Dokumen tersebut membahas struktur komunitas terumbu karang di kawasan wisata Lovina, Bali. Terumbu karang di kawasan tersebut umumnya berupa terumbu penghalang yang tersebar di beberapa titik. Kondisi karang hidup berkisar antara 18-44% dengan kategori buruk hingga sedang. Komunitas karang terdiri atas berbagai jenis karang dan hewan laut.
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Integrated, opened, and participatory mangrove ecosystem management strategyCIFOR-ICRAF
Presented by Setyo Yuwono, Sub-Directorate Head of Reforestation, Ministry of Environment and Forestry (MoEF), at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
This presentation shows MoEF's strategy and role to monitor mangrove ecosystem management and mangrove rehabilitation program. Speaker explains the latest program conducted by MoEF and other stakeholders to update the map of national mangrove conditions and area.
Pemutihan karang (menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi akibat berbagai tekanan, baik secara alami maupun karena manusia, yang menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya (Brown et al. dalam Westmacott et al., 2000)
Pemutihan dapat menjadi sesuatu hal yang biasa di beberapa daerah. Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60 – 90% dari jumlah zoooxanthellae-nya dan zoooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50 -80% dari pigmen fotosintesisnya (Glynn dalam Westmacott et al., 2000). Ketika penyebab masalah itu disingkirkan, karang yang terinfeks dapat pulih kembali dan jumlah zoooxanthellae akan kembali normal, tergantung dari durasi dan tingkat gangguan lingkungan. Gangguan yang berkepanjangan dapat menyebabkan kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni tetapi juga terumbu karang secara luas.
Clonezilla LiveCD es una utilidad para la clonación y copia de seguridad de disco. Además de los programas comerciales (y pagado), como Norton Ghost o Acronis True Image, el CD de arranque puede ayudar a sus discos o particiones de seguridad y de fácil reubicación.
Como cualquier otro LiveCD de Linux, es capaz de arrancar un gran número de configuraciones y de reconocer muchos periféricos.
Moodle es un software diseñado para ayudar a los educadores a crear cursos en línea de alta calidad y entornos de aprendizaje virtuales. Tales sistemas de aprendizaje en línea son algunas veces llamados VLEs (Virtual Learning Environments) o entornos virtuales de aprendizaje.
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Integrated, opened, and participatory mangrove ecosystem management strategyCIFOR-ICRAF
Presented by Setyo Yuwono, Sub-Directorate Head of Reforestation, Ministry of Environment and Forestry (MoEF), at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
This presentation shows MoEF's strategy and role to monitor mangrove ecosystem management and mangrove rehabilitation program. Speaker explains the latest program conducted by MoEF and other stakeholders to update the map of national mangrove conditions and area.
Pemutihan karang (menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi akibat berbagai tekanan, baik secara alami maupun karena manusia, yang menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya (Brown et al. dalam Westmacott et al., 2000)
Pemutihan dapat menjadi sesuatu hal yang biasa di beberapa daerah. Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60 – 90% dari jumlah zoooxanthellae-nya dan zoooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50 -80% dari pigmen fotosintesisnya (Glynn dalam Westmacott et al., 2000). Ketika penyebab masalah itu disingkirkan, karang yang terinfeks dapat pulih kembali dan jumlah zoooxanthellae akan kembali normal, tergantung dari durasi dan tingkat gangguan lingkungan. Gangguan yang berkepanjangan dapat menyebabkan kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni tetapi juga terumbu karang secara luas.
Clonezilla LiveCD es una utilidad para la clonación y copia de seguridad de disco. Además de los programas comerciales (y pagado), como Norton Ghost o Acronis True Image, el CD de arranque puede ayudar a sus discos o particiones de seguridad y de fácil reubicación.
Como cualquier otro LiveCD de Linux, es capaz de arrancar un gran número de configuraciones y de reconocer muchos periféricos.
Moodle es un software diseñado para ayudar a los educadores a crear cursos en línea de alta calidad y entornos de aprendizaje virtuales. Tales sistemas de aprendizaje en línea son algunas veces llamados VLEs (Virtual Learning Environments) o entornos virtuales de aprendizaje.
