SlideShare a Scribd company logo
Oleh:
Kelompok 1
 RAHMAT ANDI SAPUTRO (04)
 FEBRINA RISQY DAMAYANTI (11)
 SITI NUR CHOLIFAH (12)
 MAYDA DAHARIJJA (17)
 BAGUS EKO WIDIANTO (24)
 FIKA PUJI NARIANTI (27)
 DIMAS MAULA ULYA (32)
 FAHRUDIN ARIF R. (34)
 INDAH SETYANINGSIH (41)
 NI PUTU YUNI WULANDARI (43)
 Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis
dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan
otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk
kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
 Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri
adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang
jaringan-jaringannya sendiri.
 Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang
paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan
mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan
ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol
gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga
dapat terserang.
 Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali
dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka.
 Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut
neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular
(Howard, 2008; Newton, 2008).
 Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian
akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang
diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf.
 Membran presinaptik (membran saraf), membran post
sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan
bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction
LANJUTAN..
 Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-
kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk
ke dalam celah sinaps.
 Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka
akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam
terminal.
 Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh
tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan
bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya
ke dalam celah sinaps.
 Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan
berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada
membran post sinaptik
 Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi
yang merintangi, merubah bahkan merusak
penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini
menghalangi terjadinya kerja otot.
 Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh
sendiri.
 Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam
golongan penyakit autoimun.
LANJUTAN....
 Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80% penurunan
pada angka reseptor asetilkolin.
 Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada
orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi
melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular.
 Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat
dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi.
 Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat
menggerakkan reseptor pada persimpangan
neuromuskular.
LANJUTAN..
 Pada pasein dengan Myasthenia Gravis, kelenjar
thymus tidak normal. Ini mengandung beberapa
kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid
hyperplasia.
 Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis
menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar
thymus.
 Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi
berbahaya.
 Kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi
yang salah mengenai produksi antibodi reseptor
asetilkolin sehingga menyerang transmisi
neuromuskular.
 Miastenia Gravis menyerang semua usia, paling banyak
ditemukan pada usia 20-40 tahun.
 Penyakit ini menyerang pria dan wanita secara
seimbang. Sedangkan bayi yang dilahirkan oleh ibu
Miastenia gravis akan memiliki Miastenia transient
dengan persentase 20%.
 Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan
sistem kekebalan dan gangguan tiroid. Sekitar 15% dari
penderita Miastenia Gravis mengalami thymoma (tumor
yang dibentuk oleh jaringan kelenjar timus).
PATOFISIOLOGI
 Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi
otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan
aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial
menuju ke perifer.
 Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan
antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps
neuromuskular atau hubungan neuromuscular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps
kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga
komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps,
dan celah sinaps yang berukuran lebar 200Å.
LANJUTAN....
 Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan
vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmitter.
 Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson
terminal (bouton).
 Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi
selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur
atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol
masuk ke dalamnya.
LANJUTAN....
 Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor
asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan
potensial aksi otot.
 Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim
yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu
asetilkolinesterase.
 Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara
membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut
terisi semacam zat gelatin, dan melalui gelatin ini
cairan ekstrasel dapat berdifusi.
LANJUTAN....
 Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka
membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi
sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
 Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung
dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
 Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadap natrium maupun kalium pada membran
postsinaps.
 Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-
tiba menyebabkan depolarisasi lempengakhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP).
LANJUTAN...
 Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial
aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan
dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.
 Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot.
 Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular
terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetil
kolinesterase.
 Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin
dikarenakan cedera autoimun.
MANIFESTASI KLINIS
 Penderita menunjukkan karakteristik khas, yaitu
kelemahan pada otot skeletal yang memburuk
ketika digerakkan dan membaik ketika
beristirahat.
 Pada tahap awal, otot-otot mudah terkena
kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain.
Kemudian, gejala ini semakin parah dan dapat
menyebabkan kelumpuhan.
LANJUTAN
 Biasanya, otot terasa kuat pada pagi hari dan
melemah sepanjang hari, terutama setelah
latihan atau pengulangan gerakan.
 Gejala yang terjadi bergantung pada otot yang
diserang. Gejala ini akan semakin parah pada
masa haid dan setelah stres emosional, terlalu
lama terkena sinar matahari atau udara dingin,
serta infeksi.
Miastenia gravis berdasarkan Golongannya
(Price &Wilson, 2005), yaitu
 Miastenia Okular
 Miastenia umum
a. Miastenia Ringan
b.Miastenia Sedang
c. Miastenia Berat
Miastenia gravis dikatakan berada dalam keadaan krisis jika tidak
dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat
tanpa bantuan alat-alat. Terdapat dua jenis krisis yang terjadi sebagai
komplikasi dari miastenia gravis (Corwin, 2009), yaitu:
a. Krisis Miastenik
Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka yang memuncak
pada gawat napas dan kematian.
