This document discusses legal access to social forestry in Indonesia. It defines legal access as providing legal protection and certainty for communities living in and depending on forests. It outlines the types of forest use permitted under law and the principles of social forestry, which is a community-based sustainable forest management system. It also summarizes Indonesia's efforts to allocate 12.7 million hectares of forest area for social forestry through indicative maps and the challenges in realizing the potential economic and social benefits of this policy.
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Presented by Muhammad Yusuf, Director of Directorate of the Coastal and Small Islands Utilization at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Presentasi ini merupakan materi yang disampaikan dalam Sosialisasi Kegiatan dalam Musyawarah Desa pada proses PPBD yang didasarkan kepada perpaduan dari isi Permendagri 27/2006 (sudah diubah menjadi Permendagri 45/2016) dan Draft Panduan PPBD yang dikeluarkan oleh Abt Associates & MCA-Indonesia.
Sitasi:
Ryadhi. 2016. Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD). Materi Presentasi Musyawarah Desa. Abt Associates. Mamuju
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Presented by Muhammad Yusuf, Director of Directorate of the Coastal and Small Islands Utilization at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Presentasi ini merupakan materi yang disampaikan dalam Sosialisasi Kegiatan dalam Musyawarah Desa pada proses PPBD yang didasarkan kepada perpaduan dari isi Permendagri 27/2006 (sudah diubah menjadi Permendagri 45/2016) dan Draft Panduan PPBD yang dikeluarkan oleh Abt Associates & MCA-Indonesia.
Sitasi:
Ryadhi. 2016. Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD). Materi Presentasi Musyawarah Desa. Abt Associates. Mamuju
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa (2018) ini merupakan uraian lengkap dan terperinci dari keseluruhan proses kegiatan penetapan dan penegasan batas desa yang dilaksanakan oleh MCA-Indonesia pada 359 desa di 17 kabupaten selama 2015-2018.
(c) 2018, Tim Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif MCA-Indonesia
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. M. Zainal Arifin, SHut MSi., Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Ditjen PDASRH, KemenLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa (2018) ini merupakan uraian lengkap dan terperinci dari keseluruhan proses kegiatan penetapan dan penegasan batas desa yang dilaksanakan oleh MCA-Indonesia pada 359 desa di 17 kabupaten selama 2015-2018.
(c) 2018, Tim Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif MCA-Indonesia
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. M. Zainal Arifin, SHut MSi., Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Ditjen PDASRH, KemenLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Albay Governor Salceda presentation during the 4th M&E Network Philippines ForumZaldy Santillan
4th M&E Network Philippines Forum
Organized by: National Economic & Development Authority (NEDA)
November 13, 2014 @ Marco Polo Hotel, Ortigas Center, Pasig City
This presentation, delivered by Dede Rohadi, outlines social forestry in Indonesia. Topics include forest land use, history, types of social forestry, progress of social forestry, and private forestry.
Permendesa Nomor 3 tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkata...TV Desa
Permendesa Nomor 3 tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkatan, Pembinaan Dan Pengembangan, Dan Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama
Show drafts
volume_up
Empowering the Data Analytics Ecosystem: A Laser Focus on Value
The data analytics ecosystem thrives when every component functions at its peak, unlocking the true potential of data. Here's a laser focus on key areas for an empowered ecosystem:
1. Democratize Access, Not Data:
Granular Access Controls: Provide users with self-service tools tailored to their specific needs, preventing data overload and misuse.
Data Catalogs: Implement robust data catalogs for easy discovery and understanding of available data sources.
2. Foster Collaboration with Clear Roles:
Data Mesh Architecture: Break down data silos by creating a distributed data ownership model with clear ownership and responsibilities.
Collaborative Workspaces: Utilize interactive platforms where data scientists, analysts, and domain experts can work seamlessly together.
3. Leverage Advanced Analytics Strategically:
AI-powered Automation: Automate repetitive tasks like data cleaning and feature engineering, freeing up data talent for higher-level analysis.
Right-Tool Selection: Strategically choose the most effective advanced analytics techniques (e.g., AI, ML) based on specific business problems.
4. Prioritize Data Quality with Automation:
Automated Data Validation: Implement automated data quality checks to identify and rectify errors at the source, minimizing downstream issues.