It's brief introduction into some types of wearable techs.
We see some examples like google glass and moto 360 or oculus rift in order to get some sense about what happening around this Technology
Understanding User’s Acceptance of Personal Cloud Computing: Using the Techno...Maurice Dawson
Personal Cloud Computing (PCC) is a rapidly growing technology, addressing the market demand of individual users for access to available and reliable resources. But like other new technologies, concerns and issues have surfaced with the adoption of PCC. Users deciding whether to adopt PCC may be concerned about the ease of use, usefulness, or security risks in the cloud. Negative attitudes toward using a technology have been found to negatively impact the success of that technology. The purpose of this study was to understand users’ acceptance of PCC. The population sample consisted of individual users within the United States between 18 and 80 years of age. The theoretical framework utilized in this study was based on the technology acceptance model (TAM). A web survey was conducted to assess the measurement and understanding of patterns demonstrated by participants. Our results shows that in spite of the potential benefits of PCC, security and privacy risks are deterring many users from moving towards PCC.
A test of the technology acceptance model for understanding theZeinab Zaremohzzabieh
Information and communication technologies (ICTs) open up new opportunities for rural young entrepreneurs to
enhance their businesses. However, the challenges of adopting and using ICTs obstruct these businesses from
growing into drivers for rural-economic development and job creation. The purpose of this paper is to seek to
validate the technology acceptance model (TAM), which measures the volitional aspect of the ICT adoption
behavior of young entrepreneurs in a rural community. In order to test the model, data are collected using
self-administered questionnaires from 400 rural youth entrepreneurs. The structural equation modeling technique
(SEM) was applied to assess the model. The results confirmed that TAM is robust enough to gauge the
dimensions of young entrepreneurs’ adoption of ICT by way of the model accounting for 55 percent of the
variance in intention to use ICT. They also indicated that attitude toward entrepreneurship partially mediated the
relationship between ICT’s usefulness and entrepreneurial intention. This paper will serve to illuminate this
model and reveal new knowledge perspectives. Policy makers could encourage rural youth entrepreneurs to use
ICT in their businesses, which will in turn inspire other entrepreneurs to look up to these adopters and follow
them, thus increasing the use of ICT in rural communities.
ADMINISTRACIÓN DEL CONTROL DE PÉRDIDAS, CONTROL TOTAL DE PÉRDIDAS, SISTEMA ...janderi
Factores personales y de trabajo en la seguridad industrial
Las causas básicas están relacionadas a factores personales y de trabajo.
Ayudan a identificar por qué el personal realiza actos subestándares y por qué existen condiciones subestándares.
Constituidos por factores o elementos personales y de trabajo.
PENGARUH PARIWISATA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI P...Rizki Juliyantri
Terumbu karang yaitu karang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut bernama polip yang bersimbiosis dengan organism miskroskopis. Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti gugusan pulau-pulau di perairan tropis.
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. okasyawalarkan
Floating net cages (KJA) is one means of marine aquaculture (mariculture) are placed in water will act as FADs or fish aggregating devices (FAD) as a gathering place for various types of fish. Similarly to the artificial reef will serve as the breeding (nursery grounds) for various types of fish.
In general, the target fish belonging -Fish economically important fishes associated with artificial reefs and floating net which interact in the mornings and afternoons differ in amount and kind, this is because of differences in the nature and behavior based on the type of fish species. The target fish population changes from day to night fish in diurnal seen mostly during the day will take refuge in the reef and replaced by a nocturnal species that are not visible during the day. The fish-eating plankton are usually widely spread around the reefs during the day and hide or take refuge in the crevices of the reef at night, it is a cause of differences in the amount of the target fish species associated with artificial reefs and floating net. Thus the association structure of the target fish around the artificial reefs and floating net can be concluded that as a shelter and as a visitor species.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Presentasi eko.lingkungan "PESISIR DAN LAUT INDONESIA''Sutrisna Sandi
presentasi ini berisi sebagian informasi mengenai lingkungan khususnya di kepulauan indonesia. terdapat banyak sekali potensi yang dapat di hasilkan oleh kaum pribumi untuk keberlangsungan kehidupan dalam hal perekonomian warga sekitar, sekaligus membiasakan hidup dengan menghormati alam sekitar supaya tidak tercemar dan tetap terjaga.
