Makalah ini membahas tentang unsur-unsur kebudayaan suku Sumbawa seperti sistem keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan sistem pengetahuan tradisional. Suku Sumbawa memeluk agama Islam, Hindu-Budha, dan memiliki kepercayaan roh leluhur, dengan organisasi desa yang dipimpin kepala desa. Masyarakat Sumbawa juga mewarisi sistem pengetahuan tradisional seperti pengobatan dari sanro.
Tradisi sejarah Indonesia berkembang pada masa aksara ketika masyarakat sudah mengenal tulisan. Pada masa ini, tradisi sejarah direkam secara tertulis melalui berbagai media seperti prasasti, kitab, dan lontar. Selain itu, tradisi sejarah juga diturunkan secara lisan melalui pertunjukan-pertunjukan budaya seperti wayang, mak yong, dan didong. Perkembangan penulisan sejarah kemudian meliputi
Tradisi sejarah Indonesia berkembang pada masa aksara ketika masyarakat sudah mengenal tulisan. Pada masa ini, tradisi sejarah direkam secara tertulis melalui berbagai media seperti prasasti, kitab, dan lontar. Selain itu, tradisi sejarah juga diturunkan secara lisan melalui pertunjukan-pertunjukan budaya seperti wayang, mak yong, dan didong. Perkembangan penulisan sejarah kemudian meliputi
Dokumen tersebut membahas tentang tradisi sejarah masyarakat Indonesia pada masa prasejarah dan sejarah. Pada masa prasejarah, masyarakat menyimpan dan mewariskan masa lalu melalui adat istiadat, pertunjukan, dan cerita yang diturunkan secara turun-temurun. Setelah mengenal tulisan, terbentuknya kerajaan-kerajaan yang mempengaruhi sistem sosial, budaya, dan rekaman sejarah
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJAMuhammad Rafi Kambara
Dokumen tersebut membahas kebudayaan suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja di Sulawesi. Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang lokasi dan lingkungan alam suku-suku tersebut, bahasa yang mereka gunakan, sejarah asal usul, sistem teknologi, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, sistem ekonomi, dan kesenian yang mereka miliki.
Teks tersebut membahas tentang budaya suku Toraja dan Mandar di Sulawesi Selatan. Suku Toraja dikenal akan ritual pemakaman yang kompleks beserta tradisi rumah tongkonan dan ukiran kayu, sementara suku Mandar memiliki sistem kekerabatan yang mengedepankan kerjasama antara laki-laki dan perempuan."
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, yaitu tradisi tradisional suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan harapan agar tidak menjadi durhaka terhadap orang tua. Tradisi ini dilakukan dengan membanting-banting kepala anak di atas papan selama 4 hari berturut-turut untuk menanamkan nilai-nilai kepatuhan pada orang tua
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohirNu Dak
Teks tersebut memberikan informasi mengenai beberapa suku bangsa di Nusa Tenggara Barat seperti Suku Bima, Suku Sumbawa, dan Suku Sasak. Suku-suku tersebut menempati berbagai wilayah di Nusa Tenggara Barat dan memiliki ciri khas masing-masing seperti tempat tinggal, bahasa, dan adat istiadat. Teks juga menjelaskan beberapa upacara adat dan kuliner khas daerah tersebut.
Bab 3 membahas pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Agama Hindu diperkirakan muncul pada 1500 SM dan memiliki empat fase perkembangan. Agama Buddha berkembang dari Hindu dan mengajarkan delapan jalan mulia untuk mencapai pencerahan. Kedua agama masuk ke Indonesia melalui pedagang, tentara, dan Brahmana, dan mempengaruhi bahasa, pemerintahan, ekonomi, budaya, dan seni bangunan. Bab ini juga menjelaskan beberapa kerajaan
Pulau Lombok terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan dibagi menjadi empat kabupaten. Bahasa daerah di Lombok adalah bahasa Sasak yang mirip dengan bahasa Jawa dan Bali. Kebudayaan Lombok meliputi tradisi peresean, kerajinan tenun ikat dan songket, serta senjata tradisional seperti tulup dan keris.
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan danmaranathatesa
Masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan mewariskan tradisi sejarahnya secara lisan melalui keluarga dan masyarakat. Mereka mewariskan pengetahuan, kepercayaan, budaya, dan teknologi secara turun-temurun melalui pelatihan, penuturan cerita, dan hasil karya seni seperti lukisan gua. Sistem kemasyarakatan dan teknologi seperti pembuatan perahu berkembang seiring berkembangnya masy
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumateraAmelia Poetry
Dokumen tersebut membahas sejarah Provinsi Lampung dan peradaban kuno di daerah Sekala Brak, Lampung. Terdapat bukti bahwa Lampung memiliki peradaban tinggi sejak abad ke-4 Masehi melalui alat musik tradisional Gamolan yang kemudian mempengaruhi perkembangan gamelan di Jawa. Dokumen ini juga menjelaskan bahwa kemungkinan peradaban kuno Atlantis yang digambarkan Plato berada di wilayah Nusantara barat seperti
Gua Liangkabori dan Metanduno merupakan gua bersejarah di Kabupaten Muna yang berisi lukisan dan tulisan dinding dari masa prasejarah. Lukisan-lukisan tersebut memberikan gambaran tentang gaya hidup dan kebudayaan masyarakat purba di kawasan tersebut, seperti pertanian, berburu, dan interaksi sosial mereka. Gua-gua ini dianggap penting untuk melestarikan sejarah masa lampau di Muna.
Interaksi antara Indonesia dan India pada abad pertama Masehi membawa pengaruh yang mendalam di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di bidang bahasa, arsitektur, kesusasteraan, dan agama."