Data Lineage Tracking: Track the flow of data throughout the ecosystem, ensuring transparency and facilitating root cause analysis for errors.
5. Cultivate a Data-Driven Mindset:
Metrics-Driven Performance Management: Align KPIs and performance metrics with data-driven insights to ensure actionable decision making.
Data Storytelling Workshops: Equip stakeholders with the skills to translate complex data findings into compelling narratives that drive action.
Benefits of a Precise Ecosystem:
Sharpened Focus: Precise access and clear roles ensure everyone works with the most relevant data, maximizing efficiency.
Actionable Insights: Strategic analytics and automated quality checks lead to more reliable and actionable data insights.
Continuous Improvement: Data-driven performance management fosters a culture of learning and continuous improvement.
Sustainable Growth: Empowered by data, organizations can make informed decisions to drive sustainable growth and innovation.
By focusing on these precise actions, organizations can create an empowered data analytics ecosystem that delivers real value by driving data-driven decisions and maximizing the return on their data investment.
3. 3
MAKNA AKSES LEGAL
PERHUTANAN SOSIAL
Makna Akses legal PS:
a. Perlindungan hukum negara atas masyarakat yang hidup dan
penghidupannya (petani hutan) tergantung langsung thd SDH
(Menghilangkan adanya warna negara yang hidup dan
penghidupannya illegal)
b. Membuka akses pelayanan dasar dan pelayanan pembangunan
lainnya dari sektor terkait
c. Kepastian hukum atas usaha-usaha masyarakat yang bersumber dari
SDH dalam mendukung perekonomian daerah/nasional, dan
meningkatkan keberdayaan usahanya.
d. Alat pengendalian terhadap aktifitas masyarakat dalam kawasan
hutan.
MANDAT UU 41/1999 :
Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. Yang diberi mandat pengurusan hutan adalah menteri yang
membidangi kehutanan. Kawasan Hutan terdiri dari Hutan Negara dan
Hutan Hak. Siapa pun yang melakukan usaha atau beraktivitas dalam
Kawasan hutan negara perlu persetujuan atau ijin dari Menteri atas
nama pemerintah.
4. PEMERATAAN
EKONOMI
LAHAN
KESEMPATAN
KAPASITAS SDM
Land Tenure Right
(UUPA No.5/1960)
• Korporasi perkebunan BUMN/ swasta dalam
bentuk Hak Guna Usaha (HGU)
• Kepada perorangan/badan hukum dalam
bentuk SHM (sertifikat hak milik)
• Asset Agrarian Reform
ASSET
ForestTenure Right
(UU No.41/1999)
(UU No.5/1967)
• Hak kelola Hutan Negara untuk Kelompok
Masyarakat setempat selama 35 tahun
• AccessAgrarian Reform
ACCESS
*Dari Kawasan Hutan
*Diluar Kawasan Hutan
PERHUTANAN
SOSIAL
TORA 4,1 Juta Ha
4,9 Juta Ha
12,7 Juta Ha
KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI
(PERPRES NO. 56 TAHUN 2018)
6. PERHUTANAN SOSIAL
Sistem pengelolaan hutan lestari yang
dilaksanakan dalam Kawasan hutan negara atau
hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum
adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan
dan dinamika sosial budaya dalam bentuk
Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat
dan Kemitraan Kehutanan.
