Senyawa Polyethilene Glycol (PEG) merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendemonstrasikan pemahaman tentang potensial air pada perkecambahan benih dan untuk mengetahui kadar air media terhadap imbibisi air dengan menggunakan larutan PEG yang dapat memberikan gambaran tentang mekanisme biji merespon terhadap potensial air tanah (soil water potensial). Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 November 2017 di Laboratorium Agronomi FPP, Universitas Muhammadiyah Malang. Bahan yang digunakan adalah benih kedelai (Arachis hypogaea)dan jagung (Zea mays), air destilasi, vaselin, Polyethilene Glycol (PEG). Sedangkan alat yang digunakan adalah dark germinator, cawan petri, kertas label, gelas ukur dan alat tulis. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa persentase perkecambahan tertinggi yaitu pada benih jagung dengan potensi osmotik 0 dengan nilai 52%. Pada benih kacang tanah (vaselin) persentase perkecambahannya 0%. Pada benih kacang dengan potensi osmotik 0 persentase perkecambahannya 4% sedangkan pada potensi osmotik -20 persentase perkecambahannya 0%. Kata kunci : Imbibisi, Osmotik, Polietilena Glikol (PEG)
Laporan Fisiologi Tumbuhan IX Dormansi Biji Sirsak (Annona muricata L.)UNESA
Kemampuan bertunas berhenti saat biji mengalami dormansi. Dormansi terjadi segera setelah pemanenan atau saat kondisi lingkungannya tidak mendukung pada periode akhir pertumbuhannya. Fase awal dormansi ini merupakan titik awal proses pematangan fisiologis, seringkali disebut sebagai ‘wilting point’. Periode dormansi dapat didefinisikan sebagai periode menurunnya aktivitas metabolisme endogeneous dimana biji tidak menunjukkan pertumbuhan tunas di dalam atau di luar, walaupun komoditas tetap mempertahankan potensi pertumbuhannya pada masa berikutnya saat kondisi memungkinkan. Kemampuan dormansi ini merupakan karakteristik yang membedakan antar spesies dan varietas. Periode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban, oksigen dan CO2, komposisi atmosfir ruang penyimpanan serta ada atau tidaknya luka karena kerusakan fisik atau penyakit (Estiasih, dkk., 2017).
Dormansi merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam biji (Salisbury dan Ross, 1995). Dormansi benih mengakibatkan benih menjadi sulit berkecambah. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat atau tekstur kulit biji yang keras (Mulyana dan Asmarahman, 2012).
Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik. Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi (dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 % (Hartawan, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih (Kartika, et al., 2015).
Kesimpulan
Proses dormansi biji sirsak cepat tumbuh pada biji yang diamplas, dibandingkan dengan biji yang direndam H2SO4 dan dicuci air.
Laporan Fisiologi Tumbuhan VII Pengaruh Perendaman Biji Timun Dalam Air Terha...UNESA
Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga). Proses perkecambahan dipengaruhi oleh kondisi tempat dikecambahkan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah: air, gas, suhu, dan cahaya. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah 34°C (Astawan, 2009).
Benih yang tak diberi perlakuan akan berkecambah dalam waktu 4 bulan. Penempatan benih dalam media yang lembap dan di bawah sinar matahari yang hangat dapat mempercepat proses perkecambahan. Pemecahan kulit biji dan merendamnya semalaman dalam air mungkin juga mempercepat perkecambahan (Krisnawati, dkk., 2011).
Sutopo, (2002) menyatakan bahwa perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih menjadi lisis dan lemah, selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Untuk mempertahankan daya perkecambahan yang tinggi, biji yang kurang baik kualitasnya biasanya direndam dalam air (Elevitch dan Manner, 2006).
Permulaan fase perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air atau imbibisi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrofilik, yang menyebabkan zat tersebut mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi berasal dari kata Latin imbibere yang berarti “menyelundup”. Proses imbibisi yang terjadi pada biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel mengalami imbibisi, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sehingga di dalam proses imbibisi ditimbulkan panas. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah keluar secara difusi. Peristiwa imbibisi pada hakekatnya tidak lain adalah suatu proses difusi. Sel-sel biji kering mempunyai nilai osmosis tinggi, sehingga molekul-molekul air berdifusi ke dalam sel biji kering. Peristiwa imbibisi juga hekekatnya adalah peristiwa osmosis. Dinding sel-sel kulit biji kering adalah permeabel untuk molekul-molekul air. Sehingga molekul air dengan mudahnya melewati pori yang ada pada dinding sel tersebut (Advinda, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, semakin lama perendaman pada biji timun (Cucumis sativus) maka semakin cepat pula perkecambahan bijinya.
Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji dan merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji
Laporan Fisiologi Tumbuhan IX Dormansi Biji Sirsak (Annona muricata L.)UNESA
Kemampuan bertunas berhenti saat biji mengalami dormansi. Dormansi terjadi segera setelah pemanenan atau saat kondisi lingkungannya tidak mendukung pada periode akhir pertumbuhannya. Fase awal dormansi ini merupakan titik awal proses pematangan fisiologis, seringkali disebut sebagai ‘wilting point’. Periode dormansi dapat didefinisikan sebagai periode menurunnya aktivitas metabolisme endogeneous dimana biji tidak menunjukkan pertumbuhan tunas di dalam atau di luar, walaupun komoditas tetap mempertahankan potensi pertumbuhannya pada masa berikutnya saat kondisi memungkinkan. Kemampuan dormansi ini merupakan karakteristik yang membedakan antar spesies dan varietas. Periode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban, oksigen dan CO2, komposisi atmosfir ruang penyimpanan serta ada atau tidaknya luka karena kerusakan fisik atau penyakit (Estiasih, dkk., 2017).
Dormansi merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam biji (Salisbury dan Ross, 1995). Dormansi benih mengakibatkan benih menjadi sulit berkecambah. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat atau tekstur kulit biji yang keras (Mulyana dan Asmarahman, 2012).
Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik. Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi (dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 % (Hartawan, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih (Kartika, et al., 2015).
Kesimpulan
Proses dormansi biji sirsak cepat tumbuh pada biji yang diamplas, dibandingkan dengan biji yang direndam H2SO4 dan dicuci air.
Laporan Fisiologi Tumbuhan VII Pengaruh Perendaman Biji Timun Dalam Air Terha...UNESA
Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga). Proses perkecambahan dipengaruhi oleh kondisi tempat dikecambahkan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah: air, gas, suhu, dan cahaya. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah 34°C (Astawan, 2009).
Benih yang tak diberi perlakuan akan berkecambah dalam waktu 4 bulan. Penempatan benih dalam media yang lembap dan di bawah sinar matahari yang hangat dapat mempercepat proses perkecambahan. Pemecahan kulit biji dan merendamnya semalaman dalam air mungkin juga mempercepat perkecambahan (Krisnawati, dkk., 2011).
Sutopo, (2002) menyatakan bahwa perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih menjadi lisis dan lemah, selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Untuk mempertahankan daya perkecambahan yang tinggi, biji yang kurang baik kualitasnya biasanya direndam dalam air (Elevitch dan Manner, 2006).
Permulaan fase perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air atau imbibisi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrofilik, yang menyebabkan zat tersebut mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi berasal dari kata Latin imbibere yang berarti “menyelundup”. Proses imbibisi yang terjadi pada biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel mengalami imbibisi, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sehingga di dalam proses imbibisi ditimbulkan panas. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah keluar secara difusi. Peristiwa imbibisi pada hakekatnya tidak lain adalah suatu proses difusi. Sel-sel biji kering mempunyai nilai osmosis tinggi, sehingga molekul-molekul air berdifusi ke dalam sel biji kering. Peristiwa imbibisi juga hekekatnya adalah peristiwa osmosis. Dinding sel-sel kulit biji kering adalah permeabel untuk molekul-molekul air. Sehingga molekul air dengan mudahnya melewati pori yang ada pada dinding sel tersebut (Advinda, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, semakin lama perendaman pada biji timun (Cucumis sativus) maka semakin cepat pula perkecambahan bijinya.
Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji dan merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji
Luas persinggungan antara benih dan air tanah prodben mkalah fixUnzila Illa Ika
Abstrak: Perkecambahan merupakan permulaan
munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan
pecahnya kulit biji dan munculnya semai. Faktorfaktor
yang terpenting pada umumnya
mempengaruhi perkecambahan biji-biji adalah air,
aerasi, temperatur, dan cahaya. Laju perkecambahan
berlangsung lebih lambat pada kelembaban tanah
yang mendekati titik layu. Kandungan air yang
kurang dari batas optimum biasanya menghasilkan
imbibisi sebagian dan memperlambat atau menahan
perkecambahan. Imbibisi ditentukan oleh jenis
benih/tanaman, selain itu juga ditentukan oleh faktor
luar sepertti ketersediaan air dalam media tumbuh
antara biji dan air tanah. Oleh karena itu tujuan dari
praktikum ini untuk mengetahui luas persinggungan
antara benih dan air tanah (seed-soil contact). Dalam
praktikum ini mengunakan biji kacang tanah yang
ditanam di lubang sterofoam yang telah di lubangi.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa
jumlah benih yang berkecambah pada ukuran
sterofoam besar terdapat 6 benih, ukuran sedang
terdapat 2 benih, sedangkan pada ukuran kecil
terdapat 7 benih yang berkecambah. Setelah tujuh
hari dilakukan pengamatan banyak benih kacang
tanah tidak tumbuh yang disebakan oleh faktor
internal dan faktor eksternal.
