Bab 1 membahas larangan membunuh binatang buruan saat berihram dan hukuman bagi yang melakukannya secara sengaja. Bab 2 menceritakan hadis Abu Qatadah tentang kejadian berburu keledai liar saat berangkat bersama Nabi Muhammad. Bab 3 membahas larangan orang berihram membantu membunuh binatang buruan bagi yang tidak berihram.
1. Kitab Mengganti Buruan
Bab 1: Mengganti Binatang Buruan "Janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah mengganti
dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang
dibawa sampai ke Kabah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan
memberi makan orang-orang miskin, atau ber puasa seimbang dengan
makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia itu merasakan akibat yang
buruk dari perbuatannya. Allah telah memaa}kan apa yang telah lalu.
Dan, barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
menyiksanya. Allah Mahakuasa lagi mempunyai (kekuasaan) untuk
menyiksa. Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-
orang yang dalam perjalanan. Diharamkan atasmu (menangkap) binatang
buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan, bertakwalah kepada Allah
yang kepada Nyalah kamu akan dikumpulkan." (al-Maa'idah: 95-96)
Ibnu Abbas dan Anas memandang tidak apa-apa orang yang sedang ihram
menyembelih binatang yang bukan buruan, seperti unta, kambing, sapi, ayam, dan
kuda.[1]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abu Qatadah yang disebutkan berikut ini.")
Bab 2: Jika Orang yang Sedang Ihram Melihat Binatang Buruan, Lalu
Tertawa, Maka Orang yang Tidak Sedang Ihram Mengerti Hal Itu
2. 880. Abu Qatadah berkata, "Kami berangkat bersama Nabi pada tahun perjanjian
Hudaibiyah (menuju Mekah 6/202). (Dan dalam satu riwayat: Kami bersama
Rasulullah di Ilqahah, yang jaraknya dari Madinah sejauh tiga marhalah 2/211).
Lalu, para sahabat beliau berihram, sedang saya tidak berihram. (Dan dalam satu
riwayat disebutkan bahwa Rasulullah pergi keluar untuk melakukan umrah, lalu
mereka pergi juga bersama beliau. Lalu, beliau berpaling kepada segolongan dari
mereka yang di antaranya terdapat Abu Qatadah. Kemudian beliau bersabda,
'Pergilah ke tepi laut sehingga kita bertemu.' Lalu, mereka pergi ke tepi laut. Setelah
kernbali, mereka mengerjakan ihram kecuali Abu Qatadah yang tidak berihrarn).
Kami diberi kabar tentang adanya musuh di Ghaiqah.[2] (Dalam satu riwayat: dan
Nabi diberi tahu bahwa ada musuh yang akan menyerangnya, lalu beliau
berangkat). Lalu, kami pergi menuju ke arah mereka. (Dan dalam satu riwayat: Pada
suatu hari saya duduk bersama beberapa sahabat Nabi di suatu tempat di jalan
Mekah, dan Rasulullah di depan kami. Orang-orang dalam keadaan ihram,
sedangkan saya tidak berihram 3/129). Lalu, teman-temanku melihat keledai liar.
