Kesultanan Kotawaringin didirikan oleh keturunan Sultan Banjar dan merupakan bagian dari Kesultanan Banjar. Masa keemasan Kesultanan Kotawaringin berakhir dengan penyerahan kendali atas Kesultanan tersebut oleh Kesultanan Banjar kepada Belanda sebagai bagian dari perjanjian.
sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh, slideshare.net/kotrunnadaa/kerajaan-aceh-kls-xi-show, slideshare.net/MuliaFathan/kelompok-2-kerajaan-aceh-darussalam
Kerajaan pontianak terletak di daerah Kalimantan Barat antara lain Tanjung Pura dan Lawe.
Tanjung Pura dan Lawe menghasilkan komoditi seperti emas, berlian, padi dan banyak ahanb makanan.
Meskipun kita tidak mengetahui dengan pasti kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitahuan bahwa sekitar abad ke-18 ada rombongan pendakwah dari Tarim yang diantaranya datang ke daerah Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca al-Qur’an, ilmu fikih, dan ilmu hadis.
sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh, slideshare.net/kotrunnadaa/kerajaan-aceh-kls-xi-show, slideshare.net/MuliaFathan/kelompok-2-kerajaan-aceh-darussalam
Kerajaan pontianak terletak di daerah Kalimantan Barat antara lain Tanjung Pura dan Lawe.
Tanjung Pura dan Lawe menghasilkan komoditi seperti emas, berlian, padi dan banyak ahanb makanan.
Meskipun kita tidak mengetahui dengan pasti kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitahuan bahwa sekitar abad ke-18 ada rombongan pendakwah dari Tarim yang diantaranya datang ke daerah Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca al-Qur’an, ilmu fikih, dan ilmu hadis.
Kala itu, Raja pajang, Hadiwijaya membuat sayembara jika siapa saja yang bisa membunuh Aria Penangsang (Raja Jipang) maka dia akan dihadiahkan tanah Pati dan Mataram. Ki Ageng Pamanahan ini bersama Ki Panjawi menawarkan diri untuk membunuh Aria Penangsang dan berhasil membunuh Aria Penangsang dengan Nasihat Ki Juru Martani serta dibantu oleh Sutawijaya. Karena kerendahan hati Ki Ageng Pamenahan ia lebih memilih mataram yang dulunya hutan untuk dibangunkan suatu kerajaan. Sedangkan Ki Panjawi memilih Pati.
tentang kerajaan Mataram Islam, kerajaan Makassar, kerajaan Ternate dan Tidore dan Pengaruh Penyebaran Agama Islam terhadap Sistem Sosial dan Budaya Masyarakat
As a host of immersion program with Colombian University, the group was discussing the Business case about Indomie, one of the most famous products that represent Indonesia.
Population control in Developing and Developed countries. As an example, i compare Indonesia and Japan in some aspects that showing the advantages of having less population.
I was designed the presentation for final test in an english course, so i'm sorry if there is a mistake about data or statistics.
Akuntansi Perusahaan Dagang (Rumus dan Ringkasan) - Ekonomi SMA Kelas XII (harap untuk penjelasan pada tabel diisi sendiri)... | Designed by Dzaki dkk
Visit blog: dzakialbiruni.webs.com
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Â
Kerajaan Islam di Kalimantan (Arie Ramdhiani M.)
1.
2. Pendirian
a.Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas)
adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin
oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung.
Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten
Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser
Utara,Balikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda
dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu
bekas negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar
Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa
b.Masuknya islam bersamaan dengan perkawinan antara Putri Adjie
Meter dengan keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat.
Pendirian
a.Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas)
adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin
oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung.
Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten
Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser
Utara,Balikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda
dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu
bekas negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar
Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa
b.Masuknya islam bersamaan dengan perkawinan antara Putri Adjie
Meter dengan keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat.
3.
4. Kerajaan Pasir menjadi Kesultanan Pasir, wilayah Pasir menjadi taklukan Kerajaan Banjar.
Nama Penguasa Gelar Tahun Berkuasa
Putri Di Dalam Petung 1516-xxxx
Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra 1607–1644
Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra 1644–1667
Aji Perdana bin Aji Anom Singa Maulana Penambahan Sulaiman 1667–1680
Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana Penambahan Adam 1680–1705
Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana Sultan Aji Muhammad Alamsyah (Sultan Pasir I) 1703–1726
La Madukelleng
La Madukelleng (Sultan Pasir, Arung Matoa
Kerajaan Wajo, Bugis,)
1726–1736
Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Pasir II) 1738–1768
Aji Dipati bin Panembahan Adam Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III) 1768–1799
Aji Panji bin Ratu Agung Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV) 1799–1811
Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah Sultan Ibrahim Alamsyah 1811–1815
Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah Sultan Mahmud Han Alamsyah 1815–1843
Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah Sultan Adam Alamsyah 1843–1853
Aji Tenggara bin Aji Kimas Sultan Sepuh II Alamsyah 1853–1875
Aji Timur Balam Sultan Abdurahman Alamsyah 1875–1890
Sultan Muhammad Ali Alamsyah 1880–1897
Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman Sultan Sulaiman Alamsyah 1897–1898
Pangeran Ratu bin Sultan Adam Alamsyah Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah 1898–1900
Pangeran Mangku Jaya Kesuma Sultan Ibrahim Khaliluddin[23]
1900–1906
5. Semua kebijakan Sultan Ibrahim Chaliluddin tidak ditaati oleh rakyat, seperti pajak.
Melihat rakyat yang kurang koperatif, Sultan mulai putus asa. Apalagi mendengar
kebijakan baru yang dibuat oleh Belanda, yaitu diberlakukannya kerja rodi yang
Mewajibkan rakyat bekerja 20 hari pertahun yang secara langsung berpengaruh pada
perekonomian Kerajaan Pasir.
