SlideShare a Scribd company logo
0
MODUL – 4 PROSES
DEMOGRAFIS: KONSEP
DAN UKURAN MIGRASI
i
Proses Demografis:
Konsep dan Ukuran Migrasi
Tim Penyusun:
Omas Bulan Samosir, Ph.D
Rihlah Romdoniah, S.E.
Israul Hasanah, S.E.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan karunia-Nya Modul Konsep dan
Ukuran Fertilitas telah tersusun. Sehingga Modul “Proses
Demografis: Konsep dan Ukuran Migrasi” dapat digunakan
untuk meningkatkan pemahaman peserta yang tergabung
dalam Diklat Teknis Dasar-Dasar Demografi bagi ASN
BKKBN, PLKB/PKB, Mitra kerja, maupun Motivator.
Dengan adanya misi BKKBN dalam mewujudkan
pembangunan yang berwawasan kependudukan maka semua
pegawai BKKBN baik di pusat dan daerah harus memiliki
pengetahuan tentang dasar-dasar demografi.
Modul ini disusun atas kerjasama antara Pusdiklat
Kependudukan dan KB, BKKBN RI dengan Lembaga
Demografi FEB UI. Modul ini masih perlu dikembangkan oleh
masing-masing pengguna dan ditindak lanjuti melalui praktek
lansung di lapangan dalam memenuhi kebutuhan operasional
serta dari sumber kepustakaan. Saran dari berbagai pihak
untuk menyempurnakan bahan ajar sangatlah kami harapkan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya modul
ini. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat kepada
setiap peserta ajar dan pembacanya.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................1
B. Deskripsi Singkat..................................................................3
C. Manfaat Modul bagi Peserta...............................................3
D. Tujuan Pembelajaran ..........................................................4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...................................4
F. Petunjuk Belajar ..................................................................5
BAB II PENGUKURAN MIGRASI........................................................7
A. Konsep dan definisi migrasi.................................................7
B. Sumber data migrasi .........................................................15
C. Ukuran migrasi ..................................................................18
D. Latihan...............................................................................25
E. Rangkuman........................................................................26
F. Evaluasi..............................................................................26
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.........................................30
BAB III ANALISIS MIGRASI..............................................................31
A. Tingkat dan tren migrasi....................................................31
B. Pola dan perbedaan migrasi..............................................34
C. Transmigrasi di Indonesia..................................................50
D. Determinan migrasi...........................................................53
E. Latihan...............................................................................61
iv
F. Rangkuman........................................................................61
G. Evaluasi..............................................................................62
H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.........................................66
BAB IV PENUTUP ...........................................................................68
A. Rangkuman........................................................................68
B. Evaluasi..............................................................................69
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Migrasi (perpindahan) adalah komponen utama pertumbuhan
penduduk yang dapat mengurangi atau menambah jumlah
penduduk. Jika migrasi keluar dari suatu wilayah lebih besar
daripada migrasi masuk ke suatu wilayah maka migrasi akan
mengurangi jumlah penduduk. Sebaliknya, jika migrasi keluar
dari suatu wilayah lebih kecil daripada migrasi masuk ke suatu
wilayah maka migrasi akan menambah jumlah penduduk.
Migrasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian
pembangunan. Pencapaian pembangunan yang lebih baik di
suatu wilayah akan menarik penduduk untuk mendatangi
wilayah tersebut. Sementara itu, ketertinggalan dalam
pembangunan di suatu wilayah akan mendorong penduduk
untuk keluar dari wilayah tersebut.
Oleh karena itu, pengelolaan migrasi merupakan suatu
kebijakan pembangunan yang penting untuk meningkatkan
pencapaian pembangunan. Pemahaman yang tepat mengenai
2
migrasi merupakan salah satu faktor kunci untuk penyusunan
kebijakan dan pengambilan keputusan terkait migrasi.
Analisis migrasi bermanfaat untuk sebagai berikut.
(i) Analisis status demografi saat ini dari suatu populasi serta
konsekuensinya pada pertumbuhan penduduk.
(ii) Memenuhi kebutuhan administrasi kependudukan dan
penelitian bagi institusi perpindahan penduduk dalam
hubungannya dengan pembangunan, pelaksanaan, dan
evaluasi program-program pengarahan mobilitas
penduduk.
(iii) Penentuan aksi dan kebijakan administratif dalam
hubungannya dengan program-program institusi-institusi
pemerintah yang bergerak di luar bidang perpindahan
penduduk.
(iv) Memenuhi kebutuhan akan informasi tentang perubahan
penduduk dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan
profesional dan komersial.
(v) Pembuatan analisis perubahan penduduk pada masa
lampau yang dibutuhkan untuk proyeksi penduduk dan
karakteristik demografi lainnya untuk perencanaan
kebutuhan fasilitas perumahan dan pendidikan,
managemen program jaminan sosial serta untuk produksi
3
dan penyediaan pelayanan dan komoditas untuk berbagai
kelompok penduduk.
(vi) Penentuan program-program pengarahan mobilitas
penduduk.
(vii)Memenuhi kebutuhan individu-individu akan dokumen
perpindahan penduduk.
B. Deskripsi Singkat
Dalam modul ini dibahas konsep, definisi, sumber data,
ukuran, dan analisis migrasi.
C. Manfaat Modul bagi Peserta
Manfaat modul bagi peserta adalah sebagai bahan ajar dalam
mata Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Dasar-Dasar
Demografi agar Aparatur Sipil Negara (ASN) Pembangunan
Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga
Kencana) dapat mengerti dan memahami istilah-istilah dalam
migrasi dan kaitannya dengan pembangunan dan Program
Bangga Kencana yang dilaksanakan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
4
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu
memahami konsep, definisi, sumber data, ukuran, dan analisis
migrasi.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi ini Anda dapat
- menjelaskan konsep migrasi;
- menjelaskan definisi konsep migrasi;
- menjelaskan sumber data migrasi;
- menjelaskan ukuran-ukuran migrasi;
- menjelaskan tingkat, tren, pola, dan perbedaan migrasi;
- menjelaskan determinan migrasi;
- menjelaskan isu-isu terkini migrasi.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
I. Pengukuran migrasi
1. Konsep dan definisi migrasi
5
2. Sumber data migrasi
3. Ukuran-ukuran migrasi
II. Analisis migrasi
1. Tingkat dan tren migrasi
2. Pola dan perbedaan migrasi
3. Determinan migrasi
F. Petunjuk Belajar
1. Bacalah dengan seksama indikator keberhasilan setiap
bab karena indikator keberhasilan merupakan tolok ukur
keberhasilan Anda dalam belajar.
2. Bacalah materi yang diberikan oleh Widyaiswara secara
berurutan dengan seksama. Tanyakan apabila ada yang
kurang dimengerti.
3. Diskusikan dengan teman-teman Anda bila ada masalah
dalam penyusunan ataupun pengusulan angka kredit.
4. Kerjakan soal-soal latihan yang diberikan untuk
mengukur kemampuan Anda.
5. Jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu sebelum
Anda mengerjakan soal-soal latihan.
6
6. Untuk memperkaya pengetahuan carilah informasi dari
sumber-sumber lain yang relevan.
Baiklah, selamat belajar! Semoga Anda sukses menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang diuraikan dalam Mata
Diklat Dasar-Dasar Demografi ini dan dapat melaksanakan
tugas sehari-hari anda sebagai seorang ASN BKKBN secara
lebih baik lagi.
7
BAB II
PENGUKURAN MIGRASI
Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari modul ini
peserta diklat dapat menjelaskan pengukuran migrasi.
A. Konsep dan definisi migrasi
Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang
memengaruhi pertumbuhan penduduk, selain kelahiran dan
kematian. Migrasi dapat meningkatkan jumlah penduduk
apabila jumlah penduduk yang masuk ke suatu daerah lebih
banyak dari pada jumlah penduduk yang meninggalkan
wilayah tersebut. Sebaliknya, migrasi dapat mengurangi
jumlah penduduk jika jumlah penduduk yang masuk ke suatu
wilayah lebih sedikit dari pada jumlah penduduk yang
meninggalkan wilayah tersebut.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk
menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampui batas
politik/negara ataupun batas administratif/batas bagian dalam
suatu negara. Jadi, migrasi sering diartikan sebagai
perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah
lain. Ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau dalam
penelaahan migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi tempat.
8
Untuk dimensi waktu, ukuran yang pasti tidak ada, tetapi
peneliti dapat menentukan sendiri kapan seseorang dianggap
sebagai migran. Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya,
memakai referensi waktu enam bulan untuk menetapkan
bahwa seseorang dalam suatu rumah tangga adalah penduduk
apabila orang tersebut berada dalam rumah tangga tersebut
secara terus-menerus atau telah menetap di tempat tersebut
minimal enam bulan secara berturut-turut.
Untuk dimensi tempat atau daerah secara garis besar
dibedakan menjadi migrasi antar negara, yaitu migrasi
penduduk dari suatu negara ke negara lain, yang disebut
migrasi internasional. Sementara itu, perpindahan yang terjadi
dalam suatu negara, misalnya antar provinsi, kota, atau
kesatuan administratif lainnya, dikenal dengan migrasi
internal. Selanjutnya, perpindahan lokal adalah perpindahan
dari satu alamat ke alamat lain atau dari suatu kota ke kota lain,
tetapi masih dalam batas bagian dalam suatu negara, misalnya
dalam satu provinsi. Di pihak lain, mobilitas merupakan
perpindahan spasial fisik atau geografis. Migrasi merupakan
mobilitas antar batas administratif atau politik, seperti negara
atau provinsi. Jadi, migrasi merupakan bagian dari mobilitas.
9
Batasan unit wilayah bagi migrasi di Indonesia menurut SP
1961, SP 1971, dan SP 1980 adalah provinsi. Akan tetapi,
karena perkembangan dan kebutuhan, berkembang pula studi
migrasi antar kabupaten/kota. Migrasi merupakan aktivitas
pindahnya seseorang, sedangkan orang yang pindah tempat
tinggal disebut migran.
Migrasi sukar dihitung karena dapat diukur dengan berbagai
definisi dan merupakan suatu peristiwa yang mungkin
berulang beberapa kali sepanjang hidup seseorang. Hampir
semua definisi menggunakan kriteria waktu dan ruang
sehingga perpindahan yang masuk dalam proses migrasi
setidak-tidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas-
batas geografis tertentu. Lee (1969) misalnya,
menggambarkan migrasi sebagai perpindahan yang permanen
atau semi permanen. Sementara itu, menurut Mangalam
(1968) migrasi adalah “perpindahan yang relatif permanen dari
suatu kelompok yang disebut kaum migran, dari satu lokasi ke
lokasi lainnya.”
Tidak satu pun dari pendapat ini yang memberikan batasan
waktu yang jelas. Meskipun migrasi diasumsikan sebagai
“permanen,” seorang migran yang nampaknya permanen
(misalnya seseorang yang ketika datang menyatakan akan
10
menjadi penduduk tetap), mungkin hanya tinggal selama
beberapa waktu di tempat tujuan yang telah dipilihnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations 1973)
mengartikan seorang migran jangka panjang sebagai orang
yang dimaksud tinggal lebih dari 12 bulan di suatu tempat.
Definisi ruang dalam analisis migrasi menimbulkan masalah
yang sama. Migrasi dapat melintas batas antar negara (migrasi
internasional), atau melintasi batas unit administrasi yang
lebih kecil dalam negara (migrasi internal). Tingkat migrasi
dalam negeri tergantung pada luasnya unit wilayah yang
dipilih dan akan meningkat dengan menyempitnya definisi
wilayah karena lebih banyak terjadi perpindahan jarak pendek.
Di Australia, misalnya, volume migrasi dalam negeri yang
melintasi batas-batas Victoria, negara bagian terkecil di
Australia, secara proporsional lebih besar daripada volume
migrasi untuk negara bagian terbesar, yaitu Australia Barat.
Demikian juga, analisis migrasi antar wilayah di Papua Nugini
pada tahun 1971 menunjukkan bahwa hanya 4% penduduk asli
berdiam di wilayah kelahirannya. Akan tetapi, ketika diadakan
analisis tentang migrasi melintas batas wilayah yang lebih
kecil, maka ditemukan bahwa 7% penduduk telah pindah ke
luar provinsi kelahirannya. Jelaslah bahwa analisis tentang
11
unit wilayah yang lebih kecil di Papua Nugini akan
menunjukkan tingkat perpindahan dalam negeri yang lebih
besar.
Karena migrasi tidak dapat didefinisikan dengan tepat,
beberapa penulis mengusulkan agar migrasi dianggap bagian
dari suatu rangkaian kesatuan yang meliputi semua jenis
perpindahan penduduk. Perpindahan-perpindahan ini, yang
berkisar dari komuter (nglaju) sampai pindah tempat tinggal
untuk jangka waktu panjang, digambarkan sebagai mobilitas
penduduk. Gould dan Prothero (1975) mengelompokkan
mobilitas di Afrika Tropis menurut waktu (harian, periodik,
musiman, jangka panjang, tidak tetap, dan permanen) dan
menurut ruang (desa ke desa, desa ke kota, kota ke desa, dan
kota ke kota), juga dibedakan antara yang kembali ke tempat
asalnya (sirkulasi), dan yang menetap di tempat lain (migrasi).
Karena batasannya tidak begitu ketat, maka pengelompokan
ini dapat dipakai untuk menggambarkan mobilitas penduduk
di negara-negara maju seperti Australia.
Zelinskyn (1971) menyatakan bahwa pola perpindahan
penduduk akan berubah apabila masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai tahap proses modernisasi. Di negara berkembang,
perpindahan desa-kota mungkin dominan, sementara di negara
12
maju komuter (nglaju) ke tempat kerja dan perpindahan dari
kota ke kota mungkin lebih penting.
Masalah penting lainnya dalam analisis migrasi adalah bahwa
meskipun seseorang dapat pindah beberapa kali sepanjang
hidupnya, kebanyakan sensus dan survei hanya mencatat satu
dari semua perpindahannya. Bahkan jika semua perpindahan
digambarkan seperti dalam beberapa survei sampel, datanya
tidak lengkap karena seseorang tetap menjadi migran potensial
hingga akhir hayatnya. Jadi, analisis perpindahan penduduk
dari setiap macam sumber data hanya dapat memberikan satu
gambaran perkiraan dari suatu fenomena yang sangat rumit.
Untuk memudahkan analisis migrasi, berikut konsep-konsep
migrasi dan definisinya.
a. Migrasi masuk (inmigration) adalah masuknya penduduk
ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination).
b. Migrasi keluar (outmigration) adalah perpindahan
penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin).
c. Migrasi neto (net migration) merupakan selisih antara
jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar.
d. Migrasi bruto (gross migration) adalah jumlah migrasi
masuk dan migrasi keluar.
13
e. Migrasi semasa hidup (lifetime migration) migrasi yang
terjadi antara saat lahir dan saat sensus atau survei.
f. Migrasi risen (recent migration) adalah migrasi yang
melewati batas provinsi dalam kurun waktu tertentu
sebelum pencacahan, misalnya lima tahun sebelum sensus
atau survei. Jumlah migran masuk risen ke suatu provinsi
adalah banyaknya penduduk di provinsi tersebut yang lima
tahun lalu bertempat tinggal di luar provinsi tersebut.
Jumlah migran keluar risen dari suatu provinsi adalah
jumlah penduduk yang saat pencacahan tinggal di provinsi
lain dan lima tahun yang lalu tinggal di provinsi tersebut.
g. Migrasi total (total migration) adalah migrasi antar provinsi
tanpa memperhatikan kapan perpindahannya, sehingga
provinsi tempat tinggal sebelumnya berbeda dengan
provinsi tempat tinggal saat pencacahan.
h. Migrasi internasional (international migration) merupakan
perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain.
Migrasi yang merupakan masuknya penduduk ke suatu
negara disebut imigrasi. Sebaliknya, jika migrasi itu
merupakan keluarnya penduduk dari suatu negara, maka
disebut emigrasi.
14
i. Arus migrasi (migration stream) adalah sekelompok
migran yang daerah asal dan tujuan migrasinya sama dalam
suatu periode migrasi yang diberikan.
j. Urbanisasi (urbanization) adalah bertambahnya proporsi
penduduk perkotaan yang disebabkan oleh kelahiran,
perpindahan penduduk ke perkotaan, dan/atau akibat dari
perluasan daerah perkotaan.
k. Transmigrasi (transmigration) adalah pemindahan dan atau
kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap di
daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik
Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau
karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Transmigrasi memiliki arti yang sama dengan pemukiman
kembali (resettlement).
l. Migrasi sirkuler atau migrasi musiman adalah migrasi yang
terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak
bermaksud menetap di tempat tujuan.
m.Migrasi ulang-alik (commuting) adalah migrasi setiap hari
meninggalkan tempat tinggal pergi ke kota lain untuk
bekerja atau berdagang dan sebagainya, namun pulang pada
sore harinya.
15
B. Sumber data migrasi
Seperti halnya pengukuran fertilitas dan mortalitas, sumber
data utama migrasi adalah registrasi vital, sensus penduduk
(SP), dan survei penduduk. Sistem registrasi vital merupakan
sumber data migrasi yang ideal jika kejadian perpindahan
segera dilaporkan. Akan tetapi, terdapat permasalahan data
perpindahan yang bersumber dari sistem registasi vital.
Penduduk tidak melaporkan kejadian perpindahannya,
walaupun akan tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu
yang panjang dan tidak ingin menetap di daerah tujuan. Hanya
mereka yang betul-betul ingin pindah dan menetap di tempat
tujuan dan memerlukan dokumen kependudukan baru, seperti
kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) di
tempat yang baru, mau melaporkan kejadian perpindahannya
dan mengurus Surat Keterangan Pindah yang diterbitkan oleh
Kantor Desa/Kelurahan dan ditandatangani oleh Kepala
Desa/Kelurahan atas nama Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil. Oleh karena itu, data perpindahan penduduk
yang dihasilkan dari sistem registrasi vital berupa jumlah
perpindahan penduduk yang dilaporkan saja. Informasi yang
dikumpulkan dalam registrasi ini belum digunakan untuk
16
analisis yang mendalam tentang determinan dan konsekuensi
migrasi.
Di Indonesia, data perpindahan penduduk (migrasi) dihasilkan
dari Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010,
berupa jumlah migrasi seumur hidup dan migrasi risen. Data
migrasi yang lebih rinci dihasilkan dari SUPAS.
SUPAS merupakan sumber data utama migrasi di Indonesia
karena SUPAS dirancang untuk menghasilkan estimasi angka
migrasi yang kemudian digunakan sebagai data dasar migrasi
untuk proyeksi penduduk nasional dan provinsi dengan
menggunakan metode komponen. Jadi, angka migrasi yang
dihasilkan dari SUPAS adalah angka migrasi pada tingkat
nasional (migrasi internasional) dan provinsi (migrasi
internal).
Secara khusus, SUPAS 2015 menghasilkan estimasi parameter
migrasi yang mencakup migrasi semasa hidup, migrasi risen,
migrasi internasional, dan migrasi sirkuler. Parameter estimasi
migrasi internasional pertama kali dihasilkan dari SUPAS
2015. Data migrasi yang dihasilkan dari SUPAS 2015 meliputi
arus migrasi antar provinsi, penduduk menurut status migrasi
(migran atau non-migran), alasan pindah (pekerjaan,
17
pendidikan, ikut suami/istri/orang tua/anak tanpa
memperhatikan alasan pindah dari orang yang diikutinya, atau
ikut saudara kandung/famili lain tanpa memperhatikan alasan
pindah dari orang yang diikutinya, keamanan/politik,
bencana/kerusakan lingkungan, atau lainnya). Beberapa kajian
tentang determinan dan konsekuensi migrasi telah dilakukan
berdasarkan hasil SUPAS 2015.
Data migrasi juga diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS). SUSENAS dan SAKERNAS dilakukan setiap
tahun oleh BPS. Estimasi data migrasi yang dihasilkan
representatif hingga tingkat kabupaten/kota. Adapun data
migrasi yang tersedia dalam kedua survei ini adalah data
mobilitas terkait pekerjaan. Informasi yang didapat adalah
tempat tinggal dan tempat bekerjanya, apakah berbeda secara
administratif atau tidak. Selain itu, informasi yang juga dapat
diperoleh mengenai mobilitas non-permanen. Informasi ini
dapat dilihat dari perjalanan pekerja dari tempat tinggal ke
tempat kerja yang dilakukan pada hari yang sama dengan
batasan administratif kabupaten/kota. Beberapa kajian tentang
determinan dan konsekuensi mobilitas pekerjaan telah
dilakukan berdasarkan hasil SUSENAS dan SAKERNAS.
18
Badan Pusat Statistik juga melaksanakan Survei Komuter
2019 di wilayah Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang)
dan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek). Survei ini bertujuan untuk menyiapkan
perangkat data dan sistem pemantauan yang akan berperan
sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan terkait komuter.
Data yang dihasilkan antara lain meliputi jumlah komuter
