SlideShare a Scribd company logo
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU BADUY TERHADAP
LINGKUNGAN
(Studi Kasus pada Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak,
Banten)
Disusun Oleh :
Hanna Marissa (4915116890)
Mu’iz Lidinillah
4915111646
Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan IPS
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2015
I
ABSTRAK
Mu’iz Lidinillah, Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
(Studi Kasus Pada Masyarakat Bady Dalam, Desa Cibeo, Lebak, Banten),
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Jakarta, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi terkait perilaku
masyarakat Suku Baduy terhadap lingkungan berupa pengetahuan mereka tentang
bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penelitian ini dilakukan
selama 3 bulan di Desa Cibeo, Baduy Dalam.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskiptif dengan
pendekatan kualitatif. Kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepada
para narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro,
kokolot), dan warga Baduy Dalam yang terpilih sebagai informan kunci..
Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah Kanekes
hingga warga masyarakat Baduy Dalam yang sangat mengetahui tentang topik
tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara masyarakat Baduy menjaga
kearifan lokalnya dengan mematuhi aturan yang sudah ditentukan adat. Aturan
adat mengajarkan kepada mereka tentang bagaimana cara merawat alam,
melestarikan alam, dan hidup harmonis dengan alam.
Kesimpulannya, ditemukan berbagai macam kearifan lokal dalam
bercocok tanam yang mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan pada
peserta didik atau siswa untuk membentuk karakternya. Bentuk kearifan lokal
dalam bercocok tanam pada masyarakat Baduy berupa penghormatan terhadap
tanaman padi karena diyakini sebagai penjelmaan Nyi Sri atau Nyi Pohaci
Sanghyang atau Dewi Padi kemudian cara masyarakat Baduy mewariskan
kearifan lokal kepada generasi penerusnya yaitu melalui peran lembaga adat dan
keluarga.
Kata Kunci : Kearifan Lokal, Baduy, Lingkungan
II
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Penanggung Jawab / Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
Dr. Muhammad Zid, M.Si
NIP. 19630412 199403 1 002
No Nama Tanda Tangan Tanggal
1. Dr. Budiaman, M.Si
NIP. 19671021 199403 1 002
Ketua .……………….. …..……………
2. Martini, SH,MH
NIP. 19710303 199803 2 001
Sekretaris .……………….. …..……………
3. Dr. Eko Siswono, M.Si
NIP. 19590316 198303 1 004
Dosen Pembimbing I .……………….. …..……………
4. Drs. Muhammad Muchtar, M.Si
NIP. 19540315 198703 1 002
Dosen Pembimbing II ………………… …..……………
5. Dr. Desy Safitri, M.Si
NIP. 19691204 200801 2 016
Penguji Ahli .………………. …..……………
Tanggal Lulus: 30 Juni 2015
III
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapat gelar akademik (ahli madya, sarjana, magister, dan / atau dokter),
baik di Universitas Negeri Jakarta maupun di Perguruan Tinggi lainnya.
2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan hasil penelitian saya sendiri,
kecuali arahan dosen pembimbing.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
ataupun dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena skripsi ini.
5. Serta sanksi lainnya yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
Jakarta, Juli 2015
Yang Membuat Pernyataan,
(Mu’iz Lidinillah)
NIM. 4915111646
IV
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Negeri Jakarta, saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Mu’iz Lidinillah
No. Registrasi : 4915111646
Program Studi : Pendidikan IPS
Fakultas : Ilmu Sosial
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-
Exlusive Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul : “Kearifan Lokal
Masyarakat Baduy Terhadap Lingkungan (Studi Kualitatif pada
Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak, Banten)”.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non Ekslusif ini Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : Juli 2015
Yang Menyatakan
MU’IZ LIDINILLAH
4915111646
V
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Goreskanlah tinta kebenaran disetiap langkah yang kau buat, maka kan
kau temukan berlembar kebaikan didalamnya.
Belajarlah untuk terus belajar, hiduplah untuk terus hidup, dan matilah
untuk terus dikenang.
Ingatlah bahwa keberuntungan selalu hadir didalam kesempatan.
Persembahan
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayahku Soeparman dan Ibuku Siti Aminah
yang selalu sabar membimbingku, atas doa, dan motivasi yang selalu diberikan
kepadaku, serta keluarga besarku atas dukungan dan doa selama ini.
Terima Kasih.
VI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta dengan tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan skripsi ini peneliti mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti
sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. H. Muhammad Muchtar, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial.
3. Ibu Martini M. H selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial.
4. Bapak Dr. H. Eko Siswono, M.Si, selaku dosen pembimbing 1 yang telah
memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Sujarwo, M.Pd, selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan
saran dan arahan kepada peneliti baik dalam hal penulisan maupun
kesempurnaan isi dari skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku yaitu ayah dan ibu yang senantiasa menyertaiku dalam
doanya. Abangku Zia Mustofa yang telah memberi dukungan kepadaku.
VII
7. Dimas Prasetya yang telah memberikan tempat tumpangan untuk menginap
selama berbulan-bulan menyelesaikan skripsi ini.
8. Ayah Arja, Ayah Sami, Ayah Mursid yang telah mengizinkan dan
meluangkan banyak waktu untuk membantu dan memberikan informasi
kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini. Seluruh warga Baduy,
terimakasih telah memberi banyak bantuan kepada penulis. Pakde Rose yang
telah meminjamkan bukunya, memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis.
9. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta.
10. Teman-teman jurusan PIPS angkatan 2011, yang telah membantu selama
proses pembuatan skripsi terutama untuk Muhammad Mukrim, Mahfud
Irfanto, Muhammad Afriaji, Dicky Tri Gusrian, Fitri Alawiyah sebagai teman
pejuang skripsi, teman berdiskusi, serta sebagai sahabat yang selalu bersedia
untuk memberikan kritik dan saran mengenai isi skripsi penulis dan selalu
memberikan motivasi kepada penulis.
11. Ramdhani Marshal S.Pd, Dedi Setiyawan S.Pd, Raja Bonar S.Pd, Bimo
Nugroho S.Pd, dan Abdul Latief S.Pd selaku senior PIPS yang selalu bersedia
memberikan masukan serta motivasi kepada penulis.
12. Kawan-kawan perkumpulan DPR Hanna Marisa, Qmen, Muslim Hanief,
Adih Firmansyah, Agung, Dian, Rio, Umar, Dara, Cipey, Cepong, Bella,
Kibo, Gatot, Faris, Raka, Vano, Angga, Tarmuji, Hafiz, Jhon, terima kasih
atas dukungan, doa, serta keceriaan yang selalu diberikan kepada peneliti.
VIII
Akhir kata peneliti memohon maaf kepada pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terimakasih, dan berdoa
kepada ALLAH S.W.T, semoga segala dukungan, bantuan, motivasi, serta doa
yang diberikan mendapat balasan dari ALLAH S.W.T. Mohon maaf atas segala
kekurangan dan kekhilafan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Jakarta, Juli 2015
Mu’iz Lidinillah
IX
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Masalah Penelitian ...................................................................................... 3
C. Fokus Penelitian ......................................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
E. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 4
F. Kerangka Konseptual .................................................................................. 4
1. Hakikat Kearifan Lokal .......................................................................... 5
2. Hakikat Masyarakat Baduy .................................................................... 8
3. Hakikat Etika Lingkungan ...................................................................... 17
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................ 22
B. Sumber Data ............................................................................................... 24
C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 25
D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data .............................................................. 27
E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 28
BAB III HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Masyarakat Baduy .................................................................... 30
1. Latar Belakang Masyarakat Baduy ........................................................ 30
X
2. Geografi Desa Kanekes .......................................................................... 33
3. Administrasi Desa Kanekes .................................................................... 33
4. Sistem Pemerintahan .............................................................................. 35
5. Aktivitas Perekonomian ......................................................................... 39
6. Religi dan Adat ....................................................................................... 41
B. Deskripsi Objek Penelitian.......................................................................... 44
1. Keluarga AJ ............................................................................................ 44
2. Keluarga AM ..........................................................................................
C. Pembahasan dan Hasil Temuan .................................................................. 72
1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ...................................... 48
2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy .......................................... 58
3. Menetapkan Lahan Garapan ................................................................... 61
4. Menyiapkan Lahan Garapan .................................................................. 64
5. Masa Tanam ........................................................................................... 66
6. Masa Pemeliharaan ................................................................................. 68
7. Masa Panen ............................................................................................. 70
8. Konsumsi Makanan ................................................................................ 72
9. Pola Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ............................................. 73
10. Hubungan Masyarakat Baduy Dengan Lingkungannya ....................... 79
11. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Bercocok Tanam ............... 80
12. Mewariskan Kearifan Lokal ................................................................. 83
13. Nilai-Nilai Luhur Dalam Kearifan Lokal Suku Baduy ........................ 85
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 92
B. Saran ........................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 94
LAMPIRAN ................................................................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap suku bangsa di dunia mempunyai pengetahuan tentang alam
sekitarnya, alam flora dan fauna di daerah tempat tinggalnya dan tingkah laku
sesama manusia dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain, manusia tidak bisa
lepas dengan lingkungan hidupnya. Proses interaksi antara manusia dengan
lingkungan selalu terjadi secara terus-menerus sehingga dapat menimbulkan
pengalaman. Pada giliranya, pengalaman-pengalaman tersebut kemudian
diabstraksikan menjadi konsep-konsep, teori-teori, dan pendidikan atau pedoman-
pedoman tingkah laku bermasyarakat.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang pesat sehingga dapat berpengaruh pada
lingkungan hidupnya. Namun, yang terjadi kemudian adalah bahwa teknologi
mulai disangsikan manfaatnya karena dapat merusak tata lingkungan dan
membawa bencana. Alam yang merupakan obyek pemenuhan kebutuhan
manusia. Tidak ada satupun kebutuhan manusia di dunia ini yang tidak tergantung
dari alam. Awalnya, manusia menyesuaikan dengan alam agar dia dapat bertahan
hidup. Berikutnya, sedikit demi sedikit alam dirubah agar sesuai dengan
kebutuhan manusia di dalamnya. Keserasian dan keseimbangan diberlakukan
agar manusia bersahabat dengan alam. Namun belakangan, keterdesakan untuk
1
2
memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadikan manusia makin gencar
melakukan eksploitasi alam.
Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak
diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan
masyarakat lokal dan dengan pengertian yang bervariasi. Indonesia merupakan
negara yang paling kaya dalam segi budaya. Indonesia mempunyai banyak suku
yang memliki kebudayaan masing-masing. Manusia adalah makhluk hidup
ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan
hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan
seterusnya. Budaya adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.1
Suku Baduy atau biasa disebut “masyarakat Kanekes” atau
pula disebut “masyarakat Rawayan” merupakan salah satu suku yang ada di
Indonesia, yang tinggal sekitar kaki pegunungan Kendeng di desa Kenekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka itu tinggal
didaerah-daerah bukit terpencil, didaerah-daerah hutan wilayah pedesaan Banten
Selatan.
Pada masyarakat Baduy terdapat hal yang menarik yaitu kearifan lokal
mereka mengenai pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat suku Baduy
sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam. Maka dari itu,
masyarakat suku Baduy selalu menjaga ajaran tentang menjaga alam serta
melestarikan. Hingga saat ini, masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh atau
adat yang kuat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Insan Baduy yang
1
Koentjaningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Penerbit Universitas. 1965), hlm. 77-78
1
3
melanggar pikukuhakan memperoleh ganjaran adat dari puun atau pimpinan adat
tertinggi. Hal tersebut yang menciptakan masyarakat Baduy hidup berdampingan
dengan alam secara harmonis. Selain itu. masyarakat Baduy tidak mengeksploitasi
alam, mereka menggunakan seperlunya yang ada di alam dan disertai dengan
pelestarian.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian terhadap
tingkah laku mereka dalam memperlakukan lingkungan sesuai dengan
pengetahuan lokal yang mereka miliki secara turun menurun, sehingga mereka
mampu hidup berdampingan selaras dengan alam.
B. Masalah Penelitian
1. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal
mereka dari pengaruh budaya luar?
2. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal dari
segi bercocok tanam?
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini difokuskan
pada kemampuan masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dalam bercocok
tanam dari masuknya budaya luar. Dengan kata lain bagaimana kemampuan
masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dengan bercocok tanam.
4
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh gambaran tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa
cara mempertahankan kearifan lokalnya dari budaya luar.
2. Untuk menggali informasi terkait tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa
kearifan lokal mereka tentang bercocok tanam.
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditemukan kegunaan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
terhadap kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan terhadap
kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam, khususnya dalam hal bercocok
tanam.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi kajian pengetahuan dalam
ilmu sosial khususnya di jurusan Pendidikan IPS, terkait kearifan lokal
masyarakat Suku Baduy Dalam
F. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian kualitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena
teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar
5
untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen
penelitian.2
1. Hakikat Kearifan Lokal
Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak diperbincangkan
dan didengungkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan
masyarakat lokal. Kearifan dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai
kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau
kecerdasan setempat (local genius). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan
kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh
di dalam wilayah dimana komunitas itu berada.3
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia yang
telah berkembang sejak lama. Kearifan lokal lahir dari pemikiran dan nilai yang
diyakini suatu masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Dalam kearifan
lokal terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide
masyarakat setempat. Oleh karena itu kearifan lokal di setiap daerah berbeda-
beda. Kearifan lokal berkaitan erat dengan pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan. Masyarakat memiliki sudut pandang tersendiri terhadap alam dan
lingkungannya. Masyarakat mengembangkan cara-cara tersendiri untuk
memelihara keseimbangan alam dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan melalui pengembangan
2
Iskandar, Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas. (Jakarta: 2008, UI-
Press), Hlm. 119
3
R. Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana (Jakarta:
Wedatama Widya Sastra. 2010), hlm. 1
6
kearifan lokal memiliki kelebihan tersendiri. Selain untuk memelihara
keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungannya, kebudayaan masyarakat
setempat pun dapat dilestarikan.
Kearifan lokal pada dasarnya memiliki bentuk di dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai,
norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam
ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi
tersebut antara lain adalah:
a. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.
b. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
c. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri
dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan dalam kehidupan
masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk
menghayati, mempertahankan, dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi,
kondisi, kemampuan, dan tata niai yang dihayati di dalam masyarakat yang
bersangkutan. Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian menjadi bagian
dari cara hidup mereka yang arif untuk memecahkan segala permasalahan hidup
yang mereka hadapi. Berkat kearifan lokal mereka dapat melangsungkan
hidupnya, bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan.
Sejalan dengan kearifan lokal, terdapat local genius. Menurut H.G Quaritch
(1948) local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi
7
pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan4
.
Pengertian lain dari local genius oleh Hariyati Soebadio yang menyamakannya
dengan istilah cultural identity, yakni identitas atau kepribadian budaya bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan
asing sesuai watak dan kemampuan sendiri.5
Di lain pihak, Mundardjito
mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena
telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya sebagai
berikut.6
a. Mampu bertahan terhadap budaya luar.
b. Memiliki kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya
asli.
c. Memiliki kemampuan mengakomodasir unsur-unsur budaya luar.
d. Mempunyai kemampuan mengendalikan.
e. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.
Dengan demikian, baik kearifan lokal, pengetahuan lokal, maupun local
genius, pada dasarnya memiliki hakikat yang sama. Ketiga istilah tersebut
mendasari pemahaman bahwa kebudayaan itu telah dimiliki dan diturunkan secara
berkelanjutan dari generasi ke generasi selama ratusan bahkan ribuan tahun oleh
masyarakat setempat atau lokal. Kebudayaan yang telah kuat berakar itu tidak
mudah goyah dan terkontaminasi dengan pengaruh dari kebudayaan lain yang
masuk.
4
R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 9
5
Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa “Local Genius”. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm.
45
6
R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 10
8
2. Hakikat Masyarakat Baduy
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan
potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya. Masyarakat Baduy merupakan
proses perubahan dan perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja
menuju masyarakat yang kompleks. Masyarakat suku Baduy memiliki bentuk
kehidupan bersama di mana setiap anggota kelompoknya terikat oleh hubungan
batin dan bersifat alami serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa
cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ferdinand Tonnies, tentang hubungan-hubungan positif antara
manusia selalu bersifat gemeinschaft (Paguyuban) dan gesellschaft
(Patembayan).7
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana setiap anggota-
anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat kekal. Dasar
hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah
dikodratkan. Bentuk gemeinschaft terutama akan dapat dijumpai di dalam
keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.
Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa gemeinschaft mempunyai beberapa
ciri pokok yaitu:8
a. Intimate, hubungan menyeluruh yang mesra.
b. Private, hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang
saja.
7
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990), hlm.
144
8
Soerjono Soekanto, Ibid, hlm 145
9
c. Exclusive, hubungan tersebut hanyalah untuk kita saja dan tidak untuk orang
lain di luar kita.
Masyarakat Baduy yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari
orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun mempunyai
hubungan darah, yang tempat tinggalnya tidak berdekatan ataupun yang bertempat
tinggal berdekatan, memiliki jiwa dan fikiran yang sama, dan ideologi yang sama.
Setiap suku pastinya memiliki pola dan karakteristik kebudayaan yang
berbeda beda. Tak terkecuali dengan masyarakat suku Baduy. Masyarakat suku
Baduy memiliki pola kebudayaan yang unik. Keunikan pola kebudayaan
masyarakat Baduy merupakan produk dari besarnya pengaruh alam terhadap
masyarakat yang hidupnya tergantung kepada alam. semakin tidak berdaya tetapi
di lain pihak semakin tergantung terhadap alam. Menurut Paul H Landis, sejauh
mana besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa
akan ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian,
tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan.9
Kebudayaan
tradisional akan tercipta apabila masyarakat amat tergantung kepada pertanian,
tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Ciri-ciri kebudayaan yang ada pada masyarakat Baduy yang terbentuk
karena faktor alam adalah sebagai berikut:10
a. Sebagai konsekuensi dari ketidak berdayaan mereka terhadap alam, maka
masyarakat Baduy ini mengembangkan adaptasi yang kuat terhadap
lingkungan alamnya. Perladangan sangat tergantung kepada keadaan atau jenis
9
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta: UGM Press. 2004) hlm.65
10
Rahardjo, Ibid, hlm. 67
10
tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, topografi, banyaknya curah hujan,
dan lainnya. Lingkungan alam dengan elemen-elemen seperti itu cukup
bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Maka masyarakat
