Maret 2020, bangsa Indonesia diuji dengan kedatangan ‘tamu’ bernama Covid-19 alias virus Corona. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, tersebut nyaris menyasar seluruh sektor kehidupan. Kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Tiga bulan berlalu, seluruh elemen bangsa ini terus berjuang melewati fase pandemi ini. Pemerintah pusat, daerah, bahu-membahu saling bersinergi membuat kebijakan. Dimulai dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar) hingga sekarang dengan mulai diimplementasikannya ’Adaptasi Kebiasaan Baru’.
Apa yang dilakukan pemerintah sejatinya untuk menegakan kembali sendi-sendi perekonomian yang notabene terdampak Covid-19. Masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah amat merasakan dampak dari virus ini.
Corona memang belum pergi dari Bumi Nusantara. Tapi, semangat untuk terus bekerja, berkarya, harus terus hidup. Untuk itulah, di edisi Juli 2020, BRAFOPMK mengangkat topik ‘Adaptasi Kebiasaan Baru, Tantangan Baru’ sebagai ikhtiar untuk membangun narasi optimisme.
Peran Perempuan di Masa Pandemi
Dua tahun sudah virus Covid-19 menjangkit Indonesia, sejak diumumkan pada awal Maret 2019 lalu. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengusir virus ini dari nusantara. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hingga vaksinasi yang kini masih berlangsung.
Semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi mengalami dampak dari Covid-19. Lalu bagaimana ketahanan keluarga masih bisa terjaga di masa pandemi seperti ini? Jawabannya tentu tak lepas dari peran perempuan tangguh dalam menghadapi kondisi sulit.
Karakter R. A Kartini yang khas dengan sikap berani, optimis, mandiri, dan tekad yang kuat diharapkan dapat diterapkan oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, perempuan di dalam keluarga memiliki peranan yang sangat penting, terlebih sebagai seorang ibu. Dibutuhkan ketangguhan dalam menghadapi perubahan-perubahan perilaku dalam kebiasaan keluarga maupun masyarakat.
Tak hanya dituntut untuk bisa mengendalikan emosinya sendiri, perempuan atau seorang ibu di rumah juga harus bisa menjaga kondusifitas seluruh anggota keluarga. Sebab di masa pandemi, semua anggota keluarga yang biasanya beraktifitas di luar menjadi harus stay at home (di rumah saja).
Berkenaan dengan momentum Hari Kartini, Majalah Brafo PMK edisi April 2021 ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Muai dari peranan di dalam keluarga, hingga kontribusi perempuan di sektor pendidikan hingga ekonomi. Selamat membaca.
Upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul tak boleh padam. Pandemi bukanlah halangan bagi untuk terus berikhtiar mewujudkan generasi SDM yang unggul dan inovatif.
Kondisi pandemi dengan segala dampak di setiap sendi kehidupan ini justru menyadarkan semua pihak betapa penting SDM tangguh yang mampu bergerak dengan cara-cara luar biasa dan beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan.
Salah satu tantangan terbesar adalah stunting alias gagal pertumbuhan pada anak. Ya stunting menjadi momok dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan SDM.
Berdasar data Survei Status Gizi Balita Indonesia Tahun 2019 Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa 27,7% anak Balita Indonesia mengalami stunting. Artinya ada sekitar 6,5 juta balita Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan stunting di masa mendatang.
Sementara untuk jumlah kasus stunting tertinggi berada di Kabupaten Sumba Barat Daya, yakni 30,1%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sekitar 27%.
Kondisi yang tentunya patut dicermati. Itu pula yang kemudian melatari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy melakukan pemantauan langsung ke lapangan. Terutama menyambangi daerah-daerah yang memang secara statistik memiliki angka stunting cukup tinggi.
Presiden Jokowi menargetkan angka stunting turun hingga mencapai 14% pada tahun 2024. Artinya sejak dari sekarang ada waktu sekitar empat tahun untuk mewujudkannya. Sulitkah? tentu tidak ketika semua saling bahu-membahu menekan angka stunting.
Seperti yang disampaikan Menko PMK, persoalan stunting tidak bisa ditangani oleh satu pihak melainkan lintas sektoral. Bukan hanya pemerintah, namun juga para pemangku kepentingan terkait termasuk para tokoh masyarakat dan kepala adat.
Pasalnya, hanya dengan sinergi lintas sektoral negara akan mampu menangani persoalan stunting, terutama untuk mencapai target pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut sebagaimana target dan fokus pemerintah lima tahun ke depan sesuai RPJMN 2020-2024.
Sinergi menjadi kunci bagaimana menekan angka stunting. Tidak mengandalkan pemerintah semata, tapi bagaimana mengkapitalisasi semua potensi yang ada di luar eksekutif untuk mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
Untuk itulah, di edisi penghujung akhir tahun 2020 ini, Brafo PMK mengulas bagaimana perspektif persoalan stunting dari berbagai sektor. Selamat membaca. (*)
Acungan jempol pantas dialamatkan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Menteri Muhadjir terus bergerilya ke daerah-daerah di pelosok negeri, untuk memantau penanganan Covid-19 sekaligus penyaluran bantuan pemerintah.
Di sisi lain, tak sedikit masyarakat yang ‘terlena’ dalam arti mulai lupa dengan penerapan protokol kesehatan: mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Alasannya beragam, mulai dari jenuh, risih, hingga menganggap Covid-19 sudah hilang. Kondisi ini tentu tak boleh terjadi. Semua harus sadar bahwa menjaga protokol kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.
Itu yang kemudian menjadi salah satu tema sentral Majalah BrafoPMK edisi November 2020. Bulan November yang notabene ’Hari Pahlawan’, menjadi momentum bagi kita semua untuk menjadi ‘Pahlawan di Tengah Pandemi’. Menggelorakan semangat untuk berjuang dalam memberantas Covid-19.