Kata Kunci: Perkecambahan, Imbibisi, Kacang
Tanah
INDUKSI POLIPLOIDI DENGAN PEMBERIAN KOLKHISIN PADA TANAMAN PACAR AIR (Impatie...Devi Ningsih
Kolkisin berperan menghambat tahap metaphase pada pembelahan sel dengan menghambat pembentukan benang gelendong. Induksi poliploid menggunakan kolkisin mengakibatkan peningkatan jumlah kromosom tanaman pacar air. Laju pertumbuhan tanaman pacar air yang diinduksi kolkisin lebih lambat dibandingkan tanaman kontrol.
Biokimia Pangan (Beras, Jagung dan Sagu)Fathmasari
Sumber bahan pangan alternatif adalah sumber bahan makanan selain makanan pokok (nasi) yang kandungan kalori dan gizinya menyerupai nasi. Sumber bahan pangan biasanya berasal dari tanaman contohnya jagung dan sagu
Similar to Imbibisi Pada Perkecambahan Benih By Unzila Illa I. (131) (20)
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Imbibisi Pada Perkecambahan Benih By Unzila Illa I. (131)
1. 1
IMBIBISI PADA PERKECAMBAHAN BENIH
Pengaruh Kadar Air Media Terhadap Imbibisi Air
Oleh/by:
Unzila Illa Ika Dwi Sukma Dewi
201410200311131
Agroteknologi, Fakultas Pertanian Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Senyawa Polyethilene Glycol (PEG) merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik
larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul air dengan ikatan
hidrogen. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendemonstrasikan pemahaman tentang potensial air
pada perkecambahan benih dan untuk mengetahui kadar air media terhadap imbibisi air dengan menggunakan
larutan PEG yang dapat memberikan gambaran tentang mekanisme biji merespon terhadap potensial air tanah
(soil water potensial). Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 November 2017 di Laboratorium
Agronomi FPP, Universitas Muhammadiyah Malang. Bahan yang digunakan adalah benih kedelai (Arachis
hypogaea)dan jagung (Zea mays), air destilasi, vaselin, Polyethilene Glycol (PEG). Sedangkan alat yang
digunakan adalah dark germinator, cawan petri, kertas label, gelas ukur dan alat tulis. Berdasarkan hasil
praktikum dapat diketahui bahwa persentase perkecambahan tertinggi yaitu pada benih jagung dengan potensi
osmotik 0 dengan nilai 52%. Pada benih kacang tanah (vaselin) persentase perkecambahannya 0%. Pada benih
kacang dengan potensi osmotik 0 persentase perkecambahannya 4% sedangkan pada potensi osmotik -20
persentase perkecambahannya 0%.
Kata kunci : Imbibisi, Osmotik, Polietilena Glikol (PEG)
PENDAHULUAN
Satu faktor yang mempengaruhi faktor
perkecambahan adalah air. Hal ini dicontohkan
pada tanaman di daerah tropis, air tersedia untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari
mulainya musim hujan sampai 20-30 hari setelah
hujan berhenti. Sesudah itu air semakin tidak
tersedia setelah profil tanah mengering. Biji-biji
yang disebar dipermukaan tanah mengering pada
akhir periode suplai air yang mendukung ini,
mungkin mengalami kondisi baik untuk
perkecambahan selama periode hujan yang
terisolasi, tetapi bibit yang dihasilkan dari
perkecambahan biji-biji non dorman akan segera
mati karena kekeringan. Air berpengaruh
terhadap pertumbuhan karena fungsinya dalam
metabolisme sangat besar. Selain menentukan
turgor sel sebelum sebelum membelah atau
membesar, air juga akan menentukan kecepatan
reaksi biokimia dalam sel. Berubahnya kadar air
akan mempengaruhi kadar hormon di dalam
tubuh tumbuhan (Afifah, 1990).
