1. Dosen Pengampuh:
Andi Rahmawan Rahim, SE., M.Si
KEMISKINAN DAN TIPOLOGI KAUM DHUAFA
OLEH:
KELOMPOK VII (TUJUH)
AKUNTANSI B 2019
MARLIANI (C0219339)
MASRUDAH (C0219340)
NUR ASIA (CO219352)
ASNANDIWATI USMAN (C0219520)
MIA SUGIANTY (C0219341)
MUH RISKI S (C0219342)
SAMSI (C0219374)
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2021
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kai berhasil menyelesaikan
makalah ini dan Alhamdulillah tepat pada waktunya
Adapun judu pada tugas makalh ini adalah “Kemiskinan dan Tipologi
Kaum Dhuafa” tugas makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Pembangunan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya
dalam menyusun makalah ini yakni;
1. Bapak Dr.Ir.H.Akhsan Djalaluddin,MS selaku rector universitas Sulawesi
barat
2. H. Mujirim M. Yamin,SE,MS selaku dekan fakultas ekonomi
3. Ibu Dahlia, S,pd M,ak selaku ketua prodi akuntansi
4. Bapak selaku dosen pengampuh mata kuliah ekonomi pembangunan
5. Kepada seluruh pengajar/dosen universitas Sulawesi barat
6. Kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moral
dan materi, semoga jeripayahnya mendapatkan rahmat tuhan yang maha
esa.
7. Kepada teman-teman yang telah memberikan motivasi selama dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari, penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurnah, serta
masih banyak kekurangan. Penyusun mohon kritik dan saran dari rekan-rekan
semua kearah kesempurnaan makalah ini. dan saya berharap, makalh ini bisa
bermanfaat bagi penyusun sendiri dan semua pihak yang memerlukan.
Majene, 7 Juni 2021
Penulis
3. ii
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................. 3
A. Pengertian Kemiskinan ........................................................ 3
B. Strategi pengentasan Kemiskinan ........................................ 4
C. Pengertian Kaum Dhuafa..................................................... 4
D. Tipoloi Kaum Dhuafa .......................................................... 4
E. Pemberdayaan Kaum Dhuafa............................................... 5
BAB III PENUTUP ......................................................................... 6
A. Kesimpulan ......................................................................... 6
B. Saran..................................................................................... 7
Daftar Pustaka.................................................................................. 8
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengukur tingkat kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs). Dengan
pendekatan irti, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan xbukan makanan
(sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan) yang diukur dari sisi
pengeluaran.
kaum dhuafa senantiasa terkait dengan kemiskinan, karena pada umumnya
kaum dhuafa dikaitkan dengan lemahnya kemampuan dalam mencukupi
kebutuhan dasar hidup. Berdasarkan data BPS (2010), jumlah penduduk
miskin di Indonesia mencapai angka 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari
jumlah penduduk Indonesia. Untuk mengurangi angka kemiskinan ini,
pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang terus meningkat. Jika
pada tahun 2004 dialokasikan anggaran Rp 18 triliun, maka pada tahun
2009 angka ini meningkat menjadi Rp 66,2 triliun. Pada tahun 2010 dana
pengentasan kemiskinan mencapai Rp 80,1 triliun dan direncanakan tahun
ini Rp 86,1 trilliun. Namun, besarnya anggaran ini dianggap belum
sebanding dengan pengurangan penduduk miskin.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini:
1. Pengertian Kemiskinan?
2. Bagaimana cara mengentaskan kemiskinan?
3. Pengertian Kaum Duafa?
4. Tipologi Kaum Duafa?
5. Bagaimana pemberdayaan kaum dhuafa?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makaalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian kemiskinan
2. Untuk mengetahui cara mengentaskan kemiskinan
5. 2
3. Untuk mengetahui pengertian kaum dhuafa
4. Untuk mengetahui tipologi kaum dhuafa
5. Untuk mengetahui pemberdayaan kaum dhuafa
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebapkan oleh kelangkaaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan.
Dalam mengukur tingkat kemiskinan, Badan Pusat Statistik
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs). Dengan pendekatan irti, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan (sandang, perumahan, pendidikan dan
kesehatan) yang diukur dari sisi pengeluaran.