Satu cerita menarik diulas pada rubrik ‘Revolusi Mental’. Sosok Musriah bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Di tengah pandemi, Musriah bersama sejumlah warga setempat melayani masyarakat lewat progrm E-Warong.
Selamat menikmati.
Lebaran Tanpa Mudik, Tak Berarti Memutus Silaturahmi
Menjadi tradisi di Indonesia, mudik diartikan dengan tradisi pulang kampung menjelang hari raya besar keagamaan, terutama Lebaran Idul Fitri. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat yang tersebar di perantauan, selain yang utama silaturahmi dengan orang tua.
Sayang, pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, sehingga mengharuskan masyarakat menahan diri untuk mudik ke kampung halaman pada momen Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi ini. Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021.
Keputusan tersebut diambil untuk mencegah peningkatan angka penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Larangan mudik lebaran ditetapkan sejak tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Tujuannya mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya, yaitu pada momentum beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.
Kebijakan ini tentunya mengundang pro dan kontra, karena banyak pihak yang merasa kecewa tak bisa bertemu keluarga di hari lebaran. Di sisi lain tak sedikit pula yang mendukung kebijakan ini, larangan mudik menjadi keputusan berat yang harus diambil pemerintah demi menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19.
Namun, meski tak bisa tatap muka secara langsung di lebaran tahun ini seluruh masyarakat hingga pejabat negara, masih bisa memanfaatkan teknologi untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat di kampung halaman.
Peniadaan mudik tidak menghalangi masyarakat untuk bersilaturahmi dan merayakan hari kemenangan. Tidak mudik bukan berarti kita kehilangan kesyahduan, kebersamaan, dan silaturahmi dari peristiwa Hari Raya Idulfitri.
Berkenaan dengan momentum hari Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi, Majalah Brafo PMK edisi Mei 2021 ini akan membahas mengenai kebijakan larangan mudik lebaran hingga pemanfaatan teknologi untuk menyambung silaturahmi. Selamat membaca.
Menjiwai Pancasila
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Tak dapat dipungkiri, selama 76 tahun berlalu sejak Indonesia merdeka tahun 1945, ketika pertama kalinya Hari Lahir Pancasila dirumuskan, belum seluruhnya warga negara Indonesia memahami bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. Pancasila masih sebatas ucapan bibir, belum sepenuhnya dijiwai dan diamalkan untuk kemajuan bangsa.
Padahal, seperti yang diucapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, bahwa Pancasila merupakan titik temu terhadap berbagai perbedaan yang ada di Indonesia, mulai dari suku, agama, ras dan kepercayaan.
Sebagai ideologi, Pancasila menjadi simbol keberagaman sebagaimana hasil kesepakatan dari para pendiri bangsa. Pancasila telah menjadi konsensus nasional, dari semua golongan masyarakat di Indonesia.
Karenanya, implementasi dari seluruh nilai Pancasila harus dilakukan dengan tindakan nyata oleh masyarakat, terlebih di tengah bencana pandemi Covid-19 yang saat ini masih kita hadapi.
Sejatinya di tengah situasi sulit ini, momentum Hari Lahir Pancasila bisa menjadi pemantik semangat persatuan bangsa. Mewujudkan Pancasila sebagai pedoman dalam bertindak melalui sikap toleransi, serta gotong royong menuju Indonesia Maju.
Dua tahun lamanya, bangsa ini memikul beban berat di tengah pandemi Covid-19. Segala sektor terpuruk. Namun kita tidak boleh tinggal diam, dan hanya pasrah. Pendidikan harus kembali bangkit, kesehatan harus pulih, dan ekonomi kembali berdaya.
Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk bangkit dan melawan kondisi ketidakpastian ini harus kita dukung. Sebab keberlangsungan bangsa bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga butuh peran optimal dari seluruh masyarakat Indonesia.
Terbaru, pemerintah meluncurkan Program Vaksinasi Gotong Royong yang dimulai 17 Mei 2021. Mengutip Permenkes Nomor 10 Tahun 2021, vaksinasi gotong royong diwujudkan dengan pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pendanaannya dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.
Maka, implementasinya para penerima program vaksinasi gotong royong tidak akan dipungut bayaran atau gratis. Biaya untuk membeli vaksin dari program vaksinasi gotong royong ditanggungkan kepada perusahaan atau badan hukum yang menaungi pekerja.
Bertepatan dengan momentum Hari Lahir Pancasila ini, Majalah BRAFOPMK akan mengulas mengenai Program Vaksinasi Gotong Royong. Mulai dari kebijakan, hingga mekanismenya. Selamat membaca.(*)
Kesadaran dan kedisiplinan menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19. Ya, hanya dengan itu, tingginya angka orang yang positif bisa ditekan. Sekilas mudah, tapi implementasi di lapangannya begitu sulit.
Beberapa bulan pasca Adaptasi Kebiasaan Baru, kekhawatiran muncul. Masyarakat mulai lupa dengan protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo dan jajaran kementeriannya, tak henti-hentinya mengkampanyekan pentingnya penguatan protokol kesehatan. Pun demikian yang dilakukan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Protokol Kesehatan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Di Edisi September 2020 ini, Majalah BRAFOPMK mengulas bagaimana pemerintah merancang gerakan nasional menggunakan masker menjadi sebuah budaya bagi masyarakat melalui penyelarasan dengan kearifan lokal.
Selain itu, pada edisi kali ini BRAFOPMK juga mengulas sosok guru inspiratif bernama Naharudin. Seorang guru di Desa Teratak, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang gigih mengantarkan pendidikan hingga ke rumah-rumah muridnya, ditengah keterbatasan kondisi pandemi ini.
Tak terasa, periode kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin sudah
setahun. Dilantik Oktober 2019 lalu, duet kepemimpinannya terus berbuat untuk bangsa.
Tentu selama setahun ini, ada banyak keberhasilan yang dicapai kementerian-kementerian, termasuk 7 kementerian di bawah Kemenko PMK. Sekalipun memang belum maksimal
lantaran masih baru setahun pemerintahan.