Apabila dalam presentasi ini terdapat kekeliruan atau kesalahan informasi silahkan di koreksi dan mohon untuk di lengkapi.
Thanks,
Monitoring Sebaran dan Tutupan Komponen Dasar Terumbu Karang Serta Identifikasi Batas Wilayah pada DPL (Daerah Perlindungan Laut) Desa Patikarya di Wilayah Kerja COREMAP II
Kabupaten Selayar
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. okasyawalarkan
Floating net cages (KJA) is one means of marine aquaculture (mariculture) are placed in water will act as FADs or fish aggregating devices (FAD) as a gathering place for various types of fish. Similarly to the artificial reef will serve as the breeding (nursery grounds) for various types of fish.
In general, the target fish belonging -Fish economically important fishes associated with artificial reefs and floating net which interact in the mornings and afternoons differ in amount and kind, this is because of differences in the nature and behavior based on the type of fish species. The target fish population changes from day to night fish in diurnal seen mostly during the day will take refuge in the reef and replaced by a nocturnal species that are not visible during the day. The fish-eating plankton are usually widely spread around the reefs during the day and hide or take refuge in the crevices of the reef at night, it is a cause of differences in the amount of the target fish species associated with artificial reefs and floating net. Thus the association structure of the target fish around the artificial reefs and floating net can be concluded that as a shelter and as a visitor species.
2. STRUKTUR KOMUNITAS TERUMBU KARANG
KAWASAN WISATA LOVINA SINGARAJA
CORAL REEF STRUCTURE COMMUNITY
IN LOVINA TOURISM AREA SINGARAJA
I Nyoman Dodik Prasetia
Jurusan Budidaya Kelautan, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha
Jalan Udayana, Singaraja, Bali
Email: dodik_prasetia@yahoo.com
3. Abstrak: Kawasan Lovina merupakan salah satu tujuan pariwisata bahari di Kabupaten Buleleng yang
sangat
terkenal di Bali. Daya tarik utama Kawasan Lovina adalah keindahan pesisir dan laut serta ditunjang oleh
keberadaan organisme-organisme laut yang eksotik. Keberadaan aktivitas pariwisata ini memberikan dampak
secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di Kawasan Lovina.
Kegiatan penelitian struktur komunitas terumbu karang bertujuan menginventarisasi potensi dan kondisi
sumberdaya alam pesisir di Kawasan Wisata Lovina. Diharapkan dengan data dan kajian ilmiah ini menjadi
acuan dalam upaya pembangunan kawasan pesisir Kawasan Lovina yang lestari. Metode yang dipergunakan
manta tow survey, line intercept transect, dan survey sensus ikan karang. Terumbu karang Lovina secara
umum
dikategorikan sebagai terumbu karang tipe terumbu penghalang, tersebar di beberapa titik-titik sepanjang
perairan Lovina. Kondisi penutupan karang hidup di Kawasam Lovina yang meliputi Desa Tukad Mungga,
Anturan, Baktiseraga, Banyuasri, Anturan dan Kalibukbuk berkisar antara 18 sampai 44 % penutupan karang
hidup dengan kategori buruk sampai sedang. Struktur komunitas terumbu karang Kawasan Lovina memiliki
formasi Acropora, Non Acropora, Soft Coral, dan Sponges. Kelompok Acropora umumnya berbentuk
branching, digitate, submassive, kelompok Non Acropora dengan lifeform: branching, massive, encrusting,
submassive, foliose dan mushroom. Ikan karang yang berasosiasi dengan terumbu karang terdiri dari 31 jenis
dengan 1.245 individu.
Kata kunci: Lovina, terumbu karang, line intercept transect, dan terumbu penghalang.
