SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH
UNSUR KEBUDAYAAN SUKU SUMBAWA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Pelajaran IPS
Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Fauzi
Kelas : XII MM 2
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
SMK MIFTAHUL HUDA II BAYASARI
Jl. Mulyasari-Bayasari Kec. Jatinagara Kab. Ciamis 46273 Tlp.(0265)7510083
Website : www.Smkmh2.com e-mail.Smkmh2@Yahoo.Com
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa”.
Makalah Multikultural “Kebudayaan Suku Sumbawa” ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Bayasari, Februari 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak
wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat
istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh
sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang
berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.
Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa
tidak mengtehaui tentang kebudayaan dari setiap suku yang ada. Kebanyakan dari
mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan dari salah satu
suku yang ada di Indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu
mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja.
Sumbawa adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di pulau
sumbawa NTB. Banyak yang tidak mengetahui bahwa Sumbawa juga mempunyai
banyak hal-hal menarik yang dapat dijadikan ”berita utama”, tetapi amat
disayangkan bahwa yang sering sekali di ekplorasi adalah wilayah-wilayah
tetangganya; seperti Lombok dan Bali. Untuk itu, saya disini ingin menyajikan
liputan yang tidak kalah menarik, yang berasal dari suku Sumbawa NTB.
1.2 Tujuan
Tugas ini dibuat untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat
bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Kebudayaan Suku Sumbawa
di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan pelajar tentang kebudayaan
Sumbawa
2. Mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kebudayaan Suku Sumbawa.
1.3 Manfaat
Manfaat dari tugas makalah ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat
pengajar dan pelajar agar lebih memahami tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa” di
Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal). Sedangkan, dalam bahasa
Inggris, kebudayaan berarti culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang
artinya mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani.
 Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terdapat pengetahuan, kepercayaanm kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan
kemampuan lainnya yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
 Ralph Linton
Kebudayaaan adalah keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku
yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu
masyarakat tertentu.
 Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan cara belajar.
Kebudayaan adalah sekumpulan adat, tradisi, nilai, norma, dan tata cara
hidup yang dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Misalnya adapt dari orang tua ke anak-anaknya; setiap hari sabtu
minggu adalah hari untuk keluarga berkumpul. Tiddak ada kegiatan yang tidak
dilakukan bersama-sama. Pergi, makan, dan lain-lain dilakuan bersama-sama.
Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah society (dalam bahasa Inggris)
yang berasal dari bahasa Latin, yaitu societas yang berarti hubungan persahabatan
dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga
arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society
mengandung makna bahwa setiap anggotanya memiliki perhatian dan kepentingan
yang sama dalam mencapai tujuan.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu
lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang
sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut.
3
2.2 Sistem Religi
Dari bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di wilayah Sumbawa, berupa
sarkofagus, nakara, dan menhir mengindikasikan bahwa tau Samawa purba telah
memiliki kepercayaan dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek
moyang mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa Kebudayaan Tau Samawa telah
berkembang jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha. Konsep-konsep
tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia
dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi sebelum masuknya
kebudayaan Hindu-Budha, hingga paradaban Islam saat ini. Sistem kepercayaan itu
misalnya teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang masih mempercayai daya
magis dan keterlibatan mkhluk halus dalam kehidupan manusia (alam pikiran mitis).
Sebagian besar orang Sumbawa masih percaya pada makhluk-makhluk
halus yang sering mendatangkan musibah berupa bencana dan penyakit pada
manusia. Mereka percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan
di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering
berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari. Masyarakat Sumbawa juga mengenal
leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban
serta minum darah bayi yang baru dilahirkan. Kemungkinan hal ini merupakan
warisan kebudayaan Hindu yang berkembang di Pulau Bali dan Lombok.
Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk
sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian tau
Samawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada
ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan
kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan
meramal nasib, tau Samawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan
perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan
sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti
pertanda sial baginya.
Agama Hindu-Budha Diperkirakan telah berkembang pesat di kerajaan-
kerajaan kecil Sumbawa sekitar dua ratus tahun sebelum invasi Kerajaan Majapahit
ke wilayah Sumbawa ini. Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas
Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan
Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa),
Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang,
dan Kerajaan Jereweh.
Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu dari
pada di Pulau Lombok, kira-kira antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para
4
pedagang Islam dari Jawa dan Melayu, khususnya Palembang. Selanjutnya
runtuhnya Kerajaan Majapahit telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil di
wilayah Sumbawa memerdekakan diri. Kondisi ini justru memudahkan bagi proses
pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut, kemudian pada tahun-tahun
awal di abad ke-16, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri dari Jawa
datang ke Sumbawa untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di
Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi tahun
1618 atas Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang
bersedia masuk Islam.
Dalam kehidupan beragama atau hukum pada setiap desa terdapat seorang
pemimpin yang dinamakan penghulu, lebe, mudum, ketib, marbot, dan rura.
2.3 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Suku Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini
pada masa pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang
berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dengan pusat pengaruh di
Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah masa penaklukkan Kerajaan
Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan Selaparang-Lombok dengan
pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian dipindahkan ke Sumbawa
Besar akibat ancaman pencaplokkan Kerajaan Gelgel-Bali. Setelah masuknya VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah
Gubernemen Selebes, dan sesuai pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa
masuk wilayah Karesidenan Timor dengan ibukota di Sumbawabesar.
Sistem pemerintahan afdeeling kemudian dijabarkan menjadi
onderafdeeling yang terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa
kampung dibagi menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan
onderdistrict, dan beberapa onderdistrict digabung menjadi satu district setingkat
kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict tidak berlangsung lama kemudian
menjadi onderdistrict yang berdiri sendiri dan berubah menjadi wilayah
kademungan. Wilayah kademungan sekarang berubah menjadi wilayah kecamatan
yang membawahi beberapa desa. Pada masa pemerintahan orde lama, sistem
pemerintahan desa di Sumbawa dipegang oleh seorang gabung yang dibantu oleh
beberapa tau loka karang sebagai penasihat yang berasal dari setiap kelompok
kekerabatan penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar sebagai pengatur
dan pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu oleh seorang mandur yang
bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan pemerintahan
desa.
5
Pola perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih
memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung. Tata
letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai urat tanah
yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro atau dukun. Setiap
kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat membantu membangun rumah
anggota kelompok yang baru secara gotong royong di bawah komando tau loka
karang, demikian konsep itu dirumuskan dengan nama bayar siru atau balas budi,
sehingga anggota kelompok yang melanggar akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini
masih berlaku hingga sekarang, terutama di kampung-kampung di daerah pedesaan.
Sekarang organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dimodernisasi menjadi
sebuah desa atau kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah atau kepala desa yang
membawahi beberapa dusun, dan setiap dusun terdapat kelompok warga yang
tergabung dalam rukun warga yang terdiri atas beberapa rukun tetangga.
Sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa dibentuklah Badan Perwakilan
Desa, sedangkan tugas malar digantikan oleh Perkumpulan Petani Pengguna Air
(P3A). Masyarakat Sumbawa juga mewarisi pelapisan sosial dari masa Kesultanan
Sumbawa yang ditandai dengan munculnya tiga golongan, yakni golongan
bangsawan yang bergelar dea atau datu, kedua golongan merdeka atau tau sanak, dan
ketiga golongan masyarakat biasa yang tidak merdeka atau tau ulin abdi. Untuk
golongan terakhir ini telah dihapus semenjak dikeluarkannya dekrit Sultan
Muhammad Kaharuiddin III tahun 1959 saat menjabat sebagai Kepala Daerah
Swatantra Tingkat II Sumbawa.
2.4 Sistem Pengetahuan
Masyarakat Samawa memiliki sistem pengetahuan yang turun temurun.
Untuk obat - obat tradisional, yang mulanya dari Sanro ( dukun ) misalnya : obat
batuk, yaitu air jeruk nipis dicampur kapur kemudian dioles pada leher, luka bakar,
dioles madu, luka baru diobat dengan serbuk kopi, sarang laba - laba yang besar,