Baduy mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai
kekhususan lingkungan alam itu, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami
bahwa pola kebudayaan masyarakat Baduy terikat dan mengikuti karakteristik
khas lingkungan alamnya.
b. Pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya
tingkat inovasi masyarakatnya. Masyarakat Baduy bekerja dengan alam.
Elemen-elemen alam yaitu jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah,
dan sebagainya, mengandung keajegan dan keteraturan. Dengan tingkat
kepastian yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut,
maka mereka tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semuanya serasa
telah diatur dan ditentukan oleh alam.
c. Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakat Baduy. Sebagai
akibat dari kedekatannya dengan alam, masyarakat Baduy mengembangkan
pedoman hidup yang organis. Yang dimaksud organis adalah mereka
cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Pengaruh alam
juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. Kebiasaan hidup yang
lamban ini disebabkan karena mereka sangat dipengaruhi oleh irama alam yang
ajeg dan lamban. Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh
hingga berbuah melewati proses-proses dan tahapan-tahapan yang ajeg.
Dengan cara tertentu orang dapat memperpendek usia tanaman dan
11
meningkatkan produktivitasnya, namun tetap ada batasnya. Orang tidak dapat
mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti memutar mesin. Maka
masyarakat Baduy sering dicap statis, bukan hanya karena mereka tidak
inovatif tetapi juga karena lamban.
d. Dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat Baduy juga mengakibatkan
tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul. Takhayul seperti ini
merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam
yang disebabkan karena tidak dapat memahami dan mnguasai alam secara
benar.
e. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat Bduy terhadap alam juga nampak
dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja.
Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitektur rumah dan alat-alat
bercocok tanam.
f. Kebersamaan masyarakat Baduy terhadap alam juga menyebabkan rendahnya
kesadaran mereka akan waktu. Tanaman memiliki proses alami dengan paket
waktu tersendiri terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang
tinggal menanti proses yang alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki
kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
g. Besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan masyarakat Baduy cenderung
bersifat praktis. Artinya, mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan.
Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat Baduy juga cenderung kurang
mengindahkan etika dalam pergaulan satu saa lain. Terlebih lagi karena mereka
hidup dalam kelompok yang selalu akrab dan sangat mengenal satu sama lain.
12
Dalam situasi seperti ini kurang memungkinkan mereka untuk
menyembunyikan sesuatu dari teman atau tetangga. Maka mereka tidak perlu
berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini yang
mendorong masyarakat Baduy tumbuh dan berkembang sifat-sifat jujur, terus
terang dan suka bersahabat.
Demikianlah karakteristik-karakteristik kebudayaan masyarakat Baduy yang
terbentuk oleh pengaruh alam. sebagaimana dikemukakan di atas, besar kecilnya
pengaruh alam tergantung kepada sejauh mana ketergantungan mereka terhadap
alam, tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan. Pola
kebudayaan semacam ini akan menjadi semakin pudar seiring dengan kemajuan
teknologi, meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan alam, serta tujuan
produksi yang semakin berorientasi pada pencarian keuntungan.
Masyarakat Baduy memiliki mata pencaharian berburu dan meramu,
beternak, dan bercocok tanam di ladang atau bisa disebut food gathering
economic sebagai sumber kebutuhannya. Mata pencaharian ini merupakan suatu
mata pencaharian yang paling tua. Dalam hal ini, ketergantungan mereka terhadap
alam sangatlah tinggi. Sebagai contoh dalam bercocok tanam di ladang. Mereka
hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairan. Bentuk kegiatan
ekonomi masyarakat Baduy melalui barter atau tukar menukar barang. Dalam
pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting kebutuhan terpenuhi
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang tidak pernah menerima
perubahan apapun. Aturan adat berperan penting dalam menjaga tatanan hidup
mereka. Sistem itu yang mengatur masyarakat Baduy sehingga dapat hidup
13
harmonis hingga saat ini. AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) yang
merupakan fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah
pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem”. Menurut teori fungsional
struktural, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-
bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam
keseimbangan.11
Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa
perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap
struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Teori struktural
fungsional memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara
menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Poloma (1979) menyatakan bahwa dalam teori struktural fungsional,
terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Secara sederhana
fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang
masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya,
fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian
yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami
terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada
beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah
sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal
sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan.
Imperatif-imperatif tersebut adalah: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan
Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal Attainment,
11
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: 2013 Raja Grafindo
Persada) hlm.21
14
Integration, Latency). Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki
empat fungsi ini:12
a. Adaptation (Adaptasi): Sebuah sistem harus menangggulangi situasi eksternal
yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhanya.
b. Goal attainment (Pencapaian Tujuan): Sebuah sistem harus mendefinisikan dan
mencapai tujuan utamanya.
c. Integration (Integrasi): Sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-
bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola
antarhubungan ketiga fungsi penting lainya (A, G, L).
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): Sebuah sistem harus melengkapi,
memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola
kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) merupakan ciri
kehidupan masyarakat suku baduy, dimana masyarakat suku baduy itu yang
disebut sebuah sistem. Disini kita lihat Masyarakat baduy bila ditinjau dari konsep
AGIL :
a. Adaptation (Adaptasi)
Masyarakat Baduy beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan cara
menjaga keharmonisan antara lingkungan dan tempat mereka melakukan
aktivitas.
b. Goal (Pencapaian Tujuan)
12
George Ritzer & Goodman J.Douglas, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prenada Media Group.
2010), hlm. 123
15
Masyarakat Baduy harus memelihara apa yang sudah diwariskan dari
leluhurnya dan mewariskanya secara turun-temurun agar tercapai tujuan hidup
mereka.
c. Integration (Integrasi)
Masyarakat Baduy mempertahankan hubungan dari cara mereka beradaptasi,
mempertahankan tujuan hidup, dan mempertahankan warisan leluhur.
d. Latency (Pemeliharaan Pola)
Pola kehidupan masyarakat yang tak pernah berubah. Masyarakat Baduy selalu
memlihara warisan yang telah diberikan leluhurnya demi menjaga
keharmonisan kehidupan mereka. Bagi mereka, menjaga warisan yang telah
diberikan merupakan salah satu bentuk pengabdian mereka kepada leluhur
Skema Parsons (1935) ini mengajukan teori evolusioner yang menjelaskan
gerakan masyarakat dari primitif ke modern melalui empat proses perubahan
struktural utama, yaitu diferensiasi, adaptif upgrading, inkluisi, dan generalisasi
nilai-nilai. Adapun proses diferensiasi struktural dan perkembangan-
perkembangan yang berkaitan dengannya mempengaruhi proses evolusi, seperti
munculnya sistem stratifikasi sosial, organisasi birokratis, sistem uang, jaringan
pasar impersonal, dan pola-pola asosiasi demokratis, disebut universal
evolusioner, yang berperan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
adaptasi mereka.
Parsons mendesain skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency)
ini untuk digunakan disemua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan
tentang empat sistem tindakan dibawah, akan dicontohkan bagaimana cara
16
Parsons menggunakan skema AGIL Adaptation, Goal, Integration, Latency).
Organisme Perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi
dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem
kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan
sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial
menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang
menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi
pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang
memotivasi mereka untuk bertindak.
Parsons menemukan jawaban problem didalam fungsionalisme struktural
dengan asumsi sebagai berikut:13
a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling
tergantung.
b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan-diri atau
keseimbangan.
c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian
lain.
e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkunganya.
f. Alkasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk
memlihara keseimbangan sistem.
13
George Ritzer & Goodman J.Douglas, Ibid, hlm.124
17
g. Sistem cenderung menuju arah pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi
pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan.
keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan
mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.
Masyarakat suku Baduy memiliki keunikan dalam mengelola lingkunganya.
Mereka mengenal pandangan tanpa perubahan apapun. Tingkah laku yang sudah
menjadi kebiasaan yang diwariskan oleh leluhurnya membuat mereka bisa hidup
selaras dengan alam. Masyarakat suku Baduy menganggap alam merupakan
titipan yang Maha Kuasa yang apabila dijaga maka alam itu akan menjaga mereka
juga. Jadi masyarakat Baduy berdasarkan konsep AGIL (Adaptation, Goal,
Integration, Latency) yang dikemukakan oleh Talcott Parson sangat sesuai dengan
kenyataan yang ada.
3. Hakikat Etika Lingkungan
Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari
penghidupanya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya,
terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil. Di
Indonesia, etika lingkungan sebenarnya bukan barang baru. Nenek moyang kita
telah melakukan “kampanye” lingkungan melalui berbagai media seperti legenda,
mitos dan cerita rakyat. Jejak ini masih bisa di kenali dengan kental melalui
kearifan tradisional yang masih dipegang kuat oleh suku-suku di Indonesia. Salah
satunya Suku Baduy. Hampir semua filsuf moral yang berpandangan
18
antroposentris melihat etika lingkungan hidup sebagai sebuah disiplin filsafat
yang berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau
alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap
lingkungan hidup. Jadi, yang terutama menjadi fokus perhatian etika lingkungan
hidup, menurut pengertian ini, bagaimana manusia harus bertindak atau
bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika
lingkungan hidup disini dipahami sebagai disiplin yang mengatur perilaku
manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang
menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.14
Perkembangan baru dalam etika lingkungan hidup menuntut perluasan cara
pandang dan perilaku moral manusia dengan memasukkan lingkungan hidup atau
alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral. Etika lingkungan hidup lalu
memasukkan pula semua makhluk nonmanusia ke dalam perhatian moral
manusia. Dengan kata lain, kendati bukan pelaku moral makhluk bukan manusia
pantas menjadi perhatian moral manusia karena mereka dipandang sebagai subyek
moral. sebagaimana dikatakan Schweitzer, “Kesalahan terbesar semua etika
sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara
manusia dengan manusia”.
Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia
terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi antara
semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang
mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain
14
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010), hlm.40
19
atau alam secara keseluruhan. Termasuk didalamnya, berbagai kebijakan politik
dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap
alam. Keraf mengatakan terdapat tiga model teori etika lingkungan, yakni yang
disebutnya sebagai Shallow Environtmental Ethics, Intermediate Environtmental
Ethics dan Deep Environtmental Ethics.15
Ketiga teori ini juga dikenal dengan
sebutan antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Antroposentrisme (Shallow Environtmental Ethics) Antroposentrisme
adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan
dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil berkaitan dengan
alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah kepentingan
manusia. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala
sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian
sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Biosentrisme adalah suatu
pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme menolak
teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang memiliki
nilai dalam dirinya.
Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya
manusia. Ada banyak hal dan jenis makhluk yang memiliki kehidupan. Pandangan
biosentrisme mendasarkan moralitas pada keseluruhan kehidupan, entah pada
manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Karena yang menjadi pusat perhatian
15
A. Sonny Keraf, Ibid, hlm. 67
20
dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan. Dengan demikian, secara moral
berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral
yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Ekosentrisme (Deep Environtmental Ethics) Ekosentrisme merupakan
kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini
sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada
penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi
pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas
pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep
etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti tumbuhan dan hewan.
Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk komunitas ekosistem
seluruhnya (biotis dan a-biotis).
Biosentrisme dan ekosentrisme, memandang manusia tidak hanya sebagai
makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis,
makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah,
tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik
semua makhluk dan memandang manusia tak lebih dari salah satu bagian dalam
jaringan kehidupan. Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini
layak dan harus dijaga. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam
ini dalam kedudukan yang hierarkis dan atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah
kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain.
21
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan konsep etika
lingkungan dan ekosentrisme karena apabila kita bicara pelestarian lingkungan,
tentu tidak akan terlepas oleh etika lingkungan. Maksud etika lingkungan disini
yaitu untuk menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungan dan bagaimana
seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan. Manusia dan lingkungan tidak
bisa dilepaskan karena keduanya memiliki hubungan timbal balik. Lingkungan
menyediakan segala yang dibutuhkan manusia dan manusia harus bisa menjaga
lingkungan tersebut agar tetap terjaga. Etika lingkungan disini merupakan konsep
untuk memahami tindakan manusia dan lingkungan yang saling berkaitan.
22
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cibeo Baduy Dalam. untuk
mencapai lokasi penelitian, diperlukan waktu kurang lebih 3 jam dikarenakan
akses menuju tempat penelitian itu hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki
melewati area perbukitan dan sungai. Jarak tempuh yang dilalui sekitar 13
kilometer dari pintu masuk menuju perkampungan Baduy. Sepanjang perjalanan
akan tersaji pemandangan hamparan sawah dilereng-lereng bukit, pohon-pohon
duren, pemukiman warga dan aren, serta terlihat juga hutan-hutan. Hutan yang
sunyi ditumbuhi dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang. Pemandangan yang
indah terlihat dengan jelas di saat kita tepat berada di atas bukit. Alam yang selalu
terjaga dengan baik. Sungguh berbeda dengan pemandangan yang ditempat-
tempat indah yang lain.
Untuk mencapai perkampungan Suku Baduy, dibutuhkan waktu sekitar 90
menit lamanya dari kota Rangkasbitung. Desa kanekes adalah suatu daerah yang
hampir tanpa dataran dan semata-mata terdiri dari bukit-bukit serta lembah-
lembah yang curam dibeberapa tempat dan sungai-sungai yang menyebabkan
sulitnya mencapai kampung itu dalam waktu singkat. Dengan keadaan fisik yang
demikian ditambah dengan adat-istiadat yang dipatuhi masyarakat Baduy, apabila
dibandingkan dengan masyarakat sekelilingnya, maka masyarakat Baduy
diklasifikasikan sebagai masyarakat terasing khususnya di Jawa Barat.
22
23
Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua yaitu masyarakat Baduy Tangtu
yang biasa disebut masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat Baduy Panamping
yang biasa disebut masyarakat Baduy Luar. Yang membedakan masyarakat
Baduy Tangtu dengan Baduy Panamping yaitu dari cara pakaianya. Baduy Tangtu
berwarna putih, sedangkan Baduy Panamping berwarna hitam.
Hingga saat ini masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh (aturan adat)
yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu pikukuh itu berbunyi lojor
teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, yang berarti panjang
tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh sambung. Makna dari pikukuh itu antara
lain tidak mengubah sesuatu atau menerima apa yang sudah ada tanpa menambahi
atau mengurangi dari yang ada itu. Masyarakat Baduy yang melanggar pikukuh
akan memperoleh ganjaran adat dari puun (pimpinan adat tertinggi). Masyarakat
Baduy merupakan masyarakat tradisional bersahaja dan kaya akan sumber
kearifan yang dapat menjadi teladan atau panutan kita.
Pemukiman orang Baduy merupakan daerah berbukit yang makin kearah
selatan makin curam lereng-lerengnya. Tempat yang paling rendah dari daerah ini
berada pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut, sedangkan tempat yang
paling tinggi merupakan puncak pegunungan kendeng terletak pada ketinggian
1.200 meter dari permukaan air laut. Hutan yang lebat di sekitar pegunungan
kendeng merupakan sumber air yang penting bagi daerah aliran sungai Ciujung di
sebelah hilir (Banten Utara).
24
B. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelititian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
peelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan.,dan lain-lain secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara secara
mendalam. Pengamatan dalam kegiatan observasi dilakukan pada bangunan-
bangunan, permukiman dan lingkungannya, serta aktivitas di dalamnya, lahan
ladang dan lingkungannya, serta aktivitas bercocok tanam, sumber air, sungai dan
lingkungannya, hutan, gunung, serta aktivitas di dalamnya.
Sementara itu, kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepada para
narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro,
kokolot), dan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar yang terpilih sebagai informan
kunci. Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah
Kanekes hingga warga masyarakat yang sangat mengetahui tentang topik tersebut.
Teknik snowballing adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada
25
awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.16
Hal ini dilakukan karena
dari jumlah data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang
memuaskan, maka mencari informan lagi yang dapat digunakan sebagai sumber
data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti
bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar. Umumnya mereka
diwawancara 1-2 jam/orang di rumah (jika malam hari) dan atau di ladang (jika
siang hari). Informasi yang dikumpulkan meliputi :
1. Konsep budaya tentang pelestarian lingkungan, yaitu mengenai bercocok
tanam
2. Pengetahuan tradisional tentang bercocok tanam.
3. Cara tradisional dalam mengolah Sumber Daya Alam yang tersedia seperti
menanam padi, mengobati padi, dan memanen padi.
4. Pelestarian Sumber Daya Alam yaitu meliputi pengelolaan tanah dan
pengelolaan tumbuhan.
5. Mewariskan kearifan lokal ke generasi berikutnya dengan cara bercocok
tanam.
Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis meliputi pikukuh (aturan adat)
dan ketentuan lokal di masyarakat Baduy, kearifan lokal dan tradisi perladangan,
dan kearifan lokal dan kelestarian hutan dan air.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: 2010 Alfabeta)
hlm.219
26
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai agar
mendapatkan hasil yang sempurna, adapun teknik tersebut meliputi:
1. Teknik Observasi
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis.17
Observasi dilakukan melalui kegiatan keseharian yang dilakukan
informan dalam melakukan aktivitas bercocok tanam. Observasi adalah dasar
semua ilmu pengetahuan. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan
makna dari perilaku tersebut. Dengan adanya observasi di lapangan, peneliti akan
lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan
dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Peneliti dapat melihat
hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada
dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan
terungkapkan dalam waawancara.
2. Teknik Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara.18
Data dikumpulkan dengan melakukan tanya
jawab secara langsung terhadap narasumber. Narasumber diwawancara pada saat
mereka tidak melakukan aktivitas. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan
17
Iskandar Indranata, Ibid, hal. 125
18
Iskandar Indranata, Ibid, hal. 119
27
baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan
atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat seperti, buku catatan yang
berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data dan kamera
yang digunakan untuk memotret agar dapat meningkatkan keabsahan penelitian.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan
penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian. Teknik ini
dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat administrasi dan kegiatan yang
terekomendasikan. Mencatat dan mengumpulkan data yang diperoleh dari
pengamatan terkait obyek yang diteliti.
4. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data
Guna mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian dan ketercapaian
tujuan yang diinginkan, maka peneliti perlu melakukan kalibrasi tentang
keabsahan data yaitu dengan cara:
