu Indonesia.
Permasalahan kedua adalah ketentuan mengenai pemberitahuan merger belum sesuai dengan
prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha yang baik. Merger ialah istilah peleburan,
penggabungan, dan pengambilalihan dalam Hukum Persaingan Usaha.
Terdapat 3 macam merger, diantaranya sebagai berikut.
1. Merger horizontal yaitu merger antara dua perusahaan bergerak dalam bidang yang sama
atau merger antara perusahaan-perusahaan yang bersaing.
2. Merger vertikal yaitu merger antara perusahaan yang terlibat dalam tahapan operasional
produksi yang berbeda yang saling terkait satu sama lainnya, mulai dari hulu hingga ke
hilir. Merger vertikal ini kemudian dapat terjadi dalam 2 (dua) jenis yaitu secara
upstream dan downstream.
17. 3. Konglomerat Merger yaitu merger antara perusahaan yang tidak memiliki lini usaha yang
sama atau merger perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki
hubungan penjual-pembeli.14
. Merger juga dilakukan untuk mencapai tujuan ekonomis perusahaan yang bersangkutan
(profit maximization). Namun Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 tahun 1999 menyatakan bahwa:
Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi
jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut. Dari ketentuan Pasal
29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dapat kita ketahui bahwa hukum persaingan usaha Indonesia
menganut post merger notification atau pemberitahuan adanya merger setelah merger
dilakukan. 15 Di negara maju seperti Amerika, Kanada, Jepang, dan Korea Selatan menganut pra
merger notification, pelaku usaha wajib melakukan notifikasi merger kepada komisi mereka
sebelum melakukan merger. Hal ini dinilai lebih efektif dibandingkan post merger notification
yang dianut oleh Indonesia.
Ketiga adalah mengenai hukum acara dalam perkara persaingan usaha. Hukum acara yang
berlaku dalam perkara persaingan usaha UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur hukum acara.
Namun, sayangnya hukum acara yang terdapat di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak jelas dan
tidak lengkap. Dari pengalaman selama 16 tahun penegakan hukum persaingan usaha di
Indonesia, dirasakan terdapat hal yang tidak tepat mengenai hukum acara yang berlaku sesuai
dengan UU No. 5 Tahun 1999, diantaranya:
a. KPPU sangat sulit untuk mendapatkan bukti sebagaimana diamanatkan dalam pasal
42 UU No. 5 Tahun 1999 karena tidak adanya kewenangan KPPU untuk melakukan
pemeriksaan terhadap tempat terkait dan menyimpan dokumen terkait dengan
pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999;
b. Tidak dikenalnya bukti tidak langsung dalam hukum acara di Indonesia;
c. Pembayaran denda didasarkan pada kesukarelaan pelaku usaha dan tidak adanya
kewenangan untuk menyita harta pelaku usaha sebagai ganti dari denda; dan
14 Kurnia Toha, Urgensi Amandemen Uu Tentang Persaingan Usaha Di Indonesia:ProblemDan Tantangan, Jurnal
Hukum & Pembangunan 49, No. 1, 2019.
15 Ibid,hlm.78.
18. d. Tidak jelasnya penerapan prinsip the rule of reason dalam putusan perkara
persaingan usaha. 16 Mengingat tidak terdapat kejelasan mengenai kapan akan
diterapkan pendekatan rule of reason atau per se illegal karena tidak semua perilaku
yang bersilat membatasi (restrictive conduct) secara inheren bersifat anti persaingan,
maka guna mengatasi hal ini, pengadilan memiliki kewenangan untuk menggunakan
pendekatan yang satu daripada yang lain berdasarkan pertimbangan kasus demi
kasus.17
Keempat, adalah mengenai kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem
hukum Indonesia.Sebagai sebuah lembaga 'pengawas undang-undang' maka KPPU memiliki
keterbatasan mulai dari pembuktian, pemanggilan pada pihak, eksekusi putusan, penjatuhan
sanksi, dan lain-lain. KPPU tidaklah memiliki daya paksa sebagaimana lembaga peradilan,
polisi, dan jaksa, namun UU No. 5 Tahun 1999 telah memberikan kewenangan yang begitu
banyak pada lembaga ini.18
Pada saat ini keberadaan KPPU masih terdapat beberapa permasalahan, yakni
ketidakjelasannya status pegawai KPPU, tiada jenjang karir yang pasti bagi para pegawai KPPU,
dan beban kerja yang semakin tinggi. Permasalahan-permasalahan tersebut kemudian membawa
beberapa implikasi yang sudah dan mungkin akan muncul, diantaranya: ketidakjelasan status dan
level Sekretariat KPPU sangat mempengaruhi status pegawai KPPU yang melaksanakan upaya
penegakan hukum. Sampai saat ini status pegawai Sekretariat bukan PNS. Kondisi ini sangat
tidak tepat mengingat pegawai ini yang melakukan penyelidikan dan memeriksa suatu laporan
terhadap pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Di KPPU hampir seluruh pegawai yang menjabat
struktural adalah pegawai yang berstatus honorer di APBN. Status pegawai honorer ini tentu saja
dapat menimbulkan keresahan dan sangat berpengaruh terhadap kinerja.