Teks tersebut merangkum sejarah Kota Pemangkat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pemangkat diduga dinamai dari nama orang pertama yang mendiami wilayah tersebut, yaitu Pak Mangkat. Pemangkat memiliki sejarah sebagai tempat kongsi penambang emas Tionghoa pada zaman kerajaan Sambas. Pemangkat juga menjadi benteng pertahanan Belanda dan tempat pendaratan pertama pasukan Jepang di Kalimantan Barat pada 1942. T
Makalah ini membahas tentang kebudayaan Jawa Tengah dalam 3 kalimat. Pertama, Jawa Tengah dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa karena banyaknya kerajaan kuno di daerah ini. Kedua, kebudayaan Jawa Tengah didominasi oleh budaya Jawa namun juga terdapat pengaruh budaya Sunda dan budaya lainnya. Ketiga, kebudayaan Jawa Tengah meliputi berbagai aspek seperti bahasa, sastra
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, salah satu tradisi yang dahulu dilakukan oleh masyarakat suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara namun kini mulai terlupakan. Tradisi sariga dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan tujuan agar anak tidak menjadi durhaka dan cepat beradaptasi. Pelaksanaan tradisi sariga meliputi membanting kepala anak 7 kali selama 4 hari diiringi
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, salah satu tradisi yang dahulu dilakukan oleh masyarakat suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara namun kini mulai terlupakan. Tradisi sariga dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan tujuan agar anak tidak menjadi durhaka dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pelaksanaan tradisi ini meliputi membanting-banting kepala anak
Dokumen tersebut membahas tentang tradisi sejarah masyarakat Indonesia pada masa prasejarah dan sejarah. Pada masa prasejarah, masyarakat menyimpan dan mewariskan masa lalu melalui adat istiadat, pertunjukan, dan cerita yang diturunkan secara turun-temurun. Setelah mengenal tulisan, terbentuknya kerajaan-kerajaan yang mempengaruhi sistem sosial, budaya, dan rekaman sejarah
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJAMuhammad Rafi Kambara
Dokumen tersebut membahas kebudayaan suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja di Sulawesi. Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang lokasi dan lingkungan alam suku-suku tersebut, bahasa yang mereka gunakan, sejarah asal usul, sistem teknologi, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, sistem ekonomi, dan kesenian yang mereka miliki.
Teks tersebut membahas tentang budaya suku Toraja dan Mandar di Sulawesi Selatan. Suku Toraja dikenal akan ritual pemakaman yang kompleks beserta tradisi rumah tongkonan dan ukiran kayu, sementara suku Mandar memiliki sistem kekerabatan yang mengedepankan kerjasama antara laki-laki dan perempuan."
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, yaitu tradisi tradisional suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan harapan agar tidak menjadi durhaka terhadap orang tua. Tradisi ini dilakukan dengan membanting-banting kepala anak di atas papan selama 4 hari berturut-turut untuk menanamkan nilai-nilai kepatuhan pada orang tua
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohirNu Dak
Teks tersebut memberikan informasi mengenai beberapa suku bangsa di Nusa Tenggara Barat seperti Suku Bima, Suku Sumbawa, dan Suku Sasak. Suku-suku tersebut menempati berbagai wilayah di Nusa Tenggara Barat dan memiliki ciri khas masing-masing seperti tempat tinggal, bahasa, dan adat istiadat. Teks juga menjelaskan beberapa upacara adat dan kuliner khas daerah tersebut.
Bab 3 membahas pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Agama Hindu diperkirakan muncul pada 1500 SM dan memiliki empat fase perkembangan. Agama Buddha berkembang dari Hindu dan mengajarkan delapan jalan mulia untuk mencapai pencerahan. Kedua agama masuk ke Indonesia melalui pedagang, tentara, dan Brahmana, dan mempengaruhi bahasa, pemerintahan, ekonomi, budaya, dan seni bangunan. Bab ini juga menjelaskan beberapa kerajaan
Pulau Lombok terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan dibagi menjadi empat kabupaten. Bahasa daerah di Lombok adalah bahasa Sasak yang mirip dengan bahasa Jawa dan Bali. Kebudayaan Lombok meliputi tradisi peresean, kerajinan tenun ikat dan songket, serta senjata tradisional seperti tulup dan keris.
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan danmaranathatesa
Masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan mewariskan tradisi sejarahnya secara lisan melalui keluarga dan masyarakat. Mereka mewariskan pengetahuan, kepercayaan, budaya, dan teknologi secara turun-temurun melalui pelatihan, penuturan cerita, dan hasil karya seni seperti lukisan gua. Sistem kemasyarakatan dan teknologi seperti pembuatan perahu berkembang seiring berkembangnya masy
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumateraAmelia Poetry
Dokumen tersebut membahas sejarah Provinsi Lampung dan peradaban kuno di daerah Sekala Brak, Lampung. Terdapat bukti bahwa Lampung memiliki peradaban tinggi sejak abad ke-4 Masehi melalui alat musik tradisional Gamolan yang kemudian mempengaruhi perkembangan gamelan di Jawa. Dokumen ini juga menjelaskan bahwa kemungkinan peradaban kuno Atlantis yang digambarkan Plato berada di wilayah Nusantara barat seperti
Gua Liangkabori dan Metanduno merupakan gua bersejarah di Kabupaten Muna yang berisi lukisan dan tulisan dinding dari masa prasejarah. Lukisan-lukisan tersebut memberikan gambaran tentang gaya hidup dan kebudayaan masyarakat purba di kawasan tersebut, seperti pertanian, berburu, dan interaksi sosial mereka. Gua-gua ini dianggap penting untuk melestarikan sejarah masa lampau di Muna.
Interaksi antara Indonesia dan India pada abad pertama Masehi membawa pengaruh yang mendalam di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di bidang bahasa, arsitektur, kesusasteraan, dan agama."