getah jarak ; sakit perut diobati dengan mengunyah daun jambu muda yang dicampur
sedikit garam dll.
Kalau akan memulai turun sawah, petani cukup melihat arah dan letak
bintang renggala ( bintang bajak ). Kalau akan melaut dengan melihat warna langit
pada malam hari.
Di masyarakat tradisional ada macam - macam upacara seperti : upacara
minta hujan. Masyarakat Samawa mengenal adanya jimat sebagai penolak bala.
Pemakaiannya bisa dikalung,diikatkan dipinggang.
6
Kepercayaan ada sihir pada masyarakat tradisional masih ada, seperti
adanya yang disebut loma-lome,bura,pedangpekir dan sebagainya. Meramal
(ramuka) merupakan kebiasaan tradisional masyarakat samawa. Meramal nasib,
menanyakan hari baik, menemukan barang yang hilang dsb. Mereka juga mengenal
apa yang disebut cuca' dengan harapan agar selamat dan tercapai tujuannya.
Membahas tentang karya sastra Sumbawa selalu dikaitkan dengan kehadiran
aksara Kaganga atau Setera Jontal. Satera dalam basa Samawa berarti tulisan, sedang
jontal berati lontar yang menurut PJ. Zoetmulder kata lontar berasal dari metatesis
ron tar atau pohon tar; kata ini diperkirakan berasal dari bahasa Jawa. Lebih jauh PJ.
Zoetmulder menulis bahwa orang-orang Bali dan Jawa dulu menggunakan pengutik
atau pengrupak yaitu sebilah pisau kecil sebagai alat tulis yang dipakai dalam
penulisan daun lontar. Alat berupa pisau kecil untuk menulis di daun lontar ini dalam
basa Samawa dinamakan pangat yang kemungkinan berasal dari kata pengot dalam
bahasa Jawa.
Aksara Kaganga yang pernah berkembang di Sumbawa dan sekarang mulai
diajarkan lagi di sekolah-sekolah pada tingkat dasar merupakan aksara yang diadopsi
dan diadaptasi dari aksara Lontara yang berkembang di Bugis-Makassar. Aksara
Lontara ini dulunya mendapat pengaruh dari aksara Pallawa yang mulai digunakan
untuk menulis sejumlah prasasti di Indonesia semenjak pertengahan abad ke-8
Masehi, namun kemudian aksara Lontara ini disederhanakan oleh seorang
syahbandar dari Kerajaan Goa-Makassar bernama Daeng Pamatte pada abad ke-16
Masehi.
Aksara Lontara diperkirakan masuk ke Sumbawa ketika berakhirnya masa
kekuasaan Kerajaan Hindu di Utan pada awal abad ke-17 Masehi. Aksara ini setelah
diadaptasikan dengan kondisi lingkungan Sumbawa, kemudian dikenal dengan nama
Satera Jontal atau aksara Kaganga. Pengaruh aksara Lontara dalam aksara Kaganga
ini dapat dilihat dari bentuk dan cara menuliskannya yang sama seperti cara
mengerjakan aksara Lontara dari sumber asalnya yakni Bugis-Makassar.
Para sastrawan Sumbawa dulu mengabadikan karya-karyanya dengan
menulisakannnya di daun lontar yang telah dikuningkan dengan kunyit, lebar daun
lontar ini sekitar 2 cm dengan panjang 12 cm, cara menuliskannya dengan
menggores daun lontar tersebut menggunakan ujung pangat atau sejenis pisau kecil.
Tulisan-tulisan ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah bumung atau buk.
Karya sastra sebagai sebuah proses kreativitas merupakan kristalisasi dari
segala segi kehidupan yang melingkupi seorang pujangga, sehingga selain seorang
pujangga dituntut untuk memiliki kemampuan menanggapi sebuah realitas
kehidupan di sekelilingnya, harus pula mampu berkomunikasi dengan realitas
7
tersebut untuk membangun kembali realitas lewat kreativitas yang dimilikinya,
sehingga karya-karya ciptaannya dapat memberikan gambaran yang ideal tentang
realitas yang dicermatinya, serta berperan sebagai media komunikasi budaya antara
masyarakat dan pujangga sebagai pencipta karya-karya sastra tersebut.
Dengan menyimak hasil-hasil karya sastra Sumbawa, maka dapat diambil
beberapa konsep dasar tentang nila-nilai yang dikandung di dalamnya, bagaimana
masyarakat Sumbawa memandang realitas kehidupan di sekitarnya, kemudian
merumuskannya ke dalam konsep yang diyakini dan diwujudkan dalam sikap dan
tindakan mereka. Karya-karya sastra Sumbawa kebanyakan menggenggam amanat
berupa nasihat yang bertolak pada ajaran pendidikan dan keimanan yang ditopang
oleh kuatnya adat-istiadat, seperti yang tertuang dalam bentuk lawas (puisi), ama
(peribahasa), panan (teka-teki), dan tuter (dongeng) yang sangat kental dengan pesan
moralitas, agama, dan etika pergaulan hidup.
Pada umumnya karya-karya sastra Sumbawa ini cukup sulit untuk digali,
diinventarisasi, dan dicatat, maupun dicari naskah-naskahnya, karena proses
pewarisannya dilakukan dengan cara lisan serta turun-temurun dari para generasi
pendahulu ke anak keturunanya melalui perjalanan waktu yang sangat panjang dan
melewati proses budaya yang rumit, namun demikian dapat dipahami bahwa lawas
merupakan akar atau induk dari segala bentuk kesenian dan tradisi Sumbawa, baik
seni musik, tari, maupun adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di tengah
masyarakat seperti tampak dalam sekeco, tari mata rame, permainan rakyat barapan
kebo dan barapan ayam, serta tradisi daur kehidupan semisal nyorong dan barodak.
2.5 Bahasa
Suku Sumbawa adalah campuran kelompok etnik-etnik pendatang yang
telah membaur dengan kelompok etnik pendatang yang lebih dahulu mendiami bekas
wilayah Kesultanan Sumbawa, sehingga melahirkan kesadaran akan identitas budaya
sendiri yang dicirikan dengan kehadiran bahasa Sumbawa atau basa Samawa sebagai
bahasa persatuan antaretnik yang mendiami sebagian pulau ini.
Mahsun (2002) dalam Prospek Pemekaran Kabupaten Sumbawa mencatat
bahwa sebelum bahasa Sumbawa purba (prabahasa Sumbawa) pecah ke dalam empat
dialek yang ada sekarang ini, terlebih dahulu pecah ke dalam dua dialek, yaitu
pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawabesar atau cikal bakalnya
disebut dialek Seran. Kemudian variasi ini berkembang seiring perjalanan waktu
hingga memasuki fase historis, pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo pecah lagi
menjadi tiga dialek yang berdiri sendiri.
8
Dalam bahasa Sumbawa saat ini dikenal beberapa dialek regional atau
variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, di antaranya dialek Samawa,
Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan
Ropang seperti Labangkar, Lawen yang dulunya dialek Selesek, serta penduduk di
sebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek
Tongo.
Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek
regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku
Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang
yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar keturunan etnik Bajau sangat berbeda
dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat di Kampung
Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat
Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu menjembatani segala kepentingan
mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang relatif lebih maju akan
cenderung mempengaruhi kelompok masyarakat yang berada pada strata di
bawahnya, maka bahasapun mengalir dan menyebar selaras dengan perkembangan
budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawabesar yang cikal bakalnya
merupakan dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di Kesultanan
Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat Sumbawa
sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara otomatis
menempati posisi sebagai dialek standar dalam bahasa Sumbawa, artinya variasi
sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar bahasa dan
mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam bahasa Sumbawa. Dialek
Samawa ini lebih lanjut disebut basa Samawa.
Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok-kelompok sosial di
Sumbawa, maka basa Samawa tidak hanya diterima sebagai bahasa pemersatu
antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja, melainkan juga berguna
sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang didukung oleh sebagian
besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam
kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa Samawa berkembang
dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para penuturnya, yakni
etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar),
Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), Cina (Tolkin dan
Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa juga menyerap kosa
kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang sehingga basa Samawa
9
kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan tingkat kemapanan yang relatif
tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah.
2.6 Kesenian
Masyarakat Suku Sumbawa atau Tau Samawa membuat barang-barang
kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi rotan, ampat atau kipas, menenun
kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang.
Seni kelingking adalah istilah seni rupa daerah Samawa. Artinya, membuat
ornamen atau hiasan pada suatu benda tertentu dengan menggunakan tekhnik
menghias. Hasilnya, berupa langit kelingking, kre alang, tabola, peti kayu berhias,
gerbah dan sebagainya.
Bentuk seni ini sudah berlangsung lama. Mendapat pengaruh Hindu dengan
motif hias tumbuhan dan selanjutnya pengaruh islam. Berbagai bentuk corak hiasan
kelingking yang dikenal di tana Samawa adalah : lonto engal (ragam sulur), kemang
satange (ragam bunga) pohon hayat, pucuk rebung, gelambok, slimpat (jalinan),
naga, burung, manusia dan binatang (sapi, kuda, kerbau dan sebagainya). Ragam hias
seni kelingking bagi masyarakat Samawa mempunyai makna tertentu. Slimpat
melambangkan percintaan dan kerukunan. Piyo (burung) berlambang roh nenek
moyang. Pohon hayat sebagai lambang kehidupan manusia. Manusia sebagai
berlambang kerakyatan. Naga, lambang kesuburan dan cecak lambang penangkal
kejahatan. Hasil - hasil seni kelingking pada masyarakat Samawa diantaranya adalah
: kain untuk bahan pakaian, gorden, sprai, aneka meubel rumah tangga, benda -
benda gerabah, tas, kipas, topi, kaos oblong, gantungan kunci, plakat dll. Lukisan
Samawa mewakili sebuah pola / tipe pencapaian budaya kekuatan kreatif dan rasa
estetis tau samawa. Lukisan samawa telah berkembang melalui panjangnya sejarah.
Tanah Samawa sejak Zaman Hindu, Islam dan Modern sekarang ini.
Lukisan pertama dari tau Samawa ditemukan pada dinding kubur sarkofagis Ai
Renung dengan ragam hias manusia biawak yang dibuat ribuan tahun silam. Dalam
perkembangannyanya lukisan-lukisan Samawa mewarisi tradisi keindahan pada batu
- batu nisan berukir yang dijumpai di Telebir, pada tiang - tiang rumah, dinding
rumah dll. Lukisan - lukisan Samawa, berkaitan lebih banyak dengan kehidupan
tumbuhan dan binatang dan juga kehidupan sehari - hari rata - rata Tau Samawa serta
aspirasi dan impian mereka. Penuh warna dan hidup, serta bebas dari pengekangan
biasa yang berlaku. Warna - warna merah, kuning, hitam, hijau dan merah muda
(beko). Umumnya lukisan bunga diberi warna merah dan kuning dengan daun
berwarna hijau.
10
2.7 Sistem Mata Pencaharian
Sumber penghidupan yang utama bagi tau Samawa umumnya adalah
bercocok tanam di sawah dengan menggunakan peralatan tradisional berupa cangkul