7. STAKEHOLDER
S
Kementerian Terkait:
• Kemenko Bidang
Perekonomian;
• Kementerian Dalam
Negeri;
• Kementerian Desa
• Kementerian Pertanian
• Kementerian Pariwisata
• Kemenko Koperasi dan
UKM
• Kemenko Kominfo
• Badan ekonomi kreatif
• BPPT
• Kementerian/Lembaga
terkait lainnya
KLHK
• Ditjen PSKL (Setditjen,
Dit. PKPS, Dit. PKTHA,
Dit. BUPSHA, Dit. KL)
• Ditjen PKTL (Dit. RPP)
• Ditjen PHPL (Dit. KPHP)
• Ditjen KPHL (Dit. KPHL)
• Ditjen KSDAE (Dit. KK)
• BP2SDM (Pusluh)
• UPT-KLHK (BPSKL,
BPKH, BPHP
, BPDASHL,
Balai TN, Balai KSDAE)
OPD Provinsi :
• Sekretariat Provinsi
Sulawesi Selatan
• Bappeda Provinsi
• Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi
Selatan
• OPD Provinsi terkait
OPD kabupaten
• Bappeda Kabupaten
• Dinas Lingkungan
Hidup
• Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa
• Dinas Sosial
• Dinas Kesehatan
• Dinas Pertanian
• Dinas Koperasi dan
UKM
• Dinas Pariwisata
• Dinas Komunikasi dan
Informasi
• Protokol/Bagian Humas
• OPD terkait lainnya
LSM :Nasional,Lokal
AKADEMISI
TINGKAT TAPAK
Masyarakat Desa Hutan
Petugas lapang (Penyuluh,
Polhut, Pendamping)
Kepala Desa dan perangkat desa
Camat
Petugas KPH
Pimpinan Daerah:
• Gubernur
• Bupati /Walikota
KELOMPOK MILLENIAL
KELOMPOK PEREMPUAN
MEDIA, JASA
PENGIRIMAN
DUNIA USAHA
8. Pemberian akses kelola
Perhutanan Sosial harus
aman dan tepat sasaran.
• miskin
• berlahan sempit / tidak berlahan
• di dalam / pinggir kawasan hutan 8
ARAHAN PRESIDEN
KEPADA MENTERI LHK
9. 9
1.Untuk memberi kepastian,
ketenangan, ketentraman.
2.Usaha Kehutanan
membutuhkan waktu yang
cukup panjang karena
berbasis pada hasil hutan
yang berasal dari pohon atau
jenis lainnya dalam satu
kesatuan ekosistem.
3.Memberi peluang untuk
menerapkan sistem
pengelolaan hutan lestari.
Jenis-jenis pemanfaatan hutan
SESUAI FUNGSI HUTAN:
1.Pemanfaatan Kawasan Hutan
2.Pemanfaatan Jasa
Lingkungan (Wisata Alam,
Jasa Air, Karbon)
3.Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu dan Bukan Kayu
4.Pemungutan Hasil Hutan
Kayu dan Bukan Kayu
10. RAMBU-RAMBU PERHUTANAN SOSIAL
1. Masyarakat menjadi legal
dalam kawasan hutan
2. Program Pemerintah dan
CSR dapat masuk ke
masyarakat di sekitar
dan dalam hutan
3. Tidak bisa
diperjualbelikan
4. Tidak bisa diwariskan
5. Tidak bisa ditanami sawit
IZIN BISA
DICABUT
EVALUASI
SAFEGUARD
1. Masyarakat
mengorganisasikan
dirinya berdasarkan
kebutuhan (People
Organization by
the Necessity)
2. Padat Karya (Labor
Intensive)
PRINSIP
Perhutanan Sosial Bukan
TORA
Perhutanan Sosial Bukan
Bagi-bagi Lahan
Perhutanan Sosial Bukan
Sertifikasi Hutan Negara 10
11. ALOKASI 12,7 JT HA MELALUI PIAPS
(PETA INDIKATIF DAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL)
Revisi 5 dengan Keputusan Menteri LHK Nomor SK 2.111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020 Tanggal 21
April 2020
NAD
466.267 HA
Sumut
569.811 HA
Riau
1.311.840 HA
Sumbar
676.473 HA
Jambi
367.294 HA
Bengkulu