b. Krisis Kolinergik
Disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan,
atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi
spontan
Perbedaan kedua krisis diantaranya:
Krisis Miastenik Krisis Kolinergik
 Meningkatnyatekanan darah
 Takikardia
 Gelisah
 Ketakutan
 Meningkatnya sekresi bronkhial,
air mata dan keringat
 Kelemahan otot umum
 Kehilangan refleks batuk
 Kesulitan bernafas, menelan dan
bicara
 Penurunan output urine
 Menurunnya tekanan darah
 Bradikardia
 Gelisah
 Ketakutan
 Meningkatnya sekresi bronkhial,
air mata dan keringat
 Kelemahan otot umum
 Kesultan bernapas, menelan dan
bicara
 Mual, muntah
 Diare
 Kram abdomen
Menurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada pasien
dengan miastenia gravis adalah:
 Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk
menghemat energi.
 Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan).
 Perawatan pasca operasi dan pengontrolan jalan napas.
 Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan
dan bantuan pernapasan jika perlu
 Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat
asetilkolin) dan bantuan pernapasan, sampai gejala
hilang
 Plasmaferesis (dialisis darah dengan pengeluaran
antibodi IgG).
 Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8
kali dengan dosis 50 ml/kg BB
 Terapi farmakologi
a. Antikolinesterase, memperpanjang waktu paruh
asetilkolin pada neuromuskular
b. Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang-
seling atau alternate days)
c. Azatioprin merupakan obat imunosupresif
d. Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan
autoimun
1. Pencegahan Primer
Bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat
individu belum menderita sakit
Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara
promosi kesehatan atau penyuluhan
Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam
melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk
tidak stres.
LANJUTAN...
2. Pencegahan Sekunder
Ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit
dan menunjukkan adanya tanda dan gejala
Dilakukan dengan pengobatan antara lain dengan
mempengaruhi proses imunologik pada tubuh
individu, yang bisa dilaksanakan dengan;
Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang
biasanya menggunakan Azathioprine.
LANJUTAN....
3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi)
Mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak
menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi
komplikasi pada individu
Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada
pernafasan
Istirahat yang cukup
Pemberian kacamata khusus yang dilengkapi dengan
pengait kelopak mata
Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum
obat-obatan tikolinesterase secara berlebihan
Miastenia Okular
PENGKAJIAN
Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis
kelamin,dan status
Keluhan utama : kelemahan otot
Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan
pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot
setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah
istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien
mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan
fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
PEMERIKSAAN FISIK
 B1 (Breating)
Inspeksi : adanya penurunan batuk efektif, produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan.
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi atau
stridor
 B2 (Blood)
untuk memantau perkembangan status kardiovaskular,
terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah.
 B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien,
bicara klien mungkin disatrik.
 B4 (Bladder)
Adanya penurunan fungsi, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih.
 B5 (Bowel)
adanya kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,
kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
 B6 (Bone)
adanya gangguan aktifitas atau mobilitas fisik,
kelemahan otot yang berlebihan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Laboratorium
 Anti-acetylcholine receptor antibody
 Anti-striated muscle
 Interleukin-2 receptor
 Imaging
 X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat
mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum
anterior
 CT scan thoraks
Identifikasi timoma
 MRI otak dan orbita
PEMERIKSAAN KLINIS
 Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak
diatas bidang kedua mata selama 30 detik, akan terjadi
ptosis
 Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
 Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit
akan terjadi kelemahan pita suara hilang
 Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama
1 menit dalam posisi berbaring
 Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan
mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dengan
sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau
duduk-berdiri 20-30 kali.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
 Tes tensilon (edrophonium chloride)
 Tes kolinergik
 Tes Prostigmin (neostigmin
 Pemeriksaan EMNG
 Pemeriksaan antibodi AChR
 Evaluasi Timus
 Diagnosis Banding
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Ketidakefektifan pola nafas yang
berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
 Gangguan persepsi sensori berhubungan
dengan ptosis,dipoblia
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
fungsi indra penglihatan tidak optimal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan
 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan
neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral
 Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal
INTERVENSI
 Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan
dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi
pola pernapasan klien kembali efektif
Kriteria hasil :
 Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam
batas normal
 Bunyi nafas terdengar jelas
 Respirator terpasang dengan optimal
LANJUTAN....
 Rencana Tindakan
1. Kaji Kemampuan ventilasi
2. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman
pernapasan,laporkan setiap perubahan yang terjadi.
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam
posisi duduk
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
 Gangguan persepsi sensori b.d ptosis,dipoblia
 Tujuan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
 Kriteria hasil :
 Adanya perubahan kemampuan yang nyata
 Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
 Rencana Tindakan
 Tentukan kondisi patologis klien
 Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan
persepsi
 Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten
dan seksama
 Observasi respon perilaku klien, seperti menangis,
bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
 Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan
kalimat-kalimat pendek.
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi
indra penglihatan yang tidak optimal
 Tujuan
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat
dalam kemungkinan cedera.
 Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari
cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk
meningkatkan keamanan
 Rencana Tindakan
 Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
 Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
 Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
IMPLEMENTASI EVALUASI
Tahap ini
merupakan pengelolaan,
perwujudan, serta bentuk
tindakan nyata dari
rencana keperawatan
yang telah disusun pada
tahap intervensi.
• Keefektifan fungsi
pernapasan.
• Batuk secara optimal
bisa dilakukan.
• Fungsi komunikasi
sudah adekuat
ditunjukkan dengan
penggunaan baik dengan
bahasa isyarat maupun
verbal secara optimal.
T
E
R
I
M
A
K
A
S
I
H