1. Memelihara Catatan Lapangan
Membuat catatan dan komentar terhadap catatan mentah dilapangan yang
tidak lepas dari fokus permasalahan. Catatan ini dibuat dengan urutan nomor
catatan lapangan, tanggal pengamatan, deskripsi partisipasi, deskripsi bialogis dan
deskripsi lingkungan fisik. Dalam meneliti Baduy Dalam, catatan lapangan
28
disesuaikan dengan kondisi dimana kita berada. Hal ini dikarenakan ada sebagian
wilayah-wilayah yang tak boleh menggunakan teknologi modern sesuai peraturan
adat yang ditetapkan.
2. Melakukan Diskusi dengan Informan dan Key-Informan
Dalam memperkaya penelitian perlu diaadakannya diskusi dengan informan
yaitu Jaro suku Baduy dan masyarakat suku Baduy agar memperoleh masukan
dan penjelasan tentang permasalahan yang diteliti. Diskusi dilakukan pada saat
masyarakat Baduy selesai ataupun sebelum melakukan aktivitas berladang. Agar
lebih mendalami, dilakukan pengamatan dengan cara mengikuti setiap kegiatan
informan pada saat aktivitas bercocok tanam.
3. Kegiatan Pengumpulan Sumber Data
Dalam melakukan penelitian perlu diadakannya pengumpulan sumber data
untuk memperoleh data yang nantinya akan dianalisis. Sumber data dilakukan
untuk memenuhi dan memperjelas penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti
langkah-langkah dengan penelaahan, kategorisasi, melakukan tabulasi data dan
atau mengkombinasikan bukti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Prosedur
ini senada dengan prosedur yang direkomendasikan, bahwa proses analisis data
dimulai dengan :
1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, dalam hal ini adalah
dari hasil wawancara, kuesioner, maupun analisis dokumen.
29
2. Setelah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan apa yang
dinamakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman
yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan kunci yang perlu dijaga agar tetap
berada didalamnya.
3. Langkah berikutnya adalah menyusunnya kedalam satuan-satuan untuk
kemudian dikategorisasikan.
4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik tertentu
5. Diakhiri dengan penafsiran data.
Cara lain dilakukan dengan teknik analisis pencocokan pola (pattern-
matching), yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik
dengan pola yang diprediksikan. Terakhir adalah teknik analitis (explanation
building), yaitu cara menganalisis data studi kasus dengan membangun penjelasan
tentang kasus tersebut.
30
BAB III
HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy sejak awal kelahiran dengan salah satu tugas pikukuh
karuhun “Ngasuh Ratu Ngajayak Menak” sudah sangat menyadari bahwa dalam
menjalankan kehidupan adatnya erat sekali hubungannya dengan yang namanya
raja atau pejabat negara. Masyarakat Baduy sangat respon dan peduli terhadap
situasi, perkembangan dan keberadaan pemerintah sekitar yang menaunginnya.
Dalam hal ini mulai dari pemerintah tingkat Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukti adanya
respon dan kepedulian tersebut sangat jelas terlihat dengan diadakannya secara
rutin di kegiatan acara adat masyarakat Baduy untuk melakukan acara seba setiap
tahun. Seba adalah acara persembahan hasil panen kepada para pemimpin yang
berkuasa di kabupaten Lebak. Makna acara seba ini adalah menjalin silaturahmi
untuk saling mengingatkan, mendoakan, dan saling menitipkan agar kesukuan
mereka, pemerintah, bangsa dan negara selalu aman dan tentram, terhindar dari
berbagai bencana alam, sehingga tercipta kemakmuran dan keadilan.
1. Latar Belakang Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy merupakan sebutan yang diberikan bagi masyarakat
Sunda yang hidupnya mengasingkan diri dari keramaian di Desa Kanekes,
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sebutan lainya adalah orang
Rawayan, orang Kanekes, atau asal kampung mereka seperti Cibeo, urang Tangtu.
30
31
Masyarakat Baduy terbagi atas dua wilayah adat, yaitu Urang Tangtu (Baduy-
Dalam) yang bertempat tinggal di tiga kampung inti yaitu Kampung Cikeusik,
Kampung Cibeo, dan Kampung Cikartawarna, dan Urang Panamping (Baduy-
Luar) yang tinggal dikampung-kampung di luar ketiga daerah inti, seperti
kampung Cipaler, Cikadu, Cigula, Cihandam, Cikadu, Gajeboh, Karahkal, dan
kampung Baduy-Luar lainnya.19
Selanjutnya, menurut definisi yang diberikan
oleh beberapa dongeng dan cerita rakyat di Banten, Baduy datang dari nama
sebuah tempat yang dijadikan tempat huniannya.
Berdasarkan pengakuan orang Baduy Dalam, masyarakat Baduy merupakan
keturunan langsung dari manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi
ini yang bernama Adam Tunggal.
“Baduy itu masyarakat yang mempunyai tugas melindungi alam ini. Kami
merupakan keturunan langsung dari Adam Tunggal. Kami ada didunia ini
untuk melindungi alam ini”.20
Mereka meyakini bahwa suku-suku bangsa lain di dunia ini adalah bagian
atau keturunan-keturunan lanjutan dari masa lalu mereka yang mengemban tugas
berbeda-beda sesuai dengan hasil musyawarah awal di waktu penciptaan dunia
ini.
Menurut sejarahnya orang Baduy pindah di daerah Gunung Kendeng pada
abad 16, bersamaan dengan runtunya Kerajaan Pajajaran. Duhulu sebelum Islam
masuk ke Indonesia dan Jawa, pengaruh agama Hindu dan Budha sangat kuat,
termasuk Kerajaan Pajajaran. Pada tahun 1579 masuklah Islam untuk
19
Senoaji, G. 2005. Pemanfaatan Hutan dan Lingkungan oleh Masyarakat Baduy dalam
mengelola Hutan dan Lingkngannya. Thesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
20
Wawancara dengan SM (Warga Desa Cibeo) tanggal 17 Maret 2015
32
menghancurkan Kerajaan Pajajaran dan masyarakat disana berpindah ke agama
Islam. Ada sekelompok masyarakat yang menolak untuk masuk Islam, kemudian
mereka berpindah tempat untuk mengasingkan diri. Kelompok tersebut yang
kemudian dinamakan Suku Baduy.
Ada beberapa versi mengenai kata Baduy, salah satunya adalah nama
tersebut diambil dari sebuah suku di negara Arab yang bernama Badawi yang
hidup secara nomaden di gurun pasir.21
Orang-orang Belanda yang berada di
Indonesia pada waktu itu memberi nama itu kepada kelompok ini. Ada pula yang
mengaikan bahwa kaum Badwi di Arab pada zaman Nabi Muhammad merupakan
suku yang tidak mau masuk agama Islam. Dikaitkan dengan keberadaan Baduy di
Indonesia pada waktu itu yang menola untuk masuk Islam, maka muncul istilah
Baduy. Versi lain menjelaskan bahwa nama Baduy diambil dari nama bukit yang
berada di selatan Desa Kanekes tempat mereka tinggal. Masyarakat Baduy sendiri
menyebut dirinya dengan sebutan orang Kanekes yang berarti orang Sunda,
sehingga sampai saat ini desa yang mereka tempati disebut Desa Kanekes. Seperti
yang dikatakan salah satu informan:
“Kanekes itu nama Desa, Baduy nama masyarakatnya. Selain dari itu
berarti sebutan yang diciptakan oleh orang luar Baduy”.22
Masyarakat Baduy tak peduli dengan sebutan yang banyak diberikan
kepadanya. Mereka enggan berkomentar banyak tentang nama-nama sebutan yang
diberikan orang luar kepadanya.
21
Para pemangku adat masyarakat Baduy menolak nama Baduy diambil dari istilah “Badawi”
yang ada di daerah Arab. Menurut mereka, istilah Badawi atau Badui merupakan penyebutan
yang dilakukan oleh orang Belanda terhadap mereka dengan tujuan untuk merendahkan mereka
sebagai orang bodoh dan terbelakang.
22
Wawancara dengan DN, (tokoh masyarakat Baduy Luar) Tanggal 15 Maret 2015
33
2. Geografi Desa Kanekes
Wilayah Baduy itu berdasarkan lokasi geografinya terletak kira-kira pada
60
27’ 27”- 60
30’ Lintang Utara dan 1080
3’ 9” - 1060
4’ 55” Bujur Timur.
Wilayahnya berbukit-bukit, tersusun oleh sambung menyambung bukit. Wilayah
hutan yang luas dengan bentuk daratan yang berbukit-bukit dari mulai desa Baduy
Luar hingga Desa Baduy Dalam diperkirakan mempunyai luas wilayah 5.136,58
hektar.23
Pemukiman biasanya berada pada daerah-daerah datar dekat sumber air
dibawah lembah. Suasana yang sejuk dan indah tersaji diatas dataran-dataran
tinggi. Air sungaiyang mengalir jernih melintasi rumah-rumah masyarakat
Baduy. Sungai yang mengalir diwilayah ini adalah sungai Ciujung, yang hulunya
berasal dari daerah-daerah hutan di bagian selatan wilayah Baduy dalam.
sedangkan aliran airnya mengalir kebagian hilir melewati daerah-daerah Baduy,
terus keluar melintasi ibu kota kabupaten, di Rangkasbitung dan bermuara
dipantai utara laut Jawa dekat wilayah Jakarta.
3. Administrasi Desa Kanekes
Wilayah Baduy atau biasa disebut wilayah Kanekes, berdasarkan
administrasi pemerintahan masuk kedalam desa Kanekes, kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jarak dari ibu kota kabupaten di
Rangkasbitung ke kecamatan Leuwidamar lebih kurang 37 km. Jumlah penduduk
masyarakat Baduy sendiri sekitar 11.620 jiwa.24
Perjalanan menuju wilayah
kecamatan ini dari ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan kendaraan motor
23
BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Lebak, tahun 2009
24
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Lebak, tahun 2015
34
ataupun mobil dengan cukup lancar, kecuali pada beberapa tempat jalanya kurang
bagus, khususnya diwaktu-waktu yang lampau. Sedangkan untuk menuju wilayah
Baduy, dari kecamatan Leuwidamar, dapat menggunakan motor ataupun mobil
dengan melintasi dua jalur perjalanan, yaitu melewati desa Cisemeut atau
Cibungur sampai ke daerah perbatasan Baduy di Ciboleger. Pada lintasan yang
pertama, jalannya datar lebih pendek, tetapi harus menyeberangi Sungai
Cisemeut. Pada musim kemarau air dangkal, sehingga mobil bisa melintasi sungai
itu. Akan tetapi bila musim hujan, air sungai Cisemeut deras, kendaraan mobil
tidak bisa melintasi wilayah ini, hanya sampai ditepi sungai saja. Sedangkan
kendaraan motor ataupun pejalan kaki dapat melanjutkan perjalanan melintasi
jembatan gantung dari kayu. Sedangkan pada lintasan pertama, melintasi jalan
desa berbatu-batu, jaraknya agak jauh dan melintasi daerah-daerah perbukitan
yang agak curam, tetapi walaupun musim hujan, mobil masih dapat melintasi
daerah ini.
Masyarakat Baduy secara umum dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
masyarakat Baduy Luar dan Masyarakat Baduy Dalam. masyarakat Baduy Luar
bisa pula disebut masyarakat panamping. Hal ini karena mereka bermukim di
bagian luar wilayah Baduy atau yang mendampingi wilayah Baduy Dalam.
sedangkan masyarakat Baduy Dalam biasa pula disebut masyarakat kajeroan atau
masyarakat “girang” (hulu). Daerah pemukiman Baduy berdasrkan sejarahnya
telah dikenal sejak lama. Bahkan dulu sebelum adanya akses jalan menuju kesana,
masyarakat luar sudah mengenal masyarakat Baduy. Wilayahnya terbentang
mencakup dari mulai daerah yang berbatasan dengan sungai Cisiemut di bagian
35
Utara agak ke Timur sampai sungai Kendeng di bagian Selatan. Di luar wilayah
Baduy atau desa Kanekes, masih terdapat wilayah Baduy yang biasa disebut
daerah Dangka. Daerah Dangka merupakan bagian masyarakat Baduy yang
memilih tinggal ditempat di luar daerah Baduy untuk alasan-alasan seperti
perkawinan, mata pencaharian, dan lain sebagainya.
4. Sistem Pemerintahan
Berbagai referensi telah banyak mengupas tentang kedudukan, tugas, dan
wewenang puun sebagai pucuk pimpinan adat Baduy suku Baduy. akan tetapi,
menurut perspektif adat Baduy belum secara holistik atau paripurna, sehingga
penjelasan-penjelasan tersebut masih menjadi misteri.
Masyarakat Baduy mengenal organisasi sosial dalam kehidupan
bermasyarakat. Mereka mengakui adanya hierarki kepemimpinan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bagi mereka kedudukan para pemimpin puncak
sifatnya kekal serta memiliki peranan dan kekuasaan luas terhadap keseluruhan
sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu sudah ditentukan oleh
aturan nenek moyangnya yang disebut karuhun.
Dalam hal sistem pemerintahan yang berlaku di masyarakat Baduy
mengenal dua sistem, yakni struktur pemerintahan adat dan struktur pemerintahan
desa. Kedua struktur ini sangat berbeda alur kerja dan kekuatan hukumnya.
Strktur pemerintahan Adat lebih banyak memiliki peran penting dibandingkan
struktur pemerintahan Desa. Hal ini yang banyak menyebabkan bertahanya
kebudayaan-kebudayaan yang ada di masyarakat Baduy ini. Kebudayaan itu
36
meliputi pengetahuan mereka terhadap aturan-aturan adat yang tak pernah
berubah dan terus di aati oleh masyarakat Baduy.
e
Struktur Lembaga Adat Baduy
(sumber: Feri Prihantoro, 2006:7)
PUUN
Jaro Tangtu Girang Seurat
Baresan Salapan
Perangkat Palawari Adat
Tanggungan Dua BelasTangkesan
Jaro Tujuh
Jaro Pamerentah Kokolotan
Sekdes/Carik
Pangiwa Pangiwa Pangiwa
37
Pemimpin tertinggi struktur pemerintahan adat dipegang oleh tiga Puun
atau bisa dibilang raja yaitu Puun Cibeo, Puun Cikartawarna, dan Puun Cikeusik.
Puun adalah dpimpinan yang mengurus seala urusan amanat secara batiniah untuk
mendoakan keselamatan alam, lingkungan dan kehidupan seluruh umat manusia
termasuk bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Puun tidak langsung
mengurus atau memimpin semua kegiatan kemasyarakatan secara operasional.
Ketiga Puun ini mempunyai tugas yang berbeda. Ruang lingkup dan gerak
kehidupan Puun lebih sederhana dan terbatas dibanding dengan kehidupan
anggota masyarakatnya. Kehidupan puun lebih mendekati pada kehidupan
seorang begawan yang jauh dari nafsu kematerian.
Jaro Tangtu adalah wakil Puun yang memiliki amanat untuk melaksanakan
pemerintahan dan segala amanat hukum adat. Istilah tangtu sendiri memiliki
pengertian.
“Yang memastikan terhadap suatu masalah, yang menentukan suatu
keputusan atau kepastian. Yang harus dilaksanakan.25
Jaro Tangtu memiliki kedudukan sebagai tangan kanan Puun yang
berkaitan dengan pelaksanaan seluruh aspek kehidupan, baik yang berhubungan
dengan sosial kemasyarakatan, pelaksanaan dan penerapan hukum adat beserta
penerapan sanksi, penentuan dan pengaturan waktu kegiatan upacara-upacara
adat, sosialisasi seputar tatanan hukum adat pada masyarakat Baduy, dan penataan
keamanan dan ketertiban. Jaro tangtu merupakan pusat pemecahan masalah dan
berkewajiban untuk mengambil sikap demi terjaminnya pelaksanaan hukum adat
25
Wawancara dengan AM (Warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
38
dan keselamatan masyarakat Baduy. Jaro tangtu berhak mengambil keputusan
untuk menugaskan jajaran tokoh adat baik jajaran tokoh adat Baduy Dalam,
maupun jajaran tokoh adat Baduy Luar. Jaro tangtu berkewajiban mengawasi
secara umum tentang pelanggaran pelaksanaan hukum adat di masyarakat Baduy
Dalam maupun Baduy Luar.
Dalam struktur lembaga hukum adat Baduy posisi girang seurat sejajar
dengan jaro tangtu, tetapi girang seurat memiliki tugas khusus yang spesifik yaitu
sebagai pendahulu dalam menentukan waktu pelaksanaan acara ngaseuk huma
serang dari awal pembukaan nyacar, nuaran, ngaduruk, ngaseuk, ngored,
ngubaran huma sampai pada proses panen. Girang seurat tidak memiliki
kewenangan dan hak seperti jaro tangtu dalam pengambilan keputusan hukum
adat, tetapi dalam setiap acara musyawarah adat, girang seurat selalu hadir
menyaksikan termasuk memberikan saran atau nasihat.
Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal dari
warga Baduy Luar berkedudukan di kampung cicatang, tangkesan ini memiliki
kharisma, wibawa yang cukup tinggi bahkan disegani oleh seluruh warga Baduy
Dalam maupun Baduy Luar termasuk dihormati oleh para pemimpin adat Baduy.
Kewibawaan itu timbul karena tugas dan wewenang tangkesan cukup besar,
termasuk salah pada puun-puun dalam hal adat. Tangkesan adalah tokoh adat
yang memiliki pengaruh kuat dalam mengangkat, melantik, dan memberhentikan
para petugas adat yang berada di Baduy Luar, tetapi tidak untuk pemangku adat
Baduy Dalam, tangkesan juga memiliki kelebihan dan kemampuan berdoa dalam
39
hal keselamatan bumi alam, bangsa dan negara juga bagi warga atau masyarakat
yang tertimpa masalah termasuk mendoakan tentang masalah yang dihadapi puun.
Dalam struktur lembaga adat kedudukan jaro tanggungan dua belas sejajar
dengan tangkesan dan sama-sama merupakan pimpinan dari jaro tujuh. Tangkesan
bertindak sebagai bapaknya jaro tujuh sedangkan tanggungan dua belas lebih
berfungsi sebagai saksi jaro tujuh. Tugas utama jaro tanggungan dua belas adalah
mengurus bidang keamanan dengan memberikan perlindungan dan tindakan
hukum kepada seluruh masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran
adat baik di wilayah Baduy Dalam maupun Baduy Luar.
5. Aktivitas Perekonomian
Orang Baduy tak bisa dipisahkan dari padi yang dilambangkan sebagai
Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang harus ditanam menurut ketentuan-ketentuan
karuhun, yaitu seperti bagaimana para nenek moyang mereka menanam padi. Padi
ditanam dilahan kering dan tidak boleh ditanam di hutan larangan.
Mata pencaharian masyarakat Baduy lebih mengutamakan sistem tertutup,
artinya aktifitas ekonomi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan diproduksi serta dikonsumsi di lingkungan Baduy sendiri. Begitu juga
pakaian, sandal dan peralatan pertanian mereka buat sendiri dengan menggunakan
bahan-bahan yang ada di lingkungan mereka. Hanya sebagian kecil kebutuhan
didapatkan dari wilayah sekitar Baduy. Pertanian merupakan aktivitas ekonomi
utama dan penting, sedangkan aktivitas tambahan berupa kerajinan seperti sarung,
baju, dan membuat gula aren. Dengan prinsip bahwa aktivitas ekonomi hanya
40
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan memperkaya diri, maka tidak
banyak aktivitas jenis ekonomi yang dilakukan mereka seperti masyarakat modern
pada umumnya.
Seluruh masyarakat Baduy belajar untuk bekerja di pertanian sesuai
dengan aturan yang telah ditentukan. Di Baduy terdapat aturan pertanian yang
diikuti oleh masyarakatnya. Ada waktu dimana mereka harus mengolah tana,
menanam, maupun memanen hasil pertaniannya. Sistem pertanian disana adalah
dengan sistem berladang dan berkebun. Pada masa dimana mereka tidak sedang
bekerja di ladang, Baduy laki-laki bekerja di hutan untuk berburu dan memanen
madu, sementara Baduy wanita bekerja memasak atau merawat anaknya yang
masih bayi ataupun membuat kerajinan tangan dari kulit pohon.
Hasil dari aktivitas ekonomi ini oleh mereka diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan untuk upacara-upacara, sedangkan sisanya mereka jual
ke daerah luar untuk dibarter dengan kebutuhan yang tidak mereka hasilkan
seperti garam, minyak, serta bumbu-bumbu. Madu Baduy sangat terkenal di
daerah Banten karena tidak dicampur dengan bahan lainnya, sehingga sering
disebut madu asli. Mereka menjual madu dan hasil kerajinan lainnya sampai
kekota. Saat pergi ke kota untuk menjual madu, masyarakat Baduy Dalam tidak
menggunakan alat transportasi seperti yang kita gunakan sehari-hari. Mereka
hanya berjalan kaki menyelusuri jalanan hingga sampai ditujuan yang mereka
inginkan.
41
6. Religi dan Adat
Sistem religi yang dianut masyarakat suku Baduy adalah penghormatan
ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, Batara Tunggal.
Keyakinan mereka itu dsebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Konsep-
konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya ditujukan kepada pikukuh
Baduy untuk bekerja menurut alur itu dalam mensejahterahkan kehidupan Baduy
dan dunia ramai. Seperti yang dikatakan salah satu informan.
“Agama nu diagen ku masyrakat Baduy ngarana Agama Sunda Wiwitan,
nabina Adam Tunggal. Dina keyakinan Sunda Wiwitan kami mah teu
kabagean parentah shalat seperti dulur-dulur sabab wiwitan Adam
tugasna memelihara kasaimbangan ieu alam, teu ngabogaan kitabna da
ajarana neurap jeung alam. Makana agama Slam Sunda Wiwitan ngan
ukur keur urang Baduy”.26
Masyarakat Baduy percaya, bahwa mereka adalah orang yang pertama kali
diciptakan sebagai pengisi dunia dan bertempat tinggal di pusat bumi. Segala
gerak laku masyarakat Baduy harus berpedoman kepada buyut karuhun (ketentuan
adat) yang telah ditentukan dalam bentuk pikukuh karuhun (larangan adat).
Seseorang tidak berhak dan tidak boleh melanggar dan mengubah tatanan
kehidupan yang telah ada dan sudah berlaku turun menurun. Dalam
kehidupannya, puun sebagai pimpinan tertinggi adat Baduy adalah keturunan
batara serta dianggap sebagai penguasa agama sunda wiwitan yang harus ditaati
segala perintah dan perkataannya. Rukun agama sunda wiwitan yang terdiri dari :
ngukus, ngawalu, muja, ngalaksa, ngalanjak, ngapundayan, dan ngareksakeun
sasaka pusaka harus ditaati oleh seluruh masyarakat Baduy. Aturan dan tata cara
pelaksanaan rukun Baduy ini dipimpin oleh puun sebagai ketua adat masyarakat
26
Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
42
Baduy. Kedudukan para pimpinan adat memiliki peranan dan kekuasaan luas
terhadap keseluruhan sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu
sudah ditentukan oleh karuhun dengan maksud untuk menyelamatkan taneuh
titipan yang merupakan intinya jagat. Jika taneuh titipan ini hancur dan rusak,
seluruh kehidupan di dunia akan rusak pula.
Pikukuh karuhun itu harus ditaati oleh masyarakat Baduy dan masyarakat
luar yang yang sedang berkunjung ke Baduy. Ketentuan-ketentuan itu diantaraya
sebagai berikut:27
a. Dilarang menggunakan pakaian sembarangan, yaitu keseragaman dalam
berpakaian. Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih dan
Baduy Luar berpakaian hitam dengan ikat kepala hitam.
b. Dilarang berladang sembarangan. Berladang harus sesuai dengan ketentuan
adat.
c. Dilarang memelihara hewan binatang ternak kaki empat, seperti kambing dan
kerbau.
d. Dilarang menanam tanaman budi daya perkebunan, seperti kopi, kakao,
cengkeh, kelapa sawit, dan sebagainya.
e. Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalna menggunakan pupuk, obat
pemberantas hama penyakit, menggunakan minyak tanah, mandi menggunakan
sabun, menggosok gigi menggunakan pasta, dan meracun ikan.
27
Wawancara dengan SM (Jaro desa Cibeo) tanggal 14 Februari 2015
43
f. Dilarang mengubah bentuk tanah, misalnya menggali tanah untuk membuat
sumur, meratakan tanah untuk pemukiman, dan mencangkul tanah untuk
pertanian.
g. Dilarang masuk hutan larangan untuk menebang pohon, membuka ladang, atau
mengambil hasil hutan lainnya
h. Dilarang mengubah jalan air, misalnya membuat kolam ikan, mengatur
drainase, dan membuat irigrasi. Oleh karena itu, sistem pertanian padinya
adalah padi ladang, pertanian padi sawah dilarang dikomunitas masyarakat.
Masyarakat Baduy mempunyai struktur tatanan hukum adat yang tunduk
dan patuh kepada puun sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan adat dan
pimpinan keagamaan yang berada dikampung Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna.
Sistem struktur hukum adat di perkampungan masyarakat Baduy memegang
peranan penting dalam mengayomi semua lapisan warganya bak dalam bidang
kemasyarakatan ataupun dalam mengelola lingkungan alamnya. Tata cara
pengerjaanya diatur oleh adat dan dipatuhi dengan seksama sehingga dapat
berjalan penuh keseimbangan. Adat telah mengatur kelestarian alam sebagai
penopang hidup dan kehidupan, serta mampu mewujudkan keakraban manusia
dengan alam untuk hidup berdampingan dan berkesinambungan, sehingga alam
lingkungannya itu sendiri memberikan kesuburan yang berlimpah. Tatanan aturan
adat tersebut mengatur hubungan antara masyarakat Baduy dengan Tuhannya,
masyarakat Baduy sendiri, masyarakat Baduy dengan masyarakat luar, dan
masyarakat Baduy dengan lingkungan alamnya. Dalam mengelola lingkungannya,
secara garis besar aturan adat Baduy terbagi menjadi aturan tentang pengelolaan
44
lahan pertanian dan pelestarian lahan hutan. Oleh karena itu setiap kegiatannya
selalu diikuti oleh upacara-upacara adat.
B. Deskripsi Objek Penelitian
1. Keluarga AJ
Mang AJ, lelaki berusia 58 tahun adalah masyarakat yang tinggal di desa
Cibeo Baduy Dalam. Mang AJ adalah keluarga yang dianugerahi 6 orang anak.