1. PANTI
Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong
diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang
memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini
bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus
tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti,
di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-
patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil.
2. BENDERA PERANG
6. Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin ditawan pihak
Belanda di Banjarmasin, sampai pada akhirnya pada tanggal 31 Juli
1918 keluarlah vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan
Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera), Pangeran
Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran Prawira ke Banyumas dan
Adjie Menyuh ke Bengkulen.
Perlawanan Bangsawan Pasir berakhir dengan tertangkapnya
para pemimpin pada akhir tahun 1916.
Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin ditawan pihak
Belanda di Banjarmasin, sampai pada akhirnya pada tanggal 31 Juli
1918 keluarlah vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan
Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera), Pangeran
Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran Prawira ke Banyumas dan
Adjie Menyuh ke Bengkulen.
Perlawanan Bangsawan Pasir berakhir dengan tertangkapnya
para pemimpin pada akhir tahun 1916.
7. PENDIRIAN:
Kerajaan Islam Banjar merupakan salah satu kerajaan
terbesar di Kalimantan. Hingga saat ini terdapat kontroversi
di kalangan ahli sejarah mengenai kapan islam masuk ke
Kalimantan Selatan. Paling tidak ada dua aliran besar tentang
ini: Pertama kalangan yang mengatakan bahwa islam masuk
sebelum pasukan demak tiba di Banjarmasin; kedua,
golongan yang mengatakan bahwa islam masuk ke
Kalimantan Selatan setelah Kerajaan Daha berhasil direbut
oleh Pangeran Samudera bersamaan dengan pasukan militer
Kerajaan Islam Demak.
9. 1. 1526 – 1545: Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama
yang memeluk Islam.
2. 1545-1570: Sultan Rahmatullah
3. 1570 - 1595 : Sultan Hidayatullah
4. 1595 - 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran
Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin
yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612.
5. 1620 - 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah.
6. 1637 - 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah.
7. 1642 - 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan
Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa.
8. 1660 - 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian
Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan
kekuasaan ke Banjarmasin.
9. 1663 - 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat
pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung.
10. 1679 - 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa.
11. 1700 - 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning.
12. 1734 - 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah.
13. 1759 - 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah.
14. 1761 - 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang
belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah.
15. 1801 - 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah.
16. 1825 - 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman.
17. 1857 - 1859 : Pangeran Tamjidillah.
18. 1859 - 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
19. 1862 - 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
10. Memiliki kekuatan yang cukup dari aspek
militer dan ekonomi untuk menghadapi
serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar
mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana,
Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai,
Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir,
Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan
Swarangan sebagai vazal dari kerajaan
Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.
11. Dalam kehidupan masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk
limas (lapisan). Lapisan paling atas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan
minoritas. Mereka adalah kaum bangsawan atau “bubuhan raja-raja”. Penghargaan
masyarakat terhadap golongan bangsawan ini sesuai dengan derajat kebangasawanannya.
Mereka, secara turun-temurun, menjadi golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta
mempunyai gelar-gelar seperti sultan, pangeran, ratu, gusti, andin, antung, dan nanang.
Golongan ini mempunyai hak memungut cukai dari hasil bumi, hasil pertanian, perikanan dan
lain-lain. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan kedua adalah pejabat kerajaan, ulama-ulama, mufti, dan penghulu. Golongan ini
langsung berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang yang mereka beli dari
masyarakat dan di bayar dengan uang. Mufti sebagai pejabat formal mengurus segala perkara
hukum pada tingkat tinggi. Sementara ulama-ulama menyampaikan ajaran agama islam.
(httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan ketiga merupakan golongan terbesar, yaitu rakyat biasa. Mereka itu adalah
golongan yang hidup dari bertani dan perdagangan kecil-kecilan, nelayan, kerajinan, industri, dan
pertukangan. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)
Golongan bawah adalah golongan pandeling. Golongan pandeling adalah mereka yang
kehilangan setengah kemerdekaan akibat hutang-hutang yang tak dapat mereka bayar.
Biasanya, merekalah yang menjalankan perdagangan dari golongan bangsawan atau
pedagang-pedangan kaya. Golongan ini berakhir pada abad ke-19, seiring dengan
dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda.
12. 1. GAMELAN
2. MAHIDIN
3. SENI UKIR
4. BALAMUT
Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun
1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan
Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang
Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing"
benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar.
Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai
perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk
mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah
bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya
13. PENDIRIAN:
Kesultanan Kotawaringin merupakan satu-satunya kesultanan yang
tercatat pernah berdiri di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut
fakta sejarah, sejarah berdirinya Kesultanan Kotawaringin tidak bisa
dilepaskan dari Kesultanan Banjar yang berlokasi di Kalimantan Selatan.