atau bingkung, rengala, dan kareng sebagai peralatan bajak dengan memanfaatkan
hewan peliharaan seperti sapi dan kerbau. Pola bercocok tanam ini mulanya
diperkenalkan oleh orang-orang Jawa Majapahit pada masa kerajaan-kerajaan Hindu
Sumbawa. Mekanisasi pertanian sekarang ini mulai tampak pada masyarakat
Sumbawa. Pada sejumlah tempat mulai terlihat pemanfaatan handtractor dan alat-alat
modern lain sebagai pengganti peran hewan ternak dalam pengolahan lahan-lahan
pertanian.
Untuk menggarap ladangnya atau merau cara-cara tradisional masih dipakai
hingga kini yaitu dengan membakar lahan pertanian agar mempermudah proses
pengolahan untuk ditanami beberapa jenis tanaman pangan. Cara mendapatkan
lahan-lahan pertanian inipun bagitu mudah, tau Samawa dapat menemukan lahan
untuk bertani, berkebun, dan berladang dengan menandai areal temuannya itu dengan
menggantung batu asah atau menanam pohon tertentu seperti bage, ketimus, dan
bungur yang sudah sama-sama dikenal dan diakui secara konvensi sebagai tanda
bahwa lahan itu telah menjadi milik seseorang dan sekaligus untuk menghindari
klaim dari orang lain.
Konsep ini bagi Tau Samawa telah dipertegas dalam ungkapan tumpan
aeng-aeng tu tumpan nan tubaeng, artinya orang yang menjumpai ialah yang
memiliki. Ungkapan ini menunjuk pada pemilikan tanah, tempat tinggal atau areal
tertentu yang menjadi miliknya, konsep ini juga berlaku pada pekerjaan mencari
kayu hutan dan nganyang (berburu) dan mencari lebah madu dengan memberikan
tanda silang dengan parang pada pohon di mana sarang lebah madu itu ada serta
mengikatnya dengan lonto (jenis tumbuhan menjalar). Bagi tau Samawa yang
melanggar pantangan ini dan berusaha mengambil hak orang lain, maka akan
menjadi bahan pembicaraan di mana-mana dan mendapat sanksi adat menjadi tau no
kangila atau orang tak tahu malu yang sangat menampar harga diri tau Samawa.
Masyarakat Sumbawa yang tinggal di desa-desa umumnya memiliki tempat
khusus untuk menyimpan hasil penennya dalam sebuah klompo atau lumbung yang
dibangun berdekatan dengan bangunan rumahnya, sedang bagi tau Samawa yang
tidak menyimpan hasil panennya di lumbung, dapat pula memanfaatkan para
atau loteng rumahnya, sedangkan untuk peralatan pertaninan ditempatkan di bongan
atau kolong pada bagian bawah rumah panggungnya.
Menjadi nelayan merupakan pekerjaan pilihan lain bagi tau Samawa.
Peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi sebagai perangkap
11
dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan
peralatan berupa jaring lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan
yang tak kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan
peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan
dengan memanfaatkan anjing pemburu. Nganyang pada umumnya merupakan
pekerjaan sambilan yang dipilih oleh sebagian tau Samawa yang tinggal di sekitar
perbukitan, sedangkan pekerjaan utama mereka adalah meramu hasil-hasil hutan
untuk dijadikan bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk rotan,
serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan akar-akaran sebagai
bahan pembuatan minyak tradisional. Masyarakat Sumbawa beternak kuda, sapi, dan
kerbau. Tau Samawa tidak menambat hewan-hewan ternaknya, hewan-hewan ini
dilepas begitu saja di padang-padang gembala atau lar, sedangkan untuk menjaga
tanaman pertanian mereka dari serangan hewan ternak, para petani Sumbawa
berusaha memagari sawah dan ladangnya dengan menanami kayu jawa pada batas
lahannya.
Pekerjaan menjadi pedagang merupakan pekerjaan pilihan bagi sebagian
kecil orang Sumbawa yang pada awalnya dilakukan oleh keturunan etnik Arab, Cina,
orang-orang Selayar, dan sebagian pendatang baru dari Jawa, demikian halnya
pekerjaan membuat barang-barang kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi
rotan, ampat atau kipas, menenun kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan
orang. Pekerjaan yang paling membanggakan bagi tau Samawa adalah menjadi
pegawai negeri sipil atau karyawan perusahaan.
2.8 Sistem Teknologi dan Peralatan
Suku Tau Samawa atau suku sumbawa telah mengenal teknologi dan juga
peralatan yang digunakan sehari- hari dalam menjalani aktivitas kehidupan mereka.
2.8.1 Senjata
Tercatat sejumlah senjata tajam yang menjadi bagian dari
identitas budaya daerah. Mulai dari keris, pedang, berang, bate, ladeng,
badik, dangko ( arit ) disamping tombak, pana dan jenis-jenis lainnya.
Mengikatkan parang panjang di peinggang ketika akan kesawah atau
ladang bagi lelaki Samawa adalah pemandangan yang biasa kita lihat
sehari-hari di desa-desa Samawa. Parang sumbawa yang panjang
dilengkapi dengan sarung dari kayu yang indah dan berhias.
12
2.8.2 Peralatan Hidup
Pada umumnya peralatan hidup mereka berupa peralatan
tradisional yang menggunakan cangkul atau bingkung, rengala, dan
kareng sebagai peralatan bajak. Menjadi nelayan merupakan pekerjaan
pilihan lain bagi tau Samawa. Peralatan seperti pancing, kodong dan
belat yang berfungsi sebagai perangkap dimanfaatkan untuk menangkap
ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring
lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan yang tak
kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan
peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar
atau jerat, dan dengan memanfaatkan anjing pemburu.
2.8.3 Alat Musik
Kehidupan seni tradisional mendapat tempat di hati masyarakat
Tana Samawa, terutama yang berdomisili di pedesaan. Musik orkestra
samawa yang disebut Gong Genang sangat populer di masyarakat.
Gong Genang terdiri dari sebuah gong, dua buah genang (gendang) dan
sebuah serune.
Serune dalam orkestra Gong genang berfungsi sebagai pembawa
melodi Sejumlah musik daerah yang dihayati masyarakat
pendukungnya antara lain : Ratib (Rabana Ode dan Rabana Rea /Kebo),
Bagenang, Sakeco, Langko, Saketa, Gandang, Bagesong dsb.
Dari lirik - lirik lawas telah diangkat kepermukaan sejumlah
lagu yang berirama daerah dengan iringan instrumen alat -
alat musik modern. Lagu khas daerah Samawa sudah banyak dilagukan
dalam berbagai kesempatan upacara dan acara perhelatan perkawinan.
Dalam bentuk kaset ataupun kepingan CD dan VCD. Beberapa
peralatan musik tradisional Samawa adalah: Serune,
yaitu alat musik tiup. Alat ini termasuk alat musik golongan serofon
yang berlidah, serune dibuat dari dua bahan pokok yaitu bulu (jenis
bambu kecil) dan daun lontar.
Lolo dan anak lolo dibuat dari bulu, sedangkan seremung ode
dan seremung rea dibuat dari daun lontar yang digulung dan
membentuk cerobong/kerucut. Serune tidak berfungsi
sebagaialat musik yang sakral, karena itu dapat dimainkan oleh siapa
saja yang berminat. Serune dapat memainkan lagu apa saja asal sesuai
13
dengan nadanya. Kebanyakan lagu-lagu yang dibawakan adalah lawas
(syair Samawa) yang kebanyakan tidak dikenal siapa penciptanya.
Alat musik tradisional lainnya adalah: Palompong. Di Taliwang
(bagian ano rawi) disebut garompong. Alat musik ini
termasuk alatmusik idiofon. Di Jawa yang sejenis dengan alat musik ini
adalah gambang. Bahan untuk membuat palompong adalah jenis kayu
ringan yang di Sumbawa di sebut kayu kabong, kenangas dan
berora. Palompong biasanya di pergunakan dalam permainan orkestra
Goa genang, dan berfungsi sebagai alat ritmis.
Palompong di pukul dengan menggunakan pemukul yang
banyaknya dua buah. Rebana adalah alat musik yang terbuat dari kayu,
kulit, rotan dan kawat. Di sumbawa kayu yang dipakai membuat rebana
adalah kayu jepun (kayu kemboja) dan kulit yang dipakai adalah kulit
kambing (lenong bedes). Rebana di pergunakan untuk mengiring lawas
(tembang khas Samawa) atau dalam bentuk musik orkestra seperti
sakeco, saketa dan juga untuk mengiringi tari - tari kreasi.
Cara memainkan rebana ada yang dipukul dengan tangan dan
ada yang menggunakan alat pemukul. Cara memainkan ada yang
diangkat dan satu tangan memukul, seperti dalam mengiring qasidah,
dzikir. Untuk Rebana Rea (besar) dalam memainkannya diletakkan
diatas tanah secara berdiri, satu tangan memegang dan tangan lainnya
memukul.
2.9 Makanan
Makanan yang mereka konsumsi sehari- hari adalah beras campur jagung,
beras campur kedelai atau beras campur ubi kayu. Tetapi janganlah kalian berfikir
bahwa yang mereka makan tidak memiliki kandungan gizi atau mereka menderita
kelaparan. Berdasarkan ilmu kesehatan menu makanan pokok yang dikonsumsi
warga setempat bisa dikatakan dapat menunjang kesehatan tubuh terutama mencegah
penyakit diabetes. Selain itu, bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau
pucuk-pucuk rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan
akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional banyak dimanfaatkan
sebagai makanan dan juga obat tradisional.
14
2.10 Tempat Tinggal
Pada kehidupan masyarakat Sumbawa tradisional, beberapa keluarga inti
dapat tinggal dalam satu rumah panggung, yaitu rumah yang didirikan di atas tiang
kayu yang tingginya berkisar antara 1,5 hingga 2 meter dengan tipologi persegi
panjang, atapnya berbentuk seperti perahu yang terbuat dari santek atau bambu yang
dipotongpotong (kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian depan atau
peladang dan bagian belakang dipasang anak tangga dalam hitungan ganjil antara 7,
9, 11 bergantung keperluannya. Adapun tata ruang bagian dalam umumnya
merupakan 3 perpaduan antara bentuk rumah adat Bugis-Makassar yang dikombinasi
dengan arsitektur rumah orang Melayu. Untuk rumah-rumah panggung di pedesaan
lebih disukai menghadap ke timur atau matahari terbit yang melambangkan
kekuatan, ketabahan, dan harapan limpahan rezeki.
2.11 Perhiasan
Dalam kesehariannya kaum perempuan masyarakat Semawa mengenakan
kain sarung bermotif kotak-kotak (tembe lompa) warna hitam dan merah. Bajunya
disebut lamung pene, baju serupa kebaya polos sederhana, berlengan pendek. Para
prianya memakai sarung pelekat, baju lengan panjang, dan berkopiah.
15
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini adalah salah satu suku di
Indonesia yang sangat kaya akan budaya, kerajinan tenun, rotan dan juga nilai- nilai
kehidupan yang luhur yang tercermin dari kegiatan mereka sehari- hari dan juga
yang tercermin melalui motif- motif yang terdapat pada kain tenun khas mereka yang
menggambarkan kehidupan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam,
dan juga manusia dengan Pencipta. Selain itu, suku sumbawa atau Tau Samawa ini
sangatlah memegang teguh adat istiada mereka.
3.2 Saran
Sebagai salah satuwarisan budaya nusantara, sudah menjadi kewajiban kita
untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku bugis, dengan cara menghormati
dan menghargai mereka, penyaringan budaya luar, tumbuhkan kecintaan sejak dini
terhadap budaya lokal.
16
DAFTAR PUSTAKA
 http://gokilgila.blogspot.com/201
 https://www.google.com/search?client=firefox-
bd&q=MAKALAH+SUKU+SUMBAWA2/01/kebudayaan-suku-tau-samawa-
suku-sumbawa.html
 http:X - FILE: Kebudayaan Suku Tau Samawa (Suku Sumbawa)
17
LAMPIRAN

