2. 1. Banyak orang yang secara sosial tergolong
level menengah ke atas, tetapi secara kultural
masih tergolong level dhupak bujang (kelas
bawah).
2. Kemampuan berbahasa secara santun tidak
ditentukan oleh pangkat dan kedudukan,
melainkan ditentukan oleh level budaya
seseorang.
(Pidato pengukuhan guru besar
Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.)
3. Kesantunan dan Etika Berbahasa
• Kesantunan berbahasa diperoleh dari belajar
berbahasa.
• Etika berbahasa bersumber dari budi pekerti
dan tingkah laku.
4. Kesantunan dan Kebudayaan
Kesantunan dalam berbahasa sangat erat hubungannya
dengan kebudayaan.
Nababan (1984) mengungkapkan beberapa definisi
kebudayaan, antara lain:
• Kebudayaan sebagai pengatur atau pengikat
masyarakat
• Kebudayaan sebagai sesuatu yang diperoleh dari
belajar atau pendidikan.
• Kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia.
• Kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang digunakan
masyarakat untuk bekerja sama demi kelangsungan
hidup.
5. Kesantunan dan Kebudayaan
• Kebudayaan sebagai pengatur atau pengikat masyarakat =
kebudayaan merupakan aturan, norma yang mengikat. Dalam hal
berbahasa, seseorang harus mengikuti aturan atau norma
kesantunan yang berlaku.
• Kebudayaan sebagai sesuatu yang diperoleh dari belajar atau
pendidikan = dalam berbahasa tentu ada kelompok yang bersuara
keras, ada yang lembut. Sebagai pengguna bahasa, kita harus bisa
belajar dan menyesuaikan diri.
• Kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia = dari hasil
belajar atau pendidikan, itu berkembang menjadi kebiasaan yang
baik dalam berbahasa yang santun.
• Kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang digunakan masyarakat
untuk bekerja sama demi kelangsungan hidup = dari hasil kebiasaan
dan penyesuaian diri, ini berkembang menjadi jalan untuk menjalin
kerja sama dengan kelompok yang dimasuki.
6. Etika Berbahasa
• Kalau kesantunan berkaitan dengan substansi bahasa, maka
etika berbahasa berkaitan dengan perilaku atau tingkah
laku dalam berbahasa.
• Geertz (1976) mengungkapkan bahwa etika berbahasa
adalah sistem tindak laku berbahasa menurut norma-
norma budaya tertentu.
• Etika berbahasa berkaitan erat dengan norma-norma sosial
dan budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat.
• Etika berbahasa mengatur apa yang harus dikatakan
kepada seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu, ragam
bahasa yang wajar digunakan sesuai situasi dan kondisi
tertentu, kapan harus berbicara dan diam, bagaimana sikap
fisik ketika berbicara, dll.
7. Konsep Dasar Kesantunan Berbahasa
• P. Grundy (2000) menyatakan bahwa
kesantunan berbahasa adalah hubungan suatu
ujaran yang diucapkan dan penilaian
pendengar tentang bagaimana ujaran itu
seharusnya diucapkan.
• R.J. Watts (1992) berpendapat bahwa
kesantunan berbahasa adalah perilaku
berbahasa yang menunjukkan rasa hormat
dan tenggang rasa terhadap mitra tutur.
8. Konsep Dasar Kesantunan Berbahasa
• Wardhaugh (1987) berpendapat bahwa
kesantunan berbahasa adalah perilaku
berbahasa yang memperhitungkan solidaritas,
kekuasaan, keakraban, status hubungan
antarpartisipan, dan penghargaan.
Kesantunan berbahasa juga ditentukan oleh
kesadaran terhadap kebiasaan sosial.
9. Konsep Dasar Kesantunan Berbahasa
• Kesantunan berbahasa terkait dengan pembahasan tentang
sikap bahasa (language attitude) dan etiket berbahasa
(language etiquette) karena kesantunan berbahasa, sikap
bahasa dan etiket berbahasa berhubungan dengan
pertimbangan citra diri, mitra tutur dan situasi tempat
suatu komunikasi berlangsung.
• Menurut Kristiansen, sikap bahasa adalah suatu satuan
psikologi yang melibatkan pengetahuan, perasaan dan
perilaku, serta sangat sensitif dengan faktor situasional.