Salah satu fakta sejarah ditunjukan dalam buku Mengenal Kabupaten
Kotawaringin Barat karangan J.U. Lontaan dan G.M. Sanusi. Dalam buku
tersebut, Lontaan dan Sanusi menyatakan bahwa Kesultanan
Kotawaringin didirikan oleh Pangeran Anta Kasuma yang merupakan
salah satu keturunan dari Sultan Banjar, Sultan Musta’in Billah. Dari
fakta ini dapat disimpulkan bahwa sejak awal berdiri, Kesultanan
Kotawaringin telah menjadi bagian dari Kesultanan Banjar.
15. Masa keemasan Kesultaan Kotawaringin tak berlangsung lama. Bersamaan dengan situasi di mana
kesultanan mencapai titik tertinggi di bidang perekonomian, muncul kebijakan baru dari negara induk, yaitu
Kesultanan Banjar untuk menyerahkan Kesultanan Kotawaringin di bawah penguasaan Belanda.
Penyerahan Kesultanan Kotawaringin kepada Belanda merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh
Kesultanan Banjar semasa pemerintahan Sultan Tahmidillah II. Konsekuensi ini merupakan bagian dari
kompensasi yang diberikan kepada Belanda karena telah membantu dalam peperangan melawan
Pangeran Amir. Selain kompensasi berupa lada, emas, permata (intan), serta izin untuk mendirikan kantor
di Tabanio, Hulu sungai, Pulau Kaget, dan Tatas, dalam perjanjian pada tanggal 13 Agustus 1787,
Kesultanan Banjar juga menyerahkan sebagian wilayahnya yang meliputi daerah pantai Timur Kalimantan
ke barat, termasuk Pasir, Pulau Laut, Tabanio, Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kotawaringin dengan
lingkungan sekitar dan daerah taklukannya, serta sebagian dari Desa Tatas.
Pada masa pasca kemerdekaan, status Kesultanan Kotawaringin berubah dari kerajaan yang independen
menjadi salah satu bagian dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk swapraja
atau kawedanan. Secara resmi, daerah swapraja Kotawaringin masuk ke dalam wilayah Republik
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1950, meskipun sebenarnya Swapraja Kotawaringin telah dimasukan ke
Kabupaten Kotawaringin semenjak tanggal 27 Desember 1949 berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun
1948 Status ini kemudian berkembang menjadi bentuk Kabupaten
Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat. Daerah ini ditetapkan sebagai daerah otonom dengan Pangkalan
Bun sebagai ibukota kabupaten.
16. 1. Pangeran Adipati Anta Kasuma bergelar
Ratu Bagawan
2. Pangeran Mas Adipati
3. Panembahan Kota Waringin
4. Pangeran Prabu/ Panembahan Derut
5. Pangeran Adipati Muda
6. Pangeran Panghulu
7. Pangeran Ratu Bagawan
8. Pangeran Ratu Anom Kasuma Yudha
9. Pangeran Imanudin/ Pangeran Ratu Anom
10. Pangeran Akhmad Hermansyah
11. Pangeran Ratu Anom Alamsyah I
12. Pangeran Ratu Sukma Negara
13. Pangeran Ratu Sukma Alamsyah
14. Pangeran Kasuma Anom Alamsyah II
(meninggal pada tahun 1975)
15. Pangeran Muasyidin Syah (pengurus
harian)
16. Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah
(2010-sekarang)
17. Pada masa Pangerana Ratu Bengawan (1727-1761 M ) Kesultanan
kotawaringin mengalami masa keemasan, pada masa ini hasil pertanian dan
hasil bumi melimpah ruah dan di eksfor keluar daerah. Perdagangan hasil
kerajinan produksi Kotawaringin menjadi terkenal dan sangat laku di pasaran
regional. Krena kemajuan ekonomi ini rupanya juga memacu perkawinan
antar suku dan banyak pendatang baru yang menetap di Kotawaringin.
Peralihan penguasaan Kesultanan Kotawaringin ternyata berdampak
sangat besar. Pengalihan ini terutama berimbas pada sektor perekonomian
dan pemerintahan. Penguasaan (monopoli) perdagangan yang sebelumnya
dipegang oleh Kesultanan Kotawaringin, kini diambil alih oleh Belanda. Contoh
nyata dari pengambil-alihan perdagangan tersebut adalah berpindahnya
monopoli perdagangan garam yang
sebelumnya dipegang oleh Kesultanan Kotawaringin, kini beralih ke tangan
Belanda. Peralihan tesebut membuat pendapatan yang diterima Kesultanan
Kotawaringin menjadi berkurang.
18. a. Istana-istana dan bangunan yang indah seperti istana
Alnursari, mesjid Jami Kotawaringin dan Istana Kuning atau
Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana yang bersifat
terbuka.
b. Kelompok Musik Raja dan Pernaman Abdul Mulik Sejenis
Komedi Saudi Arabia
a. Istana-istana dan bangunan yang indah seperti istana
Alnursari, mesjid Jami Kotawaringin dan Istana Kuning atau
Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana yang bersifat
terbuka.
b. Kelompok Musik Raja dan Pernaman Abdul Mulik Sejenis
Komedi Saudi Arabia
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemunduran Kesultanan Kotawaringin.
Pertama, penguasaan atas Kesultanan Kotawaringin yang sebelumnya berada di
bawah kekuasaan Kesultanan Banjardiserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Kedua, perpecahan di pihak keluarga KesultananKotawaringin. Imbas dari
penyerahan kekuasaan tersebut, Pemerintah Hindia Belanda kemudianmelakukan
monopoli perdagangan (garam) sekaligus “memancing di air keruh” atas perselisihan
yangmenimbulkan konflik di pihak keluarga kesultanan. Inilah masalah klasik yang
melanda berbagai kerajaan di nusantara di akhir masa kekuasaan.