147.199 HA
Sumsel
378.594 HA
Lampung
383.594 HA
Babel
146.874 HA
Kepri
157.102 HA
Banten
8.790 HA
Jabar
27.024 HA
Jateng
35.448 HA
DIY
3.561 HA
Jatim
138.620 HA
Bali
15.887 HA
NTB
311.666 HA
NTT
519.818 HA
Kalbar
1.500.924 HA
Kaltara
258.776 HA
Kalteng
1.100.745 HA Kaltim
423.704 HA
Kalsel
148.416 HA
Sulsel
347.427 HA
Sultra
342.209 HA
Sulbar
105.887 HA
Sulteng
399.616 HA
Gorontalo
50.718 HA
Sulut
123.828 HA
Maluku
232.829 HA
Maluku Utara
194.746 HA Papua Barat
650.476 HA
Papua
2.365.708 HA
Sumber: Ditjen PKTL
KET: TIAP 6 BULAN SEKALI DITINJAU KEMBALI
11
Mengalami kenaikan
seluas 286.157 Ha
dari PIAPS rev IV
12. DATA SEBARAN AREAL PIAPS REVISI V (SK 2111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020) PER PROVINSI
10
13. REALISASI
4.500.293,88 Ha
± 929.892 KK
6.899 Unit SK
Ijin/Hak
Realisasi
per
Tahun
Realisasi per Skema
1 HD 1,706,326.15
2 HKM 820,318.81
3 HTR 354,202.68
4
A. KULIN KK 441,209.75
B. IPHPS 30,579.49
5 HA*) 1,147,657.00
4,500,293.88
KEMITRAAN KEHUTANAN
JUMLAH
NO SKEMA LUAS (HA)
454,680.31
100,323.03
156,841.20
522,574.26
1,233,573.03
1,563,261.37
396,165.00
72,875.68
109,797.0
26,832.0
38,083.0
156,288.0
283,455.0
228,174.0
65,848.0
21,415.0
3,215.0
129.0
192.0
505.0
1,305.0
1,059.0
388.0
106.0
2007-2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Luas (Ha) Jumlah KK Jumlah Unit SK
*)
- Penetapan Hutan Adat = 56.903 Ha
- Indikatif Hutan Adat = 1.090.754 Ha
Alokasi Capaian
LUAS (Ha) LUAS (Ha)
1 ACEH 466,267 234,196.38 53 19,254
2 SUMATERA UTARA 569,811 67,958.04 136 17,028
3 SUMATERA BARAT 676,473 232,789.09 248 132,908
4 RIAU 1,311,840 126,431.36 82 25,529
5 JAMBI 367,294 202,619.97 414 35,909
6 SUMATERA SELATAN 378,594 123,260.59 185 27,541
7 BENGKULU 147,199 72,984.28 123 13,380
8 LAMPUNG 383,594 218,287.29 331 79,586
9 KEP BANGKA BELITUNG 146,874 40,299.82 366 9,412
10 KEP RIAU 157,102 32,695.00 25 3,444
11 JAKARTA - - - -
12 JAWA BARAT 27,024 32,700.39 126 18,584
13 JAWA TENGAH 35,449 37,106.84 85 19,066
14 YOGYAKARTA 3,561 1,565.88 45 5,005
15 JAWA TIMUR 138,620 148,733.80 308 98,497
16 BANTEN 8,790 18,509.40 28 10,870
17 BALI 15,887 18,452.29 90 55,663
18 NUSA TENGGARA BARAT 311,666 36,692.83 161 25,797
19 NUSA TENGGARA TIMUR 519,818 55,013.78 215 17,889
20 KALIMANTAN BARAT 1,500,923 567,389.93 188 70,170
21 KALIMANTAN TENGAH 1,100,745 265,990.77 182 24,143
22 KALIMANTAN SELATAN 148,416 63,828.29 130 16,766
23 KALIMANTAN TIMUR 423,704 213,669.47 100 12,513
24 KALIMANTAN UTARA 258,776 468,643.92 74 9,724
25 SULAWESI UTARA 123,828 37,104.35 207 4,460
26 SULAWESI TENGAH 399,616 207,776.30 1,226 26,315
27 SULAWESI SELATAN 347,427 302,876.95 629 55,398
28 SULAWESI TENGGARA 342,209 89,419.32 204 16,846
29 GORONTALO 50,714 18,549.01 126 9,913
30 SULAWESI BARAT 105,887 47,075.82 471 5,994
31 MALUKU 232,829 186,424.72 121 25,102
32 MALUKU UTARA 194,746 154,126.83 114 24,900
33 PAPUA BARAT 650,476 66,196.19 60 7,468