Senyawa Polietilena Glikol (PEG)
merupakan senyawa yang dapat menurunkan
potensial osmotik larutan melalui aktivitas
matriks sub-unit etilena oksida yang mampu
mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen.
Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam
diharapkan dapat menciptakan kondisi cekaman
karena ketersediaan air bagi tanaman menjadi
berkurang. Penambahan larutan PEG dalam
media diharapkan dapat mensimulasi kondisi
cekaman kekeringan. Eksplan yang ditanam
dalam media selektif dengan penambahan PEG
diharapkan memberikan respons yang sama
dengan yang mengalami cekaman kekeringan
(Salisbury, 1995).
Bibit atau benih yang terseleksi dengan
penggunaan PEG tersebut dapat tumbuh lebih
baik pada cekaman kekeringan dilapangan,
seperti pada tanaman jagung (Lestari, 2006).
Ukuran molekul dan konsentrasi PEG dalam
larutan menentukan besarnya potensial osmotik
larutan yang terjadi. Menurut Michel dan
Kaufmann (1973), larutan PEG 6000 dengan
konsentrasi 5% mempunyai potensial osmotic -
0,13 MPa (1,26 bar) sedangkan konsentrasi 20%
mempunyai potensial osmotic -0,71 MPa (7,06
bar). Tanah dalam kondisi kapasitas lapang
mempunyai potensial osmotic 0,33 bar dan dalam
2. 2
kondisi titik kelembaban kritis koefisien layu
mempunyai potensial osmotic 15 bar.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
mampu untuk mendemonstrasikan pemahaman
tentang potensial air pada perkecambahan benih
dan untuk mengetahui kadar air media terhadap
imbibisi air dengan menggunakan larutan PEG
yang dapat memberikan gambaran tentang
mekanisme biji merespon terhadap potensial air
tanah (soil water potensial).
BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Agronomi, Fakultas Pertanian
Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang,
pada hari Senin, 13 November 2017.
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih
kacang tanah (Arachis hypogaea) dan jagung
(Zea mays), air destilasi, vaselin, Polyethilene
Glycol (PEG). Sedangkan alat yang digunakan
adalah dark germinator, cawan petri, kertas label,
gelas ukur, pipet dan alat tulis.
Prosedur Praktikum
Tahapan Kegiatan
Adapun tahapan kegiatan dari paraktikum
ini adalah menyiapkan larutan PEG dengan
potensial osmotik (ψw): 0, dan -20 dengan cara
mealrutkan PEG masing-masing sebanyak 0 g
dan 32,5 g per 100 ml air destilasi. Kemudian
menyiapkan tiga kelompok benih yakni benih
kacang tanah yang diolesi vaselin, kacang tanah
dan jagung. Menyiapkan sebanyak 2 cawan petri
untuk masing-masing kategori benih, (satu cawan
petri untuk potensial osmotik 0 dan satu lagi
untuk potensial osmotik -20) sehingga
membutuhkan 2 cawan petri. Memasukkan
dengan hati-hati 100 ml larutan PEG per cawan
petri (sesuai perlakuan) kedalam cawan petri.
(perlakuan A 100 ml PEG -30 terdiri dari 10
benih kacang vaselin, 10 benih kacang, 10 benih
jagung). Meletakkan 10 benih pada cawan petri
(sesuai perlakuan dan kategori). Menutup
permukaan atas cawan petri agar laju evaporasi
ditekan serendah mungkin. Menyimpan kesemua
cawan petri ke dalam dark germinator pada suhu
250
C selama 7 hari. Pada hari kedelapan
mengambil semua cawan petri dan membuka
tutupnya, kemudian menghitung berapa banyak
benih yang berkecambah pada masing-masing
kelompok benih. Setelah itu mencatat hasil
pengamatan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara
kuantitatif dengan cara mengumpulkan data hasil
pengamatan kemudian menghitung persentase
perkecambahan dari benih yang digunakan
kemudian menyimpulkannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Praktikum Pengaruh Kadar Air
Terhadap Imbibisi Air
Kelompok Benih
Tekanan Osmotik (Bars)
% Perkecambahan
0 -20
Kacang tanah
(vaselin)
0 0
Kacang tanah 4 0
Jagung 52 26
Berdasarkan hasil praktikum pengaruh
kadar air media terhadap imbibisi air yaitu
diperoleh data yang menunjukkan bahwa
benih kacang tanah (vaselin) dengan
potensial osmotik 0 dan -20 sampai pada hari
ke delapan dapat diketahui bahwa benih tidak
ada yang berkecambah. Faktor tekanan
osmotik PEG menunjukkan pengaruh nyata
terhadap perlakuan benih kacang tanah
(vaselin). Pada hari ke delapan benih
menunjukkan ciri-ciri menggelembung atau
menggembang. Menurut Bewley (1994),
penggelembungan terjadi karena jaringan
yang didalam benih mulai terganggu akiat
masuknya PEG kedalam benih sehingga
benih tidak mampu berkecamah karena
hadirnya zat penghambat perkecambahan
dalam embrio.