19. PENDIRIAN:
Pagatan baru disebut sekitar tahun 1750, dibangun oleh seoran hartawan
asal Tanah Bugis, tepatnya dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Puanna
Dekkè. Beliau mulanya berlayar menuju tanah Pasir (Kalimantan Timur).
Hatinya tak berkenan disana, sehingga berlayar lagi menyusuri Tanah
Bumbu. Akhirnya Beliau menemukan sungai yang termasuk dalam wilayah
kuasa Kesultanan Banjar. Selanjutnya Puanna Dekkè bertolak ke
Bandarmasih (Banjarmasin) untuk membuka pemukiman kepada Sultan
Banjar VII yaitu Panembahan Batu (1734).
21. Raja-raja Pagatan dan Kusan ;
1. La Pangèwa (1755-1800), Raja Pagatan I bergelar Kapitan Laut Pulo.
2. La Palèbi (1830-1838), Raja Pagatan II.
3. La Paliweng (Arung Abdul Rahim), 1838-1855, Raja Pagatan III.
Pangeran Djaja Soemitra anak dari Pangeran Nafis menjadi Raja Kusan IV
(1840-1850), pindah ke kampung Malino, menjadi Raja Pulau Laut I pada
tahun 1850 hingga 1861. Sejak tahun 1850 pemerintahan Kerajaan Kusan
digabung dengan Kerajaan Pagatan.
4.La Matunra (Arung Abdul Karim), 1855-1863, Raja Pagatan dan Kusan.
5. La Makkarau (1863-1871).
6. Abdul Jabbar (1871-1875).
7. Ratu Senggeng (Daeng Mangkau), 1875-1883.
8. H. Andi Tangkung (Petta Ratu), 1883-1893.
9. Andi Sallo (Arung Abdul Rahman), 1893-1908.
22. Daerah-daerah pesisir yang akan disinggahi para saudagar bugis, apabila
memiliki nilai ekonomi strategis maka kemudian akan dijadikan perkampungan yang
merupakan cikal balakal berkembangan peradabaan suku bugis diluar Sulawesi
Selatan. Hal tersebut dapat ditelusuri sebagai salah satu kajian sejarah suku Bugis
Pagatan yang ada di Wilayah Banua Orang Banjar Kalimantan Selatan. Keberadaan
suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan selanjutnya dapat menambah keunikan
peradaban didaerah ini yang menjadi khasana Budaya yang hermonis dengan
peradapan Budaya Orang Banua.
Keberadaan Kerajaan Pagatan di Banua orang Banjar dalam sejarah tidak
pernah dipersoalkan oleh Kesultanan Kerajaan Banjar, bahkan mendapat restu untuk
mengatur pemerintahan sendiri terhadap daerah yang telah dibangun oleh suklu
Bugis. Oleh karena itu berdirinya kerajaan pagatan hanya merupakan kerajaan kecil
yang berdaulat pada Kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan Islam
terbesar di wilayah Nusantara. Keberadaan kerajaan Pagatan justeru membantu
Kerajaan banjar dalam mempercepat pembangunan diwilayah pesisir dan
penyebaranan Agama Islam di Kalimantan Selatan.
23. PENDIRIAN:
Pengaruh Islam yang masuk ke Kerajaan Sambas Tua sebenarnya
datang dari Kesultanan Brunei Darussalam yang dipimpin Sultan Abdul Majid
Hasan 1402 – 1408 M). Sultan ini tidak memiliki anak sehingga ketika beliau
wafat pada tahun 1408 M, tahta kesultanan dilimpahkan kepada adik iparnya,
bernama Ong Sum Pin, seorang muallaf keturunan Cina. Ong Sum Pin adalah
suami dari Putri Ratna Dewi, adik kandung almarhum Sultan Abdul Majid
Hasan. Setelah dinobatkan menjadi sultan, Ong Sum Pin menyandang gelar
Sultan Ahmad (1408 – 1425 M)
25. Ketika berada di bawah pengaruh pemerintah kolonial Hindia
Belanda, Kesultanan Sambas tidak lagi leluasa mengatur
pemerintahannya sendiri. Penunjukan sultan dan putra
mahkota harus dengan izin resmi dari pemerintah kolonial.
Saat terjadi kekosongan pemerintahan, pemerintah kolonial
berhak membentuk dewan pemerintahan kesultanan
sementara bernama Bestuur Commisie yang terdiri dari
bangsawan tinggi Kesultanan Sambas dan wakil dari
pemerintah kolonial.
26. 01. Raden Janur (sekitar tahun 1364 M).
02. Tang Nunggal.
03. Ratu Sepudak (1550 M).
04. Pangeran Prabu Kencana bergelar Ratu Anom Kesuma Yuda.
05. Raden Bekut bergelar Panembahan Kota Balai.
06. Raden Mas Dungun.
Kesultanan (Islam) Sambas:
01. Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631 – 1668 M).
02. Sultan Muhammad Tajuddin (1668 – 1708 M).
03. Sultan Umar Akamuddin I (1708 – 1732 M)
04. Sultan Abubakar Kamaluddin I (1732 – 1762 M).
05. Sultan Umar Akamuddin II (1762 – 1786 M).
06. Sultan Achmad Tajuddin (1786 – 1793 M).
07. Sultan Abubakar Tajuddin I (1793 – 1815).
08. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I (1815 – 1828).