• Etiket berbahasa adalah cara menggunakan bahasa yang
terikat dengan hubungan sosial antara pembicara dan
pendengar, dalam hal ini status dan keakraban.
10. Kaidah yang Harus Dipatuhi agar
Tuturan Terdengar Santun
• Formalitas = ketika bertutur jangan memaksa
atau angkuh (aloof).
• Ketidaktegasan = buatlah sedemikian rupa
agar mitra tutur dapat menentukan pilihan.
• Kesamaan atau kesekawanan = bertindaklah
seolah-olah Anda dan mitra tutur menjadi
sama atau buatlah mitra tutur merasa senang.
Robin Lakoof (1973)
11. Pemilihan Diksi yang Santun
• Kata-Kata
a. mampus tidak santun
mati
meninggal
berupulang
tutup usia lebih santun
b. dicopot tidak santun
dipecat
diberhentikan
di-PHK
dinonaktifkan
dirumahkan lebih santun
12. Pemilihan Diksi yang Santun
• Kalimat
1. Pindahkan koper ini!
2. Tolong pindahkan koper ini.
3. Kalau Anda sempat tolong
pindahkan koper ini.
4. Kalau Anda tidak keberatan,
tolong pindahkan koper ini.
5. Koper ini membuat ruangan
ini sempit, dapatkah Anda
memindahkannya?
tidak santun
lebih santun
13. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
• Teori kesantunan berbahasa berkisar pada mosi muka
(face).
• Muka terbagi atas dua, yaitu muka positif dan negatif.
• Muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang
berkeinginan agar apa yang dia miliki dan yakini diakui
oleh orang lain sebagai sesuatu yang baik.
Misalnya orang yang memiliki mobil mewah BMW,
tetapi kepadanya dikatakan, “Baru juga BMW, belum
Rolls Royce.” Orang tersebut yang sudah memiliki
BMW dapat saja merasa bahwa apa yang dia miliki
tidak dihargai. Hal itu dapat mencoreng muka
positifnya.
14. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
• Muka negatif mengacu pada citra diri setiap
orang yang berkeinginan untuk dihargai dengan
cara membiarkannya bebas melakukan tindakan
atau bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
Misalnya : ketika kita menyuruh atau memerintah
seseorang untuk melakukan sesuatu, pada
dasarnya kita telah menghalangi kebebasan
orang itu dan yang tercoreng adalah muka
negatifnya.
15. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
• Menurut Brown dan Levinson, sebuat tindak
tutur dapat menjadi ancaman bagi muka
(face). Itu disebut Face Threatening Act (FTA).
• Untuk menghindari itu diperlukanlah
kesantunan berbahasa yang juga terbagi dua,
yaitu kesantunan positif untuk melindungi
muka positif dan kesantunan negatif untuk
melindungi muka negatif.
16. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
Strategi Kesantunan Negatif :
• Gunakan tuturan tidak langsung
Contoh : Bolehkah saya minta tolong ibu mengambilkan
buku itu?
• Gunakan pagar (hedge)
Contoh : Saya sejak tadi bertanya-tanya dalam hati, apakah
Bapak mau menolong saya?
• Tunjukkan sikap pesimis
Contoh : Saya ingin minta tolong, tetapi saya takut Bapak
tidak bersedia.
• Minimalkan paksaan
Contoh : Boleh saya mengganggu Bapak barang sebentar?
17. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
Strategi Kesantunan Negatif :
• Berikan penghormatan
Contoh : Saya memohon bantuan Ibu, saya tahu Ibu selalu
berkenan memberikan bantuan.
• Mintalah maaf
Contoh : Sebelumnya saya meminta maaf atas kenakalan
anak saya ini, tetapi...
• Pakailah bentuk impersonal, yaitu dengan tidak
menyebutkan penutur dan lawan tutur
Contoh : Tampaknya meja ini perlu dipindahkan.
• Ujarkan tuturan sebagai kesantunan yang bersifat umum
Contoh : Penumpang tidak diperkenankan merokok di
dalam bus.
18. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
Strategi Kesantunan Positif :
• Memperhatikan kesukaan, kebutuhan, dan keinginan lawan
tutur.
Contoh : Wah, baru potong rambut ya!
• Membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati
kepada lawan tutur
Contoh : Wah, sepatumu bagus sekali. Beli di mana ya?