menurut kabupaten/kota serta karakteristik komuter dan rumah
tangga komuter. Beberapa kajian tentang determinan dan
konsekuensi komuter (nglaju) telah dilakukan berdasarkan
hasil Survei Komuter 2019.
C. Ukuran migrasi
Angka migrasi parsial (partial migration rate/AMP) adalah
banyaknya migran ke suatu daerah tujuan dari suatu daerah
asal, atau dari suatu daerah asal ke suatu daerah tujuan, pada
suatu periode per 1.000 penduduk di daerah asal atau daerah
tujuan pada pertengahan periode yang sama. Rumus
perhitungan AMP adalah sebagai berikut.
000.1=
Asal
Asal
P
M
AMP
19
atau
M adalah banyak perpindahan dari suatu daerah asal ke suatu
daerah tujuan, PAsal adalah banyak penduduk di daerah asal,
dan PTujuan adalah banyak penduduk di daerah tujuan.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak migrasi risen
dari DKI Jakarta ke Jawa Barat adalah 296.926, banyak
penduduk DKI Jakarta adalah 10.154.134, dan banyak
penduduk Jawa Barat adalah 46.668.214. Angka migrasi
parsial DKI Jakarta adalah
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 29 penduduk yang keluar dari DKI
Jakarta dan masuk ke Jawa Barat per 1.000 penduduk DKI
Jakarta.
Angka migrasi parsial Jawa Barat adalah
000.1=
Tujuan
Tujuan
P
M
AMP
29000.1
134.154.10
926.296
==DKIAMP
6000.1
214.668.46
926.296
==JawaBaratAMP
20
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 6 penduduk yang keluar dari DKI
Jakarta dan masuk ke Jawa Barat per 1.000 penduduk Jawa
Barat.
Angka migrasi masuk (mi) adalah banyaknya migran yang
masuk ke suatu daerah tujuan per 1.000 penduduk daerah
tujuan pada pertengahan periode yang sama. Rumus
perhitungan angka migrasi masuk adalah sebagai berikut.
Mi adalah banyak penduduk yang pindah dan PTujuan adalah
banyak penduduk daerah tujuan.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak penduduk
yang masuk ke DKI Jakarta dalam lima tahun sebelum survei
adalah 499.101 dan banyak penduduk DKI Jakarta adalah
10.154.134. Angka migrasi masuk DKI Jakarta adalah
49000.1
134.154.10
101.499
==im
000.1=
Tujuan
i
i
P
M
m
21
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 49 penduduk yang masuk ke DKI
Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta.
Angka migrasi keluar (mo) adalah banyaknya migran yang
keluar dari suatu daerah asal per 1.000 penduduk daerah asal
pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan
angka migrasi masuk adalah sebagai berikut.
Mo adalah banyak penduduk yang pindah dan PAsal adalah
banyak penduduk daerah asal.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak penduduk
yang keluar dari DKI Jakarta dalam lima tahun sebelum survei
adalah 706.353 dan banyak penduduk DKI Jakarta adalah
10.154.134. Angka migrasi keluar DKI Jakarta adalah
70000.1
134.154.10
353.706
==om
000.1=
Asal
o
o
P
M
m
22
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 70 penduduk yang keluar dari DKI
Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta.
Angka migrasi neto (mn) adalah banyaknya selisih antara
penduduk yang masuk ke dan yang keluar dari suatu daerah
per 1.000 penduduk daerah tersebut pada pertengahan periode
yang sama. Rumus perhitungan angka migrasi neto adalah
sebagai berikut.
Mi adalah banyak penduduk yang masuk ke daerah tujuan, Mo
adalah banyak penduduk yang keluar dari daerah asal, dan
PTujuan/Asal adalah banyak penduduk daerah tujuan/asal.
Dengan perkataan lain, mn adalah selisih antara mi dan mo.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, angka migrasi neto
DKI Jakarta adalah
2170490 −=−=−= mmm in
oi
AsalTujuan
oi
n mm
P
MM
m −=
−
= 000.1
/
23
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat lebih sedikit 21 penduduk yang
masuk ke DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta
per 1.000 penduduk DKI Jakarta.
Angka migrasi bruto (mb) adalah banyaknya penduduk yang
masuk ke dan yang keluar dari suatu daerah per 1.000
penduduk daerah tersebut pada pertengahan periode yang
sama. Rumus perhitungan angka migrasi bruto adalah sebagai
berikut.
Mi adalah banyak penduduk yang masuk ke daerah tujuan, Mo
adalah banyak penduduk yang keluar dari daerah asal, dan
PTujuan/Asal adalah banyak penduduk daerah tujuan/asal.
Dengan perkataan lain, mn adalah jumlah antara mi dan mo.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, angka migrasi bruto
DKI Jakarta adalah
𝑚 𝑏 = 𝑚𝑖 + 𝑚0 = 49 + 70 = 119
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 119 penduduk yang masuk ke dan
𝑚 𝑏 =
𝑀𝑖 + 𝑀𝑜
𝑃𝑇𝑢𝑗𝑢𝑎𝑛/𝐴𝑠𝑎𝑙
× 1000 = 𝑚𝑖 + 𝑚 𝑜
24
keluar dari DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta
per 1.000 penduduk DKI Jakarta.
Angka migrasi menurut kelompok umur (age specific net
migration rate/ASNMR) adalah banyak migrasi neto pada
kelompok umur tertentu pada suatu periode per 1.000
penduduk pada kelompok umur yang sama pada pertengahan
periode yang sama. Rumus perhitungan ASNMR adalah
sebagai berikut.
MNi adalah banyak migrasi neto pada kelompok umur i dan Pi
adalah banyak penduduk pada kelompok umur i.
Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, DKI Jakarta, dalam
lima tahun sebelum survei, banyak migrasi neto pada
kelompok umur 20–24 tahun adalah 8.405 dan banyak
penduduk usia 20–24 tahun adalah 944.600. ASNMR
kelompok umur 20–24 tahun DKI Jakarta adalah
9000.1
60.944
405.8
2420 ==−ASNMR
000.1=
i
i
i
P
MN
ASNMR
25
Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun
sebelum survei, terdapat 9 orang berusia 20–24 tahun lebih
banyak yang masuk ke DKI Jakarta dibandingkan dengan yang
keluar dari DKI Jakarta per 1.000 penduduk usia 20–24 tahun
di DKI Jakarta.
D. Latihan
Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi
ini, kerjakan soal-soal berikut ini dengan menggunakan hasil
SUPAS 2015.
1. Hitunglah angka migrasi parsial antara provinsi Anda dan
provinsi di sekitarnya.
2. Hitunglah angka migrasi masuk provinsi Anda.
3. Hitunglah angka migrasi keluar provinsi Anda.
4. Hitunglah angka migrasi neto dan bruto provinsi Anda.
5. Hitunglah ASNMR penduduk usia 25–29 tahun di DKI
Jakarta jika diketahui banyak migrasi neto pada kelompok
umur ini sebesar -4.646 dan banyak penduduknya sebesar
960.000 orang.
26
E. Rangkuman
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah asal
ke daerah tujuan dengan melewati batas administratif. Konsep
migrasi meliputi migrasi semasa hidup, migrasi risen, migrasi
masuk, migrasi keluar, migrasi neto, migrasi bruto, arus
migrasi, migrasi sirkuler, dan migrasi musiman. Ukuran-
ukuran migrasi meliputi angka migrasi parsial, angka migrasi
masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto, dan angka
migrasi bruto.
F. Evaluasi
Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi
ini, kerjakan soal-soal berikut:
Soal Pilihan Ganda
Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
Anda anggap paling benar.
1. Migrasi mempengaruhi jumlah penduduk suatu wilayah
melalui:
a. Kelahiran
b. Kematian
c. Perpindahan
27
d. Registras
2. Batasan unit wilayah bagi migrasi di Indonesia menurut
Sensus Penduduk adalah
a. Kecamatan
b. Kabupaten
c. Desa
d. Provinsi
3. Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal
disebut..
a. Inmigration
b. Outmigration
c. Net migration
d. Gross migration
4. Berikut merupakan data migrasi penduduk di Indonesia,
kecuali
a. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
b. Sensus Penduduk
c. Survei Penduduk Antar Sensus
d. Survei Komuter
5. Sumber data migrasi utama di Indonesia adalah
a. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
b. Sensus Penduduk
28
c. Survei Penduduk Antar Sensus
d. Survei Komuter
6. Transmigrasi memiliki arti yang sama dengan
a. Pindah kembali
b. Pemukiman kembali
c. Pulang kembali
d. Pindah ke luar negeri
7. Banyaknya migran ke suatu daerah tujuan dari suatu daerah
asal, atau dari suatu daerah asal ke suatu daerah tujuan, pada
suatu periode per 1.000 penduduk disebut
a. Angka Migrasi Masuk
b. Angka Migrasi Keluar
c. Angka Migrasi Parsial
d. Angka Migrasi Neto
[Informasi untuk pertanyaan no 8-10]
Menurut data SUPAS 2015, banyak penduduk yang masuk ke
provinsi Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir sebelum
survei adalah 142.774 jiwa. Sementara itu, terdapat 270.157
jiwa penduduk keluar dari Sumatera Utara tahun 2015. Pada
tahun yang sama, jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak
13.937.797 jiwa.
29
8. Berdasarkan data di atas, angka migrasi keluar provinsi
Sumatera Utara adalah
a. 15
b. 17
c. 19
d. 21
9. Angka migrasi neto provinsi Sumatera Utara tahun 2015
adalah
a. 9
b. -9
c. -29
d. 29
10. Berapakah angka migrasi bruto provinsi Sumatera Utara
tahun 2015
a. 9
b. -9
c. -29
d. 29
30
Soal Esai
Buatlah suatu esai (satu halaman) mengenai ketersediaan dan
pemanfaatan data migrasi di wilayah kerja Anda.
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Kunci jawaban Evaluasi (Pilihan Ganda)
1. C
2. D
3. B
4. A
5. C
6. B
7. C
8. C
9. B
10. D
31
BAB III
ANALISIS MIGRASI
Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari modul ini
peserta diklat dapat menjelaskan tingkat, tren, pola,
perbedaan, dan determinan migrasi.
A. Tingkat dan tren migrasi
Pada bagian ini akan dibahas mengenai tren migrasi seumur
hidup dan tren migrasi risen antar pulau besar di Indonesia,
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan gabungan
kepulauan lain (Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara,
Papua, dan Papua Barat).
Pada Gambar 3.1 disajikan migrasi neto seumur hidup antar
pulau di Indonesia. Dapat dilihat bahwa Jawa merupakan
pulau utama pengirim migran utama dari tahun ke tahun.
Selanjutnya, pulau pengirim migran adalah Sulawesi yang
jumlah migrasi netonya selalu negatif dengan kecenderungan
yang meningkat. Artinya, ada lebih banyak migrasi seumur
hidup keluar daripada migrasi seumur hidup masuk di
Sulawesi.
32
Gambar 3.1
Jumlah migran seumur hidup neto menurut pulau
Indonesia 1971–2015
Sumber: www.bps.go.id (Diolah oleh Penulis).
Sementara itu, pulau penerima migran seumur hidup utama
adalah Sumatera, diikuti dengan Kalimantan. Ada lebih
banyak migran seumur hidup masuk daripada migran seumur
hidup keluar di kedua provinsi ini. Secara khusus, migran
seumur hidup neto di Kalimantan cenderung meningkat.
Kecenderungan migrasi risen di Indonesia mirip dengan
migrasi seumur hidup (Gambar 3.2). Menurut SP 1980, Jawa
juga merupakan pulau utama penerima migran risen,
sementara Sumatera merupakan pulau utama penerima migran
-4.000.000
-3.000.000
-2.000.000
-1.000.000
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
1971 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya
33
risen. Hal ini dapat disebabkan karena adanya program
transmigrasi dari Jawa ke Sumatera. Akan tetapi, menurut
hasil SUPAS 2015, Jawa juga menjadi pulau penerima migran
risen dengan pulau-pulau lainnya merupakan penerima migran
risen utama.
Gambar 3.2
Jumlah migran risen neto menurut pulau Indonesia
1980–2015
Sumber: www.bps.go.id (Diolah oleh Penulis).
-800000
-600000
-400000
-200000
0
200000
400000
600000
800000
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya
34
B. Pola dan perbedaan migrasi
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 10,6% penduduk
Indonesia bertempat tinggal bukan di provinsi kelahirannya, –
migran seumur hidup (Gambar 3.3). Persentase migran seumur
hidup bervariasi antar provinsi di Indonesia, paling rendah di
Jawa Timur, hanya 2,4%, dan lebih dari 30% di Papua Barat
(31,3%), Kalimantan Timur (32,7%), DKI Jakarta (35,9%),
dan paling tinggi di Kepulauan Riau (44,8%).
Tingginya persentase migran seumur hidup di Papua Barat,
Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau dapat disebabkan
karena ketiga provinsi ini merupakan daerah penghasil sumber
daya alam. Sementara itu, tingginya persentase migran seumur
hidup di DKI Jakarta dapat disebabkan karena DKI Jakarta
merupakan ibu kota negara yang merupakan pusat
pembangunan nasional sehingga menjadi daerah tujuan utama
migrasi seumur hidup.
35
Gambar 3.3
Persentase migran seumur hidup menurut provinsi
Indonesia SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
44,8
35,9
32,7
31,3
29,7
29,6
21,2
20,9
20,9
18,0
17,8
16,8
16,2
15,6
15,6
14,1
13,7
12,8
12,0
10,6
10,3
9,2
8,0
7,8
6,9
6,1
5,7
4,2
4,1
3,7
3,5
3,0
2,5
2,4
10,6
0 10 20 30 40 50
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Papua Barat
Riau
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah
Jambi
Banten
Bengkulu
Sulawesi Tenggara
Lampung
Sulawesi Tengah
Papua
D.I. Yogyakarta
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Jawa Barat
Bali
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Kalimantan Barat
Gorontalo
Aceh
Sulawesi Selatan
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Jawa Timur
Indonesia
Persentase migran seumur hidup
36
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 2,1% penduduk
Indonesia bertempat tinggal bukan di provinsi tempat
tinggalnya lima tahun yang lalu, – migran risen (Gambar 3.4).
Persentase migran risen bervariasi menurut provinsi di
Indonesia, kurang dari 1% di Kalimantan Barat, Jawa Timur,
dan Aceh, serta lebih dari 5% di DKI Jakarta (5,4%),
Kalimantan Utara (6,1%), D.I. Yogyakarta (6,1%), Papua
Barat (7,8%), dan paling tinggi di Kepulauan Riau (10,8%).
Tingginya persentase migran risen di Kalimantan Utara, Papua
Barat, dan Kepulauan Riau juga dapat disebabkan karena
ketiga provinsi ini merupakan daerah penghasil sumber daya
alam. Sementara itu, tingginya persentase migran risen di DKI
Jakarta juga dapat disebabkan karena DKI Jakarta merupakan
ibu kota negara yang merupakan pusat pembangunan nasional
sehingga menjadi daerah tujuan utama migrasi risen.
Selanjutnya, tingginya persentase migran risen di D.I.
Yogyakarta dapat disebabkan karena D.I. Yogyakarta
merupakan salah satu provinsi tempat pendidikan utama
sehingga juga menjadi daerah tujuan utama migrasi risen.
37
Gambar 3.4
Persentase migran risen menurut provinsi Indonesia
SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
10,8
7,8
6,1
6,1
5,4
3,8
3,8
3,7
3,5
3,0
3,0
3,0
2,6
2,6
2,4
2,4
2,4
2,3
2,2
2,2
2,0
1,8
1,8
1,7
1,7
1,5
1,5
1,5
1,1
1,1
1,0
0,9
0,9
0,9
2,1
0 2 4 6 8 10 12
Kepulauan Riau
Papua Barat
D.I. Yogyakarta
Kalimantan Utara
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Riau
Bali
Kalimantan Tengah
Banten
Sumatera Barat
Sulawesi Barat
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
Bengkulu
Jambi
Papua
Maluku Utara
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Maluku
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Gorontalo
Nusa Tenggara Timur
Sumatera Utara
Lampung
Sumatera Selatan
Aceh
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Indonesia
Persentase migran risen
38
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 3,2% penduduk
Indonesia adalah komuter (Gambar 3.5). Persentase komuter
bervariasi menurut provinsi di Indonesia, hanya 0,04% di
Kalimantan Utara, dan tinggi di Bali (6,2%), Banten (7,0%),
dan D.I. Yogyakarta (10,0%), dan paling tinggi di DKI Jakarta
(12,1%).
Lebih rendahnya persentase komuter di Kalimantan Utara dan
juga di beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dapat disebabkan karena
sarana transportasi komuter masih terbatas, khususnya sarana
kereta api komuter dan jalan tol. Sementara itu, sarana komuter
yang lebih tersedia di Jawa dan Bali telah menyebabkan lebih
tingginya persentase komuter di beberapa provinsi di kedua
pulau ini.
39
Gambar 3.5
Persentase komuter menurut provinsi Indonesia
SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
12,09
9,97
7,01
6,16
4,44
2,96
2,94
2,84
2,70
2,17
2,09
1,74
1,72
1,70
1,69
1,63
1,59
1,37
1,04
0,95
0,94
0,82
0,76
0,68
0,59
0,58
0,49
0,37
0,33
0,29
0,21
0,21
0,14
0,04
3,17
0 2 4 6 8 10 12 14
DKI Jakarta
D.I. Yogyakarta
Banten
Bali
Jawa Barat
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Gorontalo
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Jawa Timur
Kepulauan Bangka Belitung
Lampung
Sumatera Barat
Jambi
Aceh
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Riau
Kalimantan Barat
Bengkulu
Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah
Maluku
Papua Barat
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Barat
Kepulauan Riau
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Papua
Kalimantan Utara
Indonesia
Persentase komuter
40
Laki-laki lebih cenderung melakukan mobilitas dibandingkan
perempuan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 3.6, hasil
SUPAS 2015 menunjukkan bahwa persentase migran seumur
hidup laki-laki lebih tinggi daripada persentase migran seumur
hidup perempuan, 10,9% versus 10,3%. Sementara itu,
persentase migran risen laki-laki juga lebih tinggi daripada
persentase migran risen perempuan, 2,1% versus 2,0%.
Selanjutnya, persentase komuter juga lebih tinggi pada laki-
laki daripada pada perempuan (4,2% versus 2,1%). Dengan
perkataan lain, laki-laki 2 kali lebih cenderung untuk menjadi
komuter daripada perempuan.
Lebih tingginya persentase migran dan komuter laki-laki
daripada persentase migran perempuan dapat disebabkan
karena laki-laki lebih cenderung menjadi pencari nafkah bagi
keluarga sehingga harus bekerja bahkan sampai bekerja di
wilayah di luar tempat tinggal keluarganya. Selain itu, terdapat
pandangan dalam masyarakat bahwa laki-laki harus pergi
meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari pekerjaan di
tempat lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
keluarganya. Selanjutnya, terdapat juga pandangan dalam
masyarakat bahwa perempuan tidak boleh berpergian ke
tempat yang jauh kecuali jika bersama suami atau keluarganya.
41
Gambar 3.6
Persentase migran seumur hidup, migran risen, dan
komuter menurut jenis kelamin Indonesia SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
10,9
2,1
4,2
10,3
2,0 2,1
10,6
2,1
3,2
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Migran seumur hidup Migran risen Komuter
Laki-laki Perempuan Indonesia
42
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
migran seumur hidup lahir di Jawa Tengah (24,4%), diikuti
dengan di Jawa Timur (14,2%), DKI Jakarta (10,0%), Jawa
Barat (8,7%), dan Sumatera Utara (8,2%) (Gambar 3.7). Jadi,
kelima provinsi ini merupakan pengirim utama migran seumur
hidup di Indonesia.
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
migran seumur hidup sekarang bertempat tinggal di Jawa
Barat (18,3%), diikuti dengan di DKI Jakarta (13,5%), Banten
(9,2%), Riau (6,9%), dan Lampung (5,0%) (Gambar 3.8). Jadi,
kelima provinsi ini merupakan penerima utama migran seumur
hidup di Indonesia. Selain itu, DKI dan Jawa Barat merupakan
provinsi pengirim utama dan sekaligus provinsi penerima
utama migran seumur hidup.
43
Gambar 3.7
Distribusi persentase migran seumur hidup menurut
provinsi tempat lahir Indonesia SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
Aceh; 0,96
Sumatera Utara;
8,20
Sumater
a Barat;
4,27
Riau; 1,19
Jambi; 0,73
Sumatera
Selatan;
2,74
Bengkulu;
0,41
Lampung;
2,75
Kepulauan
Bangka
Belitung;
0,39
Kepulauan
Riau; 0,37
DKI Jakarta; 10,04
Jawa Barat; 8,73
Jawa Tengah; 24,35
D.I. Yogyakarta;
3,39
Jawa Timur; 14,20
Banten; 2,15
Bali; 0,98
Nusa Tenggara
Barat; 0,78
Nusa Tenggara
Timur; 0,94
Kalimantan
Barat; 0,69
Kalimantan
Tengah; 0,39
Kalimantan
Selatan; 1,13
Kalimantan Timur;
0,54
Kalimantan
Utara; 0,16
Sulawes
i Utara;
0,73
Sulawes
i
Tengah;
0,45
Sulawesi
Selatan;
5,26
Sulawesi
Tenggara;
0,71
Gorontalo; 0,39
Sulawesi
Barat; 0,40
Maluku;
0,80
Maluku
Utara;
0,23
Papua Barat;
0,19
Papua; 0,33
44
Gambar 3.8
Distribusi persentase migran seumur hidup menurut
provinsi tempat tinggal sekarang Indonesia SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
Aceh;
0,77
Sumatera Utara; 1,92
Sumatera Barat; 1,32
Riau; 6,94
Jambi; 2,62
Sumatera
Selatan; 3,57
Bengkulu;
1,24
Lampung; 5,03
Kepulau
an
Bangka
Belitung
; 0,71
Kepulauan Riau;
3,25
DKI Jakarta; 13,47
Jawa Barat; 18,32
Jawa
Tengah;
3,75
D.I. Yogyakarta;
2,11
Jawa Timur;
3,41
Banten; 9,20
Bali;
1,58
Nusa
Tenggar
a Barat;
0,45
Nusa
Tenggar
a Timur;
0,65
Kalimantan
Barat; 1,09
Kalimantan
Tengah; 1,95
Kalimantan
Selatan; 1,88
Kalimantan
Timur; 4,13
Kalimantan Utara;
0,70Sulawesi Utara;
0,69
Sulawesi Tengah;
1,72
Sulawesi
Selatan;
1,28
Sulawesi Tenggara;
1,64
Gorontalo; 0,24
Sulawesi Barat; 0,65
Maluku;
0,50
Maluku
Utara; 0,39
Papua
Barat;
1,00
Papua; 1,82
45
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
migran risen lima tahun yang lalu bertempat tinggal di DKI
Jakarta (49,7%), diikuti dengan di Jawa Tengah (8,7%), Jawa
Barat (6,8%), Jawa Timur (5,7%), dan Sumatera Utara (3,6%)
(Gambar 3.9). Jadi, kelima provinsi ini merupakan pengirim
utama migran risen di Indonesia.
Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
migran risen sekarang bertempat tinggal di Jawa Barat
(15,7%), diikuti dengan di DKI Jakarta (14,3%), Jawa Tengah
(10,6%), Jawa Timur (10,4%), dan Sumatera Utara (5,2%)
(Gambar 3.8). Jadi, kelima provinsi ini merupakan penerima
utama migran risen di Indonesia. Selain itu, kelima provinsi ini
juga merupakan provinsi pengirim utama dan sekaligus
provinsi penerima utama migran risen di Indonesia.
46
Gambar 3.9
Distribusi persentase migran risen menurut provinsi
tempat tinggal lima tahun yang lalu Indonesia SUPAS
2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
Aceh; 0,53
Sumatera Utara; 3,62
Sumatera Barat;
1,87
Riau;
1,77
Jambi; 0,90
Sumatera
Selatan;
1,48