34 PAPUA 2,365,708 110,924.99 46 4,818
13,911,867 4,500,293.88 6,899 929,892
TOTAL
JML KK
REALISASI
JML SK (Unit)
NO PROVINSI
17. 17
Sinergitas lintas sektor
Harmonisasi tahubja pusat, provinsi dan
kabupaten
Penguatan Pendampingan tingkat tapak
Penguatan Pokja PPS dan KPH
STRATEGIPERCEPATAN 2021
1
2
3
4
18. 18
Masyarakat/
Lembaga Desa/
Koperasi/
Masyarakat
Hukum Adat
Kawasan Hutan
(Hutan
Produksi, Hutan
Lindung, Hutan
Konservasi) Penerima Ijin/ Hak Kelola/
Pengakuan dan
Perlindungan pengelolaan
kawasan hutan
Fasilitasi Pengembangan Usaha :
- Penyusunan RKU/RP/RKT
- Pembentukan Lembaga
Usaha/koperasi
- Peningkatan Kewirausahaan
(pelatihan/sekolah lapang,
studi banding)
- Bibit Unggul
- Teknologi
- Infrastruktur/sarpras
- Pembiayaan
Kelompok
Perhutanan Sosial
(KPS)
Permohonan
akses kelola PS
1
PEMBERIAN AKSES KELOLA
KAWASAN HUTAN
PENINGKATAN KAPASITAS KELOMPOK (KELOLA
KAWASAN, KELEMBAGAAN, DAN USAHA)
PENDAMPINGAN
(KPH, PENYULUH, LSM)
BP2SDM, PDASHL, PKTL, KSDAE, PHPL, BRG BP2SDM, PHPL, PDASHL,KSDAE, LITBANG, PPI
INTERNAL
KLHK
Kemenko Marvest, Kemenko Perekonomian, Kemendagri,
Kemendes, Kemenkominfo, Kemepolhukam, Pemda, TNI-POLRI,
LSM/NGO, DLL
Kemen Pertanian, Kemenko KUKM, Kemen Perindustrian, Kemendes, KEMEN
PUPR, Kemen Perdagangan, Kementerian Pariwisata, Pemda, LSM/NGO,
Perguruan Tinggi, DLL
EKSTERNAL
KLHK 1
8
Strategi 1 : SINERGITAS LINTAS SEKTOR
19. PERAN K/L TERKAIT
Kemenko Maritim dan Investasi mengkordinir kolaborasi antar Kementerian/Lembaga
dalam implementasi Perhutanan Sosial;
Kemenko Perekonomian mengkordinasikan K/L terkait dalam hal mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah melalui Perhutanan Sosial
Kementerian Dalam Negeri memfasilitasi hubungan kerja harmonis pemerintah pusat dan
daerah (provinsi/kabupaten/kota) dan memastikan anggran melalui RPJMD untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial (pengentasan kemiskinan,
mengurangi pengangguran, pertumbuhan ekonomi) di desa-desa sekitar hutan;
Kementerian Desa dan PDTT memprioritaskan progran Pembangunan Desa Mandiri di
desa-desa sekitar kawasan hutan yang terintegrasi dengan program Perhutanan Sosial;
Kementerian teknis, mendukung/memfasilitasi peningkatan produksi, pengembangan
usaha, pasar, permodalam
20.
21. 21
• UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; Pembagian Urusan
Pemerintahan Bidang Kehutanan kewenganan Provinsi, KPH pengelola di
tingkat tapak.
• UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa; Pemberdayaan Masyarakat dan
Kesejahteraan Rakyat melalui kegiatan-kegiatan pengelolaan usaha ekonomi
produktif serta pengelolaan sarana dan prasarana ekonomi
• Perlu harmonisasi antar pusat (K/L) dan daerah (provinsi, kota/kabupaten)
untuk meningkatkan koordinasi yang lebih efektif.
• Sinergisitas program Perhutanan Sosial merupakan kerja lintas k/l dan
pemerintah daerah serta para pihak yang berkelanjutan, maju dan inovatif.