Maka, sebagian dari mereka tertawa kepada sebagian yang lain, (sedang saya sibuk
menyambung sandal saya. Mereka tidak menggangguku, dan mereka ingin kalau
saya melihatnya), lalu saya memandang, (dalam satu riwayat: saya menoleh) dan
melihatnya. (Kemudian saya saya mendekati kuda yang bernama al-Jaradah 3/216),
lalu saya pasang pelana nya. Lantas saya naiki. Tetapi, saya lupa tidak membawa
cambuk dan tombak. Lalu, saya berkata kepada mereka, 'Ambilkan cambuk dan
tombak.' Mereka menjawab, 'Tidak mau. Demi Allah, kami tidak mau membantumu
sedikit pun (karena kami sedang ihram). Maka saya marah, lalu turun, dan
mengambil cambuk dan tombak. Setelah itu, saya naik lagi. Kemudian saya datangi
himar di belakang perbukitan, dan saya naik ke atas gunung. Lalu, saya membawa
kuda itu ke sana. Kemudian saya menusuknya dan menambatkannya. (Dan pada
jalan periwayatan yang ketiga: maka tidak ada lagi kecuali itu, sehingga saya
menyembelihnya 6/222). Lalu, saya meminta tolong kepada mereka, namun mereka
enggan menolong saya. (Dalam suatu riwayat: Lalu saya datang kepada mereka,
lantas saya berkata kepada mereka, 'Berdirilah dan bawakanlah.' Mereka menjawab,
'Kami tidak akan menyentuhnya' Maka, saya membawanya) kepada teman-teman
saya dan orang-orang yang berjalan kaki. Lalu, sebagian mereka berkata,
3. 'Makanlah.' Dan, sebagian lagi berkata, 'Jangan makan', Maka, karni makan
sebagian darinya (dan dalam satu riwayat: lalu sebagian sahabat Nabi memakan
sebagian darinya, dan yang sebagian lagi enggan memakannya 3/230). Kemudian
mereka merasa ragu-ragu memakannya, karena mereka sedang ihram. Lalu, saya
berkata, 'Saya akan menghentikan Nabi untuk kalian.' Kemudian kami berangkat
sambil saya sembunyikan lengan keledai yang saya bawa. Kemudian kami menyusul
Rasulullah dan kami khawatir terpotong (terputus dari Nabi), lalu saya mencari
beliau. Sekali tempo saya mengangkat kudaku agar berlari cepat, dan sekali tempo
berjalan biasa. Lalu, saya bertemu dengan seorang laki-laki dari bani Ghifar di
tengah malam. Saya berkata kepadanya, 'Di manakah kamu tinggalkan Rasulullah?'
Dia menjawab, 'Saya tinggalkan beliau di Ta'hin. Beliau berada di tempat air.' Lalu
saya temui beliau, kemudian saya berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya para
sahabat engkau berkirim salam dengan membacakan, 'Semoga salam dan rahmat
Allah atasmu.' Mereka khawatir terpotong oleh musuh, maka lihatlah mereka, (dan
dalam satu riwayat: nantikanlah mereka.) Lalu, beliau melakukannya. Saya berkata,
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berburu keledai liar, dan kami mempunyai
kelebihan daripadanya.' (Dalam satu riwayat: Lalu kami tanyakan hal itu kepada
beliau, kemudian beliau bertanya, 'Apakah kalian membawa sesuatu darinya?' Saya
menjawab, 'Ya.' Lalu, saya ambilkan lengan bagian atas. Kemudian beliau
memakannya sampai habis, padahal beliau sedang dalam keadaan ihram.)."
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan bahwa lalu mereka membawakan
daging keledai betina. Maka, setelah mereka datang kepada Rasulullah, mereka
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah berihram, tetapi Abu Qatadah
belum berihram." Lalu, mereka melihat keledai liar, lantas dinaiki oleh Abu Qatadah.
Lalu, mereka sembelih keledai yang betina, lalu mereka turun dan memakan
dagingnya. Kemudian mereka bertanya, "Apakah kami boleh memakan daging
buruan padahal kami sedang ihram?" Lalu, mereka bawa dagingnya yang masih
tersisa. Beliau bertanya, "Apakah ada seseorang dari kalian yang menyuruhnya
membawanya atau menunjukkannya?" Mereka menjawab, "Tidak." Kemudian
Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya, "Sesungguhnya itu adalah makanan
yang diberikan Allah kepada kalian, maka makanlah dagingnya yang masih ada)."
Padahal, mereka sedang berihram.
4. Bab 3: Orang yang Sedang Berihram Tidak Boleh Memberi Pertolongan
kepada Orang yang Tidak Ihram Untuk Membunuh Binatang Buruan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Abu Qatadah di atas.")
Bab 4: Orang yang Sedang Ihram Jangan Memberi Isyarat ke Tempat
Binatang Buruan dengan Tujuan Supaya Diburu Oleh Orang yang Tidak
Berihram
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits yang diisyaratkan di muka.")