Bengkulu; 0,37
Lampung; 1,67
Kepulauan Bangka
Belitung; 0,29
Kepulauan
Riau; 0,91
DKI Jakarta; 49,68
Jawa Barat; 6,79
Jawa Tengah; 8,68
D.I.
Yogyakarta;
1,14 Jawa Timur; 5,65
Banten; 2,78
Bali;
0,68
Nusa Tenggara Barat;
0,62
Nusa Tenggara
Timur; 0,89
Kalimantan Barat;
0,47
Kalimantan Tengah;
0,70 Kalimantan
Selatan; 0,74
Kalimantan Timur;
1,36
Kalimantan Utara;
0,25
Sulawesi Utara; 0,48
Sulawesi
Tengah;
0,50
Sulawesi
Selatan;
2,38
Sulawesi Tenggara;
0,62
Gorontalo;
0,23
Sulawesi Barat; 0,37
Maluku; 0,50
Maluku
Utara; 0,20
Papua Barat; 0,27
Papua; 0,64
47
Gambar 3.10
Distribusi persentase migran risen menurut provinsi
tempat tinggal sekarang Indonesia SUPAS 2015
Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis).
Aceh; 1,84
Sumatera
Utara; 5,16
Sumatera Barat; 2,17
Riau;
2,89
Jambi; 1,25
Sumatera
Selatan;
2,70
Bengkulu; 0,69
Lampung; 2,72
Kepulau
an
Bangka
Belitung
; 0,53
Kepulauan Riau;
1,33
DKI Jakarta; 14,37
Jawa Barat; 15,68Jawa Tengah; 10,62D.I. Yogyakarta;
1,53
Jawa Timur; 10,36
Banten; 4,80
Bali; 1,56
Nusa Tenggara
Barat; 2,01
Nusa Tenggara
Timur; 2,10
Kalimantan
Barat; 1,64
Kalimantan
Tengah; 1,02
Kalimantan
Selatan; 1,56
Kalimantan
Timur; 1,39
Kalimantan
Utara; 0,33
Sulawesi Utara;
0,77
Sulawesi Tengah;
1,09
Sulawesi
Selatan;
2,99
Sulawesi
Tenggara;
1,10 Gorontalo;
0,40
Sulawesi Barat;
0,56
Maluku;
0,67
Maluku
Utara;
0,49
Papua Barat; 0,52
Papua; 1,18
48
Pada Gambar 3.11 disajikan angka migrasi risen internasional
neto menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan hasil
SUPAS 2015. Dapat dilihat bahwa pola migrasi internasional
menurut umur berbentuk huruf U. Angka migrasi risen
internasional negatif pada kelompok umur produktif (15–54
tahun), baik pada laki-laki maupun perempuan. Artinya, ada
lebih banyak penduduk usia produktif yang keluar dari
Indonesia daripada yang masuk ke Indonesia. Hal ini mungkin
dapat disebabkan karena sebagian besar penduduk usia
produktif yang keluar dari Indonesia adalah mereka yang
menempuh pendidikan atau yang bekerja di luar negeri.
Secara keseluruhan, angka migrasi risen neto internasional
Indonesia menurut hasil SUPAS 2015 adalah -0,5 per 1.000
penduduk atau -5 per 10.000 penduduk. Artinya, ada lebih
banyak 5 orang yang keluar dari Indonesia daripada yang
masuk ke Indonesia per 10.000 penduduk Indonesia.
Pola migrasi menurut kelompok umur dan jenis kelamin untuk
provinsi-provinsi dapat dilihat dalam publikasi Proyeksi
Penduduk Indonesia 2015–2045 (Bappenas dkk 2018). Pada
bagian ini disajikan pola migrasi menurut kelompok umur dan
jenis kelamin untuk DKI Jakarta (Gambar 3.12). Dapat dilihat
bahwa ASNMR positif pada kelompok umur 15–24 tahun,
49
baik untuk laki-laki maupun perempuan, dengan angka yang
lebih tinggi pada perempuan daripada pada laki-laki. Hal ini
mengindikasikan bahwa ada lebih banyak perempuan yang
masuk ke DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta
dibandingkan laki-laki.
Gambar 3.11
Angka migrasi risen neto menurut kelompok umur
(ASNMR) dan jenis kelamin Indonesia SUPAS 2015
Sumber: Bappenas dkk (2018) (Diolah oleh Penulis).
-1,800
-1,600
-1,400
-1,200
-1,000
-0,800
-0,600
-0,400
-0,200
0,000
0,200
0,400
ASNMR
Kelompok umur
Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
50
Gambar 3.12
Angka migrasi risen neto menurut kelompok umur
(ASNMR) dan jenis kelamin DKI Jakarta SUPAS 2015
Sumber: Bappenas dkk (2018) (Diolah oleh Penulis).
C. Transmigrasi di Indonesia
Transmigrasi pada masa penjajahan Belanda dimulai dengan
nama kolonisasi sejak tahun 1905 oleh pemerintah Belanda
dengan membuka daerah-daerah kolonisasi di Lampung,
Palembang, Bengkulu, Jambi, Kalimantan, dan Sulawesi.
Daerah Gedong Tataan di Lampung merupakan daerah
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
ASNMR
Kelompok umur
Laki-laki Perempuan
51
kolonisasi pertama dengan 155 keluarga dari Jawa dikirim ke
sana. Pemerintah Belanda berhasil memindahkan penduduk
Jawa ke luar Jawa sampai dengan tahun 1941 sebanyak 258
ribu jiwa. Dibalik tujuan untuk memindahkan penduduk yang
padat di Jawa terutama petani, tujuan lain kolonisasi adalah
untuk keperluan tenaga kerja di perkebunan dan pertambangan
Belanda di luar Jawa sehingga bisa menjamin pasaran industri.
Pada masa penjajahan Jepang usaha transmigrasi tetap
dijalankan dengan memindahkan hampir dua ribu keluarga
dari Jawa ke luar Jawa. Program transmigrasi terhenti akibat
perang kemerdekaan.
Pada tahun 1950, Pemerintah Indonesia melakukan
transmigrasi pertama dengan memindahkan 77 jiwa dari Jawa
ke Lampung. Penekanan usaha transmigrasi setelah
kemerdekaan dari 1950–1969 atau sebelum Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I lebih diutamakan pada
aspek demografis, yaitu mengurangi kepadatan penduduk
Pulau Jawa. Sejak Repelita I sampai sekarang tekanan tidak
lagi pada aspek demografis, tetapi lebih luas karena meliputi
aspek-aspek lain, seperti ketenagakerjaan dan pembangunan
daerah.
52
Pada masa orde baru, Pemerintah mengembangkan berbagai
jenis transmigrasi yang menekankan pada peranan pemerintah,
swasta, dan masyarakat. Jenis-jenis transmigrasi menurut UU
No.15 tahun 1997 adalah (i) transmigrasi umum (TU) yang
pelaksanaannya sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah, (ii)
transmigrasi swakarsa berbantuan (TSB) yang dilaksanakan
oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok, baik
bekerja sama atau tidak bekerja sama dengan badan usaha, dan
(iii) transmigrasi swakarsa mandiri (TSM) yang campur
tangan pemerintah dilakukan seminimal mungkin.
Pada masa otonomi daerah UU No. 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah menegaskan bahwa tata cara penyelenggaraan
transmigrasi dan pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan
terhadap tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Selain itu,
pelaksanaan harus memegang prinsip demokrasi, mendorong
peran serta masyarakat, mengupayakan keseimbangan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik
daerah.
53
D. Determinan migrasi
Teori determinan migrasi yang pertama diajukan oleh
Ravenstein (1885) yang disebut hukum migrasi Ravenstein
dan terdiri dari 7 hukum.
i. Migrasi dan jarak. Tingkat migrasi antara dua titik akan
berhubungan terbalik dengan jarak di antara kedua titik
tersebut. Migran yang melakukan perjalanan jarak jauh
cenderung menuju pusat-pusat industri.
ii. Migrasi bertahap. Penduduk daerah perdesaan yang
langsung berbatasan dengan kota yang bertumbuh cepat
berbondong-bondong pindah ke sana. Turunnya jumlah
penduduk di perdesaan sebagai akibat migrasi itu akan
digantikan oleh migran dari daerah-daeah yang lebih
terpencil. Hal ini akan terus berlangsung sampai daya tarik
salah satu kota yang tumbuh cepat itu tahap demi tahap
terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok yang terpencil.
iii. Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik
sebagai penggantinya. Meskipun migrasi desa-kota
mendominasi arus migrasi, selalu ada arus balik pada arah
yang berlawanan sehingga migrasi neto dari titik i ke j
selalu lebih kecil daripada migrasi kotor antara kedua titik
tersebut.
54
iv. Perbedaan kecenderungan bermigrasi antara desa dan
kota. Penduduk perkotaan kurang berminat bermigrasi
dibandingkan mereka yang tinggal di perdesaan.
v. Perempuan lebih dominan melakukan migrasi dalam jarak
pendek. Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih
banyak bermigrasi dalam jarak pendek.
vi. Teknologi, komunikasi, dan migrasi. Arus migrasi
memiliki kecenderungan meningkat sepanjang waktu
akibat peningkatan sarana perhubungan dan akibat
perkembangan industri dan perdagangan.
vii. Motif ekonomi merupakan dorongan utama. Dorongan
untuk meperbaiki kehidupan senantiasa lebih dominan
daripada faktor lain dalam keputusan bermigrasi.
Teori berikutnya adalah teori faktor-faktor pendorong (push
factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors) yang
dikembangkan oleh Lee (1966). Faktor-faktor pendorong
terdiri dari sebagai berikut.
i. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan yang
dapat disebabkan karena menurunnya daya dukung
lingkungan serta menurunnya permintaan atas barang-
barang tertentu yang bahan bakunya makin susah
55
diperoleh, seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari
pertanian.
ii. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal.
Sebagai contoh, tanah untuk pertanian di perdesaan yang
makin menyempit.
iii. Adanya tekanan-tekanan politik, agama, dan suku
sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
iv. Alasan pendidikan, pekerjaan, atau perkawinan.
v. Bencana alam, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi,
tsunami, musim kemarau panjang, atau wabah penyakit.
Sebagai contoh, pandemi COVID-19 telah
mengakibatkan banyak orang, termasuk orang yang
menempuh pendidikan atau bekerja di luar tempat
tinggalnya, harus kembali ke daerah asalnya.
Faktor-faktor penarik terdiri dari sebagai berikut.
i. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki taraf hidup.
ii. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik.
iii. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang
menyenangkan, seperti iklim, perumahan, sekolah, dan
fasilitas-fasilitas publik lainnya.
56
iv. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat
hiburan, dan pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi
orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.
Lee (1966) kemudian juga mengajukan 4 faktor yang
menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan
migrasi, yaitu (i) faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (ii)
faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (iii) rintangan
antara, dan (iv) faktor-faktor individu (Gambar 3.13).
Ada 2 faktor yang selalu terdapat di daerah asal maupun tujuan
yang selalu berkaitan dengan perpindahan penduduk, yaitu
faktor positif dan negatif. Faktor positif adalah faktor yang
menarik seseorang untuk tidak meninggalkan suatu daerah,
sementara faktor negatif adalah faktor yang menyebabkan
seseorang meninggalkan suatu daerah. Faktor netral adalah
faktor yang tidak mempengaruhi keputusan seseorang untuk
bermigrasi. Faktor individu dapat berupa keinginan untuk
tinggal di tempat yang baru. Penghalang antara dapat berupa
jarak atau peraturan bagi pendatang di tempat yang baru.
57
Gambar 3.13
Determinan migrasi Lee
+ – + 0 + + – + 0 +
0 + – 0 + 0 – 0 + – 0 + 0 –
+ – 0 + 0 – 0 + 0 + – 0 + 0 – 0 + 0
0 + – 0 + 0 – Penghalang antara 0 + – 0 + 0 –
+ – + 0 + + – + 0 +
Tempat asal Tempat tujuan
Keterangan: + = faktor penarik, – = faktor pendorong, 0 = faktor
netral.
Sumber: Lee (1966).
Selanjutnya, Todaro (1998) menyatakan migrasi merupakan
suatu proses yang sangat selektif yang mempengaruhi setiap
individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan, dan
demografi tertentu. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap
faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi dari masing-masing
individu juga bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya terdapat
pada arus migrasi antarwilayah pada negara yang sama, tetapi
juga pada migrasi antar negara.
Beberapa faktor non-ekonomi yang mempengaruhi keinginan
seseorang melakukan migrasi adalah sebagai berikut.
58
a. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran
untuk melepaskan diri dari kendala-kendala tradisional
yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang
sebelumnya mengekang mereka.
b. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana
meteorologis, seperti banjir dan kekeringan.
c. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat
kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan
penduduk suatu tempat.
d. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian
hubungan keluarga besar yang berada pada tempat tujuan
migrasi.
e. Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas seluruh
sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung
berorientasi pada kehidupan kota, dan dampak-dampak
modernisasi yang ditimbulkan oleh media massa atau
media elektronik.
Teori neoklasikal ekonomi makro menjelaskan bagaimana
proses dan akibat dari perpindahan tenaga kerja yang berasal
dari negara yang mengalami surplus tenaga kerja tetapi
kekurangan kapital menuju negara yang kekurangan tenaga
kerja, tetapi memiliki kapital yang berlimpah. Teori ini kurang
59
memperhatikan bagaimana seseorang memutuskan untuk
berpindah, sebab-sebab perpindahan, serta dengan cara apa ia
berpindah.
Teori ekonomi lainnya, yaitu teori neoklasikal ekonomi mikro,
yang sebetulnya juga memperbincangkan soal pengambilan
keputusan pada tingkat individu migran, tetapi tidak mencoba
menjelaskan persoalan, mengapa seseorang berpindah dengan
cara tertentu, mengapa bukan dengan cara yang lain. Teori ini
hanya merekomendasikan kepada para migran potensial itu,
agar mempertimbangkan biaya dan manfaat dari setiap
perpindahan ke daerah tujuan yang memiliki potensi lebih
besar dibandingkan dengan daerah asal migran (Massey, 1993;
Kuper and Kuper, 2000).
Teori yang berasal dari perspektif demografi-ekonomi adalah
teori segmented labour market. Menurut teori ini, arus migrasi
tenaga kerja dari suatu negara ditentukan oleh adanya faktor
permintaan (demand) pasar kerja, yang lebih tinggi di negara
lain. Dalam teori ini, faktor penarik, yakni pasar kerja terhadap
arus migrasi tenaga kerja, jauh lebih dominan jika
dibandingkan dengan faktor penekan lain untuk berpindah
yang ada di daerah asal. Akan tetapi, teori ini kurang
memberikan penjelasan yang rinci di tingkat mikro,
60
bagaimana seseorang akhirnya memutuskan untuk berpindah
atau tetap tinggal di daerah asalnya.
Keputusan bermigrasi lebih banyak pada orang yang berusia
muda dan berpendidikan. Hal ini disebabkan migrasi
merupakan investasi modal manusia (human capital), dan
orang yang berusia muda mempunyai periode yang panjang
untuk mengumpulkan pengembalian (return) dari investasi
migrasi sehingga meningkatkan keuntungan bersih dari
migrasi. Apalagi kaum muda ini ditunjang oleh pendidikan
yang relatif tinggi dan semakin meningkatkan kemauan untuk
bermigrasi. Mereka lebih efisien dan mampu mempelajari
peluang-peluang pada alternatif pasar tenaga kerja lain.
Sementara itu, pekerja yang lebih tua tidak suka berpindah.
Pekerja yang lebih tua mempunyai periode yang lebih sedikit
untuk mengumpulkan pengembalian dari investasi migrasi.
Periode pengembalian yang lebih pendek dapat menurunkan
keuntungan bersih migrasi dan menurunkan kemungkinan
untuk bermigrasi.
Motivasi bermigrasi ada berbagai macam. Keahlian atau
kemampuan (skill) merupakan faktor yang menjadi
pertimbangan migran untuk bermigrasi. Dalam modelnya
Andrew D. Roy tahun 1951 (BKKBN, 2013) mengasumsikan
61
tentang adanya mobilitas sempurna dari keahlian, yang berarti
dapat dengan mudah berpindah tempat ke negara atau kawasan
lain. Selain itu, kondisi perkonomian di negara asal dan negara
tujuan menjadi faktor pemicu dalam keputusan seseorang
untuk bermigrasi.
E. Latihan
Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi
ini, kerjakan soal-soal berikut ini.
1. Tingkat dan tren!
2. Pola dan perbedaan!
3. Determinan!
F. Rangkuman
Migrasi berbeda menurut provinsi, umur, dan jenis kelamin.
Persentase migran seumur hidup dan risen paling tinggi di
Kepulauan Riau. Persentase komuter paling tinggi di DKI
Jakarta. Pola migrasi neto menurut umur secara umum
berbentuk huruf U. Angka migrasi neto negatif pada kelompok
umur produktif. Laki-laki lebih cenderung melakukan
62
mobilitas. Determinan migrasi meliputi faktor-faktor di daerah
asal dan di daerah tujuan, faktor pribadi, dan penghalang
antara. Motif ekonomi merupakan alasan utama penduduk
melakukan perpindahan.
G. Evaluasi
Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi
ini, kerjakan soal-soal berikut:
Soal Pilihan Ganda
Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
Anda anggap paling benar.
1. Tingginya persentase migran risen di D.I. Yogyakarta
dapat disebabkan karena
a. D.I. Yogyakarta merupakan pusat perdagangan
b. D.I. Yogyakarta pernah menjadi Ibu Kota Negara
c. D.I. Yogyakarta merupakan tempat pendidikan utama
d. D.I. Yogyakarta tempatnya nyaman
2. Menurut hasil SUPAS 2015, angka migrasi risen neto
internasional Indonesia adalah -0,5 per 1.000 penduduk,
artinya
63
a. Terdapat 5 orang Indonesia melakukan migrasi keluar
dari Indonesia per 1000 penduduk Indonesia
b. Terdapat 5 orang Indonesia melakukan migrasi masuk
ke Indonesia per 1000 penduduk Indonesia
c. Terdapat lebih banyak 5 orang yang masuk ke
Indonesia daripada yang keluar dari Indonesia per
1.000 penduduk Indonesia
d. Terdapat lebih banyak 5 orang yang keluar dari
Indonesia daripada yang masuk ke Indonesia per 1.000
penduduk Indonesia
3. Pemerintah Indonesia melakukan transmigrasi pertama
pada tahun..
a. 1945
b. 1950
c. 1955
b. d.1960
4. Pada masa penjajahan Belanda dimulai dengan nama
a. Kolonisasi
b. Komunisasi
c. Kapitalisasi
d. Globalisasi
64
5. Menurut UU No.15 tahun 1997, salah satu jenis
transmigrasi adalah transmigrasi umum, maksudnya
adalah
a. Dilaksanakan atas dorongan indurstri di daerah tujuan
b. Dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan
atau kelompok
c. Pelaksanaannya sepenuhnya disubsidi oleh
pemerintah,
d. Pelaksanaannya terdapat campur tangan pemerintah
dilakukan seminimal mungkin.
6. Teori determinan migrasi yang pertama diajukan oleh
Ravenstein (1885) yang disebut hukum migrasi
Ravenstein dan terdiri dari 7 hukum. Berikut merupakan
determinan migrasi menurut Ravenstain, kecuali..
a. Migrasi dan Budaya
b. Migrasi dan jarak
c. Migrasi bertahap
d. Teknologi
7. Teori migrasi mengenai teori push factors dan pull factors
dikembangkan oleh..
a. Reveinstein
b. Lee
65
c. Hugo
d. Massey
8. Teori yang menjelaskan bagaimana proses dan akibat dari
perpindahan tenaga kerja yang berasal dari negara yang
mengalami surplus tenaga kerja tetapi kekurangan kapital
menuju negara yang kekurangan tenaga kerja, tetapi
memiliki kapital yang berlimpah, merupakan teori
a. Push Factors
b. Pull Factors
c. Neo classic microeconomic
d. Neo classic macroeconomic
9. Keputusan bermigrasi lebih banyak dilakukan oleh..
a. orang tua dan berpendidikan
b. orang muda dan berpendidikan
c. orang tua dan berpengalaman
d. orang muda dan mencari pengalaman
10. Keahlian atau kemampuan (skill) merupakan faktor yang
menjadi pertimbangan migran untuk bermigrasi. Hal ini
sesuai dengan pendapat
a. Reveinstein
b. Lee
66
c. Hugo
d. Andrew D. Roy
Soal Esai
Buatlah suatu esai (satu halaman) tentang tingkat, tren, pola
dan perbedaan, serta determinan migrasi di wilayah kerja
Anda.
H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Kunci jawaban Evaluasi (Pilihan Ganda)
1. D
2. C
3. B
4. A
5. C
6. A
7. B
8. D
9. B
10. D
67
68
BAB IV
PENUTUP
Selamat! Anda telah mempelajari mata diklat “Proses
Demografis: Konsep dan Ukuran Migrasi” dengan sukses.
Selanjutnya, untuk mengakhiri modul ini, Anda dipersilakan
untuk mencermati sekali lagi rangkuman yang merupakan
intisari migrasi.
A. Rangkuman
Migrasi adalah perpindaha penduduk dari suatu daerah asal ke
daerah tujuan dengan melewati batas administratif. Konsep
migrasi meliputi migrasi semasa hidup, migrasi risen, migrasi
masuk, migrasi keluar, migrasi neto, migrasi bruto, arus
migrasi, migrasi sirkuler, dan migrasi musiman. Ukuran-
ukuran migrasi meliputi angka migrasi parsial, angka migrasi
masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto, dan angka
migrasi bruto.
Migrasi berbeda menurut provinsi, umur, dan jenis kelamin.
Persentase migran seumur hidup dan risen paling tinggi di
Kepulauan Riau. Persentase komuter paling tinggi di DKI
Jakarta. Pola migrasi neto menurut umur secara umum
69
berbentuk huruf U. Angka migrasi neto negatif pada kelompok
umur produktif. Laki-laki lebih cenderung melakukan
mobilitas. Determinan migrasi meliputi faktor-faktor di daerah
asal dan di daerah tujuan, faktor pribadi, dan penghalang
antara. Motif ekonomi merupakan alasan utama penduduk
melakukan perpindahan.
B. Evaluasi
Buatlah suatu esai (satu halaman) tentang pentingnya
pemahaman migrasi di kalangan pembuat kebijakan dan
pengambil keputusan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Migrasi Internal Penduduk
Indonesia. Jakarta, Indonesia.
BKKBN. 2013. Modul 4 Konsep dan Ukuran Migrasi, Diklat
Teknis Dasar-Dasar Demografi. Jakarta, Indonesia
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan
Pusat Statistik, dan United Nations Population Fund
(UNFPA). 2018. Proyeksi Penduduk Indonesia 2015–2045.
Jakarta, Indonesia.
Lee, E. S. 1966. A Theory of Migration. Demography, Vol. 3,
No. 1. (1966), hal. 47–57.
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2010. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2. Editor: S.M.
Adioetomo dan O.B. Samosir. Depok, Indonesia
Ravenstein, E.G. 1885. The Laws of Migration. Journal of the
Statistical Society of London. Vol. 48, No. 2, hal. 167–235.
Siegel, J.S. and David A. Swanson. 2004. The Methods and
Materials of Demography. Second Edition. Elsevier
Academic Press. California, USA.
71
United Nations (UN). 2019. World Population Prospects 2019,
Online Edition. Rev. 1. Department of Economic and Social
Affairs, Population Division (2019).
Zelinsky, W. (1971). The Hypothesis of the Mobility
Transition. Geographical Review. 61 (2): 219–249.