4. PENDAHULUAN
Kawasan Lovina merupakan salah satu tujuan pariwisata bahari di Kabupaten Buleleng yang
sangat terkenal di Bali. Daya tarik utama Kawasan Lovina adalah keindahan pesisir dan laut serta
ditunjang oleh keberadaan organisme-organisme laut yang eksotik. Keberadaan aktivitas
pariwisata ini memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi
ekosistem terumbu karang di Kawasan Lovina. Jumlah kunjungan pariwisata di Buleleng,
mengalami fase kenaikan penurunan yang signifikan. Berdasarkan data Dinas Periwisata
Kabupaten Buleleng, kunjungan wisatawan tahun 2001 sebanyak 73.703 orang jumlah ini turun di
2002 menjadi 45.671 orang. Hal ini beru meningkat lagi tahun 2005 dimana jumlah wisatawan
55.385 orang kemudian tahun 2008 meningkat menjadi 153.522 dan tahun 2009 berjumlah
466.078 orang. Negara yang wisatawannya cukup rajin berkunjung meliputi Belanda, Jerman,
Prancis, Australia, Jepang dan Inggris. Sementara kunjungan wisatawan khusus di kawasan
Lovina, pada 2003 berjumlah 36.603 orang, 2004 menjadi 36.986 orang dan hingga Oktober 2005
kunjungan wisatawan sebanyak 30.919 orang (Anonim, 2010). Keberadaan terumbu karang sangat
besar dan penting manfaatnya bagi masyarakat Kawasan Wisata Lovina. Ekosistem terumbu
karang di wilayah pesisir Lovina merupakan asset sumber daya alam yang banyak memberikan
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelestarian dan kehidupan
masyarakat pesisir Lovina. Secara sosial ekonomi terumbu karang berfungsi sebagai daerah
perikanan, pariwisata, pertambangan baru, dan pemanfaatan lainnya (Dahuri, 1993). Ekosistem
terumbu karang juga merupakan sumber plasma nutfah dan biodversitas, karena menyediakan
habitat bagi tumbuhan seperti: melekatnya algae, hewan untuk mencari makan (feeding ground),
sebagai tempat memijah (spawning ground), serta tempat pengasuhan (nursery ground)
(Supriharyono, 2000).
5. Sastrowardoyo (1983) dan Prasetia (2010), melaporkan tentang penambangan karang yang terjadi di
Pulau Bali yang terkenal akan potensi daerah pariwisata bisa terancam oleh perkembangan industri
penambangan karang. Penambangan karang yang terjadi di daerah ini sangat intensif yang digunakan
sebagai bahan bangunan dan pembuatan kapur. Sastrowardoyo (1983) dan Prasetia (2010),
melaporkan tentang penambangan karang yang terjadi di Pulau Bali yang terkenal akan potensi
daerah pariwisata bisa terancam oleh perkembangan industri penambangan karang. Penambangan
karang yang terjadi di daerah ini sangat intensif yang digunakan sebagai bahan bangunan dan
pembuatan kapur. Kegiatan penelitian struktur komunitas terumbu karang bertujuan
menginventarisasi potensi dan kondisi sumberdaya alam pesisir di Kawasan Wisata Lovina.
6. DATA DAN METODE
Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Titik-titik penelitian
difokuskan pada Kecamatan Buleleng, meliputi Stasiun 1 di Desa Pemaron, Stasiun 2 di Desa Tukad
Mungga, dan Stasiun 3 di Desa Kalibubuk. Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, yaitu dari
bulan April sampai September 2010. Penelitian tentang keanekaragaman jenis dan
penutupan/kelimpahan terumbu karang di Pantai Serangan dilakukan dengan 2 tahap prosedur
penelitian yaitu:
1. Manta Tow Survey Penelitian
dilaksanakan dengan diawali dengan pengamatan kondisi umum ekosistem terumbu karang di
kawasan Pulau Serangan dengan menggunakan metode Manta Tow
Survey. Menurut English dkk. (1994), metode ini merupakan metode pemantauan terhadap suatu
komunitas terumbu karang dalam skala yang luas dalam waktu yang singkat.
2. Line Intercept Transect
Pengamatan dengan Line Intercept Transect dilakukan dengan SCUBA diving pada kedalaman 3 m
dan 10 m (English dkk., 1994). Pengukuran dilakukan pada kedalaman ini dengan asumsi, kedalaman
tersebut dianggap mewakili kondisi karang karena biasanya karang tumbuh dengan baik dan
keragaman jenis karang yang tinggi juga diperoleh pada kedalaman tersebut.