Teks tersebut merangkum sejarah Kota Pemangkat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pemangkat diduga dinamai dari nama orang pertama yang mendiami wilayah tersebut, yaitu Pak Mangkat. Pemangkat memiliki sejarah sebagai tempat kongsi penambang emas Tionghoa pada zaman kerajaan Sambas. Pemangkat juga menjadi benteng pertahanan Belanda dan tempat pendaratan pertama pasukan Jepang di Kalimantan Barat pada 1942. T
Makalah ini membahas tentang kebudayaan Jawa Tengah dalam 3 kalimat. Pertama, Jawa Tengah dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa karena banyaknya kerajaan kuno di daerah ini. Kedua, kebudayaan Jawa Tengah didominasi oleh budaya Jawa namun juga terdapat pengaruh budaya Sunda dan budaya lainnya. Ketiga, kebudayaan Jawa Tengah meliputi berbagai aspek seperti bahasa, sastra
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, salah satu tradisi yang dahulu dilakukan oleh masyarakat suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara namun kini mulai terlupakan. Tradisi sariga dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan tujuan agar anak tidak menjadi durhaka dan cepat beradaptasi. Pelaksanaan tradisi sariga meliputi membanting kepala anak 7 kali selama 4 hari diiringi
Makalah ini membahas tentang tradisi sariga, salah satu tradisi yang dahulu dilakukan oleh masyarakat suku Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara namun kini mulai terlupakan. Tradisi sariga dilakukan untuk anak berusia 1-10 tahun dengan tujuan agar anak tidak menjadi durhaka dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pelaksanaan tradisi ini meliputi membanting-banting kepala anak
Makalah ini membahas kebudayaan suku Banjar di Kalimantan Selatan, mulai dari definisi kebudayaan, asal usul suku Banjar, sistem kebudayaan material seperti rumah adat, dan sistem kebudayaan non material seperti kesenian, tarian, dan teater rakyat.
Dokumen tersebut membahas sejarah dan budaya masyarakat Sasak di Lombok dalam 3 bab. Bab pertama menjelaskan tentang latar belakang budaya Sasak dan sasaran pembangunan kebudayaan. Bab kedua membahas sejarah kebudayaan Sasak dan pengaruh budaya lain. Bab ketiga menjelaskan dua aspek budaya Sasak yang berkaitan dengan keagamaan dan perkawinan tradisional.
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang penelitian mengenai makna simbol dan nilai-nilai religius dalam pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai di Provinsi Bengkulu, termasuk rumusan masalah, tujuan penelitian, dan batasan masalah."
Islam Kejawen adalah paham keagamaan perpaduan antara adat keagamaan Jawa dengan Hindu-Budha, dan pengaruh Islam. Berkembang di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sejak Sultan Agung memadukan budaya pesisir dan pedalaman, seperti kalender dan ajaran Islam mistik. Kolaborasi ini menghasilkan kepustakaan Islam Kejawen yang memadukan tradisi Jawa dan ajaran Islam dalam bahasa Jawa.
Islam dan tamadun Melayu saling mempengaruhi. Islam memainkan peranan penting dalam membentuk identiti dan nilai-nilai tamadun Melayu seperti bahasa, adat resam, dan pandangan semesta."
Dokumen tersebut merangkum tentang adat dan budaya suku-suku di Nusa Tenggara, khususnya mengenai suku Sasak, Bima, Kui, dan Tetun. Suku-suku tersebut memiliki bahasa dan kesenian masing-masing, serta sistem kekerabatan dan pengetahuan tradisional yang masih dipertahankan.
Upacara adat tradisional di Bali seperti Mekotek dan Ngaben masih dipertahankan sebagai warisan budaya leluhur. Mekotek dilakukan di Desa Munggu untuk memohon keselamatan dan menolak bala, sedangkan di Desa Trunyan, jenasah diletakkan di tanah bukan dibakar seperti di tempat lain. Kedua upacara ini mencerminkan keanekaragaman budaya Bali yang dipengaruhi Hindu.
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdfZukét Printing
Pesantren berperan penting dalam pengembangan Aswaja di Indonesia. Sejak zaman Wali Songo, pesantren digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam yang menyerap budaya lokal. Pada masa kolonial dan Jepang, pesantren melawan penindasan dengan gerakan santri. Sampai saat ini, ulama pesantren tergabung dalam NU dan melestarikan tradisi Aswaja.
Dokumen tersebut membahas tentang penyebaran agama Islam di Indonesia melalui perdagangan antarpulau dan peran pedagang dalam hal tersebut. Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7-8 M melalui pedagang dari India dan berkembang dengan damai melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, seni budaya, dan tasawuf. Pedagang antarpulau memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam dengan memanfaatkan jaringan perdagangan mereka.
1. MAKALAH
UNSUR KEBUDAYAAN SUKU SUMBAWA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Pelajaran IPS
Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Fauzi
Kelas : XII MM 2
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
SMK MIFTAHUL HUDA II BAYASARI
Jl. Mulyasari-Bayasari Kec. Jatinagara Kab. Ciamis 46273 Tlp.(0265)7510083
Website : www.Smkmh2.com e-mail.Smkmh2@Yahoo.Com
2. i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa”.
Makalah Multikultural “Kebudayaan Suku Sumbawa” ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Bayasari, Februari 2019
Penyusun
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak
wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat
istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh
sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang
berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.
Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa
tidak mengtehaui tentang kebudayaan dari setiap suku yang ada. Kebanyakan dari
mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan dari salah satu
suku yang ada di Indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu
mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja.
Sumbawa adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di pulau
sumbawa NTB. Banyak yang tidak mengetahui bahwa Sumbawa juga mempunyai
banyak hal-hal menarik yang dapat dijadikan ”berita utama”, tetapi amat
disayangkan bahwa yang sering sekali di ekplorasi adalah wilayah-wilayah
tetangganya; seperti Lombok dan Bali. Untuk itu, saya disini ingin menyajikan
liputan yang tidak kalah menarik, yang berasal dari suku Sumbawa NTB.
1.2 Tujuan
Tugas ini dibuat untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat
bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Kebudayaan Suku Sumbawa
di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan pelajar tentang kebudayaan
Sumbawa
2. Mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kebudayaan Suku Sumbawa.
1.3 Manfaat
Manfaat dari tugas makalah ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat
pengajar dan pelajar agar lebih memahami tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa” di
Indonesia.
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal). Sedangkan, dalam bahasa
Inggris, kebudayaan berarti culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang
artinya mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani.
Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terdapat pengetahuan, kepercayaanm kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan
kemampuan lainnya yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Ralph Linton
Kebudayaaan adalah keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku
yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu
masyarakat tertentu.
Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan cara belajar.
Kebudayaan adalah sekumpulan adat, tradisi, nilai, norma, dan tata cara
hidup yang dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Misalnya adapt dari orang tua ke anak-anaknya; setiap hari sabtu
minggu adalah hari untuk keluarga berkumpul. Tiddak ada kegiatan yang tidak
dilakukan bersama-sama. Pergi, makan, dan lain-lain dilakuan bersama-sama.
Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah society (dalam bahasa Inggris)
yang berasal dari bahasa Latin, yaitu societas yang berarti hubungan persahabatan
dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga
arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society
mengandung makna bahwa setiap anggotanya memiliki perhatian dan kepentingan
yang sama dalam mencapai tujuan.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu
lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang
sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut.
6. 3
2.2 Sistem Religi
Dari bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di wilayah Sumbawa, berupa
sarkofagus, nakara, dan menhir mengindikasikan bahwa tau Samawa purba telah
memiliki kepercayaan dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek
moyang mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa Kebudayaan Tau Samawa telah
berkembang jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha. Konsep-konsep
tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia
dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi sebelum masuknya
kebudayaan Hindu-Budha, hingga paradaban Islam saat ini. Sistem kepercayaan itu
misalnya teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang masih mempercayai daya
magis dan keterlibatan mkhluk halus dalam kehidupan manusia (alam pikiran mitis).
Sebagian besar orang Sumbawa masih percaya pada makhluk-makhluk
halus yang sering mendatangkan musibah berupa bencana dan penyakit pada
manusia. Mereka percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan
di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering
berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari. Masyarakat Sumbawa juga mengenal
leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban
serta minum darah bayi yang baru dilahirkan. Kemungkinan hal ini merupakan
warisan kebudayaan Hindu yang berkembang di Pulau Bali dan Lombok.
Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk
sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian tau
Samawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada
ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan
kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan
meramal nasib, tau Samawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan
perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan
sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti
pertanda sial baginya.
Agama Hindu-Budha Diperkirakan telah berkembang pesat di kerajaan-
kerajaan kecil Sumbawa sekitar dua ratus tahun sebelum invasi Kerajaan Majapahit
ke wilayah Sumbawa ini. Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas
Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan
Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa),
Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang,
dan Kerajaan Jereweh.
Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu dari
pada di Pulau Lombok, kira-kira antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para
7. 4
pedagang Islam dari Jawa dan Melayu, khususnya Palembang. Selanjutnya
runtuhnya Kerajaan Majapahit telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil di
wilayah Sumbawa memerdekakan diri. Kondisi ini justru memudahkan bagi proses
pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut, kemudian pada tahun-tahun
awal di abad ke-16, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri dari Jawa
datang ke Sumbawa untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di
Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi tahun
1618 atas Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang
bersedia masuk Islam.
Dalam kehidupan beragama atau hukum pada setiap desa terdapat seorang
pemimpin yang dinamakan penghulu, lebe, mudum, ketib, marbot, dan rura.
2.3 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Suku Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini
pada masa pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang
berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dengan pusat pengaruh di
Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah masa penaklukkan Kerajaan
Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan Selaparang-Lombok dengan
pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian dipindahkan ke Sumbawa
Besar akibat ancaman pencaplokkan Kerajaan Gelgel-Bali. Setelah masuknya VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah
Gubernemen Selebes, dan sesuai pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa
masuk wilayah Karesidenan Timor dengan ibukota di Sumbawabesar.
Sistem pemerintahan afdeeling kemudian dijabarkan menjadi
onderafdeeling yang terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa
kampung dibagi menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan
onderdistrict, dan beberapa onderdistrict digabung menjadi satu district setingkat
kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict tidak berlangsung lama kemudian
menjadi onderdistrict yang berdiri sendiri dan berubah menjadi wilayah
kademungan. Wilayah kademungan sekarang berubah menjadi wilayah kecamatan
yang membawahi beberapa desa. Pada masa pemerintahan orde lama, sistem
pemerintahan desa di Sumbawa dipegang oleh seorang gabung yang dibantu oleh
beberapa tau loka karang sebagai penasihat yang berasal dari setiap kelompok
kekerabatan penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar sebagai pengatur
dan pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu oleh seorang mandur yang
bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan pemerintahan
desa.
8. 5
Pola perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih
memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung. Tata
letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai urat tanah
yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro atau dukun. Setiap
kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat membantu membangun rumah
anggota kelompok yang baru secara gotong royong di bawah komando tau loka
karang, demikian konsep itu dirumuskan dengan nama bayar siru atau balas budi,
sehingga anggota kelompok yang melanggar akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini
masih berlaku hingga sekarang, terutama di kampung-kampung di daerah pedesaan.
Sekarang organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dimodernisasi menjadi
sebuah desa atau kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah atau kepala desa yang
membawahi beberapa dusun, dan setiap dusun terdapat kelompok warga yang
tergabung dalam rukun warga yang terdiri atas beberapa rukun tetangga.
Sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa dibentuklah Badan Perwakilan
Desa, sedangkan tugas malar digantikan oleh Perkumpulan Petani Pengguna Air
(P3A). Masyarakat Sumbawa juga mewarisi pelapisan sosial dari masa Kesultanan
Sumbawa yang ditandai dengan munculnya tiga golongan, yakni golongan
bangsawan yang bergelar dea atau datu, kedua golongan merdeka atau tau sanak, dan
ketiga golongan masyarakat biasa yang tidak merdeka atau tau ulin abdi. Untuk
golongan terakhir ini telah dihapus semenjak dikeluarkannya dekrit Sultan
Muhammad Kaharuiddin III tahun 1959 saat menjabat sebagai Kepala Daerah
Swatantra Tingkat II Sumbawa.