More Related Content

What's hot

Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
mataharitimoer MT
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
Linda Wijayanti
 
Konsensus insulin
Konsensus insulinKonsensus insulin
Konsensus insulin
dian dian
 
Meningitis
Meningitis Meningitis
Meningitis
Ade Wijaya
 
TB - MDR
TB - MDRTB - MDR
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
Fadel Muhammad Garishah
 
transfusi darah
transfusi darahtransfusi darah
transfusi darahDina Awwe
 
TB Paru
TB ParuTB Paru
TB Paru
Masitah Majid
 
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Novi Y'uZzman
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Seascape Surveys
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
fikri asyura
 
Konsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabahKonsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabah
rickygunawan84
 
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
JudiEndjun Ultrasound
 
Gawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatusGawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatus
regiregene
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
Muhammad Ihsanuddin
 
Morbus hansen ppt
Morbus hansen pptMorbus hansen ppt
Morbus hansen pptSalimah Aj
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisyudhasetya01
 

What's hot (20)

Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
 
Konsensus insulin
Konsensus insulinKonsensus insulin
Konsensus insulin
 
Meningitis
Meningitis Meningitis
Meningitis
 
TB - MDR
TB - MDRTB - MDR
TB - MDR
 
POWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARUPOWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARU
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
transfusi darah
transfusi darahtransfusi darah
transfusi darah
 
TB Paru
TB ParuTB Paru
TB Paru
 
GNAPS.pptx
GNAPS.pptxGNAPS.pptx
GNAPS.pptx
 
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
Liken Simpleks Kronis (Neurodermatitis Sirkumskripta)
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Konsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabahKonsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabah
 
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
Tatalaksana Emergensi preeklampsia, RSPAD, 2014
 
Referat low back pain
Referat low back painReferat low back pain
Referat low back pain
 
Gawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatusGawat napas-pada-neonatus
Gawat napas-pada-neonatus
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Morbus hansen ppt
Morbus hansen pptMorbus hansen ppt
Morbus hansen ppt
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 

Viewers also liked

Myastenia gravis-ppt
Myastenia gravis-pptMyastenia gravis-ppt
Myastenia gravis-ppt
syehabudin
 
Mysthenia Gravis.ppt
Mysthenia Gravis.pptMysthenia Gravis.ppt
Mysthenia Gravis.pptShama
 
Persentasi refarat andy miestenia gravis
Persentasi refarat andy miestenia gravisPersentasi refarat andy miestenia gravis
Persentasi refarat andy miestenia gravis
Andy purnama
 