Bab 5: Apabila Seseorang yang Sedang Ihram Diberi Hadiah Berupa
Keledai liar yang Masih Hidup, Lalu Ia Enggan Menerimanya
881. Sha'b bin Jatstsamah al-Lautsi (salah seorang sahabat Nabi 3/136) mengatakan
bahwa ia menghadiahkan keledai liar kepada Rasulullah ketika beliau berada di
Abwa' atau Waddan (dalam kondisi menjalankan ihram), lalu beliau menolaknya.
Maka, ketika beliau melihat air muka Sha'b, beliau bersabda, "(Ketahuilah 3/130),
sesungguhnya kami tidak menolaknya selain karena kami sedang ihram." (Dalam
satu riwayat: Sha'b berkata, "Maka, ketika beliau melihat air muka saya ketika beliau
menolak hadiah saya, beliau bersabda, "Bukannya kami menolak pemberianmu,
tetapi kami sedang ihram.")
Bab 6: Apa yang Boleh Dibunuh oleh Orang yang Sedang Ihram dari
5. Golongan Binatang Melata
882. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Ada lima jenis
binatang melata yang tidak berdosa sama sekali bagi orang yang sedang ihram
untuk membunuhnya (yaitu: kalajengking, tikus, anjing gila, gagak, dan burung
rajawali 4/99)."
883. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Hafshah berkata, "Rasulullah bersabda,
'Ada lima jenis binatang yang tidak berdosa jika seseorang membunuhnya, yaitu
gagak, burung rajawali, tikus, kalajengking, dan anjing gila.'"
884. Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Lima macam binatang yang
seluruhnya fasik (keji), yang boleh dibunuh di tanah haram yaitu gagak, burung
rajawali, kalajengking, tikus, dan anjing gila."
885. Abdullah (Ibnu Mas'ud) r.a. berkata, "Ketika kami bersama Nabi di suatu gua di
Mina, tiba-tiba turun atas beliau surah Wal-Mursalat. Beliau membacanya dan saya
menerimanya dari mulut beliau. Sesungguhnya mulut beliau sudah basah dengan
ayat itu. Tiba-tiba ada seekor ular melompat kepada kami, lalu Nabi bersabda,
'Bunuhlah ular itu!' Maka, kami segera menuju ke ular itu, namun ular itu sudah
pergi. Lalu, Nabi bersabda, 'Ular itu terpelihara dari keburukanmu sebagaimana
kamu telah terpelihara dari keburukannya.'"
886. Aisyah r.a., istri Nabi saw., mengatakan bahwa Rasulullah bersabda mengenai
cecak, "Dia itu sedikit keji." Namun, saya tidak mendengar beliau menyuruh
membunuhnya.
Abu Abdillah berkata, "Yang kami maksudnya dengan ini ialah bahwa Mina termasuk
tanah suci, dan mereka memandang tidak bersalah kalau membunuh ular."
6. Bab 7: Tidak Boleh Dipotong Pohon Tanah Suci
Ibnu Abbas berkata mengenai apa yang diterima dari Nabi saw., "Tidak boleh
dipotong duri (yakni pohon) tanah suci."[3]
Bab 8: Tidak Boleh Mengejutkan Binatang Buruan di Tanah Haram
Sehingga Lari Ketakutan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Abbas berikut ini.")