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Kawasan Wisata Lovina
Terumbu karang Lovina secara umum dikategorikan sebagai terumbu karang tipe terumbu penghalang
(barrier reef) tersebar di beberapa titik-titik sepanjang perairan Lovina, meskipun dalam kurun waktu yang lalu
dijumpai tipe terumbu tepi. Tingginya tingkat aktivitas dan interaksi manusia dengan lingkungan, berpotensi
menurunkan daya dukung lingkungan khususnya ekosistem terumbu karang. Seperti yang diungkapkan oleh
World Research Institute (2000) dan Ranjbar (2010), penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah
oleh aktivitas manusia (anthropogenic
impact). Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem
yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai
5.000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang
ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk
hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat
bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.
Karang memiliki metode reproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan
cara membentuk tunas baru yang akan menjadi individu baru pada induknya. Pembentukan tunas ini
dilakukan terus menerus yang merupakan mekanisme menambah ukuran koloni, tetapi tidak membentuk
koloni baru. Reproduksi seksual dilakukan dengan memproduksi salah satu sperma atau sel telur yang akan
dilepas ke perairan bebas. Sel telur akan dilengkapi coelenteron yang akan dibuahi oleh sel sperma.
Perkawinan ini menghasilkan larva planula yang berenang bebas, dan akan menetap di dasar atau pada
subsrat yang keras untuk membentuk koloni baru (Bengen, 2001; Morton, 1990; Nybakken 1988).
8. Secara alami perkawinan karang terjadi saat bulan purnama dimana merupakan kondisi optimal untuk
melakukan perkawinan, seperti terpantau pada penelitian Acropora
digitifera (Morita dkk., 2010). Tingginya tekanan terhadap ekosistem terumbu karang di Kawasan
Lovina mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan individu karang di kawasan
ini. Tekanan ini berasal dari aktivitas manusia sebagai pemanfaat pesisir dan alam itu sendiri. Aktivitas
manusia terdiri dari pembangunan yang tidak berwawasan kelestarian lingkungan, kegiatan perikanan
yang merusak, aktivitas pariwisata yang tidak ramah lingkungan, dan masuknya bahan pencemar ke
badan perairan. Tingkat kerusakan terumbu karang sangat berkaitan dengan penutupan karang mati
dan pecahan/patahan karang. Indikasi yang dipakai bahwa suatu kawasan mengalami kerusakan
pada terumbu karangnya adalah: penutupan pecahan/patahan karang (rubble) dan keberadaan alga.
Rubble merupakan bentuk dari patahan-patahan karang yang tidak beraturan yang dapat diakibatkan
oleh bencana alam, penggunaan bahan peledak untuk mencari ikan,
Struktur Komunitas Terumbu Karang (I Nyoman Dodik Prasetia)
359 penambangan karang untuk bahan bangunan, pembuangan jangkar, dan aktivitas manusia
lainnya yang merusak. Alga merupakan salah satu kompetitor hidup bagi terumbu karang, alga akan
sangat sulit untuk hidup dan tumbuh di atas terumbu karang yang baik.
9. KESIMPULAN
Tingginya tekanan terhadap ekosistem terumbu karang mengakibatkan tipe terumbu Kawasan
Lovina secara umum menjadi terumbu karang penghalang (barrier reef) yang tersebar di
beberapa titik-titik sepanjang perairan Lovina, meskipun dibeberapa site masih dijumpai tipe
terumbu tepi. Kondisi penutupan karang hidup di Kawasam Lovina yang meliputi Desa Tukad
Mungga, Anturan, Baktiseraga, Banyuasri, Anturan dan Kalibukbuk berkisar antara 18 sampai 44
% penutupan karang hidup dengan kategori buruk sampai sedang. Struktur komunitas terumbu
karang Kawasan Lovina memiliki formasi Acropora, Non Acropora, Soft Coral, dan Sponges.