More Related Content

What's hot

Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masaTradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
Kristina Widayanti
 
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJABUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
Muhammad Rafi Kambara
 
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Teori Brahmana
Teori BrahmanaTeori Brahmana
Teori Brahmana
Lana Karyatna
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Khrisna Ariyudha
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Operator Warnet Vast Raha
 
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohirKebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
Nu Dak
 
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajibPpt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
eli priyatna laidan
 
Kebudayaan lombok
Kebudayaan lombokKebudayaan lombok
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan danTradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
maranathatesa
 
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumateraProvinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
Amelia Poetry
 
Makalah sejarah liangkabori dan metanduno
Makalah sejarah liangkabori dan metandunoMakalah sejarah liangkabori dan metanduno
Makalah sejarah liangkabori dan metanduno
Septian Muna Barakati
 
Sejarah hubungan dengan india
Sejarah hubungan dengan indiaSejarah hubungan dengan india
Sejarah hubungan dengan india
SMAN 1 LAMONGAN
 
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
Mira Sandrana
 
SUKU SASAK
SUKU SASAKSUKU SASAK
SUKU SASAK
Dany Dw
 
T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
 T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
Teh Boon Siang
 
Sedikit cerita dari pemangkat
Sedikit cerita dari pemangkatSedikit cerita dari pemangkat
Sedikit cerita dari pemangkat
PT. Radio Muara Utama Jaya
 
The Example of Electronic Book (e-book)
The Example of Electronic Book (e-book)The Example of Electronic Book (e-book)
The Example of Electronic Book (e-book)
Pandu Adi
 

What's hot (20)

Tugas sejarah1 1
Tugas sejarah1 1Tugas sejarah1 1
Tugas sejarah1 1
 
Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masaTradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
Tradisi sejarah indonesia di masa prasejarah dan masa
 
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJABUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
 
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
MAKALAH KEBUDAYAAN MUNA
 
Teori Brahmana
Teori BrahmanaTeori Brahmana
Teori Brahmana
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohirKebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
Kebudayaan nusa tenggara barat dede ahlam tohir
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
 
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajibPpt sejarah bab 3 sma x wajib
Ppt sejarah bab 3 sma x wajib
 
Kebudayaan lombok
Kebudayaan lombokKebudayaan lombok
Kebudayaan lombok
 
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan danTradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
Tradisi sejarah masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan dan
 