2.4 Sistem Pengetahuan
Masyarakat Samawa memiliki sistem pengetahuan yang turun temurun.
Untuk obat - obat tradisional, yang mulanya dari Sanro ( dukun ) misalnya : obat
batuk, yaitu air jeruk nipis dicampur kapur kemudian dioles pada leher, luka bakar,
dioles madu, luka baru diobat dengan serbuk kopi, sarang laba - laba yang besar,
getah jarak ; sakit perut diobati dengan mengunyah daun jambu muda yang dicampur
sedikit garam dll.
Kalau akan memulai turun sawah, petani cukup melihat arah dan letak
bintang renggala ( bintang bajak ). Kalau akan melaut dengan melihat warna langit
pada malam hari.
Di masyarakat tradisional ada macam - macam upacara seperti : upacara
minta hujan. Masyarakat Samawa mengenal adanya jimat sebagai penolak bala.
Pemakaiannya bisa dikalung,diikatkan dipinggang.
9. 6
Kepercayaan ada sihir pada masyarakat tradisional masih ada, seperti
adanya yang disebut loma-lome,bura,pedangpekir dan sebagainya. Meramal
(ramuka) merupakan kebiasaan tradisional masyarakat samawa. Meramal nasib,
menanyakan hari baik, menemukan barang yang hilang dsb. Mereka juga mengenal
apa yang disebut cuca' dengan harapan agar selamat dan tercapai tujuannya.
Membahas tentang karya sastra Sumbawa selalu dikaitkan dengan kehadiran
aksara Kaganga atau Setera Jontal. Satera dalam basa Samawa berarti tulisan, sedang
jontal berati lontar yang menurut PJ. Zoetmulder kata lontar berasal dari metatesis
ron tar atau pohon tar; kata ini diperkirakan berasal dari bahasa Jawa. Lebih jauh PJ.
Zoetmulder menulis bahwa orang-orang Bali dan Jawa dulu menggunakan pengutik
atau pengrupak yaitu sebilah pisau kecil sebagai alat tulis yang dipakai dalam
penulisan daun lontar. Alat berupa pisau kecil untuk menulis di daun lontar ini dalam
basa Samawa dinamakan pangat yang kemungkinan berasal dari kata pengot dalam
bahasa Jawa.
Aksara Kaganga yang pernah berkembang di Sumbawa dan sekarang mulai
diajarkan lagi di sekolah-sekolah pada tingkat dasar merupakan aksara yang diadopsi
dan diadaptasi dari aksara Lontara yang berkembang di Bugis-Makassar. Aksara
Lontara ini dulunya mendapat pengaruh dari aksara Pallawa yang mulai digunakan
untuk menulis sejumlah prasasti di Indonesia semenjak pertengahan abad ke-8
Masehi, namun kemudian aksara Lontara ini disederhanakan oleh seorang
syahbandar dari Kerajaan Goa-Makassar bernama Daeng Pamatte pada abad ke-16
Masehi.
Aksara Lontara diperkirakan masuk ke Sumbawa ketika berakhirnya masa
kekuasaan Kerajaan Hindu di Utan pada awal abad ke-17 Masehi. Aksara ini setelah
diadaptasikan dengan kondisi lingkungan Sumbawa, kemudian dikenal dengan nama
Satera Jontal atau aksara Kaganga. Pengaruh aksara Lontara dalam aksara Kaganga
ini dapat dilihat dari bentuk dan cara menuliskannya yang sama seperti cara
mengerjakan aksara Lontara dari sumber asalnya yakni Bugis-Makassar.
Para sastrawan Sumbawa dulu mengabadikan karya-karyanya dengan
menulisakannnya di daun lontar yang telah dikuningkan dengan kunyit, lebar daun
lontar ini sekitar 2 cm dengan panjang 12 cm, cara menuliskannya dengan
menggores daun lontar tersebut menggunakan ujung pangat atau sejenis pisau kecil.
Tulisan-tulisan ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah bumung atau buk.
Karya sastra sebagai sebuah proses kreativitas merupakan kristalisasi dari
segala segi kehidupan yang melingkupi seorang pujangga, sehingga selain seorang
pujangga dituntut untuk memiliki kemampuan menanggapi sebuah realitas
kehidupan di sekelilingnya, harus pula mampu berkomunikasi dengan realitas
10. 7
tersebut untuk membangun kembali realitas lewat kreativitas yang dimilikinya,
sehingga karya-karya ciptaannya dapat memberikan gambaran yang ideal tentang
realitas yang dicermatinya, serta berperan sebagai media komunikasi budaya antara
masyarakat dan pujangga sebagai pencipta karya-karya sastra tersebut.
Dengan menyimak hasil-hasil karya sastra Sumbawa, maka dapat diambil
beberapa konsep dasar tentang nila-nilai yang dikandung di dalamnya, bagaimana
masyarakat Sumbawa memandang realitas kehidupan di sekitarnya, kemudian
merumuskannya ke dalam konsep yang diyakini dan diwujudkan dalam sikap dan
tindakan mereka. Karya-karya sastra Sumbawa kebanyakan menggenggam amanat
berupa nasihat yang bertolak pada ajaran pendidikan dan keimanan yang ditopang
oleh kuatnya adat-istiadat, seperti yang tertuang dalam bentuk lawas (puisi), ama
(peribahasa), panan (teka-teki), dan tuter (dongeng) yang sangat kental dengan pesan
moralitas, agama, dan etika pergaulan hidup.
Pada umumnya karya-karya sastra Sumbawa ini cukup sulit untuk digali,
diinventarisasi, dan dicatat, maupun dicari naskah-naskahnya, karena proses
pewarisannya dilakukan dengan cara lisan serta turun-temurun dari para generasi
pendahulu ke anak keturunanya melalui perjalanan waktu yang sangat panjang dan
melewati proses budaya yang rumit, namun demikian dapat dipahami bahwa lawas
merupakan akar atau induk dari segala bentuk kesenian dan tradisi Sumbawa, baik
seni musik, tari, maupun adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di tengah
masyarakat seperti tampak dalam sekeco, tari mata rame, permainan rakyat barapan
kebo dan barapan ayam, serta tradisi daur kehidupan semisal nyorong dan barodak.