Ditambah lagi kondisi pandemi Covid-19 yang mulai melanda
negeri ini sejak Februari kemarin, yang memang banyak mengubah aspek kehidupan. Termasuk rencana impelentasi program di lingkup kementerian.
Itu pula yang kemudian melatari tema Majalah Brafo PMK di bulan Oktober ini. Tim redaksi mengulik capaian dari salah satu program kementerian di bawah Kemenko PMK, yang dibingkai dalam BRAFOPMK edisi Oktober dengan judul KERJA, KERJA, KERJA.
Maret 2020, bangsa Indonesia diuji dengan kedatangan ‘tamu’ bernama Covid-19 alias virus Corona. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, tersebut nyaris menyasar seluruh sektor kehidupan. Kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Tiga bulan berlalu, seluruh elemen bangsa ini terus berjuang melewati fase pandemi ini. Pemerintah pusat, daerah, bahu-membahu saling bersinergi membuat kebijakan. Dimulai dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar) hingga sekarang dengan mulai diimplementasikannya ’Adaptasi Kebiasaan Baru’.
Apa yang dilakukan pemerintah sejatinya untuk menegakan kembali sendi-sendi perekonomian yang notabene terdampak Covid-19. Masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah amat merasakan dampak dari virus ini.
Corona memang belum pergi dari Bumi Nusantara. Tapi, semangat untuk terus bekerja, berkarya, harus terus hidup. Untuk itulah, di edisi Juli 2020, BRAFOPMK mengangkat topik ‘Adaptasi Kebiasaan Baru, Tantangan Baru’ sebagai ikhtiar untuk membangun narasi optimisme.
Peran Perempuan di Masa Pandemi
Dua tahun sudah virus Covid-19 menjangkit Indonesia, sejak diumumkan pada awal Maret 2019 lalu. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengusir virus ini dari nusantara. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hingga vaksinasi yang kini masih berlangsung.
Semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi mengalami dampak dari Covid-19. Lalu bagaimana ketahanan keluarga masih bisa terjaga di masa pandemi seperti ini? Jawabannya tentu tak lepas dari peran perempuan tangguh dalam menghadapi kondisi sulit.
Karakter R. A Kartini yang khas dengan sikap berani, optimis, mandiri, dan tekad yang kuat diharapkan dapat diterapkan oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, perempuan di dalam keluarga memiliki peranan yang sangat penting, terlebih sebagai seorang ibu. Dibutuhkan ketangguhan dalam menghadapi perubahan-perubahan perilaku dalam kebiasaan keluarga maupun masyarakat.
Tak hanya dituntut untuk bisa mengendalikan emosinya sendiri, perempuan atau seorang ibu di rumah juga harus bisa menjaga kondusifitas seluruh anggota keluarga. Sebab di masa pandemi, semua anggota keluarga yang biasanya beraktifitas di luar menjadi harus stay at home (di rumah saja).
Berkenaan dengan momentum Hari Kartini, Majalah Brafo PMK edisi April 2021 ini akan membahas mengenai peran perempuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Muai dari peranan di dalam keluarga, hingga kontribusi perempuan di sektor pendidikan hingga ekonomi. Selamat membaca.
Upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul tak boleh padam. Pandemi bukanlah halangan bagi untuk terus berikhtiar mewujudkan generasi SDM yang unggul dan inovatif.
Kondisi pandemi dengan segala dampak di setiap sendi kehidupan ini justru menyadarkan semua pihak betapa penting SDM tangguh yang mampu bergerak dengan cara-cara luar biasa dan beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan.
Salah satu tantangan terbesar adalah stunting alias gagal pertumbuhan pada anak. Ya stunting menjadi momok dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan SDM.
Berdasar data Survei Status Gizi Balita Indonesia Tahun 2019 Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa 27,7% anak Balita Indonesia mengalami stunting. Artinya ada sekitar 6,5 juta balita Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan stunting di masa mendatang.
Sementara untuk jumlah kasus stunting tertinggi berada di Kabupaten Sumba Barat Daya, yakni 30,1%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sekitar 27%.
Kondisi yang tentunya patut dicermati. Itu pula yang kemudian melatari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy melakukan pemantauan langsung ke lapangan. Terutama menyambangi daerah-daerah yang memang secara statistik memiliki angka stunting cukup tinggi.
Presiden Jokowi menargetkan angka stunting turun hingga mencapai 14% pada tahun 2024. Artinya sejak dari sekarang ada waktu sekitar empat tahun untuk mewujudkannya. Sulitkah? tentu tidak ketika semua saling bahu-membahu menekan angka stunting.
Seperti yang disampaikan Menko PMK, persoalan stunting tidak bisa ditangani oleh satu pihak melainkan lintas sektoral. Bukan hanya pemerintah, namun juga para pemangku kepentingan terkait termasuk para tokoh masyarakat dan kepala adat.
Pasalnya, hanya dengan sinergi lintas sektoral negara akan mampu menangani persoalan stunting, terutama untuk mencapai target pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut sebagaimana target dan fokus pemerintah lima tahun ke depan sesuai RPJMN 2020-2024.
Sinergi menjadi kunci bagaimana menekan angka stunting. Tidak mengandalkan pemerintah semata, tapi bagaimana mengkapitalisasi semua potensi yang ada di luar eksekutif untuk mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
Untuk itulah, di edisi penghujung akhir tahun 2020 ini, Brafo PMK mengulas bagaimana perspektif persoalan stunting dari berbagai sektor. Selamat membaca. (*)
Acungan jempol pantas dialamatkan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Menteri Muhadjir terus bergerilya ke daerah-daerah di pelosok negeri, untuk memantau penanganan Covid-19 sekaligus penyaluran bantuan pemerintah.