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumateraProvinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
Provinsi lampung merupakan provinsi yang terletak paling selatan pulau sumatera
 
Makalah sejarah liangkabori dan metanduno
Makalah sejarah liangkabori dan metandunoMakalah sejarah liangkabori dan metanduno
Makalah sejarah liangkabori dan metanduno
 
Sejarah hubungan dengan india
Sejarah hubungan dengan indiaSejarah hubungan dengan india
Sejarah hubungan dengan india
 
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
SEJARAH BAHASA MELAYU Bab2
 
SUKU SASAK
SUKU SASAKSUKU SASAK
SUKU SASAK
 
T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
 T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
T2 BAB 3 3.1 BAHASA DAN TULISAN
 
Sedikit cerita dari pemangkat
Sedikit cerita dari pemangkatSedikit cerita dari pemangkat
Sedikit cerita dari pemangkat
 
The Example of Electronic Book (e-book)
The Example of Electronic Book (e-book)The Example of Electronic Book (e-book)
The Example of Electronic Book (e-book)
 

Similar to Kata penganta1 sumbawas

Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Septian Muna Barakati
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Operator Warnet Vast Raha
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
SariCahyati
 
Adat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasakAdat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasak
radensukarni90
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
MunawirSyahputra
 
makalh islam dan peradaban melayu 04.docx
makalh islam dan peradaban melayu 04.docxmakalh islam dan peradaban melayu 04.docx
makalh islam dan peradaban melayu 04.docx
FajriatulIslamiyah
 
Islam kejawen
Islam kejawenIslam kejawen
Islam kejawen
muhamadnursalim
 
Titas
TitasTitas
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Airlangga University , Indonesia
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
Guru Online
 
Sejarah Pendidikan Islam.pdf
Sejarah Pendidikan Islam.pdfSejarah Pendidikan Islam.pdf
Sejarah Pendidikan Islam.pdf
Zukét Printing
 
Sejarah Pendidikan Islam.docx
Sejarah Pendidikan Islam.docxSejarah Pendidikan Islam.docx
Sejarah Pendidikan Islam.docx
Zukét Printing
 
Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaPerkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaFernalia Halim
 
Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8
trisvo
 
Kliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan BaliKliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan Bali
Dede Adi Nugraha
 
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docxPeranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
Zukét Printing
 
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdfPeranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
Zukét Printing
 
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar PulauIslam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
Diennisa Thahira
 
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islamKeadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
niltyshofiyya
 
(TM) BAB 3.pptx
(TM) BAB 3.pptx(TM) BAB 3.pptx
(TM) BAB 3.pptx
Sabrina377028
 

Similar to Kata penganta1 sumbawas (20)

Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
 
Adat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasakAdat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasak
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
 
makalh islam dan peradaban melayu 04.docx
makalh islam dan peradaban melayu 04.docxmakalh islam dan peradaban melayu 04.docx
makalh islam dan peradaban melayu 04.docx
 
Islam kejawen
Islam kejawenIslam kejawen
Islam kejawen
 
Titas
TitasTitas
Titas
 
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
 
Sejarah Pendidikan Islam.pdf
Sejarah Pendidikan Islam.pdfSejarah Pendidikan Islam.pdf
Sejarah Pendidikan Islam.pdf
 
Sejarah Pendidikan Islam.docx
Sejarah Pendidikan Islam.docxSejarah Pendidikan Islam.docx
Sejarah Pendidikan Islam.docx
 
Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaPerkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di Indonesia
 
Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8
 
Kliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan BaliKliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan Bali
 
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docxPeranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.docx
 
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdfPeranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
Peranan Penting Pesantren dalam Pengembangan Aswaja.pdf
 
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar PulauIslam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau
 
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islamKeadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
Keadaan masyarakat indonesia sebelum kedatangan islam
 