Strategi 2:
HARMONISASI TATA HUBUNGAN KERJA PUSAT DAN DAERAH
22. PERAN
PEMERINTAH
DAERAH
• Skenario Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Berbasis Perhutanan Sosial (sinkronisasi provinsi
dan kabupaten), membangun wilayah-wilayah
pengembangan terintegrasi (Integrated
Development Area)
• Peningkatan kapasitas SDM, Regulasi daerah,
RPJMD,
• Pokja PPS Provinsi melibatkan pemerintah
kabupaten melibatkan
• Peningkatan kapasitas pendampingan masyarakat
• Bimbingan teknis pengeloaan hutan oleh KPH
22
23. 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑚𝑖𝑛𝑔 : Penyuluh Kehutanan, penyuluh Desa, Penyuluh Pertanian, LSM
Alur
Pelaporan
Masyarakat desa di dalam dan sekitar hutan pelaku
pengelola Perhutanan Sosial
Level
Kabupaten
pada KPH
Level
Tingkat Tapak
POKJA PPS
Koordinator
Pendamping
Pendamping
Level
Provinsi
Koordinator
Pendamping
Koordinator
Pendamping
Pendamping Pendamping
Strategi 3: Penguatan Pendampingan Tingkat Tapak
25. PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF SOLUSI
25
No Permasalahan Alternatif Solusi
1 Terdapat Kasus-kasus Pasca Izin yang sedang ditangani :
- HKm 20 Kasus
- HD 3 Kasus
- IPHPS 4 Kasus
- Kulin KK 2 Kasus
- HTR 9 Kasus
Butuh bantuan unit kerja lain khususnya Dit.
PKTHA, Dit. BUPSHA, Ditjen Gakum dan Ditjen
terkait lingkup KLHK, Kemendagri, Kemenko
Polhukam, TNI/POLRI, Pemerintah Daerah.
2 Batas Desa dalam kawasan hutan (prinsipnya batas desa
dalam Kawasan tidak ada, namun perlu kesepakatan
antar desa dalam Pengelolaan PS)
Butuh dukungan Kemendagri dan pemerintah
daerah untuk memberi pemahaman kepada
masyarakat
3 HGU dalam kawasan hutan Butuh dukungan Ditjen PKTL,Ditjen Gakum,
Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN,
Pemerintah Daerah
4 Sawit dalam kawasan hutan Butuh dukungan Ditjen Gakum, Kementerian
ATR/BPN dan Pemerintah Daerah
5 Klaim adat dari masyarakat setempat Butuh dukungan Dit. PKTHA, Kemendagri,
Kemenko PMK, Kemenko Polhukam dan
Pemerintah Daerah
26. PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF SOLUSI
26
No Permasalahan Alternatif Solusi
6 Klaim kepemilikan lahan dalam kawasan hutan Butuh dukungan Ditjen PKTL, Kemen ATR/BPN, Pemerintah
Daerah
7 Bloking KPH tidak sesuai dengan fakta
lapangan
Butuh Dukungan Ditjen PHPL, Ditjen PDASHL, Pemerintah
Daerah
8 Anggota Vertek yang ditugaskan dari unsur
terkait sering tidak kompeten
Butuh dukungan unsur unit terkait untuk menugaskan yang
kompeten di bidangnya yang dibutuhkan untuk Perhutanan
Sosial
9 Tidak ada anggaran fasilitasi usulan di unit
kerja tingkat tapak
Perlud disediakan anggaran untuk kegiatan fasilitasi usulan
oleh pemerintah daerah (Provinsi melalui KPH dan
Kabupaten melalui OPD terkait)
10 Pendampingan melakukan pemungutan biaya
kepada masyarakat pemohon
Butuh dukungan aparat keamanan daerah (penanganan
pungutan liar), Ditjen Gakum,Peraturan ketentuan Sanksi
Hukum, Code of Conduct Pendampingan dan sertifikasi
27. PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF SOLUSI
27
No Permasalahan Alternatif Solusi
12 Tim vertek yang kompeten jumlahnya masih terbayas Butuh dukungan BP2SDM, Pemerintah Daerah
dalam peningkatan kapasitas Tim Vertek melalui
Coaching Clinic dan Pelatihan-Pelatihan
terstruktur dan sertifikasi
13 Permohonan yang ditunggangi Free Rider Butuh kecermatan saat melakukan verifikasi dan
Tim Vertek yang berpengalaman/tangguh
14 Pendamping masyarakat pra izin kurang memahami
terkait pengusulan izin PS baik dari pengetahuan dan
kemampuan teknis pendampingan
Butuh dukungan BP2SDM, Pemerintah Daerah
(Bakorluh), dalam pembekalan dan pelatihan
pendamping pra-ijin dan sertifikasi
pendampingan
15 Kurangnya Sosialisasi Perhutanan Sosial Butuh dukungan pemerintah daerah untuk
pelaksanaan sosialisasi di provinsi, kabupaten dan
tingkat tapak
16 Anggaran KLHK terbatas Butuh dukungan K/L, pemda dalam
pendampingan dan peningkatan ekonomi
masyarakat.