2.5 Bahasa
Suku Sumbawa adalah campuran kelompok etnik-etnik pendatang yang
telah membaur dengan kelompok etnik pendatang yang lebih dahulu mendiami bekas
wilayah Kesultanan Sumbawa, sehingga melahirkan kesadaran akan identitas budaya
sendiri yang dicirikan dengan kehadiran bahasa Sumbawa atau basa Samawa sebagai
bahasa persatuan antaretnik yang mendiami sebagian pulau ini.
Mahsun (2002) dalam Prospek Pemekaran Kabupaten Sumbawa mencatat
bahwa sebelum bahasa Sumbawa purba (prabahasa Sumbawa) pecah ke dalam empat
dialek yang ada sekarang ini, terlebih dahulu pecah ke dalam dua dialek, yaitu
pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawabesar atau cikal bakalnya
disebut dialek Seran. Kemudian variasi ini berkembang seiring perjalanan waktu
hingga memasuki fase historis, pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo pecah lagi
menjadi tiga dialek yang berdiri sendiri.
11. 8
Dalam bahasa Sumbawa saat ini dikenal beberapa dialek regional atau
variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, di antaranya dialek Samawa,
Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan
Ropang seperti Labangkar, Lawen yang dulunya dialek Selesek, serta penduduk di
sebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek
Tongo.
Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek
regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku
Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang
yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar keturunan etnik Bajau sangat berbeda
dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat di Kampung
Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat
Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu menjembatani segala kepentingan
mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang relatif lebih maju akan
cenderung mempengaruhi kelompok masyarakat yang berada pada strata di
bawahnya, maka bahasapun mengalir dan menyebar selaras dengan perkembangan
budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawabesar yang cikal bakalnya
merupakan dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di Kesultanan
Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat Sumbawa
sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara otomatis
menempati posisi sebagai dialek standar dalam bahasa Sumbawa, artinya variasi
sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar bahasa dan
mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam bahasa Sumbawa. Dialek
Samawa ini lebih lanjut disebut basa Samawa.
Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok-kelompok sosial di
Sumbawa, maka basa Samawa tidak hanya diterima sebagai bahasa pemersatu
antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja, melainkan juga berguna
sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang didukung oleh sebagian
besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam
kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa Samawa berkembang
dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para penuturnya, yakni
etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar),
Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), Cina (Tolkin dan
Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa juga menyerap kosa
kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang sehingga basa Samawa
12. 9
kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan tingkat kemapanan yang relatif
tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah.
2.6 Kesenian
Masyarakat Suku Sumbawa atau Tau Samawa membuat barang-barang
kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi rotan, ampat atau kipas, menenun
kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang.
Seni kelingking adalah istilah seni rupa daerah Samawa. Artinya, membuat
ornamen atau hiasan pada suatu benda tertentu dengan menggunakan tekhnik
menghias. Hasilnya, berupa langit kelingking, kre alang, tabola, peti kayu berhias,
gerbah dan sebagainya.
Bentuk seni ini sudah berlangsung lama. Mendapat pengaruh Hindu dengan
motif hias tumbuhan dan selanjutnya pengaruh islam. Berbagai bentuk corak hiasan
kelingking yang dikenal di tana Samawa adalah : lonto engal (ragam sulur), kemang
satange (ragam bunga) pohon hayat, pucuk rebung, gelambok, slimpat (jalinan),
naga, burung, manusia dan binatang (sapi, kuda, kerbau dan sebagainya). Ragam hias
seni kelingking bagi masyarakat Samawa mempunyai makna tertentu. Slimpat
melambangkan percintaan dan kerukunan. Piyo (burung) berlambang roh nenek
moyang. Pohon hayat sebagai lambang kehidupan manusia. Manusia sebagai
berlambang kerakyatan. Naga, lambang kesuburan dan cecak lambang penangkal
kejahatan. Hasil - hasil seni kelingking pada masyarakat Samawa diantaranya adalah
: kain untuk bahan pakaian, gorden, sprai, aneka meubel rumah tangga, benda -
benda gerabah, tas, kipas, topi, kaos oblong, gantungan kunci, plakat dll. Lukisan
Samawa mewakili sebuah pola / tipe pencapaian budaya kekuatan kreatif dan rasa
estetis tau samawa. Lukisan samawa telah berkembang melalui panjangnya sejarah.
Tanah Samawa sejak Zaman Hindu, Islam dan Modern sekarang ini.
Lukisan pertama dari tau Samawa ditemukan pada dinding kubur sarkofagis Ai
Renung dengan ragam hias manusia biawak yang dibuat ribuan tahun silam. Dalam
perkembangannyanya lukisan-lukisan Samawa mewarisi tradisi keindahan pada batu
- batu nisan berukir yang dijumpai di Telebir, pada tiang - tiang rumah, dinding
rumah dll. Lukisan - lukisan Samawa, berkaitan lebih banyak dengan kehidupan
tumbuhan dan binatang dan juga kehidupan sehari - hari rata - rata Tau Samawa serta
aspirasi dan impian mereka. Penuh warna dan hidup, serta bebas dari pengekangan
biasa yang berlaku. Warna - warna merah, kuning, hitam, hijau dan merah muda
(beko). Umumnya lukisan bunga diberi warna merah dan kuning dengan daun
berwarna hijau.
13. 10
2.7 Sistem Mata Pencaharian
Sumber penghidupan yang utama bagi tau Samawa umumnya adalah
bercocok tanam di sawah dengan menggunakan peralatan tradisional berupa cangkul
atau bingkung, rengala, dan kareng sebagai peralatan bajak dengan memanfaatkan
hewan peliharaan seperti sapi dan kerbau. Pola bercocok tanam ini mulanya
diperkenalkan oleh orang-orang Jawa Majapahit pada masa kerajaan-kerajaan Hindu
Sumbawa. Mekanisasi pertanian sekarang ini mulai tampak pada masyarakat
Sumbawa. Pada sejumlah tempat mulai terlihat pemanfaatan handtractor dan alat-alat
modern lain sebagai pengganti peran hewan ternak dalam pengolahan lahan-lahan
pertanian.