Bab 9: Tidak Halal Berperang Di Mekah
Abu Syuraih mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Tidak boleh seseorang
mengalirkan darah di Mekah."[4]
887. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi bersabda pada hari pembebasan kota Mekah,
'Tidak ada hijrah lagi (sesudah fathu Mekah ini), tetapi ada jihad dan niat. Apabila
kamu diminta untuk berangkat (perang), maka berangkatlah. Sesungguhnya negeri
ini adalah negeri yang diharamkan (yakni di jadikan tanah suci oleh Allah) sejak
Allah menciptakan semua langit dan bumi. Negeri ini dianggap suci oleh Allah
sampai hari kiamat nanti. Tidak halal bagi seseorang sebelumku mengadakan
peperangan di negeri ini, (dan tidak halal pula bagi seorang pun sesudahku 2/95),
dan tidak halal bagi diriku sendiri kecuali sesaat dari waktu siang. Negeri ini
dianggap suci oleh Allah sampai hari kiamat nanti. Negeri ini tidak halal dipotong
durinya dan tidak boleh dilarikan (dibikin lari/dikejutkan) binatang buruannya. Juga
tidak boleh diambil barang temuannya kecuali oleh orang yang hendak
memberitahukannya, dan tidak boleh ditebang tanamannya.'" Saya berkata, 'Wahai
Rasulullah, kecuali pohon idzkhir, karena ia dipergunakan oleh tukang pandai besi
untuk menyalakan api dan untuk keperluan rumah.' (Dalam riwayat lain: karena ia
7. digunakan pandai besi untuk menyalakan api dan untuk kubur (nisan) kita. Dan,
dalam satu riwayat: untuk atap rumah kita 3/13). Lalu, beliau diam, kemudian
bersabda, 'Kecuali idzkhir.'" (Ikrimah berkata, "Tahukah engkau, bagaimana
melarikan (menjadikan lari) binatangnya?" Ibnu Abbas menjawab, "Yaitu, engkau
menjauhkannya dari tempat berteduh, lantas engkau menempatinya.")
Bab 10: Berbekam Untuk Orang Yang Ihram
Ibnu Umar mengecos anaknya dengan benda panas, padahal ia sedang berihram. Ia
berobat dengan sesuatu yang tidak mengandung wewangian.[5]
888. Ibnu Buhainah r.a. berkata, "Nabi berbekam di tengah kepala beliau padahal
beliau sedang ihram di Lahyu Jamal[6] (di jalan ke Mekah 7/15)."
Bab 11: Perkawinan Orang yang Sedang Ihram
889. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw mengawini Maimunah padahal
beliau sedang ihram.[7]
Bab 12: Harum-haruman yang Dilarang Bagi Orang yang Sedang Ihram,
Lelaki dan Wanita
Aisyah berkata r.a., "Wanita yang ihram tidak boleh mengenakan pakaian yang
dicelup dengan waras atau za'faran."[8]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang tertera pada nomor 89 di muka.")
8. Bab 13: Mandi Bagi Orang yang dalam Keadaan Ihram
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Orang yang sedang ihram boleh masuk pemandian (kamar
mandi)."[9]
Ibnu Umar dan Aisyah menganggap tidak apa apa orang yang berihram menggosok
badannya.[10]
890. Abdullah bin Hunain mengatakan bahwa Abdullah bin Abbas dan Miswar bin
Makhramah berselisih pendapat pada waktu keduanya berada di Abwa'. Abdullah bin
Abbas berkata, "Orang yang ihram boleh membasuh kepalanya." Miswar berkata,
"Orang yang sedang ihram tidak boleh membasuh kepalanya." Kemudian aku
disuruh oleh Abdullah bin Abbas ke tempat Abu Ayyub al-Anshari untuk menanyakan
sesuatu yang diperselisihkan itu. Aku menemui Abu Ayyub al-Anshari yang sedang
mandi dan berada di kedua tepi sumur. Ia menutupi tubuhnya dengan selembar
kain. Lalu, aku mengucapkan salam kepadanya, kemudian ia bertanya, "Siapakah
ini?" Aku menjawab, "Aku Abdullah bin Hunain. Abdullah bin Abbas menyuruhku
supaya menemui engkau agar aku menanyakan kepada engkau bagaimanakah
Rasulullah mencuci kepala beliau di kala sedang ihram." Lalu, Abu Ayyub meletakkan
tangannya di atas kain dan ia merendahkannya sehingga kepalanya tampak jelas
bagiku. Kemudian ia berkata kepada seseorang yang menuangkan (air) kepadanya,
'Tuangkanlah." Lalu, ia mencurahkan (air) di atas kepalanya. Kemudian ia
menggerak-gerakkan kepalanya dengan kedua tangannya, memajukan dan
memundurkan kedua tangannya. Setelah itu, ia berkata, 'Demikianlah saya melihat
Rasulullah melakukannya.'"