• Menyatakan paham atau mengerti akan keinginan lawan
tutur
Contoh : Aku tahu kamu tidak suka pesta, tetapi yang ini
sangat luar biasa. Datang ya?
• Menunjukkan keoptimisan.
Contoh : Jangan khawatir, semuanya akan dapat saya
selesaikan besok.
19. Teori Kesantunan Berbahasa
(Brown dan Levinson)
Strategi Kesantunan Positif :
• Melibatkan penutur dan lawan tutur dalam aktivitas
Contoh : Sebaiknya kita beristirahat dulu sebentar!
• Menyatakan hubungan timbal balik (resiprokal)
Contoh : Saya akan mengerjakan ini untukmu kalau
kamu mau membuatkanku secangkir teh manis.
• Memberikan hadiah (barang, simpati, perhatian)
kepada lawan tutur
Contoh : Saya akan membantumu setiap waktu.
20. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Teori Leech didasarkan pada prinsip kesantunan
(politeness principle) yang dijabarkan menjadi
maksim (ketentuan).
Maksim tersebut ada enam, yaitu maksim
kebijaksanaan, penerimaan, kemurahan,
kerendahan hati, kecocokan/kesetujuan,
kesimpatian.
21. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• Datang ke rumah saya!
• Datanglah ke rumah saya!
• Silakan datang ke rumah saya!
• Sudilah kiranya datang ke rumah
saya!
• Kalau tidak keberatan sudilah datang
ke rumah saya!
Maksim Kebijaksanaan = meminimalkan kerugian
orang lain atau memaksimalkan keuntungan orang
lain.
tidak santun
lebih santun
22. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• Pinjami saya uang seratus ribu
rupiah!
• Ajaklah saya makan siang!
• Saya akan meminjami Anda uang
seratus ribu rupiah.
• Saya ingin mengajak Anda makan
siang.
Maksim Penerimaan = memaksimalkan kerugian bagi
diri sendiri atau meminimalkan keuntungan diri
sendiri.
tidak santun
lebih santun
23. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• A : Sepatumu bagus sekali!
B : Wah, ini sepatu bekas; belinya
juga di pasar loak.
• A : Sepatumu bagus sekali!
B : Tentu dong. Ini sepatu mahal;
belinya di Singapura.
Maksim Kemurahan = memaksimalkan rasa hormat
kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak
hormat pada orang lain.
santun
santun
Tidak
santun
24. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• A : Mereka sangat baik pada kita.
B : Ya, memang sangat baik bukan?
• A : Kamu sangat baik pada kami.
B : Ya, memang sangat baik,
bukan?
Maksim Kerendahan Hati = memaksimalkan
ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan
rasa hormat pada diri sendiri.
santun
santun
Tidak
santun
25. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• A : Kericuhan dalam sidang itu
sangat memalukan.
B : Ya, memang!
• A : Kericuhan dalam sidang itu
sangat memalukan.
B : Ah, tidak apa-apa. Itulah
dinamikanya demokrasi
Maksim Kecocokan = memaksimalkan kecocokan
antara penutur dan lawan tutur dan meminimalkan
ketidakcocokan keduanya.
santun
santun
Tidak
santun
26. Teori Kesantunan Berbahasa
(Geoffrey Leech)
Contoh:
• A : Bukuku yang kedua puluh sudah
terbit.
B : Selamat ya, Anda memang hebat.
• A : Bukuku yang kedua puluh sudah
terbit.
B : Itu belum apa-apa. Pak Lukman
sudah lima puluh buku.
Maksim Kesimpatian = memaksimalkan rasa simpati
antara penutur dan lawan tutur dan meminimalkan
rasa antipati.
santun
Tidak
santun
27. Daftar Rujukan
• Pranowo. (2009). Kesantunan Berbahasa Tokoh Masyarakat
(Pidato Penyuluhan Guru Besar FKIP Universitas Sanata
Dharma). Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
• Nababan, P.W.J. (1984). Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.
• Lakoff, R. (1973). “The Logict of Politeness or Minding Tour
P’s and Q’s” dalam Papers from the Ninth Regional Meeting
of the Chicago Linguistic Society. Chicago: Linguistic Society.
• Brown, P. & Levinson, S. (1987). Politensess: Some
Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge
University Press.
• Leech, G. (1993). Principle of Pragmatics. New York:
Longman.
• Chaer, A. (2010). Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka
Cipta.