09. Sultan Usman Kamaluddin (1828 – 1831).
10. Sultan Umar Akamuddin III (1831 – 1845).
11. Sultan Abubakar Tajuddin II (1845 – 1855).
12. Sultan Umar Kamaluddin (1855 – 1866).
13. Sultan Muhammad Syafiudin II (1866 – 1922).
14. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II (1922 – 1926).
15. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931 – 1943) (Ratih, tt:65).
16. Pangeran Ratu Muhammad Taufik (1944 – 1984).
17. Pangeran Ratu Winata Kusuma (2000 – 2008).
18. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan (2008 – sekarang)
27. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara resmi
pada tahun 1949, Kesultanan Sambas bergabung dengan NKRI dan
menjadi daerah swapraja. Pada perkembangannya, wilayah yang
menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dijadikan sebagai ibu
kota Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Karena sudah
menjadi bagian dari wilayah negara Indonesia, jabatan sultan sebagai
pemimpin Kesultanan Sambas ditiadakan dan digantikan dengan jabatan
yang disebut Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas hingga sekarang.
Berhubungan dengan itu, maka perekonomian semakin membaik
sampai sekarang dibandingkan pada masa colonial.
28. 1) Kota Lama
2) Kota Bangun
3) Kota Bandir
4) Lubuk Madung memiliki cerita historis, selain
sebagai pusat pemerinahan kesultanan sambas yang
pertama, ubug madung juga merupakan tempat dimana
Raden sulaiman dinobatkan menjadi sultan dan bersama
keluargany dan pengikutnya menyebabkan agama islam.
5) Muara Ulakan menyimpan paling banyak
peninggalan dari kesultanan sambas
6) Tiang Bendera
7) Makam-makam Sultan-Sultan Sambas
8) Masjid jami kesultanan sambas
29. PENDIRIAN:
Sejarah berdirinya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura tidak bisa
dipisahkan dari berdirinya Kerajaan Kutai. Keberadaan Kerajaan Kutai dibuktikan dengan
ditemukannya tujuh prasasti (tiang batu bertulis) yang disebut yupa di Kalimantan Timur.
Ketujuh yupa tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan menggunakan huruf Pallawa
yang lazim dipakai pada abad ke-5 M atas titah seorang raja bernama Mulawarman. Jika
huruf yang dipakai dalam prasasti di Kerajaan Kutai dibandingkan dengan huruf Pallawa
yang berasal dari India, maka dapat diperkirakan bahwa Kerajaan Kutai berdiri pada abad
4-5 M.
Dua orang ulama dari Makassar datang ke Kerajaan Kutai Kartanegara pada masa
pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525 – 1600 M), yaitu Tuan Ri Bandang dan Tunggang
Pararang. Seperti dikisahkan dalam Salasilah Kutai, tujuan kedatangan kedua ulama
tersebut adalah menyebarkan agama Islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota untuk
memeluk Islam. Pada awalnya, ajakan kedua ulama ini ditolak oleh Aji Raja Mahkota
dengan alasan agama negara di Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.
32. 1. Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300 - 1320 M)
2. Aji Batara Agung Paduka Nira (1320 - 1370 M)
3. Aji Maharaja Sultan (1370 – 1420 M)
4. Aji Mandarsyah (1420 – 1475 M)
5. Aji Pangeran Tumenggung Baya-Baya (1475 – 1525 M)
6. Aji Raja Mahkota (1525 – 1600 M)
7. Aji Dilanggar (1600 – 1605 M)
8. Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605 – 1635 M)
9. Aji Pangeran Agung ing Martadipura (1635 – 1650 M)
10. Aji Pangeran Dipati Majakesuma ing Martadipura (1650 – 1686 M)
11. Aji Bagi Gelar Ratu Agung (1686 – 1700 M)
12. Pangeran Jembangan (1700 – 1730 M)
13. Aji Pangeran Dipati Anom Mendapa ing Martadipura atau Aji Yang
Begawan (1730 – 1732 M)
14. Aji Sultan Muhammad Idris (1732 – 1739 M)
15. Aji Marhum Muhammad Muslihudin (1739 – 1782 M)
16. Aji Sultan Muhammad Salehudin (1782 – 1845 M)
17. Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1845 – 1899 M)
18. Aji Sultan Muhammad Alimudin (1899 – 1910 M)
19. Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920 – 1960 M) 20. Sultan H. Aji
Muhammad Salehuddin II (2001 – sekarang)
33. MAJU DAN TERORGANISIR KARNA MEMILIKI SISTEM PEMERINAHAN YANG SIGNIFIKAN.
1. KETOPONG SULTAN
KUTAI
2. KALUNG CIWA
3. KALUNG UNCAL
4. KURA KURA MAS
5. TALI JUWITA
6. KERING BUKIT KANG
7. KELAMBU KUNING
34. Penghidupan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara
Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais berniat untuk
menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dikembalikannya
Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah,
namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai
sebagaikerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai
Kartanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur dalam upaya
menarik minat wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putera Mahkota
Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI
Abdurrahman Wahid di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud di atas. Presiden
Wahid menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada
keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe.
Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji
Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara
dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P. Praboe sebagai
Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.
36. Sebelum bergabung menjadi Kerajaan Berau, di wilayah
sekitar Sungai Berau sudah terdapat beberapa pemerintahan
kecil yang disebut banua atau kampung. Masing-masing dari
pemerintahan kecil di Berau sebenarnya sudah memiliki
kelengkapan untuk menjadi sebuah negara atau kerajaan.