Untuk menggarap ladangnya atau merau cara-cara tradisional masih dipakai
hingga kini yaitu dengan membakar lahan pertanian agar mempermudah proses
pengolahan untuk ditanami beberapa jenis tanaman pangan. Cara mendapatkan
lahan-lahan pertanian inipun bagitu mudah, tau Samawa dapat menemukan lahan
untuk bertani, berkebun, dan berladang dengan menandai areal temuannya itu dengan
menggantung batu asah atau menanam pohon tertentu seperti bage, ketimus, dan
bungur yang sudah sama-sama dikenal dan diakui secara konvensi sebagai tanda
bahwa lahan itu telah menjadi milik seseorang dan sekaligus untuk menghindari
klaim dari orang lain.
Konsep ini bagi Tau Samawa telah dipertegas dalam ungkapan tumpan
aeng-aeng tu tumpan nan tubaeng, artinya orang yang menjumpai ialah yang
memiliki. Ungkapan ini menunjuk pada pemilikan tanah, tempat tinggal atau areal
tertentu yang menjadi miliknya, konsep ini juga berlaku pada pekerjaan mencari
kayu hutan dan nganyang (berburu) dan mencari lebah madu dengan memberikan
tanda silang dengan parang pada pohon di mana sarang lebah madu itu ada serta
mengikatnya dengan lonto (jenis tumbuhan menjalar). Bagi tau Samawa yang
melanggar pantangan ini dan berusaha mengambil hak orang lain, maka akan
menjadi bahan pembicaraan di mana-mana dan mendapat sanksi adat menjadi tau no
kangila atau orang tak tahu malu yang sangat menampar harga diri tau Samawa.
Masyarakat Sumbawa yang tinggal di desa-desa umumnya memiliki tempat
khusus untuk menyimpan hasil penennya dalam sebuah klompo atau lumbung yang
dibangun berdekatan dengan bangunan rumahnya, sedang bagi tau Samawa yang
tidak menyimpan hasil panennya di lumbung, dapat pula memanfaatkan para
atau loteng rumahnya, sedangkan untuk peralatan pertaninan ditempatkan di bongan
atau kolong pada bagian bawah rumah panggungnya.
Menjadi nelayan merupakan pekerjaan pilihan lain bagi tau Samawa.
Peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi sebagai perangkap
14. 11
dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan
peralatan berupa jaring lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan
yang tak kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan
peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan
dengan memanfaatkan anjing pemburu. Nganyang pada umumnya merupakan
pekerjaan sambilan yang dipilih oleh sebagian tau Samawa yang tinggal di sekitar
perbukitan, sedangkan pekerjaan utama mereka adalah meramu hasil-hasil hutan
untuk dijadikan bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk rotan,
serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan akar-akaran sebagai
bahan pembuatan minyak tradisional. Masyarakat Sumbawa beternak kuda, sapi, dan
kerbau. Tau Samawa tidak menambat hewan-hewan ternaknya, hewan-hewan ini
dilepas begitu saja di padang-padang gembala atau lar, sedangkan untuk menjaga
tanaman pertanian mereka dari serangan hewan ternak, para petani Sumbawa
berusaha memagari sawah dan ladangnya dengan menanami kayu jawa pada batas
lahannya.
Pekerjaan menjadi pedagang merupakan pekerjaan pilihan bagi sebagian
kecil orang Sumbawa yang pada awalnya dilakukan oleh keturunan etnik Arab, Cina,
orang-orang Selayar, dan sebagian pendatang baru dari Jawa, demikian halnya
pekerjaan membuat barang-barang kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi
rotan, ampat atau kipas, menenun kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan
orang. Pekerjaan yang paling membanggakan bagi tau Samawa adalah menjadi
pegawai negeri sipil atau karyawan perusahaan.
2.8 Sistem Teknologi dan Peralatan
Suku Tau Samawa atau suku sumbawa telah mengenal teknologi dan juga
peralatan yang digunakan sehari- hari dalam menjalani aktivitas kehidupan mereka.
2.8.1 Senjata
Tercatat sejumlah senjata tajam yang menjadi bagian dari
identitas budaya daerah. Mulai dari keris, pedang, berang, bate, ladeng,
badik, dangko ( arit ) disamping tombak, pana dan jenis-jenis lainnya.
Mengikatkan parang panjang di peinggang ketika akan kesawah atau
ladang bagi lelaki Samawa adalah pemandangan yang biasa kita lihat
sehari-hari di desa-desa Samawa. Parang sumbawa yang panjang
dilengkapi dengan sarung dari kayu yang indah dan berhias.
15. 12
2.8.2 Peralatan Hidup
Pada umumnya peralatan hidup mereka berupa peralatan
tradisional yang menggunakan cangkul atau bingkung, rengala, dan
kareng sebagai peralatan bajak. Menjadi nelayan merupakan pekerjaan
pilihan lain bagi tau Samawa. Peralatan seperti pancing, kodong dan
belat yang berfungsi sebagai perangkap dimanfaatkan untuk menangkap
ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring
lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan yang tak
kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan
peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar
atau jerat, dan dengan memanfaatkan anjing pemburu.
2.8.3 Alat Musik
Kehidupan seni tradisional mendapat tempat di hati masyarakat
Tana Samawa, terutama yang berdomisili di pedesaan. Musik orkestra
samawa yang disebut Gong Genang sangat populer di masyarakat.
Gong Genang terdiri dari sebuah gong, dua buah genang (gendang) dan
sebuah serune.
Serune dalam orkestra Gong genang berfungsi sebagai pembawa
melodi Sejumlah musik daerah yang dihayati masyarakat
pendukungnya antara lain : Ratib (Rabana Ode dan Rabana Rea /Kebo),
Bagenang, Sakeco, Langko, Saketa, Gandang, Bagesong dsb.