Bab 14: Mengenakan Sepasang Sepatu Bagi Orang yang Sedang Berihram
Jika Tidak Mendapatkan Sepasang Sandal
9. 891. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Saya mendengar Nabi berkhutbah (dalam satu
riwayat: berkhutbah kepada kami 2/216) di padang Arafah (seraya bersabda),
'Barangsiapa yang tidak mempunyai sepasang terompah (sandal), maka hendaklah
ia mengenakan sepasang sepatu (khuf). Barangsiapa yang tidak menemukan kain,
maka hendaklah ia mengenakan serual 'celana' untuk orang yang sedang ihram.'"
Bab 15: Apabila Seseorang yang Ihram Itu Tidak Menemukan Kain
Panjang, Maka Hendaklah Mengenakan Celana
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Abbas di muka.")
Bab 16: Menyandang Senjata Bagi Orang-Orang yang Berihram
Ikrimah berkata, "Apabila seseorang yang sedang ihram takut kepada musuh, maka
bolehlah ia menyandang senjata dan membayar tebusan, dan tidak ditagih di dalam
membayar fidyah.'"[11]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya
sebagian dari hadits al-Barra' yang akan disebutkan pada '64-AL-MAGHAZI / 43 -
BAB'.")
Bab 17: Memasuki Tanah Suci dan Mekah Tanpa Ihram
Ibnu Umar masuk Mekah.[12]
Nabi saw. hanya memerintahkan bertalbiyah kepada orang yang hendak berhaji dan
berumrah. Beliau tidak menyebut-nyebut para pencari kayu bakar dan lain-
10. lainnya.[13]
892. Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa Rasulullah masuk pada tahun
pembebasan Mekah, dan di atas kepala beliau ada pelindung kepala (dari senjata).
Ketika beliau melepasnya, datanglah seorang laki-laki seraya berkata,
"Sesungguhnya Ibnu Khathal bergantung di kain penutup Ka'bah." Maka, beliau
bersabda, "Bunuhlah dia." (Imam Malik berkata, "Nabi sepengetahuan kami,
wallahu'alam, pada hari itu tidak sedang ihram." 5/92).
Bab 18: Apabila Seseorang Melakukan Ihram dengan Mengenakan Gamis
Sebab Kebodohannya
Atha' berkata, "Apabila seseorang memakai wewangian atau mengenakan gamis
(baju) karena bodoh (tidak mengerti) atau karena lupa, maka ia tidak wajib
membayar kafarat."[14]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya
sebagian dari hadits Ya'la yang tertera pada nomor 868 di muka, dan sebagian dari
hadits lain yang akan disebut kan pada '37-AL-JARAH / 5- BAB'.")
Bab 19: Orang yang Berihram Meninggal Dunia di Arafah
Nabi saw tidak memerintahkan untuk ditunaikannya bagian-bagian amalan haji yang
masih tertinggal (belum dilaksanakan).
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits
Ibnu Abbas yang diisyaratkan pada nomor 641 di muka.")
11. Bab 20: Kesunnahan Orang yang Ihram Apabila Meninggal Dunia
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits
Ibnu Abbas yang diisyaratkan di atas.")
Bab 21: Haji dan Nazar dari Orang yang Meninggal Dunia, dan Lelaki
Menghajikan Wanita
893. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang
kepada Nabi saw seraya berkata, "Sesungguhnya ibuku bernazar untuk berhaji.
Tetapi, ia belum sempat melaksanakannya sampai meninggal dunia. Apakah saya
dapat menghajikannya ?" Beliau bersabda, "Ya, berhajilah untuknya." (Dalam satu
riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Seorang lelaki datang kepada Nabi lalu ia
berkata kepada beliau, 'Sesungguhnya saudara wanitaku[15] bernazar untuk naik
haji, dan ia keburu meninggal dunia.' Lalu, Nabi bersabda [7/233], 'Bagaimanakah
pendapatmu seandainya ibumu menanggung utang, apakah kamu menunaikan
pembayarannya?' Ia menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka [8/150] tunaikanlah
hak Allah, karena Allah lebih berhak untuk ditepati.')