Mereka mempunyai pemimpin, rakyat, wilayah kekuasaan,
dan pengakuan dari luar wilayah mereka. Setiap banua
dipimpin oleh seorang kepala adat atau kepala suku sebagai
pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin adat dan
pemimpin agama.
37. 1. Aji Raden Soerja Nata Kasoema dan Aji
2. Poetari Paramaisoeri (1400-1432).
3. Aji Nikullam (1432-1461).
4. Aji Nikutak (1461-1492).
5. Aji Nigindang (1492-1530).
6. Aji Panjang Ruma (1530-1557).
7. Aji Temanggung Barani (1557-1589).
8. Aji Surya Raja (1589-1623).
9. Aji Surga Balindung (1623-1644).
10. Aji Dilayas (1644-1673).
11. Aji Pangeran Tua (1673-1700).
12. Aji Pangeran Dipati (1700-1731).
13. Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767).
14. Sultan Amiril Mukminin (1767-1779).
15. Sultan Muhammad Zaenal Abidin (1779-1800)
38. SIS.EKONOMI: bertani, mencari ikan dan mencari hasil hutan, seperti
damar, gaharu, rotan dan lain-lain. Sektor perdagangan telah berjalan.
SIS.SOSIAL: Kerajaan cukup baik dan makmur dan keamana terjaga
Suku-suku Berau : Didaerah Berau dikenal 5 sub suku Dayak yaitu : Segayi,
Punan, Kenyah, Labbu dan Basap, yang hampir semuanya memilih tinggal
di pedalaman, di ulu-ulu sungai Segah dan Kelay.
39. Bibit perpecahan dalam lingkungan keluarga kerajaan sejatinya sudah dimulai
setelah era kekuasaan Aji Dilayas, raja Berau ke-9. Ketika itu, sang Raja yang beristri
banyak memiliki banyak keturunan. Kemudian dua di antaranya sama kuat sebagai
kandidat pengganti raja, yakni Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Dalam memutuskan
siapa yang berhak mengantikan ayah mereka, terjadi sejumlah perdebatan besar di
kalangan keluarga kerajaan. Khawatir konflik akan semakin membesar, diambillah
keputusan bersama, bahwa Kerajaan Berau akan dipimpin secara bergantian oleh
keduanya dan oleh keturunan keduanya. Sebagai putra sulung, Pangeran Tua mendapat
kesempatan memerintah sejak 1673 hingga 1700. Sementara adiknya, Pangeran Dipati
memerintah sejak 1700 hingga 1731.
Kondisi ini terus berlangsung hingga akhirnya perseteruan yang terjadi di
antara dua dinasti tidak bisa lagi damaikan. Pada 1800, Kerajaan Berau dibagi untuk dua
keturunan. Keturunan Aji Pangeran Dipati, dengan pewaris tahta Sultan Gazi Mahyudi
memperoleh wilayah di sebelah utara Sungai Berau serta wilayah kiri dan kanan Sungai
Segah.
40. Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah
kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi
dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan
Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja
Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal
dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9,
yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu
bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati.
Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara
keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya
perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja
Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau
generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma.
Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan
ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian
menjadi kerajaan Sambaliung).
Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah
kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi
dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan
Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja
Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal
dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9,
yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu
bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati.
Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara
keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya
perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja
Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau
generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma.
Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan
ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian
menjadi kerajaan Sambaliung).
41. Raja/sultan yang memerintah
•Raja Alam (1830-1836)
•Bungkoh (1837-1839)
•Muhammad Jalaluddin bin Alam ( 1849)
•Muhammad Hasyik Syarifuddin bin Alam (1849 - 1869)
•Muhammad Adil Jalaluddin bin Muhammad Jalaluddin (1869 -
1881)
•Abdullah Muhammad Khalifatullah Bayanuddin bin Muhammad
Jalaluddin (1881 )
•Datuk Ranik ( 1921)
•Muhammad Aminuddin (Datuk Ranik) (1921 )
42. Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil
pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi
dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar
tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah
kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan
Timur.
Sultan Gunung Tabur
Sultan-sultan Gunung Tabur diantaranya adalah sebagai berikut:
1. 1820 - 1834 - Zainul Abidin II bin Badruddin
2. 1834 - 1850 - Ayi Kuning II bin Zainul Abidin
3. 1850 - 1876 - Amiruddin Maharaja Dendah
4. 1876 - 1882 - Hasanuddin II Maharaja Dendah II bin Amiruddin
5. 1882 - ... - Sultan Siranuddin
6. ... - 1921 - Maulana Ahmad (bupati)
7. 1921 - ... - Muhammad Khalifatullah Jalaluddin
43. Pendirian
Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra
ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari
Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan
membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil,
dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai
tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman
dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan
ditandai dengan berdirinyaMasjid Jami Pontianak (kini bernama Masjid
Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang sekarang terletak
diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.
Pendirian
Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra
ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari
Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan
membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil,
dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai
tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman
dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan
ditandai dengan berdirinyaMasjid Jami Pontianak (kini bernama Masjid
Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang sekarang terletak
diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.
44.
45. Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun
1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat
delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada
tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan
juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943-
1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan
kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-
pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943
terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang
dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berabagai golongan. Mereka
bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah kolonial Jepang dan
mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap 18
menterinya.
Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun
1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat
delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada
tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan
juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943-
1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan
kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-
pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943
terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang
dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berabagai golongan. Mereka
bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah kolonial Jepang dan
mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap 18
menterinya.
46. No Sultan Masa pemerintahan
1
Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin Habib
Husein Alkadrie
1 September 1778 – 28
Februari 1808
2
Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif
Abdurrahman Alkadrie
28 Februari 1808 – 25
Februari 1819
3
Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif
Abdurrahman Alkadrie
25 Februari 1819 – 12 April
1855
4
Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif
Usman Alkadrie
12 April 1855 – 22 Agustus
1872
5
Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid
Alkadrie
22 Agustus 1872 – 15 Maret
1895
6
Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif
Yusuf Alkadrie
15 Maret 1895 – 24 Juni 1944
* Interregnum
24 Juni 1944 – 29 Oktober
1945
7
Mayjen KNIL Sultan Hamid II (Sultan Syarif Hamid
Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie)
29 Oktober 1945 – 30 Maret
1978
* Interregnum
30 Maret 1978 – 15 Januari
2004
8
Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin Syarif Mahmud
Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie[4]
15 Januari 2004 – Sekarang
47. Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta
kerajaan-kerajaan lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan
Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur pelayaran dan
perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal nusantara dan asing yang datang
ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang dagang. Di antara
jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet,
tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya.
Masyarakat Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas
kesukuan, agama, dan ras. Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama,
komunitas suku Dayak yang tinggal di daerah pedalaman. Komunitas ini dikenal
tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural. Kedua,
komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai penganut Islam terbesar
di daerah ini yang lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa.
Ketiga, imigran Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang dikenal sebagai satu
kesatuan sosio-ekonomi.
48. 1. Tradisi Saprahan (Makan Dalam Kebersamaan)
Kata Saprahan sudah asing terdengar di telinga masyarakat Kalbar, padahal kata ini
adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk di dalam
satu barisan, saling berhadapan dalam duduk satu kebersamaan. Masa kini tradisi
tersebut telah berganti menjadi sebuah trend baru prasmanan, dimana sulit untuk
mempertemukan sekelompok orang atau masyarakat dalam satu majelis, saling
berbagi rasa tanpa syak swangka, saling berhadapan sembari menikmati hidangan
makanan di hadapannya.
2. Pantun
3. Mantra
4. Syair
5. Jepin Lembut
Dijadikan media dakwah dalam
penyebaran islam.
49. Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, atas prakarsa Sultan Hamid II,
Kesultanan Pontianak dan kesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat bergabung
dengan Republik Indonesia Serikat. Pada masa itu Sultan Hamid II menjabat sebagai Presiden Negara
Kalimantan Barat (Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat) pada 1947-1950. Sultan Hamid II adalah
perancang Lambang Negara Indonesia. Selain sebagai Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal
(Bijeenkomst voor Federaal Overleg / BFO) pada tahun 1949, ia juga menjadi Menteri Negara Zonder
Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat
Pada 28 Oktober 1946, Pemerintah Sipil Hindia Belanda sebagai Dewan Borneo Barat membentuk
Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan mendapat kedudukan sebagai Daerah Istimewa pada 12
Mei 1947. Daerah Istimewa Kalimantan Barat meliputi monarki-monarki (swapraja) di Kalimantan
Barat, termasuk Kesultanan Pontianak. Saat itu Sultan Hamid II ditujuk sebagai Kepala Daerah Istimewa
Kalimantan Barat. Sebelum 5 April 1950, Daerah Istimewa Kalimantan Barat bergabung dengan Negara
Republik Indonesia (RIS). Daerahnya kemudian menjadi bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan.
Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat pada 17 Agustus 1950, wilayah Kesultanan Pontianak
menjadi bagian Provinsi Kalimantan Barat.
Setelah Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978, terjadi kekosongan jabatan sultan di keluarga
Kesultanan Paontianak. Kekosongan jabatan itu bahkan berlangsung selama 25 tahun. Namun pada 15
Januari 2004, pihak bangsawan Istana Kadriyah mengangkat Syarif Abubakar Alkadrie sebagai Sultan
Pontianak. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 29 Januari 2001 seorang bangsawan senior, Syarifah
Khadijah Alkadrie, mengukuhkan Kerabat Muda Istana Kadriah Kesultanan Pontianak. Kerabat Muda ini
bertujuan menjaga segala tradisi dan nilai budaya Melayu Pontianak, termasuk menghidupkan dan
melestarikannya.
50. PENDIRIAN:
Kerajaan Tidung terletak di wilayah sebelah utara Kalimantan Timur. Kerajaan
ini memerintah suku Tidung yang banyak bermukim di wilayah Kalimantan
Timur dan Malaysia (Sabah) Terdapat dua fase untuk menggambarkan sejarah
dari Kerajaan Tidung, yaitu fase Kerajaan Tidung Kuno dan Kerajaan Tidung
(Kerajaan Tarakan). Kerajaan Tidung Kuno merupakan cikal bakal dari berdirinya
Kerajaan Tidung. Pusat pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno berpindah-pindah
antara tahun 1076 – 1557 M. Akan tetapi sejak pusat
pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno menetap di Tarakan pada tahun 1557 M,
mulai saat itulah Kerajaan Tidung Kuno dikenal dengan nama Kerajaan Tidung
atau Kerajaan Tarakan.