Miastenia Gravis
Miastenia GravisMiastenia Gravis
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
OPTOM FASLU MUHAMMED
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
Kharima SD
 
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)Anno Making
 
Myasthenia Gravis
Myasthenia GravisMyasthenia Gravis
Myasthenia Gravisph33sha9008
 
Congenital hypertrophic pyloric stenosis
Congenital hypertrophic pyloric stenosisCongenital hypertrophic pyloric stenosis
Congenital hypertrophic pyloric stenosis
Kundan Singh
 
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
Praveen Nagula
 
Epilepsy
EpilepsyEpilepsy
EpilepsyKouya71
 

Viewers also liked (20)

Miastenia Gravis
Miastenia GravisMiastenia Gravis
Miastenia Gravis
 
Myastinea
MyastineaMyastinea
Myastinea
 
Myastenia gravis-ppt
Myastenia gravis-pptMyastenia gravis-ppt
Myastenia gravis-ppt
 
Mysthenia Gravis.ppt
Mysthenia Gravis.pptMysthenia Gravis.ppt
Mysthenia Gravis.ppt
 
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
 
Myasthenia Gravis - Anatomy & Physiology
Myasthenia Gravis - Anatomy & PhysiologyMyasthenia Gravis - Anatomy & Physiology
Myasthenia Gravis - Anatomy & Physiology
 
Book review poli
Book review poliBook review poli
Book review poli
 
Persentasi refarat andy miestenia gravis
Persentasi refarat andy miestenia gravisPersentasi refarat andy miestenia gravis
Persentasi refarat andy miestenia gravis
 
Miastenia Gravis
Miastenia GravisMiastenia Gravis
Miastenia Gravis
 
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)
Laporan pendahuluan benign prostatic hyperplasia (bph)
 
Erithroderma
ErithrodermaErithroderma
Erithroderma
 
Perkembangan otak pada anak
Perkembangan otak pada anakPerkembangan otak pada anak
Perkembangan otak pada anak
 
Myasthenia Gravis
Myasthenia GravisMyasthenia Gravis
Myasthenia Gravis
 
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
 
Congenital hypertrophic pyloric stenosis
Congenital hypertrophic pyloric stenosisCongenital hypertrophic pyloric stenosis
Congenital hypertrophic pyloric stenosis
 
Pyloric Stenosis
Pyloric StenosisPyloric Stenosis
Pyloric Stenosis
 
Myasthenia gravis
Myasthenia gravisMyasthenia gravis
Myasthenia gravis
 
Epilepsy
EpilepsyEpilepsy
Epilepsy
 

Similar to Kelompok 1 (miastenia gravis)

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Ns Agung Syuhada
 
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.pptKP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
ssuser0c40b4
 
ppt kelompok 4 kep kritis.pptx
ppt kelompok 4 kep kritis.pptxppt kelompok 4 kep kritis.pptx
ppt kelompok 4 kep kritis.pptx
sitihardiyanti43
 
Kelainan saraf tepi
Kelainan saraf tepiKelainan saraf tepi
Kelainan saraf tepi
verasihombing08
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
malisalukman
 
Anatomi dan fisiologi sistem otot
Anatomi dan fisiologi sistem ototAnatomi dan fisiologi sistem otot
Anatomi dan fisiologi sistem otot
Meitha Dwi Solviana
 
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptxPPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
resty72
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
Dede Renovaldi
 
ppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptxppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptx
sandylabulu1
 
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptxPRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
AvichenaChannel
 
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafanAsuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Septian Muna Barakati
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
nurhalimah rofi
 
Asuhan keperawatan kegawatan ima
Asuhan keperawatan kegawatan imaAsuhan keperawatan kegawatan ima
Asuhan keperawatan kegawatan imawenylisyanti
 
Multiple sklerosis
Multiple sklerosisMultiple sklerosis
Multiple sklerosis
Sovy Sapta Nuari Pramolis
 

Similar to Kelompok 1 (miastenia gravis) (20)

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
 
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.pptKP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
 
ppt kelompok 4 kep kritis.pptx
ppt kelompok 4 kep kritis.pptxppt kelompok 4 kep kritis.pptx
ppt kelompok 4 kep kritis.pptx
 
Kelainan saraf tepi
Kelainan saraf tepiKelainan saraf tepi
Kelainan saraf tepi
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
 