Terdiri dari 5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Bercocok tanam bagi keluarga
Mang AJ merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun selain
untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga Mang AJ menganggap bercocok
tanam merupakan wujud kesetiaan mereka terhadap alam dan wujud syukur
mereka kepada Sang Pencipta. Dengan bercocok tanam, mereka dapat bertukar
pikiran dengan alam. Alam menyajikan sumber kehidupan yang tiada habisnya
untuk mereka. Bercocok tanam bagi Mang AJ berguna untuk melatih fisik mereka
dan menyatu dengan kondisi dimana mereka tinggal. Dengan jarak tempuh yang
jauh antara rumah dengan tempat mereka berladang dan tempat bercocok tanam
yang cukup membahayakan, menunjukkan betapa kuatnya fisik mereka.
Setiap pagi hari, keluarga Mang AJ bersama-sama pergi keladang untuk
melakukan aktivitas-aktivitas bercocok tanam. Terlihat jelas kekompakkan
mereka pada saat melakukan aktivitas bersama. Mang AJ mengajarkan kepada
setiap anaknya, agar selalu menjaga keindahan alam. Mang AJ menanamkan nilai-
nilai dan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya kepada anaknya pada saat
berada diladang. Nilai-nilai yang diajarkan meliputi aspek-aspek pelestarian
45
lingkungan sedangkan pengetahuan yang diberikan meliputi cara-cara berladang.
Bila hari mulai gelap, hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan di luar rumah.
Keluarga Mang AJ menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya.
Ladang milik Mang AJ, kurang lebih memiliki luas hingga 1 hektar dengan
jenis tanaman pokok padi dan tanaman-tanaman lainnya seperti pohon petai,
jengkol, dan duren. Karena ladang yang begitu luas, Mang AJ membagi tugas
kepada anaknya untuk mengontrol setiap bagian-bagian daerah ladang yang
sebelumnya sudah ditanami padi. Mereka harus mengontrol pada siang hari, agar
tanaman padi terhindar dari hama atau binatang liar.
Mang AJ selalu mengajarkan kepada anaknya, bahwa kita sebagai manusia
haruslah bersikap adil terhadap sesama. Bukan hanya sesama manusia, tetapi juga
sesama makhluk hidup. Kita ini hidup hanya menumpang di alam ini. Alam ini
punya yang Maha Kuasa. Apakah wajar kalau kita memperlakukan alam ini
dengan merusaknya.
Menurut AJ, daerah yang masih masuk kepunyaan masyarakat Baduy itu
luas. Tak seperti sekarang yang semakin hari menjadi semakin sempit. Lahan
kepunyaan Baduy itu mengalami banyak perubahan. Mulai dari tanaman yang
tumbuh di ladang hingga tanah yang menjadi kurang subur.
Mang AJ merupakan salah satu sosok masyarakat Baduy yang selalu patuh
terhadap aturan yang ditetapkan. Dalam melakukan aktivitas berladang, Mang AJ
selalu mengikuti apa yang telah diajarkan oleh leluhurnya. Seperti cara menanam,
menjaga, dan memanen sesuai dengan aturannya.
46
Didalam kehidupannya, Mang AJ merupakan sosok periang dan peladang
yang gigih. Kesehariannya di habiskan untuk berladang dan mengajarkan anak-
anaknya cara melestarikan alam lingkungan sekitarnya. Berladang dipagi hingga
sore hari tak pernah Mang AJ lewati. Keseharian yang Mang AJ lakukan
merupakan wujud kesetian mereka kepada aturan adat.
2. Keluarga AM
AM adalah lelaki berusia 49 tahun yang tinggal di desa Cibeo. Beliau adalah
anak tunggal laki-laki puun Jandol, salah seorang puun Baduy yang terkenal
semasa pemerintahan Soekarno. Beliau memiliki istri bernama Sani dan 4 orang
anak bernama Mursid, Misjaya, Arba, dan Arsunah. Beliau menjawab sebagai
wakil jaro tangtu Cibeo dan termasuk tokoh adat muda Baduy Dalam yang
disegani oleh berbagai kalangan.
Kehidupan keluarga AM, bisa dibilang lebih dari keluarga AJ. Rumahnya
puun terlihat lebih luas dibandingkan rumah AJ. Kehidupan sehari-hari AM selain
berladang adalah membantu jaro tangtu dalam mempersiapkan alat dan akomodasi
untuk pelaksanaan musyawarah adat terutama sekali dalam mempersiapkan alat
dan kebutuhan untuk upacara-upacara adat kawalu, ngalaksa, dan upacara
keagamaan lainnya. AM yang merupakan wakil jaro tangtu Cibeo memiliki tugas
dan beban yang lebih berat dibandingkan dengan wakil jaro lainnya mengingat
bahwa kepuunan Cibeo memiliki tugas dan wewenang dalam hal mengurus segi
pemerintahan dan pelayanan dengan masyarakat luar Baduy. Wakil jaro tangtu
bertugas mensosialisasikan hukum adat pada masyarakat termasuk memberikan
47
jawaban atau penjelasan pada para pengunjung tentang adat istiadat maupun hal
lain tentang Baduy dengan seizin jaro tangtu.
AM merupakan pekerja keras yang pintar dan ulet. Hal ini terbukti dari
jabatan beliau dan pekerjaan beliau. AM dapat membagi antara pekerjaan yang
biasa dilakukan yaitu berladang, dengan pekerjaanya sebagai wakil jaro tangtu.
Keseharian AM sama dengan masyarakat Baduy Dalam pada umumnya, namun
yang membedakannya adalah apabila ada urusan adat, beliau tidak pergi
berladang karena urusan adat lebih diutamakan.
Dalam hidupnya, AM telah mengenal berbagai macam perubahan yang
terjadi di masyarakat Baduy. Seperti cara memasak yang mulai menggunakan
kompor. Cara menanam dengan menggunakan pacul, dan lain sebagainya. Hal ini
membuat AM merasa resah dan takut nantinya kebudayaan yang ada di
masyarakatnya hilang seiring berjalanya waktu. AM merupakan tokoh adat yang
disegani karena kepintaran dan kegigihannya dalam menjaga aturan adat yang
diterapkan pada masyarakatnya. AM selalu bersosialisasi bersama masyarakat
Baduy lainnya di lapangan Desa Cibeo, tempat dimana kegiatan upacara sering
dilaksanakan.
AM selalu mengajarkan kepada penduduk luar yang datang bahwa kita
sebagai manusia haruslah tunduk kepada Yang Kuasa. Cara kita tunduk itu
dengan menghormati apa yang telah diberikan dan menjaganya. Alam ini
merupakan titip Yang Kuasa yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya.
Berbaiklah dengan alam karena alam merupakan bagian dari hidup kita. Alam
menyediakan segalanya buat kita. Tanpa alam kita tak akan ada disini.
48
C. Hasil Temuan dan Pembahasan
1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy
Sistem pertanian di Indonesia maupun dibeberapa negara pertanian di dunia
sangat jarang sekali menggunakan sistem berladang. Dengan jumlah penduduk
yang terus bertambah dan membutuhkan lahan, maka sistem berladang menjadi
tidak efektif dan cenderung merusak lingkungan. Masyarakat Baduy hanya
mengenal istilah berladang dalam bercocok tanam.
Menurut masyarakat Baduy berladang yang mereka kerjakan sesuai dengan
kepercayaan dan prinsip hidup mereka, yaitu untuk tidak membuat perubahan
secara besar-besaran pada alam, karena justru akan menimbulkan
ketidakseimbangan alam. Dengan sistem berladang mereka tidak melakukan
perubahan bentuk alam, karena mereka menanam mengikuti alam yang ada.
Mereka menanam padi dan tumbuhan lainnya sesuai dengan lereng disana,
mereka tidak membuat terasiring. Sistem pengairan disana tidak menggunakan
irigasi teknis, tetapi hanya memanfaatkan hujan yang ada. Ada larangan
pengggunaan air sungai atau mata air untuk mengairi sawah. Seperti yang
dikatakan salah seorang informan:
“Jangan sekali-kali membelokkan aliran air untuk keladang. Nanti bisa
ngerobah bentuk tanah dan bisa menimbulkan kerusakan pada tanah”.28
Mereka memiliki keyakinan bahwa dengan membelokkan arah aliran air
sungai maupun mata air untuk pertanian akan mengubah bentuk alam dan dapat
28
Wawancara dengan AJ (Warga Desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015
49
menimbulkan ketidakseimbangan alam dan menimbulkan kerusakan alam. Semua
masyarakat Baduy Dalam dalam kesehariannya selalu melakukan aktivitas
berladang, mulai dari pagi hari hingga menjelang sore. Baik suami, istri maupun
anaknya, semua melakukan aktivitas ini.
Kegiatan masyarakat Baduy dalam setiap bulanya dalam satu tahun, telah
mengikuti pola umum, yang diatur oleh adat. Kegiatan bercocok tanam atau
kegiatan-kegiatan lainnya di luar bercocok tanam bagi segenap masyarakat Baduy
senantiasa mengikuti kalender atau penanggalan yang telah mereka buat sendiri.
Adapun jumlah bulan dalam penanggalan Baduy terdiri dari 12 bulan. Namun
jumlah hari hanya dihitung 360 hari. Jumlah hari hanya dihitung 360 hari,
dikarenakan sisa hari yang berjumlah 4 sampai 5 hari itu digunakan untuk
menentukan perhitungan penanggalan berikutnya. Waktu luang tersebut tidak
dihitung kedalam jumlah hari pada tahun sebelumnya atau tahun yang baru
ditinggalkan. Dasar pemikiran adanya waktu luang tersebut ditetapkan menjelang
akhir tahun. Salah satu informan menjelaskan apa saja tanggalan yang ada di
Baduy:
“Di Baduy itu ada penanggalan, penanggalannya hampir sama dengan
tanggalan urang-urang yang bukan urang Baduy. terdiri dari 12 bulan dan
360 hari. Kalau dipenanggalan kalender kalian 365 hari, di Baduy sisa 5
harinya dipakai buat menentukan penanggalan berikutnya. Nama-nama
bulannya pun beda, awal bulan itu namanya Kasa, lalu karo, katiga, safar,
kalima, kanem, kapit
u, kadalapan, kasalapan, kasapuluh, hapit lemah dan namanya hapit
kayu”.29
Berikut ini adalah penanggalan yang menjadi patokan kehidupan
masyarakat Baduy:
29
Wawancara dengan DN (Tokoh adat Baduy Luar) tanggal 15 Maret 2015
50
a. Kasa (Januari/Februari)
Panen di huma serang, sedangkan dihuma Puun dan huma masyarakat padi
telah mulai besar. Pada bulan ini diadakan acara Kawalu. Kawalu itu sendiri
menurut AM adalah:
“Kawalu adalah upacara dalam rangka kembalinya padi dari ladang ke
lumbung. Kawalu itu, dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing sekali
dalam tiap-tiap bulan kawalu. Pada bulan ini ada upacara kawalu
teumbeuy atau kawalu mitembeuy. Kawalu ini melakukan puasa sehari di
dalam sebulan. Di daerah Cieukesik dan Cikartawarna tanggal 18 dan
Cibeo tanggal 19.30
Kawalu merupakan upacara adat yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu.
Pada masyarakat Baduy Dalam harus mengikuti sesuai dengan tanggal yang telah
ditetapkan. Sedangkan pada masyarakat Baduy luar dapat memilih puasa satu hari
tanggal tersebut diatas, tergantung mau mengikuti pemimpin yang mana. Tiap-tiap
keluarga masyarakat Baduy luar memilih di antara dua waktu itu.
“Umumnya, masyarakat Baduy Luar mengikuti pemimpin dari desa
Cikeusik yang dianggap pemimpin yang mengatur urusan adat.31
Menurut penuturan informan diatas, terlihat jelas ada perbedaan antara
masyarakat Baduy Dalam dan Luar. Masyarakat Baduy Dalam harus benar-benar
mengikuti pemimpin desa dimana mereka tinggal. Sedangkan penduduk desa
Baduy luar diperbolehkan memilih diantara kedua tanggalan tersebut.
30
Wawancara demgan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
31
Wawancara dengan SM (jaro desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
51
b. Karo (Februari/Maret)
Huma serang selesai panen, huma Puun mulai panen, sedangkan huma
masyarakat padi sedang menguning. Pada bulan ini dilakukan kawalu tengah yaitu
melakukan puasa seperti bulan pertama hanya tanggalnya berbeda. Di Cikeusik
dan Cikartawarna tanggal 18, 19, sedangkan di Cibeo tanggal 20. Masyarakat
Baduy luar dapat memilih dari dua tanggal itu, tergantung mau ikut ke pemimpin
yang mana.
c. Katiga (Maret/April)
Di huma serang tidak ada aktivitas, di huma Puun selesai panen, huma
masyarakat sedang panen. Pada bulan ini diadakan acara kawalu akhir atau
kawalu tutug yaitu melakukan puasa seperti bulan yang sebelumnya. Di Cikeusik
dan Cikartawarna tanggal 17, sedangkan di Cibeo tanggal 18. Masyarakat Baduy
luar dapat memilih dari dua tanggalan tersebut. Pada saat kawalu akhir
berlangsung, semua masyarakat Baduy Dalam menjalankan puasa. Tidak
terkecuali anak-anak usia muda. Mereka sangat mentaati aturan adat yang telah
ditetapkan.
d. Safar (April/Mei)
Huma serang, huma Puun dan huma masyarakat selesai panen. Pada bulan
ini dilakukan acara seba, mengirim hasil-hasil pertanian, seperti beras, tepung
beras, kue dari tepung, petai, durian, gula, talas dan lain-lain ke Rangkasbitung
dan Keresidenan di Serang. Di dalam dua tahun sekali, seba besar, selain
mengirim hasil-hasil pertanian juga perabotan seperti kukusan, dulang, cukil, dan
lain-lain. Pada bulan ini juga diadakan acara Ngalaksa. Acara Ngalaksa ini
52
dilakukan untuk mengakhiri tahun yang telah berlalu dan menyambut tahun yang
akan datang. Ngalaksa ini memiliki fungsi seperti yang dituturkan AM yaitu:
“Ngalaksa di Baduy adalah berdoa dalam rangka mengakhiri tahun yang
lalu dan menyambut tahun yang akan datang. Harapannya agar pada tahun
yang akan datang seluruh warga Baduy mendapat keselamatan,
kesejahteraan hidup, rukun dan damai, serta memohon perlindungan dari
sang Maha Pencipta alam raya ini”.32
Dalam Ngalaksa, biasanya masyarakat Baduy membuat kue dan laksa dari
tepung beras, membuat tumbak-tumbakan lambang laki-laki, serta membuat orok-
orokan (bayi), lambang wanita yang dibuat dari daun aren. Pada setiap keluarga
membuat sebanyak sejumlah jiwa yang ada di keluarga tersebut. Bahan-bahan tadi
dibuang sebagai pelambang pengabdian, penenang jiwa agar kehidupannya
selamat.
e. Kalima (Mei/Juni)
Di huma serang mulai nyacar. Nyacar adalah kegiatan menebas tumbuhan
semak belukar. Hal ini dilakukan untuk membersihkan lahan ladang tidak
terganggu dari tanaman yang dapat merusak lahan garapan nantinya. Pada huma
puun dan huma masyarakat belum ada aktivitas pengerjaan ladang. Pimpinan adat
atau puun pergi ke daerah hutan saka domas, biasanya pada tanggal 16, 17 dan
18. Terdapat kegiatan pada saat penanggalan seperti dijelakan oleh AM:
“Pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima, semua puun pergi ke saka
domas untuk berdoa kepada Sang Pencipta agar diberikan kelancaran
dalam berladang. Biasanya ada perwakilan dari masyarakat Baduy yang
ikut menemaninya”.33
32
Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
33
Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
53
Masyarakat, baik masyarakat Baduy luar atau masyarakat Baduy dalam
dapat ikut atas izin Puun. Pada bulan ini juga biasanya dilakukan acara hajatan
keluarga seperti kawinan. Perkawinan di Baduy Dalam memiliki tiga tahapan,
yaitu lamaran pertama, lamaran kedua, dan lamaran ketiga.
f. Kanem (Juni/Juli)
Di huma serang menebang atau nuar pepohonan untuk persiapan ladang. Di
huma Puun dan huma masyarakat belum ada kegiatan berladang. Tiap dua tahun
sekali pada bulan ini biasanya diadakan acara sunatan anak. Sunatan sendiri pada
masyarakat Baduy disebut nyelamkeum. Pelaksanaan sunatan di Baduy tidak
sembarangan hari atau bebas sekehendak warganya. Sunatan harus sesuai dengan
jadwal adat, seperti yang dijelaskan oleh AJ.
”Sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu, karena
hari tersebut bersifat panas. Hal yang paling baik untuk melaksanakan
sunatan adalah hari Selasa dan Kamis”.34
Alasan sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu
adalah karena kedua hari itu merupakan hari yang suci bagi Masyarakat Baduy.
g. Kapitu (Juli/Agustus)
Di huma serang ngahuru, ngaduruk dan tanam padi. Tanam padi di Cikeusik
tanggal 18, Cibeo tanggal 22 dan Cikartawarna tanggal 23. Di huma puun nuar
dan huma masyarakat membersihkan semak-semak atau disebut nyacar.
h. Kadalapan (Agustus/September)
Pada Bulan ini, di huma serang sedang ngabadagan. Ngabadagan adalah
aktivitas membersihkan rumput-rumput dengan cara dicabut oleh tangan. Di huma
34
Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) tanggal 16 Maret 2015
54
puun mengerjakan ngaduruk, ngahuru dan tanam padi. Ngahuru dan ngaduruk
adalah kegiatan membakar serasah. Ngahuru adalah kegiatan kegiatan
pembakaran pertama, sedangkan ngaduruk adalah kegiatan pembakaran
selanjutnya, untuk membersihkan sisa-sisa serasah yang tertinggal. Disaat
bersamaan, huma masyarakat umum mengerjakan nuar. Nuar adalah aktivitas
menebang pohon yang berada disekitar huma. Tujuannya agar lahan garapan
bersih dari segala jenis tanaman penganggu.
i. Kasalapan (Sepetember/Oktober)
Di huma serang menyiangi atau ngored.35
Di Huma Puun ngored
ngarambas. Ngored ngarambas dilakukan pada saat tanaman padi berumur 3
bulan. Pada saat ngored ngarambas biasanya padi sudah mulai akan berbuah. Pada
saat itu juga dilakukan juga ngubaran pare dengan cara menaburkan ramuan-
ramuan yang telah dibacai mantra melalui upacara adat mantun. Di huma
masyarakat ngahuru, ngaduruk dan tanam padi (ngaseuk).
j. Kasapuluh (Oktober/November)
Di huma serang padi telah besar dan seluruh masyarakat Baduy menjaga
agar padi di huma serang terhindar dari hama. Di huma Puun ngored kedua. Di
huma masyarakat ngored kesatu.
k. Hapit lemah (November/Desember)
Di huma serang dan huma Puun musim padi besar. Di huma masyarakat
ngored kedua dan mengobati padi. Mengobati padi disini adalah agar padi tumbuh
35
Huma serang adalah huma milik bersama adanya di Baduy Dalam. Ladang khusus ditanami
padi, hasilnya untuk keperluan bersama masyarakat, seperti seba, kawalu dan lain-lain.
Penggarapan ladang dikerjakan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Baduy Dalam dan
Baduy Luar. Benih padi yang digunakan berasal dari Cikeusik 7 ikat, Cikartawarna 3 ikat, dan
Cibeo 5 ikat.
55
subur dan terhindar dari hama penganggu. Obat yang digunakan dibuat dari
berbagai bahan yang sudah didoakan melalui dongeng-dongeng yang diceritakan
oleh seorang yang dianggap punya ilmu gaib.
l. Hapit kayu (Desember/Januari)
Di huma serang, huma Puun dan huma masyarakat musim padi besar. Pada
saat ini, masyarakat Baduy sangat menjaga huma agar tetap terhindar dari hama
pengganggu.
(Penanggalan Baduy dan aktivitas masyarakat Baduy pada setiap bulan)
Bulan Kegiatan
Kasa (Januari/Februari)
Panen di ladang serang, sedangkan di
ladang Puun dan ladang masyarakat
padi telah mulai besa
Kawalu teumbeuy, melakukan puasa
sehari dalam sebulan.
Karo (Februari/Maret)
Ladang serang selesai panen, ladang
Puun mulai panen, sedangkan di ladang
masyarakat padi sedang menguning
Kawalu tengah, melakukan puasa
seperti bulan pertama, hanya bulanya
saja yang berbeda
Katiga (Maret/April)
Di ladang serang tidak ada aktivitas, di
ladang Puun selesai panen, dan di
ladang masyarakat sedang panen.
Kawalu tutug, melakukan puasa seperti
bulan sebelumnya.
Ngalaksa, Acara mengakhiri tahun yang
berlalu dan menyambut tahun yang
akan datang. Membuat kue dari tepung
beras, membuat tumbak-tumbakan
lambang laki-laki, serta orok-orokan
(bayi).
Safar (April/Mei)
Di ladang serang tidak ada aktivitas, di
ladang Puun selesai panen, ladang
masyarakat sedang panen
Seba atau mengirim hasil-hasil
pertanian ke Rangkasbitung dan
Keresidenan di Serang.
Kalima (Mei/Juni)
Di ladang serang mulai nyacar, di
ladang Puun dan ladang masyarakat
belum ada aktivitas pengerjaan ladang.
Pimpinan adat atau puun pergi jiarah ke
saka domas. Masyarakat Baduy Dalam
atau masyarakat Baduy Luar dapat ikut
jiarah atas izin puun.
Kanem (Juni/Juli)
Di ladang serang melakukan nuar. Di Acara hajatan keluarga seperti
56
ladang Puun dan ladang masyarakat
belum ada aktivitas berladang.
pernikahan. Tiap dua tahun sekali ada
acara sunatan anak
Kapitu (Juli/Agustus)
Di ladang serang ngahuru, ngaduruk
dan tanam padi. Di ladang Puun
melakukan nuar dan di ladang
masyarakat melakukan nyacar
Kadalapan (Agustus/September)
Di ladang serang ngabadagan. Di
ladang Puun mengerjakan ngahuru,
ngaduruk dan tanam padi. Di ladang
masyarakat mengerjakan nuar.
Kasalapan (September/Oktober)
Di ladang serang ngored. Di ladang
Puun ngored 1. Di ladang masyarakat
ngahuru, ngaduruk, dan ngaseuk.
Kasapuluh (Oktober/November)
Di ladang serang padi telah besar. Di
ladang Puun ngored 2. Di ladang
masyarakat ngored 1.
Hapit Lemah (November/Desember)
Di ladang serang dan ladang Puun
musim padi besar. Di ladang
masyarakat ngored 2 dan mengobati
padi.
Hapit Kayu (Desember/Januari)
Di ladang serang, ladang Puun dan
ladang masyarakat musim padi besar.
Walaupun waktu pengerjaan tiap-tiap tahapan itu dikerjakan pada waktu
yang telah ditentukan yang merupakan daur pengerjaan ladang dalam setahun,
pada umumnya masyarakat Baduy dalam menentukan penanggalan dan waktu-
waktu kegiatan untuk berladang didasarkan atau mengambil patokan pada
perputaran bintang. Misalnya seperti yang dikatakan beberapa penduduk desa
Cibeo yang menyatakan berladang dilakukan setahun sekali mengambil patokan
pada bintang.
“Di Baduy ini, menentukan tanggalan itu patokannya dari Bintang. Ada dua
bintang yang dikenal, bintang kidang dan bintang kartika. Bintang itu kami
57
tuangkan dalam ungkapan-ungkapan untuk mempermudah menentukan
penanggalan.36
.
Di masyarakat Baduy mengenal dua macam bintang yang biasa dijadikan
patokan didalam berladang. Yaitu bintang kidang atau ditempat lain disebut
bintang wuluku dan bintang kartika atau gumarang. Untuk bintang kidang
biasanya berbentuk ngeoroyok tiga. Untuk bintang kartika biasanya muncul lebih
awal dari bintang kidang dengan selisih waktu kurang lebih dua minggu.
Penggunaaan pertanda-pertanda pada bintang di masyarakat Baduy biasanya
dituangkan dalam ungkapan-ungkapan. Misalnya dikenal ungkapan tanggal
kidang turun kujang. Hal ini berarti di ladang harus melakukan kegiatan nyacar
dan nuar. Kearifan lokal dalam hal ini adalah sebagai penentu waktu untuk
memulai kegiatan berladang.
Menurut orang Baduy biasanya tanggal kidang bertepatan dengan tanggal
kapitu dan kadalapan pada tanggalan Baduy. Ungkapan lain adalah “kidang
ngarangsang kudu ngahuru”.
“Ngarangsang adalah istilah untuk menyatakan posisi matahari sebelum
tengah hari. Jadi kidang ngarangsang, dapat berarti bintang kidang pada
posisi matahari pagi. Aktifitas diladang yang harus dilakukan adalah
“ngahuru” atau membakar sisa-sisa tebangan. Kidang ngarangsang
biasanya bertepatan pada bulan kasalapan pada tanggalan Baduy”.37
Masyarakat Baduy telah lama mengenal cara melihat bintang sebagai
patokan dalam bercocok tanam dan melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Hal itu
diwariskan secara turun temurun kegenerasi berikutnya. Kearifan dalam hal ini
adalah sebagai waktu yang tepat untuk menentukan bercocok tanam yang baik.
36
Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
37
Catatan Lapangan No 6
58
2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy
Berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem perladangan
masyarakat Baduy, tentu merupakan suatu rangkaian dan uraian yang amat
panjang dan luas. Huma di Baduy dapat dihubungkan dengan perladangan.
Ladang di Baduy bagi penduduk Sunda merupakan sistem pertanian yang
dilakukan di dalam hutan dan lereng-lereng bukit. Hutan yang dimaksudkan
sebagai daerah perladangan masyarakat Baduy itu terletak jauh dari
pemukimannya. Menurut keterangan seorang penduduk Rangkasbitung yang
dahulu merupakan masyarakat Baduy yang pernah melakukan kegiatan berladang:
“Jarak ladang dengan rumah membutuhkan waktu antara setengah jam
sampai satu setengah jam. Hal itu sudah menjadi kebiasaan dari dulu dan
wujud penghormatan pada Dewi Padi. Saya tidak mengeluh bila berladang,
karena dulu belum ada pekerjaan lain seperti sekarang ini. Begitulah
sekilas gambaran tentang berladang di Baduy”.38
Penduduk jaman dahulu telah memanfaatkan sumber daya alam sebaik
mungkin. Ditinjau dari segi ilmiah sistem perladangan jaman dahulu yang mereka
lakukan mempunyai arti ekologi yang cukup dalam, bahkan tersirat di dalamnya
prinsip-prinsip pelestarian alam.
Masyarakat Baduy yakin bahwa dirinya diciptakan untuk menjaga tanah
larangan yang merupakan pusat bumi. Mereka dituntut untuk menyelamatkan
hutan titipan dengan menerapkan pola hidup seadanya yang diatur oleh norma
adat. Oleh karena itu, kegiatan utama masyarakat Baduy Dalam pada hakikatnya
terdiri atas pengelolaan lahan untuk pertanian atau ngahuma dan pengeolaan serta
pemeliharaan hutan untuk perlindungan lingkungan. Klasifikasi ruang seperti itu
38
Catatan Lapangan No 2
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan

More Related Content

What's hot

Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di IndonesiaKolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesiaaepsudianto
 
Contoh Program Kebugaran jasmani selama seminggu
Contoh Program Kebugaran jasmani selama semingguContoh Program Kebugaran jasmani selama seminggu
Contoh Program Kebugaran jasmani selama seminggudenson siburian
 
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantara
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantaraPresentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantara
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantaraWinie Dwicahyandari
 
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM ParadigmaEssay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM ParadigmaKhoerul Anwar Abdulloh
 
Makalah penulisan laporan penelitian
Makalah penulisan laporan penelitianMakalah penulisan laporan penelitian
Makalah penulisan laporan penelitianJerusman Marbun
 
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitian
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitianMetodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitian
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitianjayamartha
 
Proposal pengajuan judul skripsi
Proposal pengajuan judul skripsiProposal pengajuan judul skripsi
Proposal pengajuan judul skripsispilody111
 
Penilaian ranah afektif
Penilaian ranah afektifPenilaian ranah afektif
Penilaian ranah afektifEdi Candra
 
Makalah Model Pembelajaran Discovery Learning
Makalah Model Pembelajaran Discovery LearningMakalah Model Pembelajaran Discovery Learning
Makalah Model Pembelajaran Discovery Learningsilva a'yun
 
Ppt konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
Ppt  konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologiPpt  konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
Ppt konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologiUniversity Of Tarbiyah
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Fandy Neta
 
Efisiensi pendidikan di indonesia
Efisiensi pendidikan di indonesiaEfisiensi pendidikan di indonesia
Efisiensi pendidikan di indonesiaLastri Cheanagho
 
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptx
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptxPPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptx
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptxDesyFitriana5
 

What's hot (20)

Ppt. kerajaan hindu budha
Ppt. kerajaan hindu budhaPpt. kerajaan hindu budha
Ppt. kerajaan hindu budha
 
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di IndonesiaKolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
 
Contoh Program Kebugaran jasmani selama seminggu
Contoh Program Kebugaran jasmani selama semingguContoh Program Kebugaran jasmani selama seminggu
Contoh Program Kebugaran jasmani selama seminggu
 
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantara
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantaraPresentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantara
Presentasi Kedatangan Bangsa Barat ke nusantara
 
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM ParadigmaEssay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
 
Makalah penulisan laporan penelitian
Makalah penulisan laporan penelitianMakalah penulisan laporan penelitian
Makalah penulisan laporan penelitian
 
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitian
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitianMetodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitian
Metodologi Penelitian (10) konsep dasar penelitian
 
Proposal pengajuan judul skripsi
Proposal pengajuan judul skripsiProposal pengajuan judul skripsi
Proposal pengajuan judul skripsi
 
Penilaian ranah afektif
Penilaian ranah afektifPenilaian ranah afektif
Penilaian ranah afektif
 
Makalah Model Pembelajaran Discovery Learning
Makalah Model Pembelajaran Discovery LearningMakalah Model Pembelajaran Discovery Learning
Makalah Model Pembelajaran Discovery Learning
 
BPUPKI dan PPKI
BPUPKI dan PPKIBPUPKI dan PPKI
BPUPKI dan PPKI
 
Soal dan Jawaban - ISBD
Soal dan Jawaban - ISBDSoal dan Jawaban - ISBD
Soal dan Jawaban - ISBD
 
Ppt konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
Ppt  konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologiPpt  konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
Ppt konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
 
Perkembangan Provinsi di Indonesia
Perkembangan Provinsi di IndonesiaPerkembangan Provinsi di Indonesia
Perkembangan Provinsi di Indonesia
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
 
Makalah Olahraga Renang
Makalah Olahraga RenangMakalah Olahraga Renang
Makalah Olahraga Renang
 
Efisiensi pendidikan di indonesia
Efisiensi pendidikan di indonesiaEfisiensi pendidikan di indonesia
Efisiensi pendidikan di indonesia
 
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUMLANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
 
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajibPpt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
 
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptx
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptxPPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptx
PPT DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.pptx
 

Similar to Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan

PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...
PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...
PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...Novita Rini Wardani
 
Kerangka Logis MN
Kerangka Logis MN Kerangka Logis MN
Kerangka Logis MN IstiSitepu1
 
Pancasila menurut soekarno
Pancasila menurut soekarnoPancasila menurut soekarno
Pancasila menurut soekarnoLeo_Budiman
 
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docx
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docxRPS Studi Masyarakat Indonesia.docx
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docxUlulAzmiMuhammad1
 
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.ppt
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.pptMAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.ppt
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.pptADEKURNIA46
 
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...Trisna Nurdiaman
 
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5Kusmiati
 
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2novitayuang27
 
Rpp keragaman budaya dalam interaksi global
Rpp keragaman budaya dalam interaksi globalRpp keragaman budaya dalam interaksi global
Rpp keragaman budaya dalam interaksi globalbella_my
 
120732 rencana pembelajaran semester
120732 rencana pembelajaran semester120732 rencana pembelajaran semester
120732 rencana pembelajaran semesterrendy mardta
 

Similar to Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan (20)

PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...
PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...
PERILAKU ADAPTASI DALAM UPAYA KONSERVASI KARBON HUTAN DI KAWASAN TAMAN NASION...
 
Kerangka Logis MN
Kerangka Logis MN Kerangka Logis MN
Kerangka Logis MN
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk101618 ida farida-fitk
101618 ida farida-fitk
 
Buku prosiding HISPISI-2013
Buku prosiding HISPISI-2013Buku prosiding HISPISI-2013
Buku prosiding HISPISI-2013
 
Pancasila menurut soekarno
Pancasila menurut soekarnoPancasila menurut soekarno
Pancasila menurut soekarno
 
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docx
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docxRPS Studi Masyarakat Indonesia.docx
RPS Studi Masyarakat Indonesia.docx
 
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.ppt
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.pptMAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.ppt
MAKALAH GINJAL PRESENTASI NEW.ppt
 
Rpp IPS Terpadu SMP 2013
Rpp IPS Terpadu SMP 2013Rpp IPS Terpadu SMP 2013
Rpp IPS Terpadu SMP 2013
 
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...
Solidaritas sosial dalam mobilisasi mata pencaharian masyarakat pesisir di de...
 
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5
RPP SEJARAH INDONESIA KD 3.5
 
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2
File Penunjang Edukasi Pernikahan Dini 2
 
Skripsi 12
Skripsi  12Skripsi  12
Skripsi 12
 
Pengesahan penelitian ut
Pengesahan penelitian utPengesahan penelitian ut
Pengesahan penelitian ut
 
Pengesahan penelitian ut
Pengesahan penelitian utPengesahan penelitian ut
Pengesahan penelitian ut
 
Rpp keragaman budaya dalam interaksi global
Rpp keragaman budaya dalam interaksi globalRpp keragaman budaya dalam interaksi global
Rpp keragaman budaya dalam interaksi global
 
120732 rencana pembelajaran semester
120732 rencana pembelajaran semester120732 rencana pembelajaran semester
120732 rencana pembelajaran semester
 
Rpp kelas 5 tema 4 sub 1 pem 6
Rpp kelas 5 tema 4 sub 1 pem 6Rpp kelas 5 tema 4 sub 1 pem 6
Rpp kelas 5 tema 4 sub 1 pem 6
 

Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan

  • 1. KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU BADUY TERHADAP LINGKUNGAN (Studi Kasus pada Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak, Banten) Disusun Oleh : Hanna Marissa (4915116890) Mu’iz Lidinillah 4915111646 Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2015
  • 2. I ABSTRAK Mu’iz Lidinillah, Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan (Studi Kasus Pada Masyarakat Bady Dalam, Desa Cibeo, Lebak, Banten), Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi terkait perilaku masyarakat Suku Baduy terhadap lingkungan berupa pengetahuan mereka tentang bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan di Desa Cibeo, Baduy Dalam. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskiptif dengan pendekatan kualitatif. Kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepada para narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro, kokolot), dan warga Baduy Dalam yang terpilih sebagai informan kunci.. Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah Kanekes hingga warga masyarakat Baduy Dalam yang sangat mengetahui tentang topik tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara masyarakat Baduy menjaga kearifan lokalnya dengan mematuhi aturan yang sudah ditentukan adat. Aturan adat mengajarkan kepada mereka tentang bagaimana cara merawat alam, melestarikan alam, dan hidup harmonis dengan alam. Kesimpulannya, ditemukan berbagai macam kearifan lokal dalam bercocok tanam yang mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan pada peserta didik atau siswa untuk membentuk karakternya. Bentuk kearifan lokal dalam bercocok tanam pada masyarakat Baduy berupa penghormatan terhadap tanaman padi karena diyakini sebagai penjelmaan Nyi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang atau Dewi Padi kemudian cara masyarakat Baduy mewariskan kearifan lokal kepada generasi penerusnya yaitu melalui peran lembaga adat dan keluarga. Kata Kunci : Kearifan Lokal, Baduy, Lingkungan
  • 3. II LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Penanggung Jawab / Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta Dr. Muhammad Zid, M.Si NIP. 19630412 199403 1 002 No Nama Tanda Tangan Tanggal 1. Dr. Budiaman, M.Si NIP. 19671021 199403 1 002 Ketua .……………….. …..…………… 2. Martini, SH,MH NIP. 19710303 199803 2 001 Sekretaris .……………….. …..…………… 3. Dr. Eko Siswono, M.Si NIP. 19590316 198303 1 004 Dosen Pembimbing I .……………….. …..…………… 4. Drs. Muhammad Muchtar, M.Si NIP. 19540315 198703 1 002 Dosen Pembimbing II ………………… …..…………… 5. Dr. Desy Safitri, M.Si NIP. 19691204 200801 2 016 Penguji Ahli .………………. …..…………… Tanggal Lulus: 30 Juni 2015
  • 4. III PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan ini menyatakan: 1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik (ahli madya, sarjana, magister, dan / atau dokter), baik di Universitas Negeri Jakarta maupun di Perguruan Tinggi lainnya. 2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan hasil penelitian saya sendiri, kecuali arahan dosen pembimbing. 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis ataupun dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena skripsi ini. 5. Serta sanksi lainnya yang berlaku di Perguruan Tinggi ini. Jakarta, Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan, (Mu’iz Lidinillah) NIM. 4915111646
  • 5. IV PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai civitas akademik Universitas Negeri Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mu’iz Lidinillah No. Registrasi : 4915111646 Program Studi : Pendidikan IPS Fakultas : Ilmu Sosial Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non- Exlusive Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul : “Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Terhadap Lingkungan (Studi Kualitatif pada Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak, Banten)”. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : Juli 2015 Yang Menyatakan MU’IZ LIDINILLAH 4915111646
  • 6. V MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto Goreskanlah tinta kebenaran disetiap langkah yang kau buat, maka kan kau temukan berlembar kebaikan didalamnya. Belajarlah untuk terus belajar, hiduplah untuk terus hidup, dan matilah untuk terus dikenang. Ingatlah bahwa keberuntungan selalu hadir didalam kesempatan. Persembahan Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayahku Soeparman dan Ibuku Siti Aminah yang selalu sabar membimbingku, atas doa, dan motivasi yang selalu diberikan kepadaku, serta keluarga besarku atas dukungan dan doa selama ini. Terima Kasih.
  • 7. VI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta dengan tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan skripsi ini peneliti mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. H. Muhammad Muchtar, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial. 3. Ibu Martini M. H selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial. 4. Bapak Dr. H. Eko Siswono, M.Si, selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Sujarwo, M.Pd, selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan saran dan arahan kepada peneliti baik dalam hal penulisan maupun kesempurnaan isi dari skripsi ini. 6. Kedua orang tuaku yaitu ayah dan ibu yang senantiasa menyertaiku dalam doanya. Abangku Zia Mustofa yang telah memberi dukungan kepadaku.
  • 8. VII 7. Dimas Prasetya yang telah memberikan tempat tumpangan untuk menginap selama berbulan-bulan menyelesaikan skripsi ini. 8. Ayah Arja, Ayah Sami, Ayah Mursid yang telah mengizinkan dan meluangkan banyak waktu untuk membantu dan memberikan informasi kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini. Seluruh warga Baduy, terimakasih telah memberi banyak bantuan kepada penulis. Pakde Rose yang telah meminjamkan bukunya, memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 9. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. 10. Teman-teman jurusan PIPS angkatan 2011, yang telah membantu selama proses pembuatan skripsi terutama untuk Muhammad Mukrim, Mahfud Irfanto, Muhammad Afriaji, Dicky Tri Gusrian, Fitri Alawiyah sebagai teman pejuang skripsi, teman berdiskusi, serta sebagai sahabat yang selalu bersedia untuk memberikan kritik dan saran mengenai isi skripsi penulis dan selalu memberikan motivasi kepada penulis. 11. Ramdhani Marshal S.Pd, Dedi Setiyawan S.Pd, Raja Bonar S.Pd, Bimo Nugroho S.Pd, dan Abdul Latief S.Pd selaku senior PIPS yang selalu bersedia memberikan masukan serta motivasi kepada penulis. 12. Kawan-kawan perkumpulan DPR Hanna Marisa, Qmen, Muslim Hanief, Adih Firmansyah, Agung, Dian, Rio, Umar, Dara, Cipey, Cepong, Bella, Kibo, Gatot, Faris, Raka, Vano, Angga, Tarmuji, Hafiz, Jhon, terima kasih atas dukungan, doa, serta keceriaan yang selalu diberikan kepada peneliti.
  • 9. VIII Akhir kata peneliti memohon maaf kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terimakasih, dan berdoa kepada ALLAH S.W.T, semoga segala dukungan, bantuan, motivasi, serta doa yang diberikan mendapat balasan dari ALLAH S.W.T. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Jakarta, Juli 2015 Mu’iz Lidinillah
  • 10. IX DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. iii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... iv MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Masalah Penelitian ...................................................................................... 3 C. Fokus Penelitian ......................................................................................... 3 D. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4 E. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 4 F. Kerangka Konseptual .................................................................................. 4 1. Hakikat Kearifan Lokal .......................................................................... 5 2. Hakikat Masyarakat Baduy .................................................................... 8 3. Hakikat Etika Lingkungan ...................................................................... 17 BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................ 22 B. Sumber Data ............................................................................................... 24 C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 25 D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data .............................................................. 27 E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 28 BAB III HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Masyarakat Baduy .................................................................... 30 1. Latar Belakang Masyarakat Baduy ........................................................ 30
  • 11. X 2. Geografi Desa Kanekes .......................................................................... 33 3. Administrasi Desa Kanekes .................................................................... 33 4. Sistem Pemerintahan .............................................................................. 35 5. Aktivitas Perekonomian ......................................................................... 39 6. Religi dan Adat ....................................................................................... 41 B. Deskripsi Objek Penelitian.......................................................................... 44 1. Keluarga AJ ............................................................................................ 44 2. Keluarga AM .......................................................................................... C. Pembahasan dan Hasil Temuan .................................................................. 72 1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ...................................... 48 2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy .......................................... 58 3. Menetapkan Lahan Garapan ................................................................... 61 4. Menyiapkan Lahan Garapan .................................................................. 64 5. Masa Tanam ........................................................................................... 66 6. Masa Pemeliharaan ................................................................................. 68 7. Masa Panen ............................................................................................. 70 8. Konsumsi Makanan ................................................................................ 72 9. Pola Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ............................................. 73 10. Hubungan Masyarakat Baduy Dengan Lingkungannya ....................... 79 11. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Bercocok Tanam ............... 80 12. Mewariskan Kearifan Lokal ................................................................. 83 13. Nilai-Nilai Luhur Dalam Kearifan Lokal Suku Baduy ........................ 85 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 92 B. Saran ........................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 94 LAMPIRAN ................................................................................................... 96
  • 12. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia mempunyai pengetahuan tentang alam sekitarnya, alam flora dan fauna di daerah tempat tinggalnya dan tingkah laku sesama manusia dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain, manusia tidak bisa lepas dengan lingkungan hidupnya. Proses interaksi antara manusia dengan lingkungan selalu terjadi secara terus-menerus sehingga dapat menimbulkan pengalaman. Pada giliranya, pengalaman-pengalaman tersebut kemudian diabstraksikan menjadi konsep-konsep, teori-teori, dan pendidikan atau pedoman- pedoman tingkah laku bermasyarakat. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang pesat sehingga dapat berpengaruh pada lingkungan hidupnya. Namun, yang terjadi kemudian adalah bahwa teknologi mulai disangsikan manfaatnya karena dapat merusak tata lingkungan dan membawa bencana. Alam yang merupakan obyek pemenuhan kebutuhan manusia. Tidak ada satupun kebutuhan manusia di dunia ini yang tidak tergantung dari alam. Awalnya, manusia menyesuaikan dengan alam agar dia dapat bertahan hidup. Berikutnya, sedikit demi sedikit alam dirubah agar sesuai dengan kebutuhan manusia di dalamnya. Keserasian dan keseimbangan diberlakukan agar manusia bersahabat dengan alam. Namun belakangan, keterdesakan untuk 1
  • 13. 2 memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadikan manusia makin gencar melakukan eksploitasi alam. Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan masyarakat lokal dan dengan pengertian yang bervariasi. Indonesia merupakan negara yang paling kaya dalam segi budaya. Indonesia mempunyai banyak suku yang memliki kebudayaan masing-masing. Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya. Budaya adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.1 Suku Baduy atau biasa disebut “masyarakat Kanekes” atau pula disebut “masyarakat Rawayan” merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia, yang tinggal sekitar kaki pegunungan Kendeng di desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka itu tinggal didaerah-daerah bukit terpencil, didaerah-daerah hutan wilayah pedesaan Banten Selatan. Pada masyarakat Baduy terdapat hal yang menarik yaitu kearifan lokal mereka mengenai pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat suku Baduy sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam. Maka dari itu, masyarakat suku Baduy selalu menjaga ajaran tentang menjaga alam serta melestarikan. Hingga saat ini, masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh atau adat yang kuat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Insan Baduy yang 1 Koentjaningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Penerbit Universitas. 1965), hlm. 77-78 1
  • 14. 3 melanggar pikukuhakan memperoleh ganjaran adat dari puun atau pimpinan adat tertinggi. Hal tersebut yang menciptakan masyarakat Baduy hidup berdampingan dengan alam secara harmonis. Selain itu. masyarakat Baduy tidak mengeksploitasi alam, mereka menggunakan seperlunya yang ada di alam dan disertai dengan pelestarian. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian terhadap tingkah laku mereka dalam memperlakukan lingkungan sesuai dengan pengetahuan lokal yang mereka miliki secara turun menurun, sehingga mereka mampu hidup berdampingan selaras dengan alam. B. Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal mereka dari pengaruh budaya luar? 2. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal dari segi bercocok tanam? C. Fokus Penelitian Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini difokuskan pada kemampuan masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dalam bercocok tanam dari masuknya budaya luar. Dengan kata lain bagaimana kemampuan masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dengan bercocok tanam.
  • 15. 4 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh gambaran tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa cara mempertahankan kearifan lokalnya dari budaya luar. 2. Untuk menggali informasi terkait tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa kearifan lokal mereka tentang bercocok tanam. E. Kegunaan Penelitian Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditemukan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan terhadap kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan terhadap kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam, khususnya dalam hal bercocok tanam. 3. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi kajian pengetahuan dalam ilmu sosial khususnya di jurusan Pendidikan IPS, terkait kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam F. Kerangka Konseptual Dalam penelitian kualitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar
  • 16. 5 untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian.2 1. Hakikat Kearifan Lokal Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak diperbincangkan dan didengungkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan masyarakat lokal. Kearifan dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genius). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada.3 Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia yang telah berkembang sejak lama. Kearifan lokal lahir dari pemikiran dan nilai yang diyakini suatu masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Dalam kearifan lokal terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide masyarakat setempat. Oleh karena itu kearifan lokal di setiap daerah berbeda- beda. Kearifan lokal berkaitan erat dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Masyarakat memiliki sudut pandang tersendiri terhadap alam dan lingkungannya. Masyarakat mengembangkan cara-cara tersendiri untuk memelihara keseimbangan alam dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan melalui pengembangan 2 Iskandar, Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas. (Jakarta: 2008, UI- Press), Hlm. 119 3 R. Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana (Jakarta: Wedatama Widya Sastra. 2010), hlm. 1
  • 17. 6 kearifan lokal memiliki kelebihan tersendiri. Selain untuk memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungannya, kebudayaan masyarakat setempat pun dapat dilestarikan. Kearifan lokal pada dasarnya memiliki bentuk di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah: a. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam. b. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia. c. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk menghayati, mempertahankan, dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan, dan tata niai yang dihayati di dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian menjadi bagian dari cara hidup mereka yang arif untuk memecahkan segala permasalahan hidup yang mereka hadapi. Berkat kearifan lokal mereka dapat melangsungkan hidupnya, bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan. Sejalan dengan kearifan lokal, terdapat local genius. Menurut H.G Quaritch (1948) local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi
  • 18. 7 pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan4 . Pengertian lain dari local genius oleh Hariyati Soebadio yang menyamakannya dengan istilah cultural identity, yakni identitas atau kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri.5 Di lain pihak, Mundardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya sebagai berikut.6 a. Mampu bertahan terhadap budaya luar. b. Memiliki kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli. c. Memiliki kemampuan mengakomodasir unsur-unsur budaya luar. d. Mempunyai kemampuan mengendalikan. e. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya. Dengan demikian, baik kearifan lokal, pengetahuan lokal, maupun local genius, pada dasarnya memiliki hakikat yang sama. Ketiga istilah tersebut mendasari pemahaman bahwa kebudayaan itu telah dimiliki dan diturunkan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi selama ratusan bahkan ribuan tahun oleh masyarakat setempat atau lokal. Kebudayaan yang telah kuat berakar itu tidak mudah goyah dan terkontaminasi dengan pengaruh dari kebudayaan lain yang masuk. 4 R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 9 5 Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa “Local Genius”. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm. 45 6 R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 10
  • 19. 8 2. Hakikat Masyarakat Baduy Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya. Masyarakat Baduy merupakan proses perubahan dan perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja menuju masyarakat yang kompleks. Masyarakat suku Baduy memiliki bentuk kehidupan bersama di mana setiap anggota kelompoknya terikat oleh hubungan batin dan bersifat alami serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ferdinand Tonnies, tentang hubungan-hubungan positif antara manusia selalu bersifat gemeinschaft (Paguyuban) dan gesellschaft (Patembayan).7 Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana setiap anggota- anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk gemeinschaft terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya. Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa gemeinschaft mempunyai beberapa ciri pokok yaitu:8 a. Intimate, hubungan menyeluruh yang mesra. b. Private, hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang saja. 7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 144 8 Soerjono Soekanto, Ibid, hlm 145
  • 20. 9 c. Exclusive, hubungan tersebut hanyalah untuk kita saja dan tidak untuk orang lain di luar kita. Masyarakat Baduy yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun mempunyai hubungan darah, yang tempat tinggalnya tidak berdekatan ataupun yang bertempat tinggal berdekatan, memiliki jiwa dan fikiran yang sama, dan ideologi yang sama. Setiap suku pastinya memiliki pola dan karakteristik kebudayaan yang berbeda beda. Tak terkecuali dengan masyarakat suku Baduy. Masyarakat suku Baduy memiliki pola kebudayaan yang unik. Keunikan pola kebudayaan masyarakat Baduy merupakan produk dari besarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung kepada alam. semakin tidak berdaya tetapi di lain pihak semakin tergantung terhadap alam. Menurut Paul H Landis, sejauh mana besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa akan ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian, tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan.9 Kebudayaan tradisional akan tercipta apabila masyarakat amat tergantung kepada pertanian, tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ciri-ciri kebudayaan yang ada pada masyarakat Baduy yang terbentuk karena faktor alam adalah sebagai berikut:10 a. Sebagai konsekuensi dari ketidak berdayaan mereka terhadap alam, maka masyarakat Baduy ini mengembangkan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan alamnya. Perladangan sangat tergantung kepada keadaan atau jenis 9 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta: UGM Press. 2004) hlm.65 10 Rahardjo, Ibid, hlm. 67
  • 21. 10 tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, topografi, banyaknya curah hujan, dan lainnya. Lingkungan alam dengan elemen-elemen seperti itu cukup bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Maka masyarakat Baduy mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai kekhususan lingkungan alam itu, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola kebudayaan masyarakat Baduy terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan alamnya. b. Pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya tingkat inovasi masyarakatnya. Masyarakat Baduy bekerja dengan alam. Elemen-elemen alam yaitu jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, dan sebagainya, mengandung keajegan dan keteraturan. Dengan tingkat kepastian yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut, maka mereka tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semuanya serasa telah diatur dan ditentukan oleh alam. c. Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakat Baduy. Sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, masyarakat Baduy mengembangkan pedoman hidup yang organis. Yang dimaksud organis adalah mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Pengaruh alam juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. Kebiasaan hidup yang lamban ini disebabkan karena mereka sangat dipengaruhi oleh irama alam yang ajeg dan lamban. Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah melewati proses-proses dan tahapan-tahapan yang ajeg. Dengan cara tertentu orang dapat memperpendek usia tanaman dan
  • 22. 11 meningkatkan produktivitasnya, namun tetap ada batasnya. Orang tidak dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti memutar mesin. Maka masyarakat Baduy sering dicap statis, bukan hanya karena mereka tidak inovatif tetapi juga karena lamban. d. Dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat Baduy juga mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul. Takhayul seperti ini merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam yang disebabkan karena tidak dapat memahami dan mnguasai alam secara benar. e. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat Bduy terhadap alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitektur rumah dan alat-alat bercocok tanam. f. Kebersamaan masyarakat Baduy terhadap alam juga menyebabkan rendahnya kesadaran mereka akan waktu. Tanaman memiliki proses alami dengan paket waktu tersendiri terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu. g. Besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan masyarakat Baduy cenderung bersifat praktis. Artinya, mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan. Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat Baduy juga cenderung kurang mengindahkan etika dalam pergaulan satu saa lain. Terlebih lagi karena mereka hidup dalam kelompok yang selalu akrab dan sangat mengenal satu sama lain.
  • 23. 12 Dalam situasi seperti ini kurang memungkinkan mereka untuk menyembunyikan sesuatu dari teman atau tetangga. Maka mereka tidak perlu berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini yang mendorong masyarakat Baduy tumbuh dan berkembang sifat-sifat jujur, terus terang dan suka bersahabat. Demikianlah karakteristik-karakteristik kebudayaan masyarakat Baduy yang terbentuk oleh pengaruh alam. sebagaimana dikemukakan di atas, besar kecilnya pengaruh alam tergantung kepada sejauh mana ketergantungan mereka terhadap alam, tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan. Pola kebudayaan semacam ini akan menjadi semakin pudar seiring dengan kemajuan teknologi, meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan alam, serta tujuan produksi yang semakin berorientasi pada pencarian keuntungan. Masyarakat Baduy memiliki mata pencaharian berburu dan meramu, beternak, dan bercocok tanam di ladang atau bisa disebut food gathering economic sebagai sumber kebutuhannya. Mata pencaharian ini merupakan suatu mata pencaharian yang paling tua. Dalam hal ini, ketergantungan mereka terhadap alam sangatlah tinggi. Sebagai contoh dalam bercocok tanam di ladang. Mereka hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairan. Bentuk kegiatan ekonomi masyarakat Baduy melalui barter atau tukar menukar barang. Dalam pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting kebutuhan terpenuhi Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang tidak pernah menerima perubahan apapun. Aturan adat berperan penting dalam menjaga tatanan hidup mereka. Sistem itu yang mengatur masyarakat Baduy sehingga dapat hidup
  • 24. 13 harmonis hingga saat ini. AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) yang merupakan fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem”. Menurut teori fungsional struktural, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian- bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.11 Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Teori struktural fungsional memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. Poloma (1979) menyatakan bahwa dalam teori struktural fungsional, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Secara sederhana fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan. Imperatif-imperatif tersebut adalah: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal Attainment, 11 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: 2013 Raja Grafindo Persada) hlm.21
  • 25. 14 Integration, Latency). Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:12 a. Adaptation (Adaptasi): Sebuah sistem harus menangggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhanya. b. Goal attainment (Pencapaian Tujuan): Sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. c. Integration (Integrasi): Sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian- bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainya (A, G, L). d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): Sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) merupakan ciri kehidupan masyarakat suku baduy, dimana masyarakat suku baduy itu yang disebut sebuah sistem. Disini kita lihat Masyarakat baduy bila ditinjau dari konsep AGIL : a. Adaptation (Adaptasi) Masyarakat Baduy beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan cara menjaga keharmonisan antara lingkungan dan tempat mereka melakukan aktivitas. b. Goal (Pencapaian Tujuan) 12 George Ritzer & Goodman J.Douglas, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prenada Media Group. 2010), hlm. 123
  • 26. 15 Masyarakat Baduy harus memelihara apa yang sudah diwariskan dari leluhurnya dan mewariskanya secara turun-temurun agar tercapai tujuan hidup mereka. c. Integration (Integrasi) Masyarakat Baduy mempertahankan hubungan dari cara mereka beradaptasi, mempertahankan tujuan hidup, dan mempertahankan warisan leluhur. d. Latency (Pemeliharaan Pola) Pola kehidupan masyarakat yang tak pernah berubah. Masyarakat Baduy selalu memlihara warisan yang telah diberikan leluhurnya demi menjaga keharmonisan kehidupan mereka. Bagi mereka, menjaga warisan yang telah diberikan merupakan salah satu bentuk pengabdian mereka kepada leluhur Skema Parsons (1935) ini mengajukan teori evolusioner yang menjelaskan gerakan masyarakat dari primitif ke modern melalui empat proses perubahan struktural utama, yaitu diferensiasi, adaptif upgrading, inkluisi, dan generalisasi nilai-nilai. Adapun proses diferensiasi struktural dan perkembangan- perkembangan yang berkaitan dengannya mempengaruhi proses evolusi, seperti munculnya sistem stratifikasi sosial, organisasi birokratis, sistem uang, jaringan pasar impersonal, dan pola-pola asosiasi demokratis, disebut universal evolusioner, yang berperan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam adaptasi mereka. Parsons mendesain skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) ini untuk digunakan disemua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan dibawah, akan dicontohkan bagaimana cara