More Related Content

What's hot

Modul2 fertilitas
Modul2 fertilitasModul2 fertilitas
Modul2 fertilitas
PusdiklatKKB
 
Modul5 isi-17 juli20-r2
Modul5 isi-17 juli20-r2Modul5 isi-17 juli20-r2
Modul5 isi-17 juli20-r2
PusdiklatKKB
 
Modul pengelolaan bkb bkkbn final
Modul pengelolaan bkb bkkbn finalModul pengelolaan bkb bkkbn final
Modul pengelolaan bkb bkkbn final
PusdiklatKKB
 
Modul6 isi-17 juli20-r2
Modul6 isi-17 juli20-r2Modul6 isi-17 juli20-r2
Modul6 isi-17 juli20-r2
PusdiklatKKB
 
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
PusdiklatKKB
 
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
daldukpapua
 
Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6
PusdiklatKKB
 
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografiKajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
daldukpapua
 
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
Oswar Mungkasa
 
Buku bkr
Buku bkrBuku bkr
Buku bkr
Siska Yanti
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
Anindita Dyah Sekarpuri
 
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
PusdiklatKKB
 

What's hot (20)

Modul2 fertilitas
Modul2 fertilitasModul2 fertilitas
Modul2 fertilitas
 
Modul5 isi-17 juli20-r2
Modul5 isi-17 juli20-r2Modul5 isi-17 juli20-r2
Modul5 isi-17 juli20-r2
 
Modul pengelolaan bkb bkkbn final
Modul pengelolaan bkb bkkbn finalModul pengelolaan bkb bkkbn final
Modul pengelolaan bkb bkkbn final
 
Modul6 isi-17 juli20-r2
Modul6 isi-17 juli20-r2Modul6 isi-17 juli20-r2
Modul6 isi-17 juli20-r2
 
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
 
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
 
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
Modul tumbuh kembang anak usia dini bkkbn rev4
 
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
 
Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6
 
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografiKajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
 
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
 
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
 
Buku PIK-Remaja
Buku PIK-RemajaBuku PIK-Remaja
Buku PIK-Remaja
 
Buku bkr
Buku bkrBuku bkr
Buku bkr
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
 
Materi bkr
Materi bkrMateri bkr
Materi bkr
 
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
Modul Bina Keluarga Remaja (BKR) BKKBN Program Prioritas Nasional (Pro PN) 2019
 
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
Modul 1000 hari pertama kehidupan bkkbn rev4
 
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
 

Similar to Modul4 isi-17 juli20-r2

Modul 4 - Migrasi
Modul  4 - MigrasiModul  4 - Migrasi
Modul 4 - Migrasi
Pusdiklat KKB
 
Modul 4 migrasi
Modul   4 migrasiModul   4 migrasi
Modul 4 migrasi
PusdiklatKKB
 
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
Modul   1 konsep dasar-dasar demografiModul   1 konsep dasar-dasar demografi
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
PusdiklatKKB
 