28. ANGGARAN PELAYANAN AKSES LEGAL
Arah Kebijakan dan Strategi:
1. Menjadikan PS Program Prioritas Nasional
2. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PS)
3. Sosialisasi dan Pendampingan dalam Fasilitasi Pemberian Akses PS
4. Kerja Bareng Jemput Bola dengan seluruh stakeholder pusat maupun daerah
5. Koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait
6. Pemberian akses By NIK By Address (Kerjasama dengan Dukcapil
7. Pembentukan Tim Penggerakan Percepatan PS dan Pembentukan Pokja PS di
Seluruh Provinsi
8. Pendampingan Pra Pemberian Izin PS
9. Pelatihan Assesor dan Parralegal Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan
ANGGARAN PASKA AKSES LEGAL
Arah Kebijakan dan Strategi:
1. Pendampingan pasca pemberian izin perhutanan sosial
2. Penyediaan pendamping satu izin satu pendamping
3. Peningkatan kualitas tenaga pendamping (pelatihan, studi banding, pendidikan)
4. Pemberian bantuan alat ekonomi produktif/bang pesona
5. Akses pembiayaan melalui KUR dari HIMBARA
6. Menyediakan off taker/akses pasar.
7. Revitalisasi dan Penguatan SiNav agar dapat berfungsi secara efektif dan efisien.
Pertimbangan Target Kinerja dan Anggaran:
Capaian 2015 – 2020 = 4,4 Jt Ha
Target Tahun 2020 – 2024 = 8,5 Jt Ha
Target per tahun = 2 Jt Ha
Unit Cost/Ha = Rp 327.000 (IBC,2017)
Total Anggaran = Rp 2.779.500.000.000
Anggaran Pertahun = Rp 694.487.500.000
Pertimbangan Target Kinerja dan Anggaran:
Capaian 2015- 2020 = 7.405 KUPS
Target Tahun 2020 – 2024 = 45.200 KUPS
Target per tahun = 11.300 KUPS
Unit cost/KUPS = Rp 180.000.000/KUPS
Anggaran 2020 – 2024 (45.200 KUPS) = Rp 8.136.000.000.000
Proporsi KLHK = 32% * Rp 8.136.000.000.000 = Rp 2.603.520.000.000
Stakeholder = 68% * Rp. 8.136.000.000.000 = Rp 5.532.480.000.00
Kebutuhan/tahun KLHK = Rp 650.880.000.000
Kebutuhan Anggaran KLHK
I. Akses Kelola/Izin Perhutanan Sosial = Rp 694.487.500.000
II. Pasca izin perhutanan sosial = Rp 717.820.950.400
• Pengembangan Usaha PS = Rp 650.880.000.000
• Monev (GOKUPS) = Rp 2.400.000.000
Total Anggaran Pertahun = Rp 1.352.785.709.540
Alokasi Anggaran 2021:Rp. 363.461.912.000
Anggaran AKSES LEGAL 2021 37,5M termasuk HLN untuk
TARGET 250.000HA (RKP)
ANGGARANTARGET2 JUTAHEKTAR (?)
KOKREASI LINTAS K/L DAERAH
29. PERHUTANAN SOSIAL
PARADIGMA BARU
Sistem pengelolaan hutan lestari yang
dilaksanakan dalam Kawasan hutan
negara atau hutan hak/hutan adat
yang dilaksanakan oleh masyarakat
setempat atau masyarakat hukum adat
sebagai pelaku utama untuk
meningkatkan kesejahteraannya,
keseimbangan lingkungan dan
dinamika sosial budaya dalam
bentuk Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat
dan Kemitraan Kehutanan.
PARADIGMA BARU
PENGELOLAAN HUTAN:
• Kolaborasi Lintas
Sektor
• Menuju
kesejahteraan
masyarakat dan fungsi
hutan lestari
• Internalisasi dalam
Pembangunan Daerah
SDGs