Di sisi lain, tak sedikit masyarakat yang ‘terlena’ dalam arti mulai lupa dengan penerapan protokol kesehatan: mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Alasannya beragam, mulai dari jenuh, risih, hingga menganggap Covid-19 sudah hilang. Kondisi ini tentu tak boleh terjadi. Semua harus sadar bahwa menjaga protokol kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.
Itu yang kemudian menjadi salah satu tema sentral Majalah BrafoPMK edisi November 2020. Bulan November yang notabene ’Hari Pahlawan’, menjadi momentum bagi kita semua untuk menjadi ‘Pahlawan di Tengah Pandemi’. Menggelorakan semangat untuk berjuang dalam memberantas Covid-19.
Satu cerita menarik diulas pada rubrik ‘Revolusi Mental’. Sosok Musriah bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Di tengah pandemi, Musriah bersama sejumlah warga setempat melayani masyarakat lewat progrm E-Warong.
Selamat menikmati.
Lebaran Tanpa Mudik, Tak Berarti Memutus Silaturahmi
Menjadi tradisi di Indonesia, mudik diartikan dengan tradisi pulang kampung menjelang hari raya besar keagamaan, terutama Lebaran Idul Fitri. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat yang tersebar di perantauan, selain yang utama silaturahmi dengan orang tua.
Sayang, pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, sehingga mengharuskan masyarakat menahan diri untuk mudik ke kampung halaman pada momen Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi ini. Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021.
Keputusan tersebut diambil untuk mencegah peningkatan angka penyebaran Covid-19. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Larangan mudik lebaran ditetapkan sejak tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Tujuannya mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya, yaitu pada momentum beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.
Kebijakan ini tentunya mengundang pro dan kontra, karena banyak pihak yang merasa kecewa tak bisa bertemu keluarga di hari lebaran. Di sisi lain tak sedikit pula yang mendukung kebijakan ini, larangan mudik menjadi keputusan berat yang harus diambil pemerintah demi menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19.
Namun, meski tak bisa tatap muka secara langsung di lebaran tahun ini seluruh masyarakat hingga pejabat negara, masih bisa memanfaatkan teknologi untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat di kampung halaman.
Peniadaan mudik tidak menghalangi masyarakat untuk bersilaturahmi dan merayakan hari kemenangan. Tidak mudik bukan berarti kita kehilangan kesyahduan, kebersamaan, dan silaturahmi dari peristiwa Hari Raya Idulfitri.
Berkenaan dengan momentum hari Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah/2021 Masehi, Majalah Brafo PMK edisi Mei 2021 ini akan membahas mengenai kebijakan larangan mudik lebaran hingga pemanfaatan teknologi untuk menyambung silaturahmi. Selamat membaca.
Menjiwai Pancasila
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Tak dapat dipungkiri, selama 76 tahun berlalu sejak Indonesia merdeka tahun 1945, ketika pertama kalinya Hari Lahir Pancasila dirumuskan, belum seluruhnya warga negara Indonesia memahami bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. Pancasila masih sebatas ucapan bibir, belum sepenuhnya dijiwai dan diamalkan untuk kemajuan bangsa.
Padahal, seperti yang diucapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, bahwa Pancasila merupakan titik temu terhadap berbagai perbedaan yang ada di Indonesia, mulai dari suku, agama, ras dan kepercayaan.
Sebagai ideologi, Pancasila menjadi simbol keberagaman sebagaimana hasil kesepakatan dari para pendiri bangsa. Pancasila telah menjadi konsensus nasional, dari semua golongan masyarakat di Indonesia.
Karenanya, implementasi dari seluruh nilai Pancasila harus dilakukan dengan tindakan nyata oleh masyarakat, terlebih di tengah bencana pandemi Covid-19 yang saat ini masih kita hadapi.
Sejatinya di tengah situasi sulit ini, momentum Hari Lahir Pancasila bisa menjadi pemantik semangat persatuan bangsa. Mewujudkan Pancasila sebagai pedoman dalam bertindak melalui sikap toleransi, serta gotong royong menuju Indonesia Maju.
Dua tahun lamanya, bangsa ini memikul beban berat di tengah pandemi Covid-19. Segala sektor terpuruk. Namun kita tidak boleh tinggal diam, dan hanya pasrah. Pendidikan harus kembali bangkit, kesehatan harus pulih, dan ekonomi kembali berdaya.
Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk bangkit dan melawan kondisi ketidakpastian ini harus kita dukung. Sebab keberlangsungan bangsa bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga butuh peran optimal dari seluruh masyarakat Indonesia.
Terbaru, pemerintah meluncurkan Program Vaksinasi Gotong Royong yang dimulai 17 Mei 2021. Mengutip Permenkes Nomor 10 Tahun 2021, vaksinasi gotong royong diwujudkan dengan pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pendanaannya dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.
Maka, implementasinya para penerima program vaksinasi gotong royong tidak akan dipungut bayaran atau gratis. Biaya untuk membeli vaksin dari program vaksinasi gotong royong ditanggungkan kepada perusahaan atau badan hukum yang menaungi pekerja.
Bertepatan dengan momentum Hari Lahir Pancasila ini, Majalah BRAFOPMK akan mengulas mengenai Program Vaksinasi Gotong Royong. Mulai dari kebijakan, hingga mekanismenya. Selamat membaca.(*)
Kesadaran dan kedisiplinan menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19. Ya, hanya dengan itu, tingginya angka orang yang positif bisa ditekan. Sekilas mudah, tapi implementasi di lapangannya begitu sulit.
Beberapa bulan pasca Adaptasi Kebiasaan Baru, kekhawatiran muncul. Masyarakat mulai lupa dengan protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo dan jajaran kementeriannya, tak henti-hentinya mengkampanyekan pentingnya penguatan protokol kesehatan. Pun demikian yang dilakukan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Protokol Kesehatan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Di Edisi September 2020 ini, Majalah BRAFOPMK mengulas bagaimana pemerintah merancang gerakan nasional menggunakan masker menjadi sebuah budaya bagi masyarakat melalui penyelarasan dengan kearifan lokal.