Kelompok Acropora umumnya berbentuk
branching, digitate, submassive, kelompok Non Acropora dengan lifeform: branching,
Struktur Komunitas Terumbu Karang (I Nyoman Dodik Prasetia)
363
massive, encrusting, submassive, foliose dan mushroom. Ikan karang yang berasosiasi dengan
terumbu karang terdiri dari 31 jenis dengan 1.245 individu. Aktivitas wisata seperti atraksi melihat
lumba-lumba, snorkling, dan diving merupakan aktivitas yang bersentuhan langsung dengan
ekosistem terumbu karang yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan karang
mengalami tekanan yang besar di Kawasan Wisata Lovina.
10. Saran
Diperlukan suatu kesepakatan bersama yang melibatkan masyarakat dan berdasarkan data-data
ilmiah, tentang zona pemanfaatan sumberdaya pesisir di Kawasan Lovina yang lestari,
bertanggungjawab, dan berkelanjutan. Penelitian tentang rekrutmen karang sangatlah diperlukan
sebagai data dasar pengelolaan kawasan ekosistem terumbu karang, sehingga diperlukan penelitian
lanjutan tentang pola rekrutmen karang dalam upaya recovery terumbu karang Kawasan Lovina.
11. Daftar Pustaka
Allen, G. R. and Roger Steene. ”Indo-Pasific Coral Reef Field Guide.” Tropical Reef Research, California,
(1999)
Anonim. Buleleng dalam Angka. Badan Pusa Statistik Kabupaten Buleelng, Singaraja, 2010.
Anonim. “Reefs at Risk Southeast Asia-Summary for Indonesia.” Terumbu Karang yang Terancam di Asia
Tenggara-Ringkasan untuk Indonesia. World Research Institute (WRI), (2002)
Dahuri, Rohmin. ”Daya Dukung Lingkungan dan Pengembangan Pariwisata Bahari Berkelanjutan.” Seminar
Nasional Manajemen Kawasan Pesisir untuk Ekoturisme, Institut Pertanian Bogor, Bogor, (1993)
Dahuri, R., Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, dan M. J. Sitepu. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996.
Davis, G. E. ”Anchor Damage to a Coral Reef on The Coast Florida.” Biology Conservation, (1997)
De Silva, M. W. R. N. Human and Development Pressure on The Coral Reef Ecosystem, The Malaysian
Experince. Editor: Matthews, W. H. and A. Suhaimi. Environmental Protection and Coastal Zone
Management in Asia and The Pasific. Tokyo: University of Tokyo Press., 1985.
English, S. C. Wilkinson, and v. Baker. “Survey Manual for Tropical Marine Resources.” Townsville: Australia
Institute of Marine Science, (1994)
Gomez, E. D and H. T. Yap. Monitoring Reef Conditions. In: Kenchington, R. A and B. E. T. Hudson (eds).
Coral Reef Management Handbook. Jakarta: Unesco Regional Office for Science and Technology for
South-East Asia, 1988.
Morita, M., Akira Iguchi, and Akihiro Takemura. “Roles of Calmodulin and Calcium/Calmodulin-Dependent
Protein Kinase in Flagellar Motility Regulation in the Coral Acropora Digitifera.” Marine Biotecnology
Journal. Springer Verlag UK. (2010)
Prasetia, I. N. D., Putu Sudik Artawan, Made Darma Ariawan, dan Dewa Kadek Wira Sanjaya. “Laporan
Kegiatan Monitoring Terumbu Karang.” Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar. Denpasar, Bali,
(2009)
Prasetia, I. N. D. “Struktur Komunitas Terumbu Karang di Pulau Serangan Pasca Reklamasi.” Jurnal
Lingkungan Tropis. Bandung, (2010)
Ranjbar. M. S. “Coral Mortality and Serpulid Infestations with Red Tide, in the Persian Gulf.” Marine
Biotecnology Journal. Springer Verlag. U.K., (2010)
Sastrowardoyo, R. S. Masalah Pantai Pasir Putih di Pulau Bali. Dalam Terumbu Karang di Indonesia,
Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Jakarta: LON-LIPI, 1983.
Warner, G. F. Diving and Marine Biology, The Ecology of the Sublittoral. Cambridge University Press. 1984.