  • 27. 16 Parsons menggunakan skema AGIL Adaptation, Goal, Integration, Latency). Organisme Perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak. Parsons menemukan jawaban problem didalam fungsionalisme struktural dengan asumsi sebagai berikut:13 a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan-diri atau keseimbangan. c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain. e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkunganya. f. Alkasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memlihara keseimbangan sistem. 13 George Ritzer & Goodman J.Douglas, Ibid, hlm.124
  • 28. 17 g. Sistem cenderung menuju arah pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan. keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam. Masyarakat suku Baduy memiliki keunikan dalam mengelola lingkunganya. Mereka mengenal pandangan tanpa perubahan apapun. Tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan yang diwariskan oleh leluhurnya membuat mereka bisa hidup selaras dengan alam. Masyarakat suku Baduy menganggap alam merupakan titipan yang Maha Kuasa yang apabila dijaga maka alam itu akan menjaga mereka juga. Jadi masyarakat Baduy berdasarkan konsep AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) yang dikemukakan oleh Talcott Parson sangat sesuai dengan kenyataan yang ada. 3. Hakikat Etika Lingkungan Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari penghidupanya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil. Di Indonesia, etika lingkungan sebenarnya bukan barang baru. Nenek moyang kita telah melakukan “kampanye” lingkungan melalui berbagai media seperti legenda, mitos dan cerita rakyat. Jejak ini masih bisa di kenali dengan kental melalui kearifan tradisional yang masih dipegang kuat oleh suku-suku di Indonesia. Salah satunya Suku Baduy. Hampir semua filsuf moral yang berpandangan
  • 29. 18 antroposentris melihat etika lingkungan hidup sebagai sebuah disiplin filsafat yang berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Jadi, yang terutama menjadi fokus perhatian etika lingkungan hidup, menurut pengertian ini, bagaimana manusia harus bertindak atau bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup disini dipahami sebagai disiplin yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.14 Perkembangan baru dalam etika lingkungan hidup menuntut perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia dengan memasukkan lingkungan hidup atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral. Etika lingkungan hidup lalu memasukkan pula semua makhluk nonmanusia ke dalam perhatian moral manusia. Dengan kata lain, kendati bukan pelaku moral makhluk bukan manusia pantas menjadi perhatian moral manusia karena mereka dipandang sebagai subyek moral. sebagaimana dikatakan Schweitzer, “Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan manusia”. Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain 14 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010), hlm.40
  • 30. 19 atau alam secara keseluruhan. Termasuk didalamnya, berbagai kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Keraf mengatakan terdapat tiga model teori etika lingkungan, yakni yang disebutnya sebagai Shallow Environtmental Ethics, Intermediate Environtmental Ethics dan Deep Environtmental Ethics.15 Ketiga teori ini juga dikenal dengan sebutan antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Antroposentrisme (Shallow Environtmental Ethics) Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil berkaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah kepentingan manusia. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang memiliki nilai dalam dirinya. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia. Ada banyak hal dan jenis makhluk yang memiliki kehidupan. Pandangan biosentrisme mendasarkan moralitas pada keseluruhan kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Karena yang menjadi pusat perhatian 15 A. Sonny Keraf, Ibid, hlm. 67
  • 31. 20 dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan. Dengan demikian, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Ekosentrisme (Deep Environtmental Ethics) Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk komunitas ekosistem seluruhnya (biotis dan a-biotis). Biosentrisme dan ekosentrisme, memandang manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk dan memandang manusia tak lebih dari salah satu bagian dalam jaringan kehidupan. Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis dan atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain.
  • 32. 21 Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan konsep etika lingkungan dan ekosentrisme karena apabila kita bicara pelestarian lingkungan, tentu tidak akan terlepas oleh etika lingkungan. Maksud etika lingkungan disini yaitu untuk menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungan dan bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan. Manusia dan lingkungan tidak bisa dilepaskan karena keduanya memiliki hubungan timbal balik. Lingkungan menyediakan segala yang dibutuhkan manusia dan manusia harus bisa menjaga lingkungan tersebut agar tetap terjaga. Etika lingkungan disini merupakan konsep untuk memahami tindakan manusia dan lingkungan yang saling berkaitan.
  • 33. 22 BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cibeo Baduy Dalam. untuk mencapai lokasi penelitian, diperlukan waktu kurang lebih 3 jam dikarenakan akses menuju tempat penelitian itu hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki melewati area perbukitan dan sungai. Jarak tempuh yang dilalui sekitar 13 kilometer dari pintu masuk menuju perkampungan Baduy. Sepanjang perjalanan akan tersaji pemandangan hamparan sawah dilereng-lereng bukit, pohon-pohon duren, pemukiman warga dan aren, serta terlihat juga hutan-hutan. Hutan yang sunyi ditumbuhi dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang. Pemandangan yang indah terlihat dengan jelas di saat kita tepat berada di atas bukit. Alam yang selalu terjaga dengan baik. Sungguh berbeda dengan pemandangan yang ditempat- tempat indah yang lain. Untuk mencapai perkampungan Suku Baduy, dibutuhkan waktu sekitar 90 menit lamanya dari kota Rangkasbitung. Desa kanekes adalah suatu daerah yang hampir tanpa dataran dan semata-mata terdiri dari bukit-bukit serta lembah- lembah yang curam dibeberapa tempat dan sungai-sungai yang menyebabkan sulitnya mencapai kampung itu dalam waktu singkat. Dengan keadaan fisik yang demikian ditambah dengan adat-istiadat yang dipatuhi masyarakat Baduy, apabila dibandingkan dengan masyarakat sekelilingnya, maka masyarakat Baduy diklasifikasikan sebagai masyarakat terasing khususnya di Jawa Barat. 22
  • 34. 23 Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua yaitu masyarakat Baduy Tangtu yang biasa disebut masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat Baduy Panamping yang biasa disebut masyarakat Baduy Luar. Yang membedakan masyarakat Baduy Tangtu dengan Baduy Panamping yaitu dari cara pakaianya. Baduy Tangtu berwarna putih, sedangkan Baduy Panamping berwarna hitam. Hingga saat ini masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh (aturan adat) yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu pikukuh itu berbunyi lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, yang berarti panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh sambung. Makna dari pikukuh itu antara lain tidak mengubah sesuatu atau menerima apa yang sudah ada tanpa menambahi atau mengurangi dari yang ada itu. Masyarakat Baduy yang melanggar pikukuh akan memperoleh ganjaran adat dari puun (pimpinan adat tertinggi). Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional bersahaja dan kaya akan sumber kearifan yang dapat menjadi teladan atau panutan kita. Pemukiman orang Baduy merupakan daerah berbukit yang makin kearah selatan makin curam lereng-lerengnya. Tempat yang paling rendah dari daerah ini berada pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut, sedangkan tempat yang paling tinggi merupakan puncak pegunungan kendeng terletak pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan air laut. Hutan yang lebat di sekitar pegunungan kendeng merupakan sumber air yang penting bagi daerah aliran sungai Ciujung di sebelah hilir (Banten Utara).
  • 35. 24 B. Sumber Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelititian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan.,dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara secara mendalam. Pengamatan dalam kegiatan observasi dilakukan pada bangunan- bangunan, permukiman dan lingkungannya, serta aktivitas di dalamnya, lahan ladang dan lingkungannya, serta aktivitas bercocok tanam, sumber air, sungai dan lingkungannya, hutan, gunung, serta aktivitas di dalamnya. Sementara itu, kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepada para narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro, kokolot), dan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar yang terpilih sebagai informan kunci. Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah Kanekes hingga warga masyarakat yang sangat mengetahui tentang topik tersebut. Teknik snowballing adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada
  • 36. 25 awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.16 Hal ini dilakukan karena dari jumlah data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari informan lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar. Umumnya mereka diwawancara 1-2 jam/orang di rumah (jika malam hari) dan atau di ladang (jika siang hari). Informasi yang dikumpulkan meliputi : 1. Konsep budaya tentang pelestarian lingkungan, yaitu mengenai bercocok tanam 2. Pengetahuan tradisional tentang bercocok tanam. 3. Cara tradisional dalam mengolah Sumber Daya Alam yang tersedia seperti menanam padi, mengobati padi, dan memanen padi. 4. Pelestarian Sumber Daya Alam yaitu meliputi pengelolaan tanah dan pengelolaan tumbuhan. 5. Mewariskan kearifan lokal ke generasi berikutnya dengan cara bercocok tanam. Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis meliputi pikukuh (aturan adat) dan ketentuan lokal di masyarakat Baduy, kearifan lokal dan tradisi perladangan, dan kearifan lokal dan kelestarian hutan dan air. 16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: 2010 Alfabeta) hlm.219
  • 37. 26 C. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai agar mendapatkan hasil yang sempurna, adapun teknik tersebut meliputi: 1. Teknik Observasi Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.17 Observasi dilakukan melalui kegiatan keseharian yang dilakukan informan dalam melakukan aktivitas bercocok tanam. Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Dengan adanya observasi di lapangan, peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam waawancara. 2. Teknik Wawancara Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.18 Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap narasumber. Narasumber diwawancara pada saat mereka tidak melakukan aktivitas. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan 17 Iskandar Indranata, Ibid, hal. 125 18 Iskandar Indranata, Ibid, hal. 119
  • 38. 27 baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat seperti, buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data dan kamera yang digunakan untuk memotret agar dapat meningkatkan keabsahan penelitian. 3. Teknik Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat administrasi dan kegiatan yang terekomendasikan. Mencatat dan mengumpulkan data yang diperoleh dari pengamatan terkait obyek yang diteliti. 4. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data Guna mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian dan ketercapaian tujuan yang diinginkan, maka peneliti perlu melakukan kalibrasi tentang keabsahan data yaitu dengan cara: 1. Memelihara Catatan Lapangan Membuat catatan dan komentar terhadap catatan mentah dilapangan yang tidak lepas dari fokus permasalahan. Catatan ini dibuat dengan urutan nomor catatan lapangan, tanggal pengamatan, deskripsi partisipasi, deskripsi bialogis dan deskripsi lingkungan fisik. Dalam meneliti Baduy Dalam, catatan lapangan
  • 39. 28 disesuaikan dengan kondisi dimana kita berada. Hal ini dikarenakan ada sebagian wilayah-wilayah yang tak boleh menggunakan teknologi modern sesuai peraturan adat yang ditetapkan. 2. Melakukan Diskusi dengan Informan dan Key-Informan Dalam memperkaya penelitian perlu diaadakannya diskusi dengan informan yaitu Jaro suku Baduy dan masyarakat suku Baduy agar memperoleh masukan dan penjelasan tentang permasalahan yang diteliti. Diskusi dilakukan pada saat masyarakat Baduy selesai ataupun sebelum melakukan aktivitas berladang. Agar lebih mendalami, dilakukan pengamatan dengan cara mengikuti setiap kegiatan informan pada saat aktivitas bercocok tanam. 3. Kegiatan Pengumpulan Sumber Data Dalam melakukan penelitian perlu diadakannya pengumpulan sumber data untuk memperoleh data yang nantinya akan dianalisis. Sumber data dilakukan untuk memenuhi dan memperjelas penelitian ini. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah dengan penelaahan, kategorisasi, melakukan tabulasi data dan atau mengkombinasikan bukti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Prosedur ini senada dengan prosedur yang direkomendasikan, bahwa proses analisis data dimulai dengan : 1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, dalam hal ini adalah dari hasil wawancara, kuesioner, maupun analisis dokumen.
  • 40. 29 2. Setelah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan apa yang dinamakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan kunci yang perlu dijaga agar tetap berada didalamnya. 3. Langkah berikutnya adalah menyusunnya kedalam satuan-satuan untuk kemudian dikategorisasikan. 4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik tertentu 5. Diakhiri dengan penafsiran data. Cara lain dilakukan dengan teknik analisis pencocokan pola (pattern- matching), yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik dengan pola yang diprediksikan. Terakhir adalah teknik analitis (explanation building), yaitu cara menganalisis data studi kasus dengan membangun penjelasan tentang kasus tersebut.
  • 41. 30 BAB III HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy sejak awal kelahiran dengan salah satu tugas pikukuh karuhun “Ngasuh Ratu Ngajayak Menak” sudah sangat menyadari bahwa dalam menjalankan kehidupan adatnya erat sekali hubungannya dengan yang namanya raja atau pejabat negara. Masyarakat Baduy sangat respon dan peduli terhadap situasi, perkembangan dan keberadaan pemerintah sekitar yang menaunginnya. Dalam hal ini mulai dari pemerintah tingkat Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukti adanya respon dan kepedulian tersebut sangat jelas terlihat dengan diadakannya secara rutin di kegiatan acara adat masyarakat Baduy untuk melakukan acara seba setiap tahun. Seba adalah acara persembahan hasil panen kepada para pemimpin yang berkuasa di kabupaten Lebak. Makna acara seba ini adalah menjalin silaturahmi untuk saling mengingatkan, mendoakan, dan saling menitipkan agar kesukuan mereka, pemerintah, bangsa dan negara selalu aman dan tentram, terhindar dari berbagai bencana alam, sehingga tercipta kemakmuran dan keadilan. 1. Latar Belakang Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy merupakan sebutan yang diberikan bagi masyarakat Sunda yang hidupnya mengasingkan diri dari keramaian di Desa Kanekes, Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sebutan lainya adalah orang Rawayan, orang Kanekes, atau asal kampung mereka seperti Cibeo, urang Tangtu. 30
  • 42. 31 Masyarakat Baduy terbagi atas dua wilayah adat, yaitu Urang Tangtu (Baduy- Dalam) yang bertempat tinggal di tiga kampung inti yaitu Kampung Cikeusik, Kampung Cibeo, dan Kampung Cikartawarna, dan Urang Panamping (Baduy- Luar) yang tinggal dikampung-kampung di luar ketiga daerah inti, seperti kampung Cipaler, Cikadu, Cigula, Cihandam, Cikadu, Gajeboh, Karahkal, dan kampung Baduy-Luar lainnya.19 Selanjutnya, menurut definisi yang diberikan oleh beberapa dongeng dan cerita rakyat di Banten, Baduy datang dari nama sebuah tempat yang dijadikan tempat huniannya. Berdasarkan pengakuan orang Baduy Dalam, masyarakat Baduy merupakan keturunan langsung dari manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini yang bernama Adam Tunggal. “Baduy itu masyarakat yang mempunyai tugas melindungi alam ini. Kami merupakan keturunan langsung dari Adam Tunggal. Kami ada didunia ini untuk melindungi alam ini”.20 Mereka meyakini bahwa suku-suku bangsa lain di dunia ini adalah bagian atau keturunan-keturunan lanjutan dari masa lalu mereka yang mengemban tugas berbeda-beda sesuai dengan hasil musyawarah awal di waktu penciptaan dunia ini. Menurut sejarahnya orang Baduy pindah di daerah Gunung Kendeng pada abad 16, bersamaan dengan runtunya Kerajaan Pajajaran. Duhulu sebelum Islam masuk ke Indonesia dan Jawa, pengaruh agama Hindu dan Budha sangat kuat, termasuk Kerajaan Pajajaran. Pada tahun 1579 masuklah Islam untuk 19 Senoaji, G. 2005. Pemanfaatan Hutan dan Lingkungan oleh Masyarakat Baduy dalam mengelola Hutan dan Lingkngannya. Thesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 20 Wawancara dengan SM (Warga Desa Cibeo) tanggal 17 Maret 2015
  • 43. 32 menghancurkan Kerajaan Pajajaran dan masyarakat disana berpindah ke agama Islam. Ada sekelompok masyarakat yang menolak untuk masuk Islam, kemudian mereka berpindah tempat untuk mengasingkan diri. Kelompok tersebut yang kemudian dinamakan Suku Baduy. Ada beberapa versi mengenai kata Baduy, salah satunya adalah nama tersebut diambil dari sebuah suku di negara Arab yang bernama Badawi yang hidup secara nomaden di gurun pasir.21 Orang-orang Belanda yang berada di Indonesia pada waktu itu memberi nama itu kepada kelompok ini. Ada pula yang mengaikan bahwa kaum Badwi di Arab pada zaman Nabi Muhammad merupakan suku yang tidak mau masuk agama Islam. Dikaitkan dengan keberadaan Baduy di Indonesia pada waktu itu yang menola untuk masuk Islam, maka muncul istilah Baduy. Versi lain menjelaskan bahwa nama Baduy diambil dari nama bukit yang berada di selatan Desa Kanekes tempat mereka tinggal. Masyarakat Baduy sendiri menyebut dirinya dengan sebutan orang Kanekes yang berarti orang Sunda, sehingga sampai saat ini desa yang mereka tempati disebut Desa Kanekes. Seperti yang dikatakan salah satu informan: “Kanekes itu nama Desa, Baduy nama masyarakatnya. Selain dari itu berarti sebutan yang diciptakan oleh orang luar Baduy”.22 Masyarakat Baduy tak peduli dengan sebutan yang banyak diberikan kepadanya. Mereka enggan berkomentar banyak tentang nama-nama sebutan yang diberikan orang luar kepadanya. 21 Para pemangku adat masyarakat Baduy menolak nama Baduy diambil dari istilah “Badawi” yang ada di daerah Arab. Menurut mereka, istilah Badawi atau Badui merupakan penyebutan yang dilakukan oleh orang Belanda terhadap mereka dengan tujuan untuk merendahkan mereka sebagai orang bodoh dan terbelakang. 22 Wawancara dengan DN, (tokoh masyarakat Baduy Luar) Tanggal 15 Maret 2015
  • 44. 33 2. Geografi Desa Kanekes Wilayah Baduy itu berdasarkan lokasi geografinya terletak kira-kira pada 60 27’ 27”- 60 30’ Lintang Utara dan 1080 3’ 9” - 1060 4’ 55” Bujur Timur. Wilayahnya berbukit-bukit, tersusun oleh sambung menyambung bukit. Wilayah hutan yang luas dengan bentuk daratan yang berbukit-bukit dari mulai desa Baduy Luar hingga Desa Baduy Dalam diperkirakan mempunyai luas wilayah 5.136,58 hektar.23 Pemukiman biasanya berada pada daerah-daerah datar dekat sumber air dibawah lembah. Suasana yang sejuk dan indah tersaji diatas dataran-dataran tinggi. Air sungaiyang mengalir jernih melintasi rumah-rumah masyarakat Baduy. Sungai yang mengalir diwilayah ini adalah sungai Ciujung, yang hulunya berasal dari daerah-daerah hutan di bagian selatan wilayah Baduy dalam. sedangkan aliran airnya mengalir kebagian hilir melewati daerah-daerah Baduy, terus keluar melintasi ibu kota kabupaten, di Rangkasbitung dan bermuara dipantai utara laut Jawa dekat wilayah Jakarta. 3. Administrasi Desa Kanekes Wilayah Baduy atau biasa disebut wilayah Kanekes, berdasarkan administrasi pemerintahan masuk kedalam desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jarak dari ibu kota kabupaten di Rangkasbitung ke kecamatan Leuwidamar lebih kurang 37 km. Jumlah penduduk masyarakat Baduy sendiri sekitar 11.620 jiwa.24 Perjalanan menuju wilayah kecamatan ini dari ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan kendaraan motor 23 BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Lebak, tahun 2009 24 BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Lebak, tahun 2015
  • 45. 34 ataupun mobil dengan cukup lancar, kecuali pada beberapa tempat jalanya kurang bagus, khususnya diwaktu-waktu yang lampau. Sedangkan untuk menuju wilayah Baduy, dari kecamatan Leuwidamar, dapat menggunakan motor ataupun mobil dengan melintasi dua jalur perjalanan, yaitu melewati desa Cisemeut atau Cibungur sampai ke daerah perbatasan Baduy di Ciboleger. Pada lintasan yang pertama, jalannya datar lebih pendek, tetapi harus menyeberangi Sungai Cisemeut. Pada musim kemarau air dangkal, sehingga mobil bisa melintasi sungai itu. Akan tetapi bila musim hujan, air sungai Cisemeut deras, kendaraan mobil tidak bisa melintasi wilayah ini, hanya sampai ditepi sungai saja. Sedangkan kendaraan motor ataupun pejalan kaki dapat melanjutkan perjalanan melintasi jembatan gantung dari kayu. Sedangkan pada lintasan pertama, melintasi jalan desa berbatu-batu, jaraknya agak jauh dan melintasi daerah-daerah perbukitan yang agak curam, tetapi walaupun musim hujan, mobil masih dapat melintasi daerah ini. Masyarakat Baduy secara umum dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu masyarakat Baduy Luar dan Masyarakat Baduy Dalam. masyarakat Baduy Luar bisa pula disebut masyarakat panamping. Hal ini karena mereka bermukim di bagian luar wilayah Baduy atau yang mendampingi wilayah Baduy Dalam. sedangkan masyarakat Baduy Dalam biasa pula disebut masyarakat kajeroan atau masyarakat “girang” (hulu). Daerah pemukiman Baduy berdasrkan sejarahnya telah dikenal sejak lama. Bahkan dulu sebelum adanya akses jalan menuju kesana, masyarakat luar sudah mengenal masyarakat Baduy. Wilayahnya terbentang mencakup dari mulai daerah yang berbatasan dengan sungai Cisiemut di bagian
  • 46. 35 Utara agak ke Timur sampai sungai Kendeng di bagian Selatan. Di luar wilayah Baduy atau desa Kanekes, masih terdapat wilayah Baduy yang biasa disebut daerah Dangka. Daerah Dangka merupakan bagian masyarakat Baduy yang memilih tinggal ditempat di luar daerah Baduy untuk alasan-alasan seperti perkawinan, mata pencaharian, dan lain sebagainya. 4. Sistem Pemerintahan Berbagai referensi telah banyak mengupas tentang kedudukan, tugas, dan wewenang puun sebagai pucuk pimpinan adat Baduy suku Baduy. akan tetapi, menurut perspektif adat Baduy belum secara holistik atau paripurna, sehingga penjelasan-penjelasan tersebut masih menjadi misteri. Masyarakat Baduy mengenal organisasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka mengakui adanya hierarki kepemimpinan dalam kehidupan bermasyarakat dan bagi mereka kedudukan para pemimpin puncak sifatnya kekal serta memiliki peranan dan kekuasaan luas terhadap keseluruhan sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu sudah ditentukan oleh aturan nenek moyangnya yang disebut karuhun. Dalam hal sistem pemerintahan yang berlaku di masyarakat Baduy mengenal dua sistem, yakni struktur pemerintahan adat dan struktur pemerintahan desa. Kedua struktur ini sangat berbeda alur kerja dan kekuatan hukumnya. Strktur pemerintahan Adat lebih banyak memiliki peran penting dibandingkan struktur pemerintahan Desa. Hal ini yang banyak menyebabkan bertahanya kebudayaan-kebudayaan yang ada di masyarakat Baduy ini. Kebudayaan itu
  • 47. 36 meliputi pengetahuan mereka terhadap aturan-aturan adat yang tak pernah berubah dan terus di aati oleh masyarakat Baduy. e Struktur Lembaga Adat Baduy (sumber: Feri Prihantoro, 2006:7) PUUN Jaro Tangtu Girang Seurat Baresan Salapan Perangkat Palawari Adat Tanggungan Dua BelasTangkesan Jaro Tujuh Jaro Pamerentah Kokolotan Sekdes/Carik Pangiwa Pangiwa Pangiwa
  • 48. 37 Pemimpin tertinggi struktur pemerintahan adat dipegang oleh tiga Puun atau bisa dibilang raja yaitu Puun Cibeo, Puun Cikartawarna, dan Puun Cikeusik. Puun adalah dpimpinan yang mengurus seala urusan amanat secara batiniah untuk mendoakan keselamatan alam, lingkungan dan kehidupan seluruh umat manusia termasuk bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Puun tidak langsung mengurus atau memimpin semua kegiatan kemasyarakatan secara operasional. Ketiga Puun ini mempunyai tugas yang berbeda. Ruang lingkup dan gerak kehidupan Puun lebih sederhana dan terbatas dibanding dengan kehidupan anggota masyarakatnya. Kehidupan puun lebih mendekati pada kehidupan seorang begawan yang jauh dari nafsu kematerian. Jaro Tangtu adalah wakil Puun yang memiliki amanat untuk melaksanakan pemerintahan dan segala amanat hukum adat. Istilah tangtu sendiri memiliki pengertian. “Yang memastikan terhadap suatu masalah, yang menentukan suatu keputusan atau kepastian. Yang harus dilaksanakan.25 Jaro Tangtu memiliki kedudukan sebagai tangan kanan Puun yang berkaitan dengan pelaksanaan seluruh aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, pelaksanaan dan penerapan hukum adat beserta penerapan sanksi, penentuan dan pengaturan waktu kegiatan upacara-upacara adat, sosialisasi seputar tatanan hukum adat pada masyarakat Baduy, dan penataan keamanan dan ketertiban. Jaro tangtu merupakan pusat pemecahan masalah dan berkewajiban untuk mengambil sikap demi terjaminnya pelaksanaan hukum adat 25 Wawancara dengan AM (Warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
  • 49. 38 dan keselamatan masyarakat Baduy. Jaro tangtu berhak mengambil keputusan untuk menugaskan jajaran tokoh adat baik jajaran tokoh adat Baduy Dalam, maupun jajaran tokoh adat Baduy Luar. Jaro tangtu berkewajiban mengawasi secara umum tentang pelanggaran pelaksanaan hukum adat di masyarakat Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Dalam struktur lembaga hukum adat Baduy posisi girang seurat sejajar dengan jaro tangtu, tetapi girang seurat memiliki tugas khusus yang spesifik yaitu sebagai pendahulu dalam menentukan waktu pelaksanaan acara ngaseuk huma serang dari awal pembukaan nyacar, nuaran, ngaduruk, ngaseuk, ngored, ngubaran huma sampai pada proses panen. Girang seurat tidak memiliki kewenangan dan hak seperti jaro tangtu dalam pengambilan keputusan hukum adat, tetapi dalam setiap acara musyawarah adat, girang seurat selalu hadir menyaksikan termasuk memberikan saran atau nasihat. Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal dari warga Baduy Luar berkedudukan di kampung cicatang, tangkesan ini memiliki kharisma, wibawa yang cukup tinggi bahkan disegani oleh seluruh warga Baduy Dalam maupun Baduy Luar termasuk dihormati oleh para pemimpin adat Baduy. Kewibawaan itu timbul karena tugas dan wewenang tangkesan cukup besar, termasuk salah pada puun-puun dalam hal adat. Tangkesan adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh kuat dalam mengangkat, melantik, dan memberhentikan para petugas adat yang berada di Baduy Luar, tetapi tidak untuk pemangku adat Baduy Dalam, tangkesan juga memiliki kelebihan dan kemampuan berdoa dalam
  • 50. 39 hal keselamatan bumi alam, bangsa dan negara juga bagi warga atau masyarakat yang tertimpa masalah termasuk mendoakan tentang masalah yang dihadapi puun. Dalam struktur lembaga adat kedudukan jaro tanggungan dua belas sejajar dengan tangkesan dan sama-sama merupakan pimpinan dari jaro tujuh. Tangkesan bertindak sebagai bapaknya jaro tujuh sedangkan tanggungan dua belas lebih berfungsi sebagai saksi jaro tujuh. Tugas utama jaro tanggungan dua belas adalah mengurus bidang keamanan dengan memberikan perlindungan dan tindakan hukum kepada seluruh masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran adat baik di wilayah Baduy Dalam maupun Baduy Luar. 5. Aktivitas Perekonomian Orang Baduy tak bisa dipisahkan dari padi yang dilambangkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang harus ditanam menurut ketentuan-ketentuan karuhun, yaitu seperti bagaimana para nenek moyang mereka menanam padi. Padi ditanam dilahan kering dan tidak boleh ditanam di hutan larangan. Mata pencaharian masyarakat Baduy lebih mengutamakan sistem tertutup, artinya aktifitas ekonomi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan diproduksi serta dikonsumsi di lingkungan Baduy sendiri. Begitu juga pakaian, sandal dan peralatan pertanian mereka buat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di lingkungan mereka. Hanya sebagian kecil kebutuhan didapatkan dari wilayah sekitar Baduy. Pertanian merupakan aktivitas ekonomi utama dan penting, sedangkan aktivitas tambahan berupa kerajinan seperti sarung, baju, dan membuat gula aren. Dengan prinsip bahwa aktivitas ekonomi hanya