Bab 22: Berhaji Untuk Orang yang Tidak Dapat Menetap di Atas
Kendaraannya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Abbas yang tertera pada '79-AL-ISTI'DZAN/ 2 - BAB'.")
Bab 23: Hajinya Orang Wanita Untuk Orang Lelaki
12. (Saya berkata, "Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang diisyaratkan di muka.")
Bab 24: Haji Anak-Anak yang Belum Balig
894. Sa'ib bin Yazid berkata, "Saya dihajikan bersama Rasulullah sedangkan saya
berumur tujuh tahun." (Dari jalan al-Ja'd bin Abdur Rahman, ia berkata, "Saya
mendengar Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Sa'ib bin Yazid, dan dia ini dulu
dihajikan dekat Nabi."[16]
Bab 25: Haji Kaum Wanita
895. Ibrahim (bin Abdur Rahman bin Auf) berkata, "Umar mengizinkan istri-istri Nabi
(untuk menunaikan haji) pada akhir haji yang ia lakukan. Lalu, ia mengutus Utsman
bin Affan dan Abdur Rahman bin Auf untuk menyertai mereka."
896. Aisyah Ummul Mukminin r.a. berkata, "Aku berkata kepada Rasulullah, 'Wahai
Rasulullah, apakah tidak sebaiknya kami kaum wanita ikut perang dan berjihad
bersamamu?' Maka, Rasulullah bersabda, 'Bagi kalian ada jihad yang lebih baik dan
lebih bagus, yaitu haji, haji mabrur.' Maka, aku tidak pernah meninggalkan haji
sesudah mendengar hal ini dari Rasulullah."
897. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Janganlah seorang wanita bepergian
melainkan beserta mahramnya. Janganlah seorang wanita tempatnya dimasuki oleh
laki-laki lain, (dan dalam satu riwayat: Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersepi-
sepi berduaan dengan seorang wanita 6/159) melainkan wanita disertai
mahramnya.' Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku ingin pergi bersama pasukan (dalam satu riwayat: saya ingin
turut serta dalam peperangan 4/18) ini dan ini, sedangkan istriku bermaksud pergi
haji. Bagaimakah sikapku mengenai hal ini?' Beliau bersabda, 'Keluarlah
13. bersamanya.' (Dalam satu riwayat: 'Pergilah untuk menunaikan haji bersama
istrimu.')."
898. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika Nabi pulang dari haji, beliau bersabda kepada
Ummu Sinan al-Anshariyah, 'Apakah yang menghalangi kamu untuk menunaikan haji
(bersama kami 2/200)? Ia menjawab, 'Ayah Fulan yakni suaminya (dan anaknya). Ia
mempunyai dua ekor unta pengangkut air dan ia pergi haji dengan salah satunya,
sedang unta yang lain ditinggalkan untuk menyiram tanah kami.' Beliau bersabda,
'Sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan mengimbangi haji bersamaku.'"[17]
Dari Jabir dari Nabi saw.[18]
Bab 26: Orang yang Bernazar untuk Pergi ke Ka'bah
899. Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw melihat seorang tua yang dipapah oleh
(dalam satu riwayat: berjalan 8/234 di antara) dua orang anaknya. Beliau bertanya,
"Mengapa begini?" Mereka berkata, "Orang itu bernazar untuk berjalan." Beliau
bersabda, "Sesungguhnya Allah Mahakaya, (sama sekali tidak memerlukan) orang ini
menyiksa dirinya seperti ini." Beliau menyuruhnya naik kendaraan.[19]
900. Uqbah bin Amir berkata, "Saudaraku wanita bernazar untuk berjalan ke
Baitullah, dan ia menyuruh saya untuk meminta fatwa kepada Rasulullah. Maka,
saya meminta fatwa kepada Nabi. Kemudian beliau bersabda, 'Hendaklah ia berjalan
dan naik kendaraan.'"
Abul Khair tidak pernah berpisah dari Uqbah.