(TM) BAB 3.pptx
(TM) BAB 3.pptx(TM) BAB 3.pptx
(TM) BAB 3.pptx
 

Kata penganta1 sumbawas

  • 1. MAKALAH UNSUR KEBUDAYAAN SUKU SUMBAWA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Pelajaran IPS Disusun Oleh: Nama : Ahmad Fauzi Kelas : XII MM 2 YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM SMK MIFTAHUL HUDA II BAYASARI Jl. Mulyasari-Bayasari Kec. Jatinagara Kab. Ciamis 46273 Tlp.(0265)7510083 Website : www.Smkmh2.com e-mail.Smkmh2@Yahoo.Com
  • 2. i KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa”. Makalah Multikultural “Kebudayaan Suku Sumbawa” ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca. Bayasari, Februari 2019 Penyusun
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya. Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak mengtehaui tentang kebudayaan dari setiap suku yang ada. Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan dari salah satu suku yang ada di Indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja. Sumbawa adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di pulau sumbawa NTB. Banyak yang tidak mengetahui bahwa Sumbawa juga mempunyai banyak hal-hal menarik yang dapat dijadikan ”berita utama”, tetapi amat disayangkan bahwa yang sering sekali di ekplorasi adalah wilayah-wilayah tetangganya; seperti Lombok dan Bali. Untuk itu, saya disini ingin menyajikan liputan yang tidak kalah menarik, yang berasal dari suku Sumbawa NTB. 1.2 Tujuan Tugas ini dibuat untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Kebudayaan Suku Sumbawa di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan pelajar tentang kebudayaan Sumbawa 2. Mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kebudayaan Suku Sumbawa. 1.3 Manfaat Manfaat dari tugas makalah ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat pengajar dan pelajar agar lebih memahami tentang “Kebudayaan Suku Sumbawa” di Indonesia.
  • 5. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kajian Pustaka Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal). Sedangkan, dalam bahasa Inggris, kebudayaan berarti culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang artinya mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani.  Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terdapat pengetahuan, kepercayaanm kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan lainnya yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.  Ralph Linton Kebudayaaan adalah keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.  Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan adalah sekumpulan adat, tradisi, nilai, norma, dan tata cara hidup yang dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Misalnya adapt dari orang tua ke anak-anaknya; setiap hari sabtu minggu adalah hari untuk keluarga berkumpul. Tiddak ada kegiatan yang tidak dilakukan bersama-sama. Pergi, makan, dan lain-lain dilakuan bersama-sama. Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah society (dalam bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Latin, yaitu societas yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya memiliki perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut.
  • 6. 3 2.2 Sistem Religi Dari bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di wilayah Sumbawa, berupa sarkofagus, nakara, dan menhir mengindikasikan bahwa tau Samawa purba telah memiliki kepercayaan dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa Kebudayaan Tau Samawa telah berkembang jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha. Konsep-konsep tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha, hingga paradaban Islam saat ini. Sistem kepercayaan itu misalnya teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat yang masih mempercayai daya magis dan keterlibatan mkhluk halus dalam kehidupan manusia (alam pikiran mitis). Sebagian besar orang Sumbawa masih percaya pada makhluk-makhluk halus yang sering mendatangkan musibah berupa bencana dan penyakit pada manusia. Mereka percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari. Masyarakat Sumbawa juga mengenal leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban serta minum darah bayi yang baru dilahirkan. Kemungkinan hal ini merupakan warisan kebudayaan Hindu yang berkembang di Pulau Bali dan Lombok. Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian tau Samawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan meramal nasib, tau Samawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti pertanda sial baginya. Agama Hindu-Budha Diperkirakan telah berkembang pesat di kerajaan- kerajaan kecil Sumbawa sekitar dua ratus tahun sebelum invasi Kerajaan Majapahit ke wilayah Sumbawa ini. Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang, dan Kerajaan Jereweh. Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu dari pada di Pulau Lombok, kira-kira antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para
  • 7. 4 pedagang Islam dari Jawa dan Melayu, khususnya Palembang. Selanjutnya runtuhnya Kerajaan Majapahit telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Sumbawa memerdekakan diri. Kondisi ini justru memudahkan bagi proses pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut, kemudian pada tahun-tahun awal di abad ke-16, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri dari Jawa datang ke Sumbawa untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi tahun 1618 atas Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang bersedia masuk Islam. Dalam kehidupan beragama atau hukum pada setiap desa terdapat seorang pemimpin yang dinamakan penghulu, lebe, mudum, ketib, marbot, dan rura. 2.3 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Suku Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini pada masa pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dengan pusat pengaruh di Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah masa penaklukkan Kerajaan Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan Selaparang-Lombok dengan pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian dipindahkan ke Sumbawa Besar akibat ancaman pencaplokkan Kerajaan Gelgel-Bali. Setelah masuknya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah Gubernemen Selebes, dan sesuai pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk wilayah Karesidenan Timor dengan ibukota di Sumbawabesar. Sistem pemerintahan afdeeling kemudian dijabarkan menjadi onderafdeeling yang terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa kampung dibagi menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan onderdistrict, dan beberapa onderdistrict digabung menjadi satu district setingkat kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict tidak berlangsung lama kemudian menjadi onderdistrict yang berdiri sendiri dan berubah menjadi wilayah kademungan. Wilayah kademungan sekarang berubah menjadi wilayah kecamatan yang membawahi beberapa desa. Pada masa pemerintahan orde lama, sistem pemerintahan desa di Sumbawa dipegang oleh seorang gabung yang dibantu oleh beberapa tau loka karang sebagai penasihat yang berasal dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar sebagai pengatur dan pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu oleh seorang mandur yang bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan pemerintahan desa.
  • 8. 5 Pola perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung. Tata letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai urat tanah yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro atau dukun. Setiap kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat membantu membangun rumah anggota kelompok yang baru secara gotong royong di bawah komando tau loka karang, demikian konsep itu dirumuskan dengan nama bayar siru atau balas budi, sehingga anggota kelompok yang melanggar akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini masih berlaku hingga sekarang, terutama di kampung-kampung di daerah pedesaan. Sekarang organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dimodernisasi menjadi sebuah desa atau kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah atau kepala desa yang membawahi beberapa dusun, dan setiap dusun terdapat kelompok warga yang tergabung dalam rukun warga yang terdiri atas beberapa rukun tetangga. Sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa dibentuklah Badan Perwakilan Desa, sedangkan tugas malar digantikan oleh Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A). Masyarakat Sumbawa juga mewarisi pelapisan sosial dari masa Kesultanan Sumbawa yang ditandai dengan munculnya tiga golongan, yakni golongan bangsawan yang bergelar dea atau datu, kedua golongan merdeka atau tau sanak, dan ketiga golongan masyarakat biasa yang tidak merdeka atau tau ulin abdi. Untuk golongan terakhir ini telah dihapus semenjak dikeluarkannya dekrit Sultan Muhammad Kaharuiddin III tahun 1959 saat menjabat sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa. 2.4 Sistem Pengetahuan Masyarakat Samawa memiliki sistem pengetahuan yang turun temurun. Untuk obat - obat tradisional, yang mulanya dari Sanro ( dukun ) misalnya : obat batuk, yaitu air jeruk nipis dicampur kapur kemudian dioles pada leher, luka bakar, dioles madu, luka baru diobat dengan serbuk kopi, sarang laba - laba yang besar, getah jarak ; sakit perut diobati dengan mengunyah daun jambu muda yang dicampur sedikit garam dll. Kalau akan memulai turun sawah, petani cukup melihat arah dan letak bintang renggala ( bintang bajak ). Kalau akan melaut dengan melihat warna langit pada malam hari. Di masyarakat tradisional ada macam - macam upacara seperti : upacara minta hujan. Masyarakat Samawa mengenal adanya jimat sebagai penolak bala. Pemakaiannya bisa dikalung,diikatkan dipinggang.