Selain itu, pada edisi kali ini BRAFOPMK juga mengulas sosok guru inspiratif bernama Naharudin. Seorang guru di Desa Teratak, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang gigih mengantarkan pendidikan hingga ke rumah-rumah muridnya, ditengah keterbatasan kondisi pandemi ini.
Tak terasa, periode kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin sudah
setahun. Dilantik Oktober 2019 lalu, duet kepemimpinannya terus berbuat untuk bangsa.
Tentu selama setahun ini, ada banyak keberhasilan yang dicapai kementerian-kementerian, termasuk 7 kementerian di bawah Kemenko PMK. Sekalipun memang belum maksimal
lantaran masih baru setahun pemerintahan.
Ditambah lagi kondisi pandemi Covid-19 yang mulai melanda
negeri ini sejak Februari kemarin, yang memang banyak mengubah aspek kehidupan. Termasuk rencana impelentasi program di lingkup kementerian.
Itu pula yang kemudian melatari tema Majalah Brafo PMK di bulan Oktober ini. Tim redaksi mengulik capaian dari salah satu program kementerian di bawah Kemenko PMK, yang dibingkai dalam BRAFOPMK edisi Oktober dengan judul KERJA, KERJA, KERJA.
Tahun 2020 menjadi tahun yang paling kelam untuk umat manusia, tak hanya di Tanah Air namun juga dunia. Badai Covid-19 menerjang hampir seluruh negara. Adaptasi kebiasaan baru diterapkan, sektor sosial ekonomi merupakan hal yang paling terpukul akibat Pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.
Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam menanggulangi ‘bencana’ dahsyat ini. Dan mengawali 2021, Presiden Republik Indoneisa Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh kementerian untuk saling bahu membahu hadir di tengah masyarakat yang sedang kesulitan sembari berikhtiar untuk mengentaskan Covid-19. Jokowi juga secara langsung menggelontorkan Bantuan Sosial 2021 untuk membangkitkan perekonomian rakyat yang ‘babak belur’ karena Covid-19.
Tak hanya itu, pemerintah juga fokus pada suksesi vaksinasi secara massal. Meski vaksin telah ditemukan, butuh waktu yang tak sebentar untuk memerangi Covid-19, namun bukan menjadi alasan untuk berdiam diri. Itu sebabnya, BRAFO PMK Kali ini mengangkat tema ‘Optimisme Menyongsong 2021’. (*)
BRAFOPMK - Pemerintah terus berikhtiar dalam mengentaskan Covid-19 di Bumi Pertiwi. Salah satu program pemerintah yang paling dirasa sangat efisien dalam menghalau penyebaran virus mematikan tersebut dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM pertama kali diterapkan di tujuh provinsi di Jawa-Bali pada 11-25 Januari lalu. Kemudian dilanjutkan PPKM babak kedua yang berlangsung 26 Januari-8 Februari.
Dirasa cukup manjur, selanjutnya pemerintah mengganti kebijakan dengan nama baru, yakni PPKM Mikro yang berlaku 9-22 Februari. Pemerintah lantas kembali menerapkan kebijakan tersebut diperkuat dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2021. PPKM terus berjalan, pemerintah juga berupaya keras untuk melakukan Vaksinasi Covid-19 secara berkala. Hingga kini, kedua program tersebut (PPKM dan Vaksinasi) berjalan beriringan, hasilnya cukup mujarab.
Terbukti, dari statistik yang ada, angka kasus Covid-19 terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini menjadi bukti kerja keras pemerintah dalam melindungi keselamatan masyarakat, berharap Covid-19 bisa benar-benar tertangani hingga tuntas. Sebab itu, Brafo PMK edisi Maret 2021 ini menyoroti program PPKM dan vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah.
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak, masih menjadi sebuah fenomena layaknya gunung es. Kondisi ini semakin parah, dengan stigma sosial bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah aib, sehingga para korban enggan melapor kepada orang tua dan pihak yang berwajib.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus
Sedangkan di tahun 2021, dihimpun dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak hingga 3 Juni, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Tentunya, kondisi ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Orang tua harus bisa lebih peka, dalam mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Upaya-upaya pencegahan juga harus dilakukan semua pihak, mulai dari orang tua, jajaran sekolah, hingga masyarakat luas. Salah satunya dengan memperkuat wawasan mengenai sex edukasi serta pentingnya setiap anak untuk menjaga diri dari pergaulan bebas.
Selain itu, kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang. Terutama berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga mereka dewasa.
Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, maupun otoritas negara.
Pada momentum Hari Anak Nasional yang diperingati tanggal 23 Juli 2021, kita semua berharap agar kasus kekerasan pada anak bisa ditekan, bahkan hilang dari bumi nusantara. Anak-anak Indonesia harus bisa bermain, belajar, dan berkehidupan dengan tenang dan gembira.
Di edisi Juli 2021, Majalah BRAFOPMK akan membahas lebih dalam mengenai kasus kekerasan pada anak, beserta upaya-upaya yang harus dilakukan. Selamat membaca.(*)
Tahun 2020 menjadi tahun yang paling kelam untuk umat manusia, tak hanya di Tanah Air namun juga dunia. Badai Covid-19 menerjang hampir seluruh negara. Adaptasi kebiasaan baru diterapkan, sektor sosial ekonomi merupakan hal yang paling terpukul akibat Pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.
Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam menanggulangi ‘bencana’ dahsyat ini. Dan mengawali 2021, Presiden Republik Indoneisa Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh kementerian untuk saling bahu membahu hadir di tengah masyarakat yang sedang kesulitan sembari berikhtiar untuk mengentaskan Covid-19. Jokowi juga secara langsung menggelontorkan Bantuan Sosial 2021 untuk membangkitkan perekonomian rakyat yang ‘babak belur’ karena Covid-19.