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
Modul   1 konsep dasar-dasar demografiModul   1 konsep dasar-dasar demografi
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
Pusdiklat KKB
 
Penduduk dan Pembangunan
Penduduk dan PembangunanPenduduk dan Pembangunan
Penduduk dan Pembangunan
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
 
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga BerencanaKB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
pjj_kemenkes
 
Modul 3. mortalitas
Modul   3. mortalitasModul   3. mortalitas
Modul 3. mortalitas
PusdiklatKKB
 
Modul 3 - Mortalitas
Modul  3 - MortalitasModul  3 - Mortalitas
Modul 3 - Mortalitas
Pusdiklat KKB
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi  MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
ACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
Modul 3 kb 2 perencanaan
Modul 3 kb 2 perencanaanModul 3 kb 2 perencanaan
Modul 3 kb 2 perencanaan
pjj_kemenkes
 
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekModul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekDhiangga Jauhary
 
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umumModul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umumDhiangga Jauhary
 
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyekModul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyekDhiangga Jauhary
 
Manual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
Manual D Penyusunan Rencana Tindak SanitasiManual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
Manual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
Joy Irman
 
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
Sujud Marwoto
 
BT_2823.pptx
BT_2823.pptxBT_2823.pptx
BT_2823.pptx
dpmdbusel
 
Penjelasan 1 (sosialisasi)
Penjelasan 1 (sosialisasi)Penjelasan 1 (sosialisasi)
Penjelasan 1 (sosialisasi)pnpmbonebolango
 
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdfa4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
IntanDelvyM
 
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan DaerahSinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
Dadang Solihin
 

Similar to Modul4 isi-17 juli20-r2 (20)

Modul 4 - Migrasi
Modul  4 - MigrasiModul  4 - Migrasi
Modul 4 - Migrasi
 
Modul 4 migrasi
Modul   4 migrasiModul   4 migrasi
Modul 4 migrasi
 
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
Modul   1 konsep dasar-dasar demografiModul   1 konsep dasar-dasar demografi
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
 
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
Modul   1 konsep dasar-dasar demografiModul   1 konsep dasar-dasar demografi
Modul 1 konsep dasar-dasar demografi
 
Penduduk dan Pembangunan
Penduduk dan PembangunanPenduduk dan Pembangunan
Penduduk dan Pembangunan
 
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga BerencanaKB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
KB 1 Konsep Dasar Kependudukan dan Keluarga Berencana
 
Modul 3. mortalitas
Modul   3. mortalitasModul   3. mortalitas
Modul 3. mortalitas
 
Modul 3 - Mortalitas
Modul  3 - MortalitasModul  3 - Mortalitas
Modul 3 - Mortalitas
 
Tugas MANDI ACHMADAVANDI,SE,MM
Tugas MANDI  ACHMADAVANDI,SE,MMTugas MANDI  ACHMADAVANDI,SE,MM
Tugas MANDI ACHMADAVANDI,SE,MM
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi  MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,PERANAN PEMBAGUNAN DIPU .LUAchmad avandi
 
Modul 3 kb 2 perencanaan
Modul 3 kb 2 perencanaanModul 3 kb 2 perencanaan
Modul 3 kb 2 perencanaan
 
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekModul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
 
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umumModul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
 
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyekModul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
 
Manual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
Manual D Penyusunan Rencana Tindak SanitasiManual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
Manual D Penyusunan Rencana Tindak Sanitasi
 
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA...
 
BT_2823.pptx
BT_2823.pptxBT_2823.pptx
BT_2823.pptx
 
Penjelasan 1 (sosialisasi)
Penjelasan 1 (sosialisasi)Penjelasan 1 (sosialisasi)
Penjelasan 1 (sosialisasi)
 
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdfa4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
a4148a781419e9aecb32727444df7298.pdf
 
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan DaerahSinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
Sinergi Kebijakan Anggaran dan Pembangunan Daerah
 

More from PusdiklatKKB

Bahan tayang modul 1
Bahan tayang modul 1Bahan tayang modul 1
Bahan tayang modul 1
PusdiklatKKB
 
Bahan tayang 3 mortalitas
Bahan tayang 3   mortalitasBahan tayang 3   mortalitas
Bahan tayang 3 mortalitas
PusdiklatKKB
 
Bahan tayang modul 2 fertilitas
Bahan tayang modul 2   fertilitasBahan tayang modul 2   fertilitas
Bahan tayang modul 2 fertilitas
PusdiklatKKB
 
Bahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
Bahan tayang modul 5 - Luaran DemografisBahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
Bahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
PusdiklatKKB
 
Bahan tayang modul 4 - migrasi
Bahan tayang modul 4 - migrasiBahan tayang modul 4 - migrasi
Bahan tayang modul 4 - migrasi
PusdiklatKKB
 
Bahan tayang modul 3 mortalitas
Bahan tayang modul 3   mortalitasBahan tayang modul 3   mortalitas
Bahan tayang modul 3 mortalitas
PusdiklatKKB
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 

More from PusdiklatKKB (9)

Bahan tayang modul 1
Bahan tayang modul 1Bahan tayang modul 1
Bahan tayang modul 1
 
Bahan tayang 3 mortalitas
Bahan tayang 3   mortalitasBahan tayang 3   mortalitas
Bahan tayang 3 mortalitas
 
Bahan tayang modul 2 fertilitas
Bahan tayang modul 2   fertilitasBahan tayang modul 2   fertilitas
Bahan tayang modul 2 fertilitas
 
Bahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
Bahan tayang modul 5 - Luaran DemografisBahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
Bahan tayang modul 5 - Luaran Demografis
 
Bahan tayang modul 4 - migrasi
Bahan tayang modul 4 - migrasiBahan tayang modul 4 - migrasi
Bahan tayang modul 4 - migrasi
 
Bahan tayang modul 3 mortalitas
Bahan tayang modul 3   mortalitasBahan tayang modul 3   mortalitas
Bahan tayang modul 3 mortalitas
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
 
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
 
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
 

Recently uploaded

SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 

Recently uploaded (20)

SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 

Modul4 isi-17 juli20-r2

  • 1. 0 MODUL – 4 PROSES DEMOGRAFIS: KONSEP DAN UKURAN MIGRASI
  • 2. i Proses Demografis: Konsep dan Ukuran Migrasi Tim Penyusun: Omas Bulan Samosir, Ph.D Rihlah Romdoniah, S.E. Israul Hasanah, S.E.
  • 3. ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya Modul Konsep dan Ukuran Fertilitas telah tersusun. Sehingga Modul “Proses Demografis: Konsep dan Ukuran Migrasi” dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman peserta yang tergabung dalam Diklat Teknis Dasar-Dasar Demografi bagi ASN BKKBN, PLKB/PKB, Mitra kerja, maupun Motivator. Dengan adanya misi BKKBN dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan maka semua pegawai BKKBN baik di pusat dan daerah harus memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar demografi. Modul ini disusun atas kerjasama antara Pusdiklat Kependudukan dan KB, BKKBN RI dengan Lembaga Demografi FEB UI. Modul ini masih perlu dikembangkan oleh masing-masing pengguna dan ditindak lanjuti melalui praktek lansung di lapangan dalam memenuhi kebutuhan operasional serta dari sumber kepustakaan. Saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan bahan ajar sangatlah kami harapkan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya modul ini. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat kepada setiap peserta ajar dan pembacanya.
  • 4. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN......................................................................1 A. Latar Belakang.....................................................................1 B. Deskripsi Singkat..................................................................3 C. Manfaat Modul bagi Peserta...............................................3 D. Tujuan Pembelajaran ..........................................................4 E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...................................4 F. Petunjuk Belajar ..................................................................5 BAB II PENGUKURAN MIGRASI........................................................7 A. Konsep dan definisi migrasi.................................................7 B. Sumber data migrasi .........................................................15 C. Ukuran migrasi ..................................................................18 D. Latihan...............................................................................25 E. Rangkuman........................................................................26 F. Evaluasi..............................................................................26 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.........................................30 BAB III ANALISIS MIGRASI..............................................................31 A. Tingkat dan tren migrasi....................................................31 B. Pola dan perbedaan migrasi..............................................34 C. Transmigrasi di Indonesia..................................................50 D. Determinan migrasi...........................................................53 E. Latihan...............................................................................61
  • 5. iv F. Rangkuman........................................................................61 G. Evaluasi..............................................................................62 H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.........................................66 BAB IV PENUTUP ...........................................................................68 A. Rangkuman........................................................................68 B. Evaluasi..............................................................................69 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................70
  • 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Migrasi (perpindahan) adalah komponen utama pertumbuhan penduduk yang dapat mengurangi atau menambah jumlah penduduk. Jika migrasi keluar dari suatu wilayah lebih besar daripada migrasi masuk ke suatu wilayah maka migrasi akan mengurangi jumlah penduduk. Sebaliknya, jika migrasi keluar dari suatu wilayah lebih kecil daripada migrasi masuk ke suatu wilayah maka migrasi akan menambah jumlah penduduk. Migrasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian pembangunan. Pencapaian pembangunan yang lebih baik di suatu wilayah akan menarik penduduk untuk mendatangi wilayah tersebut. Sementara itu, ketertinggalan dalam pembangunan di suatu wilayah akan mendorong penduduk untuk keluar dari wilayah tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan migrasi merupakan suatu kebijakan pembangunan yang penting untuk meningkatkan pencapaian pembangunan. Pemahaman yang tepat mengenai
  • 7. 2 migrasi merupakan salah satu faktor kunci untuk penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait migrasi. Analisis migrasi bermanfaat untuk sebagai berikut. (i) Analisis status demografi saat ini dari suatu populasi serta konsekuensinya pada pertumbuhan penduduk. (ii) Memenuhi kebutuhan administrasi kependudukan dan penelitian bagi institusi perpindahan penduduk dalam hubungannya dengan pembangunan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program pengarahan mobilitas penduduk. (iii) Penentuan aksi dan kebijakan administratif dalam hubungannya dengan program-program institusi-institusi pemerintah yang bergerak di luar bidang perpindahan penduduk. (iv) Memenuhi kebutuhan akan informasi tentang perubahan penduduk dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan profesional dan komersial. (v) Pembuatan analisis perubahan penduduk pada masa lampau yang dibutuhkan untuk proyeksi penduduk dan karakteristik demografi lainnya untuk perencanaan kebutuhan fasilitas perumahan dan pendidikan, managemen program jaminan sosial serta untuk produksi
  • 8. 3 dan penyediaan pelayanan dan komoditas untuk berbagai kelompok penduduk. (vi) Penentuan program-program pengarahan mobilitas penduduk. (vii)Memenuhi kebutuhan individu-individu akan dokumen perpindahan penduduk. B. Deskripsi Singkat Dalam modul ini dibahas konsep, definisi, sumber data, ukuran, dan analisis migrasi. C. Manfaat Modul bagi Peserta Manfaat modul bagi peserta adalah sebagai bahan ajar dalam mata Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Dasar-Dasar Demografi agar Aparatur Sipil Negara (ASN) Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dapat mengerti dan memahami istilah-istilah dalam migrasi dan kaitannya dengan pembangunan dan Program Bangga Kencana yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
  • 9. 4 D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu memahami konsep, definisi, sumber data, ukuran, dan analisis migrasi. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari materi ini Anda dapat - menjelaskan konsep migrasi; - menjelaskan definisi konsep migrasi; - menjelaskan sumber data migrasi; - menjelaskan ukuran-ukuran migrasi; - menjelaskan tingkat, tren, pola, dan perbedaan migrasi; - menjelaskan determinan migrasi; - menjelaskan isu-isu terkini migrasi. E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok I. Pengukuran migrasi 1. Konsep dan definisi migrasi
  • 10. 5 2. Sumber data migrasi 3. Ukuran-ukuran migrasi II. Analisis migrasi 1. Tingkat dan tren migrasi 2. Pola dan perbedaan migrasi 3. Determinan migrasi F. Petunjuk Belajar 1. Bacalah dengan seksama indikator keberhasilan setiap bab karena indikator keberhasilan merupakan tolok ukur keberhasilan Anda dalam belajar. 2. Bacalah materi yang diberikan oleh Widyaiswara secara berurutan dengan seksama. Tanyakan apabila ada yang kurang dimengerti. 3. Diskusikan dengan teman-teman Anda bila ada masalah dalam penyusunan ataupun pengusulan angka kredit. 4. Kerjakan soal-soal latihan yang diberikan untuk mengukur kemampuan Anda. 5. Jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu sebelum Anda mengerjakan soal-soal latihan.
  • 11. 6 6. Untuk memperkaya pengetahuan carilah informasi dari sumber-sumber lain yang relevan. Baiklah, selamat belajar! Semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diuraikan dalam Mata Diklat Dasar-Dasar Demografi ini dan dapat melaksanakan tugas sehari-hari anda sebagai seorang ASN BKKBN secara lebih baik lagi.
  • 12. 7 BAB II PENGUKURAN MIGRASI Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari modul ini peserta diklat dapat menjelaskan pengukuran migrasi. A. Konsep dan definisi migrasi Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan penduduk, selain kelahiran dan kematian. Migrasi dapat meningkatkan jumlah penduduk apabila jumlah penduduk yang masuk ke suatu daerah lebih banyak dari pada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut. Sebaliknya, migrasi dapat mengurangi jumlah penduduk jika jumlah penduduk yang masuk ke suatu wilayah lebih sedikit dari pada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampui batas politik/negara ataupun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi, migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau dalam penelaahan migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi tempat.
  • 13. 8 Untuk dimensi waktu, ukuran yang pasti tidak ada, tetapi peneliti dapat menentukan sendiri kapan seseorang dianggap sebagai migran. Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, memakai referensi waktu enam bulan untuk menetapkan bahwa seseorang dalam suatu rumah tangga adalah penduduk apabila orang tersebut berada dalam rumah tangga tersebut secara terus-menerus atau telah menetap di tempat tersebut minimal enam bulan secara berturut-turut. Untuk dimensi tempat atau daerah secara garis besar dibedakan menjadi migrasi antar negara, yaitu migrasi penduduk dari suatu negara ke negara lain, yang disebut migrasi internasional. Sementara itu, perpindahan yang terjadi dalam suatu negara, misalnya antar provinsi, kota, atau kesatuan administratif lainnya, dikenal dengan migrasi internal. Selanjutnya, perpindahan lokal adalah perpindahan dari satu alamat ke alamat lain atau dari suatu kota ke kota lain, tetapi masih dalam batas bagian dalam suatu negara, misalnya dalam satu provinsi. Di pihak lain, mobilitas merupakan perpindahan spasial fisik atau geografis. Migrasi merupakan mobilitas antar batas administratif atau politik, seperti negara atau provinsi. Jadi, migrasi merupakan bagian dari mobilitas.
  • 14. 9 Batasan unit wilayah bagi migrasi di Indonesia menurut SP 1961, SP 1971, dan SP 1980 adalah provinsi. Akan tetapi, karena perkembangan dan kebutuhan, berkembang pula studi migrasi antar kabupaten/kota. Migrasi merupakan aktivitas pindahnya seseorang, sedangkan orang yang pindah tempat tinggal disebut migran. Migrasi sukar dihitung karena dapat diukur dengan berbagai definisi dan merupakan suatu peristiwa yang mungkin berulang beberapa kali sepanjang hidup seseorang. Hampir semua definisi menggunakan kriteria waktu dan ruang sehingga perpindahan yang masuk dalam proses migrasi setidak-tidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas- batas geografis tertentu. Lee (1969) misalnya, menggambarkan migrasi sebagai perpindahan yang permanen atau semi permanen. Sementara itu, menurut Mangalam (1968) migrasi adalah “perpindahan yang relatif permanen dari suatu kelompok yang disebut kaum migran, dari satu lokasi ke lokasi lainnya.” Tidak satu pun dari pendapat ini yang memberikan batasan waktu yang jelas. Meskipun migrasi diasumsikan sebagai “permanen,” seorang migran yang nampaknya permanen (misalnya seseorang yang ketika datang menyatakan akan
  • 15. 10 menjadi penduduk tetap), mungkin hanya tinggal selama beberapa waktu di tempat tujuan yang telah dipilihnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations 1973) mengartikan seorang migran jangka panjang sebagai orang yang dimaksud tinggal lebih dari 12 bulan di suatu tempat. Definisi ruang dalam analisis migrasi menimbulkan masalah yang sama. Migrasi dapat melintas batas antar negara (migrasi internasional), atau melintasi batas unit administrasi yang lebih kecil dalam negara (migrasi internal). Tingkat migrasi dalam negeri tergantung pada luasnya unit wilayah yang dipilih dan akan meningkat dengan menyempitnya definisi wilayah karena lebih banyak terjadi perpindahan jarak pendek. Di Australia, misalnya, volume migrasi dalam negeri yang melintasi batas-batas Victoria, negara bagian terkecil di Australia, secara proporsional lebih besar daripada volume migrasi untuk negara bagian terbesar, yaitu Australia Barat. Demikian juga, analisis migrasi antar wilayah di Papua Nugini pada tahun 1971 menunjukkan bahwa hanya 4% penduduk asli berdiam di wilayah kelahirannya. Akan tetapi, ketika diadakan analisis tentang migrasi melintas batas wilayah yang lebih kecil, maka ditemukan bahwa 7% penduduk telah pindah ke luar provinsi kelahirannya. Jelaslah bahwa analisis tentang
  • 16. 11 unit wilayah yang lebih kecil di Papua Nugini akan menunjukkan tingkat perpindahan dalam negeri yang lebih besar. Karena migrasi tidak dapat didefinisikan dengan tepat, beberapa penulis mengusulkan agar migrasi dianggap bagian dari suatu rangkaian kesatuan yang meliputi semua jenis perpindahan penduduk. Perpindahan-perpindahan ini, yang berkisar dari komuter (nglaju) sampai pindah tempat tinggal untuk jangka waktu panjang, digambarkan sebagai mobilitas penduduk. Gould dan Prothero (1975) mengelompokkan mobilitas di Afrika Tropis menurut waktu (harian, periodik, musiman, jangka panjang, tidak tetap, dan permanen) dan menurut ruang (desa ke desa, desa ke kota, kota ke desa, dan kota ke kota), juga dibedakan antara yang kembali ke tempat asalnya (sirkulasi), dan yang menetap di tempat lain (migrasi). Karena batasannya tidak begitu ketat, maka pengelompokan ini dapat dipakai untuk menggambarkan mobilitas penduduk di negara-negara maju seperti Australia. Zelinskyn (1971) menyatakan bahwa pola perpindahan penduduk akan berubah apabila masyarakat dipengaruhi oleh berbagai tahap proses modernisasi. Di negara berkembang, perpindahan desa-kota mungkin dominan, sementara di negara
  • 17. 12 maju komuter (nglaju) ke tempat kerja dan perpindahan dari kota ke kota mungkin lebih penting. Masalah penting lainnya dalam analisis migrasi adalah bahwa meskipun seseorang dapat pindah beberapa kali sepanjang hidupnya, kebanyakan sensus dan survei hanya mencatat satu dari semua perpindahannya. Bahkan jika semua perpindahan digambarkan seperti dalam beberapa survei sampel, datanya tidak lengkap karena seseorang tetap menjadi migran potensial hingga akhir hayatnya. Jadi, analisis perpindahan penduduk dari setiap macam sumber data hanya dapat memberikan satu gambaran perkiraan dari suatu fenomena yang sangat rumit. Untuk memudahkan analisis migrasi, berikut konsep-konsep migrasi dan definisinya. a. Migrasi masuk (inmigration) adalah masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination). b. Migrasi keluar (outmigration) adalah perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin). c. Migrasi neto (net migration) merupakan selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar. d. Migrasi bruto (gross migration) adalah jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar.
  • 18. 13 e. Migrasi semasa hidup (lifetime migration) migrasi yang terjadi antara saat lahir dan saat sensus atau survei. f. Migrasi risen (recent migration) adalah migrasi yang melewati batas provinsi dalam kurun waktu tertentu sebelum pencacahan, misalnya lima tahun sebelum sensus atau survei. Jumlah migran masuk risen ke suatu provinsi adalah banyaknya penduduk di provinsi tersebut yang lima tahun lalu bertempat tinggal di luar provinsi tersebut. Jumlah migran keluar risen dari suatu provinsi adalah jumlah penduduk yang saat pencacahan tinggal di provinsi lain dan lima tahun yang lalu tinggal di provinsi tersebut. g. Migrasi total (total migration) adalah migrasi antar provinsi tanpa memperhatikan kapan perpindahannya, sehingga provinsi tempat tinggal sebelumnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal saat pencacahan. h. Migrasi internasional (international migration) merupakan perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi yang merupakan masuknya penduduk ke suatu negara disebut imigrasi. Sebaliknya, jika migrasi itu merupakan keluarnya penduduk dari suatu negara, maka disebut emigrasi.
  • 19. 14 i. Arus migrasi (migration stream) adalah sekelompok migran yang daerah asal dan tujuan migrasinya sama dalam suatu periode migrasi yang diberikan. j. Urbanisasi (urbanization) adalah bertambahnya proporsi penduduk perkotaan yang disebabkan oleh kelahiran, perpindahan penduduk ke perkotaan, dan/atau akibat dari perluasan daerah perkotaan. k. Transmigrasi (transmigration) adalah pemindahan dan atau kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap di daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Transmigrasi memiliki arti yang sama dengan pemukiman kembali (resettlement). l. Migrasi sirkuler atau migrasi musiman adalah migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. m.Migrasi ulang-alik (commuting) adalah migrasi setiap hari meninggalkan tempat tinggal pergi ke kota lain untuk bekerja atau berdagang dan sebagainya, namun pulang pada sore harinya.
  • 20. 15 B. Sumber data migrasi Seperti halnya pengukuran fertilitas dan mortalitas, sumber data utama migrasi adalah registrasi vital, sensus penduduk (SP), dan survei penduduk. Sistem registrasi vital merupakan sumber data migrasi yang ideal jika kejadian perpindahan segera dilaporkan. Akan tetapi, terdapat permasalahan data perpindahan yang bersumber dari sistem registasi vital. Penduduk tidak melaporkan kejadian perpindahannya, walaupun akan tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu yang panjang dan tidak ingin menetap di daerah tujuan. Hanya mereka yang betul-betul ingin pindah dan menetap di tempat tujuan dan memerlukan dokumen kependudukan baru, seperti kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) di tempat yang baru, mau melaporkan kejadian perpindahannya dan mengurus Surat Keterangan Pindah yang diterbitkan oleh Kantor Desa/Kelurahan dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Kelurahan atas nama Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Oleh karena itu, data perpindahan penduduk yang dihasilkan dari sistem registrasi vital berupa jumlah perpindahan penduduk yang dilaporkan saja. Informasi yang dikumpulkan dalam registrasi ini belum digunakan untuk
  • 21. 16 analisis yang mendalam tentang determinan dan konsekuensi migrasi. Di Indonesia, data perpindahan penduduk (migrasi) dihasilkan dari Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010, berupa jumlah migrasi seumur hidup dan migrasi risen. Data migrasi yang lebih rinci dihasilkan dari SUPAS. SUPAS merupakan sumber data utama migrasi di Indonesia karena SUPAS dirancang untuk menghasilkan estimasi angka migrasi yang kemudian digunakan sebagai data dasar migrasi untuk proyeksi penduduk nasional dan provinsi dengan menggunakan metode komponen. Jadi, angka migrasi yang dihasilkan dari SUPAS adalah angka migrasi pada tingkat nasional (migrasi internasional) dan provinsi (migrasi internal). Secara khusus, SUPAS 2015 menghasilkan estimasi parameter migrasi yang mencakup migrasi semasa hidup, migrasi risen, migrasi internasional, dan migrasi sirkuler. Parameter estimasi migrasi internasional pertama kali dihasilkan dari SUPAS 2015. Data migrasi yang dihasilkan dari SUPAS 2015 meliputi arus migrasi antar provinsi, penduduk menurut status migrasi (migran atau non-migran), alasan pindah (pekerjaan,
  • 22. 17 pendidikan, ikut suami/istri/orang tua/anak tanpa memperhatikan alasan pindah dari orang yang diikutinya, atau ikut saudara kandung/famili lain tanpa memperhatikan alasan pindah dari orang yang diikutinya, keamanan/politik, bencana/kerusakan lingkungan, atau lainnya). Beberapa kajian tentang determinan dan konsekuensi migrasi telah dilakukan berdasarkan hasil SUPAS 2015. Data migrasi juga diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). SUSENAS dan SAKERNAS dilakukan setiap tahun oleh BPS. Estimasi data migrasi yang dihasilkan representatif hingga tingkat kabupaten/kota. Adapun data migrasi yang tersedia dalam kedua survei ini adalah data mobilitas terkait pekerjaan. Informasi yang didapat adalah tempat tinggal dan tempat bekerjanya, apakah berbeda secara administratif atau tidak. Selain itu, informasi yang juga dapat diperoleh mengenai mobilitas non-permanen. Informasi ini dapat dilihat dari perjalanan pekerja dari tempat tinggal ke tempat kerja yang dilakukan pada hari yang sama dengan batasan administratif kabupaten/kota. Beberapa kajian tentang determinan dan konsekuensi mobilitas pekerjaan telah dilakukan berdasarkan hasil SUSENAS dan SAKERNAS.