3. 3
Sedangkan pada benih kacang tanah
dengan potensial osmotik 0 dan -20 hanya
ada 4% yang berkecambah yaitu pada
potensial osmotik 0. Pada potensial osmotik -
20 tidak ada benih yang berkecambah. Benih
kacang tanah tidak mampu berkecambah
secara normal dan banyak terserang
cendawan.
Hal ini sejalan dengan penelitian
Widoretno (2002), yang menyatakan bahwa
perkecambahan benih kacang tanah menurun
akibat meningkatnya konsentrasi PEG pada
media perkecambahan. Hal ini diduga terjadi
karena semakin terhambatnya proses
metabolisme sel akibat cekaman kekeringan
yang disimulasikan dengan PEG. Pengujian
benih dilakukan dengan cara simulasi kondisi
kekeringan menggunakan Polyethylen Glycol
(PEG). Penggunaan PEG menyebabkan
penurunan potensial air secara homogen
sehingga dapat digunakan untuk meniru
besarnya potensial air tanah (Michel, 1973).
Larutan PEG menyeimbangkan potensial air
antara benih dan media osmotic. PEG adalah
larutan yang dapat menurunkan potensial
osmotic pada benih dan merupakan larutan
yang mampu mengikat air.
Pada perkecambahan benih jagung
dengan potensial osmotik 0 dan -20 terlihat
adanya benih yang berkecambah. Jumlah
benih yang berkecambah pada potensial
osmotik 0 adalah 52% sedangkan pada
perkecambahan dengan potensial osmotik -
20 adalah 26%. Hal ini menunjukan bahwa
daya perkecambahan yang baik yaitu pada
potensial osmotik 0. Konsentrasi PEG yang
terlalu tinggi akan membuat enzim dan
substrat yang bereaksi menjadi encer
sehingga metabolisme menjadi lambat dan
mengakibatkan benih tidak dapat
berkecambah (Azhari, 1995). Dengan begitu
dapat disimpulkan bahwa benih jagung
mampu tumbuh lebih baik dari pada benih
lainnya. Bibit atau benih yang terseleksi
dengan penggunaan PEG tersebut dapat
tumbuh lebih baik pada cekaman kekeringan
dilapangan, seperti pada tanaman jagung
(Lestari, 2006).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat
disimpulkan bahwa:
1. Persentase perkecambahan tertinggi
yaitu pada benih jagung dengan potensi
osmotik 0 dengan nilai 52%.
2. Pada benih kacang tanah (vaselin)
persentase perkecambahannya 0%.
3. Pada benih kacang tanah dengan
potensi osmotik 0 persentase
perkecambahan 4% sedangkan pada
potensi osmotik -20 persentase
perkecambahannya 0 %
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Siti. 1990. Pengaruh Kondisi Kulit
Benih terhadap Viabilitas Benih pada
Berbagai Varietas Kedelai.
Laporan Karya Ilmiah. Institut
Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian.
Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor.
Azhari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budaya.
Jakarta. UI Press.
Bewley, J. Derek and Michael Black. 1994.
Seed Physicology of Development and
Germination. Plenum Press. New
York.
Lestari, Endang Gati. 2006. “Identifikasi
Sonakloni Padi Gajah Mungkur Towuti
dan IR64 Tahan Kekeringan
Menggunakan Polythehylene glycol”.
Balai Besar Penelitian Bioteknologi
Dan Sumber Daya. Genetika Pertanian
Bogor. Buletin Agronomi. (34) (2):71-
78.
Michael, B. E., and M. R. Kaufmann. 1973.
“The Osmotic Potential of
4. 4
Polyethylene Glycol 6000”. Plant
Physiol. 51 : 914-916.
Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.
Bandung. ITB Press.
Widoretno, W. 2002. “Efektivitas Polietilena
Glikol untuk Mengevaluasi Tanggapan
Genotipe Kedelai Terhadap Cekaman
Kekeringan Pada Fase
Perkecambahan”. Hayati. 9 (2): 33-36.