Tak hanya itu, pemerintah juga fokus pada suksesi vaksinasi secara massal. Meski vaksin telah ditemukan, butuh waktu yang tak sebentar untuk memerangi Covid-19, namun bukan menjadi alasan untuk berdiam diri. Itu sebabnya, BRAFO PMK Kali ini mengangkat tema ‘Optimisme Menyongsong 2021’. (*)
BRAFOPMK - Pemerintah terus berikhtiar dalam mengentaskan Covid-19 di Bumi Pertiwi. Salah satu program pemerintah yang paling dirasa sangat efisien dalam menghalau penyebaran virus mematikan tersebut dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM pertama kali diterapkan di tujuh provinsi di Jawa-Bali pada 11-25 Januari lalu. Kemudian dilanjutkan PPKM babak kedua yang berlangsung 26 Januari-8 Februari.
Dirasa cukup manjur, selanjutnya pemerintah mengganti kebijakan dengan nama baru, yakni PPKM Mikro yang berlaku 9-22 Februari. Pemerintah lantas kembali menerapkan kebijakan tersebut diperkuat dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2021. PPKM terus berjalan, pemerintah juga berupaya keras untuk melakukan Vaksinasi Covid-19 secara berkala. Hingga kini, kedua program tersebut (PPKM dan Vaksinasi) berjalan beriringan, hasilnya cukup mujarab.
Terbukti, dari statistik yang ada, angka kasus Covid-19 terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini menjadi bukti kerja keras pemerintah dalam melindungi keselamatan masyarakat, berharap Covid-19 bisa benar-benar tertangani hingga tuntas. Sebab itu, Brafo PMK edisi Maret 2021 ini menyoroti program PPKM dan vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah.
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak, masih menjadi sebuah fenomena layaknya gunung es. Kondisi ini semakin parah, dengan stigma sosial bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah aib, sehingga para korban enggan melapor kepada orang tua dan pihak yang berwajib.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus
Sedangkan di tahun 2021, dihimpun dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak hingga 3 Juni, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Tentunya, kondisi ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Orang tua harus bisa lebih peka, dalam mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Upaya-upaya pencegahan juga harus dilakukan semua pihak, mulai dari orang tua, jajaran sekolah, hingga masyarakat luas. Salah satunya dengan memperkuat wawasan mengenai sex edukasi serta pentingnya setiap anak untuk menjaga diri dari pergaulan bebas.
Selain itu, kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang. Terutama berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga mereka dewasa.
Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, maupun otoritas negara.
Pada momentum Hari Anak Nasional yang diperingati tanggal 23 Juli 2021, kita semua berharap agar kasus kekerasan pada anak bisa ditekan, bahkan hilang dari bumi nusantara. Anak-anak Indonesia harus bisa bermain, belajar, dan berkehidupan dengan tenang dan gembira.
Di edisi Juli 2021, Majalah BRAFOPMK akan membahas lebih dalam mengenai kasus kekerasan pada anak, beserta upaya-upaya yang harus dilakukan. Selamat membaca.(*)
Revolusi Mental dan Peningkatan Kesejahteraan Sosialmusniumar
Revolusi mental yang hampir identik dengan revolusi akhlak telah diucapkan dan dilaksanakan Nabi Muhammad SAW.
Revolusi mental yang berintikan perbaikan akhlak manusia sangat penting dan menentukan dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya "Sesungguhnya saya di utus oleh Allah untuk menyempurnakan akklak mulia".
Perbaikan mental secara cepat yang sering disebut revolusi mental, harus mulai dari diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakar, bangsa dan negara.
Melalui revolusi mental akan terjadi perubahan cara berpikir, cara pandang, prilaku dan perangai serta perbuatan. Hasil (out put) dari revolusi mental akan menghadirkan nilai baru yaitu niat, semangat, tekad, kerja keras, disiplin, dan menghargai waktu yang merupakan prasyarat untuk meraih kemajuan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Pembangunan Daerah Tanpa APBD/APBN Dan Program Anti-RibaSetiono Winardi
Kehadiran kami melalui buku ini, akan menjawab "Bagaimana Pemerintah Daerah dapat membangun wilayahnya dengan mengikutsertakan perusahaan dalam kelompok UKM/UMKM, sehingga berdampak terhadap Penciptaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)"
Hambatan yang terjadi pada Pemerintah Daerah adalah Keterbatasan APBD/APBN untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam pembangunan daerah terpadu, dan keterbatasan modal pada perusahaan UKM, sekaligus berperang melawan RIBA yang sudah menyengsarakan Pemerintah, Perusahaan dan Individu.
Silahkan hubungi kami winardi67@gmail.com untuk mendapatkan buku panduan tersebut.
Panduan Layanan BPJS Kesehatan
PENTINGNYA PROGRAM JKN-KIS
IDENTITAS PESERTA PROGRAM JKN-KIS
HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA
KANAL LAYANAN BPJS KESEHATAN
PENDAFTARAN PESERTA JKN-KIS
PERUBAHAN DATA PESERTA JKN-KIS
IURAN PESERTA
MANFAAT DAN PROSEDUR
JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM DONASI
POLA HIDUP SEHAT
1. umihanik.blogspot.com
Gross National Happiness*
Umi Hanik
Sejenak setelah sang istri meninggalkannya karena masalah ekonomi, Will Smith yang
berperan sebagai Chris Gardner dalam film apik the Pursuit of Happiness bertanya pada
anaknya “Are you happy?”. Sang anak hanya mengangguk lemah dan Chris segera
menyahut tegas “If you happy, then I’m happy”. Dalam frame yang lain, Chris menganggap
kebahagiaan adalah wajah bahagia para broker saham sukses yang dia lihat lalu lalang di
sekitar gedung pencakar langit, penuh senyum, seolah tak ada beban hidup, punya setelan
bagus, dan mobil mengkilap. Ya mereka bahagia, batin Chris dan dia juga
menginginkannya. Dari salesman portable scanner yang hanya lulusan SMA, magang
menjadi broker saham “Saya mampu dan saya ingin belajar” kata dia saat meyakinkan
board. Nyatanya perjuangan untuk mengejar kebahagiaan memang tak pernah semudah
yang dia bayangkan.