Sementara Chambers (1983) menyatakan kemiskinan merupakan
suatu kompleksitas dari hubungan sebab akibat yang saling berkaitan
antara ketidakberdayaan (powerless), kerapuhan (vulnerability),
kelemahan fisik (physical weakness), kemiskinan (poverty) dan
keterasingan (isolation) baiksecara geografis maupun sosiologis. Oleh
karena itu, upaya pengurangan angka kemiskinan pada dasarnya bukan
hanya persoalan teknis semata tentang bagaimana memenuhi kebutuhan
fisik dan atau kalori masyarakat secara berkesinambungan, namun lebih
pada usaha untuk memberikan "energi" yang lebih besar kepada
masyarakat melalui proses pemberdayaan (empowerment). Masyarakat
miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya, baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari
lingkungannya.
Menurut Soerjono Soekanto menyatakan kemiskinan diartikan
sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut.
7. 4
Menurut Bappenas, Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan
karena keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang denan kekuatan
yang dimilikinya.
B. Strategi pengentasan kemiskinan
Langkah pertama yang diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan
adalah proses identifikasi penyebab kemiskinan, sehingga dapat diketahui
tipologi masyarakat yang akan diberdayakan. Langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan program pemberdayaan yang disesuaikan dengan tipologi
masing-masing.
C. Pengertian Kaum Dhuafa
Kaum Dhuafa adalah orang-orang yang lemah secara ekonomi dan
hidup dalam ketidakberdayaan, kemiskinan, dan ketidakmampuan. Orang-
orang yang termasuk kaum ini meliputi anak yatim, piatu, fakir miskin,
janda, orang cacat, budak hingga orang yang diterlantarkan. Mereka ini
semua memiliki kondisi ekonomi, fisik, atau mental yan lemah. Golongan
inilah yan sepantasnya mendapatkan dari orang yang mampu.
D. Tipologi Kaum Dhuafa
Berdasarkan kemampuan berusaha yang dimiliki di satu sisi, dan
adanya kemauan untuk tidak lagi menjadi orang miskin pada sisi lain, ada
empat yang dapat dibangun tipologi kaum dhuafa yaitu:
1. Tipe I adalah mereka yang relatif memiliki kemampuan berusaha
sekaligus kemauan untuk tidak menjadi orang miskin. Namun
dikarenakan berbagai faktor, mereka masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Mereka adalah para pengusaha mikro atau petani
gurem yang memiliki onuet kecil dan menghadapi kendala internal
dan eksternal.
2. Tipe II adalah mereka yang sebenarnya relatif memiliki
kemampuan berusaha, tapi kurang memiliki kemauan. Mereka ini
adalah orang yang bermental pengemis, yang senantiasa
mengharapkan dan bahkan bergantung pada bantuan pihak lain.
3. Tipe IQ adalah mereka yang mau berusaha tapi kurang memiliki
kemampuan. Tipe ini adalah orang yang kebingungan bagaimana
keluar dari kemiskinan karena ketiadaan sumberdaya yang
dibutuhkan.
4. Tipe IV adalah mereka yang tidak memiliki kedua-duanya.
Kelompok ini adalah fatalis yang rnengaggap bahwa kemiskinan
adalah takdir yang tidak bisa diubah. Masing-masing tipe ini
membutuhkan pendekatan berbeda-beda.
8. 5
E. Pemberdayaan Kaum Dhuafa
Pemberdayaan dhuafa Tipe I dibutuhkan untuk dapat
mengembangkan usahanya, sehingga mereka dapat keluar dari garis
kemiskinan. Penguatan social capital melalui pengembangan kerjasama
sinergis dalam kelompok usaha bersama berbasis komunitas (seperti
wilayah pemukiman, jamaah masjid, majelis talim) sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan proses pembelajaran bersama (mutual learning) dan
sekaligus memperkuat posisi tawar (bargaining position) usaha mereka.
Dengan berkembangnya kebersamaan (cooperativeness atau amal jamai)
ini, diharapkan mereka dapat keluar dari garis kemiskinan secara
berkelanjutan (sustainable).
Sementara mereka yang termasuk Tipe II, Tipe IQ dan Tipe IV
disentuh dengan program pemberdayaan sesuai tipologi masing-masing.
Program pemberdayaan spesifik yang bertujuan dalam jangka pendek
mengarahkan mereka menjadi Tipe I dan selanjutnya dikembangkan agar
dapat keluar dari garis kemiskinan.