Dari lirik - lirik lawas telah diangkat kepermukaan sejumlah
lagu yang berirama daerah dengan iringan instrumen alat -
alat musik modern. Lagu khas daerah Samawa sudah banyak dilagukan
dalam berbagai kesempatan upacara dan acara perhelatan perkawinan.
Dalam bentuk kaset ataupun kepingan CD dan VCD. Beberapa
peralatan musik tradisional Samawa adalah: Serune,
yaitu alat musik tiup. Alat ini termasuk alat musik golongan serofon
yang berlidah, serune dibuat dari dua bahan pokok yaitu bulu (jenis
bambu kecil) dan daun lontar.
Lolo dan anak lolo dibuat dari bulu, sedangkan seremung ode
dan seremung rea dibuat dari daun lontar yang digulung dan
membentuk cerobong/kerucut. Serune tidak berfungsi
sebagaialat musik yang sakral, karena itu dapat dimainkan oleh siapa
saja yang berminat. Serune dapat memainkan lagu apa saja asal sesuai
16. 13
dengan nadanya. Kebanyakan lagu-lagu yang dibawakan adalah lawas
(syair Samawa) yang kebanyakan tidak dikenal siapa penciptanya.
Alat musik tradisional lainnya adalah: Palompong. Di Taliwang
(bagian ano rawi) disebut garompong. Alat musik ini
termasuk alatmusik idiofon. Di Jawa yang sejenis dengan alat musik ini
adalah gambang. Bahan untuk membuat palompong adalah jenis kayu
ringan yang di Sumbawa di sebut kayu kabong, kenangas dan
berora. Palompong biasanya di pergunakan dalam permainan orkestra
Goa genang, dan berfungsi sebagai alat ritmis.
Palompong di pukul dengan menggunakan pemukul yang
banyaknya dua buah. Rebana adalah alat musik yang terbuat dari kayu,
kulit, rotan dan kawat. Di sumbawa kayu yang dipakai membuat rebana
adalah kayu jepun (kayu kemboja) dan kulit yang dipakai adalah kulit
kambing (lenong bedes). Rebana di pergunakan untuk mengiring lawas
(tembang khas Samawa) atau dalam bentuk musik orkestra seperti
sakeco, saketa dan juga untuk mengiringi tari - tari kreasi.
Cara memainkan rebana ada yang dipukul dengan tangan dan
ada yang menggunakan alat pemukul. Cara memainkan ada yang
diangkat dan satu tangan memukul, seperti dalam mengiring qasidah,
dzikir. Untuk Rebana Rea (besar) dalam memainkannya diletakkan
diatas tanah secara berdiri, satu tangan memegang dan tangan lainnya
memukul.
2.9 Makanan
Makanan yang mereka konsumsi sehari- hari adalah beras campur jagung,
beras campur kedelai atau beras campur ubi kayu. Tetapi janganlah kalian berfikir
bahwa yang mereka makan tidak memiliki kandungan gizi atau mereka menderita
kelaparan. Berdasarkan ilmu kesehatan menu makanan pokok yang dikonsumsi
warga setempat bisa dikatakan dapat menunjang kesehatan tubuh terutama mencegah
penyakit diabetes. Selain itu, bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau
pucuk-pucuk rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan
akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional banyak dimanfaatkan
sebagai makanan dan juga obat tradisional.
17. 14
2.10 Tempat Tinggal
Pada kehidupan masyarakat Sumbawa tradisional, beberapa keluarga inti
dapat tinggal dalam satu rumah panggung, yaitu rumah yang didirikan di atas tiang
kayu yang tingginya berkisar antara 1,5 hingga 2 meter dengan tipologi persegi
panjang, atapnya berbentuk seperti perahu yang terbuat dari santek atau bambu yang
dipotongpotong (kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian depan atau
peladang dan bagian belakang dipasang anak tangga dalam hitungan ganjil antara 7,
9, 11 bergantung keperluannya. Adapun tata ruang bagian dalam umumnya
merupakan 3 perpaduan antara bentuk rumah adat Bugis-Makassar yang dikombinasi
dengan arsitektur rumah orang Melayu. Untuk rumah-rumah panggung di pedesaan
lebih disukai menghadap ke timur atau matahari terbit yang melambangkan
kekuatan, ketabahan, dan harapan limpahan rezeki.
2.11 Perhiasan
Dalam kesehariannya kaum perempuan masyarakat Semawa mengenakan
kain sarung bermotif kotak-kotak (tembe lompa) warna hitam dan merah. Bajunya
disebut lamung pene, baju serupa kebaya polos sederhana, berlengan pendek. Para
prianya memakai sarung pelekat, baju lengan panjang, dan berkopiah.
18. 15
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini adalah salah satu suku di
Indonesia yang sangat kaya akan budaya, kerajinan tenun, rotan dan juga nilai- nilai
kehidupan yang luhur yang tercermin dari kegiatan mereka sehari- hari dan juga
yang tercermin melalui motif- motif yang terdapat pada kain tenun khas mereka yang
menggambarkan kehidupan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam,
dan juga manusia dengan Pencipta. Selain itu, suku sumbawa atau Tau Samawa ini
sangatlah memegang teguh adat istiada mereka.
3.2 Saran
Sebagai salah satuwarisan budaya nusantara, sudah menjadi kewajiban kita
untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku bugis, dengan cara menghormati
dan menghargai mereka, penyaringan budaya luar, tumbuhkan kecintaan sejak dini
terhadap budaya lokal.
19. 16
DAFTAR PUSTAKA
http://gokilgila.blogspot.com/201
https://www.google.com/search?client=firefox-
bd&q=MAKALAH+SUKU+SUMBAWA2/01/kebudayaan-suku-tau-samawa-
suku-sumbawa.html
http:X - FILE: Kebudayaan Suku Tau Samawa (Suku Sumbawa)