  • 9. 6 Kepercayaan ada sihir pada masyarakat tradisional masih ada, seperti adanya yang disebut loma-lome,bura,pedangpekir dan sebagainya. Meramal (ramuka) merupakan kebiasaan tradisional masyarakat samawa. Meramal nasib, menanyakan hari baik, menemukan barang yang hilang dsb. Mereka juga mengenal apa yang disebut cuca' dengan harapan agar selamat dan tercapai tujuannya. Membahas tentang karya sastra Sumbawa selalu dikaitkan dengan kehadiran aksara Kaganga atau Setera Jontal. Satera dalam basa Samawa berarti tulisan, sedang jontal berati lontar yang menurut PJ. Zoetmulder kata lontar berasal dari metatesis ron tar atau pohon tar; kata ini diperkirakan berasal dari bahasa Jawa. Lebih jauh PJ. Zoetmulder menulis bahwa orang-orang Bali dan Jawa dulu menggunakan pengutik atau pengrupak yaitu sebilah pisau kecil sebagai alat tulis yang dipakai dalam penulisan daun lontar. Alat berupa pisau kecil untuk menulis di daun lontar ini dalam basa Samawa dinamakan pangat yang kemungkinan berasal dari kata pengot dalam bahasa Jawa. Aksara Kaganga yang pernah berkembang di Sumbawa dan sekarang mulai diajarkan lagi di sekolah-sekolah pada tingkat dasar merupakan aksara yang diadopsi dan diadaptasi dari aksara Lontara yang berkembang di Bugis-Makassar. Aksara Lontara ini dulunya mendapat pengaruh dari aksara Pallawa yang mulai digunakan untuk menulis sejumlah prasasti di Indonesia semenjak pertengahan abad ke-8 Masehi, namun kemudian aksara Lontara ini disederhanakan oleh seorang syahbandar dari Kerajaan Goa-Makassar bernama Daeng Pamatte pada abad ke-16 Masehi. Aksara Lontara diperkirakan masuk ke Sumbawa ketika berakhirnya masa kekuasaan Kerajaan Hindu di Utan pada awal abad ke-17 Masehi. Aksara ini setelah diadaptasikan dengan kondisi lingkungan Sumbawa, kemudian dikenal dengan nama Satera Jontal atau aksara Kaganga. Pengaruh aksara Lontara dalam aksara Kaganga ini dapat dilihat dari bentuk dan cara menuliskannya yang sama seperti cara mengerjakan aksara Lontara dari sumber asalnya yakni Bugis-Makassar. Para sastrawan Sumbawa dulu mengabadikan karya-karyanya dengan menulisakannnya di daun lontar yang telah dikuningkan dengan kunyit, lebar daun lontar ini sekitar 2 cm dengan panjang 12 cm, cara menuliskannya dengan menggores daun lontar tersebut menggunakan ujung pangat atau sejenis pisau kecil. Tulisan-tulisan ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah bumung atau buk. Karya sastra sebagai sebuah proses kreativitas merupakan kristalisasi dari segala segi kehidupan yang melingkupi seorang pujangga, sehingga selain seorang pujangga dituntut untuk memiliki kemampuan menanggapi sebuah realitas kehidupan di sekelilingnya, harus pula mampu berkomunikasi dengan realitas
  • 10. 7 tersebut untuk membangun kembali realitas lewat kreativitas yang dimilikinya, sehingga karya-karya ciptaannya dapat memberikan gambaran yang ideal tentang realitas yang dicermatinya, serta berperan sebagai media komunikasi budaya antara masyarakat dan pujangga sebagai pencipta karya-karya sastra tersebut. Dengan menyimak hasil-hasil karya sastra Sumbawa, maka dapat diambil beberapa konsep dasar tentang nila-nilai yang dikandung di dalamnya, bagaimana masyarakat Sumbawa memandang realitas kehidupan di sekitarnya, kemudian merumuskannya ke dalam konsep yang diyakini dan diwujudkan dalam sikap dan tindakan mereka. Karya-karya sastra Sumbawa kebanyakan menggenggam amanat berupa nasihat yang bertolak pada ajaran pendidikan dan keimanan yang ditopang oleh kuatnya adat-istiadat, seperti yang tertuang dalam bentuk lawas (puisi), ama (peribahasa), panan (teka-teki), dan tuter (dongeng) yang sangat kental dengan pesan moralitas, agama, dan etika pergaulan hidup. Pada umumnya karya-karya sastra Sumbawa ini cukup sulit untuk digali, diinventarisasi, dan dicatat, maupun dicari naskah-naskahnya, karena proses pewarisannya dilakukan dengan cara lisan serta turun-temurun dari para generasi pendahulu ke anak keturunanya melalui perjalanan waktu yang sangat panjang dan melewati proses budaya yang rumit, namun demikian dapat dipahami bahwa lawas merupakan akar atau induk dari segala bentuk kesenian dan tradisi Sumbawa, baik seni musik, tari, maupun adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat seperti tampak dalam sekeco, tari mata rame, permainan rakyat barapan kebo dan barapan ayam, serta tradisi daur kehidupan semisal nyorong dan barodak. 2.5 Bahasa Suku Sumbawa adalah campuran kelompok etnik-etnik pendatang yang telah membaur dengan kelompok etnik pendatang yang lebih dahulu mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, sehingga melahirkan kesadaran akan identitas budaya sendiri yang dicirikan dengan kehadiran bahasa Sumbawa atau basa Samawa sebagai bahasa persatuan antaretnik yang mendiami sebagian pulau ini. Mahsun (2002) dalam Prospek Pemekaran Kabupaten Sumbawa mencatat bahwa sebelum bahasa Sumbawa purba (prabahasa Sumbawa) pecah ke dalam empat dialek yang ada sekarang ini, terlebih dahulu pecah ke dalam dua dialek, yaitu pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawabesar atau cikal bakalnya disebut dialek Seran. Kemudian variasi ini berkembang seiring perjalanan waktu hingga memasuki fase historis, pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo pecah lagi menjadi tiga dialek yang berdiri sendiri.
  • 11. 8 Dalam bahasa Sumbawa saat ini dikenal beberapa dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, di antaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan Ropang seperti Labangkar, Lawen yang dulunya dialek Selesek, serta penduduk di sebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek Tongo. Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar keturunan etnik Bajau sangat berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat di Kampung Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar. Interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu menjembatani segala kepentingan mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang relatif lebih maju akan cenderung mempengaruhi kelompok masyarakat yang berada pada strata di bawahnya, maka bahasapun mengalir dan menyebar selaras dengan perkembangan budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawabesar yang cikal bakalnya merupakan dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di Kesultanan Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat Sumbawa sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara otomatis menempati posisi sebagai dialek standar dalam bahasa Sumbawa, artinya variasi sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar bahasa dan mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam bahasa Sumbawa. Dialek Samawa ini lebih lanjut disebut basa Samawa. Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok-kelompok sosial di Sumbawa, maka basa Samawa tidak hanya diterima sebagai bahasa pemersatu antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja, melainkan juga berguna sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang didukung oleh sebagian besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa Samawa berkembang dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para penuturnya, yakni etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), Cina (Tolkin dan Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa juga menyerap kosa kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang sehingga basa Samawa
  • 12. 9 kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan tingkat kemapanan yang relatif tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah. 2.6 Kesenian Masyarakat Suku Sumbawa atau Tau Samawa membuat barang-barang kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi rotan, ampat atau kipas, menenun kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang. Seni kelingking adalah istilah seni rupa daerah Samawa. Artinya, membuat ornamen atau hiasan pada suatu benda tertentu dengan menggunakan tekhnik menghias. Hasilnya, berupa langit kelingking, kre alang, tabola, peti kayu berhias, gerbah dan sebagainya. Bentuk seni ini sudah berlangsung lama. Mendapat pengaruh Hindu dengan motif hias tumbuhan dan selanjutnya pengaruh islam. Berbagai bentuk corak hiasan kelingking yang dikenal di tana Samawa adalah : lonto engal (ragam sulur), kemang satange (ragam bunga) pohon hayat, pucuk rebung, gelambok, slimpat (jalinan), naga, burung, manusia dan binatang (sapi, kuda, kerbau dan sebagainya). Ragam hias seni kelingking bagi masyarakat Samawa mempunyai makna tertentu. Slimpat melambangkan percintaan dan kerukunan. Piyo (burung) berlambang roh nenek moyang. Pohon hayat sebagai lambang kehidupan manusia. Manusia sebagai berlambang kerakyatan. Naga, lambang kesuburan dan cecak lambang penangkal kejahatan. Hasil - hasil seni kelingking pada masyarakat Samawa diantaranya adalah : kain untuk bahan pakaian, gorden, sprai, aneka meubel rumah tangga, benda - benda gerabah, tas, kipas, topi, kaos oblong, gantungan kunci, plakat dll. Lukisan Samawa mewakili sebuah pola / tipe pencapaian budaya kekuatan kreatif dan rasa estetis tau samawa. Lukisan samawa telah berkembang melalui panjangnya sejarah. Tanah Samawa sejak Zaman Hindu, Islam dan Modern sekarang ini. Lukisan pertama dari tau Samawa ditemukan pada dinding kubur sarkofagis Ai Renung dengan ragam hias manusia biawak yang dibuat ribuan tahun silam. Dalam perkembangannyanya lukisan-lukisan Samawa mewarisi tradisi keindahan pada batu - batu nisan berukir yang dijumpai di Telebir, pada tiang - tiang rumah, dinding rumah dll. Lukisan - lukisan Samawa, berkaitan lebih banyak dengan kehidupan tumbuhan dan binatang dan juga kehidupan sehari - hari rata - rata Tau Samawa serta aspirasi dan impian mereka. Penuh warna dan hidup, serta bebas dari pengekangan biasa yang berlaku. Warna - warna merah, kuning, hitam, hijau dan merah muda (beko). Umumnya lukisan bunga diberi warna merah dan kuning dengan daun berwarna hijau.