Namun demikian, pemberdayaan dhuafa Tipe I perlu mendapat
prioritas, karena Tipe I ini dapat menjadi leverage factor yang signifikan
dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Dengan
berkembangnya usaha mikro mereka, diharapkan akan menjadi faktor
pemicu berkembangnya sektor riil di tingkat akar rumput, yang akan
memberikan efek ganda (multiplier effects) pada peningkatan lapangan
kerja dan berkembangnya jenis usaha-usaha baru yang mungkin
dikembangkan oleh para dhuafa Tipe lainnya.
Data Kementerian Negara Koperasi dan UKM menunjukan bahwa
pada tahun 2009 terdapat 52,76 juta UMKM di Indonesia. Temyata 99,88
persen dari jumlah tersebut (52,17 juta) terkategori usaha mikro, yaitu
usaha yang memiliki omset lebih kecil dari Rp 300 juta setahun. Sisanya
sekitar 546 ribu terkategori sebagai usaha kecil dan 41 ribu sebagai usaha
menengah. Artinya pengembangan UMKM di Indonesia seharusnya
sejalan dengan program pemberdayaan dhuafa Tipe I yang dibahas di atas.
Suatu hal yang sangat penting untuk ditekankan dalam proses
pemberdayaan kaum dhuafa Tipe I ini adalah bagaimana mengembangkan
usaha mikro yang senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Hal
ini terkait dengan pembangunan akhlak pengusaha yang positif, seperti
kejujuran, keadilan, tidak ada penzaliman terhadap orang lain (baik
konsumen, pemasok, dan pekerja) serta memperhatikan kelestarian
lingkungan. Sejak dini mereka perlu dibimbing bahwa berusaha dengan
prinsip syariah akan lebih menjamin keberlangsungan dan kesuksesan
usaha mereka.
9. 6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebapkan oleh kelangkaaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan.
Kaum Dhuafa adalah orang-orang yang lemah secara ekonomi dan
hidup dalam ketidakberdayaan, kemiskinan, dan ketidakmampuan. Orang-
orang yang termasuk kaum ini meliputi anak yatim, piatu, fakir miskin,
janda, orang cacat, budak hingga orang yang diterlantarkan. Mereka ini
semua memiliki kondisi ekonomi, fisik, atau mental yan lemah. Golongan
inilah yan sepantasnya mendapatkan dari orang yang mampu.
Ada empat tipologi kaum dhuafa yaitu: (1)Tipe I adalah mereka
yang relatif memiliki kemampuan berusaha sekaligus kemauan untuk tidak
menjadi orang miskin. Namun dikarenakan berbagai faktor, mereka masih
hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka adalah para pengusaha mikro
atau petani gurem yang memiliki onuet kecil dan menghadapi kendala
internal dan eksternal.(2)Tipe II adalah mereka yang sebenarnya relatif
memiliki kemampuan berusaha, tapi kurang memiliki kemauan. Mereka
ini adalah orang yang bermental pengemis, yang senantiasa mengharapkan
dan bahkan bergantung pada bantuan pihak lain.(3)Tipe IQ adalah mereka
yang mau berusaha tapi kurang memiliki kemampuan. Tipe ini adalah
orang yang kebingungan bagaimana keluar dari kemiskinan karena
ketiadaan sumberdaya yang dibutuhkan.(4)Tipe IV adalah mereka yang
tidak memiliki kedua-duanya. Kelompok ini adalah fatalis yang
rnengaggap bahwa kemiskinan adalah takdir yang tidak bisa diubah.
Masing-masing tipe ini membutuhkan pendekatan berbeda-beda.
10. 7
B. Saran
Berdasarkan pada pembahasan didalam makalah ini, maka penulis dapat
menyampaikan beberapa saran, yaitu:
1. Kepada pihak Universitas Sulawesi Barat agar memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa tentang bagaimana seharusnya
menyikapi anka kemiskinan saat ini, sehingga nantinya mahasiswa
dapat ikut serta dalam pemberantasan kemiskinan di neara kita.
2. Hendaknya mahasiswa lebih giat mempelajari tentang ilmu bisnis
dan ekonimi agar nantinya mampu menyediakan dan memberikan
peluang usaha kepada mereka yang kuran mampu agar kemiskinan
dapat dikurangi.