  • 51. 40 untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan memperkaya diri, maka tidak banyak aktivitas jenis ekonomi yang dilakukan mereka seperti masyarakat modern pada umumnya. Seluruh masyarakat Baduy belajar untuk bekerja di pertanian sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Di Baduy terdapat aturan pertanian yang diikuti oleh masyarakatnya. Ada waktu dimana mereka harus mengolah tana, menanam, maupun memanen hasil pertaniannya. Sistem pertanian disana adalah dengan sistem berladang dan berkebun. Pada masa dimana mereka tidak sedang bekerja di ladang, Baduy laki-laki bekerja di hutan untuk berburu dan memanen madu, sementara Baduy wanita bekerja memasak atau merawat anaknya yang masih bayi ataupun membuat kerajinan tangan dari kulit pohon. Hasil dari aktivitas ekonomi ini oleh mereka diutamakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk upacara-upacara, sedangkan sisanya mereka jual ke daerah luar untuk dibarter dengan kebutuhan yang tidak mereka hasilkan seperti garam, minyak, serta bumbu-bumbu. Madu Baduy sangat terkenal di daerah Banten karena tidak dicampur dengan bahan lainnya, sehingga sering disebut madu asli. Mereka menjual madu dan hasil kerajinan lainnya sampai kekota. Saat pergi ke kota untuk menjual madu, masyarakat Baduy Dalam tidak menggunakan alat transportasi seperti yang kita gunakan sehari-hari. Mereka hanya berjalan kaki menyelusuri jalanan hingga sampai ditujuan yang mereka inginkan.
  • 52. 41 6. Religi dan Adat Sistem religi yang dianut masyarakat suku Baduy adalah penghormatan ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu dsebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Konsep- konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya ditujukan kepada pikukuh Baduy untuk bekerja menurut alur itu dalam mensejahterahkan kehidupan Baduy dan dunia ramai. Seperti yang dikatakan salah satu informan. “Agama nu diagen ku masyrakat Baduy ngarana Agama Sunda Wiwitan, nabina Adam Tunggal. Dina keyakinan Sunda Wiwitan kami mah teu kabagean parentah shalat seperti dulur-dulur sabab wiwitan Adam tugasna memelihara kasaimbangan ieu alam, teu ngabogaan kitabna da ajarana neurap jeung alam. Makana agama Slam Sunda Wiwitan ngan ukur keur urang Baduy”.26 Masyarakat Baduy percaya, bahwa mereka adalah orang yang pertama kali diciptakan sebagai pengisi dunia dan bertempat tinggal di pusat bumi. Segala gerak laku masyarakat Baduy harus berpedoman kepada buyut karuhun (ketentuan adat) yang telah ditentukan dalam bentuk pikukuh karuhun (larangan adat). Seseorang tidak berhak dan tidak boleh melanggar dan mengubah tatanan kehidupan yang telah ada dan sudah berlaku turun menurun. Dalam kehidupannya, puun sebagai pimpinan tertinggi adat Baduy adalah keturunan batara serta dianggap sebagai penguasa agama sunda wiwitan yang harus ditaati segala perintah dan perkataannya. Rukun agama sunda wiwitan yang terdiri dari : ngukus, ngawalu, muja, ngalaksa, ngalanjak, ngapundayan, dan ngareksakeun sasaka pusaka harus ditaati oleh seluruh masyarakat Baduy. Aturan dan tata cara pelaksanaan rukun Baduy ini dipimpin oleh puun sebagai ketua adat masyarakat 26 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
  • 53. 42 Baduy. Kedudukan para pimpinan adat memiliki peranan dan kekuasaan luas terhadap keseluruhan sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu sudah ditentukan oleh karuhun dengan maksud untuk menyelamatkan taneuh titipan yang merupakan intinya jagat. Jika taneuh titipan ini hancur dan rusak, seluruh kehidupan di dunia akan rusak pula. Pikukuh karuhun itu harus ditaati oleh masyarakat Baduy dan masyarakat luar yang yang sedang berkunjung ke Baduy. Ketentuan-ketentuan itu diantaraya sebagai berikut:27 a. Dilarang menggunakan pakaian sembarangan, yaitu keseragaman dalam berpakaian. Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih dan Baduy Luar berpakaian hitam dengan ikat kepala hitam. b. Dilarang berladang sembarangan. Berladang harus sesuai dengan ketentuan adat. c. Dilarang memelihara hewan binatang ternak kaki empat, seperti kambing dan kerbau. d. Dilarang menanam tanaman budi daya perkebunan, seperti kopi, kakao, cengkeh, kelapa sawit, dan sebagainya. e. Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalna menggunakan pupuk, obat pemberantas hama penyakit, menggunakan minyak tanah, mandi menggunakan sabun, menggosok gigi menggunakan pasta, dan meracun ikan. 27 Wawancara dengan SM (Jaro desa Cibeo) tanggal 14 Februari 2015
  • 54. 43 f. Dilarang mengubah bentuk tanah, misalnya menggali tanah untuk membuat sumur, meratakan tanah untuk pemukiman, dan mencangkul tanah untuk pertanian. g. Dilarang masuk hutan larangan untuk menebang pohon, membuka ladang, atau mengambil hasil hutan lainnya h. Dilarang mengubah jalan air, misalnya membuat kolam ikan, mengatur drainase, dan membuat irigrasi. Oleh karena itu, sistem pertanian padinya adalah padi ladang, pertanian padi sawah dilarang dikomunitas masyarakat. Masyarakat Baduy mempunyai struktur tatanan hukum adat yang tunduk dan patuh kepada puun sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan adat dan pimpinan keagamaan yang berada dikampung Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Sistem struktur hukum adat di perkampungan masyarakat Baduy memegang peranan penting dalam mengayomi semua lapisan warganya bak dalam bidang kemasyarakatan ataupun dalam mengelola lingkungan alamnya. Tata cara pengerjaanya diatur oleh adat dan dipatuhi dengan seksama sehingga dapat berjalan penuh keseimbangan. Adat telah mengatur kelestarian alam sebagai penopang hidup dan kehidupan, serta mampu mewujudkan keakraban manusia dengan alam untuk hidup berdampingan dan berkesinambungan, sehingga alam lingkungannya itu sendiri memberikan kesuburan yang berlimpah. Tatanan aturan adat tersebut mengatur hubungan antara masyarakat Baduy dengan Tuhannya, masyarakat Baduy sendiri, masyarakat Baduy dengan masyarakat luar, dan masyarakat Baduy dengan lingkungan alamnya. Dalam mengelola lingkungannya, secara garis besar aturan adat Baduy terbagi menjadi aturan tentang pengelolaan
  • 55. 44 lahan pertanian dan pelestarian lahan hutan. Oleh karena itu setiap kegiatannya selalu diikuti oleh upacara-upacara adat. B. Deskripsi Objek Penelitian 1. Keluarga AJ Mang AJ, lelaki berusia 58 tahun adalah masyarakat yang tinggal di desa Cibeo Baduy Dalam. Mang AJ adalah keluarga yang dianugerahi 6 orang anak. Terdiri dari 5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Bercocok tanam bagi keluarga Mang AJ merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga Mang AJ menganggap bercocok tanam merupakan wujud kesetiaan mereka terhadap alam dan wujud syukur mereka kepada Sang Pencipta. Dengan bercocok tanam, mereka dapat bertukar pikiran dengan alam. Alam menyajikan sumber kehidupan yang tiada habisnya untuk mereka. Bercocok tanam bagi Mang AJ berguna untuk melatih fisik mereka dan menyatu dengan kondisi dimana mereka tinggal. Dengan jarak tempuh yang jauh antara rumah dengan tempat mereka berladang dan tempat bercocok tanam yang cukup membahayakan, menunjukkan betapa kuatnya fisik mereka. Setiap pagi hari, keluarga Mang AJ bersama-sama pergi keladang untuk melakukan aktivitas-aktivitas bercocok tanam. Terlihat jelas kekompakkan mereka pada saat melakukan aktivitas bersama. Mang AJ mengajarkan kepada setiap anaknya, agar selalu menjaga keindahan alam. Mang AJ menanamkan nilai- nilai dan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya kepada anaknya pada saat berada diladang. Nilai-nilai yang diajarkan meliputi aspek-aspek pelestarian
  • 56. 45 lingkungan sedangkan pengetahuan yang diberikan meliputi cara-cara berladang. Bila hari mulai gelap, hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan di luar rumah. Keluarga Mang AJ menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya. Ladang milik Mang AJ, kurang lebih memiliki luas hingga 1 hektar dengan jenis tanaman pokok padi dan tanaman-tanaman lainnya seperti pohon petai, jengkol, dan duren. Karena ladang yang begitu luas, Mang AJ membagi tugas kepada anaknya untuk mengontrol setiap bagian-bagian daerah ladang yang sebelumnya sudah ditanami padi. Mereka harus mengontrol pada siang hari, agar tanaman padi terhindar dari hama atau binatang liar. Mang AJ selalu mengajarkan kepada anaknya, bahwa kita sebagai manusia haruslah bersikap adil terhadap sesama. Bukan hanya sesama manusia, tetapi juga sesama makhluk hidup. Kita ini hidup hanya menumpang di alam ini. Alam ini punya yang Maha Kuasa. Apakah wajar kalau kita memperlakukan alam ini dengan merusaknya. Menurut AJ, daerah yang masih masuk kepunyaan masyarakat Baduy itu luas. Tak seperti sekarang yang semakin hari menjadi semakin sempit. Lahan kepunyaan Baduy itu mengalami banyak perubahan. Mulai dari tanaman yang tumbuh di ladang hingga tanah yang menjadi kurang subur. Mang AJ merupakan salah satu sosok masyarakat Baduy yang selalu patuh terhadap aturan yang ditetapkan. Dalam melakukan aktivitas berladang, Mang AJ selalu mengikuti apa yang telah diajarkan oleh leluhurnya. Seperti cara menanam, menjaga, dan memanen sesuai dengan aturannya.
  • 57. 46 Didalam kehidupannya, Mang AJ merupakan sosok periang dan peladang yang gigih. Kesehariannya di habiskan untuk berladang dan mengajarkan anak- anaknya cara melestarikan alam lingkungan sekitarnya. Berladang dipagi hingga sore hari tak pernah Mang AJ lewati. Keseharian yang Mang AJ lakukan merupakan wujud kesetian mereka kepada aturan adat. 2. Keluarga AM AM adalah lelaki berusia 49 tahun yang tinggal di desa Cibeo. Beliau adalah anak tunggal laki-laki puun Jandol, salah seorang puun Baduy yang terkenal semasa pemerintahan Soekarno. Beliau memiliki istri bernama Sani dan 4 orang anak bernama Mursid, Misjaya, Arba, dan Arsunah. Beliau menjawab sebagai wakil jaro tangtu Cibeo dan termasuk tokoh adat muda Baduy Dalam yang disegani oleh berbagai kalangan. Kehidupan keluarga AM, bisa dibilang lebih dari keluarga AJ. Rumahnya puun terlihat lebih luas dibandingkan rumah AJ. Kehidupan sehari-hari AM selain berladang adalah membantu jaro tangtu dalam mempersiapkan alat dan akomodasi untuk pelaksanaan musyawarah adat terutama sekali dalam mempersiapkan alat dan kebutuhan untuk upacara-upacara adat kawalu, ngalaksa, dan upacara keagamaan lainnya. AM yang merupakan wakil jaro tangtu Cibeo memiliki tugas dan beban yang lebih berat dibandingkan dengan wakil jaro lainnya mengingat bahwa kepuunan Cibeo memiliki tugas dan wewenang dalam hal mengurus segi pemerintahan dan pelayanan dengan masyarakat luar Baduy. Wakil jaro tangtu bertugas mensosialisasikan hukum adat pada masyarakat termasuk memberikan
  • 58. 47 jawaban atau penjelasan pada para pengunjung tentang adat istiadat maupun hal lain tentang Baduy dengan seizin jaro tangtu. AM merupakan pekerja keras yang pintar dan ulet. Hal ini terbukti dari jabatan beliau dan pekerjaan beliau. AM dapat membagi antara pekerjaan yang biasa dilakukan yaitu berladang, dengan pekerjaanya sebagai wakil jaro tangtu. Keseharian AM sama dengan masyarakat Baduy Dalam pada umumnya, namun yang membedakannya adalah apabila ada urusan adat, beliau tidak pergi berladang karena urusan adat lebih diutamakan. Dalam hidupnya, AM telah mengenal berbagai macam perubahan yang terjadi di masyarakat Baduy. Seperti cara memasak yang mulai menggunakan kompor. Cara menanam dengan menggunakan pacul, dan lain sebagainya. Hal ini membuat AM merasa resah dan takut nantinya kebudayaan yang ada di masyarakatnya hilang seiring berjalanya waktu. AM merupakan tokoh adat yang disegani karena kepintaran dan kegigihannya dalam menjaga aturan adat yang diterapkan pada masyarakatnya. AM selalu bersosialisasi bersama masyarakat Baduy lainnya di lapangan Desa Cibeo, tempat dimana kegiatan upacara sering dilaksanakan. AM selalu mengajarkan kepada penduduk luar yang datang bahwa kita sebagai manusia haruslah tunduk kepada Yang Kuasa. Cara kita tunduk itu dengan menghormati apa yang telah diberikan dan menjaganya. Alam ini merupakan titip Yang Kuasa yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Berbaiklah dengan alam karena alam merupakan bagian dari hidup kita. Alam menyediakan segalanya buat kita. Tanpa alam kita tak akan ada disini.
  • 59. 48 C. Hasil Temuan dan Pembahasan 1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy Sistem pertanian di Indonesia maupun dibeberapa negara pertanian di dunia sangat jarang sekali menggunakan sistem berladang. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan membutuhkan lahan, maka sistem berladang menjadi tidak efektif dan cenderung merusak lingkungan. Masyarakat Baduy hanya mengenal istilah berladang dalam bercocok tanam. Menurut masyarakat Baduy berladang yang mereka kerjakan sesuai dengan kepercayaan dan prinsip hidup mereka, yaitu untuk tidak membuat perubahan secara besar-besaran pada alam, karena justru akan menimbulkan ketidakseimbangan alam. Dengan sistem berladang mereka tidak melakukan perubahan bentuk alam, karena mereka menanam mengikuti alam yang ada. Mereka menanam padi dan tumbuhan lainnya sesuai dengan lereng disana, mereka tidak membuat terasiring. Sistem pengairan disana tidak menggunakan irigasi teknis, tetapi hanya memanfaatkan hujan yang ada. Ada larangan pengggunaan air sungai atau mata air untuk mengairi sawah. Seperti yang dikatakan salah seorang informan: “Jangan sekali-kali membelokkan aliran air untuk keladang. Nanti bisa ngerobah bentuk tanah dan bisa menimbulkan kerusakan pada tanah”.28 Mereka memiliki keyakinan bahwa dengan membelokkan arah aliran air sungai maupun mata air untuk pertanian akan mengubah bentuk alam dan dapat 28 Wawancara dengan AJ (Warga Desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015
  • 60. 49 menimbulkan ketidakseimbangan alam dan menimbulkan kerusakan alam. Semua masyarakat Baduy Dalam dalam kesehariannya selalu melakukan aktivitas berladang, mulai dari pagi hari hingga menjelang sore. Baik suami, istri maupun anaknya, semua melakukan aktivitas ini. Kegiatan masyarakat Baduy dalam setiap bulanya dalam satu tahun, telah mengikuti pola umum, yang diatur oleh adat. Kegiatan bercocok tanam atau kegiatan-kegiatan lainnya di luar bercocok tanam bagi segenap masyarakat Baduy senantiasa mengikuti kalender atau penanggalan yang telah mereka buat sendiri. Adapun jumlah bulan dalam penanggalan Baduy terdiri dari 12 bulan. Namun jumlah hari hanya dihitung 360 hari. Jumlah hari hanya dihitung 360 hari, dikarenakan sisa hari yang berjumlah 4 sampai 5 hari itu digunakan untuk menentukan perhitungan penanggalan berikutnya. Waktu luang tersebut tidak dihitung kedalam jumlah hari pada tahun sebelumnya atau tahun yang baru ditinggalkan. Dasar pemikiran adanya waktu luang tersebut ditetapkan menjelang akhir tahun. Salah satu informan menjelaskan apa saja tanggalan yang ada di Baduy: “Di Baduy itu ada penanggalan, penanggalannya hampir sama dengan tanggalan urang-urang yang bukan urang Baduy. terdiri dari 12 bulan dan 360 hari. Kalau dipenanggalan kalender kalian 365 hari, di Baduy sisa 5 harinya dipakai buat menentukan penanggalan berikutnya. Nama-nama bulannya pun beda, awal bulan itu namanya Kasa, lalu karo, katiga, safar, kalima, kanem, kapit u, kadalapan, kasalapan, kasapuluh, hapit lemah dan namanya hapit kayu”.29 Berikut ini adalah penanggalan yang menjadi patokan kehidupan masyarakat Baduy: 29 Wawancara dengan DN (Tokoh adat Baduy Luar) tanggal 15 Maret 2015
  • 61. 50 a. Kasa (Januari/Februari) Panen di huma serang, sedangkan dihuma Puun dan huma masyarakat padi telah mulai besar. Pada bulan ini diadakan acara Kawalu. Kawalu itu sendiri menurut AM adalah: “Kawalu adalah upacara dalam rangka kembalinya padi dari ladang ke lumbung. Kawalu itu, dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing sekali dalam tiap-tiap bulan kawalu. Pada bulan ini ada upacara kawalu teumbeuy atau kawalu mitembeuy. Kawalu ini melakukan puasa sehari di dalam sebulan. Di daerah Cieukesik dan Cikartawarna tanggal 18 dan Cibeo tanggal 19.30 Kawalu merupakan upacara adat yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu. Pada masyarakat Baduy Dalam harus mengikuti sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan. Sedangkan pada masyarakat Baduy luar dapat memilih puasa satu hari tanggal tersebut diatas, tergantung mau mengikuti pemimpin yang mana. Tiap-tiap keluarga masyarakat Baduy luar memilih di antara dua waktu itu. “Umumnya, masyarakat Baduy Luar mengikuti pemimpin dari desa Cikeusik yang dianggap pemimpin yang mengatur urusan adat.31 Menurut penuturan informan diatas, terlihat jelas ada perbedaan antara masyarakat Baduy Dalam dan Luar. Masyarakat Baduy Dalam harus benar-benar mengikuti pemimpin desa dimana mereka tinggal. Sedangkan penduduk desa Baduy luar diperbolehkan memilih diantara kedua tanggalan tersebut. 30 Wawancara demgan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015 31 Wawancara dengan SM (jaro desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
  • 62. 51 b. Karo (Februari/Maret) Huma serang selesai panen, huma Puun mulai panen, sedangkan huma masyarakat padi sedang menguning. Pada bulan ini dilakukan kawalu tengah yaitu melakukan puasa seperti bulan pertama hanya tanggalnya berbeda. Di Cikeusik dan Cikartawarna tanggal 18, 19, sedangkan di Cibeo tanggal 20. Masyarakat Baduy luar dapat memilih dari dua tanggal itu, tergantung mau ikut ke pemimpin yang mana. c. Katiga (Maret/April) Di huma serang tidak ada aktivitas, di huma Puun selesai panen, huma masyarakat sedang panen. Pada bulan ini diadakan acara kawalu akhir atau kawalu tutug yaitu melakukan puasa seperti bulan yang sebelumnya. Di Cikeusik dan Cikartawarna tanggal 17, sedangkan di Cibeo tanggal 18. Masyarakat Baduy luar dapat memilih dari dua tanggalan tersebut. Pada saat kawalu akhir berlangsung, semua masyarakat Baduy Dalam menjalankan puasa. Tidak terkecuali anak-anak usia muda. Mereka sangat mentaati aturan adat yang telah ditetapkan. d. Safar (April/Mei) Huma serang, huma Puun dan huma masyarakat selesai panen. Pada bulan ini dilakukan acara seba, mengirim hasil-hasil pertanian, seperti beras, tepung beras, kue dari tepung, petai, durian, gula, talas dan lain-lain ke Rangkasbitung dan Keresidenan di Serang. Di dalam dua tahun sekali, seba besar, selain mengirim hasil-hasil pertanian juga perabotan seperti kukusan, dulang, cukil, dan lain-lain. Pada bulan ini juga diadakan acara Ngalaksa. Acara Ngalaksa ini
  • 63. 52 dilakukan untuk mengakhiri tahun yang telah berlalu dan menyambut tahun yang akan datang. Ngalaksa ini memiliki fungsi seperti yang dituturkan AM yaitu: “Ngalaksa di Baduy adalah berdoa dalam rangka mengakhiri tahun yang lalu dan menyambut tahun yang akan datang. Harapannya agar pada tahun yang akan datang seluruh warga Baduy mendapat keselamatan, kesejahteraan hidup, rukun dan damai, serta memohon perlindungan dari sang Maha Pencipta alam raya ini”.32 Dalam Ngalaksa, biasanya masyarakat Baduy membuat kue dan laksa dari tepung beras, membuat tumbak-tumbakan lambang laki-laki, serta membuat orok- orokan (bayi), lambang wanita yang dibuat dari daun aren. Pada setiap keluarga membuat sebanyak sejumlah jiwa yang ada di keluarga tersebut. Bahan-bahan tadi dibuang sebagai pelambang pengabdian, penenang jiwa agar kehidupannya selamat. e. Kalima (Mei/Juni) Di huma serang mulai nyacar. Nyacar adalah kegiatan menebas tumbuhan semak belukar. Hal ini dilakukan untuk membersihkan lahan ladang tidak terganggu dari tanaman yang dapat merusak lahan garapan nantinya. Pada huma puun dan huma masyarakat belum ada aktivitas pengerjaan ladang. Pimpinan adat atau puun pergi ke daerah hutan saka domas, biasanya pada tanggal 16, 17 dan 18. Terdapat kegiatan pada saat penanggalan seperti dijelakan oleh AM: “Pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima, semua puun pergi ke saka domas untuk berdoa kepada Sang Pencipta agar diberikan kelancaran dalam berladang. Biasanya ada perwakilan dari masyarakat Baduy yang ikut menemaninya”.33 32 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015 33 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015
  • 64. 53 Masyarakat, baik masyarakat Baduy luar atau masyarakat Baduy dalam dapat ikut atas izin Puun. Pada bulan ini juga biasanya dilakukan acara hajatan keluarga seperti kawinan. Perkawinan di Baduy Dalam memiliki tiga tahapan, yaitu lamaran pertama, lamaran kedua, dan lamaran ketiga. f. Kanem (Juni/Juli) Di huma serang menebang atau nuar pepohonan untuk persiapan ladang. Di huma Puun dan huma masyarakat belum ada kegiatan berladang. Tiap dua tahun sekali pada bulan ini biasanya diadakan acara sunatan anak. Sunatan sendiri pada masyarakat Baduy disebut nyelamkeum. Pelaksanaan sunatan di Baduy tidak sembarangan hari atau bebas sekehendak warganya. Sunatan harus sesuai dengan jadwal adat, seperti yang dijelaskan oleh AJ. ”Sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu, karena hari tersebut bersifat panas. Hal yang paling baik untuk melaksanakan sunatan adalah hari Selasa dan Kamis”.34 Alasan sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu adalah karena kedua hari itu merupakan hari yang suci bagi Masyarakat Baduy. g. Kapitu (Juli/Agustus) Di huma serang ngahuru, ngaduruk dan tanam padi. Tanam padi di Cikeusik tanggal 18, Cibeo tanggal 22 dan Cikartawarna tanggal 23. Di huma puun nuar dan huma masyarakat membersihkan semak-semak atau disebut nyacar. h. Kadalapan (Agustus/September) Pada Bulan ini, di huma serang sedang ngabadagan. Ngabadagan adalah aktivitas membersihkan rumput-rumput dengan cara dicabut oleh tangan. Di huma 34 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) tanggal 16 Maret 2015
  • 65. 54 puun mengerjakan ngaduruk, ngahuru dan tanam padi. Ngahuru dan ngaduruk adalah kegiatan membakar serasah. Ngahuru adalah kegiatan kegiatan pembakaran pertama, sedangkan ngaduruk adalah kegiatan pembakaran selanjutnya, untuk membersihkan sisa-sisa serasah yang tertinggal. Disaat bersamaan, huma masyarakat umum mengerjakan nuar. Nuar adalah aktivitas menebang pohon yang berada disekitar huma. Tujuannya agar lahan garapan bersih dari segala jenis tanaman penganggu. i. Kasalapan (Sepetember/Oktober) Di huma serang menyiangi atau ngored.35 Di Huma Puun ngored ngarambas. Ngored ngarambas dilakukan pada saat tanaman padi berumur 3 bulan. Pada saat ngored ngarambas biasanya padi sudah mulai akan berbuah. Pada saat itu juga dilakukan juga ngubaran pare dengan cara menaburkan ramuan- ramuan yang telah dibacai mantra melalui upacara adat mantun. Di huma masyarakat ngahuru, ngaduruk dan tanam padi (ngaseuk). j. Kasapuluh (Oktober/November) Di huma serang padi telah besar dan seluruh masyarakat Baduy menjaga agar padi di huma serang terhindar dari hama. Di huma Puun ngored kedua. Di huma masyarakat ngored kesatu. k. Hapit lemah (November/Desember) Di huma serang dan huma Puun musim padi besar. Di huma masyarakat ngored kedua dan mengobati padi. Mengobati padi disini adalah agar padi tumbuh 35 Huma serang adalah huma milik bersama adanya di Baduy Dalam. Ladang khusus ditanami padi, hasilnya untuk keperluan bersama masyarakat, seperti seba, kawalu dan lain-lain. Penggarapan ladang dikerjakan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar. Benih padi yang digunakan berasal dari Cikeusik 7 ikat, Cikartawarna 3 ikat, dan Cibeo 5 ikat.
  • 66. 55 subur dan terhindar dari hama penganggu. Obat yang digunakan dibuat dari berbagai bahan yang sudah didoakan melalui dongeng-dongeng yang diceritakan oleh seorang yang dianggap punya ilmu gaib. l. Hapit kayu (Desember/Januari) Di huma serang, huma Puun dan huma masyarakat musim padi besar. Pada saat ini, masyarakat Baduy sangat menjaga huma agar tetap terhindar dari hama pengganggu. (Penanggalan Baduy dan aktivitas masyarakat Baduy pada setiap bulan) Bulan Kegiatan Kasa (Januari/Februari) Panen di ladang serang, sedangkan di ladang Puun dan ladang masyarakat padi telah mulai besa Kawalu teumbeuy, melakukan puasa sehari dalam sebulan. Karo (Februari/Maret) Ladang serang selesai panen, ladang Puun mulai panen, sedangkan di ladang masyarakat padi sedang menguning Kawalu tengah, melakukan puasa seperti bulan pertama, hanya bulanya saja yang berbeda Katiga (Maret/April) Di ladang serang tidak ada aktivitas, di ladang Puun selesai panen, dan di ladang masyarakat sedang panen. Kawalu tutug, melakukan puasa seperti bulan sebelumnya. Ngalaksa, Acara mengakhiri tahun yang berlalu dan menyambut tahun yang akan datang. Membuat kue dari tepung beras, membuat tumbak-tumbakan lambang laki-laki, serta orok-orokan (bayi). Safar (April/Mei) Di ladang serang tidak ada aktivitas, di ladang Puun selesai panen, ladang masyarakat sedang panen Seba atau mengirim hasil-hasil pertanian ke Rangkasbitung dan Keresidenan di Serang. Kalima (Mei/Juni) Di ladang serang mulai nyacar, di ladang Puun dan ladang masyarakat belum ada aktivitas pengerjaan ladang. Pimpinan adat atau puun pergi jiarah ke saka domas. Masyarakat Baduy Dalam atau masyarakat Baduy Luar dapat ikut jiarah atas izin puun. Kanem (Juni/Juli) Di ladang serang melakukan nuar. Di Acara hajatan keluarga seperti
  • 67. 56 ladang Puun dan ladang masyarakat belum ada aktivitas berladang. pernikahan. Tiap dua tahun sekali ada acara sunatan anak Kapitu (Juli/Agustus) Di ladang serang ngahuru, ngaduruk dan tanam padi. Di ladang Puun melakukan nuar dan di ladang masyarakat melakukan nyacar Kadalapan (Agustus/September) Di ladang serang ngabadagan. Di ladang Puun mengerjakan ngahuru, ngaduruk dan tanam padi. Di ladang masyarakat mengerjakan nuar. Kasalapan (September/Oktober) Di ladang serang ngored. Di ladang Puun ngored 1. Di ladang masyarakat ngahuru, ngaduruk, dan ngaseuk. Kasapuluh (Oktober/November) Di ladang serang padi telah besar. Di ladang Puun ngored 2. Di ladang masyarakat ngored 1. Hapit Lemah (November/Desember) Di ladang serang dan ladang Puun musim padi besar. Di ladang masyarakat ngored 2 dan mengobati padi. Hapit Kayu (Desember/Januari) Di ladang serang, ladang Puun dan ladang masyarakat musim padi besar. Walaupun waktu pengerjaan tiap-tiap tahapan itu dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan yang merupakan daur pengerjaan ladang dalam setahun, pada umumnya masyarakat Baduy dalam menentukan penanggalan dan waktu- waktu kegiatan untuk berladang didasarkan atau mengambil patokan pada perputaran bintang. Misalnya seperti yang dikatakan beberapa penduduk desa Cibeo yang menyatakan berladang dilakukan setahun sekali mengambil patokan pada bintang. “Di Baduy ini, menentukan tanggalan itu patokannya dari Bintang. Ada dua bintang yang dikenal, bintang kidang dan bintang kartika. Bintang itu kami
  • 68. 57 tuangkan dalam ungkapan-ungkapan untuk mempermudah menentukan penanggalan.36 . Di masyarakat Baduy mengenal dua macam bintang yang biasa dijadikan patokan didalam berladang. Yaitu bintang kidang atau ditempat lain disebut bintang wuluku dan bintang kartika atau gumarang. Untuk bintang kidang biasanya berbentuk ngeoroyok tiga. Untuk bintang kartika biasanya muncul lebih awal dari bintang kidang dengan selisih waktu kurang lebih dua minggu. Penggunaaan pertanda-pertanda pada bintang di masyarakat Baduy biasanya dituangkan dalam ungkapan-ungkapan. Misalnya dikenal ungkapan tanggal kidang turun kujang. Hal ini berarti di ladang harus melakukan kegiatan nyacar dan nuar. Kearifan lokal dalam hal ini adalah sebagai penentu waktu untuk memulai kegiatan berladang. Menurut orang Baduy biasanya tanggal kidang bertepatan dengan tanggal kapitu dan kadalapan pada tanggalan Baduy. Ungkapan lain adalah “kidang ngarangsang kudu ngahuru”. “Ngarangsang adalah istilah untuk menyatakan posisi matahari sebelum tengah hari. Jadi kidang ngarangsang, dapat berarti bintang kidang pada posisi matahari pagi. Aktifitas diladang yang harus dilakukan adalah “ngahuru” atau membakar sisa-sisa tebangan. Kidang ngarangsang biasanya bertepatan pada bulan kasalapan pada tanggalan Baduy”.37 Masyarakat Baduy telah lama mengenal cara melihat bintang sebagai patokan dalam bercocok tanam dan melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Hal itu diwariskan secara turun temurun kegenerasi berikutnya. Kearifan dalam hal ini adalah sebagai waktu yang tepat untuk menentukan bercocok tanam yang baik. 36 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015 37 Catatan Lapangan No 6
  • 69. 58 2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy Berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem perladangan masyarakat Baduy, tentu merupakan suatu rangkaian dan uraian yang amat panjang dan luas. Huma di Baduy dapat dihubungkan dengan perladangan. Ladang di Baduy bagi penduduk Sunda merupakan sistem pertanian yang dilakukan di dalam hutan dan lereng-lereng bukit. Hutan yang dimaksudkan sebagai daerah perladangan masyarakat Baduy itu terletak jauh dari pemukimannya. Menurut keterangan seorang penduduk Rangkasbitung yang dahulu merupakan masyarakat Baduy yang pernah melakukan kegiatan berladang: “Jarak ladang dengan rumah membutuhkan waktu antara setengah jam sampai satu setengah jam. Hal itu sudah menjadi kebiasaan dari dulu dan wujud penghormatan pada Dewi Padi. Saya tidak mengeluh bila berladang, karena dulu belum ada pekerjaan lain seperti sekarang ini. Begitulah sekilas gambaran tentang berladang di Baduy”.38 Penduduk jaman dahulu telah memanfaatkan sumber daya alam sebaik mungkin. Ditinjau dari segi ilmiah sistem perladangan jaman dahulu yang mereka lakukan mempunyai arti ekologi yang cukup dalam, bahkan tersirat di dalamnya prinsip-prinsip pelestarian alam. Masyarakat Baduy yakin bahwa dirinya diciptakan untuk menjaga tanah larangan yang merupakan pusat bumi. Mereka dituntut untuk menyelamatkan hutan titipan dengan menerapkan pola hidup seadanya yang diatur oleh norma adat. Oleh karena itu, kegiatan utama masyarakat Baduy Dalam pada hakikatnya terdiri atas pengelolaan lahan untuk pertanian atau ngahuma dan pengeolaan serta pemeliharaan hutan untuk perlindungan lingkungan. Klasifikasi ruang seperti itu 38 Catatan Lapangan No 2