52. Sistem pemerintahan di Kerajaan Tidung dibagi menjadi dua, pertama ketika
masih bernama Kerajaan Tidung Kuno dan kedua ketika telah bersulih nama
menjadi Kerajaan Tidung. Ketika masih dinamakan sebagai Kerajaan Tidung
Kuno, kerajaan ini telah membuat suatu sistem pemerintahan dengan
menempatkan seorang raja sebagai pemimpin tertinggi. Sehubungan dengan
beberapa kali perpindahan yang dilakukan oleh Kerajaan Tidung Kuno, maka
pusat pemerintahan dibuat dengan konsep wilayah yang kecil atau lazim
disebut kampung. Dari kampung inilah, raja di Kerajaan Tidung Kuno
mengontrol wilayah kekuasaan yang tersebar di sekitar Tarakan, Provinsi
Kalimantan Timur
53. 1. Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571)
2. Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613)
3. Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650)
4. Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695)
5. Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731)
6. Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765)
6. Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765)
7. Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782)
8. Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817)
9. Amiril Tadjoeddin (1817-1844)
10. Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867)
11. Datoe Maoelana Amir Bahar (1867-1896)
12. Datoe Adil (1896-1916)
54. SOSIAL:
Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman
kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat
sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku
Tidung yang ada di Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat)
kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu :
A. Dialek bahas Tidung Malinau
B. Dialek bahasa Tidung Sembakung.
C. Dialek bahas Tidung Sesayap.
D. Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung
Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
EKONOMI: Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah
sebagai Nelayan, di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan.
Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu
di kawasan Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni:
Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari
kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu,
Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
55. Pesta Iraw Tengkayu adalah suatu bagian dari unsur kebudayaan
Indonesia yang lahir dan berkembang pada masyarakat tidung
sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Tradisi ini untuk memperlihatkan sesuatu tindakan rasa syukur
masyarakat yang diberikan melalui aktifitas mereka sebagai
nelayan sehingga pesta ini dikonotasikan sebagai pesta laut.
56. PENDIRIAN:
Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya
adalah sebagai Nelayan, di samping itu juga bertani dan
memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi
tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu di kawasan
Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan,
yakni: Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku
Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau
Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan
berkedudukan di Tanjung Palas.
58. Masa Pemerintahan Yang Dipimpin Oleh Seorang
Kesatria/Wira
1. Datuk Mencang (Seorang bangsawan dari Brunei), beristrikan
Asung Luwan(1555-1594)
2. Singa Laut, Menantu dari Datuk Mencang (1594-1618)
3. Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640)
4. Wira Keranda, Putera Wira Kelana (1640-1695)
5. Wira Digendung, putra Wira Keranda (1695-1731)
6. Wira Amir, Putera Wira Digendung Gelar Sultan Amiril
Mukminin (1731-1777)
59. SULTAN
1. Aji Muhammad/Sultan Alimuddin bin Muhammad Zainul
Abidin/Sultan Amiril Mukminin/Wira Amir (1777-1817)
2. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin
Sultan Alimuddin (jabatan ke-1) (1817-1861)
3. Muhammad Jalaluddin bin Muhammad Alimuddin (1861-1866)
4. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin
Sultan Alimuddin (jabatan ke-2) (1866-1873)
5. Muhammad Khalifatul Adil bin Maoelanna (1873-1875)
6. Muhammad Kahharuddin II bin Maharaja Lela (1875-1889)
7. Sultan Azimuddin bin Sultan Amiril Kaharuddin (1889-1899).
8. Pengian Kesuma (1899-1901). Ia adalah istri Sultan Azimuddin.
Sultan Kasimuddin
9. Datu Mansyur (1925-1930), Pemangku jabatan sultan
10. Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-1931) menikah dengan
Tengku Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul
Jalil Rakhmat Shah (Sultan Langkat)
11.Maulana Muhammad Jalaluddin (1931-1958)
12. Maulana Al-Mamun Ibni Muhammad Maulana Djalaludin
(2013)
60. Sikap terbuka dan kecintaan keluarga sultan kepada rakyatnya
dibuktikan dengan menentang pemerintah kolonial lewat sistim pendidikan.
“Untuk menyaingi agitasi Belanda lewat pendidikan, sultan membuka pesantren
yang menerapkan pendidikan Islami lewat Pesantren Al-Chairat, jauh sebelum
bergabungnya Bulungan dengan pemerintah RI,” tambah Jalil.
Tatakrama kesultanan tetap berlangsung, kendati waktu itu, Bulungan
sudah menyatukan diri dengan pemerintah RI dan etika ketatanegaraan sudah
berubah ke pemerintahan republik parlementer. Hingga pecah tragedi Juli 1964,
belum ditemukan catatan, keluarga kesultanan berpolitik praktis.”Setahu saya
keluarga kesultanan tidak ada yang terlibat partai politik,”
61. 1. Sikat gigi paling mahal di
Bulungan.
2. Delphin Filter.
3. Meja yang berkilau dari Bulungan.
4. Piring termahal dari Bulungan.
5. Sengkok dan jas
59 tahun yang silam, 17 agustus 1949 tepat didepan istana kesultanan bulungan,
Sultan Muhammad Djalaluddin mengibarkan sangsaka merah putih sebagai tanda
penyerahan kekuasaan dimana kesultanan bulungan kepada republik indonesia,
sejak itu konstitusi kerajaan yang semula berwatak monarky bergeser ke watak
republik yang yang lebih demokratis. sejak hari berakhir pulalah kesultanan
bulungan yang berdiri 218 tahun itu.