Anatomi dan fisiologi sistem otot
Anatomi dan fisiologi sistem ototAnatomi dan fisiologi sistem otot
Anatomi dan fisiologi sistem otot
 
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptxPPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
PPT CSS Resty Tri Arini Syok Anafilaktik.pptx
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-8.ppt
 
Ppt imun
Ppt imunPpt imun
Ppt imun
 
ppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptxppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptx
 
Asuhan keperawatan angina pectoris
Asuhan keperawatan angina pectorisAsuhan keperawatan angina pectoris
Asuhan keperawatan angina pectoris
 
Asuhan keperawatan angina pectoris
Asuhan keperawatan angina pectorisAsuhan keperawatan angina pectoris
Asuhan keperawatan angina pectoris
 
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptxPRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
PRESENTASI_PPT_Powerpoint_OTOT_Muscles_p.pptx
 
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafanAsuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
 
Sistem saraf kelompok 3
Sistem saraf kelompok 3Sistem saraf kelompok 3
Sistem saraf kelompok 3
 
Asuhan keperawatan kegawatan ima
Asuhan keperawatan kegawatan imaAsuhan keperawatan kegawatan ima
Asuhan keperawatan kegawatan ima
 
Multiple sklerosis
Multiple sklerosisMultiple sklerosis
Multiple sklerosis
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
Hemiparesis
HemiparesisHemiparesis
Hemiparesis
 

Kelompok 1 (miastenia gravis)