  • 23. 18 Badan Pusat Statistik juga melaksanakan Survei Komuter 2019 di wilayah Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang) dan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Survei ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat data dan sistem pemantauan yang akan berperan sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan terkait komuter. Data yang dihasilkan antara lain meliputi jumlah komuter menurut kabupaten/kota serta karakteristik komuter dan rumah tangga komuter. Beberapa kajian tentang determinan dan konsekuensi komuter (nglaju) telah dilakukan berdasarkan hasil Survei Komuter 2019. C. Ukuran migrasi Angka migrasi parsial (partial migration rate/AMP) adalah banyaknya migran ke suatu daerah tujuan dari suatu daerah asal, atau dari suatu daerah asal ke suatu daerah tujuan, pada suatu periode per 1.000 penduduk di daerah asal atau daerah tujuan pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan AMP adalah sebagai berikut. 000.1= Asal Asal P M AMP
  • 24. 19 atau M adalah banyak perpindahan dari suatu daerah asal ke suatu daerah tujuan, PAsal adalah banyak penduduk di daerah asal, dan PTujuan adalah banyak penduduk di daerah tujuan. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak migrasi risen dari DKI Jakarta ke Jawa Barat adalah 296.926, banyak penduduk DKI Jakarta adalah 10.154.134, dan banyak penduduk Jawa Barat adalah 46.668.214. Angka migrasi parsial DKI Jakarta adalah Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 29 penduduk yang keluar dari DKI Jakarta dan masuk ke Jawa Barat per 1.000 penduduk DKI Jakarta. Angka migrasi parsial Jawa Barat adalah 000.1= Tujuan Tujuan P M AMP 29000.1 134.154.10 926.296 ==DKIAMP 6000.1 214.668.46 926.296 ==JawaBaratAMP
  • 25. 20 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 6 penduduk yang keluar dari DKI Jakarta dan masuk ke Jawa Barat per 1.000 penduduk Jawa Barat. Angka migrasi masuk (mi) adalah banyaknya migran yang masuk ke suatu daerah tujuan per 1.000 penduduk daerah tujuan pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan angka migrasi masuk adalah sebagai berikut. Mi adalah banyak penduduk yang pindah dan PTujuan adalah banyak penduduk daerah tujuan. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak penduduk yang masuk ke DKI Jakarta dalam lima tahun sebelum survei adalah 499.101 dan banyak penduduk DKI Jakarta adalah 10.154.134. Angka migrasi masuk DKI Jakarta adalah 49000.1 134.154.10 101.499 ==im 000.1= Tujuan i i P M m
  • 26. 21 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 49 penduduk yang masuk ke DKI Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta. Angka migrasi keluar (mo) adalah banyaknya migran yang keluar dari suatu daerah asal per 1.000 penduduk daerah asal pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan angka migrasi masuk adalah sebagai berikut. Mo adalah banyak penduduk yang pindah dan PAsal adalah banyak penduduk daerah asal. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, banyak penduduk yang keluar dari DKI Jakarta dalam lima tahun sebelum survei adalah 706.353 dan banyak penduduk DKI Jakarta adalah 10.154.134. Angka migrasi keluar DKI Jakarta adalah 70000.1 134.154.10 353.706 ==om 000.1= Asal o o P M m
  • 27. 22 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 70 penduduk yang keluar dari DKI Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta. Angka migrasi neto (mn) adalah banyaknya selisih antara penduduk yang masuk ke dan yang keluar dari suatu daerah per 1.000 penduduk daerah tersebut pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan angka migrasi neto adalah sebagai berikut. Mi adalah banyak penduduk yang masuk ke daerah tujuan, Mo adalah banyak penduduk yang keluar dari daerah asal, dan PTujuan/Asal adalah banyak penduduk daerah tujuan/asal. Dengan perkataan lain, mn adalah selisih antara mi dan mo. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, angka migrasi neto DKI Jakarta adalah 2170490 −=−=−= mmm in oi AsalTujuan oi n mm P MM m −= − = 000.1 /
  • 28. 23 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat lebih sedikit 21 penduduk yang masuk ke DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta. Angka migrasi bruto (mb) adalah banyaknya penduduk yang masuk ke dan yang keluar dari suatu daerah per 1.000 penduduk daerah tersebut pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan angka migrasi bruto adalah sebagai berikut. Mi adalah banyak penduduk yang masuk ke daerah tujuan, Mo adalah banyak penduduk yang keluar dari daerah asal, dan PTujuan/Asal adalah banyak penduduk daerah tujuan/asal. Dengan perkataan lain, mn adalah jumlah antara mi dan mo. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, angka migrasi bruto DKI Jakarta adalah 𝑚 𝑏 = 𝑚𝑖 + 𝑚0 = 49 + 70 = 119 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 119 penduduk yang masuk ke dan 𝑚 𝑏 = 𝑀𝑖 + 𝑀𝑜 𝑃𝑇𝑢𝑗𝑢𝑎𝑛/𝐴𝑠𝑎𝑙 × 1000 = 𝑚𝑖 + 𝑚 𝑜
  • 29. 24 keluar dari DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta per 1.000 penduduk DKI Jakarta. Angka migrasi menurut kelompok umur (age specific net migration rate/ASNMR) adalah banyak migrasi neto pada kelompok umur tertentu pada suatu periode per 1.000 penduduk pada kelompok umur yang sama pada pertengahan periode yang sama. Rumus perhitungan ASNMR adalah sebagai berikut. MNi adalah banyak migrasi neto pada kelompok umur i dan Pi adalah banyak penduduk pada kelompok umur i. Sebagai contoh, menurut SUPAS 2015, DKI Jakarta, dalam lima tahun sebelum survei, banyak migrasi neto pada kelompok umur 20–24 tahun adalah 8.405 dan banyak penduduk usia 20–24 tahun adalah 944.600. ASNMR kelompok umur 20–24 tahun DKI Jakarta adalah 9000.1 60.944 405.8 2420 ==−ASNMR 000.1= i i i P MN ASNMR
  • 30. 25 Artinya, menurut hasil SUPAS 2015, dalam lima tahun sebelum survei, terdapat 9 orang berusia 20–24 tahun lebih banyak yang masuk ke DKI Jakarta dibandingkan dengan yang keluar dari DKI Jakarta per 1.000 penduduk usia 20–24 tahun di DKI Jakarta. D. Latihan Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi ini, kerjakan soal-soal berikut ini dengan menggunakan hasil SUPAS 2015. 1. Hitunglah angka migrasi parsial antara provinsi Anda dan provinsi di sekitarnya. 2. Hitunglah angka migrasi masuk provinsi Anda. 3. Hitunglah angka migrasi keluar provinsi Anda. 4. Hitunglah angka migrasi neto dan bruto provinsi Anda. 5. Hitunglah ASNMR penduduk usia 25–29 tahun di DKI Jakarta jika diketahui banyak migrasi neto pada kelompok umur ini sebesar -4.646 dan banyak penduduknya sebesar 960.000 orang.
  • 31. 26 E. Rangkuman Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah asal ke daerah tujuan dengan melewati batas administratif. Konsep migrasi meliputi migrasi semasa hidup, migrasi risen, migrasi masuk, migrasi keluar, migrasi neto, migrasi bruto, arus migrasi, migrasi sirkuler, dan migrasi musiman. Ukuran- ukuran migrasi meliputi angka migrasi parsial, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto, dan angka migrasi bruto. F. Evaluasi Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi ini, kerjakan soal-soal berikut: Soal Pilihan Ganda Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang Anda anggap paling benar. 1. Migrasi mempengaruhi jumlah penduduk suatu wilayah melalui: a. Kelahiran b. Kematian c. Perpindahan
  • 32. 27 d. Registras 2. Batasan unit wilayah bagi migrasi di Indonesia menurut Sensus Penduduk adalah a. Kecamatan b. Kabupaten c. Desa d. Provinsi 3. Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal disebut.. a. Inmigration b. Outmigration c. Net migration d. Gross migration 4. Berikut merupakan data migrasi penduduk di Indonesia, kecuali a. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia b. Sensus Penduduk c. Survei Penduduk Antar Sensus d. Survei Komuter 5. Sumber data migrasi utama di Indonesia adalah a. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia b. Sensus Penduduk
  • 33. 28 c. Survei Penduduk Antar Sensus d. Survei Komuter 6. Transmigrasi memiliki arti yang sama dengan a. Pindah kembali b. Pemukiman kembali c. Pulang kembali d. Pindah ke luar negeri 7. Banyaknya migran ke suatu daerah tujuan dari suatu daerah asal, atau dari suatu daerah asal ke suatu daerah tujuan, pada suatu periode per 1.000 penduduk disebut a. Angka Migrasi Masuk b. Angka Migrasi Keluar c. Angka Migrasi Parsial d. Angka Migrasi Neto [Informasi untuk pertanyaan no 8-10] Menurut data SUPAS 2015, banyak penduduk yang masuk ke provinsi Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir sebelum survei adalah 142.774 jiwa. Sementara itu, terdapat 270.157 jiwa penduduk keluar dari Sumatera Utara tahun 2015. Pada tahun yang sama, jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak 13.937.797 jiwa.
  • 34. 29 8. Berdasarkan data di atas, angka migrasi keluar provinsi Sumatera Utara adalah a. 15 b. 17 c. 19 d. 21 9. Angka migrasi neto provinsi Sumatera Utara tahun 2015 adalah a. 9 b. -9 c. -29 d. 29 10. Berapakah angka migrasi bruto provinsi Sumatera Utara tahun 2015 a. 9 b. -9 c. -29 d. 29
  • 35. 30 Soal Esai Buatlah suatu esai (satu halaman) mengenai ketersediaan dan pemanfaatan data migrasi di wilayah kerja Anda. G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kunci jawaban Evaluasi (Pilihan Ganda) 1. C 2. D 3. B 4. A 5. C 6. B 7. C 8. C 9. B 10. D
  • 36. 31 BAB III ANALISIS MIGRASI Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari modul ini peserta diklat dapat menjelaskan tingkat, tren, pola, perbedaan, dan determinan migrasi. A. Tingkat dan tren migrasi Pada bagian ini akan dibahas mengenai tren migrasi seumur hidup dan tren migrasi risen antar pulau besar di Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan gabungan kepulauan lain (Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat). Pada Gambar 3.1 disajikan migrasi neto seumur hidup antar pulau di Indonesia. Dapat dilihat bahwa Jawa merupakan pulau utama pengirim migran utama dari tahun ke tahun. Selanjutnya, pulau pengirim migran adalah Sulawesi yang jumlah migrasi netonya selalu negatif dengan kecenderungan yang meningkat. Artinya, ada lebih banyak migrasi seumur hidup keluar daripada migrasi seumur hidup masuk di Sulawesi.
  • 37. 32 Gambar 3.1 Jumlah migran seumur hidup neto menurut pulau Indonesia 1971–2015 Sumber: www.bps.go.id (Diolah oleh Penulis). Sementara itu, pulau penerima migran seumur hidup utama adalah Sumatera, diikuti dengan Kalimantan. Ada lebih banyak migran seumur hidup masuk daripada migran seumur hidup keluar di kedua provinsi ini. Secara khusus, migran seumur hidup neto di Kalimantan cenderung meningkat. Kecenderungan migrasi risen di Indonesia mirip dengan migrasi seumur hidup (Gambar 3.2). Menurut SP 1980, Jawa juga merupakan pulau utama penerima migran risen, sementara Sumatera merupakan pulau utama penerima migran -4.000.000 -3.000.000 -2.000.000 -1.000.000 0 1.000.000 2.000.000 3.000.000 1971 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya
  • 38. 33 risen. Hal ini dapat disebabkan karena adanya program transmigrasi dari Jawa ke Sumatera. Akan tetapi, menurut hasil SUPAS 2015, Jawa juga menjadi pulau penerima migran risen dengan pulau-pulau lainnya merupakan penerima migran risen utama. Gambar 3.2 Jumlah migran risen neto menurut pulau Indonesia 1980–2015 Sumber: www.bps.go.id (Diolah oleh Penulis). -800000 -600000 -400000 -200000 0 200000 400000 600000 800000 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya
  • 39. 34 B. Pola dan perbedaan migrasi Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 10,6% penduduk Indonesia bertempat tinggal bukan di provinsi kelahirannya, – migran seumur hidup (Gambar 3.3). Persentase migran seumur hidup bervariasi antar provinsi di Indonesia, paling rendah di Jawa Timur, hanya 2,4%, dan lebih dari 30% di Papua Barat (31,3%), Kalimantan Timur (32,7%), DKI Jakarta (35,9%), dan paling tinggi di Kepulauan Riau (44,8%). Tingginya persentase migran seumur hidup di Papua Barat, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau dapat disebabkan karena ketiga provinsi ini merupakan daerah penghasil sumber daya alam. Sementara itu, tingginya persentase migran seumur hidup di DKI Jakarta dapat disebabkan karena DKI Jakarta merupakan ibu kota negara yang merupakan pusat pembangunan nasional sehingga menjadi daerah tujuan utama migrasi seumur hidup.
  • 40. 35 Gambar 3.3 Persentase migran seumur hidup menurut provinsi Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). 44,8 35,9 32,7 31,3 29,7 29,6 21,2 20,9 20,9 18,0 17,8 16,8 16,2 15,6 15,6 14,1 13,7 12,8 12,0 10,6 10,3 9,2 8,0 7,8 6,9 6,1 5,7 4,2 4,1 3,7 3,5 3,0 2,5 2,4 10,6 0 10 20 30 40 50 Kepulauan Riau DKI Jakarta Kalimantan Timur Papua Barat Riau Kalimantan Utara Kalimantan Tengah Jambi Banten Bengkulu Sulawesi Tenggara Lampung Sulawesi Tengah Papua D.I. Yogyakarta Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Barat Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Jawa Barat Bali Maluku Utara Maluku Sulawesi Utara Sumatera Barat Kalimantan Barat Gorontalo Aceh Sulawesi Selatan Sumatera Utara Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Jawa Timur Indonesia Persentase migran seumur hidup
  • 41. 36 Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 2,1% penduduk Indonesia bertempat tinggal bukan di provinsi tempat tinggalnya lima tahun yang lalu, – migran risen (Gambar 3.4). Persentase migran risen bervariasi menurut provinsi di Indonesia, kurang dari 1% di Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Aceh, serta lebih dari 5% di DKI Jakarta (5,4%), Kalimantan Utara (6,1%), D.I. Yogyakarta (6,1%), Papua Barat (7,8%), dan paling tinggi di Kepulauan Riau (10,8%). Tingginya persentase migran risen di Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Kepulauan Riau juga dapat disebabkan karena ketiga provinsi ini merupakan daerah penghasil sumber daya alam. Sementara itu, tingginya persentase migran risen di DKI Jakarta juga dapat disebabkan karena DKI Jakarta merupakan ibu kota negara yang merupakan pusat pembangunan nasional sehingga menjadi daerah tujuan utama migrasi risen. Selanjutnya, tingginya persentase migran risen di D.I. Yogyakarta dapat disebabkan karena D.I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi tempat pendidikan utama sehingga juga menjadi daerah tujuan utama migrasi risen.
  • 42. 37 Gambar 3.4 Persentase migran risen menurut provinsi Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). 10,8 7,8 6,1 6,1 5,4 3,8 3,8 3,7 3,5 3,0 3,0 3,0 2,6 2,6 2,4 2,4 2,4 2,3 2,2 2,2 2,0 1,8 1,8 1,7 1,7 1,5 1,5 1,5 1,1 1,1 1,0 0,9 0,9 0,9 2,1 0 2 4 6 8 10 12 Kepulauan Riau Papua Barat D.I. Yogyakarta Kalimantan Utara DKI Jakarta Kalimantan Timur Riau Bali Kalimantan Tengah Banten Sumatera Barat Sulawesi Barat Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Bengkulu Jambi Papua Maluku Utara Sulawesi Selatan Jawa Barat Maluku Jawa Tengah Sulawesi Utara Gorontalo Nusa Tenggara Timur Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Aceh Jawa Timur Kalimantan Barat Indonesia Persentase migran risen
  • 43. 38 Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa 3,2% penduduk Indonesia adalah komuter (Gambar 3.5). Persentase komuter bervariasi menurut provinsi di Indonesia, hanya 0,04% di Kalimantan Utara, dan tinggi di Bali (6,2%), Banten (7,0%), dan D.I. Yogyakarta (10,0%), dan paling tinggi di DKI Jakarta (12,1%). Lebih rendahnya persentase komuter di Kalimantan Utara dan juga di beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dapat disebabkan karena sarana transportasi komuter masih terbatas, khususnya sarana kereta api komuter dan jalan tol. Sementara itu, sarana komuter yang lebih tersedia di Jawa dan Bali telah menyebabkan lebih tingginya persentase komuter di beberapa provinsi di kedua pulau ini.
  • 44. 39 Gambar 3.5 Persentase komuter menurut provinsi Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). 12,09 9,97 7,01 6,16 4,44 2,96 2,94 2,84 2,70 2,17 2,09 1,74 1,72 1,70 1,69 1,63 1,59 1,37 1,04 0,95 0,94 0,82 0,76 0,68 0,59 0,58 0,49 0,37 0,33 0,29 0,21 0,21 0,14 0,04 3,17 0 2 4 6 8 10 12 14 DKI Jakarta D.I. Yogyakarta Banten Bali Jawa Barat Jawa Tengah Sumatera Utara Gorontalo Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Jawa Timur Kepulauan Bangka Belitung Lampung Sumatera Barat Jambi Aceh Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Riau Kalimantan Barat Bengkulu Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Maluku Papua Barat Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Nusa Tenggara Timur Sulawesi Barat Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Maluku Utara Papua Kalimantan Utara Indonesia Persentase komuter
  • 45. 40 Laki-laki lebih cenderung melakukan mobilitas dibandingkan perempuan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 3.6, hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa persentase migran seumur hidup laki-laki lebih tinggi daripada persentase migran seumur hidup perempuan, 10,9% versus 10,3%. Sementara itu, persentase migran risen laki-laki juga lebih tinggi daripada persentase migran risen perempuan, 2,1% versus 2,0%. Selanjutnya, persentase komuter juga lebih tinggi pada laki- laki daripada pada perempuan (4,2% versus 2,1%). Dengan perkataan lain, laki-laki 2 kali lebih cenderung untuk menjadi komuter daripada perempuan. Lebih tingginya persentase migran dan komuter laki-laki daripada persentase migran perempuan dapat disebabkan karena laki-laki lebih cenderung menjadi pencari nafkah bagi keluarga sehingga harus bekerja bahkan sampai bekerja di wilayah di luar tempat tinggal keluarganya. Selain itu, terdapat pandangan dalam masyarakat bahwa laki-laki harus pergi meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari pekerjaan di tempat lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Selanjutnya, terdapat juga pandangan dalam masyarakat bahwa perempuan tidak boleh berpergian ke tempat yang jauh kecuali jika bersama suami atau keluarganya.
  • 46. 41 Gambar 3.6 Persentase migran seumur hidup, migran risen, dan komuter menurut jenis kelamin Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). 10,9 2,1 4,2 10,3 2,0 2,1 10,6 2,1 3,2 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 Migran seumur hidup Migran risen Komuter Laki-laki Perempuan Indonesia
  • 47. 42 Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar migran seumur hidup lahir di Jawa Tengah (24,4%), diikuti dengan di Jawa Timur (14,2%), DKI Jakarta (10,0%), Jawa Barat (8,7%), dan Sumatera Utara (8,2%) (Gambar 3.7). Jadi, kelima provinsi ini merupakan pengirim utama migran seumur hidup di Indonesia. Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar migran seumur hidup sekarang bertempat tinggal di Jawa Barat (18,3%), diikuti dengan di DKI Jakarta (13,5%), Banten (9,2%), Riau (6,9%), dan Lampung (5,0%) (Gambar 3.8). Jadi, kelima provinsi ini merupakan penerima utama migran seumur hidup di Indonesia. Selain itu, DKI dan Jawa Barat merupakan provinsi pengirim utama dan sekaligus provinsi penerima utama migran seumur hidup.
  • 48. 43 Gambar 3.7 Distribusi persentase migran seumur hidup menurut provinsi tempat lahir Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). Aceh; 0,96 Sumatera Utara; 8,20 Sumater a Barat; 4,27 Riau; 1,19 Jambi; 0,73 Sumatera Selatan; 2,74 Bengkulu; 0,41 Lampung; 2,75 Kepulauan Bangka Belitung; 0,39 Kepulauan Riau; 0,37 DKI Jakarta; 10,04 Jawa Barat; 8,73 Jawa Tengah; 24,35 D.I. Yogyakarta; 3,39 Jawa Timur; 14,20 Banten; 2,15 Bali; 0,98 Nusa Tenggara Barat; 0,78 Nusa Tenggara Timur; 0,94 Kalimantan Barat; 0,69 Kalimantan Tengah; 0,39 Kalimantan Selatan; 1,13 Kalimantan Timur; 0,54 Kalimantan Utara; 0,16 Sulawes i Utara; 0,73 Sulawes i Tengah; 0,45 Sulawesi Selatan; 5,26 Sulawesi Tenggara; 0,71 Gorontalo; 0,39 Sulawesi Barat; 0,40 Maluku; 0,80 Maluku Utara; 0,23 Papua Barat; 0,19 Papua; 0,33
  • 49. 44 Gambar 3.8 Distribusi persentase migran seumur hidup menurut provinsi tempat tinggal sekarang Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). Aceh; 0,77 Sumatera Utara; 1,92 Sumatera Barat; 1,32 Riau; 6,94 Jambi; 2,62 Sumatera Selatan; 3,57 Bengkulu; 1,24 Lampung; 5,03 Kepulau an Bangka Belitung ; 0,71 Kepulauan Riau; 3,25 DKI Jakarta; 13,47 Jawa Barat; 18,32 Jawa Tengah; 3,75 D.I. Yogyakarta; 2,11 Jawa Timur; 3,41 Banten; 9,20 Bali; 1,58 Nusa Tenggar a Barat; 0,45 Nusa Tenggar a Timur; 0,65 Kalimantan Barat; 1,09 Kalimantan Tengah; 1,95 Kalimantan Selatan; 1,88 Kalimantan Timur; 4,13 Kalimantan Utara; 0,70Sulawesi Utara; 0,69 Sulawesi Tengah; 1,72 Sulawesi Selatan; 1,28 Sulawesi Tenggara; 1,64 Gorontalo; 0,24 Sulawesi Barat; 0,65 Maluku; 0,50 Maluku Utara; 0,39 Papua Barat; 1,00 Papua; 1,82
  • 50. 45 Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar migran risen lima tahun yang lalu bertempat tinggal di DKI Jakarta (49,7%), diikuti dengan di Jawa Tengah (8,7%), Jawa Barat (6,8%), Jawa Timur (5,7%), dan Sumatera Utara (3,6%) (Gambar 3.9). Jadi, kelima provinsi ini merupakan pengirim utama migran risen di Indonesia. Hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar migran risen sekarang bertempat tinggal di Jawa Barat (15,7%), diikuti dengan di DKI Jakarta (14,3%), Jawa Tengah (10,6%), Jawa Timur (10,4%), dan Sumatera Utara (5,2%) (Gambar 3.8). Jadi, kelima provinsi ini merupakan penerima utama migran risen di Indonesia. Selain itu, kelima provinsi ini juga merupakan provinsi pengirim utama dan sekaligus provinsi penerima utama migran risen di Indonesia.