Contoh persaingan usaha
Bill Gates (Microsoft) vs Steve Jobs (Apple)
Kedua orang ini merupakan pemilik perusahaan raksasa komputer yang melakukan revolusi
16 Ibid,hlm. 84.
17 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori dan Praktik serta Penerapan
Hukumnya, (Jakarta :PrenadaMedia, 2014), hlm. 722.
18 Rai Mantili,dkk.,Problrmatika Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesi adalamRangka Menciptakan
Kepastian Hukum, PJIHVolume 3 Nomor 1 Tahun 2016,hlm. 119.
19. teknologi hingga seperti yang kita rasakan hari ini. Baik Jobs maupun Gates tak lulus kuliah,
namun pengetahuan komputer dan bisnis mereka tak ada duanya.
Sebenarnya Gates memulai bisnis terlebih dulu hingga seluruh kantor dan rumah memakai
sistem operasi Windows, sementara Jobs masih mencoba dan bertahan. Pada tahun 1997, Apple
mengalami kebangkrutan dan menerima investasi dari Gates sebesar 150 juta dollar AS untuk
tetap bertahan hidup.
Dalam 15 tahun terakhir hidupnya, Jobs membawa Apple mengalahkan Gates dengan
meluncurkan smartphone, pemutar musik, dan tablet. Sementara mereka dikategorikan sebagai
saingan, Gates dan Jobs saling berteman dengan baik karena menghargai prestasi masing-
masing.
20. BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Kondisi persaingan usaha berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan
kesempatan yang sama dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada dasarnya setiap
orang akan punya kesempatan yang sama untuk berusaha dan dengan demikian hak setiap
manusia untuk mengembangkan diri (the right to self-development) menjadi terjamin.
Pemerintah membuat kebijakan persaingan yang terdiri dari UU Antimonopoli dan
Persaingan Sehat, deregulasi dan liberasi ekonomi. Persaingan usaha yang terjadi di era
otonomi daerah bersifat anti persaingan .
Selain itu, terdapat Pengaturan hukum persaingan usaha yang dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, yang disahkan pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Presiden B.J. Habibie diawal
reformasi. Pengesahannya tidak terlepas dari pelaksanaan amanat pada Ketetapan MPR
Nomor X/MPR/1998 dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998. Namun dari pengalaman
selama 16 tahun penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia, dirasakan terdapat hal
yang tidak tepat mengenai hukum acara yang berlaku dalam UU No. 5 Tahun 1999.
F. Saran
Pada saat pembuatan makalah, penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber, penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
21. DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal. 2018. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Gary Goodpaster dan David Ray, “Trade and Citizenship Barries and Decentralization”,
Indonesian Quarterly 2000. No.3 (dikutip dalam buku Perekonomia Indonesia, Faisal
Basri)
Hansen, Knud et al,. 2002. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Katalis
Kuncoro , Mudrajad. 2009. Ekonomika Indonesia . Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Nugroho, Susanti Adi. 2014. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya. Jakarta :PrenadaMedia
Reksohadiprodjo, Sukanto .2001. Ekonomika Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Siswanto , Arie. 2002. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
Usman, Rahmaadi. 2013. Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
JURNAL
Hidayah, Farida Nur, and Kholis Roisah, ‘Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Indonesia
Terhadap Persaingan Perdagangan Jasa Di Bidang Konstruksi Dalam Rangka Masyarakat
Ekonomi Asean’, Law Reform, 13.1 (2017), 45 <https://doi.org/10.14710/lr.v13i1.15950>
Mantili, Rai dkk. Problrmatika Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Rangka
Menciptakan Kepastian Hukum. PJIH Volume 3 Nomor 1 Tahun 2016
Toha, Kurnia. Urgensi Amandemen Uu Tentang Persaingan Usaha Di Indonesia: Problem Dan
Tantangan. Jurnal Hukum & Pembangunan 49. No. 1, 2019.