  • 13. 10 2.7 Sistem Mata Pencaharian Sumber penghidupan yang utama bagi tau Samawa umumnya adalah bercocok tanam di sawah dengan menggunakan peralatan tradisional berupa cangkul atau bingkung, rengala, dan kareng sebagai peralatan bajak dengan memanfaatkan hewan peliharaan seperti sapi dan kerbau. Pola bercocok tanam ini mulanya diperkenalkan oleh orang-orang Jawa Majapahit pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Sumbawa. Mekanisasi pertanian sekarang ini mulai tampak pada masyarakat Sumbawa. Pada sejumlah tempat mulai terlihat pemanfaatan handtractor dan alat-alat modern lain sebagai pengganti peran hewan ternak dalam pengolahan lahan-lahan pertanian. Untuk menggarap ladangnya atau merau cara-cara tradisional masih dipakai hingga kini yaitu dengan membakar lahan pertanian agar mempermudah proses pengolahan untuk ditanami beberapa jenis tanaman pangan. Cara mendapatkan lahan-lahan pertanian inipun bagitu mudah, tau Samawa dapat menemukan lahan untuk bertani, berkebun, dan berladang dengan menandai areal temuannya itu dengan menggantung batu asah atau menanam pohon tertentu seperti bage, ketimus, dan bungur yang sudah sama-sama dikenal dan diakui secara konvensi sebagai tanda bahwa lahan itu telah menjadi milik seseorang dan sekaligus untuk menghindari klaim dari orang lain. Konsep ini bagi Tau Samawa telah dipertegas dalam ungkapan tumpan aeng-aeng tu tumpan nan tubaeng, artinya orang yang menjumpai ialah yang memiliki. Ungkapan ini menunjuk pada pemilikan tanah, tempat tinggal atau areal tertentu yang menjadi miliknya, konsep ini juga berlaku pada pekerjaan mencari kayu hutan dan nganyang (berburu) dan mencari lebah madu dengan memberikan tanda silang dengan parang pada pohon di mana sarang lebah madu itu ada serta mengikatnya dengan lonto (jenis tumbuhan menjalar). Bagi tau Samawa yang melanggar pantangan ini dan berusaha mengambil hak orang lain, maka akan menjadi bahan pembicaraan di mana-mana dan mendapat sanksi adat menjadi tau no kangila atau orang tak tahu malu yang sangat menampar harga diri tau Samawa. Masyarakat Sumbawa yang tinggal di desa-desa umumnya memiliki tempat khusus untuk menyimpan hasil penennya dalam sebuah klompo atau lumbung yang dibangun berdekatan dengan bangunan rumahnya, sedang bagi tau Samawa yang tidak menyimpan hasil panennya di lumbung, dapat pula memanfaatkan para atau loteng rumahnya, sedangkan untuk peralatan pertaninan ditempatkan di bongan atau kolong pada bagian bawah rumah panggungnya. Menjadi nelayan merupakan pekerjaan pilihan lain bagi tau Samawa. Peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi sebagai perangkap
  • 14. 11 dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan yang tak kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan dengan memanfaatkan anjing pemburu. Nganyang pada umumnya merupakan pekerjaan sambilan yang dipilih oleh sebagian tau Samawa yang tinggal di sekitar perbukitan, sedangkan pekerjaan utama mereka adalah meramu hasil-hasil hutan untuk dijadikan bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional. Masyarakat Sumbawa beternak kuda, sapi, dan kerbau. Tau Samawa tidak menambat hewan-hewan ternaknya, hewan-hewan ini dilepas begitu saja di padang-padang gembala atau lar, sedangkan untuk menjaga tanaman pertanian mereka dari serangan hewan ternak, para petani Sumbawa berusaha memagari sawah dan ladangnya dengan menanami kayu jawa pada batas lahannya. Pekerjaan menjadi pedagang merupakan pekerjaan pilihan bagi sebagian kecil orang Sumbawa yang pada awalnya dilakukan oleh keturunan etnik Arab, Cina, orang-orang Selayar, dan sebagian pendatang baru dari Jawa, demikian halnya pekerjaan membuat barang-barang kerajinan seperti romong atau bakul nasi, kursi rotan, ampat atau kipas, menenun kain tradisonal akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang. Pekerjaan yang paling membanggakan bagi tau Samawa adalah menjadi pegawai negeri sipil atau karyawan perusahaan. 2.8 Sistem Teknologi dan Peralatan Suku Tau Samawa atau suku sumbawa telah mengenal teknologi dan juga peralatan yang digunakan sehari- hari dalam menjalani aktivitas kehidupan mereka. 2.8.1 Senjata Tercatat sejumlah senjata tajam yang menjadi bagian dari identitas budaya daerah. Mulai dari keris, pedang, berang, bate, ladeng, badik, dangko ( arit ) disamping tombak, pana dan jenis-jenis lainnya. Mengikatkan parang panjang di peinggang ketika akan kesawah atau ladang bagi lelaki Samawa adalah pemandangan yang biasa kita lihat sehari-hari di desa-desa Samawa. Parang sumbawa yang panjang dilengkapi dengan sarung dari kayu yang indah dan berhias.
  • 15. 12 2.8.2 Peralatan Hidup Pada umumnya peralatan hidup mereka berupa peralatan tradisional yang menggunakan cangkul atau bingkung, rengala, dan kareng sebagai peralatan bajak. Menjadi nelayan merupakan pekerjaan pilihan lain bagi tau Samawa. Peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi sebagai perangkap dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring lebih diutamakan untuk menangkap ikan di laut. Pekerjaan yang tak kalah pentingnya adalah berburu atau nganyang dengan menggunakan peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan dengan memanfaatkan anjing pemburu. 2.8.3 Alat Musik Kehidupan seni tradisional mendapat tempat di hati masyarakat Tana Samawa, terutama yang berdomisili di pedesaan. Musik orkestra samawa yang disebut Gong Genang sangat populer di masyarakat. Gong Genang terdiri dari sebuah gong, dua buah genang (gendang) dan sebuah serune. Serune dalam orkestra Gong genang berfungsi sebagai pembawa melodi Sejumlah musik daerah yang dihayati masyarakat pendukungnya antara lain : Ratib (Rabana Ode dan Rabana Rea /Kebo), Bagenang, Sakeco, Langko, Saketa, Gandang, Bagesong dsb. Dari lirik - lirik lawas telah diangkat kepermukaan sejumlah lagu yang berirama daerah dengan iringan instrumen alat - alat musik modern. Lagu khas daerah Samawa sudah banyak dilagukan dalam berbagai kesempatan upacara dan acara perhelatan perkawinan. Dalam bentuk kaset ataupun kepingan CD dan VCD. Beberapa peralatan musik tradisional Samawa adalah: Serune, yaitu alat musik tiup. Alat ini termasuk alat musik golongan serofon yang berlidah, serune dibuat dari dua bahan pokok yaitu bulu (jenis bambu kecil) dan daun lontar. Lolo dan anak lolo dibuat dari bulu, sedangkan seremung ode dan seremung rea dibuat dari daun lontar yang digulung dan membentuk cerobong/kerucut. Serune tidak berfungsi sebagaialat musik yang sakral, karena itu dapat dimainkan oleh siapa saja yang berminat. Serune dapat memainkan lagu apa saja asal sesuai
  • 16. 13 dengan nadanya. Kebanyakan lagu-lagu yang dibawakan adalah lawas (syair Samawa) yang kebanyakan tidak dikenal siapa penciptanya. Alat musik tradisional lainnya adalah: Palompong. Di Taliwang (bagian ano rawi) disebut garompong. Alat musik ini termasuk alatmusik idiofon. Di Jawa yang sejenis dengan alat musik ini adalah gambang. Bahan untuk membuat palompong adalah jenis kayu ringan yang di Sumbawa di sebut kayu kabong, kenangas dan berora. Palompong biasanya di pergunakan dalam permainan orkestra Goa genang, dan berfungsi sebagai alat ritmis. Palompong di pukul dengan menggunakan pemukul yang banyaknya dua buah. Rebana adalah alat musik yang terbuat dari kayu, kulit, rotan dan kawat. Di sumbawa kayu yang dipakai membuat rebana adalah kayu jepun (kayu kemboja) dan kulit yang dipakai adalah kulit kambing (lenong bedes). Rebana di pergunakan untuk mengiring lawas (tembang khas Samawa) atau dalam bentuk musik orkestra seperti sakeco, saketa dan juga untuk mengiringi tari - tari kreasi. Cara memainkan rebana ada yang dipukul dengan tangan dan ada yang menggunakan alat pemukul. Cara memainkan ada yang diangkat dan satu tangan memukul, seperti dalam mengiring qasidah, dzikir. Untuk Rebana Rea (besar) dalam memainkannya diletakkan diatas tanah secara berdiri, satu tangan memegang dan tangan lainnya memukul. 2.9 Makanan Makanan yang mereka konsumsi sehari- hari adalah beras campur jagung, beras campur kedelai atau beras campur ubi kayu. Tetapi janganlah kalian berfikir bahwa yang mereka makan tidak memiliki kandungan gizi atau mereka menderita kelaparan. Berdasarkan ilmu kesehatan menu makanan pokok yang dikonsumsi warga setempat bisa dikatakan dapat menunjang kesehatan tubuh terutama mencegah penyakit diabetes. Selain itu, bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional banyak dimanfaatkan sebagai makanan dan juga obat tradisional.
  • 17. 14 2.10 Tempat Tinggal Pada kehidupan masyarakat Sumbawa tradisional, beberapa keluarga inti dapat tinggal dalam satu rumah panggung, yaitu rumah yang didirikan di atas tiang kayu yang tingginya berkisar antara 1,5 hingga 2 meter dengan tipologi persegi panjang, atapnya berbentuk seperti perahu yang terbuat dari santek atau bambu yang dipotongpotong (kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian depan atau peladang dan bagian belakang dipasang anak tangga dalam hitungan ganjil antara 7, 9, 11 bergantung keperluannya. Adapun tata ruang bagian dalam umumnya merupakan 3 perpaduan antara bentuk rumah adat Bugis-Makassar yang dikombinasi dengan arsitektur rumah orang Melayu. Untuk rumah-rumah panggung di pedesaan lebih disukai menghadap ke timur atau matahari terbit yang melambangkan kekuatan, ketabahan, dan harapan limpahan rezeki. 2.11 Perhiasan Dalam kesehariannya kaum perempuan masyarakat Semawa mengenakan kain sarung bermotif kotak-kotak (tembe lompa) warna hitam dan merah. Bajunya disebut lamung pene, baju serupa kebaya polos sederhana, berlengan pendek. Para prianya memakai sarung pelekat, baju lengan panjang, dan berkopiah.
  • 18. 15 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan mengenai Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Suku Sumbawa atau Tau Samawa ini adalah salah satu suku di Indonesia yang sangat kaya akan budaya, kerajinan tenun, rotan dan juga nilai- nilai kehidupan yang luhur yang tercermin dari kegiatan mereka sehari- hari dan juga yang tercermin melalui motif- motif yang terdapat pada kain tenun khas mereka yang menggambarkan kehidupan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan juga manusia dengan Pencipta. Selain itu, suku sumbawa atau Tau Samawa ini sangatlah memegang teguh adat istiada mereka. 3.2 Saran Sebagai salah satuwarisan budaya nusantara, sudah menjadi kewajiban kita untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku bugis, dengan cara menghormati dan menghargai mereka, penyaringan budaya luar, tumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya lokal.
  • 19. 16 DAFTAR PUSTAKA  http://gokilgila.blogspot.com/201  https://www.google.com/search?client=firefox- bd&q=MAKALAH+SUKU+SUMBAWA2/01/kebudayaan-suku-tau-samawa- suku-sumbawa.html  http:X - FILE: Kebudayaan Suku Tau Samawa (Suku Sumbawa)