  • 2.  RAHMAT ANDI SAPUTRO (04)  FEBRINA RISQY DAMAYANTI (11)  SITI NUR CHOLIFAH (12)  MAYDA DAHARIJJA (17)  BAGUS EKO WIDIANTO (24)  FIKA PUJI NARIANTI (27)  DIMAS MAULA ULYA (32)  FAHRUDIN ARIF R. (34)  INDAH SETYANINGSIH (41)  NI PUTU YUNI WULANDARI (43)
  • 3.  Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.  Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.  Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
  • 4.  Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka.  Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular (Howard, 2008; Newton, 2008).  Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf.  Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction
  • 5. LANJUTAN..  Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira- kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps.  Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam terminal.  Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.  Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik
  • 6.  Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot.  Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri.  Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
  • 7. LANJUTAN....  Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80% penurunan pada angka reseptor asetilkolin.  Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular.  Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi.  Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
  • 8. LANJUTAN..  Pada pasein dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia.  Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar thymus.  Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya.  Kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga menyerang transmisi neuromuskular.
  • 9.  Miastenia Gravis menyerang semua usia, paling banyak ditemukan pada usia 20-40 tahun.  Penyakit ini menyerang pria dan wanita secara seimbang. Sedangkan bayi yang dilahirkan oleh ibu Miastenia gravis akan memiliki Miastenia transient dengan persentase 20%.  Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan sistem kekebalan dan gangguan tiroid. Sekitar 15% dari penderita Miastenia Gravis mengalami thymoma (tumor yang dibentuk oleh jaringan kelenjar timus).
  • 10. PATOFISIOLOGI  Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer.  Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang berukuran lebar 200Å.
  • 11. LANJUTAN....  Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter.  Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (bouton).  Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.
  • 12. LANJUTAN....  Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot.  Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinesterase.  Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
  • 13. LANJUTAN....  Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.  Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.  Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps.  Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba- tiba menyebabkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP).
  • 14. LANJUTAN...  Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.  Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot.  Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetil kolinesterase.  Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera autoimun.
  • 15. MANIFESTASI KLINIS  Penderita menunjukkan karakteristik khas, yaitu kelemahan pada otot skeletal yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat.  Pada tahap awal, otot-otot mudah terkena kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain. Kemudian, gejala ini semakin parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
  • 16. LANJUTAN  Biasanya, otot terasa kuat pada pagi hari dan melemah sepanjang hari, terutama setelah latihan atau pengulangan gerakan.  Gejala yang terjadi bergantung pada otot yang diserang. Gejala ini akan semakin parah pada masa haid dan setelah stres emosional, terlalu lama terkena sinar matahari atau udara dingin, serta infeksi.
  • 17. Miastenia gravis berdasarkan Golongannya (Price &Wilson, 2005), yaitu  Miastenia Okular  Miastenia umum a. Miastenia Ringan b.Miastenia Sedang c. Miastenia Berat
  • 18. Miastenia gravis dikatakan berada dalam keadaan krisis jika tidak dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Terdapat dua jenis krisis yang terjadi sebagai komplikasi dari miastenia gravis (Corwin, 2009), yaitu: a. Krisis Miastenik Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka yang memuncak pada gawat napas dan kematian. b. Krisis Kolinergik Disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan
  • 19. Perbedaan kedua krisis diantaranya: Krisis Miastenik Krisis Kolinergik  Meningkatnyatekanan darah  Takikardia  Gelisah  Ketakutan  Meningkatnya sekresi bronkhial, air mata dan keringat  Kelemahan otot umum  Kehilangan refleks batuk  Kesulitan bernafas, menelan dan bicara  Penurunan output urine  Menurunnya tekanan darah  Bradikardia  Gelisah  Ketakutan  Meningkatnya sekresi bronkhial, air mata dan keringat  Kelemahan otot umum  Kesultan bernapas, menelan dan bicara  Mual, muntah  Diare  Kram abdomen
  • 20. Menurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada pasien dengan miastenia gravis adalah:  Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk menghemat energi.  Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan).  Perawatan pasca operasi dan pengontrolan jalan napas.  Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan dan bantuan pernapasan jika perlu  Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan pernapasan, sampai gejala hilang
  • 21.  Plasmaferesis (dialisis darah dengan pengeluaran antibodi IgG).  Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB  Terapi farmakologi a. Antikolinesterase, memperpanjang waktu paruh asetilkolin pada neuromuskular b. Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang- seling atau alternate days) c. Azatioprin merupakan obat imunosupresif d. Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan autoimun
  • 22. 1. Pencegahan Primer Bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat individu belum menderita sakit Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk tidak stres.
  • 23. LANJUTAN... 2. Pencegahan Sekunder Ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan adanya tanda dan gejala Dilakukan dengan pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.
  • 24. LANJUTAN.... 3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi) Mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan Istirahat yang cukup Pemberian kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obatan tikolinesterase secara berlebihan
  • 26. PENGKAJIAN Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin,dan status Keluhan utama : kelemahan otot Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
  • 27. PEMERIKSAAN FISIK  B1 (Breating) Inspeksi : adanya penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi atau stridor  B2 (Blood) untuk memantau perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah.
  • 28.  B3 (Brain) Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik.  B4 (Bladder) Adanya penurunan fungsi, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.  B5 (Bowel) adanya kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.  B6 (Bone) adanya gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
  • 29. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK  Laboratorium  Anti-acetylcholine receptor antibody  Anti-striated muscle  Interleukin-2 receptor  Imaging  X-ray thoraks Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior  CT scan thoraks Identifikasi timoma  MRI otak dan orbita
  • 30. PEMERIKSAAN KLINIS  Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 detik, akan terjadi ptosis  Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia  Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara hilang  Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring  Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali.
  • 31. PEMERIKSAAN TAMBAHAN  Tes tensilon (edrophonium chloride)  Tes kolinergik  Tes Prostigmin (neostigmin  Pemeriksaan EMNG  Pemeriksaan antibodi AChR  Evaluasi Timus  Diagnosis Banding
  • 32. DIAGNOSA KEPERAWATAN  Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan  Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis,dipoblia  Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak optimal
  • 33. DIAGNOSA KEPERAWATAN  Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan  Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral  Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
  • 34. INTERVENSI  Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan Tujuan Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif Kriteria hasil :  Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal  Bunyi nafas terdengar jelas  Respirator terpasang dengan optimal
  • 35. LANJUTAN....  Rencana Tindakan 1. Kaji Kemampuan ventilasi 2. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman pernapasan,laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk 4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
  • 36.  Gangguan persepsi sensori b.d ptosis,dipoblia  Tujuan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.  Kriteria hasil :  Adanya perubahan kemampuan yang nyata  Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang  Rencana Tindakan  Tentukan kondisi patologis klien  Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi  Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama  Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.  Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
  • 37.  Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak optimal  Tujuan Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.  Kriteria hasil :  Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.  Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan  Rencana Tindakan  Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas  Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan  Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
  • 38. IMPLEMENTASI EVALUASI Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentuk tindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. • Keefektifan fungsi pernapasan. • Batuk secara optimal bisa dilakukan. • Fungsi komunikasi sudah adekuat ditunjukkan dengan penggunaan baik dengan bahasa isyarat maupun verbal secara optimal.