  • 51. 46 Gambar 3.9 Distribusi persentase migran risen menurut provinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). Aceh; 0,53 Sumatera Utara; 3,62 Sumatera Barat; 1,87 Riau; 1,77 Jambi; 0,90 Sumatera Selatan; 1,48 Bengkulu; 0,37 Lampung; 1,67 Kepulauan Bangka Belitung; 0,29 Kepulauan Riau; 0,91 DKI Jakarta; 49,68 Jawa Barat; 6,79 Jawa Tengah; 8,68 D.I. Yogyakarta; 1,14 Jawa Timur; 5,65 Banten; 2,78 Bali; 0,68 Nusa Tenggara Barat; 0,62 Nusa Tenggara Timur; 0,89 Kalimantan Barat; 0,47 Kalimantan Tengah; 0,70 Kalimantan Selatan; 0,74 Kalimantan Timur; 1,36 Kalimantan Utara; 0,25 Sulawesi Utara; 0,48 Sulawesi Tengah; 0,50 Sulawesi Selatan; 2,38 Sulawesi Tenggara; 0,62 Gorontalo; 0,23 Sulawesi Barat; 0,37 Maluku; 0,50 Maluku Utara; 0,20 Papua Barat; 0,27 Papua; 0,64
  • 52. 47 Gambar 3.10 Distribusi persentase migran risen menurut provinsi tempat tinggal sekarang Indonesia SUPAS 2015 Sumber: BPS (2015) (Diolah oleh Penulis). Aceh; 1,84 Sumatera Utara; 5,16 Sumatera Barat; 2,17 Riau; 2,89 Jambi; 1,25 Sumatera Selatan; 2,70 Bengkulu; 0,69 Lampung; 2,72 Kepulau an Bangka Belitung ; 0,53 Kepulauan Riau; 1,33 DKI Jakarta; 14,37 Jawa Barat; 15,68Jawa Tengah; 10,62D.I. Yogyakarta; 1,53 Jawa Timur; 10,36 Banten; 4,80 Bali; 1,56 Nusa Tenggara Barat; 2,01 Nusa Tenggara Timur; 2,10 Kalimantan Barat; 1,64 Kalimantan Tengah; 1,02 Kalimantan Selatan; 1,56 Kalimantan Timur; 1,39 Kalimantan Utara; 0,33 Sulawesi Utara; 0,77 Sulawesi Tengah; 1,09 Sulawesi Selatan; 2,99 Sulawesi Tenggara; 1,10 Gorontalo; 0,40 Sulawesi Barat; 0,56 Maluku; 0,67 Maluku Utara; 0,49 Papua Barat; 0,52 Papua; 1,18
  • 53. 48 Pada Gambar 3.11 disajikan angka migrasi risen internasional neto menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan hasil SUPAS 2015. Dapat dilihat bahwa pola migrasi internasional menurut umur berbentuk huruf U. Angka migrasi risen internasional negatif pada kelompok umur produktif (15–54 tahun), baik pada laki-laki maupun perempuan. Artinya, ada lebih banyak penduduk usia produktif yang keluar dari Indonesia daripada yang masuk ke Indonesia. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena sebagian besar penduduk usia produktif yang keluar dari Indonesia adalah mereka yang menempuh pendidikan atau yang bekerja di luar negeri. Secara keseluruhan, angka migrasi risen neto internasional Indonesia menurut hasil SUPAS 2015 adalah -0,5 per 1.000 penduduk atau -5 per 10.000 penduduk. Artinya, ada lebih banyak 5 orang yang keluar dari Indonesia daripada yang masuk ke Indonesia per 10.000 penduduk Indonesia. Pola migrasi menurut kelompok umur dan jenis kelamin untuk provinsi-provinsi dapat dilihat dalam publikasi Proyeksi Penduduk Indonesia 2015–2045 (Bappenas dkk 2018). Pada bagian ini disajikan pola migrasi menurut kelompok umur dan jenis kelamin untuk DKI Jakarta (Gambar 3.12). Dapat dilihat bahwa ASNMR positif pada kelompok umur 15–24 tahun,
  • 54. 49 baik untuk laki-laki maupun perempuan, dengan angka yang lebih tinggi pada perempuan daripada pada laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa ada lebih banyak perempuan yang masuk ke DKI Jakarta daripada yang keluar dari DKI Jakarta dibandingkan laki-laki. Gambar 3.11 Angka migrasi risen neto menurut kelompok umur (ASNMR) dan jenis kelamin Indonesia SUPAS 2015 Sumber: Bappenas dkk (2018) (Diolah oleh Penulis). -1,800 -1,600 -1,400 -1,200 -1,000 -0,800 -0,600 -0,400 -0,200 0,000 0,200 0,400 ASNMR Kelompok umur Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
  • 55. 50 Gambar 3.12 Angka migrasi risen neto menurut kelompok umur (ASNMR) dan jenis kelamin DKI Jakarta SUPAS 2015 Sumber: Bappenas dkk (2018) (Diolah oleh Penulis). C. Transmigrasi di Indonesia Transmigrasi pada masa penjajahan Belanda dimulai dengan nama kolonisasi sejak tahun 1905 oleh pemerintah Belanda dengan membuka daerah-daerah kolonisasi di Lampung, Palembang, Bengkulu, Jambi, Kalimantan, dan Sulawesi. Daerah Gedong Tataan di Lampung merupakan daerah -15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 ASNMR Kelompok umur Laki-laki Perempuan
  • 56. 51 kolonisasi pertama dengan 155 keluarga dari Jawa dikirim ke sana. Pemerintah Belanda berhasil memindahkan penduduk Jawa ke luar Jawa sampai dengan tahun 1941 sebanyak 258 ribu jiwa. Dibalik tujuan untuk memindahkan penduduk yang padat di Jawa terutama petani, tujuan lain kolonisasi adalah untuk keperluan tenaga kerja di perkebunan dan pertambangan Belanda di luar Jawa sehingga bisa menjamin pasaran industri. Pada masa penjajahan Jepang usaha transmigrasi tetap dijalankan dengan memindahkan hampir dua ribu keluarga dari Jawa ke luar Jawa. Program transmigrasi terhenti akibat perang kemerdekaan. Pada tahun 1950, Pemerintah Indonesia melakukan transmigrasi pertama dengan memindahkan 77 jiwa dari Jawa ke Lampung. Penekanan usaha transmigrasi setelah kemerdekaan dari 1950–1969 atau sebelum Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I lebih diutamakan pada aspek demografis, yaitu mengurangi kepadatan penduduk Pulau Jawa. Sejak Repelita I sampai sekarang tekanan tidak lagi pada aspek demografis, tetapi lebih luas karena meliputi aspek-aspek lain, seperti ketenagakerjaan dan pembangunan daerah.
  • 57. 52 Pada masa orde baru, Pemerintah mengembangkan berbagai jenis transmigrasi yang menekankan pada peranan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Jenis-jenis transmigrasi menurut UU No.15 tahun 1997 adalah (i) transmigrasi umum (TU) yang pelaksanaannya sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah, (ii) transmigrasi swakarsa berbantuan (TSB) yang dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok, baik bekerja sama atau tidak bekerja sama dengan badan usaha, dan (iii) transmigrasi swakarsa mandiri (TSM) yang campur tangan pemerintah dilakukan seminimal mungkin. Pada masa otonomi daerah UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah menegaskan bahwa tata cara penyelenggaraan transmigrasi dan pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan terhadap tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Selain itu, pelaksanaan harus memegang prinsip demokrasi, mendorong peran serta masyarakat, mengupayakan keseimbangan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik daerah.
  • 58. 53 D. Determinan migrasi Teori determinan migrasi yang pertama diajukan oleh Ravenstein (1885) yang disebut hukum migrasi Ravenstein dan terdiri dari 7 hukum. i. Migrasi dan jarak. Tingkat migrasi antara dua titik akan berhubungan terbalik dengan jarak di antara kedua titik tersebut. Migran yang melakukan perjalanan jarak jauh cenderung menuju pusat-pusat industri. ii. Migrasi bertahap. Penduduk daerah perdesaan yang langsung berbatasan dengan kota yang bertumbuh cepat berbondong-bondong pindah ke sana. Turunnya jumlah penduduk di perdesaan sebagai akibat migrasi itu akan digantikan oleh migran dari daerah-daeah yang lebih terpencil. Hal ini akan terus berlangsung sampai daya tarik salah satu kota yang tumbuh cepat itu tahap demi tahap terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok yang terpencil. iii. Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik sebagai penggantinya. Meskipun migrasi desa-kota mendominasi arus migrasi, selalu ada arus balik pada arah yang berlawanan sehingga migrasi neto dari titik i ke j selalu lebih kecil daripada migrasi kotor antara kedua titik tersebut.
  • 59. 54 iv. Perbedaan kecenderungan bermigrasi antara desa dan kota. Penduduk perkotaan kurang berminat bermigrasi dibandingkan mereka yang tinggal di perdesaan. v. Perempuan lebih dominan melakukan migrasi dalam jarak pendek. Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih banyak bermigrasi dalam jarak pendek. vi. Teknologi, komunikasi, dan migrasi. Arus migrasi memiliki kecenderungan meningkat sepanjang waktu akibat peningkatan sarana perhubungan dan akibat perkembangan industri dan perdagangan. vii. Motif ekonomi merupakan dorongan utama. Dorongan untuk meperbaiki kehidupan senantiasa lebih dominan daripada faktor lain dalam keputusan bermigrasi. Teori berikutnya adalah teori faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors) yang dikembangkan oleh Lee (1966). Faktor-faktor pendorong terdiri dari sebagai berikut. i. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan yang dapat disebabkan karena menurunnya daya dukung lingkungan serta menurunnya permintaan atas barang- barang tertentu yang bahan bakunya makin susah
  • 60. 55 diperoleh, seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian. ii. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal. Sebagai contoh, tanah untuk pertanian di perdesaan yang makin menyempit. iii. Adanya tekanan-tekanan politik, agama, dan suku sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal. iv. Alasan pendidikan, pekerjaan, atau perkawinan. v. Bencana alam, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang, atau wabah penyakit. Sebagai contoh, pandemi COVID-19 telah mengakibatkan banyak orang, termasuk orang yang menempuh pendidikan atau bekerja di luar tempat tinggalnya, harus kembali ke daerah asalnya. Faktor-faktor penarik terdiri dari sebagai berikut. i. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup. ii. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. iii. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, seperti iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
  • 61. 56 iv. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, dan pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar. Lee (1966) kemudian juga mengajukan 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu (i) faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (ii) faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (iii) rintangan antara, dan (iv) faktor-faktor individu (Gambar 3.13). Ada 2 faktor yang selalu terdapat di daerah asal maupun tujuan yang selalu berkaitan dengan perpindahan penduduk, yaitu faktor positif dan negatif. Faktor positif adalah faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan suatu daerah, sementara faktor negatif adalah faktor yang menyebabkan seseorang meninggalkan suatu daerah. Faktor netral adalah faktor yang tidak mempengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi. Faktor individu dapat berupa keinginan untuk tinggal di tempat yang baru. Penghalang antara dapat berupa jarak atau peraturan bagi pendatang di tempat yang baru.
  • 62. 57 Gambar 3.13 Determinan migrasi Lee + – + 0 + + – + 0 + 0 + – 0 + 0 – 0 + – 0 + 0 – + – 0 + 0 – 0 + 0 + – 0 + 0 – 0 + 0 0 + – 0 + 0 – Penghalang antara 0 + – 0 + 0 – + – + 0 + + – + 0 + Tempat asal Tempat tujuan Keterangan: + = faktor penarik, – = faktor pendorong, 0 = faktor netral. Sumber: Lee (1966). Selanjutnya, Todaro (1998) menyatakan migrasi merupakan suatu proses yang sangat selektif yang mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan, dan demografi tertentu. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi dari masing-masing individu juga bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya terdapat pada arus migrasi antarwilayah pada negara yang sama, tetapi juga pada migrasi antar negara. Beberapa faktor non-ekonomi yang mempengaruhi keinginan seseorang melakukan migrasi adalah sebagai berikut.
  • 63. 58 a. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran untuk melepaskan diri dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka. b. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana meteorologis, seperti banjir dan kekeringan. c. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk suatu tempat. d. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan keluarga besar yang berada pada tempat tujuan migrasi. e. Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas seluruh sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung berorientasi pada kehidupan kota, dan dampak-dampak modernisasi yang ditimbulkan oleh media massa atau media elektronik. Teori neoklasikal ekonomi makro menjelaskan bagaimana proses dan akibat dari perpindahan tenaga kerja yang berasal dari negara yang mengalami surplus tenaga kerja tetapi kekurangan kapital menuju negara yang kekurangan tenaga kerja, tetapi memiliki kapital yang berlimpah. Teori ini kurang
  • 64. 59 memperhatikan bagaimana seseorang memutuskan untuk berpindah, sebab-sebab perpindahan, serta dengan cara apa ia berpindah. Teori ekonomi lainnya, yaitu teori neoklasikal ekonomi mikro, yang sebetulnya juga memperbincangkan soal pengambilan keputusan pada tingkat individu migran, tetapi tidak mencoba menjelaskan persoalan, mengapa seseorang berpindah dengan cara tertentu, mengapa bukan dengan cara yang lain. Teori ini hanya merekomendasikan kepada para migran potensial itu, agar mempertimbangkan biaya dan manfaat dari setiap perpindahan ke daerah tujuan yang memiliki potensi lebih besar dibandingkan dengan daerah asal migran (Massey, 1993; Kuper and Kuper, 2000). Teori yang berasal dari perspektif demografi-ekonomi adalah teori segmented labour market. Menurut teori ini, arus migrasi tenaga kerja dari suatu negara ditentukan oleh adanya faktor permintaan (demand) pasar kerja, yang lebih tinggi di negara lain. Dalam teori ini, faktor penarik, yakni pasar kerja terhadap arus migrasi tenaga kerja, jauh lebih dominan jika dibandingkan dengan faktor penekan lain untuk berpindah yang ada di daerah asal. Akan tetapi, teori ini kurang memberikan penjelasan yang rinci di tingkat mikro,
  • 65. 60 bagaimana seseorang akhirnya memutuskan untuk berpindah atau tetap tinggal di daerah asalnya. Keputusan bermigrasi lebih banyak pada orang yang berusia muda dan berpendidikan. Hal ini disebabkan migrasi merupakan investasi modal manusia (human capital), dan orang yang berusia muda mempunyai periode yang panjang untuk mengumpulkan pengembalian (return) dari investasi migrasi sehingga meningkatkan keuntungan bersih dari migrasi. Apalagi kaum muda ini ditunjang oleh pendidikan yang relatif tinggi dan semakin meningkatkan kemauan untuk bermigrasi. Mereka lebih efisien dan mampu mempelajari peluang-peluang pada alternatif pasar tenaga kerja lain. Sementara itu, pekerja yang lebih tua tidak suka berpindah. Pekerja yang lebih tua mempunyai periode yang lebih sedikit untuk mengumpulkan pengembalian dari investasi migrasi. Periode pengembalian yang lebih pendek dapat menurunkan keuntungan bersih migrasi dan menurunkan kemungkinan untuk bermigrasi. Motivasi bermigrasi ada berbagai macam. Keahlian atau kemampuan (skill) merupakan faktor yang menjadi pertimbangan migran untuk bermigrasi. Dalam modelnya Andrew D. Roy tahun 1951 (BKKBN, 2013) mengasumsikan
  • 66. 61 tentang adanya mobilitas sempurna dari keahlian, yang berarti dapat dengan mudah berpindah tempat ke negara atau kawasan lain. Selain itu, kondisi perkonomian di negara asal dan negara tujuan menjadi faktor pemicu dalam keputusan seseorang untuk bermigrasi. E. Latihan Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi ini, kerjakan soal-soal berikut ini. 1. Tingkat dan tren! 2. Pola dan perbedaan! 3. Determinan! F. Rangkuman Migrasi berbeda menurut provinsi, umur, dan jenis kelamin. Persentase migran seumur hidup dan risen paling tinggi di Kepulauan Riau. Persentase komuter paling tinggi di DKI Jakarta. Pola migrasi neto menurut umur secara umum berbentuk huruf U. Angka migrasi neto negatif pada kelompok umur produktif. Laki-laki lebih cenderung melakukan
  • 67. 62 mobilitas. Determinan migrasi meliputi faktor-faktor di daerah asal dan di daerah tujuan, faktor pribadi, dan penghalang antara. Motif ekonomi merupakan alasan utama penduduk melakukan perpindahan. G. Evaluasi Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi ini, kerjakan soal-soal berikut: Soal Pilihan Ganda Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang Anda anggap paling benar. 1. Tingginya persentase migran risen di D.I. Yogyakarta dapat disebabkan karena a. D.I. Yogyakarta merupakan pusat perdagangan b. D.I. Yogyakarta pernah menjadi Ibu Kota Negara c. D.I. Yogyakarta merupakan tempat pendidikan utama d. D.I. Yogyakarta tempatnya nyaman 2. Menurut hasil SUPAS 2015, angka migrasi risen neto internasional Indonesia adalah -0,5 per 1.000 penduduk, artinya
  • 68. 63 a. Terdapat 5 orang Indonesia melakukan migrasi keluar dari Indonesia per 1000 penduduk Indonesia b. Terdapat 5 orang Indonesia melakukan migrasi masuk ke Indonesia per 1000 penduduk Indonesia c. Terdapat lebih banyak 5 orang yang masuk ke Indonesia daripada yang keluar dari Indonesia per 1.000 penduduk Indonesia d. Terdapat lebih banyak 5 orang yang keluar dari Indonesia daripada yang masuk ke Indonesia per 1.000 penduduk Indonesia 3. Pemerintah Indonesia melakukan transmigrasi pertama pada tahun.. a. 1945 b. 1950 c. 1955 b. d.1960 4. Pada masa penjajahan Belanda dimulai dengan nama a. Kolonisasi b. Komunisasi c. Kapitalisasi d. Globalisasi
  • 69. 64 5. Menurut UU No.15 tahun 1997, salah satu jenis transmigrasi adalah transmigrasi umum, maksudnya adalah a. Dilaksanakan atas dorongan indurstri di daerah tujuan b. Dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok c. Pelaksanaannya sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah, d. Pelaksanaannya terdapat campur tangan pemerintah dilakukan seminimal mungkin. 6. Teori determinan migrasi yang pertama diajukan oleh Ravenstein (1885) yang disebut hukum migrasi Ravenstein dan terdiri dari 7 hukum. Berikut merupakan determinan migrasi menurut Ravenstain, kecuali.. a. Migrasi dan Budaya b. Migrasi dan jarak c. Migrasi bertahap d. Teknologi 7. Teori migrasi mengenai teori push factors dan pull factors dikembangkan oleh.. a. Reveinstein b. Lee
  • 70. 65 c. Hugo d. Massey 8. Teori yang menjelaskan bagaimana proses dan akibat dari perpindahan tenaga kerja yang berasal dari negara yang mengalami surplus tenaga kerja tetapi kekurangan kapital menuju negara yang kekurangan tenaga kerja, tetapi memiliki kapital yang berlimpah, merupakan teori a. Push Factors b. Pull Factors c. Neo classic microeconomic d. Neo classic macroeconomic 9. Keputusan bermigrasi lebih banyak dilakukan oleh.. a. orang tua dan berpendidikan b. orang muda dan berpendidikan c. orang tua dan berpengalaman d. orang muda dan mencari pengalaman 10. Keahlian atau kemampuan (skill) merupakan faktor yang menjadi pertimbangan migran untuk bermigrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat a. Reveinstein b. Lee
  • 71. 66 c. Hugo d. Andrew D. Roy Soal Esai Buatlah suatu esai (satu halaman) tentang tingkat, tren, pola dan perbedaan, serta determinan migrasi di wilayah kerja Anda. H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kunci jawaban Evaluasi (Pilihan Ganda) 1. D 2. C 3. B 4. A 5. C 6. A 7. B 8. D 9. B 10. D
  • 72. 67
  • 73. 68 BAB IV PENUTUP Selamat! Anda telah mempelajari mata diklat “Proses Demografis: Konsep dan Ukuran Migrasi” dengan sukses. Selanjutnya, untuk mengakhiri modul ini, Anda dipersilakan untuk mencermati sekali lagi rangkuman yang merupakan intisari migrasi. A. Rangkuman Migrasi adalah perpindaha penduduk dari suatu daerah asal ke daerah tujuan dengan melewati batas administratif. Konsep migrasi meliputi migrasi semasa hidup, migrasi risen, migrasi masuk, migrasi keluar, migrasi neto, migrasi bruto, arus migrasi, migrasi sirkuler, dan migrasi musiman. Ukuran- ukuran migrasi meliputi angka migrasi parsial, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, angka migrasi neto, dan angka migrasi bruto. Migrasi berbeda menurut provinsi, umur, dan jenis kelamin. Persentase migran seumur hidup dan risen paling tinggi di Kepulauan Riau. Persentase komuter paling tinggi di DKI Jakarta. Pola migrasi neto menurut umur secara umum
  • 74. 69 berbentuk huruf U. Angka migrasi neto negatif pada kelompok umur produktif. Laki-laki lebih cenderung melakukan mobilitas. Determinan migrasi meliputi faktor-faktor di daerah asal dan di daerah tujuan, faktor pribadi, dan penghalang antara. Motif ekonomi merupakan alasan utama penduduk melakukan perpindahan. B. Evaluasi Buatlah suatu esai (satu halaman) tentang pentingnya pemahaman migrasi di kalangan pembuat kebijakan dan pengambil keputusan.
  • 75. 70 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Migrasi Internal Penduduk Indonesia. Jakarta, Indonesia. BKKBN. 2013. Modul 4 Konsep dan Ukuran Migrasi, Diklat Teknis Dasar-Dasar Demografi. Jakarta, Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik, dan United Nations Population Fund (UNFPA). 2018. Proyeksi Penduduk Indonesia 2015–2045. Jakarta, Indonesia. Lee, E. S. 1966. A Theory of Migration. Demography, Vol. 3, No. 1. (1966), hal. 47–57. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2010. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2. Editor: S.M. Adioetomo dan O.B. Samosir. Depok, Indonesia Ravenstein, E.G. 1885. The Laws of Migration. Journal of the Statistical Society of London. Vol. 48, No. 2, hal. 167–235. Siegel, J.S. and David A. Swanson. 2004. The Methods and Materials of Demography. Second Edition. Elsevier Academic Press. California, USA.
  • 76. 71 United Nations (UN). 2019. World Population Prospects 2019, Online Edition. Rev. 1. Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2019). Zelinsky, W. (1971). The Hypothesis of the Mobility Transition. Geographical Review. 61 (2): 219–249.