Ditengah masalah pajak, tunggakan sewa rumah, denda parkir, scanner ilang, biaya hidup,
di kantor kerap dikerjain untuk beli minum, donat, dll Chris mencoba persistent dengan yang
dia kejar. Meski gelandangan tugas rutin karyawan magang yang tidak dibayar dia lakoni
dengan serius. Benar saja, begitu masa internship telah usai, dia dinyatakan diterima. “This
little part of my life is called as happiness” seru Chris haru membayangkan sukses dan
bahagia di depan mata. Chris meyakini bahwa kebahagiaan tidak jatuh dari langit melainkan
harus dikejar. “Don’t ever let somebody tell you that you can’t do anything. When you want
something then you will go get it, period.”
Sedikit berbeda dengan pemaknaan Chris akan kebahagiaan yang lepas dari aspek
spiritualitas. Dalam konsep Islam, kebahagiaan salah satunya dimaknai sebagai
keseimbangan pola hidup baik material maupun spiritual, selamat di dunia maupun akhirat.
Seorang muslim tidak serta merta dapat dikatakan bahagia jika ada tetangganya yang
kelaparan atau kesusahan. Dengan demikian Islam juga menyerukan kebahagiaan kolegial.
Seorang muslim dapat dikatakan berbahagia jika dia dapat berbagi. Tidak hanya berbagi
shaf ketika melaksanakan sholat secara berjamaah, tapi juga berbagi penghasilan, bonus,
komisi, dan dari tiap2 rejeki lainnya yang dia peroleh.
Dikatakan pula bahwa tingginya derajat keimanan dan ketaqwaan seseorang pada Allah
membawa kebahagiaan yang mutlak dan tak lekang oleh berbagai goncangan terhadap
konsistensi seseorang tersebut. Dalam kondisi materi yang pasang surut tidak akan
berpengaruh terhadap kadar kebahagiaan seseorang yang sudah mencapai tahap iman dan
taqwa dimaksud. Senantiasa berbahagia dalam menjalankan segala amalan dan berbagai
kewajiban sebagai umat. Menunaikan shalat, melaksanakan puasa, membayar zakat,
memberikan sedekah, tolong menolong antar sesama, serta menunaikan tugas amar maruf
nahi munkar. Kebahagiaan pada tahap ini disebut sebagai kebahagiaan tingkat tinggi.
Berbahagialah teman2 saya yang sudah sampai pada tahap ini.
Nah apa kemudian hubungan antara definisi kebahagiaan di atas dengan Gross National
Happiness (GNH) atau Kebahagiaan Nasional Bruto? Kita tahu bahwa di republik ini begitu
banyak masyarakat kita yang dari sebelum shubuh hingga ketemu shubuh lagi tak henti
bekerja untuk mengejar kebahagiaan ala Chris namun tak sedikit pula muslim yang derajat
spiritualitasnya cukup tinggi dan senantiasa berbagi kebahagiaan dengan sesama namun
mengapa secara makro potret happiness itu masih belum nampak? Semuanya nampak
buram dan suram. Ada yang salah.
Kembali ke konsep GNH, sebagaimana dijelaskan oleh keponakan Raja Bhutan yang saya
kutip dari drukpacouncil.org, konsep ini pada dasarnya diilhami oleh falsafah untuk
umihanik.blogspot.com
2. umihanik.blogspot.com
menciptakan suatu lingkungan di mana kepuasaan dan kebahagiaan rakyat yang paling
diutamakan. Konsep ini rupanya telah diperkenalkan lumayan lama oleh Bhutan sejak 1972
lalu, meski kalo boleh jujur saya baru tahu dari artikel yang dikirimkan oleh seorang teman
dan menginspirasi saya untuk menulisnya lebih jauh. Cukup menarik karena berangkat dari
nilai-nilai spiritualitas yakni salah satu ajaran Buddhisme dan unik karena diinstitusionalisasi
oleh negara. Layak pula untuk dipelajari dan dipertimbangkan setelah kita merasa tidak
cukup bahagia dengan konsep GDP dan HDI yang telah lama kita adopsi dan agung-
agungkan. Termasuk untuk menjawab kenapa potret happiness itu belum nampak di wajah
rakyat Indonesia.
Memang tidak mudah untuk mengadopsi konsep GNH. Dari beberapa informasi yang saya
dapat melalui wikipedia, konsep GNH banyak melahirkan kritik terutama terkait subyektifitas
dan tingkat kesulitan pengukurannya. Sangat sulit untuk membandingkan kebahagiaan antar
orang per orang. Saya cukup bahagia jika bisa makan rawon yang saya anggap enak,
namun mungkin bagi yang lainnya makan rawon adalah hal yang tidak terlalu istimewa dan
tidak bikin dia bahagia, hehe. Namun meski demikian Neo klasik pernah menjadikan
‘indikator kebahagiaan’ sebagai parameter untuk mengukur utilitas dan general welfare.
Memang konsep tersebut sempat dimentahkan oleh aliran neo klasik modern yang
menganggap kebahagiaan adalah menyangkut preferensi seseorang, tapi dikemudian hari
teori ini justru dinyatakan kurang tepat.
Yang menarik, Med Yones pada tahun 2006 menjadikan GNH lebih membumi karena dia
menyodorkan variabel2 yang datanya bisa dikuantifisir sehingga memudahkan para
evaluator untuk mengukurnya. Dia mengusulkan nilai GNH sebagai fungsi indeks dari total
rata-rata per kapita untuk ketujuh variable mencakup 1) Economic Wellness yang mengukur
besarnya utang konsumsi, rasio rata-rata pendapatan terhadap inflasi, dan distribusi
pendapatan; 2) Environmental Wellness menyangkut tingkat polusi dan kemacetan; 3)
Physical Wellness yang diukur dari kerentanan terhadap penyakit; 4) Mental Wellness yang
bisa dilihat dari tingkat penggunaan obat anti depresi dan naik/turunnya pasien kejiwaan; 5)
Workplace Wellness untuk mencakup ada/tidaknya tuntutan dari para pengangguran,
frekwensi ganti pekerjaan dan munculnya gugatan; 6) Social Wellness yakni ada/tidaknya
deskriminasi, keamanan, tingkat perceraian, aduan kekerasan dalam rumah tangga, tingkat
kriminalitas, dan terakhir adalah; 7) Political Wellness yang dilihat dari kualitas demokratisasi
di daerah, kebebasan individu, dan konflik luar negeri. Pengukuran ketujuh variable tersebut
dilakukan melalui survey rumah tangga dan melalui penelusuran data statistik. Meski tidak
teradministrasi secara baik, elemen data yang diajukan oleh Yones ini kita punya semua.
Jika Amartya Sen dkk mengalami banyak kritikan dan pertentangan ketika konsep HDI
pertamakali diperkenalkan maka konsep GNH ini juga patut untuk dicoba paling tidak untuk
departemen-departemen di bawah Menkokesra yang mengkoordinasikan program-program
PNPM, PKH, BLT, dll. Intinya bukan pada mau coba-coba atau tidak tapi adalah pada
pencarian konsep yang terbaik untuk mengukur apakah rakyat cukup bahagia dengan hasil-
hasil pembangunan yang konon untuk bikin rakyat lebih bahagia? Bahagia ala Chris atau
yang lainnya?
Bersama-sama dengan China dan India, GDP kita mengindikasikan kinerja ekonomi yang
cukup baik meski peringkat HDI kita jeblok (ajaib kita bisa dibawah Srilanka dan Palestina
yang habis perang saudara dan dibom Israel). Namun demikian, pemerintah masih butuh
potret yang lain untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat lebih dalam, GNH mungkin
bisa dipertimbangkan untuk alat ukur Indonesia yang lebih bahagia. Kenapa tidak?
umihanik.blogspot.com
3. Email Address : umihanik@gmail.com
Instant Messaging (with appointment) : umi.hanik@yahoo.com
Online Page : http://umihanik.blogspot.com/
Facebook : http://www.facebook.com/umi.hanik1
Twitter : http://twitter.com/umihanik
Citizenship : Indonesian
Professional Histories
1. The World Bank, Jakarta Office, May 2009 – Present; Monitoring & Evaluation (M&E)
Specialist for BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparency and Accountability) Program
2. The House Of Representatives (DPR RI), November 2007 – June 2009; Expert Staff for
Commission VI, XI, and Budget Committee, In charge for National Awakening Party
3. National Development Planning Agency (Bappenas), April 2008 – March 2009; M&E Specialist
as a Technical Assistance for the Deputy of Development Performance Evaluation (DPE); under
the AusAID-World Bank and GRS II CIDA activities
4. National Development Planning Agency (Bappenas), February 2006 – February 2008; M&E
Specialist for PMU (Project Management Unit) of PNPM SPADA (Support for Poor and
Disadvantage Area) Program
5. PT. Sinergi Pakarya Sejahtera (Sinergi Consulting), November 2005 – present; Associate
Researcher for strategic project concerning planning and public policy research
6. National Development Planning Agency (Bappenas), March 2002 – October 2005; Assistant
Specialist for State Minister Advisor on Macro Economics Studies
Educational Background
Aug 1997 - Nov 2001, Bachelor of Economics, Faculty of Economics, University of Jember
Aug 2007-Jan 2010, Master of Economics, Faculty of Economics, University of Indonesia
Summary Of Economics Legislation Advisory
1. Government Budget-Adjustment 2008 (APBN-P 2008) Law Draft, 2008
2. Transformation of Indonesian Export Bank to Export Financing Board (LPEI) Law Draft, 2008
3. Interruption material submission for the legislators during the interpellation of BLBI, 2008
4. Research development to support the inisiation of the interpellation for food inflation, 2008
5. Tax Package Draft Law (RUU KUP, PPh, PPN and PPn BM), 2008
6. Economic Crisis Mitigation Package Draft Law (Perpu 2, 3, 4/2008), 2008
7. RAPBN 2009 Law Draft, 2008
8. Fiscal stimulus package Law Draft to mitigate the economic crisis for the budget year of 2009
9. Free Trade Zone Law Draft, 2009
10. Research development to support the substance of interpellation for BBM subsidy issue in the
Budget Year of 2009, 2009
11. Other research and writing activities to support press conferences, discussion, public hearing.
Organization Background, Social And Community Involvement
1. 2009 – Present, Board of Forming Committee for the Indonesian Development Evaluation
Community (InDEC)
2. 2009-present, member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
3. 2009–present, Treasurer for Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah Batu
4. 2004-present, Tresurer for The University of Jember Alumni Association, Jakarta Branch
5. March 2008-Present, Committee for the Indonesian Moslem Student Movement (PMII) Alumni
Association, National Committee
6. April 2008-June 2009, General Secretary for Expert Forum FKB DPR RI (FORTA)
7. August 2000–July2001, Chairman of Student Executive Board Faculty of Economic (FoE),
University of Jember (UoJ)
8. 2000-2001, Member of Indonesian Economics Student Senate Association (ISMEI)
9. 2000–2001, Head of External Affairs for the University Student English Forum (USEF), UoJ
10. 1999–2000, Head of Women Empowerment, Indonesian Moslem Student Movement (PMII),
Economics Branch, UoJ
11. 1998–2001, Reporter and writer for Campus Magazine ‘Tegalboto’ and News Paper ‘Tawang
Alun’, UoJ
12. 1997–2000, Presidium Committee for Islam and Environment Research Forum, FoE, UoJ
Personal Information
Single, Moslem, Interested in writing, teaching, blogrolling-walking, and listening to top 40 music